33
PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIAN MENYEBABKAN KEBAKARAN (STUDI KASUS NOMOR : 181/Pid.B/2009/PN.JPR) Oleh : Arman Mahasiswa Program Strata Satu Fakultas Hukum Universitas YAPIS Papua
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan di Kota Jayapura, Lebih khusus pada Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Jayapura Kota, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik terhadap peristiwa tindak pidana Karena Kelalaian Menyebabkan Kebakaran dan untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang ada dalam proses penyidikan terhadap perkara tersebut. Bahwa pada tahap proses penyidikan sampai dengan selesainya proses penyidikan ada beberapa hambatan yang dialami oleh penyidik baik hambatan internal maupun hambatan eksternal untuk itu disarankan kepada penyidik agar dapat dapat menyediakan psikiater untuk pemeriksaan jiwa tersangka sebelum melakukan pemeriksaan dan hendaknya penyidik lebih teliti dan cermat dalam menyelesaikan proses penyidikan perkara yang dilakukan agar tidak terjadi pengembalian berkas perkara oleh Jaksa Penuntut Umum sehubungan masih adanya syart formil dan materil yang belum terpenuhi. Kata Kunci : Penyidikan, Tindak Pidana, Kelalaian.
PENDAHULUAN Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum. pelanggaran dan kejahatan tersebut diancam dengan hukuman yang merupakan penderitaan atau siksaan bagi yang bersangkutan1. Perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana asal saja dalam pidana itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. bahwa yang dilarang itu adalah perbuatan manusia, yaitu suatu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, artinya larangan itu ditujukan pada perbuatannya. sedangkan ancaman pidananya itu ditujukan pada orangnya. Antara larangan yang ditujukan pada perbuatan, dengan ancaman pidana ada hubungan yang erat, dan oleh karena itu perbuatan yang berupa kejadian yang ditimbulkan orang yang melanggar larangan, dengan orang yang menimbulkan perbuatan tadi ada hubungan erat pula. Untuk menyatakan adanya hubungan yang 1
J.B.Daliyo, Pengantar Hukum Indonesia, Prenhallindo, Jakarta, 2001, h.88. JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW” Volume 1 Nomor 1, Februari 2013 UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
34
erat itulah maka lebih tepat digunakan istilah perbuatan pidana. Merupakan pengertian merujuk pada dua keadaan yaitu pertama adanya kejadian tertentu (perbuatan) dan kedua adanya orang yang berbuat atau yang menimbulkan kejadian itu. beberapa pasal ketentuan hukum pidana disebutkan sebagai salah satu unsur khusus dari suatu tindak pidana tertentu : wederechteliskheid (sifat melanggar). Kelalaian (Culpa) sering juga disebut dengan tidak sengaja yang merupakan lawan dari kesengajaan (Opzettelijk atau dolus) dalam rumusan tindak pidana sering disebut (schuld) yang dapat saja membingungkan karna schuld dapat juga berarti kesalahan yang terdiri kesengajaan dan tidak sengaja (Culpa) itu sendiri, unsur culpa tersebut yang berbunyi “Hij aan wiens sechuld te wijtenis” yang diterjemahkan dengan “Barang siapa dengan salahnya” atau : Barang siapa dengan kesalahannya “yang artinya yang salahnya atau kesalahannya tiada lain adalah suatu kelalaian”.2 Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disingkat KUHP) pada Buku Kedua didalamnya termuat tentang hal-hal yang menyangkut Kejahatan, Bab VII mengatur tentang Kejahatan yang mendatangkan bahaya bagi keamanan umum manusia atau barang. Tindak pidana karena kelalaian menyebabkan kebakaran yang disebutkan dalam rumusan Pasal 188 KUHP yang berbunyi “Barang siapa menyebabkan karena kesalahannya kebakaran, peletusan atau banjir dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama satu tahun atau hukuman denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,jika terjadi bahaya maut orang lain, atau jika hal itu berakibat matinya seseorang.”3, dalam rumusan Pasal 188 KUHP tersebut diakui bahwa ada suatu perbuatan yang terjadi tetapi tidak dengan sengaja dilakukan namun menimbulkan kerugian bagi orang lain, baik kerugian terhadap harta benda maupun kerugian atas hilangnya nyawa seseorang dan peristiwa kebakaran tersebut. Di wilayah Kota Jayapura peristiwa kebakaran sudah seringkali terjadi yang disebabkan bukan karena faktor kesengajaan melainkan adanya faktor kelalaian oleh seseorang karena perbuatan yang tidak disengaja. Pada tahun 2009 terjadi peristiwa kebakaran di APO Gudang, Kelurahan Bhayangkara Distrik Jayapura Utara. Dalam peristiwa kebakaran tersebut menyebabkan 80 (delapan) puluh rumah hangus terbakar (Rumah Pribadi dan Rumah kost) dan sebanyak 99 (Sembilan puluh sembilan) kepala keluarga kehilangan tempat tinggal serta kehilangan harta benda, hingga menimbulkan kerugian materil diperkirakan mencapai milyaran rupiah. karena adanya kerugian yang ditimbulkan dari peristiwa kebakaran tersebut sehingga masyarakat yang menjadi korban melaporkan peristiwanya ke pihak Kepolisian dalam hal ini Polres Jayapura Kota. Ditinjau dari segi hukum pidana maka kepentingan masyarakat lebih diutamakan dari kepentingan orang-perorangan (individu) yang dalam bahasa sehari-hari disebut “kepentingan umum”, oleh karena banyaknya masyarakat yang menjadi korban dari peristiwa kebakaran tersebut kemudian melaporkan peritiwa 2 3
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, h.98. R.Soesiko, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Politeia, Bogor, 1996, h.155. JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW” Volume 1 Nomor 1, Februari 2013 UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
35
