KEWENANGAN PENGADILAN NIAGA DALAM MEUTUS PERKARA KLAIM PENJAMINAN SIMPANAN (STUDI KASUS ATAS PUTUSAN NO.05/GUGATAN LAINLAIN/2011/PN.NIAGA.JKT.PST) Apria Ivoni Suci dan Teddy Anggoro1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan dari Pengadilan Niaga dalam memutus Perkara Klaim Penjaminan Simpanan sebagaimana putusan Nomor 05/Gugatan Lain-lain/2011/PN.NIAGA.JKT.PST. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundang-undangan dan buku. Hasil dari penelitian ini diperoleh kesimpulan yang menjawab permasalahan, yaitu bahwa Pengadilan Niaga berwenang untuk mengadili perkara klaim penjaminan simpanan, namun sebelum menentukan apakah Pengadilan Niaga berwenanag atau tidak perlu diteliti lebih dalam lagi apa saja dasar yang menjadikan Pengadilan Niaga berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara dan selain itu pihak Majelis Hakim dalam kasus ini juga harus lebih memperkaya pengetahuannya dalam memutus perkara, karena perkara klaim penjamina simpanan tidak termasuk ke dalam perkara yang pembuktiannya sederhana seperti yang umum ditemui apabila berpekara di Pengadilan Niaga, oleh karena itu inia dalah tantangan tersendiri bafi Majelis Hakim yang menjalaninya. Kata kunci : Kewenangan Pengadilan Niaga, Perkara Klaim Penjaminan simpanan
THE AUTHORITY OF THE COMMERCIAL COURT IN THE CASE OF DEPOSIT INSURANCE CLAIMS (CASE STUDY ON VERDICT NUMBER 05/GUGATAN LAIN-LAIN/2011/PN.NIAGA.JKT.PST). Abstract
1
Karya tulis ini merupakan sebuah ringkasan dari skripsi yang berjudul “Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Memutus Perkara Klaim Penjaminan Simpanan (Studi Kasus Atas Putusan Nomor 05/Gugatan Lain-‐lain/2011/PN.NIAGA.JKT.PST)” yang disusun oleh Apria Ivoni Suci sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Sedangkan Teddy Anggoro merupakan Dosen Pembimbing Apria di Fakultas Hukum UI dalam penulisan skripsi tersebut.
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
This study aims to determine the authority of the Commercial Court in deciding Deposit Insurance Claim Case No. 05/Gugatan Lainlain/2011/PN.NIAGA.JKT.PST as the verdict. This research is a normative juridical law using secondary data, such as legislation and books. The results of this study concluded that answered the problem, namely that the Commercial Court is authorized to hear the case of deposit insurance claims, but before the Commercial Court the authority to determine whether or not needs to be investigated more deeply what makes the foundation of the Commercial Court is authorized to examine and rule on cases and other than that the judge in this case should also be enriched his knowledge in deciding the case, because the case of deposit insurance claims do not belong to a simple proof in cases such as commonly encountered when litigating in the Commercial Court, therefore this is a challenge for the judges who live it. Keywords : Authority of the Commercial Court, Case Deposit Insurance Claims
A.
Pendahuluan PT.Cideng Makmur Pratama adalah perusahaan yang bergerak di bidang
hasil bumi yang merupakan salah satu nasabah penyimpan pada PT.BPR Tripanca Setiadana
dengan
nomor
rekening
tabungan
1000019035
sebesar
Rp2.793.634.146,00 (dua milyar tujuh ratus sembilan puluh tiga juta enam ratus tiga puluh empat ribu seratus empat puluh enam rupiah), BPR atau yang biasa disebut Bank Perkreditan Rakyat adalah salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan.2 Oleh karena itu hendaknya PT. BPR Tripanca Setiadana mengerti apa saja yang dibutuhkan oleh pengusaha-pengusaha yang berada di wilayah yang dapat dijangkau olehnya, sehingga pengusaha mikro maupun makro tidak menghadapi kesulitan yang berarti dalam masalah keuangan mereka. Namun sejak tanggal 24 Maret 2009 PT. BPR Tripanca Setiadana telah dicabut izin usahanya berdasarkan keputusan Bank Indonesia Keputusan GBI No:11/15/KEP.GBI/2009. 2
“Mengenal Bank Perkreditan Rakyat,” http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/916B0AF82103-4763-BA0E-38A59430600C/1484/MengenalBPR.pdf, diunduh 21 Februari 2013.
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
Sejak PT.BPR Tripanca Setiadana dicabut izin usahanya maka segala urusan kepengurusannya beralih kepada LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), hal ini dikarenakan karena PT.BPR Tripanca Setiadana merupakan peserta dari LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Tak lama berselang, PT. Cideng Makmur Pratama (Dalam Pailit) telah dinyatakan pailit berdasarkan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Perkara No.: 35/ Pailit/2009/PN.Niaga.Jkt.Pst, tertanggal 5 Agustus 2009. Sejak tanggal putusan pailit tersebut maka terhadap seluruh aset kekayaan debitur Pailit berlaku ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Kepailitan, kewenangan untuk menguasai dan mengurus seluruh harta kekayaan beralih dari debitur PT. Cideng Makmur Pratama (Dalam Pailit) kepada Kurator yang diangkat berdasarkan Putusan Pailit tersebut.3 Dalam melaksanakan amanat yang diembannya, kurator menemukan simpanan PT. Cideng Makmur Pratama (Dalam Pailit) yang terdapat pada PT. BPR Tripanca Setiadana yang dapat dimasukan ke dalam boedel pailit PT. Cideng Makmur Pratama (Dalam Pailit) sebesar Rp.2.793.634.146,00 (dua milyar tujuh ratus sembilan puluh tiga juta enam ratus tiga puluh empat ribu seratus empat puluh enam Rupiah) yang sampai pada saat itu kepengurusannya telah diambil alih oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Proses kepailitan ini berlangsung selama 1 tahun 8 bulan dan belum ada perkembangan yang berarti mengenai simpanan yang kepengurusannya telah diambil alih oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) tersebut. Maka demi menjalankan amanat dalam usaha mengembalikan simpanan PT. Cideng Makmur Pratama (Dalam Pailit), kurator mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) dan PT. BPR Tripanca Setiadana.
3
Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, Indonesia (1),UU Nomor 37 tahun 2004,pasal. 24 ayat (1).
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
Gugatan kurator dari PT. Cideng Makmur Pratama (Dalam Pailit) diajukan ke Pengadilan Niaga. Dipilihnya Pengadilan Niaga sebagai pengadilan untuk diajukannya kasus ini karena permasalah antara Kurator PT. Cideng Makmur Pratam (Dalam Pailit) melawan PT. BPR Tripanca Setiadan dan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) dianggap sebagai permasalahn kepailitan.4 Pengadilan Niaga yang dipilihnya pun adalah Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana yang telah diatur dalam UU Kepailitan.5Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengambil
putusan,
lain/2011/PN.Niaga.Jkt.Pst,
yaitu tanggal
putusan 12
No.
September
05/Gugatan 2011
yang
Lainamarnya
mengabulkan gugatan penggugat sebagian yang berisi menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum, memerintahkan LPS untuk mengembalikan uang simpanan tersebut kepada kurator untuk dimasukan ke dalam boedel pailit, serta menghukum para tergugat untuk membayar biaya perkara. Dalam hal ini, permasalahan mengenai simpanan pada kasus ini tidaklah semudah yang dibayangkan, karena proses sebelum memasuki Pengadilan Niaga sudah memakan waktu 1 tahun 8 bulan, apabila pada saat di Pengadilan Niaga langsung ditetapkan putusan yang demikian ini maka akan timbul berbagai pertanyaan yang terkait dengan kewenangan dan proses beracara di Pengadilan Niaga, karena kewenangan dari Pengadilan Niaga yaitu memeriksa dan memutus
4
Bagus Irawan, Aspek-aspek Hukum Kepailitan, Perusahaan, dan Asuransi, (Jakarta : PT. ALumni, 2007), hal.75-76. 5
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dibentuk berdasarkan
ketentuan pasal 281 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang tentang Kepailitan sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998, dinyatakam tetap berwenang memeriksa dan memutus perkara yang menjadi lingkup tugas Pengadilan Niaga,
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
permohonan pernyataan pailit, penundaan kewajiban pembayaran utang, dan memeriksa perkara lain dibidang perniagaan.6 Terkait proses beracara di Pengadilan Niaga telah menganut sistem beracara cepat yang jangka waktunya tidak lebih dari 60 (enam puluh) hari sejak permohonan pernyataan pailit didaftarkan, mudah, dan pembuktian sederhana.7 Oleh karena hal-hal inilah maka muncul perdebatan yang terdapat pada eksepsi, dalam eksepsi dikatakan bahwa Pengadilan Niaga tidak berwenang mengadili perkara terkait simpanan nasabah yang dijamin melainkan hanya mengenai sengketa dalam proses likuidasi. Perkara diatas merupakan sengketa yang lebih luas cakupannya, yakni yang terkait dengan sengketa pembayaran klaim penjaminan, yang memerlukan pembuktian yang tidak sederhana dan tidak mudah, sedangkan perkara kepailitan mensyaratkan adanya suatu hutang yang pembuktiannya sederhana dan mudah, sehingga berkaitan dengan hal tersebut terhadap perkara klaim penjaminan simpanan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dipersyaratkan dalam mengajukan dan untuk diperiksa di Pengadilan Niaga.8 Maka dengan demikian terhadap suatu gugatan perbuatan melawan hukum yang terkait dengan sengketa pembayaran klaim penjaminan, maka pengadilan yang berwenang memeriksa dan mengadili adalah pengadilan perdata pada Pengadilan Negeri. Pemeriksaan terhadap sengketa klaim penjaminan yang diperiksa di Pengadilan Niaga secara absolut bertentangan dengan kewenangan mengadili (Exceptio eclinatoria).9
6
Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, (Malang: UPT Penerbitan Universitas
Muhammdiyah Malang), hal.258. 7
Indonesia (1), Undang-undang Tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang, UU No 37 tahun 2004, Pasal 8 ayat (5). 8
Indonesia (2), Undang-undang Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, UU No. 24
Tahun 2004, Pasal. 16. 9
Ibid., Pasal. 20 ayat (1).
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
Berdasarkan permasalahan hukum yang masih diperdebatkan seperti di atas, penulis merasa penting untuk mengangkat masalah ini dalam penelitian agar apabila suatu keadaan hukum ini terjadi lagi dalam Pengadilan Niaga, hasil penelitian dapat membantu memecahkan permasalahan tersebut. a.
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam makalah penelitian ini akan berfokus pada: 1. Bagaimanakah kewenangan Pengadilan Niaga atas perkara yang bukan merupakan kompetensi absolut dari Pengadilan Niaga? 2. Bagaimanakah penerapan kewenangan dan proses beracara di Pengadilan Niaga di Indonesia terhadap permasalahan yang terjadi antara Kurator PT. Cideng Makmur Pratama melawan PT. BPR Tripanca Setiadana dan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan)? b. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan agar dapat: 1. Menguraikan kewenangan dari Pengadilan Niaga atas perkara yang tidak diatur dalam Undang-undang. 2. Menguraikan Penerapan Kewenangan dan proses beracara di Pengadilan Niaga dalam kasus antara Kurator PT. Cideng Makmur Pratama melawan PT. BPR Tripanca Setiadana dan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan)
B.