kebakaran ke Polres Jayapura Kota sehingga aparat Kepolisian dalam hal ini Satuan Reskrim Polres Jayapura Kota menindak lanjuti adanya laporan dari masyarakat untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap peristiwa kebakaran yang terjadi di APO Gudang, Kelurahan Bhayangkara Distrik Jayapura Utara yang sasarannya adalah mencari dan mengumpulkan bukti dan menentukan tersangkanya, yang dalam peristiwa kebakaran tersebut api berawal dari rumah Sdri.WARTINI alias Mak WAR sehingga yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara karena salahnya atau lalainya hingga menyebabkan kebakaran di APO Gudang, Kelurahan Bhayangkara Distrik Jayapura Utara, berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian terhadap langkah-langkah yuridis yang dilakukan oleh Penyidik Sat Reskrim Polres Jayapura Kota dalam hal “proses penyidikan tindak pidana karena kelalaian menyebabkan kebakaran” yang dipersangkakan kepada Sdri.WARTNI alias Mak WAR, studi kasus perkara pidana Nomor : 181 / Pid.B / 2009 / PN.JPR, atas nama terdakwa Sdr.WARTINI alias Mak WAR. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian diatas, maka Penulis mengangkat permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana proses penyidikan tindak pidana karena kelalaian menyebabkan kebakaran ? 2. Apakah hambatan dalam proses penyidikan tindak pidana karena kelalaian menyebabkan kebakaran ? METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris, yakni mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai perilaku nyata, sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis, yang dialami setiap orang dalam hubungan hidup bermasyarakat, penelitian hukum empiris tidak bertolak dari hukum positif tertulis (perundang-undangan) sebagai data sekunder, tetapi dari perilaku nyata sebagai data primer yang diperoleh dari lokasi penelitian lapangan (field research), dengan teknik pengumpulan data dari penelitian pada kepustakaan dan partisipasi riset lapangan, tempat fokus dan sasaran dari topik penelitian ini. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tinjauan Umum Tindak Pidana Tindak pidana atau dalam bahasa Belanda strafbaar feit (tindak pidana) yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam Strafwetboek atau Kitab UndangUndang Hukum Pidana, yang sekarang berlaku di Indonesia. Ada istilah dalam bahasa asing yaitu delict (tindak pidana). Tindak Pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman pidana. dan, pelaku ini dapat dikatakan merupakan “Subjek“ tindak pidana. Dalam pandangan KUHP, yang dapat menjadi subjek tindak pidana adalah seorang manusia sebagai oknum. Ini mudah terlihat pada perumusan-perumusan dari tindak pidana dalam KUHP, yang menampakan daya berpikir sebagai syarat bagi subjek tindak pidana itu, juga terlihat pada JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW” Volume 1 Nomor 1, Februari 2013 UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
36
wujud hukuman/pidana yang termuat dalam pasal-pasal KUHP, yaitu hukuman penjara, kurungan, dan denda. Istilah tindak pidana disebut juga “Delict” atau “perbuatan pidana” Dalam bukunya yang berjudul “Hukum Pidana” Satochid Kartanegara, mengartikan tindak pidana ini dengan perumusan “strafbaar feit yaitu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang yang diancam dengan hukuman. 4 Tindak Pidana atau “Delict” dalam Ilmu pengetahuan hukum pidana dibedakan menjadi “delik formil” dan delik materil”. Delik formil adalah delik yang dianggap terlaksana dengan dilakukannya suatu perbuatan yang dilarang, misalnya sumpah palsu (Pasal 242 KUHP), sedangkan delik materil adalah delik yang baru dapat dikatakan terlaksana penuh setelah timbul akibat yang dilarang, misalnya pembunuhan (Pasal 338 KUHP). Contoh lain dari delik materil ini yaitu penganiayaan (Pasal 351 KUHP), disini yang dilarang adalah akibat yang menyebabkan orang sakit atau luka pada orang lain. Pembagian antara delik formil dan delik materil ini sangat besar manfaatnya bagi tindak pidana yang erat hubungannya dengan tindak pidana itu sendiri, yang dimaksud disini adalah bagi poging (percobaan) dan deelneming (penyertaan). Pembagian delik yang lain, yang dikenal dalam Ilmu pengetahuan hukum pidana adalah delik opzet, dan delik culpa, Delik opzet adalah delik yang mempunyai unsur sengaja, misalnya penganiayaan (Pasal 351 KUHP), menimbulkan kebakaran (Pasal 187 KUHP). Delik Culpa adalah delik yang mempunyai unsur lalai, misalnya karena lalai menyebabkan matinya orang (Pasal 359 KUHP), karena lalai hingga menyebabkan kebakaran (Pasal 188 KUHP). Unsur-unsur tindak pidana menurut pengetahuan ilmu hukum oleh Moeljatno terdiri dari : 1. Kelakuan dan akibat. 2. Hal atau keadaan yang menyertai perbuatan. 3. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana. 4. Unsur yang melawan hukum yang obyektif. 5. Unsur yang melawan hukum yang subyektif. 5 Arti kata Culpa adalah “kesalahan pada umumnya” tetapi dapat dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan sipelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi. 6 walaupun dalam beberapa rumusan tindak pidana dicantumkan secara tegas unsur kelalaian ini namun Undang-undang sendiri tidak memberikan batas pengertiannya, memorie van toelichting (MvT) WvS Belanda sekedar menyatakan bahwa kelalaian (culpa) itu terletak antara sengaja dan secara kebetulan”. Memang sukar menggambarkan dimana batas antara sengaja dan kebetulan ini. Mungkin keterangan yang diberikan pemerintah (Belanda) dalam Memorie Van Antwoord (MvA) yang menyatakan bahwa “siapa yang melakukan kejahatan dengan sengaja berarti menggunakan salah kemampuannya sedangkan siapa karena salahnya (Culpa) 4
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana, Balai Lektur Mahasiswa, Jakarta, 2002 (Satochid KartanegaraI), h.74 5 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, PT.Asdi Mahastya, Jakarta, 2002, h.63 6 Mustafa Abdullah dan Ruben Achmad, Intisari Hukum Pidana, Ghalia Indonesia cet I, Jakarta, 1983, h.43 JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW” Volume 1 Nomor 1, Februari 2013 UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
37