TINJAUAN TEORITIS
Kewenangan Pengadilan Niaga Pengadilan Niaga dibentuk untuk memeriksa perkara kepailitan dan perkara perniagaan lainnya yang nantinya diatur di dalam Undang-undang dengan didasarkan pada pertimbangan kecepatan dan efektivitas.10 Waktu pemeriksaan 10
Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung : PT. ALUMNI, 2006), hal. 227.
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
perkara kepailitan baik di tingkat niaga, kasasi, dan peninjauan kembali memiliki batasan jangka waktunya masing-masing. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang tidak puas dengan putusan Pengadilan Niaga dalam perkara kepailitan adalah langsung kasasi ke Mahkamah Agung 11 tanpa harus melakukan banding terlebih dahulu melalui Pengadilan Tinggi. Dengan demikian perkara kepailitan akan berjalan lebih cepat bila dibandingkan dengan pemeriksaan perkara biasa di Pengadilan Negeri. Putusan perkara permohonan pernyataan pailit akan efektif oleh karena menurut ketentuan UUKPKPU putusan perkara permohonan pernyataan pailit tersebut bersifat serta-merta yang artiny adalah kurator telah dapat menjual harta pailit meskipun putusan pernyataan pailit tersebut belum mempunyai kekuatan hukum tetap, karena terhadap putusan itu diajukan permohonan kasasi. Pada awalnya Pengadilan Niaga hanya memeriksan dan memutus perkaraperkara Kepailitan dan Penundaan Keajiban Pembbayaran Utang saja, namun pada saat ini Pengadilan Niaga telah pula memeriksa perkara lain di bidang perniagaan.12 Sekarang ini sedang dipikirkan pula
untuk perluasan tugas
Pengadilan Niaga yaitu untuk juga menangani perkara-perkara dalam bidang bisnis lainnya, seperti perkara-perkara yang menyangkut permasalahan antimonopoli dan persaingan usaha tidak sehat serta permasalahan perlindungan konsumen.13 Beracara di Pengadilan Niaga Dalam beracara di Pengadilan Niaga pertama-tama perlu diketahui mengenai
keberadaan dan status Pengadilan Niaga yang bersangkutan.
11
Terhadap putusan pernyataan pailit dapat dilakukan upaya hukum langsung kasasi ke Mahkamah Agung, hal ini sebagaimana karena putusan permonohan pernyataan pailit keluar karena diajukannya suatu permohonan kepada Pengadilan Niaga. Karena terdapat 2 hal yg dapat kita ajukan ke pengadilan, yaitu berupa gugatan maupun sebuah permohonan. Apabila pengajuan berupa gugatan, maka upaya hukumnya dapat melalui banding terlebih dahulu, namun apabila berupa permohonan, maka upaya hukumnya langsung kasasi ke Mahkamah Agung. 12
Indonesia (1), Pasal 300 ayat (1).
13
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, (Jakarta : PT Pustaka Utama Graviti, 2008), hal. 142.
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
Dimanakah Pengadilan Niaga berada dan apakah kewenangannya. Pengadilan Niaga berada di lingkungan peradilan umum dan di Indonesia terdapat 5 (lima) Pengadilan Niaga yaitu di Jakarta, Medan, Makassar, Surabaya, dan Semarang. Yang diajukan kepada Pengadilan Niaga dapat
berupa permohonan
maupun gugatan. Permohonan atau yang sering disebut sebagai Gugatan Voluntair adalah permasalah perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan yang ditanda tangani pemohon atau kuasanya yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri. 3 . 4 . 1 . Beracara Berdasarkan Permohonan Ciri khas suatu Permohonan adalah sebagai berikut : 1. Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak saja (for benefit of one party only); Bahwa permohonan diajukan murni untuk menyelesaikan kepentingan pemohon tentang sesuatu permasalahn perdata yang memerlukan suatu kepastian hukum, dimana yang dipemasalahkan tersebut tidak bersentuhan dengan hak dan kepentingan orang lain; 2. Permasalahan yang dimohonkan penyesuaiannya kepada PN, pda prinsipnya tanpa sengketa dengan pihak lain ( without disputes ordifferences with another party) Tidak dibenarkan mengajukan permohonan tentang penyelesaian sengketa hak atau kepemilikan maupun penyerahan serta pembayaran sesuatu oleh orang lain atau pihak ketiga; 3. Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan, tetapi bersifat ex-parte.14
14
M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang gugatan, persidangan, penyitaan, pembuktian dan putusan pengadilan,(Jakarta : Sinar Grafika , 2008), hal. 29.
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
Daerah hukum masing-masing Pengadilan Niaga perlu dipahami agar tidak salah alamat ketika mengajukan perkara.begitu pula kewenangan atau yurisdiksinya. Hal ini untuk mencegah apakah perkara yang dimajukan termasuk kewenangan Pengadilan Niaga atau bukan. Karena itu kewenangan relatif berdasarkan daerah hukum dan kompetensi absolut atas dasar kewenangan mengadili sangat perlu mendapat perhatian.15 Selain hal diatas, dalam Pengadilan Niaga juga memiliki beberapa hal-hal khusus yang berbeda dengan prosedur di pradilan umum. Kekhususan Pengadilan Niaga dalam perkara kepailitan diantaranya adalah: 1. pengadilan ini tidak mengenal banding, sehingga jika ada pihak yang merasa tidak puas dapat mengajukan upaya hukum dengan cara kasasi ke Mahkamah Agung; 2. jangka waktu proses pendaftaran, pemeriksaan dan penjatuhan putusan pada tingkat Pengadilan Niaga diatur secara tegas, yaitu 30 hari; 3. jangka waktu Kasasi di Mahkamah Agung adalah selama 34 hari. Dalam hukum acara perkara kepailitan terdapat terobosan waktu berperkara yang sangat cepat. Dari waktu yang biasanya dua sampai dengan empat tahun berperkara melalui Pengadilan Negeri (dari gugatan di Pengadilan Negeri sampai dengan upaya khusus Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung), turun drastis menjadi 154 hari. Dengan perincian sebagai berikut maksimal waktu 30 hari untuk memutuskan permohonan kepailitan di tingkat Pengadilan Niaga; maksimal waktu 30 hari untuk memutuskan permohonan Kasasi di tingkat Kasasi; dan maksimal 30 hari untuk memutuskan permohonan upaya hukum khusus Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung. Selebihnya adalah perhitungan waktu pendaftaran permohonan Kasasi dan Peninjauan Kembali.16 Beracara Berdasaran Gugatan 15
Parwoto Wignjosumarto, Hukum Kepailitan Selayang Pandang, (Jakarta: PT. Tata Nusa, 2003, hal 106. 16
Hasil Penelitian Direktorat Hukum dan HAM Bappenas, Eksistensi Pengadilan Niaga dan Perkembangannya dalam Era Globalisasi, hal. 4.