melakukan kejahatan berarti tidak menggunakan kemampuannya yang ia harus mempergunakannya dapat member sedikit petunjuk. Menurut Van Hamel, menyatakan bahwa culpa mempunyai dua unsur yaitu : kurang pendugaan yang diperlukan dan kurangnya berhati-hatian yang diperlukan7 sedangkan Menurut Andi Zainal Abidin Farid bahwa delik kelalaian adalah Culpa terletak antara sengaja dan kebutulan, untuk culpa diperlukan bahwa orang kurang bijaksana daripada manusia biasa jadi culpa harus diartikan : kurang kehati-hatian, alpa, kurang teliti atau kurang mengambil pencegahan. 8 Sehubungan dengan uraian tersebut, culpa pembuat delik mencakup dua bentuk atau corak culpa yang juga dikenal dalam hukum pidana yakni teori-teori tentang bentuk kesalahan antara lain: Culpa yang disadari (bewuste schuld) dan Culpa yang tidak diinsyafi (onbewuste schuld).9 Masih menurut Van Hamel membedakan culpa yang disadari dengan culpa yang tidak disadari serta syarat utama culpa, adalah terdakwa berfikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena perbuatannya, padahal kemudian pandangan itu ternyata tidak benar. Terdakwa sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa akibat yang dilarang mungkin timbul karena perbuatanya. Dalam hal yang pertama kekeliruan terletak pada salah piker atau salah pandang yang seharusnya disingkirkan. Dalam hal kedua terletak pada tidak mempunyai pikiran sama sekali bahwa akibat akan timbul, hal mana adalah sikap yang berbahaya. 10 Gambaran Umum Objek Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui tentang proses penyidikan tindak pidana karena kelalaian menyebabkan kebakaran contoh kasus yang terjadi pada tahun 2009 di APO Gudang, Kelurahan Bhayangkara Distrik Jayapura Utara, hal ini menarik karena terjadinya suatu musibah seperti kebakaran tentunya tiada seorangpun yang menghendakinya namun dari peristiwa tersebut mengakibatkan timbulnya kerugian baik harta benda maupun jiwa sehingga ada tindakan hukum yang harus dilakukan oleh aparat penegak hukum dan ada konsekuensi hukum yang harus diterima apabila ada perbuatan yang melanggar aturan hukum yang menyebabkan terjadinya peristiwa kebakaran. Sehingga dalam penelitian ini perlu diketahui dan dikaji mengenai tindakan yuridis yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yaitu penyidik Polri dalam melakukan penyidikan terhadap suatu peristiwa kebakaran yang terjadi yang dilaporkan oleh masyarakat. Lokasi tempat kejadian perkara dalam penelitian adalah di wilayah kelurahan Bhayangkara tepatnya di kompleks APO gudang. Wilayah APO Gudang merupakan tempat pemukiman padat penduduk yang di huni dari berbagai elemen suku. secara geografis pemukiman APO Gudang hampir dapat dikatakan sebagai pemukiman yang rawan dengan kejadian kebakaran, apalagi 7
Ibid Andi Zainal Abidin Farid, Asas-asas Hukum Pidana Bagian Pertama, Alumni, Bandung, 1987, h.44 9 R. Saleh, Beberapa Catatan dan Kesalahan Dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1979, h.44 10 Moeljatno, Perbuatan Hukum Pidana dan Pertanggung Jawaban Hukum Pidana, PT.Bina Aksara, Jakarta, 1993 (MoeljatnoII), h.202 8
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW” Volume 1 Nomor 1, Februari 2013 UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
38
kondisi bangunan yang rata-rata terbuat dari bangunan yang mudah terbakar, yakni banyaknya perumahan semi permanen yang terbuat dari papan. Dalam peristiwa kebakaran yang terjadi, sebanyak 80 (delapan puluh) unit rumah musnah terbakar mengakibatkan 99 (sembilan puluh sembilan) Kepala Keluarga kehilangan tempat tinggal, sehingga dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah proses penyidikan yang dilakukan penyidik/penyidik pembantu Sat Reskrim Polres Jayapura Kota terhadap tindak pidana karena kelalaian menyebabkan kebakaran yang terjadi di APO Gudang, Kelurahan Bhayangkara Distrik Jayapura Utara, Studi kasus terhadap Putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Jayapura Nomor: B/181/Pid.B/2009/PN.JPR., atas nama Tersangka WARTINI alias Mak WAR. Proses Penyidikan Tindak Pidana Karena Kelalaian Menyebabkan Kebakaran Proses penyidikan terhadap peristiwa tindak pidana karena kelalaian menyebabkan kebakaran contoh kasus kebakaran yang terjadi di APO Gudang, Kelurahan Bhayangkara Distrik Jayapura Utara adapun langkah-langkah penyidikan yang dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu Sat Reskrim Polres Jayapura Kota adalah sebagai berikut: 1. Penerimaan Laporan Pada hari Kamis tanggal 29 Januari 2009, sekitar pukul 13.00 wit terjadi peristiwa kebakaran di APO Gudang, Kelurahan Bhayangkara Distrik Jayapura Utara dimana salah seorang warga bernama H. AHMAD SUPRIYO yang menjadi korban dari peristiwa kebakaran tersebut melaporkan kejadian ke Polres Jayapura Kota kemudian membuat laporan polisi sehingga atas adanya laporan polisi dari warga kemudian penyidik Satuan Reskrim Polres Jayapura Kota melakukan pemeriksaan awal untuk meminta keterangan dari warga tersebut seputar kejadian kebakaran dimaksud. Dalam laporan polisi memuat tentang pelapor, peristiwa yang dilaporkan, waktu kejadian, tempat kejadian, terlapor, saksi-saksi, uraian singkat peristiwa yang dilaporkan, barang bukti, pasal yang dipersangkakan, tanggal dibuatnya laporan serta dikuatkan dengan tanda tangan dari pelapor dan pejabat yang membuat laporan tersebut. 2. Pemeriksaan di Tempat Kejadian Setelah menerima laporan bahwa telah terjadi peristiwa kebakaran, Anggota Satuan Reskrim Polres Jayapura Kota (penyelidik/penyidik) mendatangi tempat kejadian perkara (TKP) di APO Gudang, Kelurahan Bhayangkara Distrik Jayapura Utara untuk mengamankan lokasi dan melakukan pemeriksaan awal ditempat kejadian perkara. hasil pemeriksaan ditempat kejadian perkara dibuatkan Berita Acara Olah TKP (Pasal 75 KUHAP). Pada Berita Acara dimuat segala sesuatu yang dilihat, dialami atau didengar. Berita Acara ini ditutup dengan ”mengingat atas sumpah jabatan” serta ditandatangani dan jika ada pihak lain misalnya ketua RT atau pihak lain maka turut menandatanganinya.
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW” Volume 1 Nomor 1, Februari 2013 UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
39
3.
4.
Berita Acara Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara ini merupakan alat bukti sah, yakni “surat”. Dengan membaca Berita kejadian dan diperoleh pula satu alat bukti. Rencana Penyidikan Setelah Berita Acara Pemeriksaan ditempat kejadiaan perkara dan pula telah dibuat Berita Acara Pemeriksaan saksi pelapor atau saksi pengadu, Penyidik/Penyidik Pembantu telah dapat membuat administrasi penyidikan (Mindik) awal yaitu Surat Perintah Tugas (SP.Gas) dan Surat Perintah Penyidikan (SP.Dik) dan membuat “Rencana penyidikan” yang mencakup ‘jadwal” dan “kegiatan” dan dari jadwal dan kegiatan yang akan dilakukan, Dengan “rencana penyidikan” telah dapat dengan cermat diperkirakan tentang “penahanan” tersangka yang berlaku 20 hari (Pasal 21 ayat 1 KUHP) dan dapat diperpanjang oleh penuntut umum selama 40 hari (Pasal 24 ayat 2 KUHAP). Penuntut umum tidak akan memberi perpanjangan jika penyidik lalai mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dan harus disadari bahwa SPDP tersebut adalah ”kewajiban”. Pasal 109 ayat 1 KUHAP : “Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum”. seandainya SPDP belum ada maka “penyidik” belum mulai melakukan penyidikan. Ketua Pengadilan Negeri dapat menolak izin penyitaan, izin penggeledahan jika diketahuinya belum ada SPDP, demikian pula penuntut umum,dapat menolak perpanjangan penahanan yang dimaksud Pasal 24 ayat (2) KUHAP. Dalam tahap rencana penyidikan, penyidik/penyidik pembantu membuat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penlitian (SP2HP) kepada Pelapor yaitu pemberitahuan tentang penyidik/penyidik pembantu yang telah ditunjuk menangani laporan polisi mengenai peristiwa yang dilaporkan tersebut dan rencana waktu penyidikan yang akan ditempuh dan selama proses penyidikan berjalan, penyidik/penyidik penyidik pembantu akan mengirimkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) secara berkara kepada pelapor. Pemeriksaan Saksi-Saksi Pada prinsipnya semua orang dapat menjadi saksi dan merupakan suatu kewajiban jika dipanggil oleh penyidik (Pasal 112 ayat 2 KUHAP) yang diberikan kewenangan untuk itu (Pasal 112 ayat 1 KUHAP) penyidik menerbitkan “surat panggilan” dengan mencantumkan alasan pemanggilan secara jelas dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar. Jika saksi yang dipanggil tidak memenuhi panggilan penyidik, menurut Pasal 112 ayat 2 KUHAP, maka penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa padanya namun dalam praktiknya “dengan perintah membawa kepadanya”, biasanya baru dilakukan pada “panggilan ketiga”. Akan tetapi, dapat juga “penyidik” yang datang ketempat kediaman saksi (Pasal 113 KUHAP) meskipun jarang terjadi tetapi diperkenakan dalam undang-undang. Saksi akan memberikan keterangan, “keterangan saksi” adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW” Volume 1 Nomor 1, Februari 2013 UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
40
5.
6.
7.
mengenai suatu peristiwa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu (Pasal 1 butir 27 KUHAP). Jadi, ada 3 hal yang diterangkan saksi, yakni : a. yang didengar sendiri. b. yang dilihat sendiri. c. yang dialami sendiri. Keterangan saksi tidak perlu harus mengenai semua kejadian, sebagian dari kejadian atau peristiwa tersebut, asal dilihat sendiri atau didengar atau dialami sendiri, merupakan “keterangan saksi”. Dalam penyidikan peristiwa kebakaran yang terjadi di APO Gudang, Kelurahan Bhayangkara Distrik Jayapura Utara, Penyidik/Penyidik Pembantu melakukan pemanggilan terhadap 8 (delapan) orang saksi yaitu H.AHMAD SUPRIYO (Ketua RT), IRIANTO, SE (Ketua RW), NYOTO (suami tersangka), DALWANTO, SANO, JUMIRAH, HARJUKI, ST, TARNO adalah warga masyarakat yang menjadi korban dalam peristiwa kebakaran tersebut yang tentunya adalah orang yang melihat, mendengar, mengetahui, mengalami kejadian. dari pemeriksaan para saksi yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) bahwa benar tersangka WARTINI alias Mak WAR saat memasak lontong dengan menggunakan kompor hock 22 (dua puluh dua) sumbu sering meninggalkan masakan lontongnya dan pergi ke tetangga untuk bercerita dan juga menonton televisi di ruang tamu hingga tidak memperhatikan dengan seksama kondisi masakannya hingga air lontong tumpah dan membuat nyala api membesar dan terjadi ledakan pada kompor hingga akhirnya terjadi peristiwa kebakaran di APO Gudang, Kelurahan Bhayangkara yang menghanguskan 80 (delapan puluh) rumah. Pemeriksaan Ahli Pada Pasal 1 butir 28 tercantum: “Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”. keterangan Ahli merupakan urutan kedua, alat bukti sah sebagaimana tercantum pada pasal 184 KUHAP. Pasal 120 KUHAP mengatur tentang permintaan pendapat Ahli atau pendapat orang yang memiliki keahlian khusus yang memberi keterangan dengan mengangkat sumpah kecuali Jabatannya mewajibkannya menyimpan rahasia. Dalam penyidikan peristiwa kebakaran tersebut, penyidik tidak memerlukan keterangan Ahli dikarenakan dari pemeriksaan saksi-saksi telah diketahui asal mula terjadinya kebakaran. Pemeriksaan Surat Pemeriksaan surat dilakaukan apabila ada kaitannya dengan suatu peristiwa pidana yang terjadi, dalam proses penyidikan peristiwa kebakaran tersebut, Penyidik/Penyidik Pembantu tidak memerlukan adanya pemeriksaan surat karena telah diketahui penyebab terjadinya kebakaran sehingga tidak diperlukan pemeriksaan oleh Puslabfor. Petunjuk Petunjuk sebagai “alat bukti yang sah” diatur oleh pasal 188 KUHAP yang pada ayat 1 memuat ketentuan sebagai berikut : “Petunjuk adalah
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW” Volume 1 Nomor 1, Februari 2013 UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
41
8.