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
Pengajuan suatu gugatan biasanya dilakukan apabila terdapat seseorang yang merasa dirugikan dengan apa yang dilakukan pihak lain terhadapnya, berbeda dengan halnya permohonan yang hanya terkait sepihak saja.17 Namun untuk proses beracaranya sama saja dengan permohonan yang tidak mengenal banding namun langsung diajukan ke kasasi seperti yang tercantum di dalam undang-undang merek, paten, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, dan hak cipta seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Pembuktian di Pengadilan Niaga Beban pembuktian dan alat – alat bukti dalam hukum acara pada pengadilan Niaga tidak diatur dalam Undang-Undang Kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran Utang (UU No.37/2004 jo.UU No.1/1998), kecuali dalam hal gugatan actio pauliana dengan kurator sebagai pengugat yang menuntut pembatalan perbuatan hukum yang merugikan kreditor yang dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan di sini dipakai atau ditetapkan azas pembuktian sebaliknya yang menyimpang dari azas pembuktikan dalam HIR.18 Alat-alat bukti yang termasuk dalam HIR yaitu adalah meliputi :19 a. Bukti surat; b. Bukti saksi; c. Persangkaan; d. Pengakuan; dan e. Sumpah. Dalam penyelesaian perkara pailit di Pengadilan Niaga terkait dengan pembuktian, dibutuhkan pembuktian yang sederhana.20 Yang dimaksud dengan 17
Yoni Agus Setyono, Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta: DRC FHUI, 2010), hal.35. 18
Kumpulan Makalah Calon Hakim Pengadilan Niaga, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 1998, Hal 127. 19
Indonesia (8), HIR, Pasal 164.
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
“fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana” yaitu adalah fakta dua atau lebih kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak bisa dibayar. Sedangkan besarnya jumlah utang yang didalihkan oleh pemohon pailit dan termohon pailit tidak meghalangi dijatuhkannya putusan pernyataan pailit. Sehubungan dengan hal diatas munculah pertanyaan apakah pasal tersebut dapat diartikan bahwa apabila tidak terdapat “fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana” berkaitan dengan permohonan pernyataan pailit itu harus ditolak oleh Pengadilan Niaga? Dengan kata lain, apakah
untuk perkara
pembayaran utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih yang fakta dan keadaannya tidak dapat dibuktikan secara sederhana maka perkara tersebut tidak dapat diajukan sebagai perkara kepialitan kepada Pengadilan Niaga karena perkara yang demikian merupakan kewenangan atau yurisdiksi dari Pengadilan Negeri? Berkaitan dengan hal ini, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan No.32K/N/1999
dalam
perkara
kepailitan
antara
PT.Bank
Internasional
Indonesia,Tbk. Melawan (1) Abu Hermanto, (2) Wahyu budiono, dan (3) PT. Surya Andalas Corporation berpendapat bahwa apabila pembuktian tidak sederhana, maka pokok sengketa masih harus dibuktikan di Pengadilan Negeri21. Bertolak belakang dengan putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung diatas, Sutan Remy dalam bukunya berpendapat bahwa putusan hakim tersebut perlu dipertanyakan lagi. Menurutnya dalam menafsirkan Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU 22 tidak boleh diartikan bahwa apabila pada suatu permohonan pernyataan pailit tidak terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana, atau dengan kata lain fakta dan keadaannya sulit atau tidak dapat dibuktikan secara sederhana dapat menyebabkan perkara tersebut tidak dapat diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Niaga.23 20
Indonesia (1), op.cit., pasal 8 (4) jo. Pasal 6 ayat (3) UU No. 4 tahun 1998 jo. Perpu No. 1 tahun 1998, 21
Sjahdeini, op.cit., hal. 148.
22
Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU “permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit” 23 Sjahdeini, op.cit., hal.149.
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
Apabila diartikan demikian maka untuk perkara-perkara yang rumit yang fakta dan keadaannya tidak dapat dibuktikan secara sederhana membuat kreditor menjadi tidak mungkin untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitornya. Jika ini terjadi maka isi dari Pasal 1131 KUHPerdata24 yang menjadi sumber hukum kepailitan menjadi tidak ada artinya lagi. Penafsiran seperti ini menyebabkan para kreditor dari sebuah kredit perbankan yang rumit seperti bank menjadi terpasung haknya untuk mengajukan permohonan penyataan pailit. Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU mempunyai tujuan dimana seorang hakim untuk tidak menolak permohonan pernyataan pailit yang fakta dan keadaannya dapat dibuktikan secara sederhana dan tidak berarti apabila terdapat suatu perkara yang fakta dan keadaannya sulit untuk dibuktikan secara sederhana majelis hakim pengadilan niaga maupun majelis hakim kasasi wajib menolak untuk memeriksa dan memutus perkara. Maka akan lebih baik apabila pasal ini ditafsirkan dimana majelis hakim pengadilan niaga maupun majelis hakim kasasi tetap wajib memeriksa dan memutus perkara permohonan pernyataan pailit, sedangkan fakta atau keadaan yang tidak dapat dibuktikan secara sederhana itu tetap menjadi tanggung jawabnya.