9.
perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya”. Penyidik/Penyidik Pembantu dalam proses penyidikan terhadap peristiwa kebakaran yang terjadi, didapat petunjuk dari adanya persesuaian antara keterangan para saksi atau ada persesuaian yang didapatkan dari alat bukti yang satu dengan alat bukti lainnya, keterangan para saksi yang bersesuaian dengan terjadinya peristiwa kejadian atau keadaan yang menunjukan bahwa telah terjadi peristiwa kebakaran di APO Gudang, Kelurahan Bhayangkara Distrik Jayapura Utara. Pemeriksaan Tersangka Pasal 1 butir 14 KUHAP berbunyi : “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”., Rumusan “patut diduga sebagai pelaku tindak pidana” dimaksud “patut diduga terlibat dalam suatu tindak pidana”. hal ini dijabarkan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang antara lain dimuat pada penjelasan umum Kuhap sebagaimana tercantum pada butir 3 huruf c yang berbunyi : “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”. Dalam penyidikan peristiwa kebakaran yang terjadi, penyidik/penyidik pembantu menetapkan salah seorang warga APO Gudang, Kelurahan Bhayangkara Distrik Jayapura Utara yang bernama WARTINI alias Mak WAR selaku tersangka karena dari hasil pemeriksaan saksi-saksi didapatkan bukti permulaan yang cukup bahwa ada kesalahan/kelalaian dari perbuatan Sdri.WARTINI alias Mak WAR hingga menyebabkan terjadinya kebakaran dan dari keterangan tersangka sendiri mengakui bahwa benar awal mula terjadi kebakaran disebabkan oleh kompor hock 22 (dua puluh dua) sumbu yang digunakan memasak lontong meledak hingga menimbulkan nyala api yang membakar rumah tersangka kemudian membakar rumah lainnya di sekitar APO Gudang. Penangkapan dan Penahanan Pada Pasal 1 butir 20 KUHAP dicantumkan : “Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan atau dan peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang (KUHAP). Dalam rumusan diatas maka penangkapan tersebut terdiri dari unsur-unsur : a. pengekangan sementara waktu kebebasan; b. tersangka atau terdakwa; a. terdapat cukup bukti; b. guna kepentingan penyidikan, penuntutan, peradilan. Dari unsur-unsur diatas yang merupakan masalah adalah “terdapat cukup bukti”, perkataan “cukup” dalam kamus besar bahasa Indonesia yang
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW” Volume 1 Nomor 1, Februari 2013 UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
42
dikeluarkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan diartikan antara lain : tidak kurang, lengkap, sudah memadai, lumayan, sedang. akan tetapi, jika dihubungkan dengan Pasal 17 KUHAP maka pemakaian kata “cukup” pada Pasal 1 butir 20 KUHAP tidak tepat, karena pada Pasal 17 KUHAP dirumuskan ”bukti permulaan yang cukup”. disini bukti permulaan yang cukup adalah bukti permulaan. Pasal 17 KUHAP mencantumkan : “Perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup”. 11 Pasal 1 butir 2 KUHAP mencantumkan : “Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang (KUHAP)”. berdasarkan rumusan Pasal 1 butir 21 KUHAP, telah tercantum, yang dapat dikenakan penahanan yakni “tersangka” atau “terdakwa”, tetapi tidak semua tersangka/terdakwa dapat dikenakan penahanan, Pasal 21 ayat (1) KUHAP memuat : “Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti,dan atau mengulangi tindak pidana”. Pasal 21 ayat (1) KUHAP, ada 3 (tiga) alasan yang merupakan perlunya penahanan, yakni : a. kekhawatiran melarikan diri, atau b. merusak atau menghilangkan barang bukti, atau c. mengulangi tindak pidana ketiga keperluan tersebut merupakan alternative, dengan demikian berarti cukup jika salah satu dari ketiga hal tersebut, namun pada surat perintah penahanan, ketiga hal tersebut selalu dicantumkan. Dalam proses penyidikan terhadap peristiwa kebakaran yang terjadi, tersangka WARTINI alias Mak WAR ditangkap sesaat setelah penyidik/penyidik pembantu melakukan pemeriksaan terhadap dirinya kemudian dilakukan penahanan atas dirinya. 10. Penyitaan Barang Bukti Arti dari penyitaan di cantumkan pada pasal 1 butir 16 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut “penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawa penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan dalam penyidikan, penuntutan, peradilan”. Setelah dilakukan penyidikan maka ternyata dari hasil-hasil penyidikan yang telah di peroleh ternyata penyidik berpendapat bahwa perlu dilakukan penyitaan atas barangbarang, yang tercantum dalam pasal 39 ayat (1) KUHAP yang berbunyi bahwa yang dapat dilakukan penyitaan adalah : a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian di duga di peroleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana; 11
Op.cit, h.109-110. JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW” Volume 1 Nomor 1, Februari 2013 UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
43
b. benda yang di pergunakan secara lansung untuk melakukan tindak pidana atau mempersiapkannya; c. benda yang di pergunakan untuk menghalangi-halangi penyidikan tindak pidana; d. benda yang khusus di buat atau di peruntukkan melakukan tindak pidana; e. benda lain yang mempunyai hubungan lansung dengan tindak pidana yang di lakukan. Dalam peristiwa kebakaran yang terjadi, penyidik/penyidik pembantu yang menangani peristiwa kebakaran yang terjadi di APO Gudang, Kelurahan Bhayangkara Distrik Jayapura Utara mengamankan barang bukti berupa 2 (dua) buah kompor hock dalam kondisi rusak akibat telah terbakar dan 1 (satu) buah panci ukuran sedang yang berisi lontong dalam kondisi rusak akibat telah terbakar, dan barang bukti tersebut dilakukan penyitaan, dan dimintakan permintaan izin sita oleh penyidik kepada Ketua Pengadilan Negeri Jayapura. 