Dengan
kenyataan
demikian
bukan
berati
majelis
hakim
mempersilakan para pihak untuk meminta putusan penngadilan negeri mengenai fakta dan keadaan pokok perkaranya.25
C.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian Yuridis Normatif, yang
hasilnya berbentuk deskriptif analisis 26 yaitu mencoba mendeskripsikan hasil
24
Pasal 1131 KUHPerdata “segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan” 25
Sjahdeini, op.cit., hal 149-150.
26
Adapun yang dimaksud dengan penelitian deskriptif analisis yaitu penelitian untuk menggambarkan tentang suatu gejala berdasarkan analisis.
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
analisis perkara antara Kurator PT Cideng Makmur Pratama (Dalam pailit) melawan LPS dan PT. BPR Tripanca Setiadana terhadap pengurusan perkara klaim penjaminan simpanan. Sedangkan berdasarkan sifatnya, penelitian eksplanatoris yang memberikan penjelasan secara mendalam tentang hubungan gejala yang satu dengan yang lainnya dan juga memberikan jalan keluar atau solusi. Penemuan fakta dan penyelesaian masalah akan dibahas secara mendalam berdasarkan disiplin ilmu hukum, sehingga hasil yang dicapai merupakan hasil pemikiran yang normatif.Berdasarkan tempatnya peneliti memilih data sekunder atau yang diperoleh berdasarkan penelitian kepustakaan atau studi dokumen, yang meliputi bahan hukum primer
berupa undang-undang dan yurisprudensi dan
bahan hukum sekunder yang berasal dari buku dan artikel. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif.yaitu
metode analisis untuk
mendapatkan suatu kepastian dari bobot yang diteliti dan bukan berdasarkan pada jumlah.27 Hasil analisis diharapkan dapat menjelaskan hubungan sebab akibat dan mencoba memberikan solusi atas pokok permasalahan yang diangkat, dan kemudian ditarik kesimpulan secara induktif, dipadukan dengan analisis dari studi kasus
atas
Putusan
Pengadilan
Niaga
No.05/Gugatan
Lain-
lain/2011/PN.Niaga.Jkt.Pst.
D.
PEMBAHASAN
Analisis Fakta Dalam kronologis di atas sebagaimana pula tertera dalam putusan, terdapat fakta-fakta hukum penting yang perlu diperhatikan sebagai bahan analisi hukum, antara lain: 1. Para pihak yang terlibat dalam perkara ini:
Sri Mamudji, “Metode Penelitiah dan Penulisan Hukum”, Kuliah Perdana Mata Kuliah Penelitian dan Penulisan Hukum, Depok, 7 September 2012. 27
Hang Raharjo, “Penyusunan Usul Penelitian dan Perbedaan”, Kuliah Kedua Mata Kuliah Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Depok, 14 September 2012.
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
a. Kurator PT. Cideng Makmur Pratama (DalamPailit) sebagai termohon kasasi dahulu adalah penggugat; b. Tim Likuidasi Lembaga Penjamin Simpanan sebagai pemohon kasasi dahulu adalah tergugat; c. PT. BPR Tripanca Setiadana sebagai turut termohon kasasi dahulu adalah Tergugat I; 2. PT Cideng Makmur Pratama telah dinyatakan pailit berdasarkanPutusan MajelisHakim PengadilanNiaga pada Pengadilan NegeriJakarta Pusat, Perkara No.: 35/Pailit/2009/PN.Niaga.Jkt.Pst,tertanggal 5 Agustus 2009 oleh karena itu pengurusannya kini dipegang oleh kurator. 3. Kurator selama pengurusannya, menemukan boedel pailit milik PT. Cideng Makmur Pratama (Dalam Pailit) yang berada di PT. BPR Tripanca Setiadana dengan Nomor Rekening Tabungan 1000019305 sebesar Rp.2.793.634.146,00 (dua milyar tujuhratus sembilan puluh tiga juta enam ratus tiga puluh empat ribu seratusempat puluh enam Rupiah). 4. PT BPR Tripanca Setiadana sejak tanggal 24 Maret 2009 telah dicabut izin usahanya berdasarkan Keputusan Bank Indonesia, Keputusan GBI No.: 11/15//Kep.GBI/2009 oleh karena itu kini pengurusan atas likuidasinya dipegang oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). 5. Kurator mengirimkan surat kepada LPS mengenai klaim penjaminan atas simpanan milik PT. Cideng Makmur Pratama, namun belum ada kepastian apa-apa mengenai hal tersebut, dan pihak kurator telah menunggu selama 1 tahun 8 bulan. 6. Berdasarkan izin dari Hakim Pengawas kurator mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada LPS dan PT BPR Tripanca agar segera membayarkan klaim penjaminan simpanan yang diajukannya. 7. LPS mengeksepsi kewenangan absolut Pengadilan Niaga untuk mengadili perkara pembayaran klaim LPS. 8. LPS menolak untuk segera membayar karena masih melakukan audit investigative mengenai pihak yang menyebabkan PT BPR Tripanca Setiadana menjadi bank gagal.
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
9. Dalam Putusan Sela, Pengadilan Niaga menyatakan berwenang mengadili perkara ini. 10. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengambil putusan, yaitu putusan No. 05/Gugatan Lain-lain/2011/ PN.Niaga.Jkt.Pst, tanggal 12 September 2011 yang amarnya sebagai berikut: 1) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian; 2) Menyatakan Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum ; 3) Memerintahkan kepada Tergugat I untuk mengembalikan uang simpanan
PT
Cideng
Makmur
Pratama
sejumlah
Rp.