11. Resume Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, diterbitkan Balai Pustaka (1989), Kata “Resume” diartikan dengan “Ikhtisar”, “ringkasan”. maka dimaksud dengan “Resume” suatu perkara, memuat secara ringkas : semua hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh penyidik terkait dengan perkara yang ditangani, sehingga dengan membaca “Resume” telah dapat memahami peristiwa/masalah secara sepintas. Dengan demikian, “Resume” pada umumnya terdiri dari : a. hasil pemeriksaan saksi-saksi; b. keterangan Ahli; c. barang bukti : surat, barang; d. keterangan tersangka; e. pendapat pemeriksa; f. dan lain sebagainya. 12. Pemberkasan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikeluarkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan diterbitkan Balai Pustaka (1989) tercantum arti berkas sebagai berikut : a. kumpulan; b. ikatan; c. bendel (surat-surat). Dalam bahasa Inggris disebut bundle tetapi bundle diterjemahkan sebagai “bungkusan”. Pemberkasan dimaksud “dikumpulkan/diikat dalam satu kesatuan”. Semua yang berkenaan dengan perkara tersebut dijadikan satu kesatuan. Dalam berkas perkara tersangka WARTINI alias Mak WAR urut-urutannya adalah sebagai berikut : a. cover berkas perkara; b. kartu tik (identifikasi tersangka); c. daftar isi; d. sampul berkas perkara; JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW” Volume 1 Nomor 1, Februari 2013 UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
44
e. resume; f. laporan polisi; g. surat perintah tugas; h. surat perintah penyidikan; i. surat pemberitahuan dimulainya penyidikan; j. berita acara penangkapan; k. berita acara penahanan; l. berita acara penyitaan barang bukti; m. berita acara pemotretan tempat kejadian perkara; n. berita acara olah tempat kejadian perkara; o. berita acara pemeriksaan saksi-saksi; p. berita acara pemeriksaan tersangka; q. surat perintah penangkapan; r. surat perintah penahanan; s. surat perintah penyitaan; t. surat tanda penerimaan barang bukti yang disita; u. surat permintaan izin sita kepada ketua pengadilan negeri jayapura; v. surat penetapan sita dari ketua pengadilan negeri jayapura; w. daftar saksi-saksi; x. daftar tersangka; y. daftar barang bukti; z. lampiran-lampiran. 13. Penyerahan Berkas Perkara (Tahap I) Setelah semua hal yang perlu dari hasil penyidikan maupun surat-surat selama penyidikan berlangsung diberkas kemudian penyidik menyerahkan kepada jaksa penuntut umum. Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP mengatur: “Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum”. Selanjutnya, ayat (3) mengatur sebagai berikut : “Penyerahan berkas perkara sebagaimana dimaksud dengan ayat (2) dilakukan : a. pada tahap pertama, penyidik hanya menyerahkan berkas perkara. b. dalam hal penyidikan telah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum”. Setelah semuanya lengkap kemudian dilakukan penjilitan berkas perkara sebanyak 4 (empat) berkas, setelah itu penyidik/penyidik pembantu mengirimkan kepada jaksa penuntut umum dalam rangkap dua yang maksudnya satu untuk pengadilan negeri, satu untuk jaksa penuntut umum dan dua berkas berfungsi sebagai arsip. Pasal 8 ayat (3) KUHAP mengatur penyerahan berkas perkara yang selanjutnya diatur Pasal 110 KUHAP sebagai berikut : Ayat (1): Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum. Ayat (2): Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata masih kurang lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW” Volume 1 Nomor 1, Februari 2013 UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
45
Ayat (3): Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum. Ayat (4): Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari penuntut umum kepada penyidik. Pasal 110 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP, dalam praktik selalu menimbulkan permasalahan karena pendapat yang berbeda mengenai “penyidikan sudah lengkap”. Kemungkinan perbedaan ini adalah hal yang wajar dan pada umumnya disebabkan beberapa hal, antara lain : a. pemahaman yang berbeda tentang unsur-unsur delik; b. persepsi yang berbeda mengenai istilah tertentu; c. persepsi yang berbeda tentang hukum pembuktian; d. dan lain sebagainya. Diatas diutarakan bahwa perbedaan pendapat antara penyidik dan jaksa penuntut umum adalah hal yang wajar. hal tersebut tidak dapat dihindarkan serta tidak sulit untuk dipahami, cara terbaik ialah jika petunjuk penuntut umum tidak dapat dipahami agar penyidik yang bersangkutan meminta penjelasan secara langsung (lisan), karena jika dihubungi dengan surat maka akan berlarut –larutlah penyidikan tersebut. Terhadap berkas perkara tindak pidana karena kelalaian menyebabkan kebakaran atas nama tersangka WARTINI alias Mak WAR, penyidik melimpahkan kepada jaksa penuntut umum pada tanggal 05 Maret 2009 dengan nomor Berkas Perkara : BP / 49 / III / 2009 / Reskrim, tanggal 04 Maret 2009, namun setelah berkas perkara tersebut diteliti oleh jaksa penuntut umum ternyata jaksa penuntut umum berpendapat bahwa terdapat kekurangan dari syarat materilnya yaitu masih perlu pendalaman terhadap adanya kelalaian tersangka dalam peristiwa kebakaran yang terjadi sehingga jaksa penuntut umum mengirimkan surat perihal hasil penyidikan perkara tersangka WARTINI alias Mak WAR belum lengkap (P.18) diserta dengan petunjuknya (P.19), sehingga atas dasar surat dari jaksa penuntut umum (P.18 dan P.19) selanjutnya penyidik melengkapi kekurangan berdasarkan petunjuk yang diberikan dan setelah memenuhi petunjuk tersebut, penyidik menyerahkan kembali berkas perkara. 14. Penyerahan Tersangka Dan Barang Bukti (Tahap II) Pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP : “Dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum”. Setelah penyidik menyerahkan kembali berkas perkara kepada jaksa penuntut umum (JPU) kemudian oleh jaksa yang menangani melakukan penelitian terhadap berkas perkara dan apabila setelah diteliti ternyata jaksa berkesimpulan bahwa berkas perkara tersebut sudah lengkap (P.21), maka penyidik segera melimpahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada jaksa penuntut umum. JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW” Volume 1 Nomor 1, Februari 2013 UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
46
Berkas perkara tersangka WARTNI alias Mak WAR dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum (P.21) pada tanggal 27 Maret 2009 kemudian penyidik/penyidik pembantu menyerahkan tanggung jawab atas tersangka WARTINI alias Mak WAR berikut barang bukti berupa 2 (dua) buah kompor hock dalam kondisi rusak akibat telah terbakar dan 1 (satu) buah panci ukuran sedang yang berisi lontong dalam kondisi rusak akibat telah terbakar dalam perkara tindak pidana karena salahnya/lalainya menyebabkan kebakaran yang terjadi pada tanggal 29 Maret 2009 di APO Gudang, Kelurahan Bhayangkara Distrik Jayapura Utara, kepada jaksa penuntut umum pada tanggal 30 Maret 2009. Hambatan Yang Dihadapi Oleh Penyidik Dalam proses penyidikan terhadap tindak pidana karena kelalaian menyebabkan kebakaran atas nama tersangka WARTINI alias Mak WAR adapun hambatan yang dihadapi oleh penyidik yaitu : 1. Hambatan Internal Tersangka WARTINI alias Mak WAR juga merupakan korban dari peristiwa kebakaran tersebut yang tentunya tidak akan pernah menyangka bahwa akan terjadi kebakaran oleh karena adanya ketidak hati-hatian dalam perbuatannya sehingga menimbulkan tekanan batin dalam dirinya sehingga saat dilakukan pemeriksaan terhadap tersangka, penyidik yang akan melakukan pemeriksaan terhadap tersangka harus betul-betul memahami kondisi jiwa/bathin tersangka dan memberikan kesempatan kepada tersangka untuk dapat menenangkan diri sehingga dapat memberikan keterangan dengan baik sesuai dengan apa yang dialami dan diketahuinya yang tentunya ini tidak mudah bagi tersangka menjalani pemeriksaan padahal diketahui bahwa tersangka harus segera menjalani pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 ayat (1) KUHAP bahwa : “Tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum”. kemudian pada pasal 122 KUHAP : “Dalam hal tersangka ditahan dalam waktu satu hari setelah perintah penahanan itu dijalankan, ia harus memulai diperiksa oleh penyidik”. Sehingga dalam hal ini hambatan yang dialami oleh penyidik adalah : a. belum adanya tenaga psikolog/psikiater yang tersedia di Polres Jayapura Kota yang diperuntukan guna membantu memulihkan tekanan jiwa/bathin yang dialami oleh tersangka sebelum menjalani pemeriksaan oleh penyidik. b. belum adanya tempat/ruangan khusus yang dapat digunakan oleh psikolog/psikiater dalam membantu memulihkan tekanan jiwa/bathin yang dialami tersangka, yang juga dapat dijadikan sebagai tempat untuk melakukan pemeriksaan oleh penyidik sehingga dapat tercipta suasana yang tenang dan tidak terganggu dengan suasana pemeriksaan terhadap perkara lainnya. 2. Hambatan Eksternal Setelah berkas perkara tersangka WARTINI alias Mak WAR diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum, sebelum batas waktu 14 (empat belas) hari oleh jaksa yang menangani perkara tersebut setelah meneliti, JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW” Volume 1 Nomor 1, Februari 2013 UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
47
ternyata masih terdapat kekurangan syarat materil untuk dilengkapi guna memenuhi penerapan unsur Pasal 188 KUHP yang dipersangkakan kepada tersangka, sehingga jaksa yang meneliti berkas perkara mengirimkan surat perihal hasil penyidikan perkara pidana karena kelalaian menyebabkan kebakaran atas nama tersangka WARTINI alias Mak WAR yang disangka melanggar Pasal 188 KUHP belum lengkap (P.18) disertai dengan petunjuknya (P.19) kepada penyidik untuk dilengkapi. Adapun petunjuk yang diberikan oleh jaksa penuntut umum untuk dilengkapi adalah kekurangan dari segi materil yaitu agar penyidik/penyidik pembantu menanyakan kepada tersangka : a. sudah berapa lama waktu pemakaian kompor yang meledak? b. berapa lama tesangka meninggalkan masakan lontongnya? c. apakah tersangka mengetahui atau menyadari bahwa baban berat lontong dan air yang berada didalam panci tidak sebanding dengan kompor yang digunakan hingga dapat meneyebabkan terjadinya kebakaran? d. seberapa besar dan banyaknya lontong yang dimasak dalam panci? e. apakah dapur tempat kompor digunakan memasak mempunyai pintu dan jendela atau ventilasi cukup dan dalam keadaan terbuka atau tertutup? Atas dasar petunjuk dari jaksa kemudian penyidik segera melakukan langkah-langkah penyidikan lanjutan untuk melengkapi kekurangan syarat materil tersebut dan setelah melengkapi selanjutnya penyidik segera menyerahkan kembali berkas perkara tersangka kepada jaksa penuntut umum. Beberapa hambatan diatas baik hambatan internal maupun hambatan eksternal dapat direkomendasikan dengan beberapa solusi antara lain sebagai berikut : a. Perlu adanya kerjasama antara aparat penegak hukum dengan pemerintah dalam hal penyediaan tenaga psikolog/psikiater yang diperuntukan guna membantu memulihkan tekanan jiwa/bathin yang timbul dalam diri tersangka sehubungan dengan adanya peristiwa yang dialaminya. b. Agar tersedia tempat khusus yang dapat digunakan oleh psikolog/psikiater untuk membantu memulihkan tekanan jiwa/bathin yang dialami oleh tersangka dan juga dapat digunakan oleh penyidik untuk melakukan pemeriksaan terhadap tersangka sehingga tercipta suasana yang tenang dan tidak terganggu dengan suasana pemeriksaan terhadap perkara lainnya. c. Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani setiap perkara tindak pidana agar lebih cermat dan teliti dalam melakukan proses penyidikan guna memenuhi syarat formil maupun materil setiap perkara yang ditangani sehingga dapat dihindari adanya pengembalian berkas perkara oleh Jaksa Penuntut Umum yang meneliti sehubungan dengan adanya syarat formil ataupun materil yang belum terpenuhi (P.18). d. Setelah Berkas Perkara tersangka WARTINI alias Mak WAR dinyatakan sudah lengkap (P.21) pada tanggal 27 Maret 2009, kemudian Penyidik/Penyidik Pembantu menyerahkan tanggung jawab atas tersangka WARTINI alias Mak WAR berikut barang buktinya kepada Jaksa Penuntut Umum. dan pada persidangan di Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, kemudian oleh Hakim yang menyidangkan perkaranya menyatakan bahwa terdakwa JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW” Volume 1 Nomor 1, Februari 2013 UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