2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) kepada Penggugat untuk dimasukkan ke dalam boedel pailit PT Cideng Makmur Pratama (Dalam Pailit) yang harus dibayar oleh Tergugat I setelah dikabulkan gugatan ini; 4) Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp
791.000,- (tujuh ratus sembilan puluh satu ribu rupiah) ; Analisis Hukum 1) Kewenangan absolut dari Pengadilan Niaga atas perkara yang tidak diatur dalam Undang-undang. kewenangan absolut Pengadilan Niaga yaitu adalah memeriksa dan memutus permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang, berwenang pula memeriksa dan memutus perkara lain di bidang perniagaan.28 Untuk sampai dengan saat ini bidang perniagaan lainnya yang diajukan ke Pengadilan Niaga yaitu adalah sengketa mengenai Hak Cipta, Disain Industri, Disain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Paten, dan Merek. Kesemuanya bidang itu telah diatur pada pada peraturannya masing-masing. Untuk Hak Cipta diatur dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 2002, Disain Industri diatur dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 2000, Disain Tata Letak Sirkuit Terpadu diatur dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2000, Paten diatur dalam Undang-undang
28
Indonesia (1), op.cit., pasal 300 ayat (1)
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
Nomor 14 tahun 2001, serta Merek diatur dalam Undang-undang Nomor 15 tahun 2001. Mengenai kewenangan absolut dari Pengadilan Niaga terhadap kasus yang belum diatur dalam undang-undang sebenarnya dapat kita lihat juga dari asas-asas yang dianut oleh Pengadilan Niaga itu sendiri, karena asas sebenarnya dapat digunakan sebagai dasar atau sesuatu yg menjadi tumpuan berpikir berpendapat 29 dalam memeriksa dan memutus perkara yang masuk ke Pengadilan Niaga. Asas-asas yang biasanya digunakan oleh Pengadilan Niaga yaitu adalah meliputi : 1. Adil : dimaksudkan untuk melindungi
kepentingan debitur dan
kreditur secara seimbang. Manfaat dari Undang-undang Kepailitan haruslah dirasakan bagi kedua pihak manapun baik kreditor maupun debitor. Selain manfaat undang-undang kepailitan juga harus dapat memberikan perlindungan terhadap kreditor maupun debitornya.30 Bagi kreditor, Undang-undang Kepailitan memberikan jalan baginya terhadap harta
kekayaan dari debitor yang dinyatakan pailit karena
tidak mampu membayar utang-utangnya. Sedangkan bagi debitor, Undang-undang
kepailitan
melindungi
debitor
atas
praktik
penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak beritikad baik.31
2. Cepat
: pembuktian sederhana atau sumir dan upaya hukum yang
terbatas. Sederhana haruslah diartikan secara singkat dan mudah berdasarkan ketentuan Pasal 163 dan 164 HIR yaitu bukti surat, bukti saksi, bukti persangkaan, bukti pengakuan dan bukti sumpah, sepanjang menyangkut syarat-syarat dinyatakan pailit. 32 Menurut 29
Kamus Besar Bahasa Indonesia
30
Sjahdeini, op.cit., hal.33.
31
Ibid.,hal. 37-38.
32
Wignjosumarto, op.cit., hal 142-143.
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
UUKPKPU yang dimaksud dengan fakta atau keadaan yang terbukti sederhana adalah adanya fakta dua atau lebih kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar. Sedangkan perbedaan besarnya utang yang didalihkan oleh pemohon pailit dan termohon pailit tidak menghalangi dijatuhkannya putusan pernyataan pailit.33
3. Terbuka
: proses penanganan perkara mudah diketahui masyarakat.
Dengan pertimbangan bahwa putusan pernyataan pailit
terhadap
seorang debitor berdampak luas dan menyangkut kepentingan banyak pihak, maka proses kepailitan harus dapat diketahui oleh masyarakat luas. 34 Sebenarnya putusa pailit tidak hanya menyangkut Kreditor saja, namun dapat juga menyangkut stakeholders maupun pihak-pihak lain yang terkait dengan Debitor. Maka oleh karena begitu banyak pihak yang berkepentingan, maka semua hal sejak permohonan pernyataan pailit diajukan kepada pengadilan, selama proses pemeriksaan berlangsung di pengadilan baik di pengadilan tingkat pertama maupun banding/kasasi, ketika putusan pailit dijatuhkan oleh pengadilan di tingkat pertama maupun banding/kasasi, sampai selama tindakan pemberesan dilakukan oleh kurator/likuidator, harus dapat diketahui oleh umum.35
4. Efektif
: agar putusan pengadilan berdaya dan berhasil guna untuk
menyelesaikan perkara utang piutang.36
33
Sjahdeini, op.cit., hal. 148.
34
Ibid., hal. 46.
35
Ibid., hal. 47.
36
Wignjosumarto, op.cit., hal 139-140.
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
Sehingga dapat kita katakan bahwa untuk perkara yang belum diatur oleh undangundang apakah termasuk ke dalam kewenangan Pengadilan Niaga atau tidak dengan melihat pada asas yang dianut oleh Pengadilan Niaga yang adil, cepat, terbuka, dan efektif, dapat dijadikan sebagai rujukan untuk lebih mempermudah dalam penyelesaian perkara. Dan juga dengan pertimbangan Pengadilan manakah yang lebih bisa memberikan keadilan bagi para pihak, proses beracara yang cepat sehingga tidak membuat para pihak harus meluangkan waktu mereka yang sangat lama hanya untuk berperkara, biaya yang cenderung tidak mahal, maka Pengadilan yang demikianlah yang dikatakan efektif dalam menyelesaikan perkara. 2) Penerapan Kewenangan Dan
Proses Beracara di
Pengadilan Niaga di
Indonesia terhadap permasalahan yang terjadi antara Kurator PT. Cideng Makmur Pratama melawan PT. BPR Tripanca Setiadana dan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) Setelah dilihat lebih dalam lagi ke dalam peraturan LPS yang terbaru UU No. 24 tahun 2004 serta melihat kepada peraturan LPS nomor 2 tahun 2010 tentang Penjaminan Simpanan. Dari kedua peraturan tersebut tidak ada satupun peraturan yang menyebutkan secara jelas bahwa gugatan terhadap klaim penjaminan simpanan harus diajukan ke Pegadilan Niaga. Sehingga alasan yang diajukan Tergugat I dalam eksepsi adalah tidak benar. Di dalam pasal 46 ayat (2) Peraturan LPS Nomor 2 tahun 2010 tentang Penjaminan Simoanan hanya disebutkan bahwa dalam hal nasabah penyimpan yang simpanan termasuk ke dalam simpanan yang tidak layak bayar merasa dirugikan, maka pihaknya dapat melakukan upaya hukum ke Pengadilan. Hanya disebutkan Pengadilan bukan Peradilan Umum sebagaimana yang disebutkan oleh pihak Tergugat I (Pengadilan Negeri). Isi peraturan yang demikian, membuat ketidakpastian hukum bagi orang-orang yang mencari keadilan. Maka dengan melihat peraturan yang demikian, sebenarnya bisa saja perkara ini diajukan ke Pengadilan Negeri ataupun ke Pengadilan Niaga, karena pengaturan mengenai hal ini belum jelas, sehingga yang perlu menjadi pertimbangan
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
hanyalah Pengadilan mana yang lebih bisa memberikan keadilan bagi para pihak dan juga Pengadilan mana yang dapat menyelesaikan perkara secara cepat. Meskipun secara hukum normatif disebutkan bahwa kecuali ditentukan lain dalam undang-undang kepailitan mengenai kewenangan Pengadilan Niaga, maka hukum acara yang berlaku adalah hukum acara perdata. Yang berarti adalah perkara diajukan ke Pengadilan Negeri. Namun apabila melihat kondisi peraturan LPS yang menimbulkan kesimpangsiuran dengan tidak memberikan penjelasan sebenarnya pengadilan manakah yang dimaksud sebagai pengadilan yang dapat menyelesaikan perkara, karena hanya disebutkan bahwa perkara hanya diajukan ke pengadilan. Selain daripada itu, dengan melihat pada asas yang dianut oleh Pengadilan Niaga yang adil, cepat, terbuka, dan efektif, dapat dijadikan sebagai rujukan untuk lebih mempermudah dalam penyelesaian perkara. Dan juga karena ini merupakan perkara yang berkaitan dengan boedel pailit maka akan lebih tepat apabila diselesaikan juga oleh Pengadilan Niaga. Meski perkara yang dihadapi memang tidak mudah, namun apabila mengikuti proses beracara yang dianut oleh Pengadilan Niaga diharapkan perkara mengenai sengketa klaim jaminan simpanan ini dapat segera terselesaikan dan cepat menemui jalan keluarnya. Dengan didukung oleh penjelasan dari undang-undang dan beberapa referensi, maka pada perkara ini Pengadilan Niaga dikatakan berwenang dapat memeriksa dan memutus perkara klaim penjaminan simpanan yang dilakukan oleh pihak Penggugat terhadap Tergugat I dan Tergugat II. Proses beracara Oleh karena dalam hal ini sesungguhnya masih terdapat perdebatan mengenai kewenangan Pengadilan terkait dengan perkara ini, maka sebenarnya para pihak memiliki dua pilihan proses beracara, yang pertama adalah dengan mengikuti proses beraca hukum acara perdata sebagaima apabila ia mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri dan mengikuti proses beracara Pengadilan Niaga yang adil, cepat, terbuka, dan efektif apabila ia mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga.
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
meskipun di dalam hukum normatifnya disebutkan bahwa kecuali ditentukan lain, maka yang digunakan adalah hukum acara perdata yang berarti diadili di Pengadilan Negeri. Namun apabila mengikuti hukum acara perdata proses beracaranya sangatlah lama dan memakan waktu, maka lebih baik jika menggunakan hukum acara yang dianut pengadilan niaga.
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
E.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis kasus Putusan MajelisHakim Hakim Pengadilan Niaga
dalam perkara No. 05/Gugatan Lain-lain/2011/PN.Niaga.Jkt.Pstsecara induktif dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Untuk perkara yang belum diatur oleh undang-undang apakah termasuk ke dalam kewenangan Pengadilan Niaga atau tidak, dengan melihat pada asas yang dianut oleh Pengadilan Niaga yang adil, cepat, terbuka, dan efektif, dapat dijadikan sebagai rujukan untuk lebih mempermudah dalam penyelesaian perkara. Dan juga dengan pertimbangan apakah Pengadilan Niaga lebih bisa memberikan keadilan bagi para pihak, apakah para pihak menginginkan proses beracara yang cepat sehingga tidak membuat para pihak harus meluangkan waktu mereka yang sangat lama hanya untuk berperkara, dan biaya yang cenderung tidak mahal, maka Pengadilan yang demikianlah yang dikatakan efektif dalam menyelesaikan perkara.
2.
Terhadap perkara ini dengan melihat pada peraturan LPS yang tidak jelas dalam menjelaskan maksud Pengadilan di dalam peraturannya maka sebenarnya baik Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Niaga dapat berwenang dalam mengadili perkara. Meskipun dalam hukum positifnya dikatakan bahwa apabila keculi diatur oleh undangundang maka hukum acara yang digunakan adalah hukum acara perdata. Namun, karena pengaturan mengenai hal ini belum jelas, sebagaimana yang disebutkan hanya diajukan ke pengadilan saja, sehingga yang perlu menjadi pertimbangan hanyalah Pengadilan mana yang lebih bisa memberikan keadilan bagi para pihak dan juga Pengadilan mana yang dapat menyelesaikan perkara secara cepat dan efektif. Namun dengan melihat pada asas yang dianut oleh Pengadilan Niaga yang adil, cepat, terbuka, dan efektif, dapat dijadikan sebagai rujukan untuk lebih mempermudah dalam penyelesaian perkara. Dan juga karena ini merupakan perkara yang berkaitan dengan boedel pailit maka akan lebih tepat apabila diselesaikan juga oleh Pengadilan Niaga sebagai seharusnya penyelesaian perkara kepailitan. Proses beraca yang dapat ditempuh oleh para pihak yaitu dapat dilakukan dengan proses beraca sebagaimana hukum acara perdata apabila mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri dan proses beraca sebagaimana apabila perkara diajukan ke Pengadilan Niaga. Untuk mendukung proses beracara yang berdasarkan pada asas adil, cepat, terbuka
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
efektif sebagaimana yang dianut oleh Pengadilan Niaga, maka proses beracara dalam menyelesaikan perkara ini akan lebih tepat apabila menggunakan proses beracara yang cepat sebagaimana yang dilakukan di Pengadilan Niaga, dimana jangka waktunya yang tidak bertele-tele, sehingga perkara cepet terselesaikan. Karena dalam perkara pengajuan klaim diberikan jangka waktu maksimal adalah 5 tahun sejak izin bank dicabut, maka apabila perkara ini memakan waktu yang sangat lama hingga melampaui batas waktu pengajuan klaim, maka gugatan yang diajukan penggugat menjadi tidak berarti lagi meskipun telah keluar putusan hakim yang menyatakan pihak penggugat menang. Disamping itu, oleh karena perkara ini masih menyangkut kepada boedel pailit dimana sebenarnya masih dalam ranah kepailitan, maka oleh karena itu perlu diselesaikan secepat mungkin agar kelanjutan dari perkara pailit ini segera terselesaikan.
F.
Saran
Dengan melihat kondisi kesimpangsiuran atas kewenangan absolut dari Pengadilan Niaga seperti halnya pada kasus diatas, penulis berharap negara segera memperjelas kewenangan absolut dari Pengadilan Niaga dengan mengeluarkan undang-undang yang mengaturnya, pasalnya kata “bidang perniagaan lainnya” sebagaimana yang tercantum di dalam pasal 300 undang-undang nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, membuat masyarakat mempertanyakan, sebenarnya apa saja bidang perniagaan lainnya yang termasuk ke dalam wewenang Pengadilan Niaga yang dimaksudkan oleh pembuat undang-undang. Hal ini perlu dicermati dan diperbaharui, menimbang perkara yang terjadi di sekeliling kita semakin banyak dan berkembang perkara-perkara baru yang belum bisa dicakup oleh undang-undang. Maka oleh karena itu sebaiknya pemerintah segera menetapkan maksud dari kata dalam undang-undang nomor 37 tahun 2004 itu dengan lebih memperjelas apa saja bidang-bidang yang termasuk ke dalam bidang perniagaan serta dengan menjelasakan bagaimana proses beracaranya yang tepat, hal ini semata-mata agar masyarakat lebih bisa mendapatkan kepastian hukum atas perkara yang dihadapinya. Selain daripada itu, negara juga perlu memperjelas maksud dari kata Pengadilan di Peraturan LPS nomor 2 tahun 2010, pasalnya Pengadilan yang dimaksudkan dalam peraturan tersebut masih menimbulkan kesimpangsiuran mengenai sebenarnya pengadilan mana yang berwenang untuk mengadili perkara klaim penjaminan simpanan. Karena apabila hal ini tidak segera diperbaiki, pihak-pihak lain yang nantinya ingin mengajukan gugatan yang demikian
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
juga akan mengahadapi hal yang sama yaitu kesimpangsiuran atas kewenangan absolut dari Pengadilan yang mengadili. Jadi hal ini sangat perlu untuk diperbaiki. Tentunya juga dengan mempertimbangkan bahwa jangka waktu pengajuan klaim penjaminan simpanan paling lama adalah 5 tahun sejak izin usaha bank dicabut, maka perlu dipertimbangkan bahwa pengadilan yang berwenang untuk mengadili haruslah pengadilan yang menganut proses beracara yang cepat sehingga para pihak tidak perlu menunggu terlalu lama untuk dapat putusan yang diharapkan.
G.
Daftar Referensi
Agus Setyono, Yoni. Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktek,. Jakarta : DRC FHUI, 2010. Hartini, Rahayu. Hukum Kepailitan. Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, 2007. Hasil Penelitian Direktorat Hukum dan HAM Bappenas, Eksistensi Pengadilan Perkembangannya dalam Era Globalisasi.
Niaga dan
Kumpulan Makalah Calon Hakim Pengadilan Niaga, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 1998. Mamuji, Sri. “Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum”,Kuliah Perdana Mata Kuliah Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Depok, 7 September 2012. Raharjo, Hang. “Penyusunan Usul Penelitian Dan Perbedaan”, Kuliah Kedua Mata Kuliah Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Depok, 14 September 2012 S. Sastrawidjaja,Man. Hukum Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung : P.T. ALUMNI, 2006. Sjahdeini, Sutan Remy.Hukum Kepailitan Memahami Undang-undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan.Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2010. Wignjosumarto, Parwoto. Hukum Kepailitan Selayang Pandang. Jakarta: PT. Tata Nusa, 2003. Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis Kepailitan. Jakarta: PTRajaGrafindo, 2004. Yahya Harahap,M. Hukum Acara Perdata tentang gugatan, persidangan, penyitaan, pembuktian dan putusan pengadilan. Jakarta : Sinar Grafika, 2008.
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013
UNDANG-UNDANG Indonesia (1). Undang-undang Tentang Kepailitan dan Penundaan PembayaranUtang.UU No. 37 Tahun 2004.LN No. 131 Tahun 2004.
Kewajiban
Indonesia (2). Undang-undang Tentang Lembaga Penjamin Simpanan. UU No. 24 Tahun 2004.
Kewenangan Pengadilan..., Apria Ivoni Suci, FH UI, 2013