48
WARTINI alias Mak WAR terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Karena kelalaian menyebabkan kebakaran” dan menjatuhkan putusan berupa pidana penjara selama 5 (lima) bulan sesuai dengan Kutipan Putusan Pidana Nomor : 181/Pid.B/2009/PN-JPR, tanggal 16 Juni 2009. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan masalah dalam bab pendahuluan, dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut : 1. Dalam Proses penyidikan tindak pidana karena salahnya/lalainya menyebabkan kebakaran yang terjadi di Wilayah Kota Jayapura, adapun langkah langkah penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik/Penyidik pembantu Sat. Reskrim Polres Jayapura Kota secara umum adalah : menerima laporan, melakukan pemeriksaan di tempat kejadian perkara, membuat rencana penyidikan, melakukan pemeriksaan saksi-saksi, melakukan pemeriksaan Ahli (jika diperlukan keterangan Ahli), melakukan pemeriksaan/data surat, mencari petunjuk, melakukan pemeriksaan tersangka, melakukan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka, melakukan penyitaan terhadap barang-bukti, membuat resume hasil penyidikan, membuat berkas perkara, menyerahkan berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum (Tahap I), dan menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum (Tahap II). 2. Pada proses penyidikan tindak pidana karena salahnya/lalainya menyebabkan kebakaran yang terjadi di APO Gudang, Kelurahan Bhayangkara Distrik Jayapura Utara, hambatan yang dialami Penyidik/Penyidik Pembantu Sat. Reskrim Polres Jayapura Kota yaitu saat melakukan pemeriksaan terhadap tersangka WARTINI alias Mak WAR, kondisi jiwa/bathin tersangka tidak stabil karena mengalami trauma atas peristiwa kebakaran yang terjadi sehingga sulit untuk mendapatkan keterangan yang benar dan lengkap sesuai dengan apa yang dialami atau diketahui tersangka, kemudian adanya pengembalian berkas perkara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena dinilai belum lengkap (P.18) sehingga Penyidik berkewajiban melengkapi kekurangan dalam berkas perkara baik secara umum (formil) maupun dari materi perkara (materil) berdasarkan petunjuk (P.19) dari Jaksa Penuntut Umum. Saran 1. Dalam proses penyidikan tindak pidana karena salahnya/lalainya menyebabkan kebakaran contoh kasus kebakaran yang terjadi diwilayah Kota Jayapura (APO Gudang, Kelurahan Bhayangkara Distrik Jayapura Utara), sangat diperlukan kecermatan dan ketelitian dari Penyidik/Penyidik Pembantu yang melakukan proses penyidikan perkara, sehingga proses penyidikan yang dilakukan dapat berjalan dengan baik, lancar dan optimal guna mengungkap peristiwa tindak pidana yang terjadi sehingga dapat menemukan tersangkanya
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW” Volume 1 Nomor 1, Februari 2013 UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
49
2.
untuk selanjutnya dilakukan proses hukum namun tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence). Untuk memenuhi kendala-kendala yang dihadapi oleh Penyidik/Penyidik Pembantu Sat. Reskrim Polres Jayapura Kota pada proses penyidikan yaitu dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka yang mengalami tekanan jiwa/bathin, perlu adanya peran serta pihak lain selain penasehat hukum yaitu adanya psikolog/psikiater yang dapat membantu menstabilkan tekanan jiwa/bathin yang dialami oleh tersangka sehingga proses pemeriksaan dapat berjalan dengan baik, lancar dan optimal, sehingga dengan optimalnya proses penyidikan tentunya dapat dihindari adanya pengembalian berkas perkara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sehubungan dengan adanya syarat formil atau syarat materil yang belum terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhammad, 2004. Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung. Adami Chazawi, 2002. Pelajaran Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Andi Hamzah, 1994. Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta. Andi Zainal Abidin Faerid, 1987. Asas-asas Hukum Pidana Bagian Pertama, Alumni, Bandung. Ishaq, 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. J.B.Daliyo, 2001. Pengantar Hukum Indonesia, Prenhallindo, Jakarta. J.E.Jonker, 1987. Buku Panduan Hukum Pidana Hindia Belanda, PT.Bina Aksara Cet.I, Jakarta. Leden Marpaung, 2009. Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta. Moeljatno, 1993. Perbuatan Hukum Pidana dan Pertanggung Jawaban Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta. Moeljatno, 2002. Asas-Asas Hukum Pidana, PT.Asdi Mahastya, Jakarta. Mukti Fajar. ND, Ahmad Yulianto, 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Mustafa Abdullah, Ruben Achmad, 1983. Intisari Hukum Pidana, Ghalia Indonesia Cet.I, Jakarta. P.A.F. Lamintang, 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sitra ditya Baleti, Bandung. R.Saleh, 1979. Beberapa Catatan dan Kesalahan Dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta. R.Soesilo, 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Politiea, Bogor. R.Soeroso, 1993. Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. Satochid Kartanegara, 2002. Hukum Pidana, Balai Lektur Mahasiswa, Jakarta. Siswanto Sunarto, 2005. Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Jakarta. Soesilo Prajogo, 2007. Kamus Hukum Internasional & Indonesia, Wacana Intelektual, Jakarta. JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW” Volume 1 Nomor 1, Februari 2013 UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
50
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana. Jakarta : Permata Press. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW” Volume 1 Nomor 1, Februari 2013 UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA