PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN (TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN NOMOR 6/PID.B/2013/PN.BREBES)
SKRIPSI
Diajukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum paada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Disusun Oleh : AYU GRAHITA MUKAROMAH NIM. E1A010220
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2014 i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN (TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN NOMOR 6/PID.B/2013/PN.BREBES)
Disusun Oleh : AYU GRAHITA MUKAROMAH E1A010220
Diajukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum paada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Diterima dan disetujui Pada Tanggal :
Pembimbing I/
Pembimbing II/
Penguji I
Penguji II
Pranoto, S.H.,M.H. NIP.195403051986011001
Handri W. S, S.H.,M.H. NIP.195810191987022001
Mengetahui, Dekan Fakultas Hukum
Dr. Angkasa,S.H.,M.Hum. NIP. 19640923 198901 1 001 ii
Februari 2014
Penguji III
Dr. Hibnu Nugroho,S.H.,M.H. NIP.196407241990021001
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN (TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN NOMOR 6/PID.B/2013/PN.BREBES) Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang lain. Dan apabila terbukti saya melakukan Pelanggaran sebagaimana tersebut di atas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari fakultas.
Purwokerto,
Februari 2014
AYU GRAHITA MUKAROMAH NIM. E1A010220
iii
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN
(TINJAUAN
YURIDIS
PUTUSAN
NOMOR
6/PID.B/2013/PN.BREBES). Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis banyak menghadapi tantangan dan hambatan. Akan tetapi dengan rahmat Allah SWT dan bantuan dari berbagai pihak, maka tantangan dan hambatan tersebut dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan puji syukur kepada Allah SWT kepada semua pihak khususnya kepada : 1. Bapak Dr. Angkasa, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, serta selaku Pembina Akademik dari penulis yang telah memberikan semangat dan doanya yang tulus untuk penulis agar selesainya skripsi ini dan lulus dari Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto; 2. Bapak Pranoto, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing I/ dosen penguji I, yang telah membimbing skripsi penulis dari awal sampai selesainya skripsi penulis;
iv
3. Ibu Handri Wirastuti Sawitri, S.H.,M.H., selaku dosen pembimbing II/ dosen penguji II, yang telah membimbing skripsi penulis dari awal sampai selesainya skripsi penulis; 4. Bapak Dr. Hibnu Nugroho,S.H.,M.H., selaku dosen penguji III yang telah memberikan saran-saran yang membantu penulis dalam menyempurnakan skripsi penulis; 5. Nasihin dan Saroh, orang tua dari penulis yang telah memberikan semangat dan doanya yang tulus untuk penulis agar selesainya skripsi ini dan lulus dari Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto; 6. Ahmadi Wangsa Septiana, adik dari penulis yang juga memberikan semangat untuk penulis; 7. Sahabat tercinta Desy Tri Wahyu Kusumo, Anggita Sabrina, Rina Susani dan Rahma Hardika Putri yang selalu memberikan dukungan dan semangat bagi penulis; 8. Semua teman-teman angkatan 2010 khususnya Kelas C tercinta yang selalu memberikan dorongan dan semangat bagi penulis selama kuliah dan pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, penulisan maupun materi di dalamnya, namun dengan segala kerendahan hati penulis mohon maaf sekaligus v
sumbang saran maupun kritik konstruktif yang sifatnya membangun dari pembaca sangat penulis harapkan untuk memacu semangat penulis dalam menulis. Akhir kata semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi semua pihak, khususnya bagi penulis sendiri sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Purwokerto,
Februari 2014
Ayu Grahita Mukaromah NIM. E1A010220
vi
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN...................................................................
iii
KATA PENGANTAR...............................................................................
iv
DAFTAR ISI..............................................................................................
vii
ABSTRAK .................................................................................................
ix
ABSTRACT ...............................................................................................
x
BAB I : PENDAHULUAN........................................................................
1
A. Latar Belakang ......................................................................
1
B. Rumusan Masalah..................................................................
3
C. Tujuan Penelitian ...................................................................
3
D. Kegunaan Penelitian ..............................................................
4
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ............................................................
5
A. Pengertian, Fungsi dan Tujuan Hukum Acara Pidana ...........
5
B. Asas-Asas Hukum Acara Pidana ...........................................
9
C. Putusan Dalam Tindak Pidana ...............................................
21
1. Pengertian Putusan.................................................................
21
2. Macam-Macam Putusan Dalam KUHAP ..............................
23
vii
D. Putusan Bebas ........................................................................
27
1. Pengertian Putusan Bebas......................................................
27
2. Syarat Dijatuhkannya Putusan Bebas ....................................
29
3. Akibat Hukum Dijatuhkannya Putusan Bebas.......................
30
E. Tindak Pidana Penipuan ........................................................
34
BAB III : METODE PENELITIAN........................................................
37
A. Metode Pendekatan................................................................
37
B. Spesifikasi Penelitian .............................................................
37
C. Sumber Data ..........................................................................
37
D. Metode Pengumpulan Data....................................................
38
E. Metode Penyajian Data .........................................................
39
F. Metode Analisa Data .............................................................
39
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................
40
A. Hasil Penelitian ......................................................................
40
B. Pembahasan ...........................................................................
83
BAB V : PENUTUP ..................................................................................
101
A. Kesimpulan ............................................................................
101
B. Saran .....................................................................................
101
DAFTAR PUSTAKA
viii
ABSTRAK Hukum Pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sedangkan hukum pidana formil diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menurut KUHAP putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim adalah putusan yang membebaskan terdakwa (Pasal 191 ayat (1) KUHAP), putusan lepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 191 ayat (2) KUHAP), dan putusan pemidanaan (Pasal 193 ayat (3) KUHAP). Salah satu putusan pengadilan, yaitu putusan bebas yang dijatuhkan oleh hakim di Pengadilan Negeri Brebes yakni putusan Nomor 6/Pid.B/2013/PN.Brebes, dimana terdakwa didakwa dengan dakwaan alternatif yaitu dakwaan kesatu Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP; atau dakwaan kedua Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP. Terdakwa yang diputus bebas harus segera dibebaskan dari tahanan, kecuali ada alasan lain. Perintah untuk membebaskan terdakwa dari tahanan dilaksanakan oleh jaksa setelah putusan diucapkan dan laporan tertulis mengenai pelaksanaan perintah tersebut yang dilampiri surat pelepasan disampaikan kepada ketua pengadilan yang bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam. Kata kunci: Hukum Acara Pidana, Putusan Bebas.
ix
ABSTRACT Criminal law is part of public law and criminal law are divided into two part, namely the substantive criminal law and criminal law formally. Subtantive criminal law governing the determination of any criminal act, criminal and criminal (sanction). In indonesia, subtantifve criminal law regulation set forth in the Book Of Criminal Law (Penal Code). Formal criminal law regulating the implementation of substantive criminal law. In Indonesia, setting formal criminal law has been ratified by law number 8 of 1981 on Criminal Procedure Law of code (KUHAP).According to The Criminal Procedure Law of code a decision that may be imposed by the judge is ruling that frees the defendant (Article 191 paragraph (1) Criminal Procedure Law of code), the ruling out of any lawsuit (Article 191 paragraph (2) Criminal Procedure Law of code), judgment of punishment (Article 193 paragraph (3) Criminal Procedure Law of code). One court decision, the acquittal handed down by judges in Brebes district court is the decision of the register number 6/Pid.B/2013/PN.Brebes case. In this case, the general prosecutor accusated the defendant with alternative accusation those are against the rule of Article 378 act 1/1946 (KUHP) jo Article 55 (1) act 1/1946 (KUHP) or Article 372 Act 1/1946 (KUHP) jo Article 55 (1) act 1/1946 (KUHP). Acquitted defendants should be released from custody, unless there are other reasons. Command to release the defendant from custody immediately implemented by prosecutors after the verdict was pronounced and written reports on the realise order was accompanied by a letter submitted to the chairman of hte court no tater than theee times within twenty-four hours. Keyword : The Criminal Procedure Law, Frees Ruling.
x
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sedangkan hukum pidana formil diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menurut salah satu pakar hukum Bambang Poernomo,1 Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur empat tahap proses perkara pidana yang tradisional yaitu: 1. Tahap pengusutan yang meliputi penyelidikan dan penyidikan perkara; 2. Tahap penuntutan yang meliputi penyempurnaan berkas dan penerusan perkara; 3. Tahap pemeriksaan sidang untuk menyusun pembuktian dan keputusan; 4. Tahap eksekusi dari keputusan pengadilan yang didahului dengan upayaupaya hukum perlawanan terhadap keputusan sebelum mempunyai kekuatan untuk dieksekusi. Tahap proses hakim menjatuhkan putusan, maka bentuk putusan yang dijatuhkan terhadap perkara pidana berdasarkan Pasal 1 angka (11) KUHAP menyatakan bahwa:
1
Bambang Poernomo, Pola Dasar Teori-Asas Umum Hukum Acara Pidana Dan Penegakan Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1993, hlm. 64.
2
“Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini” . Berdasarkan ketentuan diatas, putusan dapat berbentuk sebagai berikut: 1. Putusan pemidanaan (Pasal 193 ayat 1 KUHAP) 2. Putusan bebas (Pasal 191 ayat 1 KUHAP) 3. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 191 ayat 2 KUHAP) Salah satu putusan pengadilan, yaitu putusan bebas yang dijatuhkan oleh hakim
di
Pengadilan
Negeri
Brebes
yakni
putusan
Nomor
6/Pid.B/2013/PN.Brebes, dimana terdakwa didakwa dengan dakwaan alternatif yaitu dakwaan kesatu Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP; atau dakwaan kedua Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP. Putusan bebas diatur dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang merumuskan: “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa didakwa diputus bebas”. Putusan dalam perkara Nomor 6/Pid.B/2013/PN.Brebes, terdakwa dengan perantaraan saksi EY dan s aksi SW menjual tanah kepada pembeli saksi ST dan saksi KS dengan membayar panjar harga tanah kepada terdakwa dengan letaknya belum jelas keberadaannya. Kemudian tanpa alasan yang jelas saksi ST dan saksi KS tidak melanjutkan transaksi jual beli tersebut dan tidak juga meminta
3
pengembalian uang panjar harga tanah tersebut selaku calon pembeli dan kemudian saksi R tidak dapat menikmati tanah yang dibelinya karena telah diserobot oleh orang lain yaitu saudara S. Terdakwa dalam hal ini tidak dapat mempertanggungjawabkan atas perbuatannya tersebut, terdakwa didakwa telah melakukan tindak pidana penipuan. Bedasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor 6/Pid.B/2013/PN.Brebes). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat diambil perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan bebas pada perkara Nomor 6/Pid.B/2013/PN.Brebes? 2. Bagaimanakah akibat hukum dengan dijatuhkannya putusan bebas bagi terdakwa pada perkara Nomor 6/Pid.B/2013/PN.Brebes? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagi berikut : 1. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan bebas pada perkara Nomor 6/Pid.B/2013/PN.Brebes.
4
2. Untuk mengatahui akibat hukum dengan dijatuhkannya putusan bebas bagi terdakwa pada perkara Nomor 6/Pid.B/2013/PN.Brebes. D. Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis, serta menambah pengetahuan bagi para pembaca terutama mengenai penjatuhan putusan bebas. 2. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan terhadap aparat penegak hukum, yaitu salah satunya jaksa, agar dalam membuat dakwaan dan tuntutan sesuai apa yang dilakukan oleh terdakwa serta memperhatikan unsur melawan hukum yang dilakukan oleh terdakwa sehingga hakim tidak menjatuhkan putusan bebas.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian, Fungsi dan Tujuan Hukum Acara Pidana 1. Pengertian Hukum Acara Pidana Hukum acara pidana merupakan salah satu lingkup dari hukum pidana. Ruang lingkup hukum pidana luas, baik hukum pidana materill yang disebut hukum pidana dan hukum pidana formil yang disebut hukum acara pidana. Hukum pidana materill atau hukum pidana itu berisi petunjuk dan uraian tentang delik peraturan tentang syarat-syarat dapatnya dipidana sesuatu perbuatan, petunjuk tentang orang yang dapat dipidana dan aturan tentang pemidanaan mengatur kepada siapa dan bagaimana pidana itu dapat dijatuhkan, sedangkan hukum pidana formal mengatur bagaimana negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana, jadi berisi acara pidana.2 Menurut Wiryono Prodjodikoro,3 sebagaimana dikutip oleh Andi Hamzah mengatakan bahwa: “Hukum acara pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana, maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana.” 2
Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2001, hlm. 4. 3
Muhammad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 7.
6
Dikatakan bahwa hukum acara pidana adalah kumpulan peraturanperaturan yang memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur sebagai berikut: 1. Tindakan apa yang diambil apabila ada dugaan, bahwa telah terjadi suatu tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. 2. Apabila benar telah terjadi suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh seseorang, maka perlu diketahui siapa pelakunya, dan cara bagaimana melakukan penyelidikan terhadap pelaku. 3. Apabila telah diketahui pelakunya maka penyidik perlu menangkap, menahan dan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan permulaan atau dilakukan penyidikan. 4. Untuk membuktikan apakah tersangka benar-benar melakukan suatu tindak pidana, maka perlu mengumpulkan barang-barang bukti, menggeledah badan atau tempat-tempat yang diduga ada hubungannya dengan perbuatan tersebut. 5. Setelah selesai dilakukan pemeriksaan permulaan atau penyidikan oleh polisi, maka berkas perkara diserahkan pada kejaksaan negeri, yang selanjutnya pemeriksaan dalam sidang pengadilan terhadap terdakwa oleh hakim sampai dapat dijatuhkan pidana.4 Kitab
Undang-Undang
Hukum
Acara
Pidana
(KUHAP)
tidak
memberikan pengertian resmi mengenai hukum acara pidana, yang ada adalah berbagai pengertian mengenai bagian-bagian tertentu dari hukum acara pidana misalnya penyelidikan, penyidikan, penangkapan, dan lain sebagainya. Pengertian hukum acara pidana dapat ditemukan dalam berbagai literatur yang ditemukan oleh pakar, seperti:
4
Mochammad Faisal Salam, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, 2001, hlm. 3.
7
1. Wiryono Prodjodikoro,5 Hukum acara pidana adalah merupakan suatu rangkaian peraturanperaturan yang memuat cara bagaimana badan pemerintah yang berkuasa (Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan) harus bertindak guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana. 2. R. Achad Soemandipraja,6 Hukum acara pidana adalah hukum yang mempelajari peraturan yang diadakan oleh negara dalam hal adanya persangkaan telah dilanggarnya undang-undang pidana. 3. Van Bemmelen7 Hukum acara Pidana adalah kumpulan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur bagaimana cara negara, bila dihadapkan pada suatu kejadian yang menimbulkan prasangka telah terjadi pelanggaran hukum pidana, dengan perantara alat-alatnya mencari kebenaran, menetapkan dimuka hakim suatu keputusan mengenai perbuatan yang didakwakan, bagaimana hakim harus memutuskan suatu hal yang telah terbukti, dan bagaimana keputusan itu harus dilaksanakan. 4. Bambang Poernomo,8 mengklasifikasikan hukum acara pidana menjadi tiga arti: a. Dalam arti sempit, yang meliputi peraturan hukum tentang penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan sidang sampai dengan putusan pengadilan, dan peraturan tentang susunan pengadilan. b. Dalam arti luas, yaitu selain mencakup pengertian sempit, juga meliputi peraturan-peraturan kehakiman lainnya sekedar peraturan itu ada urusannya dengan perkara pidana.
5
Waluyadi, Pengetahuan Hukum Dasar Hukum Acara Pidana (Sebuah Catatan Khusus), Mandar Maju, Bandung, 1999, hlm. 9. 6
Ibid.
7
Ibid., hlm. 11.
8
Ibid.
8
c. Pengertian sangat luas, yaitu apabila materi peraturan sudah sampai pada tahap eksekusi putusan hakim (pidana) kemudian dikembangkan meliputi peraturan pelaksanaan hukuman (pidana) yang mengatur tentang alternatif jenis pidana, dan cara penyelenggaraan pidana sejak awal sampai selesai menjalani pidana sebagai pedoman pelaksanaan pemberian pidana. 2. Fungsi dan Tujuan Hukum Acara Pidana Hukum acara pidana memiliki fungsi, (1) untuk mencari dan menentukan fakta menurut kebenaran; (2) mengadakan penuntutan hukum dengan tepat; (3) menerapkan
hukum
dengan
keputusan
berdasarkan
keadilan;
dan
(4)
melaksanakan putusan secara adil.9 Van Bemmelen mengemukakan tiga fungsi hukum acara pidana yaitu sebagai berikut: 1) Mencari dan menemukan kebenaran 2) Pemberian keputusan oleh hakim 3) Pelaksanaan keputusan10 Dalam rumusan lengkap Pendoman Pelaksanaan KUHAP tahun 1982 disebutkan sebagai berikut: “Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan, demikian pula setelah putusan pengadilan dijatuhkan dan segala upaya hukum telah dilakukan dan akhirnya putusan telah 9
Hibnu Nugroho, Integralisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Media Prima Aksara, Jakarta, 2012, hlm. 31. 10
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 8.
9
mempunyai kekuatan hukum tetap, maka hukum acara pidana mengatur pula pokok-pokok acara pelaksanaan dan pengawasan dari putusan tersebut”.11 Dari rumusan tersebut dapat dilihat bahwa hukum acara pidana mempunyai tujuan atau fungsi sebagai berikut:12 1. Sebagai sarana untuk mencari suatu kebenaran materiil dari suatu tindak pidana yang terjadi; 2. Menemukan orang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana; 3. Meminta pengadilan untuk memutuskan bersalah atau tidaknya tersangka; dan 4. Melaksanakan dan kemudian mengawasi pelaksanaan dari putusan tersebut. Sependapat dengan rumusan lengkap Pedoman Pelaksanaan KUHAP, Lobby Loqman13 mengemukakan pendapatnya bahwa: Fungsi yang terkandung dalam tujuan hukum acara pidana, harus diartikan bahwa dengan keberadaan hukum acara pidana maka yang bersalah harus dinyatakan bersalah dan mencegah orang yang tidak bersalah dijatuhi hukuman. Serta penjatuhan pidana tidak hanya mendasarkan pada kekuatan pembuktian formil belaka.14 B. Asas-asas Hukum Acara Pidana Pengertian asas dalam hukum acara pidana adalah dasar patokan hukum yang mendasari KUHAP dalam menjalankan hukum. Asas ini akan menjadi pedoman bagi semua orang termasuk penegak hukum, serta orang-orang yang berkepentingan dengan hukum acara pidana.
11
Bambang Poernomo, Op. Cit., hlm. 30-31.
12
Hibnu Nugroho, Op. Cit., hlm. 32.
13
Lobby Loqman, Hukum Acara Pidana Indonesia (Suatu Ikhtisar), Datacom, Jakarta, 1996, hlm. 1. 14
Hibnu Nugroho, Op. Cit.
10
KUHAP dilandasi oleh asas atau prinsip hukum tersebut diartikan sebagai dasar patokan hukum sekaligus merupakan tonggak pedoman bagi instansi jajaran aparat penegak hukum dalam menerapkan pasal-pasal KUHAP. Mengenai hal tersebut, bukan hanya kepada aparat hukum saja, asas atau prinsip yang dimaksud menjadi patokan dan landasan, tetapi juga bagi setiap anggota masyarakat yang terlibat dan berkepentingan atas pelaksanaan tindakan yang menyangkut KUHAP.15 Makna asas-asas hukum adalah merupakan ungkapan hukum yang bersifat umum, pada sebagian berasal dari kesadaran hukum serta keyakinan kesusilaan atau etis kelompok manusia dan pada sebagian yang lain berasal dari dasar pemikiran dibalik peraturan perundang-undang serta yurisprudensi.16 Asas-asas penting yang terdapat dalam hukum acara pidana yaitu : 1. Peradilan Cepat, Sederhana, Dan Biaya Ringan Asas ini telah dirumuskan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menghendaki agar pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia berpedoman kepada asas: cepat, sederhana, dan biaya ringan. Tidak bertele-tele dan berbelit-belit. Apabila jika keterlambatan penyelesaian kasus terhadap hukum dan martabat manusia.
15
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan Dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, hlm. 35. 16
Bambang Poernomo, Op. Cit., hlm. 46
11
Asas ini mencerminkan adanya perlindungan hak asasi manusia sekalipun orang tersebut berada dalam kedudukan sebagai tersangka atau terdakwa. Walaupun dalam kondisi dibatasi kemerdekaannya karena ditangkap kemudian ditahan, namun orang tersebut tetep memperoleh kepastian bahwa tahapan-tahapan pemeriksaan yang dilaluinya memiliki batas waktu dan dijamin undang-undang. Asas ini menghendaki adanya peradilan yang efektif dan efesien, sehingga tidak memberikan penderitaan yang berkepanjangan kepada tersangka atau terdakwa disamping kepastian hukum terjamin. Asas ini juga terdapat dalam Penjelasan Umum butir 3 huruf e KUHAP yang merumuskan: “Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus ditetapkan secara konsekuen dalam seruluh tingkat peradilan”. Beberapa ketentuan KUHAP sebagai penjabaran asas peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan antara lain tersangka atau terdakwa berhak: 1). Segera mendapat pemeriksaan dari penyidik; 2). Segera diajukan kepada penuntut umum oleh penyidik; 3). Segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum; 4). Berhak segera diadili oleh pengadilan. Menurut Andi Hamzah,17
17
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 10-11.
12
Asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan yang dianut didalam KUHAP sebenarnya merupakan penjabaran Undang-Undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Peradilan cepat (terutama untuk menghindari penahanan yang lama sebelum ada keputusan hakim) merupakan bagian hak-hak manusia. Begitu pula peradilan bebas, jujur, dan tidak memihak yang ditonjolkan dalam undang-undang tersebut. 2. Asas Praduga Tidak Bersalah (Presumtion of innocence) Asas ini disebut dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, dan dalam Penjelasan Umum butir 3 c KUHAP, yang merumuskan:18 “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetep”. Asas praduga tak bersalah menjadi salah satu bukti penghargaan KUHAP pada hak asasi manusia. Cara-cara pemeriksaan tersangka atau terdakwa yang semula bersifat inquisitoir menjadi aqusatoir. Menurut M. Yahya Harahap, sebagaimana dikutip oleh Taufik Makarao dan Suhasril, mengemukakan:19 Asas praduga tak bersalah ditinjau dari segi teknis penyidikan dinamakan “Prinsip Akusator”. Prinsip akusator menempatkan kedudukan tersangka atau terdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan adalah subyek bukan sebagai objek pemeriksaan karena itu tersangka atau terdakwa harus didudukan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat dan martabat harga diri, yang menjadi objek pemeriksaan dalam 18
Ibid., hlm. 34.
Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hlm. 3. 19
13
prinsip akusator adalah kesalahan (tindak pidana) yang dilakukan oleh tersangka atau terdakwa, karena itulah pemeriksaan ditujukan. 3. Asas Oportunitas Dalam hukum acara pidana dikenal suatu badan yang khusus diberi wewenang untuk melakukan penuntutan pidana kepengadilan yang disebut penuntut umum. Di Indonesia penuntut umum disebut juga jaksa (Pasal 1 butir a dan b serta Pasal 137 dan seterusnya KUHAP). Wewenang penuntutan dipegang oleh penuntut umum. Asas oportunitas adalah hak yang dimiliki oleh penuntut umum untuk menuntut
atau tidak
menuntut seseorang kepengadilan. Di Indonesia wewenang ini hanya diberikan kepada kejaksaan. A.Z. Abidin Farid memberi perumusan tentang asas oportunitas sebagai berikut.20 “Asas hukum yang memberikan wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau koperasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum” Andi Hamzah21 menjelaskan lebih lanjut sebagai berikut: Menurut asas oportunitas penuntut umum tidak menuntut seseorang yang melakukan delik jika menurut pertimbangannya akan merugikan kepentingan umum. Jadi demi kepentingan umum, seseorang yang melakukan delik tidak dituntut.
20
Andi Hamzah, Op. Cit., hlm. 17.
21
Ibid., hlm. 16.
14
Mengenai kriteria kepentingan umum dalam pedoman pelaksanaan KUHAP dijelaskan adalah didasarkan untuk kepentingan negara dan masyarakat dan bukan kepentingan pribadi. 4. Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum Pemeriksaan pengadilan yang terbuka untuk umum dapat dilihat dalam Pasal 153 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP sebagai berikut: “Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak”. Pasal 153 ayat (4) KUHAP menyebutkan: “Tidak terpenuhinya ketentuan dalam ayat mengakibatkan batalnya putusan demi hukum”.
(2)
dan
ayat
(3)
Mengenai asas pemeriksaan persidangan terbuka untuk umum, M. Yahya Harahap22 berpendapat: Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menetapkan pemeriksaan perkara yang terdakwanya anak-anak dilakukan dengan pintu tertutup. Sebab jika dilakukan terbuka untuk umum akan membawa akibat psikologis yang lebih parah kepada jiwa dan batin si anak. Asas ini memberikan makna bahwa tindakan penegakan hukum di Indonesia harus dilandasi oleh jiwa persamaan dan keterbukaan serta adanya penerapan sistem musyawarah dan mufakat.
22
M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 56.
15
I. Sumantri23 menjelaskan lebih lanjut sebagai berikut: Asas terbuka untuk umum ini memang tepat karena persidangan dapat dihadiri oleh umum, sehingga dapat menjamin obyektifitas peradilan dan tujuannya memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi terdakwa. Di lain pihak juga ditentukan pengecualian apabila kesusilaan dan terdakwanya anak-anak. Hakim dapat menetapkan apakah suatu sidang dinyatakan seluruhnya atau sebagian tertutup untuk umum yang artinya persidangan dilakukan di belakang pintu tertutup. Pertimbangan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada hakim yang melakukan hal itu berdasarkan jabatannya atau atas permintaan penuntut umum dan terdakwa. Saksi pun dapat mengajukan permohonan agar sidang tertutup untuk umum dengan alasan demi nama baik keluarganya. 5. Semua Orang Diperlakukan Sama Di Depan Hukum (Equality Before the Law) Asas yang umum dianut di negara-negara yang berdasarkan hukum ini tegas tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Penjelasan Umum butir 3 a KUHAP. Penjelasan Umum butir 3 a KUHAP merumuskan: “Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum tidak mengadakan perbedaan perlakuan”. Sedangkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman merumuskan: “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”. 23
I. Sumantri, Pembahasan Perkembangan Pembangunan Nasional Tentang Hukum Acara Pidana, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 1996, hlm. 18.
16
Ketentuan-ketentuan di dalam KUHAP mendasarkan pada asas ini, sehingga tidak ada satu pasal pun yang mengarah pada pemberian hak-hak istimewa pada suatu kelompok dan memberikan ketidakistimewaan kepada kelompok lain. Menurut Andi Hamzah,24 Asas ini menegaskan bahwa sebagai Negara Hukum maka dihadapan hukum semua orang sama dan sederajat. Bagaimanapun kedudukan manusia itu sama di mata hukum yang dijunjung tinggi oleh negara Indonesia sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 6. Tersangka atau Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum Asas tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum terdapat pada Pasal 54 KUHAP yang menyatakan bahwa: “Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini”. Ketentuan asas ini berkaitan dengan hak dari seseorang yang tersangkut dalam suatu perkara pidana untuk dapat mengadakan persiapan bagi pembelaannya maupun untuk mendapatkan nasehat atau penyuluhan tentang jalan yang dapat ditempuhnya dalam menegakan hak-haknya sebagai tersangka atau terdakwa. Bantuan hukum dalam KUHAP tidak terdapat penjelasan atau definisi mengenai pengertian bantuan hukum.
24
Andi Hamzah, Op. Cit., hlm. 19.
17
M. Yahya Harahap,25 menjelaskan mengenai bantuan hukum diatur dalam Pasal 74 KUHAP, dimana didalamnya diatur tentang kebebasan yang sangat luas yang didapat oleh tersangka atau terdakwa. Kebebasan tersebut antara lain: a) Bantuan hukum dapat diberikan saat tersangka ditangkap atau ditahan; b) Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan; c) Penasehat hukum dapat menghubungi tersangka atau terdakwa pada tingkat pemeriksaan pada setiap waktu; d) Pembicaraan antara penasehat hukum dan tersangka atau terdakwa tidak didengar oleh penyidik dan penuntut umum kecuali pada delik yang menyangkut keamanan Negara; e) Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau penasehat hukum guna kepentingan pembelaan; f) Penasehat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka atau terdakwa. The Internasional Convenant on Civil and Political Rights article 14 sub 3d kepada tersangka atau terdakwa diberikan jaminan sebagai berikut: “to be tried in his presence and to defend himself in person or through legal assistance of his own choosing, to be inform, if he does not have legal assistance, of his right, and to have legal assistance assigned to him, in any case where the interests justice so require, and without payment by him in any such case if he does not have sufficient means to pay for it.” (Diadili dengan kehadiran terdakwa, membela diri sendiri secara pribadi atau dengan bantuan penasehat hukum menurut pilihannya sendiri, diberi tahu tentang hak-haknya ini jika ia tidak mempunyai penasehat hukum dan ditunjuk penasehat hukum untuk dia jika untuk kepentingan peradilan perlu untuk itu, dan jika ia tidak mampu membayar penasehat hukum ia dibebaskan dari pembayarannya).”26
25
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Jilid 1 dan Jilid II), Pustaka Kartini, Jakarta, 1998, hlm. 21. 26
Andi Hamzah, Op. Cit., hlm. 20.
18
7. Asas Akusatoir Dan Inkisitoir (Accusatoir Dan Inquisitoir) Asas akusatoir dalam KUHAP tidak menjadikan pengakuan tersangka sebagai salah satu dari jenis alat bukti. Pengakuan yang digariskan dalam KUHAP yang demikian menunjukan bahwa KUHAP menganut asas akusatoir yaitu menempatkan kedudukan tersangka sebagai subyek pemeriksaan. Asas inkisitoir yaitu kedudukan tersangka atau terdakwa merupakan obyek pemeriksaan sehingga pengakuan tersangka atau terdakwa menjadi hal yang sangat penting untuk diperoleh penegak hukum. dalam hal ini kedudukan tersangka sangat lemah dan tidak menguntungkan karena tersangka masih dianggap sebagai barang atau objek yang harus diperiksa. Pada asas inkisitoir pemeriksaan bersifat rahasia atau tertutup. Asas akusatoir memperlakukan tersangka atau terdakwa yang manusiawi bukan berarti menghilangkan ketegasan yang menyebabkan tersangka atau terdakwa tidak menghormati proses penegakan hukum. Dengan menggunakan ilmu bantu penyidikan seperti psikologis, kriminalistik, psikiatri dan kriminologi maka penyidik tetap akan dapat memperoleh hasil penyidikan yang memadai. Menurut Andi Hamzah,27 Asas inkisitoir berarti tersangka dipandang sebagai objek pemeriksaan yang masih dianut oleh HIR untuk pemeriksaan pendahuluan. Sama halnya dengan Ned. Sv. yang lama yaitu tahun 1828 yang direvisi tahun 1885. Sejak tahun 1926 yaitu berlakunya Ned. Sv. yang baru di negeri Belanda telah dianut asas gematigd accusatoir yang berarti asas bahwa tersangka dipandang sebagai pihak pada pemeriksaan pendahuluan dalam 27
Andi Hamzah, Op. Cit., hlm. 22.
19
arti terbatas, yaitu pada pemeriksaan perkara-perkara politik berlaku asas inkisitoir. 8. Pemeriksaan Hakim Yang Langsung Dan Lisan Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Sidang pengadilan melakukan pemeriksaan secara langsung kepada terdakwa atau orang lain yang terlibat, dengan mengadakan pembicaraan secara lisan, berupa tanya jawab dengan majelis hakim. Pemeriksaan perkara pidana antara para pihak yang terlibat dalam persidangan harus dilakukan dengan berbicara satu sama lain secara lisan agar dapat diperoleh keterangan yang benar dan yang bersangkutan tanpa tekanan dari pihak manapun. Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan diatur dalam Pasal 154 KUHAP yang menyatakan sebagai berikut: (1) Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas. (2) Jika dalam pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan tidak hadir pada hari sidang yang telah ditetapkan, hakim ketua sidang meneliti apakah terdakwa sudah dipanggil secara sah. (3) Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang menunda persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada hari sidang berikutnya. (4) Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak datang di sidang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan perkara tersebut tidak dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi. (5) Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak semua terdakwa hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir dapat dilangsungkan.
20
(6) Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya. (7) Panitera mencatat laporan dari penuntut umum tentang pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (6) dan menyampaikannya kepada hakim ketua sidang. Mengenai asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan, M. Yahya Harahap28 berpendapat: Pasal 153 ayat (2) huruf a KUHAP menegaskan ketua sidang dalam memimpin sidang pengadilan, dilakukan secara langsung dan lisan. Tidak boleh pemeriksaan dengan perantara tulisan baik terhadap terdakwa maupun saksi-saksi. Kecuali bagi mereka yang bisu atau tuli, pernyataan dan jawaban dapat dilakukan secara tertulis. Prinsip pemeriksaan dalam persidangan dilakukan secara langsung berhadaphadapan dalam ruang sidang. Semua pernyataan dilakukan dengan lisan dan jawaban atau keteranganpun disampaikan dengan lisan, tiada lain untuk memenuhi tujuan agar persidangan benar-benar menemukan kebenaran yang hakiki. Sebab dari pemeriksaan secara langsung dan lisan, tidak hanya keterangan terdakwa atau saksi saja yang dapat didengar dan diteliti, tetapi sikap dan cara mereka memberikan keterangan dapat menentukan isi dan nilai keterangan. Pengecualian dari asas langsung dan lisan adalah kemungkinan putusan dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa (in absentia), yaitu dalam acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 213 KUHAP, yang merumuskan: “Terdakwa dapat menunjuk seorang dengan surat untuk mewakilinya di sidang”.
28
M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 113.
21
C. Putusan Dalam Tindak Pidana 1. Pengertian Putusan Muara dari seluruh proses persidangan perkara pidana adalah pengambilan keputusan hakim atau sering disebut juga dengan istilah “Putusan Pengadilan” atau “Putusan Akhir” atau lebih sering disebut juga dengan istilah “Putusan” saja.29 Putusan adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis maupun lisan.30 Berdasarkan ketentuan Pasal 182 ayat (1) KUHAP, apabila pemeriksaan sidang dinyatakan selesai, tahap proses selanjutnya adalah penuntutan, pembelaan, dan jawaban atas pembelaan. Ketika proses ini telah selesai, maka hakim ketua menyatakan “pemeriksaan dinyatakan ditutup”. Apabila
pemeriksaan
dinyatakan
ditutup,
hakim
mengadakan
musyawarah terakhir untuk menjatuhkan putusan. Bentuk putusan yang akan dijatuhkan tergantung dari hasil musyawarah berdasarkan surat dakwaan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam persidangan di sidang pengadilan. Pasal 1 angka 11 KUHAP menyatakan banwa : “Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas
29
Al. Wisnubroto, Praktek Peradilan Pidana: Proses Penanganan Perkara Pidana, Galaxy Puspa Mega, Jakarta, 2002, hlm. 119. 30
Laden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana (Di Kejaksaan dan Pengadilan Negeri, Upaya Hukum dan Eksepsi), Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 129.
22
atau lepas dan segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”. Proses atau cara pengambilan putusan diawali setelah hakim ketua sidang dinyatakan pemeriksaan ditutup, dan seterusnya hakim akan mengadakan musyawarah. Berdasarkan ketentuan Pasal 182 KUHAP untuk menentukan putusan, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan mulai dari hakim yang paling muda sampai hakim yang paling tua, sedangkan yang terakhir hakim ketua akan menyatakan pendapatnya. Hasil musyawarah majelis hakim merupakan permufakatan bulat, namun jika telah benar-benar diupayakan tetapi tetap tidak dapat mencapai suatu permufakatan bulat maka akan ditempuh dua cara yaitu: 1. Putusan diambil dengan suara terbanyak (Voting) 2. Putusan yang dipilih adalah hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa. Proses penyusunan materi muatan perlu mencermati ketentuan Pasal 182 ayat (4) KUHAP yang pada pokoknya menyatakan bahwa musyawarah majelis hakim dalam menyusun putusan harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang. Proses pengambilan keputusan tersebut dicatat dalam buku himpunan putusan yang disediakan khusus untuk itu yang sifatnya rahasia. Putusan Pengadilan Negeri dapat dijatuhkan pada hari itu juga atau pada hari yang lain, yang sebelumnya harus diberitahukan kepada penuntut umum dan terdakwa atau penasehat hukum terdakwa. Berdasarkan ketentuan Pasal 195 KUHAP, semua
23
putusan sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum. 2. Macam-Macam Putusan Dalam KUHAP Pasal 1 angka 11 KUHAP menyatakan banwa : “Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dan segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”. Ketentuan Pasal 1 angka 11 KUHAP diatas, Putusan Pengadilan Negeri yang dijatuhkan terhadap suatu perkara pidana bisa terbentuk sebagai berikut: 1) Putusan pemidanaan Putusan pemidanaan diatur dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP. Pemidanaan berarti terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ancaman yang dikemukakan dalam pasal pidana yang didakwakan kepada terdakwa.31 Pasal 193 ayat (1) KUHAP: Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana. Berdasarkan Pasal 193 ayat (1) KUHAP, penjatuhan putusan pemidanaan terhadap terdakwa didasarkan pada penilaian pengadilan. Jika pengadilan berpendapat dan menilai terdakwa terbukti bersalah melakukan 31
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm. 354.
24
perbuatan yang didakwakan kepadanya, pengadilan menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa. Atau dengan kata lain bahwa apabila menurut pendapat dan penilaian pengadilan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kesalahan tindak pidana yang didakwakan kepadanya sesuai dengan sistem pembuktian dan asas batas minimum pembuktian yang telah ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP. Menurut M. Yahya Harahap,32 berpendapat: “Putusan yang menjatuhkan hukuman pemidanaan kepada seseorang terdakwa tidak lain daripada putusan yang berisi perintah untuk menghukum terdakwa sesuai dengan ancaman pidana yang sisebut dalam pasal yang didakwakan”. Hakim dalam menjatuhkan berat ringannya hukuman pidana yang dijatuhkan kepada teerdakwa adalah bebas, artinya memberikan kebebasan kepada hakim untuk menjatuhkan pidana antara hukuman minimum dan maksimum sesuai dengan pasal pidana yang didakwakan. Namun, titik tolak hakim dalam menjatuhkan pidana harus didasarkan kepada ancaman pidana yang disebutkan dalam pasal pidana yang didakwakan dan seberapa besar kesalahan terdakwa dalam perbuatan tindak pidana yang dilakukannya. Hakim
dalam
hal
menjatuhkan
putusan
pemidanaan,
dapat
menentukan salah satu dari macam-macam hukuman yang tercantum dalam Pasal 10 KUHP yaitu salah satu dari hukuman pokok dalam Pasal 10 KUHP yakni:
32
Ibid.
25
Pidana terdiri atas: a. Pidana pokok 1. Pidana mati; 2. Pidana penjara; 3. Pidana kurungan; 4. Pidana denda; 5. Pidana tutupan. b. Pidana tambahan 1. Pencabutan hak-hak tertentu; 2. Perampasan barang-barang tertentu; 3. Pengumuman putusan hakim. Hakim dalam menjatuhkan putusan juga harus melihat status terdakwa dalam tahanan atau tidak, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 193 ayat (2) KUHAP yang menyatakan bahwa: a. Pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan, dapat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 KUHAP terdapat alasan cukup untuk itu. b. Dalam hal terdakwa ditahan, pengadilan dalam menjatuhkan putusannya, dapat menetapkan terdakwa tetap ada dalam tahanan atau membebaskannya, apabila terdapat alasan cukup untuk itu. 2) Putusan yang membebaskan terdakwa Putusan pembebasan atau sering juga disebut putusan bebas diatur dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa: “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas”. Penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang dimaksud dengan “perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan” adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar
26
pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana. Berdasarkan ketentuan Pasal 183 KUHAP, agar cukup membuktikan kesalahan seorang terdakwa, harus dibuktikan dengan sekurang-kurangnya dua alat buti yang sah. Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Berdasarkan dengan Pasal 183 KUHAP diatas, pembentuk undangundang mencantumkan macam-macam alat bukti yang sah sebagaimana tercantum pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan bahwa: Alat bukti yang sah ialah: a. Keterangan saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa; 3) Putusan lepas dari segala tuntutan Putusan lepas dari segala tuntutan diatur dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP yang menyatakan: “Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan képada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”.
27
M. Yahya Harahap,33 berpendapat banwa: “Putusan lepas dari segala tuntutan, terdakwa bukan dibebaskan dari ancaman pidana tetapi dilepaskan dari penuntutan” Terdakwa yang diputus lepas dari segala tuntutan hukum harus segera dibebaskan dari tahanan, sesuai dengan Pasal 191 ayat (3) KUHAP yang menyatakan: “Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), terdakwa yang ada dalam status tahanan diperintahkan untuk dibebaskan seketika itu juga kecuali karena ada alasan lain yang sah terdakwa perlu ditahan”. Terdakwa yang diputus lepas dari segala tuntutan hukum harus segera dibebaskan dari tahanan, kecuali ada alasan lain. perintah untuk membebaskan terdakwa dari tahanan dilakukan oleh jaksa setelah putusan diucapkan dan laporan tertulis mengenai perintah tersebut dilampiri surat penglepasan yang diserahkan kepada Ketua Pengadilan selambat-lambatnya dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam.34 D. Putusan Bebas 1. Pengertian Putusan Bebas Putusan bebas diatur dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang merumuskan bahwa: “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas”. 33
Ibid., hlm. 352.
34
Ibid., hlm. 353-354.
28
M. Yahya Harahap,35 berpendapat mengenai putusan bebas bahwa: “Putusan bebas, berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau dinyatakan bebas dari tuntutan hukum (vrijspraak)”. Vrijspraak adalah salah satu dari beberapa putusan hakim yang berisi pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, manakala perbuatan terdakwa dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.36 Jadi putusan hakim yang mengandung suatu pembebasan terdakwa karena peristiwa-peristika yang disebutkan dalam surat dakwaan, setelah diadakan perubahan atau penambahan selama persidanagan, bila ada sebagian atau seluruh dinyatakan oleh hakim yang memeriksa dan mengadili perkara yang bersangkutan dianggap tidak terbukti.37 Penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang dimaksud dengan “perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan” adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana. Berdasarkan ketentuan Pasal 183 KUHAP, agar cukup membuktikan kesalahan seseorang terdakwa harus dibuktikan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.
35
Ibid., hlm. 347.
36
Djoko Prakoso, Kedudukan Justisiabel dalam KUHAP, Ghalia Indonesi, Jakarta, 1986,
hlm. 270. 37
Ibid.
29
2. Syarat Dijatuhkannya Putusan Bebas Putusan bebas ditinjau dari asas pembuktian Pasal 183 KUHAP merumuskan sebagai berikut:38 “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya” Menurut Martiman Prodjohamidjojo,39 Pasal 183 KUHAP mengandung; 1. Sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah 2. Dasar-dasar alat bukti yang sah itu keyakinan hakim, yakni bahwa : a. Tidak terjadi; b. Terdakwa telah bersalah. Berdasarkan ketentuan Pasal 183 KUHAP, terkandung dua asas mengenai pembuktian yaitu: 1) Asas minimum pembuktian yaitu asas bahwa untuk membuktikan kesalahan terdakwa harus dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah; 2) Asas pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif yang mengajarkan suatu prinsip hukum pembuktian bahwa disamping kesalahan terdakwa cukup terbukti harus pula diikuti keyakinan hakim akan kebenaran kesalahan terdakwa; Ditinjau dari asas pembuktian Pasal 183 KUHAP, pembentuk undangundang telah menentukan macam alat bukti secara limitatif sebagaimana tercantum pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Jadi agar dapat menjadi alat bukti
38 39
Andi Hamzah, Op. Cit., hlm. 254.
Martiman Prodjohamidjojo, Sistem pembuktian dan Alat-Alat bukti, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hlm. 12.
30
yang sempurna yang dapat menjatuhkan suatu hukuman harus ada kesesuaian antara alat bukti dengan alat bukti yang lain sehingga mampu menciptakan keyakinan hakim terhadap kesalahan terdakwa atas tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Penjelasan putusan bebas selain diatur dalam Pasal 191 KUHAP, juga dapat diperluas dengan syarat-syarat putusan pembebasan atau pelepasan dari segala tuntutan hukum yang diatur dalam KUHP. Didalam KUHP, Buku Kesatu Bab III terdapat beberapa pasal yang menghapuskan pemidanaan terhadap seorang terdakwa. Jika pada diri seseorang terdakwa terdapat hal-hal atau keadaan yang ditentukan dalam pasal-pasal KUHP yang bersangkutan, hal-hal atau keadaan itu merupakan alasan yang membebaskan terdakwa dari pemidanaan,40 antara lain: Pasal 44 KUHP, Pasal 45 KUHP, Pasal 48 KUHP, Pasal 49 KUHP dan Pasal 50 KUHP. 3. Akibat Hukum Dijatuhkannya Putusan Bebas Terdakwa yang diputus bebas harus segera dibebaskan dari tahanan sesuai Pasal 191 ayat (3) yang menyatakan bahwa: “Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), terdakwa yang ada dalam status tahanan diperintahkan untuk dibebaskan seketika itu juga kecuali karena ada alasan lain yang sah terdakwa perlu ditahan”. Majelis hakim dalam amar putusannya menyebutkan “memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan”. Hal ini telah sesuai dengan Pasal 191 ayat (3) KUHAP. 40
M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 348-349.
31
Perintah untuk membebaskan terdakwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191 ayat (3) KUHAP segera dilaksanakan oleh Jaksa setelah putusan diucapkan. Laporan tertulis mengenai pelaksanaan perintah tersebut yang dilampiri
surat
pelepasan
disampaikan
kepada
ketua
pengadilan
yang
bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam (Pasal 192 ayat (1) dan (2) KUHAP). Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2001 tentang Pembuatan Ringkasan Putusan Terhadap Perkara Pidana yang Terdakwannya Diputus Bebas atau Dilepas Dari Segala Tuntutan, menyatakan bahwa: “Terhadap perkara pidana yang terdakwanya ditahan dan diputus dengan amar putusan yang menyatakan terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan (vrijspraak) atau dilepas dari segala tuntutan (ontslag van alle rechtsvervolging) dengan perintah agar terdakwa segera dikeluarkan dari tahanan pada saat putusan diucapkan didepan sidang terbuka untuk umum harus sudah ada setidak-tidaknya ringkasan putusan atau setidaktidaknya segera setelah putusan tersebut diucapkan agar segera dibuat ringkasan putusan guna dapat segera dieksekusi oleh Jaksa dalam kedudukannya selaku eksekutor dari putusan Hakim”. Putusan hakim yang menjatuhkan putusan bebas tidak dapat dimintakan upaya hukum biasa, dalam hal ini yaitu upaya hukum banding dan kasasi. Hal ini sesuai dengan Pasal 67 KUHAP dan Pasal 244 KUHAP. Pasal 67 KUHAP: “Terdakwa atau Penuntut Umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hakim dan putusan pengadilan dalam acara cepat”.
32
Pasal 244 KUHAP: “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”. Berdasarkan ketentuan kedua pasal diatas, dapat diketahui bahwa untuk putusan bebas tidak dapat dimintakan upaya hukum banding maupun kasasi sebagai upaya hukum biasa. Djoko prakoso,41 berpendapat: “Mengenai putusan bebas/Vrijspraak tidak dapat diajukan permohonan kasasi, hal ini diatur secara tegas dalam undang-undang (Pasal 244 KUHAP), tetapi pasal ini dapat diterobos dengan Keputusan Menteri Kehakiman RI: M 14-P.W, 07, 03 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang terdapat dalam Pasal 19 yang menyatakan: “Terhadap putusan bebas tidak dapat dimintakan banding tetapi demi situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakan kasasi”. Pendapat diatas sesuai dengan ketentuan Pasal 259 ayat (1) KUHAP yang menyatkan bahwa: “Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung”. Kasasi adalah suatu alat hukum yang merupakan wewenang dari Mahkamah Agung untuk memeriksa kembali putusan-putusan dari pengadilanpengadilan terdahlu, dan ini merupakan peradilan terakhir. Tujuan dari kasasi ialah untuk menciptakan kesatuan peneraan hukum dengan jalan membatalkan 41
Djoko Prakoso, Op. Cit., hlm. 288.
33
putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam penerapan hukum. M. Yahya Harahap berpendapat,42 ada beberapa tujuan utama upaya hukum kasasi yaitu: 1. Koreksi terhadap kesalahan putusan pengadilan bawahan. Salah satu tujuan kasasi adalah memperbaiki dan meluruskan kesalahan penerapan hukum, agar hukum bener-benar diterapkan sebagaimana mestinya serta apakan cara mengadili perkara benar-benar dilakukan menurut ketentuan undang-undang. 2. Menciptakan dan membentuk hukum baru. Selain tindakan koreksi yang dilakukan oleh Mahamah Agung dalam peradilan kasasi, adakalanya tindakan koreksi itu sekaligus menciptakan hukum baru dalam bentuk yurisprudensi. 3. Pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum, tujuan lain dari pemeriksaan kasasi, adalah mewujudkan kesadaran “keseragaman” penerapan hukum atau unified legal frame work dan unified legal opinion. Dengan adanya putusan kasasi yang menciptakan yurisprudensi, akan mengarahkan keseragaman pandangan dan titik tolak penerapan hukum, serta dengan adanya upaya hukum kasasi, dapat terhindar kesewenangan dan penyalahgunaan jabatan oleh para hakim yang tergoda dalam memanfaatkan kebebasan kedudukan yang dimilikinya. Kasasi demi kepentingan hukum adalah upaya hukum luar biasa. 43 Hal ini dikarenakan kasasi demi kepentingan hukum diajukan terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan hanya terbatas pada putusan Pengadilan Negeri dan Putusan Pengadilan Tinggi. M. Yahya Harahap,44 berpendapat bahwa: Pada hakikatnya kasasi demi kepentingan hukum tidak berbeda tujuannya dengan permohonan kasasi biasa, sama-sama bertujuan untuk memperbaiki kesalahan penerapan hukum, keteledoran cara pelaksanaan peradilan menurut ketentuan undang-undang, serta mencegah terjadinya tindakan pengadilan yang melampaui batas wewenangnya. Bertitik tolak 42 43 44
M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 539-542. Ibid., hlm. 608. Ibid., hlm. 612-613.
34
dari tujuan koreksi ini, alasan kasasi demi kepentingan hukum pun sama dan sejajar dengan kasasi biasa seperti yang telah dirinci dalam Pasal 252 ayat (1). Akan tetapi, kalau bertitik tolak dari perkataan demi kepentingan hukum, berarti tidak hanya terbatas kepada kesalahan yang disebut Pasal 253 ayat (1). Bahkan meliputi segala segi yang menyangkut kepentingan hukum. Baik yang menyangkut pemidanaan, barang bukti, biaya perkara, penilaian pembuktian, dan sebagainya. Penjabat yang berwenang mengajukan kasasi demi kepentingan hukum diatur dalam Pasal 259 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa: “Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetep dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung” Berdasarkan ketentuan Pasal 259 ayat (2) KUHAP, putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan terdakwa. Selain itu kasasi demi kepentingan hukum hanya dapat diajukan satu kali saja. E. Tindak Pidana Penipuan Kejahatan Penipuan atau Bedrog itu diatur di dalam Buku ke II Bab ke XXV Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dari Pasal 378 sampai dengan Pasal 395.45 Titel XXV Buku II KUHP berjudul “Bedrog” yang berarti penipuan dalam arti luas, sedangkan pasal pertama dari title itu, yaitu Pasal 378 KUHP, mengenai tindak pidana oplichting yang berarti juga penipuan tetapi dalam arti sempit,
45
P. A. F. Lamintang dan C. Djisman Samosir, Delik Delik Khusus, Kejahatan Yang Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain Lain Hak Yang Timbul dari Hak Milik, Trasito, Bandung, 1990, hlm. 174.
35
sedangkan pasal-pasal lain dari titel tersebut memuat tindak pidana lain yang bersifat penipuan dalam arti luas.46 Menurut M. Sudradjat Bassar,47 penipuan adalah suatu bentuk dari berkicau. Sifat umum dari perbuatan berkicau itu adalah bahwa orang dibuat keliru dan oleh karena itu ia rela menyerahkan barangnya atau uangnya. Kejahatan penipuan ini di dalam bentuknya yang pokok diatur di dalam Pasal 378 KUHP sebagai berikut : “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat (hoedanigheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”. Dari rumusan undang-undang Pasal 378 KUHP tersebut di peroleh sejumlah unsur-unsur yang dapat kita bagi menjadi :48 1) Unsur-unsur Subjektif pada Pasal 378 KUHP tersebut, yaitu : a. Dengan maksud atau met het oogmerk ; b. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau om zich of een ander wederrechtelijk te beroordelen ; c. Secara melawan hukum atau wederechtelijk ; 2) Unsur-unsur Objektif pada Pasal 378 KUHP tersebut, yaitu; a. Menggerakkan atau bewegen ; b. Orang lain atau iemand ; c. Untuk menyerahkan suatu benda atau tot de afgifte van eenig goed;
46
Wiryono Prodjodikoro, Tindak Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT Rafika Aditama, Bandung, 2003,hlm. 36. 47
M. Sudradjat Bassar, Tindak Tindak Pidana Tertentu di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Remadja Karya, 1984, hlm. 80. 48
P. A. F. Lamintang dan C. Djisman Samosir. Op. Cit. hlm. 174.
36
d. Untuk mengadakan perjanjian hutang atau tot het aangaan von eene schuld ; e. Untuk meniadakan suatu piutang atau het tenietdoen van eene inschuld. Tindak pidana penggelapan atau verduistering diatur dalam Pasal 372 KUHP dari title XXIV Buku II KUHP yang merumuskan bahwa: “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri (zich toeeigenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam, karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah”. Dari rumusan Pasal 372 KUHP tersebut kita peroleh sejumlah unsurunsur yang dapat di bagi menjadi. 1) Dengan sengaja dan melawan hukum; 2) Memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain; 3) Yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan; Unsur pokok dari penggelapan yang membedakan dari tindak pidana lainnya mengenai kekayaan orang adalah unsur ke-3 yaitu barang harus ada di bawah kekuasaan si pelaku dengan cara lain daripada dengan melakukan kejahatan. Dasar pokok dari tindak pidana penggelapan ialah bahwa si pelaku mengecewakan kepercayaan yang diberikan atau dapat dianggap diberikan kepadanya oleh pemilik barang.49
49
M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Remadja CV Bandung, Bandung, 1986, hlm. 78.
37
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan Metode yang digunakan dalam penelitian ini yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan kasus (Case Approach). Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) digunakan karena yang akan diteliti adalah aturan hukum yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pendekatan kasus (Case Approach) digunakan karena yang akan diteliti adalah kasus yang telah diputus oleh hakim Pengadilan Negeri Brebes. 50 B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisa. Sebagai ilmu yang bersifat deskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum.51. Analitis karena kemudian akan dilakukan analisa terhadap berbagai aspek yang diteliti dengan asas hukum, kaidah hukum dan berbagai pengertian hukum yang berkaitan dengan penelitian ini. C. Sumber Data Peneliti dalam penelitian ini, akan mengumpulkan data sekunder untuk mendapatkan hasil yang objektif dari penelitian. 50
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu media Publishing, Malang, 2011, hlm. 295 – 321. 51
22.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Media Group, Jakarta, 2011, hlm.
38
Dari data sekunder tersebut dibagi menjadi: a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan yaitu: 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), 2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). b. Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hokum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian. c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.52 D. Metode Pengumpulan Data Penulis melakukan pengumpulan data sekunder dari studi pustaka dan studi dokumen. Studi pustaka ini akan menggali berbagai kemungkinan jawaban permasalahan dalam penelitian ini. Studi dokumen suatu cara pengumpulan bahan dengan
menelaah
terhadap
dokumen-dokumen
pemerintah
maupun
nonpemerintah berupa Surat Keputusan, Mess Media, Internet, Instruksi, Aturan suatu instansi, Publikasi, Arsip-arsip ilmiah, putusan Pengadilan dan sebagainya.53
52
Johnny Ibrahim, op.cit, hlm. 295-296.
53
Ibid, hlm. 296.
39
E. Metode Penyajian Data Peneliti setelah memperoleh bahan hukum (primer, sekunder, tersier) akan dilakukan klasifikasi dan inventarisasi terhadap data tersebut. Nantinya data yang diperoleh akan disusun secara sistematis dan logis. Antara data yang satu dengan yang lain memiliki hubungan yang dapat menjawab permasalahan hukum yang ada pada penelitian ini. F. Metode Analisa Data Data yang diperoleh dalam studi kepustakaan, aturan perundangundangan, dan artikel dimaksud penulis uraikan dan hubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Bahwa analisa terhadap bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.54
54
Ibid, hlm. 393.
40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1.
Duduk Perkara Permasalahan diawali adanya masalah antara pemilik tanah yang disewa
PT. Basmal dengan PT. Basmal yang kemudian timbul gugatan perdata kepada Pengadilan Negeri Brebes yang kemudian dimenangkan oleh sebagian para pemilik tanah sampai tingkat Mahkamah Agung, untuk menyelesaikan masalah tersebut dibentuk adanya forum pemilik tanah bekas obyek sengketa perdata No.3/Pdt.G/2000/PN.Brebes yang fungsinya untuk mengkoordinir pelaksanaan kegiatan-kegiatan. Pengurus dan anggota-anggotanya adalah petani atau para pemilik tanah-tanah sengketa tersebut, selama masa transisi ternyata tanah yang akan dieksekusi telah dikuasai atau digarap oleh pihak lain yang bukan masuk dalam pihak penggugat yang dimenangakan, begitu juga tanah sawah yang dikuasai saksi ST dan saksi KS masuk dalam objek perkara atau yang di eksekusi. Peran dari terdakwa dalam hal ini sebagai kuasa menjual tanah-tanah sawah setelah dieksekusi, termasuk kuasa menjual tanah dari ahli waris J (T-6a) dan kuasa menjual tanah dari N (T-6b) serta kuasa menjual tanah dari H.M (T-6c), untuk menyelesaikan antara pemilik tanah yang dieksekusi dengan pihak penggarap maka terdakwa menyarankan agar penjualan tanah eksekusi tersebut ditawarkan terlebih dahulu kepada para penggarap yang menggarap tanah tereksekusi tersebut.
41
Terdakwa dengan perantaraan saksi EY dan s aksi SW menjual tanah kepada pembeli saksi ST dan saksi KS dengan membayar panjar harga tanah kepada terdakwa dengan letaknya belum jelas keberadaannya. Kemudian tanpa alasan yang jelas saksi ST dan saksi KS tidak melanjutkan transaksi jual beli tersebut dan tidak juga meminta pengembalian uang panjar harga tanah tersebut selaku calon pembeli dan kemudian saksi R tidak dapat menikmati tanah yang dibelinya karena telah diserobot oleh orang lain yaitu saudara S. 2.
Dakwaan Penuntut Umum Penuntut umum dalam persidangan ini mengajukan terdakwa dengan
dakwaan alternatif, yaitu sebagai berikut: Kesatu Terdakwa MRQ dengan temannya EY dan SW (berkas terpisah), pada hari Rabu tanggal 13 Januari 2010, pada hari lupa tanggal 15 Januari 2010 dan pada hari Sabtu tanggal 16 Januari 2010 atau setidak-tidaknya waktu lain dalam bulan Januari 2010 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2010, bertempat di desa Kaliwlingi Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes atau setidaktidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Brebes, dengan maksud hendak menguntungkan dirinya atau orang lain dengan melawan hukum, baik dengan memakai nama palsu atau peri keadaan yang palsu, baik dengan tipu muslihat, maupun dengan rangkaian kebohongan, membujuk orang supaya memberikan suatu barang atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh
42
melakukan atau yang turut melakukan perbuatan itu, yang terdakwa dilakukan dengan cara sebagai berikut : Hari Rabu tanggal 13 Januari 2010 sekira pukul 10.00 WIB, teman terdakwa EY dengan SW datang kerumah ST di desa Kaliwlingi RT/RW 04/04 Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes menawarkan tanah sawah kepada ST tanah sawah seluas setengan bau dengan harga murah sebesar Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) dan menyuruh ST untuk membeli namun tidak menyebutkan tanah milik siapa dan dimana tempatnya akan tetapi ST mengatakan tidak punya uang kemudian EY mengatakan kepada ST ada berapa dulu untuk uang muka pembelian tanah sawah dengan kata-kata tersebut ST menyerahkan uang sebesar Rp 2.000.000,-(dua juta rupiah) kepada EY lalu selang beberapa hari ST minta bukti penyerahan uang muka pembelian tanah kepada EY dan diberi tanda terima berupa kwintasi tertanggal 13 Januari 2010 dan tertera atas nama yang menerima uang adalah MRQ. Hari Selasa tanggal 19 Januari 2010 sekira pukul 10.00 WIB, teman terdakwa EY dengan SW datang lagi kerumah ST meminta tambahan uang muka pembelian tanah sawah sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan selang berepa hari diberi tanda terima berupa kwintasi tertanggal 13 Januari 2013 tertera nama EY. Setelah ST menyerahakan uang muka pembelian tanah sawah kepada EY sebesar Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) ternyata tanah sawah yang ditawarkan tidak tahu keberadaannya tanah tersebut sehingga ST menemui EY meminta agar uang kembali namun dijawab oleh EY agar ST pergi menemui MRQ dirumahnya kalau sudah tidak percaya sama saya (EY).
43
Hari Jumat tanggal 15 Januari 2010 sekitar pukul 10.00 WIB, teman terdakwa EY dengan SW datang kerumah KS di desa Kaliwlingi RT/RW 03/03 Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes menawarkan tanah sawah seluas setengan bau dengan harga murah sebesar Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) dan menyuruh KS untuk membeli namun tidak menyebutkan tanah milik siapa dan dimana tempatnya akan tetapi KS tidak mau membeli karena tidak punya uang kemudian EY mengatakan kepada KS kalau belum punya uang bayar uang muka berapa dulu tidak apa-apa sehingga KS mau membeli tanah tersebut. Hari sabtu tanggal 16 januari 2010 sekira pukul 11.00 WIB EY dengan SW datang lagi kerumah KS meminta uang muka pembelian tanah lalu KS menyerahkan uang sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) diterima oleh SW dan uang tersebut dihitung setelah lengkap uang berjumlah Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) di serahkan kepada EY kemudian selang satu hari SW datang kerumah KS memberikan selembar kwitansi sebagai tanda terima tertanggal 16 Januari 2010 dan dalam kwintasi tertera yang menerima uang tersebut MRQ. Hari Senin tanggal 18 Pebruari 2010 sekira pukul 10.00 WIB SW datang lagi kerumah KS mengatakan disuruh oleh EY untuk meminta tambahan uang muka pembelian tanah sawah lalu KS memberikan uang muka tambahan pembelian tanah sawah sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) kepada SW dan selang dua hari SW datang kerumah KS memberikan selembar kwitansi tertanggal 18 Pebruari 2010 tertera yang menerima uang dalam kwitansi EY sebagai tanda terima uang muka pembelian tanah. Setelah KS menyerahkan uang muka pembelian tanah sebesar Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) tidak dijelaskan
44
tanah milik siapa dan dimana tempatnya karena akan menayakan EY tidak berani sehinga KS pergi menemui MRQ sesuai nama yang tertera di kwitansi dan ketika KS bertemu dengan MRQ menanyakan apakah uang saya sebesar Rp 5.000.000,(lima juta rupiah) sebagai uang muka pembelian tanah sudah diterima atau belum dan dijawab oleh MRQ sudah diterima nanti yang bertanggung jawab saya (terdakwa) setelah ada jawaban lalu KS pulang. Tanggal 15 Januari 2010 sekitar pukul 17.00 WIB dirumah Rumah R desa kaliwlingi RT/RW 02/02 Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes terdakwa dengan temannya EY datang menawarkan tanah sawah seluas 1 (satu) bahu milik H.M dengan harga Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dan saat itu juga terdakwa
menunjukan tanah tersebut kemudian R memberikan uang muka
pembayaran tanah kepada terdakwa sebesar Rp 27.500.000,- (dua puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dengan bukti pembayaran uang muka berupa kwitansi masing-masing tertanggal 15, 27 Januari 2010 dan 13 Maret 2010 yang ditanda tangani oleh terdakwa dan EY. Setelah R membayar uang muka pembelian tanah milik H.M dan mau menggarap tanah sawah ternyata tanah sawah tersebut sudah dujual oleh Pemiliknya kepada orang lain sehingga R merasa dibohongi lalu R meminta uang kembali kepada terdakwa namun terdakwa hanya berjanji-janji saja akan mengusahakan tanah sawah sebagai penggantinya tetapi sampai sekarang tidak ada kepastiannya. Perbuatan terdakwa dengan temannya EY dan SW meraka KS, ST dan R merasa keberatan karena tidak ada kenyataan dan uangnya tidak kembali dan melaporkan/mengadu perbuatan terdakwa dengan temannya EY dan SW ke Polres
45
Brebes untuk diproses sesuai hukum yang berlaku. Namun terdakwa pada tanggal 12 Nopember 2012 memberikan uang sebesar Rp 25.000.000,- (dua lima juta rupiah) kepada R serta membawa surat pernyataan lalu R disuruh untuk membaca serta menanda tangani surat pernyataan tersebut akan tetapi masih sisa uang milik R pada terdakwa sebesar Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) belum dikembalikan namun terdakwa bertanggung jawab. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 (1) ke 1 KUHP; Atau; Kedua Terdakwa MRQ dengan temannya EY dan SW (berkas terpisah), pada hari Rabu tanggal 13 Januari 2010, pada hari lupa tanggal 15 Januari 2010 dan pada hari Sabtu tanggal 16 Januari 2010 atau setidak-tidaknya waktu lain dalam bulan Januari 2010 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2010, bertempat di desa Kaliwlingi Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes atau setidaktidaknya pada suatu tempat
yang
masih
termasuk
dalam
daerah
hukum
Pengadilan Negeri Brebes, dengan maksud hendak menguntungkan dirinya atau orang lain dengan melawan hukum, baik dengan memakai nama paliasu atau peri keadaan yang paliasu, baik dengan tipu muslihat, maupun dengan rangkaian kebohongan, membujuk orang supaya memberikan suatu barang atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau yang turut melakukan perbuatan itu, yang terdakwa dilakukan dengan cara sebagai berikut :
46
Hari Rabu tanggal 13 Januari 2010 sekira pukul 10.00 WIB, teman terdakwa EY dengan SW datang kerumah ST di desa Kaliwlingi RT/RW 04/04 Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes menawarkan tanah sawah kepada ST tanah sawah seluas setengan bau dengan harga murah sebesar Rp 30.000, 000,- (tiga puluh juta rupiah) dan menyuruh ST untuk membeli namun tidak menyebutkan tanah milik siapa dan dimana tempatnya akan tetapi ST mengatakan tidak punya uang kemudian EY mengatakan kepada ST ada berapa dulu untuk uang muka pembelian tanah sawah dengan kata-kata tersebut ST menyerahkan uang sebesar Rp 2.000.000,-(dua juta rupiah) kepada EY lalu selang beberapa hari ST minta bukti penyerahan uang muka pembelian tanah kepada EY dan beri tanda terima berupa kwintasi tertanggal 13 Januari 2010 dan tertera atas nama yang menerima uang adalah MRQ. Hari Selasa tanggal 19 Januari 2010 sekira pukul 10.00 WIB, teman terdakwa EY dengan SW datang lagi kerumah ST meminta tambahan uang muka pembelian tanah sawah sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan selang berepa hari diberi tanda terima berupa kwintasi tertanggal 13 Januari 2013 tertera nama EY. Setelah ST menyerahakan uang muka pembelian tanah sawah kepada EY sebesar Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) ternyata tanah sawah yang ditawarkan tidak tahu keberadaannya tanah tersebut sehingga ST menemui EY meminta agar uang kembali namun dijawab oleh EY agar ST pergi menemui MRQ dirumahnya kalau sudah tidak percaya sama saya (EY). Hari Jumat tanggal 15 Januari 2010 sekitar pukul 10.00 WIB, teman terdakwa EY dengan SW datang kerumah KS di desa Kaliwlingi RT/RW 03/03
47
Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes menawarkan tanah sawah seluas setengan bau dengan harga murah sebesar Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) dan menyuruh KS untuk membeli namun tidak menyebutkan tanah milik siapa dan dimana tempatnya akan tetapi KS tidak mau membeli karena tidak punya uang kemudian EY mengatakan kepada KS kalau belum punya uang bayar uang muka berapa dulu tidak apa-apa sehingga KS mau membeli tanah tersebut. Hari sabtu tanggal 16 januari 2010 sekira pukul 11.00 WIB EY dengan SW datang lagi kerumah KS meminta uang muka pembelian tanah lalu KS menyerahkan uang sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) diterima oleh SW dan uang tersebut dihitung setelah lengkap uang berjumlah Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) di serahkan kepada EY kemudian selang satu hari SW datang kerumah KS memberikan selembar kwitansi sebagai tanda terima tertanggal 16 Januari 2010 dan dalam kwintasi tertera yang menerima uang tersebut MRQ. Hari Senin tanggal 18 Pebruari 2010 sekira pukul 10.00 WIB SW datang lagi kerumah KS mengatakan disuruh oleh EY untuk meminta tambahan uang muka pembelian tanah sawah lalu KS memberikan uang muka tambahan pembelian tanah sawah sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) kepada SW dan selang dua hari SW datang kerumah KS memberikan selembar kwitansi tertanggal 18 Pebruari 2010 tertera yang menerima uang dalam kwitansi EY sebagai tanda terima uang muka pembelian tanah. Setelah KS menyerahkan uang muka pembelian tanah sebesar Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) tidak dijelaskan tanah milik siapa dan dimana tempatnya karena akan menayakan EY tidak berani sehinga KS pergi menemui MRQ sesuai nama yang tertera di kwitansi dan ketika
48
KS bertemu dengan MRQ menanyakan apakah uang saya sebesar Rp 5.000.000,(lima juta rupiah) sebagai uang muka pembelian tanah sudah diterima atau belum dan dijawab oleh MRQ sudah diterima nanti yang bertanggung jawab saya (terdakwa) setelah ada jawaban lalu KS pulang. Tanggal 15 Januari 2010 sekitar pukul 17.00 WIB dirumah Rumah R desa kaliwlingi RT/RW 02/02 Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes terdakwa dengan temannya EY datang menawarkan tanah sawah seluas 1 (satu) bahu milik H.M dengan harga Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dan saat itu juga terdakwa
menunjukan tanah tersebut kemudian R memberikan uang muka
pembayaran tanah kepada terdakwa sebesar Rp 27.500.000,- (dua puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dengan bukti pembayaran uang muka berupa kwitansi masing-masing tertanggal 15, 27 Januari 2010 dan 13 Maret 2010 yang ditanda tangani oleh terdakwa dan EY. Setelah R membayar uang muka pembelian tanah milik H.M dan mau menggarap tanah sawah ternyata tanah sawah tersebut sudah dujual oleh Pemiliknya kepada orang lain sehingga R merasa dibohongi lalu R meminta uang kembali kepada terdakwa namun terdakwa hanya berjanji-janji saja akan mengusahakan tanah sawah sebagai penggantinya tetapi sampai sekarang tidak ada kepastiannya. Perbuatan terdakwa dengan temannya EY dan SW meraka KS, ST dan R merasa keberatan karena tidak ada kenyataan dan uangnya tidak kembali dan melaporkan/mengadu perbuatan terdakwa dengan temannya EY dan SW ke Polres Brebes untuk diproses sesuai hukum yang berlaku. Namun terdakwa pada tanggal 12 Nopember 2012 memberikan uang sebesar Rp 25.000.000,- (dua lima juta
49
rupiah) kepada R serta membawa surat pernyataan lalu R disuruh untuk membaca serta menanda tangani surat pernyataan tersebut akan tetapi masih sisa uang milik R pada terdakwa sebesar Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) belum dikembalikan namun terdakwa bertanggung jawab. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 (1) ke 1 KUHP. 3.
Pembuktian di Persidangan Proses pembuktian di persidangan telah di dengarkan keterangan berupa:
a.
Keterangan Saksi-Saksi
1. Saksi ST Saksi pada pokoknya menerangkan bahwa pada hari Rabu tanggal 13 Januari 2010 sekirat pukul 10.00 WIB saksi sendiri membeli tanah sawah kepada saudara EY dan saudara SW. Saudara EY pada waktu itu sebagai Kepala Desa Kaliwlingi dan harga tanah sawah tersebut Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) tetapi Saudara EY dan saudara SW meminta uang untuk pembayaran uang panjar/uang muka pembelian tanah sawah kepada saksi, lalu saksi memberikan panjar/uang muka sebanyak dua kali dan jumlahnya yang pertama Rp 2.000.000,(dua juta rupiah) yang kedua Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) yang di saksikan oleh anak saksi yang bernama RT dan cucu-cucu saksi yang masih kecil. Pada waktu pembayaran panjar/uang muka yang pertama sebesar Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah) ada kwitansinya dilakukan di rumah saksi dan yang kedua sebesar Rp1.000.000 (satu juta rupiah) tidak ada kwitansinya tetapi setelah satu minggu
50
ada kwitansinya dilakukan di rumah saksi juga dan saksi
tidak mengetahui
uangnya diserahkan kepada MRQ atau tidak. Saksi tidak mengetahui siapa pemilik dan ada di mana sawah tersebut. Saudara EY dan saudara SW tidak mengatakan/tidak memberitahukan letak tanah sawah tersebut berada di mana, mereka mengatakan akan menunjukan letak tanah sawah tersebut apabila pembayarannya sudah lunas. Saksi belum bayar lunas pembelian tanah sawah tersebut, setelah itu saudara EY dan saudara SW tidak datang lagi ke rumah saksi. Saksi pada waktu jual beli tanah sawah tersebut saksi pernah bertemu dengan saudara MRQ (terdakwa) dan saksi tidak mengetahui tanah sawah tersebut milik saudara MRQ atau bukan, karena saksi tidak bisa baca tulis sehinga saksi tidak mengerti tetapi menurut anak saksi yang tanda tangan di kwitansi tersebut MRQ (terdakwa). Saudara EY dan saudara SW pernah mengajukan upaya perdamaian dengan surat pernyataan, saksi mengetahui ada surat pernyataan tersebut setelah Saksi membayar uang panjar/uang muka sebesar Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) dan saksi membeli tanah sawah Ibu N bersama-sama dengan orang-orang banyak. Saksi tidak mengerti apa maksudnya kumpul orang banyak di Kantor Desa untuk cap jempol, dan Saksi
mempunyai
garapan
tanah
di
Kaliwlingi dan luasnya ½ (setengah) bahu berupa tanah sawah dan
Desa Saksi
menggarap tanah sawah tersebut sejak 25 (dua puluh lima) tahun yang lalu, asal tanah sawah tersebut warisan dari orang tua suami Saksi namanya D yang dahulu
51
didapatnya dari membeli. Saksi kenal dengan saudari N yang mempunyai tanah sawah terletak dekat dengan tanah sawah yang Saksi garap dan Ibu N dengan suami Saksi masih ada hubungan saudara. Saksi tidak mengetahui tanah sawah yang sudah Saksi garap tersebut yang ditawarkan oleh saudara EY, dan tanah yang Saksi garap tersebut hasil membeli sendiri sebelumnya. Saksi tidak mengetahui tanah sawah yang sudah lama garap tersebut adalah tanah yang tereksekusi. 2. Saksi KS Saksi pada pokoknya menerangkan bahwa pada tanggal 16 Januari 2010 sekirat pukul 10.00 WIB atau jam 11.00 WIB saksi sendiri membeli tanah sawah yang di jual oleh saudara EY dan saudara SW di Desa Kaliwlingi seharga Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) seluas ½ bahu. Pada waktu membeli saksi tidak melakukan penawaran terhadap harga tanah tersebut karena menurut saksi harganya sudah murah biasanya
harga
pasaran
sampai
dengan
Rp
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) untuk ½ bau dan saksi langsung setuju. Saksi tidak langsung membayar karena saksi tidak mempunyai uang dan setelah satu hari saudara EY dan saudara SW datang lagi menyuruh saksi untuk membayar uang muka pertama sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan setelah dua hari saudara EY dan saudara SW datang lagi menyuruh saksi untuk membayar uang muka kedua sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah ). Saksi tidak langsung diberikan kwitansi tetapi pada waktu itu setelah satu hari sejak saksi membayar uang muka pertama saudara SW mengantarkan satu lembar kwitansi begitu pula sejak saksi membayar uang muka yang kedua setelah satu
52
hari saudara SW datang sambil membawa satu lembar kwitansi. Pada kwitansi pertama yang tanda tangan adalah MRQ dan yang kedua EY, saksi tidak mengetahui kwitansi tersebut ada atas nama saudara W. Saksi tidak
pernah
mendatangi saudara EY dan saudara SW, lalu setelah dua bulan sejak pembayaran
uang
muka
itu
saksi
datang
ke rumahnya MRQ di Desa
Jatibarang lalu saksi bertemu dan menanyakan tentang pembayaran uang muka itu dan MRQ menyatakan tanggung jawab. Saksi tidak pernah menggarap tanah sawah atas nama saudara W dan saudara WJ dan saksi tidak mengetahui yang namanya saudara WJ. Saudara EY dan saudara SW tidak pernah menjelaskan tanah sawah tersebut di Desa Kaliwlingi yang letaknya sebelah mana dan saksi tidak mengetahui keberadaan PT. Basmal. MRQ sering ke Desa Kaliwlingi tetapi saksi tidak mengetahui dia sebagai apa dan Saksi tidak pernah datang ke Kantor Desa Kaliwlingi karena ada masalah pemasangan patok-patok. Saksi sebelumnya mempunyai tanah sawah luasnya ¼ (seperempat) bahu dan tanah sawah tersebut tidak masuk dalam sengketa dengan PT. Basmal. Saksi membeli tanah sawah tersebut dari Ibu K tetapi belum dapat surat-surat jual beli. Kerena masih ada pada Ibu K, saksi tidak mengetahui tanah sawah yang dibeli dari Ibu K tersebut ada masalah atau tidak dan Saksi sudah membuat surat tanah sawah tersebut tetapi belum jadi. Pada waktu itu Saksi membeli tanah sawah tersebut seharga Rp 13.000.000,- (tiga belas juta rupiah). Saksi tidak mengetahui tanah tersebut atas nama pemiliknya J.
53
Saksi merasa dibodohi karena saudara EY tidak menjelaskan kepada Saksi bahwa tanah sawah yang dijual kepada Saksi adalah tanah sawah yang sudah dikuasai oleh Saksi sendiri dan MRQ (terdakwa) juga tidak menunjukan tanah sawah tersebut dimana. Pada waktu itu saksi percaya dengan saudara EY yang menawarkan tanah sawah tersebut karena dia punya jabatan Kepala Desa sehingga tidak mungkin membohongi Saksi. 3. Saksi WS Hubungan saksi dengan saudara KS adalah besanan. Saksi pada pokoknya menerangkan bahwa pada tanggal 16 Januari 2010 di rumahnya saudara KS, saudara KS membeli tanah sawah di Desa Kaliwlingi yang ditawarkan oleh saudara EY dan saudara SW. Saksi pada waktu itu datang lebih dahulu dari pada saudara EY dan saudara SW. Saksi mengetahui masalah tersebut setelah saudara EY dan saudara SW alias SW pulang lalu saudara KS
menceritakan
apa yang
dibicarakanya dengan saudara EY dan saudara SW. Saudara KS menceritakan kepada
Saksi
dia
telah membeli tanah sawah dengan memberikan uang
panjar/uang muka yang totalnya Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) tetapi tanah sawahnya tidak mengetahui di mana letaknya. Saudara KS menceritakan kepada saksi pertama bayar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan kedua Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah). Saksi tidak mengetahui penyerahan uang oleh saudara KS tetapi saksi hanya mengetahuinya dari cerita saudara KS. Pada waktu itu saudara KS tidak mengatakan dia telah membeli sawah miliknya siapa. Pada waktu saudara SW datang lagi ke rumah saudara KS Saksi melihat/mengetahui
54
tetapi saudara SW sendiri tidak mengetahuinya. Mengenai hubungan saudara KS dengan MRQ (terdakwa) saksi tidak mengetahuinya. Saksi pernah datang sendirian dan itu karena dipanggil oleh MRQ (terdakwa) yang maksudnya bercerita masalah tanah. Saudara KS pernah menggarap tanah sawah seluas ¼ bahu. Pada tanggal 18 Januari 2010 saudara KS memperlihatkan dua lembar kwitansi dan ada nama MRQ dan EY. Saksi memang pernah pergi ke MRQ bukan untuk masalah saudara KS melainkan untuk masalah tanah sawah saksi sendiri. 4. Saksi KD Saksi kenal saudara KS sebagai teman dan rumah saksi tidak begitu jauh dari rumahnya saudara KS. Saksi mengetahui saudara KS telah membeli tanah sawah dan memperlihatkan dua lembar kwitansi, satu kwitansi ada materainya dan yang satu tidak ada materainya. Saksi mengetahuinya berdasarkan cerita dari saudara KS, menurut cerita saudara KS dia membeli tanah sawah dari saudara EY di Desa Kaliwlingi, dan setahu saksi saudara KS membelinya belum lunas. Saksi tidak mengetahui penyerahan uangnya dan Saksi hanya mendengar cerita dari saudara KS saja penyerahan yang pertama Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan yang kedua Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah). 5. Saksi KS Saksi kenal saudara KS sebagai teman dan jarak rumah saksi tidak begitu jauh dari rumahnya saudara KS kurang lebih setangah kilo meter. Hubungan saksi dengan saudari ST masih ada kaitan saudara. Setahu saksi yang merugikan saudari ST adalah saudara EY dan saudara SW. Pada waktu itu hari Rabu tanggal 13
55
Januari 2010 pukul 10.00 WIB, saksi sedang main ke rumahnya Bapak D dan pada waktu itu ada Bu ST, lalu ibu ST menunjukan 2 lembar kwitansi. Menurut cerita dari Ibu ST dua lembar kwitansi tersebut adalah dari hasil jual beli tanah sawah dan yang satu tertulis Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah) yang di tandatangan MRQ (terdakwa). Pada waktu itu saksi menanyakan tanah sawah yang di mana Ibu ST, lalu ibu ST menjawab tidak mengetahui tanah sawah yang di mana tetapi ada tanahnya. Enam hari kemudian sekira pukul 19.30 WIB Ibu ST datang ke rumah saksi dan Ibu ST mengatakan telah meminta kwitansi lagi dan yang tanda tangan MRQ senilai Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah). Saksi tidak mengetahui apakah tanah sawah tersebut miliknya MRQ apa bukan. Setahu saksi letak tanah sawah milik Ibu ST tersebut di Desa Kaliwlingi. Saksi pernah menanyakan mengapa yang tanda tangan MRQ
dan
dijawab oleh Ibu ST karena MRQ sebagai forumnya, saksi kenal MRQ karena sering ke Desa Kaliwlingi main ke saudara EY dan saudara SW, tetapi saksi tidak mengetahui MRQ di Desa Kaliwlingi sebagai apa. 6. Saksi KK Saksi mengenal Ibu N dan hubungannya dengan Saksi adalah Ibu N mertua saksi. Setahu saksi tanah sawah Ibu N ada di persil 43 dan luasnya 7000 M²/setengah bahu. Setahu saksi batas-batas tanah sawah Ibu N tersebut yaitu sebelah barat milik Bapak SD, sebelah timur milik Ibu ST, sebelah selatan milik saudara SP dan sebelah utara milik saudara SN. Selama ini tanah sawah milik Ibu N tersebut tidak ada masalah dan yang menggarap tanah sawah Ibu N tersebut dari tahun 1999 sampai sekarang hanya Saksi sendiri dengan sistem bagi hasil.
56
Setahu Saksi asalnya tanah sawah Ibu N tersebut adalah dari orang tuanya Ibu N sendiri. Setahu Saksi sebelum tahun 1999 yang menggarap Ibu N sendiri dan setahu Saksi Ibu N tidak pernah menjual tanah sawahnya. Ibu N tidak pernah menerima uang dari orang lain. Saksi tidak mengetahui saudara EY dan saudara SW pernah menjual tanah Ibu N tersebut dan saksi tidak mengetahui MRQ (terdakwa) pernah menjual tanah Ibu N tersebut. Saksi kenal dengan saudara KS dan saksi tidak pernah mendengar saudara KS juga membeli tanah sawah kepada saudara EY dan saudara SW. Setahu Saksi saudari ST mempunyai tanah sawah tersebut kepunyaan sendiri bukan hasil membeli dari Ibu N. Saksi kenal dengan saudara R dan Saksi tidak mengetahui saudara R mempunyai tanah sawah atau tidak. Saksi
tidak
mengetahui tanah sawah milik Ibu ST tersebut hasil
membeli dari siapa dan setahu Saksi Ibu ST menggarap tanah tersebut sebelum tahun 1999. Saksi tidak mengetahui Ibu ST membeli tanah sawah kepada saudara EY dan saudara SW dan setahu Saksi anak Ibu N tidak hanya istri Saksi ada yang lain sudah kebagian sawah semua dan kebetulan Saksi yang kebagian di dekat tanah sawah yang digarap oleh Ibu ST. Saksi mengetahui ada PT. Basmal dan Saksi mengetahui ada budidaya di area tanah sawah sekitar itu. Setahu Saksi tanah sawah Ibu N tidak di sewa oleh PT. Basmal dan saksi tidak mengetahui tanah sawah tersebut. 7. Saksi R Saksi pada pokoknya menerangkan bahwa bulan Januari 2010 saksi membeli tanah sawah yang di jual oleh saudara EY dan saudara SW atas perintah
57
MRQ (terdakwa) atas nama pemilik H.M di Desa Kaliwlingi seharga Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah)/Rp 70.000.000,-(tujuh puluh juta rupiah) seluas 7000 M²/½ bahu. Pada waktu itu Saksi sudah menyerahkan uang panjar/uang muka sebesar Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) kepada saudara EY, lalu Saksi menerima kwitansi dan yang tanda tangan saudara EY. Pada tanggal 27 Januari 2010 Saksi membayar sebesar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) kepada MRQ di rumahnya dan MRQ membuatkan kwitansinya. Pada tanggal 13 Maret 2010 Saksi membayar lagi sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) kepada MRQ dan MRQ membuatkan lagi kwitansinya. Sampai dengan membayar panjar/uang muka tanah tersebut yang ke tiga kalinya Saksi belum mendapatkan tanah sawah tersebut. Saksi
mengetahui
tanah
sawah
tersebut ternyata sudah ada yang menggarap yaitu saudara S. Setelah beberapa taun Saksi tidak bisa menggarap, Saksi meminta kepada MRQ untuk mengembalikan tetapi akte tanah sawah tersebut sudah jadi. Saksi MRQ menggantikan tanah sawah yang lain kepada Saksi berupa tanah tambak seluas dua petak/ satu hektare pada tahun 2011, maksud MRQ menggantikan tanah tambak tersebut yaitu untuk menggantikan uang Saksi yang belum lunas dikembalikan oleh MRQ yang tinggal Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah). Saksi menggunakan tanah tambak tersebut untuk ditanami bandeng dan per tahunnya Saksi mendapat Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah). 8. Saksi EY Saksi pernah mengetahui jual beli tanah antara pemilik tanah sawah dengan saudara KS yang luasnya setengah bahu atau 3.500 M² pada tahun 2010.
58
Pemilik tanah sawah tersebut di buku C Desa atas nama J yang sudah meninggal dan ada ahli warisnya. Tanah sawah tersebut yang menawarkan adalah forum/para pemilik tanah bersama saudara SW. Saksi datang ke rumah saudara KS untuk menyaksikan pembayaran panjar membeli tanah antara saudara SW sebagai forum dan saudara KS sedangkan Saksi pada waktu itu sebagai saksi. Pada tahun 2010 saudara KS menyerahkan uang kepada saudara SW dan yang membuatkan kwitansi pembayaran uang panjar tersebut Saksi sendiri dan Saksi juga tanda tangani sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) dengan alasan karena pada waktu itu Saksi akan pergi ke Jatibarang supaya sekalian uang tersebut Saksi sampaikan ke MRQ (terdakwa). Saksi menerima uang panjar tersebut dari saudara SW (Saksi 2) lalu Saksi serahkan kepada MRQ sebagai kuasa menjual dari para pemilik tanah. Pada waktu di rumah saudara KS Saksi tidak menunjukan surat kuasa menjual tersebut. Harga tanah sawah yang dibeli oleh saudara KS yaitu sebesar Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah). Saudara KS
membayar
uang
panjar
tersebut dengan dua tahap, pertama melalui saudara SW lalu diserahkan kepada Saksi dan dari Saksi diserahkan kepada MRQ sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah). Kemudian pembayaran yang kedua Saksi yang menerima lalu Saksi serahkan ke MRQ sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) sehingga jumlahnya Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Tanah yang saudara KS garap tersebut tanah sawah milik J dan tanah sawah tersebut masuk dalam sengketa PT Basmal melawan para petani/para pemilik tanah.
59
Saksi ikut berperan di dalam kelanjutan pelaksanaan eksekusi karena Saksi sebagai Kepala Desa Kaliwlingi dan saudara SW sebagai anggota Forum/ pemilik tanah. Saudara SW lebih dahulu menerima uang panjar dari saudara KS dari pada Saksi. Harga yang Saksi dan saudara SW tawarkan Rp 30.000.000,(tiga puluh juta rupiah) dari harga kesepakatan antara pembeli dengan Forum dan tanah sawah
tersebut luasnya setengah bahu sesuai dengan buku C
Desa/Letter C. Saksi pernah menunjukan tanah sawah yang sebelumnya saudara KS garap. Saksi ikut berperan aktif dalam penjualan tanah-tanah tersebut karena warga meminta untuk diukur ulang sehingga Saksi ikut andil dalam hal itu dan Saksi mengetahui ada eksekusi hanya mendengar saja karena pada waktu itu Saksi belum menjabat sebagai Kepala Desa Kaliwlingi. Saudara KS sudah menguasai tanah sawah tersebut sudah delapan tahun dan Saksi mengetahui buku C /letter C tanah sawah yang digarap saudara KS tersebut. Peran aktif saksi dalam hal tersebut tidak atas perintah dari MRQ (terdakwa) tetapi karena Saksi sebagai Kepala Desa yang mempunyai kewenangan/melayani masyarakat untuk menyelesaikan masalah tanah-tanah tersebut. Ada 93 (sembilan puluh tiga) orang yang tanah-tanahnya masuk dalam eksekusi untuk seluas 63 hektar. Pada waktu itu Saksi kumpul bersama dengan para pemilik tanah dan orang-orang yang berminat akan membeli dan Saksi prioritaskan yang belum pernah membeli tanah sawah. Saudari ST mempunyai tanah sawah di area tersebut dalam buku C Desa/Letter C atas nama Ibu N. Ibu N memberikan kuasa kepada MRQ (terdakwa), lalu Saksi tawarkan tanah sawah kepada saudari ST karena setahu Saksi dia sudah lama sekali
60
menguasai tanah sawah tersebut. Pada waktu menerima uang dari saudari ST sebesar Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah) Saksi tidak langsung
memberikan
kwitansi tetapi seletah beberapa hari Saksi pergi ke MRQ untuk dibuatkan kwitansi. Saksi datang lagi kurang lebih setengah bulan ke rumah ST untuk menyerahkan kwitansi sambil mengatakan kapan akan dilunasi pembayarannya. Saksi
tawarkan
harga
tanah
sawah
tersebut
kepada
saudari
ST
Rp
30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) atas dasar harga kesepakatan dari Forum sehingga Saksi menawarkannya juga segitu. Saudari ST menguasai tanah sawah tersebut sudah kurang lebih 8 (delapan) tahun. Saksi datang lagi ke saudari ST bersama saudara SW setelah kurang lebih dua minggu untuk menagih janjinya yang akan melunasi pembayarannya, setelah sehingga belum bisa melunasi tetapi dia memberikan tambahan untuk uang panjar sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah). Saksi tidak datang lagi ke saudari ST karena pada waktu itu ada demontrasi dari warga terkait tanah-tanah tersebut. Saudara R membeli tanah sawah melalui pemilik tanah sawahnya langsung yang pada waktu itu tempatnya di lokasi/sawah tersebut Bahwa Kaitannya dengan Saksi mengenai jual beli antara saudara R dengan pemilik sawahnya pada waktu itu Saksi yang menandatangani kwitansi jual beli tersebut. Pada waktu itu yang datang untuk tawarkan tanah sawah kepada saudara R adalah Forum (saudara SW dan saudara F). Saudara R membayar untuk membeli tanah sawah tersebut sebesar Rp 2.500.00 di rumah Saksi lalu Saksi berikan kepada Forum dan Forum menyerahkan kepada MRQ (terdakwa). Saudara R tidak bisa menguasai tanah sawah yang telah dia beli karena diserobot oleh orang
61
lain sampai sekarang sehingga saudara R tidak melunasi pembayarannya. Tanah sawah tersebut milik H.M karena di buku C Desa/ Letter C dan juga putusan pengadilan atas namanya itu. Total uang yang sudah saudara R bayarkan untuk membeli tanah sawah tersebut sebesar Rp 27.000.000,- (dua puluh tujuh juta rupiah). Saksi MRQ tidak mengembalikan
uang saudara R seluruhnya dan
menggantinya dengan tanah yang lain seluas dua hektar. Saksi MRQ mengembalikan uang kepada saudara R sebesar Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Setahu Saksi,
yang telah menyerobot tanah sawah yang
semestinya dikuasai oleh saudara R adalah saudara S dan dia bukan termasuk pihak yang berperkara dalam eksekusi tersebut. PT. Basmal menyewa tanah-tanah tersebut sejak tahun 1986 sampai dengan 1991. Jumlah semua yang masuk dalam gugatan dan daftar sewa kurang lebih ada 105 orang. PT. Basmal menjual seluas tujuh hektare dan ada kurang lebih 21 orang yang membeli dan mendapatkannya masing-masing setengah bahu/3.500 M². yang menguasai
sebelumnya
tanah-tanah
sawah
yang
sekarang dikuasai oleh saudara KS dan saudari ST sebelum di sewa oleh PT. Basmal adalah dikuasai oleh J untuk yang saudara KS dan dikuasi oleh Ibu N untuk yang saudari ST. Tanah sawah yang dijual kepada saudara KS, saudari ST dan saudara R masuk dalam eksekusi, setelah dieksekusi tanah-tanah tersebut dikosongkan dan yang menguasai tanah-tanah tersebut adalah saudara KS, saudara ST dan saudara S. Pada waktu itu setelah uang dari saudari ST Saksi serahkan ke MRQ
karena
terjadi
masalah
ini
lalu
MRQ
meminta
Saksi
untuk
62
mengembalikannya tetapi pada waktu itu saudari ST tidak mau/menolak lalu Saksi memberitahukan ke MRQ bahwa saudari ST tidak mau lalu MRQ meminta uang tersebut digunakan untuk operasional. Sepegetahuan Saksi yang di maksud Forum yaitu bahwa Saksi sering mengetahui adanya pertemuanpertemuan antara para pemilik tanah-tanah sengketa pada waktu itu dan untuk menyelesaikan
masalah
tersebut
dibentuk adanya
forum
yang
untuk
mengkoordinir pelaksanaan kegiatan-kegiatan. Dan setahu Saksi pengurus dan anggota-anggotanya adalah petani/para pemilik tanah-tanah sengketa tersebut. Surat pernyataan bersama adalah bahwa tanah-tanah yang masuk eksekusi yang sebelum
eksekusi
dikuasai
oleh
orang-orang
akan dikembalikan kepada
pemiliknya masing-masing lalu akan dijual dengan surat kuasa menjual dan juga tanah-tanah yang tidak masuk eksekusi tetapi ada di daftar sewa juga akan dijual dengan surat kuasa menjual. Saksi MRQ akan menyerahkan uang dari penjualan tanah sawah dari saudara KS, saudari ST kepada pemilik tanahnya masing-masing apabila pembayarannya sudah lunas. 9. Saksi SW Tanah yang dibeli saudara KS luasnya setengah bahu/3.500 M². Jual beli tanah tersebut tahun 2010 di rumahnya saudara KS. Pada waktu itu Saksi datang ke rumah saudara KS yang Saksi katakan yaitu sebelumnya saudara KS sudah bertemu dengan saudara WJ pemilik sawah tetapi oleh saudara KS digarapnya/dikuasai maka dari itu Saksi katakan apabila ingin menggarap terus ya sudah bayar/beli saja tanah tersebut. Pada waktu itu Saksi diminta oleh Forum untuk menawarkan tanah sawah tersebut. Pada waktu itu Saksi tawarkan harga
63
tanah sawah tersebut Rp 30.000.000,- untuk setengah bahu karena per bahunya Rp 70.000.000,- dan itu sudah merupakan harga pasarannya. Saksi datang lagi yang kedua saudara KS bayar uang panjar sebesar Rp 5.000.000,- pada bulan Januari 2010, lalu Saksi dan saudara EY datang yang ketiga saudara KS membayar lagi Rp 5.000.000. Saksi pernah bertemu dengan saudara WJ tetapi Saksi tidak menyerahkan uang kepadanya karena saudara WJ sudah mengetahui penjualan tanah sawah tersebut sudah dikuasakan kepada MRQ (terdakwa). Saksi pernah datang ke saudari ST sebanyak dua kali maksud kedatangan Saksi ke saudari ST karena setahu Saksi dia sudah garap/kuasai tanahnya Ibu N karena hal itu Saksi memberitahukan supaya bisa tetap menggarap/menguasai tanah sawah tersebut maka beli saja dan Saksi memberitahukan harganya Rp 70.000.000,- per bahunya. Saksi pernah datang ke rumah Ibu N untuk meminta KTP disuruh MRQ dan saudara WJ. Saksi pada waktu itu datang kembali yang kedua kurang lebih setelah dua minggu maksudnya untuk menagih janjinya yang sebelumnya akan bayar uang panjar. Saksi pernah datang ke saudara R sebanyak empat kali guna memanggil R atas perintah saudara EY dan saudara F karena sudah menawar secara langsung ke H.M. Saudara R membayar uang panjar kepada saudara EY sebesar Rp 2.500.000,- yang kemudian diserahkan kepada MRQ. Pada waktu itu Saksi datang yang kedua sendiri maksudnya menanyakan sudah ada uang lagi apa belum, dan saudara R mengatakan tidak ada uang, tapi beberapa waktu kemudian R menyerahkan uang lagi langsung kepada MRQ sebesar Rp 20.000.000. Peran dari MRQ dalam hal ini sebagai kuasa menjual tanah-tanah
64
sawah setelah eksekusi. Saksi tidak termasuk dari 93 orang yang ada dalam gugatan dan yang ada di daftar sewa. Saksi yang mempunyai tanah sawah di area tersebut kebanyakan orang dari Desa Tengki dan saudara WJ orang dari Desa Tengki. Saksi membeli juga tanah sawah yang telah di eksekusi dari saudara KI di saksikan oleh MRQ (terdakwa) yang tanah sawahnya masuk dalam 93 orang yang tanahnya di eksekusi. Saksi membeli tanah sawah tersebut seharga Rp 30.000.000,seluas setengah bahu sebayak tiga kali sekitar tahun 2008. Saudara KS membeli sawah sudah membayar Rp 5.000.000,- yang Saksi terima, setelah itu saudara KS sudah membayar lagi kepada saudara EY sebesar Rp 5.000.000,- tanah sawah tersebut sampai sekarang digarap oleh saudara KS, dan nama Ibu N, saudara WJ dan H.M diketahui dari daftar eksekusi. 10. Saksi A De Charge WJ Saksi menerangkan yang pada pokoknya menurut penjelasan dari saudara KS kepada Saksi dia mendapatkan garapan tanah sawah tersebut dari Ibu K seperempat bahu. Setelah Saksi bertemu dengan saudara KS dilapangan lalu Saksi datang menemui Forum dan MRQ (terdakwa). Setelah bertemu dengan Forum dan MRQ Saksi menceritakan apa yang seperti Saksi mengalami di sawah. Pada waktu itu Saksi datang ke rumahnya saudara SW bertemu juga dengan MRQ dan saudara KS. Saksi pernah menerima
uang dari saudara EY
sebesar
Rp
10.000.000,- katanya uang panjar pembelian tanah dari saudara KS. Saksi atas nama keluarga Kakak Saksi W butuh dana dan mengajukan bon uang ke MRQ.
65
Pada
waktu
itu
Saksi
datang
ke
Kantor
Desa
Kaliwlingi
untuk
menanyakan pelunasan dari saudara KS tetapi waktu itu tidak bertemu, kemudian Saksi datang lagi dan bertemu dengan saudara KS dan saudara EY lalu Saksi menanyakan pelunasan pembayaran kepada saudara KS. Saksi menggarap tanah sawah tersebut sebelum disewa oleh PT. Basmal atau sejak Saksi bisa bekerja. Tanah-tanah sawah tersebut disewa PT. Basmal selama kurang lebih delapan tahun. Pada waktu itu yang disewa tanah sawah milik Saksi dan orang tua Saksi besarnya sewa yang dibayarkan Rp 250.000. Saksi tidak mengetahui Ibu KI dan saudara KS mempunyai garapan tanah sawah di area tersebut. Saksi mengetahui batas-batas tanah tersebut yaitu sebelah utara tanah milik KN, sebelah selatan tanah milik SN, sebelah barat tanah milik TN dan sebelah timur tanah milik KB. Tanah sawah atas nama orang tua Saksi J luasnya 5.200 M² secara tepat letaknya di blok apa Saksi tidak hafal tetapi di persil 22. Saksi memberikan kuasa menjual kepada MRQ dengan perjanjian 50% : 50%. Pada waktu itu para petani memberikan kuasa dari mulai proses dengan PT. Basmal dan ternyata menang hasilnya sepakat dengan Forum, Saksi
tidak
mengetahui perkaranya sampai ada putusan banding dan Peninjauan Kembali yang penting Saksi tahunya tanah sawah Saksi kembali. 11. Saksi A De Charge S Saksi pada pokoknya menerangkan luas tanah Ibu N 9.500 M² yang dikuasai Ibu ST milik Ibu N, tanah Ibu N tersebut masuk eksekusi. Saksi melihat
66
tanahnya Ibu N 2 tahun yang lalu, dan setahu saksi Ibu N memiliki tanah tersebut sudah lama. Ibu ST adalah orang dari Desa Kaliwlingi. 12. Saksi A De Charge SS Saksi pada pokoknya menerangkan menurut sepengetahuan saksi forum yang dimaksud yaitu Forum hak atas tanah yang didirikan oleh LSM Amar Daya tahun 2000 untuk menyelesaikan/mengurus sengketa PT. Basmal melawan masyarakat. Forum jumlahnya 17 orang yang angotanya termasuk para pemilik tanah dan para pemilik tanah tersebut jumlahnya 105 orang dari Desa Kaliwlingi semua. Sebelumnya ada yang menangani yaitu forum yang lama pada tahun 1999 tetapi belum ada kekuatan untuk dapat menyelesaikan maka dibentuk kepengurusan Forum lagi yang termasuk Saksi ada di dalamnya. Pada tahun 2002 di menangkan oleh masyarakat. Pada tahun 2004 ada sita eksekusi lalu tidak ada tindak lanjut dari Kuasanya
atas nama
KN. Kemudian dilanjutkan
oleh MRQ sebagai Kuasa untuk melanjutkan proses penyelesaiannya yang pada waktu itu di Aaula Kecamatan Brebes pada tanggal 15 Desember 2010. Forum jumlahnya ada 17 orang mewakili 142 orang dan para ahli waris, tanah seluruhnya kurang lebih luasnya 93 hektare. PT. Basmal menyewa tanah-tanah tersebut sejak tahun 1986 sampai dengan tahun 1991 yang kemudian mengalami kebangkrutan. Pada tahun 1995 tanah-tanah tersebut dibayarkan sewanya kepada para pemilik tanah dan tanah-tanah tersebut tidak kembali kepada para pemiliknya. Gugatan perkara tersebut masuk trahun 2000, dan di eksekusi dari pengadilan tahun 2007. Setelah eksekusi dilaksanakan PT. Basmal mengembalikan tanah-tanah tersebut tetapi
67
sebagian lagi ada yang tidak kembali, ada kurang lebih 57 hektare sisa eksekusi tersebut sebagian tanah-tanah
eksekusi tersebut dijual kepada warga Desa
Kaliwlingi. Ada 60% luas lahan tersebut yang dikuasai oleh pihak ke-3 dan yang 60% tersebut termasuk saudari ST, saudara KS dan saudara S. b. Keterangan Terdakwa PT. Basmal menyewa tanah dari 105 (seratus lima) orang yang luasnya 63 (enam puluh tiga) hektare letak tanah tersebut di Desa Kaliwlingi yang sebagian berupa tanah tambak dan sebagian lagi tanah sawah. Pada tanggal 13 September 2006 terdakwa diberi kuasa secara tertulis dan menandatangani surat kuasa tersebut dan surat kuasa tersebut ditanda tangani dihadapan orang banyak di Desa tengki terdakwa yang melatar belakangi surat kuasa tersebut secara bersama-sama yaitu karena adanya masalah antara pemilik dengan PT. Basmal. Pada waktu itu belum dilaksanakan eksekusi tetapi hanya sita jaminan saja dan setelah putus dimenangkan sebagian saja dan banding dimenangkan sebagian juga. Pada waktu itu terdakwa menjadi kuasa yang sebagian dinyatakan menang tersebut Terdakwa kenal dengan saudara KS dia menguasai tanah sawah yang luasnya 5.200 M² sebelum dilaksanakan eksekusi dan saudara KS bukan pihak yang berperkara. Terdakwa diberi kuasa tersebut untuk menjual, menerima dan menawarkan tanah-tanah tersebut berdasarkan hasil rapat dengan forum (para pemilik tanah) harganya Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) sampai Rp 70.000.000,- (tujuh puluh juta rupiah). Terdakwa mengerti saudara EY dan saudara SW. Setahu terdakwa saudara EY telah menerima uang panjar/uang
68
muka pembelian tanah dari saudara KS sejumlah Rp 5.000.000,- ( lima juta rupiah) dan saudara SW telah menerima uang panjar/uang muka pembelian tanah dari saudara KS sejumlah Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah). Saudara KS tidak melunasi pembayaran untuk pembelian tanah tersebut karena dipengaruhi oleh orang-orang. Uang muka dari saudara KS tidak pernah dikembalikan karena saudara KS sendiri tidak pernah meminta dan juga yang ahli waris dari pemilik tanah atas nama WJ meminta bon kepada terdakwa untuk keperluan. Terdakwa sebelum tanah dijual kepada saudari ST dan saudara KS dipanggil untuk musyawarah. Tanah sawah yang ditempati oleh saudara KS milik J sebagai dasarnya adalah letter C/buku C Desa dan J tersebut ikut sebagai penggugat. Secara formal terdakwa tidak memerintah saudara EY dan saudara SW tetapi terdakwa hanya minta tolong kepada EY yang pada waktu itu sebagai Kades Kaliwlingi dan saudara SW sebagai anggota Forum menawarkan tanah sawah milik Ibu N. Saudara EY dan saudara SW menawarkan
tanah sawah tersebut seharga Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta
rupiah. Uang yang sudah diterima saudara EY dan saudara SW dari saudari ST sebesar Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) melalui dua tahap dan semua ada kwitansinya. Ibu N memberikan kuasa kepada terdakwa untuk menjual tanah sawah miliknya, tanah sawah milok Ibu N tersebut tidak masuk dalam berita acara eksekusi. Terdakwa pernah bertemu dengan ST di Kantor Desa Kaliwlingi. Terdakwa pernah mengembalikan uang muka/panjar tersebut tetapi saudari ST
69
tidak mau akhirnya terdakwa putuskan bersama dengan Forum uang tersebut untuk dana operasional Forum. Terdakwa pernah menjual tanah sawah kepada saudara R tetapi dengan prioritas. Tanah sawah yang terdakwa tawarkan untuk dijual tersebut milik H.M, saudara R pertama sudah membayar uang muka/panjar sebesar
Rp
2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) melalui saudara EY. Terdakwa sendiri secara langsung dengan dua tahap yaitu sebesar Rp 20.000.000,(dua puluh juta rupiah) dan sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah). Saudara R tidak langsung menguasai/menggarap tanah sawah tersebut karena sudah ada yang menggarap atas nama saudara S. Saudara R meminta agar uang mukanya
diganti
dan telah terdakwa ganti dengan membayar sejumlah
25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Uang sisa yang Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) ada di bendahara forum dan uang muka/panjar dari saudari ST ada pada forum. Uang muka/panjar dari
saudara
KS
ada
pada
pemiliknya dan sisanya sudah di bon oleh saudara WJ untuk keperluan keluarganya. Dalam perjanjian dengan para pemilik tanah yang diketahui oleh forum juga terdakwa akan mendapatkan bagian 40:60 bukan fee (bonus). Selain tiga bidang tanah-tanah sawah tersebut ada 17 bidang lagi yang terdakwa jual dengan surat kuasa menjual tetapi tidak bermasalah. Barang bukti yang diajukan di persidangan berupa : a. 2 lembar kwitansi kwitansi tertanggal 13 dan 19 Januari 2010 pemilik saksi ST;
70
b. 2 lembar kwitansi tertanggal 16 Januari 2010 dan 18 Februari 2010 pemilik saksi KS dan 3 lembar kwitansi tertanggal 15,27 Januari 2010 dan tanggal 13 Maret 2010 pemilik saksi R terlampir dalam berkas perkara; 4.
Tuntutan Penuntut Umum Penuntut umum menuntut terdakwa pada intinya mohon kepada majelis
hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan putusan yaitu: 1. Menyatakan terdakwa MRQ bersalah melakukan tindak pidana “Penipuan secara bersama-sama” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 378 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan kesatu; 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 1 tahun 6 (enam) bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan; 3. Menyatakan barang bukti berupa : a. 2 lembar kwitansi kwitansi tertanggal 13 dan 19 Januari 2010 pemilik saksi ST; b. 2 lembar kwitansi tertanggal 16 Januari 2010 dan 18 Februari 2010 pemilik saksi KS 3 lembar kwitansi tertanggal 15,27 Januari 2010 dan tanggal 13 Maret 2010 pemilik saksi R terlampir dalam berkas perkara; 4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp. 2000.- (seribu rupiah);
71
5.
Putusan Hukum Hakim
a) Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap dakwaan alternatif penuntut umum, majelis hakim berpendapat bahwa dakwaan alternatif tersebut harus dapat dibuktikan baik dakwaan kesatu maupun dakwaan kedua. Dakwaan kesatu yaitu melanggar Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau dakwaan kedua Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP. Dakwaan kesatu yaitu melanggar Pasal 378 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan unsur-unsur sebagai berikut: 1. Barang Siapa; 2. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan; 3. Membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang, atau menghapuskan piutang; 4. Bersama-sama melakukan, menyuruh lakukan atau turut serta melakukan Unsur “barang siapa” adalah orang atau manusia selaku subject hukum yang mampu bertanggung jawab atas perbuatannya, dalam hal ini adalah terdakwa manusia yang normal yang tidak menderita kelainan jiwa faktafakta yang terdapat dalam persidangan, yang dimaksud dengan barang siapa dalam hal ini adalah terdakwa MRQ, demikian unsur ini telah terpenuhi.
72
Unsur “Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan”. Unsur ini merupakan unsur subjektif yang melekat pada sikap batin terdakwa dalam melakukan perbuatannya. Unsur dengan maksud tidak berbeda artinya dengan tujuan (doel) atau kesalahan sebagai maksud (Opzet als oogmerk) atau kesengajaan dalam arti sempit. Menurut Toelichting)
penjelasan
(Memorie van
yang dimaksud dengan kesengajaan adalah “menghendaki dan
menginsyafi” terjadinya suatu tindakan beserta akibatnya (willens en wettens veroorzaken van een gevold), artinya seseorang yang melakukan suatu tindakan dengan sengaja harus menghendaki dan menginsyafi tindakan tersebut dan/atau akibatnya. Dalam doktrin dan praktek peradilan,
dikenal 3 (tiga) bentuk
kesengajaan, yaitu : 1. Kesengajaan sebagai maksud (oorgmerk). 2. Kesengajaan dengan kesadaran kepastian atau keharusan (opzet bij zekerheids of noodzakelijkheids bewustzijn). 3. Kesengajaan dengan kesadaran kemungkinan (dolus eventualis). Apabila dihubungkan dengan unsur dengan maksud maka hal tersebut relevan dengan kesengajaan sebagai maksud (oorgmerk) artinya bahwa terjadinya suatu tindakan atau akibat tertentu adalah betul-betul sebagai perwujudan dari kesadaran dan pengetahuan dari pelaku. Unsur “secara
melawan
hukum”
dalam unsur ini mencakup
perbuatan-perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti
73
materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela yang menurut perasaan keadilan masyarakat harus dituntut dan dipidana karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat. Pengertian melawan hukum menurut doktrin / ilmu hukum pidana. Pengertian umum istilah melawan hukum sebagai terjemahan wederrechtelijk dalam kepustakaan hukum dikenal tiga pengertian yang berdiri sendiri yaitu : 1. Bertentangan dengan hukum (in strijd met het objectieve recht) 2. Bertentangan dengan hak orang lain (in strijd met het subjectieve recht van een ander) ; atau 3. Tanpa hak sendiri (zonder eigen recht) (noyon – langenmeijer = het wetboek van straafrecht 1954, halaman 12). Kesimpulan majelis hakim bahwa permasalahan diawali adanya masalah antara pemilik tanah yang disewa PT. Basmal dengan PT. Basmal yang kemudian timbul gugatan perdata kepada Pengadilan Negeri Brebes yang kemudian dimenangkan oleh sebagian para pemilik tanah sampai tingkat Mahkamah Agung, untuk menyelesaikan masalah tersebut dibentuk adanya forum pemilik tanah bekas obyek sengketa perdata No.3/Pdt.G/2000/PN.Brebes yang fungsinya untuk mengkoordinir pelaksanaan kegiatan-kegiatan. Pengurus dan anggota-anggotanya adalah petani atau para pemilik tanah-tanah sengketa tersebut, selama masa transisi ternyata tanah yang akan dieksekusi telah dikuasai atau digarap oleh pihak lain yang bukan masuk dalam pihak penggugat yang dimenangakan, begitu juga
74
tanah sawah yang dikuasai saksi ST dan saksi KS masuk dalam objek perkar aatau yang di eksekusi. Peran dari terdakwa dalam hal ini sebagai kuasa menjual tanah-tanah sawah setelah eksekusi, termasuk kuasa menjual tanah dari ahli waris J (T-6a) dan kuasa menjual tanah dari N (T-6b) serta kuasa menjual tanah dari H.M (T-6c), untuk menyelesaikan antara pemilik tanah yang dieksekusi dengan pihak penggarap maka terdakwa menyarankan agar penjualan tanah eksekusi tersebut ditawarkan terlebih dahulu kepada para penggarap yang menggarap tanah tereksekusi tersebut. Hari Jumat tanggal 15 Januari 2010 sekitar pukul 10.00 WIB saat saksi KS berada dirumah telah kedatangan saksi EY bersama saksi SW dengan tujuan menawarkan tanah sawah dengan harga murah seluas ½ (setengah) bahu dengan harga sebesar Rp 30.000.000.- (tiga puluh juta rupiah), saksi KS tertarik untuk membeli tanah tersebut kemudiaan menyerahkan uang muka sebesar Rp 5.000.000.- (lima juta rupiah) dan uang diterima oleh saksi SW dan setelah dihitung lalu uang tersebut diserahkan kepada saksi EY, kemudian pada hari senin tanggal 18 Pebruari 2010 sekitar pukul 10.00 WIB saksi SW datang kembali kerumah saksi untuk minta tambahan uang muka pembelian tanah sawah sebesar Rp 5.000.000.- (lima juta rupiah) dan diterima oleh saksi SW, kemudian uang tersebut oleh saksi EY dan saksi SW diserahkan kepada terdakwa dengan dibuatkan kwitansi masing-masing tertanggal 16 Januari 2010 dan tertanggal 18 Pebruari 2010. Semua uang muka dari saksi KS telah diserahkan kepada saksi WJ (ahli waris dari alm J).
75
Tanggal 13 Januari 2010 sekitar pukul 10.00 WIB saksi EY dan saksi SW datang kerumah saksi ST dengan tujuan menawarkan tanah sawah dengan luas ½ (setengah) bahu dengan harga sebesar Rp 30.000.000.-(tiga puluh juta rupiah) saksi ST bersedia membeli untuk menyerahkan uang muka pembelian tanah sawah sebesar Rp 2.000.000.- kepada saksi EY dan selang 6 (enam) hari kemudian saksi menyerahkan uang lagi sebesar Rp 1.000.000.-(satu juta rupiah) dan saat itu diterima oleh saksi EY , kemudian uang tersebut oleh kedua saksi tersebut diserahkan kepada terdakwa dengan dibuatkan kwitansi masing-masing tertanggal 13 Januari 2010 dan tertanggal 19 Pebruari 2010. Tanggal 15 Januari 2010 sekitar pukul 17.00 WIB dirumah R desa kaliwlingi RT/RW 02/02 Kec.Brebes Kab.Brebes terdakwa dengan temannya EY datang menawarkan tanah sawah seluas 1 (satu) bahu milik H.M dengan harga Rp 60.000.000,-(enam puluh juta rupiah) dan saat itu juga terdakwa menunjukan tanah tersebut kemudian R Bin H.M memberikan uang muka pembayaran tanah kepada terdakwa dalam tiga tahap sebesar Rp 27.500.000,- (dua puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dengan bukti pembayaran uang muka berupa kwitansi masing-masing tertanggal 15, 27 Januari 2010 dan 13 Maret 2010 yang ditanda tangani oleh terdakwa dan EY. Tanah yang dibeli saksi R ternyata tidak bisa dikuasai karena sudah digarap oleh saudara S yang merupakan pihak lain yang bukan termasuk dalam penggugat perkara
perdata melawan PT. Basmal. Saksi R
pun tidak mau
bertengkar dengan saudara S karena R kenal dengan saudara S, karena saudara R tidak bisa menguasai tanah tersebut dan minta pembatalan pembelian maka
76
terdakwa pada tanggal 12 November 2012 mengembalikan uang sebesar Rp 12.500.000, (dua belas juta lima ratus ribua rupiah) dan tanggal 19 November sebesar Rp 12.500.000,- (dua belas juta lima ratus ribua rupiah) kepada R sebagai pembatalan jual beli yang ditandatangani R. Sisa uang milik R pada terdakwa sebesar Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) diganti terdakwa dengan tanah tambak seluas 1 Ha kepada saksi R lebih dari setahun yang lalu. Dipersidangan saksi ST dan KS mengaku tidak pernah diberitahu oleh saksi EY dan saksi SW tanah sawah yang saksi beli tersebut berada dimana dan milik siapa. Sebaliknya saksi EY dan saksi SW dan terdakwa membantah pada pokoknya bahwa tanah-tanah sawah yang mereka tawarkan kepada saksi ST dan saksi KS di beritahu dengan jelas letak dan luas serta pemiliknya yaitu yang ditawarkan kepada saksi ST adalah tanah milik N yang di garap oleh saksi ST, dan yang ditawarkan kepada saksi KS adalah tanah milik almarhum J yang di garap oleh saksi KS, dan kedua bidang tanah tersebut masuk dalam bidang tanah yang telah di eksekusi
dalam perkara antara warga masyarakat dengan PT.
Basmal. Pokok permasalahan perkara ini adalah terdakwa selaku penerima kuasa dari warga masyarakat yang memenangkan perkara sengketa tanah dengan PT basmal menyuruh teman-temannya yaitu saksi EY dan saksi SW menawarkan tanah eksekusi perkara tersebut kepada warga masyarakat yang menguasai yang dalam perkara ini antar lain kepada saksi ST, dan saksi KS. Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan alat bukti yang diajukan dipersidangan bukti kwitansi tertanggal 13 Januari 2010 yang diajukan penuntut
77
umum maka tertulis dengan jelas bahwa telah terima dari ibu SI kaliwingi uang sejumlah dua juta rupiah untuk pembayaran uang muka tanah kaliwlingi seluas 3.500 m2 atas nama asal pemilik N dengan harga jadi Rp 30.000.000,- dengan perjanjian akan dilunasi 3 bulan yang ditandatangani oleh MRQ. Berdasarkan surat pernyataan bersama tanggal 1 Januari 2010 (T.12) yang berisi atas penyerahan tanah-tanah yang bekas disewa oleh PT. Basmal akbar. Dimana menjelaskan bahwa para penggarap termasuk saksi ST telah diberitahu mengenai tanah garapannya tersangkut tanah eksekusi, yang mana saksi ST dalam surat pernyataan tersebut telah membubuhkan cap jarinya dan juga diakui dipersidangan bahwa saksi ST benar telah datang ke balai desa dan benar telah membubuhkan cap jari pada surat pernyataan itu. Saksi KS menerangkan bahwa dia mendapatkan garapan tanah sawah tersebut dari ibu KS namun saat ditanya dipersidangan mengenai surat-surat pembeliannya saksi KS jawab belum ada suratnya. Berdasarkan uraian-uraian diatas majelis hakim berpendapat bahwa peristiwa kedatangan saksi EY dan saksi SW ke rumah saksi ST dan saksi KS bukan merupakan suatu peristiwa hukum yang berdiri sendiri tetapi berkaitan erat dengan peristiwa-pristiwa hukum sebelumnya yaitu adanya pertemuan warga masyarakat dengan kelompok orang yang menamakan diri mereka sebagai forum yang menjembatani penyelesaian tanah yang dikuasai oleh warga masyarakat (termasuk didalamnya saksi ST dan saksi KS) denga warga masyarakat yang merasa memiliki tanah atas dasar putusan pengadilan dalam perkara dengan PT. Basmal.
78
Berdasarkan uraian-uraian diatas majelis hakim berkesimpulan bahwa ketika saksi EY dan saksi SW mendatangi rumah saksi ST dan saksi KS tersebut sebelumnya ada pembicaraan pendahuluan mengenai
tanah
sawah
yang
ditawarkan, yaitu untuk tanah yang ditawarkan saksi ST adalah tanah seluas ½ bahu yang saat ini sedang digarap dan dikuasai oleh saksi ST sendiri, sedangkan yang ditawarkan kepada saksi KS adalah tanah sawah yang saat ini dikuasai oleh saksi KS sendiri seluas ½ bahu. Dengan demikian telah terbukti menurut hukum bahwa ketika saksi EY dan saksi SW menawarkan tanah sawah untuk dibeli kepada saksi ST dan saksi KS maka yang disepakati dalam pembayaran uang muka tersebut adalah untuk saksi ST adalah panjar pembayaran uang muka untuk tanah yang saat ini dikuasainya, demikian pula untuk saksi KS adalah panjar pembayaran uang muka untuk tanah sawah yang saat ini dikuasainya pula, dan oleh karena itu keterangan saksi ST dan saksi KS yang menerangkan pada pokoknya bahwa saksi EY dan saksi SW menawarkan tanah sawah yang tidak diketahui dimana letaknya kepada saksi berdua sebagai suatu keterangan yang tidak benar yang harus dikesampingkan. Substansi melawan hukum surat dakwaan penuntut umum untuk dakwaan kesatu yaitu saksi EY dan saksi SW selaku orang suruhan atau orang kepercayaan dari terdakwa MRQ telah menawarkan tanah-tanah kepada saksi ST dan saksi KS dan setelah saksi EY dan saksi SW menerima panjar pembayaran harga tanah-tanah tersebut dari saksi ST dan saksi KS ternyata tanah yang ditawarkan oleh saksi EY dan saksi SW tersebut tidak ada sama sekali. Hal tersebut majelis hakim berpendapat bahwa sejak proses awal penawaran tanah-
79
tanah oleh saksi EY dan saksi SW kepada saksi ST dan saksi KS sampai dengan pembayaran uang muka oleh saksi ST dan saksi KS kepada saksi EY dan saksi SW, tidak ditemukan adanya suatu pemaksaan atau pembohongan yang dilakukan oleh saksi EY dan saksi SW kepada kedua saksi tersbut, justru yang terjadi adalah jual beli tanah-tanah tersebut berjalan normal, sehingga terlepas dari apa penyebabnya sehingga saksi ST dan saksi KS tidak lagi melanjutkan transaksi jual beli tersebut dengan cara melunasi sisa pembayarannya, dan juga tidak menuntut pengembalian uang muka atau panjar pembayaran harga tanah adalah karna sejak dalam tingkat penyidikan sampai dengan di persidangan ini kedua saksi tersebut tetap menerangkan bahwa tanah yang mereka beli dari saksi EY dan saksi SW tersebut tidak diketahui keberadaannya, namun faktanya bahwa transaksi jual beli tanah antara saksi EY dan saksi SW dengan saksi ST dan saksi KS objeknya jelas yaitu tanah-tanah sawah yang saat ini dikuasai oleh saksi ST dan saksi KS. Majelis hakim berpendapat bahwa ketika saksi EY dan saksi SW menawarkan tanah-tanah kepada saksi ST dan saksi KS dan kemudian saksi EY dan saksi SW menerima panjar pembayaran uang muka harga tanah dari kedua saksi tersebut saat itu tidak terjadi suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh saksi EY dan saksi SW sehingga menurut hukum tidak ada unsur melawan hukum yang dilakukan terdakwa bersama-sama dengan saksi EY dan saksi SW. Berdasarkan
fakta-fakta
tersebut
diatas
yaitu
ketika terdakwa
bersama saksi EY menawarkan tanah sawah seluas ½ (setengah) bahu kepada
80
saksi R disebutkan oleh terdakwa bahwa tanah tersebut milik H.M dan terdakwa mendapat kuasa dari H.M untuk menjual tanah tersebut dan saksi R juga menerangkan sebelum jual beli terjadi ia telah bertemu dengan H.M dan H.M menunjukan letak tanahnya yang akan dijual tersebut sehingga dengan demikian majelis hakim berpendapat bahwa dalam transaksi jual beli tanah antara terdakwa dengan saksi R objeknya jelas yaitu tanah yang diakui miliknya H.M. Faktanya dalam transaksi jual beli tanah antara terdakwa dengan saksi R tersebut terdakwa telah memperoleh uang muka dari saksi R yaitu sebesar Rp 27.500.000,- (dua puluh juta limaratus ribu rupiah) namun ternyata saksi R tidak dapat menguasai
tanah yang dibelinya itu karena telah diserobot orang lain
bernama S sehingga terdakwa mengembalikan uang muka tersebut kepada saksi R sebesar Rp 25.000.000,-(dua puluh lima juta rupiah) dan 1 hektar tanah tambak untuk dikelola oleh saksi R yang sudah berlangsung 1 (satu) tahun ini. Berdasarkan uaraian diatas majelis hakim berpendapat bahwa dalam transaksi jual beli tanah antara terdakwa dengan saksi R objek jual belinya jelas dan penjualan tanah tersebut berlangsung normal tanpa ada paksaan atau pembohongan sehingga kemudian tanah yang dijual tersebut tidak jadi dikuasai oleh pembeli (saksi R) karena diserobot oleh orang yang bernam S hal tersebut terjadi diluar kemampuan terdakwa karena terdakwa bukan pemilik tanah yang dijual tetapi hanya penerima kuasa dari penjual dan lagi pula terdakwa tetap mengembalikan uang panjar hingga sisa Rp 2.500.000,-(dua juta lima ratus ribu rupiah) bahkan terdakwa telah menyerahkan tanah tambak seluas 1 (satu) hektar untuk dikelola oleh saksi R kurang lebih 1(satu) tahun ini sehingga majelis hakim
81
menyimpulkan bahwa dalam transaksi jual beli tanah antara terdakwa sebagai kuasa dari penjual dengan saksi R sebagai pembeli tidak ditemukan adanya unsur melawan hukum yang dilakukan oleh terdakwa. Dengan demikian unsur melawan hukum dalam unsur ini tidak terbukti, maka unsur lain dari Pasal 378 KUHP tidak perlu dibuktikan lagi. Hakim menyatakan bahwa Terdakwa harus dibebaskan dari Dakwaan Kesatu; bahwa karena dakwaan kesatu tidak terbukti maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan dakwaan kedua melanggar Pasal 372 KUHP jo pasal 55 (1) ke 1 KUHP yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : 1. Barang siapa 2. Dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain; 3. Barang itu ada padanya bukan karena kejahatan; 4. Bersama-sama melakukan, menyuruh lakukan atau turut serta melakukan; Unsur “barang siapa” adalah orang atau manusia selaku subject hukum yang mampu bertanggung jawab atas perbuatannya, dalam hal ini adalah terdakwa manusia yang normal yang tidak menderita kelainan jiwa sehingga mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya apabila dikaitkan dengan sehingga mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya apabila dikaitkan dengan faktafakta yang terdapat dalam persidangan. Terdakwa dalam hal ini adalah MRQ. Oleh karena itu unsur “barang siapa” telah terpenuhi. Unsur “dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain”. Majelis hakim
82
berkesimpulan bahwa unsur melawan hukum dalam dakwaan ini mempunyai pengertian yang sama dengan sub unsur melawan hukum dalam dakwaan pertama, sebagaimana telah dipertimbangkan diatas, dengan mengambil alih pertimbangan diatas maka unsur ini tidak perlu dipertimbangkan kembali. Maka dengan demikian unsur melawan hukum dalam dakwaan ini juga tidak terpenuhi. Seluruh dakwaan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana yang didakwakan, maka terdakwa MRQ haruslah dibebaskan. Oleh karena terdakwa MRQ dibebaskan dari tahanan maka terdakwa MRQ harus dipulihkan dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya dalam keadaan semula atau rehabilitasi. Terhadap barang bukti berupa 2 lembar kwitansi tertanggal 13 dan 19 Januari 2010 pemilik saksi ST binti T, 2 lembar kwitansi tertanggal 16 Januari 2010 dan 18 Febuari 2010 pemilik saksi KS Bin S dan 3 lembar kwitansi tertanggal 15, 27 januari 2010 dan tanggal 13 maret 2010 pemilik saksi R maka sudah sepatutnya terdakwa
dikembalikan
kepada
pemiliknya.
MRQ dibebaskan dari seluruh dakwaan
Oleh
karena
maka biaya perkara
dibebankan kepada Negara. Mengingat ketentuan Pasal 378 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, Pasal 191 ayat (1 dan 2) dan Pasal 199 KUHAP serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perkara ini.
83
b) Amar Putusan Pengadilan Negeri MENGADILI 1. Menyatakan terdakwa MRQ tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan kesatu dan dakwaan kedua Surat Dakwaan Penuntut Umum; 2. Membebaskan terdakwa MRQ oleh karena itu dari seluruh dakwaan Penuntut Umum; 3. Memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan; 4. Memulihkan harkat, martabat dan kemampuan Terdakwa dalam keadaan semula; 5. Menyatakan barang bukti berupa : a. 2 lembar kwitansi kwitansi tertanggal 13 dan 19 Januari 2010 pemilik saksi ST; b. 2 lembar kwitansi tertanggal 16 Januari 2010 dan 18 Februari 2010 pemilik saksi KS dan 3 lembar kwitansi tertanggal 15, 27 Januari 2010 dan tanggal 13 maret 2010 pemilik saksi R terlampir dikembalikan kepada masing-masing pemiliknya; 6. Membebankan biaya perkara kepada Negara; B. Pembahasan 1. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Bebas pada Perkara Nomor 6/Pid.B/2013/PN.Brebes Putusan bebas atau disebut Vrijspraak juga diatur dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang merumuskan bahwa:
84
“Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa dakwa diputus bebas”. M. Yahya Harahap,55 berpendapat mengenai putusan bebas bahwa: “Putusan bebas, berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau dinyatakan bebas dari tuntutan hukum (vrijspraak)”. Vrijspraak adalah salah satu dari beberapa putusan hakim yang berisi pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, manakala perbuatan terdakwa dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.56 Jadi putusan hakim yang mengandung suatu pembebasan terdakwa karena peristiwa-peristika yang disebutkan dalam surat dakwaan, setelah diadakan perubahan atau penambahan selama persidanagan, bila ada sebagian atau seluruh dinyatakan oleh hakim yang memeriksa dan mengadili perkara yang bersangkutan dianggap tidak terbukti.57 Inti dari putusan bebas adalah terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Putusan perkara Nomor 6/Pid.B/2013/PN.Brebes, terdakwa didakwa dengan dakwaan alternatif yaitu dakwaan kesatu Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP (penipuan); atau dakwaan kedua Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 (1) ke1 KUHP (penggelapan). Kejahatan Penipuan atau Bedrog itu diatur di dalam Buku ke II Bab ke XXV Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dari Pasal 378 sampai dengan Pasal 55
M Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 347.
56
Djoko Prakoso, Op. Cit., hlm. 270.
57
Ibid.
85
395.58 Titel XXV Buku II KUHP berjudul “Bedrog” yang berarti penipuan dalam arti luas, sedangkan pasal pertama dari title itu, yaitu Pasal 378 KUHP, mengenai tindak pidana oplichting yang berarti juga penipuan tetapi dalam arti sempit, sedangkan pasal-pasal lain dari titel tersebut memuat tindak pidana lain yang bersifat penipuan dalam arti luas.59 Menurut M. Sudradjat Bassar,60 penipuan adalah suatu bentuk dari berkicau. Sifat umum dari perbuatan berkicau itu adalah bahwa orang dibuat keliru dan oleh karena itu ia rela menyerahkan barangnya atau uangnya. Kejahatan penipuan ini di dalam bentuknya yang pokok diatur di dalam Pasal 378 KUHP sebagai berikut : “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat (hoedanigheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”. Dari rumusan undang-undang Pasal 378 KUHP tersebut di peroleh sejumlah unsur-unsur yang dapat kita bagi menjadi :61 1) Unsur-unsur Subjektif pada Pasal 378 KUHP tersebut, yaitu : a. Dengan maksud atau met het oogmerk ; b. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau om zich of een ander wederrechtelijk te beroordelen ; 58
P. A. F. Lamintang dan C. Djisman Samosir, Op. Cit., hlm. 174.
59
Wiryono Prodjodikoro, Op. Cit., hlm. 36.
60
M. Sudradjat Bassar, Op. Cit., hlm. 80.
61
P. A. F. Lamintang dan C. Djisman Samosir. Op. Cit., hlm. 174.
86
2)
c. Secara melawan hukum atau wederechtelijk ; Unsur-unsur Objektif pada Pasal 378 KUHP tersebut, yaitu; a. Menggerakkan atau bewegen ; b. Orang lain atau iemand ; c. Untuk menyerahkan suatu benda atau tot de afgifte van eenig goed; d. Untuk mengadakan perjanjian hutang atau tot het aangaan von eene schuld ; e. Untuk meniadakan suatu piutang atau het tenietdoen van eene inschuld. Unsur “barang siapa” adalah orang atau manusia selaku subject hukum
yang mampu bertanggung jawab atas perbuatannya, dalam hal ini adalah terdakwa manusia yang normal yang tidak menderita kelainan jiwa sehingga mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya apabila dikaitkan dengan sehingga mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya apabila dikaitkan dengan faktafakta yang terdapat dalam persidangan. Terdakwa dalam hal ini adalah MRQ. Oleh karena itu unsur “barang siapa” telah terpenuhi. Unsur “dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan”, unsur ini merupakan unsur subjektif yang melekat pada sikap batin terdakwa dalam melakukan perbuatannya. Unsur “dengan maksud” tidak berbeda artinya dengan tujuan (doel) atau kesalahan sebagai maksud (opzet alias oogmerk)atau kesengajaan dalam arti sempit. Menurut penjelasan (memorie van toelichting) yang dimaksud dengan kesengajaan adalah “menghendaki dan menginsyafi” terjadinya suatu tindakan beserta akibatnya (willens en wettens veroorzaken van een gevold), artinya seseorang yang melakukan suatu tindakan dengan sengaja harus menghendaki dan
87
menginsyafi tindakan tersebut dan/atau akibatnya. Dalam doktrin dan praktek peradilan, dikenal 3 (tiga) bentuk kesengajaan, yaitu: 1). Kesengajaan sebagai maksud (oorgmerk); 2). Kesengajaan dengan kesadaran kepastian atau keharusan (opzet bij zekerheids of noodzakelijkheids bewustzijn); 3). Kesengajaan dengan kesadaran kemungkinan (dolus eventualis); Apabila dihubungkan dengan unsur dengan maksud maka hal tersebut relevan dengan kesengajaan sebagai maksud (oorgmerk) artinya bahwa terjadinya suatu tindakan atau akibat tertentu adalah betul-betul sebagai perwujudan dari kesadaran dan pengetahuan dari pelaku. Unsur “secara melawan hukum” dalam unsur ini mencakup perbuatanperbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela yang menurut perasaan keadilan masyarakat harus dituntut dan dipidana karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat. Pengertian umum istilah melawan hukum sebagai terjemahan wederrechtelijk dalam kepustakaan hukum dikenal tiga pengertian yang berdiri sendiri yaitu: a) Bertentangan dengan hukum (in strijd met het objectieve recht); b) Bertentangan dengan hak orang lain (in strijd met het subjectieve recht van een ander); atau c) Tanpa hak sendiri (zonder eigen recht); (Noyon–Langenmeijer=Het Wetboek van Straafrecht 1954, halaman 12).
88
Pokok permasalahan perkara ini adalah terdakwa selaku penerima kuasa dari warga masyarakat yang memenangkan perkara sengketa tanah dengan PT Basmal menyuruh teman-temannya yaitu saksi EY dan saksi SW menawarkan tanah eksekusi perkara tersebut kepada warga masyarakat yang menguasai yang dalam perkara ini antar lain kepada saksi ST, dan saksi KS. Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan alat bukti yang diajukan dipersidangan bukti kwitansi tertanggal 13 Januari 2010 yang diajukan penuntut umum maka tertulis dengan jelas bahwa telah terima dari ibu SI kaliwingi uang sejumlah Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah) untuk pembayaran uang muka tanah kaliwlingi seluas 3.500 m2 atas nama asal pemilik N dengan harga jadi Rp 30.000.000,- dengan perjanjian akan dilunasi 3 bulan yang ditandatangani oleh MRQ. Berdasarkan surat pernyataan bersama tanggal 1 Januari 2010 (T.12) yang berisi atas penyerahan tanah-tanah yang bekas disewa oleh PT. Basmal akbar. Dimana menjelaskan bahwa para penggarap termasuk saksi ST telah diberitahu mengenai tanah garapannya tersangkut tanah eksekusi, yang mana saksi ST dalam surat pernyataan tersebut telah membubuhkan cap jarinya dan juga diakui dipersidangan bahwa saksi ST benar telah datang ke balai desa dan benar telah membubuhkan cap jari pada surat pernyataan itu. Saksi KS menerangkan bahwa dia mendapatkan garapan tanah sawah tersebut dari ibu K namun saat ditanya dipersidangan mengenai surat-surat pembeliannya saksi KS jawab belum ada suratnya.
89
Berdasarkan uraian-uraian diatas majelis hakim berpendapat bahwa peristiwa kedatangan saksi EY dan saksi SW ke rumah saksi ST dan saksi KS bukan merupakan suatu peristiwa hukum yang berdiri sendiri tetapi berkaitan erat dengan peristiwa-pristiwa hukum sebelumnya yaitu adanya pertemuan warga masyarakat dengan kelompok orang yang menamakan diri mereka sebagai forum yang menjembatani penyelesaian tanah yang dikuasai oleh warga masyarakat (termasuk didalamnya saksi ST dan saksi KS) dengan warga masyarakat yang merasa memiliki tanah atas dasar putusan pengadilan dalam perkara dengan PT. Basmal. Berdasarkan uraian-uraian diatas majelis hakim berkesimpulan bahwa ketika saksi EY dan saksi SW mendatangi rumah saksi ST dan saksi KS tersebut sebelumnya ada pembicaraan pendahuluan mengenai
tanah
sawah
yang
ditawarkan, yaitu untuk tanah yang ditawarkan saksi ST adalah tanah seluas ½ bahu yang saat ini sedang digarap dan dikuasai oleh saksi ST sendiri, sedangkan yang ditawarkan kepada saksi KS adalah tanah sawah yang saat ini dikuasai oleh saksi KS sendiri seluas ½ bahu. Dengan demikian telah terbukti menurut hukum bahwa ketika saksi EY dan saksi SW menawarkan tanah sawah untuk dibeli kepada saksi ST dan saksi KS maka yang disepakati dalam pembayaran uang muka tersebut adalah untuk saksi ST adalah panjar pembayaran uang muka untuk tanah yang saat ini dikuasainya, demikian pula untuk saksi KS adalah panjar pembayaran uang muka untuk tanah sawah yang saat ini dikuasainya pula, dan oleh karena itu keterangan saksi ST dan saksi KS yang menerangkan pada pokoknya bahwa saksi EY dan
90
saksi SW menawarkan tanah sawah yang tidak diketahui dimana letaknya kepada saksi berdua sebagai suatu keterangan yang tidak benar yang harus dikesampingkan. Substansi melawan hukum surat dakwaan penuntut umum untuk dakwaan kesatu yaitu saksi EY dan saksi SW selaku orang suruhan atau orang kepercayaan dari terdakwa MRQ telah menawarkan tanah-tanah kepada saksi ST dan saksi KS dan setelah saksi EY dan saksi SW menerima panjar pembayaran harga tanah-tanah tersebut dari saksi ST dan saksi KS ternyata tanah yang ditawarkan oleh saksi EY dan saksi SW tersebut tidak ada sama sekali. Hal tersebut majelis hakim berpendapat bahwa sejak proses awal penawaran tanahtanah oleh saksi EY dan saksi SW kepada saksi ST dan saksi KS sampai dengan pembayaran uang muka oleh saksi ST dan saksi KS kepada saksi EY dan saksi SW, tidak ditemukan adanya suatu pemaksaan atau pembohongan yang dilakukan oleh saksi EY dan saksi SW kepada kedua saksi tersbut, justru yang terjadi adalah jual beli tanah-tanah tersebut berjalan normal, sehingga terlepas dari apa penyebabnya sehingga saksi ST dan saksi KS tidak lagi melanjutkan transaksi jual beli tersebut dengan cara melunasi sisa pembayarannya, dan juga tidak menuntut pengembalian uang muka atau panjar pembayaran harga tanah adalah karena sejak dalam tingkat penyidikan sampai dengan di persidangan ini kedua saksi tersebut tetap menerangkan bahwa tanah yang mereka beli dari saksi EY dan saksi SW tersebut tidak diketahui keberadaannya, namun faktanya bahwa transaksi jual beli tanah antara saksi EY dan saksi SW dengan saksi ST dan
91
saksi KS objeknya jelas yaitu tanah-tanah sawah yang saat ini dikuasai oleh saksi ST dan saksi KS. Majelis hakim berpendapat bahwa ketika saksi EY dan saksi SW menawarkan tanah-tanah kepada saksi ST dan saksi KS dan kemudian saksi EY dan saksi SW menerima panjar pembayaran uang muka harga tanah dari kedua saksi tersebut saat itu tidak terjadi suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh saksi EY dan saksi SW sehingga menurut hukum tidak ada unsur melawan hukum yang dilakukan terdakwa bersama-sama dengan saksi EY dan saksi SW. Berdasarkan
fakta-fakta
tersebut
diatas
yaitu
ketika terdakwa
bersama saksi EY menawarkan tanah sawah seluas ½ (setengah) bahu kepada saksi R
disebutkan oleh terdakwa bahwa tanah tersebut milik H.M dan
terdakwa mendapat kuasa dari H.M
untuk menjual tanah tersebutdan saksi R
juga menerangkan sebelum jual beli terjadi ia telah bertemu dengan H.M dan H.M menunjukan letak tanahnya yang akan dijual tersebut sehingga dengan demikian majelis hakim berpendapat bahwa dalam transaksi jual beli tanah
antara
terdakwa dengan saksi R objeknya jelas yaitu tanah yang diakui miliknya H.M. Faktanya dalam transaksi jual beli tanah antara terdakwa dengan saksi R tersebut terdakwa telah memperoleh uang muka dari saksi R yaitu sebesar Rp 27.500.000,- (dua puluh juta limaratus ribu rupiah) namun ternyata saksi R tidak dapat menguasai
tanah yang dibelinya itu karena telah diserobot orang lain
bernama S sehingga terdakwa mengembalikan uang muka tersebut kepada saksi
92
R sebesar Rp 25.000.000,-(dua puluh lima juta rupiah) dan 1 hektar tanah tambak untuk dikelola oleh saksi R yang sudah berlangsung 1 (satu) tahun ini. Berdasarkan uaraian diatas majelis hakim berpendapat bahwa dalam transaksi jual beli tanah antara terdakwa dengan saksi R objek jual belinya jelas dan penjualan tanah tersebut berlangsung normal tanpa ada paksaan atau pembohongan sehingga kemudian tanah yang dijual tersebut tidak jadi dikuasai oleh pembeli (saksi R) karena diserobot oleh orang yang bernam S hal tersebut terjadi diluar kemampuan terdakwa karena terdakwa bukan pemilik tanah yang dijual tetapi hanya penerima kuasa dari penjual dan lagi pula terdakwa tetap mengembalikan uang panjar hingga sisa Rp 2.500.000,-(dua juta lima ratus ribu rupiah) bahkan terdakwa telah menyerahkan tanah tambak seluas 1 (satu) hektar untuk dikelola oleh saksi R kurang lebih 1(satu) tahun ini sehingga majelis hakim menyimpulkan bahwa dalam transaksi jual beli tanah antara terdakwa sebagi kuasa dari penjual dengan saksi R sebagai pembeli tidak ditemukan adanya unsur melawan hukum yang dilakukan oleh terdakwa. Dengan demikian unsur melawan hukum dalam unsur ini tidak terbukti, maka unsur lain dari Pasal 378 KUHP tidak perlu dibuktikan lagi. Tindak pidana penggelapan atau verduistering diatur dalam Pasal 372 KUHP dari title XXIV Buku II KUHP yang merumuskan bahwa: “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri (zich toeeigenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam, karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah”.
93
Dari rumusan Pasal 372 KUHP tersebut kita peroleh sejumlah unsurunsur yang dapat di bagi menjadi. 1) Dengan sengaja dan melawan hukum; 2) Memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain; 3) Yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan; Unsur pokok dari penggelapan yang membedakan dari tindak pidana lainnya mengenai kekayaan orang adalah unsur ke-3 yaitu barang harus ada di bawah kekuasaan si pelaku dengan cara lain daripada dengan melakukan kejahatan. Dasar pokok dari tindak pidana penggelapan ialah bahwa si pelaku mengecewakan kepercayakan yang diberikan atau dapat dianggap diberikan kepadanya oleh pemilik barang.62 Unsur “barang siapa” adalah orang atau manusia selaku subject hukum yang mampu bertanggung jawab atas perbuatannya, dalam hal ini adalah terdakwa manusia yang normal yang tidak menderita kelainan jiwa sehingga mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya apabila dikaitkan dengan sehingga mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya apabila dikaitkan dengan faktafakta yang terdapat dalam persidangan. Terdakwa dalam hal ini adalah MRQ. Oleh karena itu unsur “barang siapa” telah terpenuhi. Unsur “dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain”. Majelis hakim
62
M. Sudrajat Bassar, Op.Cit., 1986, hlm. 78.
94
berkesimpulan bahwa unsur melawan hukum dalam dakwaan ini mempunyai pengertian yang sama dengan sub unsur melawan hukum dalam dakwaan pertama, sebagaimana telah dipertimbangkan diatas, dengan mengambil alih pertimbangan diatas maka unsur ini tidak perlu dipertimbangkan kembali. Maka dengan demikian unsur melawan hukum dalam dakwaan ini juga tidak terpenuhi. Berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan
hukum
hakim
tersebut,
terdakwa dijatuhkan putusan bebas sesuai dengan Pasal 191 ayat (1) KUHAP. hal ini sesuai dengan pendapat M. Yahya Harahap,63 mengenai putusan bebas dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu: 1).Kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Semua alat bukti yang diajukan di persidangan baik berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan petunjuk, serta pengakuan terdakwa sendiri tidak dapat membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Artinya perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, karena menurut penilaian hakim semua alat bukti yang diajukan tidak cukup atau tidak memadai, atau; 2).Pembuktikan kesalahan yang didakwakan tidak memenuhi batas minimum pembuktian. Misalnya, alat bukti yang diajukan hanya satu orang saksi. Dalam hal ini, selain tidak memenuhi batas minimum pembuktian juga bertentanagan dengan Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang menegaskan unnus testis nullus testis atau satu orang saksi bukan saksi; 3).Putusan bebas disini bisa juga didasarkan atas penilaian, kesalahan yang terbukti itu tidak didukung oleh keyakinan hakim jadi sekalipun secara formal kesalahan terdakwa dapat dinilai cukup terbukti, namun nilai pembuktian yang cukup ini akan lumpuh apabila tidak didukung oleh keyakinan hakim. Dalam keadaan penilaian seperti ini, putusan yang akan dijatuhkan pengadilan adalah membebaskan terdakwa dari tuntutan hukum.64
63
M. yahya Harahap, Loc. Cit.
64
Ibid., hlm. 348.
95
Majelis hakim dalam pembuktian perkara ini telah sesuai dengan sistem pembuktian berdasarkan Undang-Undang secara negatif (negative wettelijk) yang merupakan sistem pembuktian dalam KUHAP.65 Maksud dari sistem pembuktian ini adalah teori antara sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan hakim (Conviction-in time). Sistem ini, terdakwa baru dapat dinyatakan bersalah apabila kesalahan yang didakwakan kepadanya dapat dibuktikan dengan cara dan alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang, serta dibarengi dengan keyakinan hakim.66 Pasal 183 KUHAP yang mengatur tentang sistem pembuktian negative wettelijk menyatakan bahwa: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Menurut Martiman Prodjohamidjojo,67 Pasal 183 KUHAP mengandung; 1. Sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah 2. Dasar-dasar alat bukti yang sah itu keyakinan hakim, yakni bahwa : a. Tidak terjadi; b. Terdakwa telah bersalah. Alat bukti dalam perkara ini yaitu keterangan beberapa saksi (10 orang) dalam perkara ini, keterangan terdakwa, serta barang bukti berupa 2 lembar kwitansi. Kwitansi tertanggal 13 dan 19 Januari 2010 pemilik saksi ST, 2 lembar
65
Ibid., hlm. 132.
66
Ibid., hlm. 278.
67
Martiman Prodjohamidjojo, Op. Cit., hlm. 12.
96
kwitansi tertanggal 16 Januari 2010 dan 18 Febuari 2010 pemilik saksi KS dan 3 lembar kwitansi tertanggal
15,27 Januari 2010 dan tanggal 13 Maret 2010
pemilik saksi R Bin H.M. Hal ini telah sesuai dengan alat bukti yang sah yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan bahwa: Alat bukti yang sah ialah: a. Keterangan saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa; Terdakwa dalam perkara ini diputus bebas, karena majelis hakim menjatuhkan putusan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidanagan dengan memeriksa beberapa alat bukti dan hakim berkeyakinan bahwa penjualan tanah antara terdakwa selaku kuasa pemilik tanah (penjual) dengan saksi ST, saksi KS dan saksi R
tersebut berlangsung normal tanpa ada paksaan atau
pembohongan serta tidak mengalihkan hak kepemilikan atas tanah-tanah sawah kepada terdakwa baik sebelum maupun sesudah transaksi jual beli tanah dan objek tanah sudah jelas diketahui oleh pada korban. 2. Akibat Hukum Dijatuhkannya Putusan Bebas bagi Terdakwa pada Perkara Nomor 6/Pid.B/2013/PN.Brebes Majelis hakim dalam amar putusannya menyebutkan “memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan”. Hal ini telah sesuai dengan Pasal 191 ayat (3) KUHAP yang menyatakan bahwa:
97
“Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), terdakwa yang ada dalam status tahanan diperintahkan untuk dibebaskan seketika itu juga kecuali karena ada alasan lain yang sah terdakwa perlu ditahan”. Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5 tahun 2001 tentang Pembuatan Ringkasan Putusan Terhadap Perkara Pidana yang Terdakwannya Diputus Bebas atau Dilepas Dari Segala Tuntutan, menyatakan bahwa: “Terhadap perkara pidana yang terdakwanya ditahan dan diputus dengan amar putusan yang menyatakan terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan (vrijspraak) atau dilepas dari segala tuntutan (ontslag van alle rechtsvervolging) dengan perintah agar terdakwa segera dikeluarkan dari tahanan pada saat putusan diucapkan didepan sidang terbuka untuk umum harus sudah ada setidak-tidaknya ringkasan putusan atau setidaktidaknya segera setelah putusan tersebut diucapkan agar segera dibuat ringkasan putusan guna dapat segera dieksekusi oleh Jaksa dalam kedudukannya selaku eksekutor dari putusan Hakim”. Perintah untuk membebaskan terdakwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191 ayat (3) KUHAP segera dilaksanakan oleh Jaksa setelah putusan diucapkan. Laporan tertulis mengenai pelaksanaan perintah tersebut yang dilampiri
surat
pelepasan
disampaikan
kepada
ketua
pengadilan
yang
bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam (Pasal 192 ayat (1) dan (2) KUHAP). Putusan hakim yang menjatuhkan putusan bebas tidak dapat dimintakan upaya hukum biasa, dalam hal ini yaitu upaya hukum banding dan kasasi. Hal ini sesuai dengan Pasal 67 KUHAP dan Pasal 244 KUHAP. Pasal 67 KUHAP: “Terdakwa atau Penuntut Umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas
98
dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hakim dan putusan pengadilan dalam acara cepat”. Pasal 244 KUHAP: “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”. Berdasarkan ketentuan kedua pasal diatas, dapat diketahui bahwa untuk putusan bebas tidak dapat dimintakan upaya hukum banding maupun kasasi sebagai upaya hukum biasa. Djoko prakoso,68 berpendapat: “Mengenai putusan bebas atau Vrijspraak tidak dapat diajukan permohonan kasasi, hal ini diatur secara tegas dalam undang-undang (Pasal 244 KUHAP), tetapi pasal ini dapat diterobos dengan Keputusan Menteri Kehakiman RI: M 14-P.W, 07, 03 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang terdapat dalam Pasal 19 yang menyatakan: “Terhadap putusan bebas tidak dapat dimintakan banding tetapi demi situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakan kasasi”. Pendapat diatas sesuai dengan ketentuan Pasal 259 ayat (1) KUHAP yang menyatkan bahwa: “Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung”. Kasasi adalah suatu alat hukum yang merupakan wewenang dari Mahkamah Agung untuk memeriksa kembali putusan-putusan dari pengadilanpengadilan terdahlu, dan ini merupakan peradilan terakhir. Tujuan dari kasasi 68
Djoko Prakoso, Op. Cit., hlm. 288.
99
ialah untuk menciptakan kesatuan peneraan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam penerapan hukum. M. Yahya Harahap berpendapat,69 ada beberapa tujuan utama upaya hukum kasasi yaitu: 1. Koreksi terhadap kesalahan putusan pengadilan bawahan. Salah satu tujuan kasasi adalah memperbaiki dan meluruskan kesalahan penerapan hukum, agar hukum bener-benar diterapkan sebagaimana mestinya serta apakan cara mengadili perkara benar-benar dilakukan menurut ketentuan undang-undang. 2. Menciptakan dan membentuk hukum baru. Selain tindakan koreksi yang dilakukan oleh Mahamah Agung dalam peradilan kasasi, adakalanya tindakan koreksi itu sekaligus menciptakan hukum baru dalam bentuk yurisprudensi. 3. Pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum, tujuan lain dari pemeriksaan kasasi, adalah mewujudkan kesadaran “keseragaman” penerapan hukum atau unified legal frame work dan unified legal opinion. Dengan adanya putusan kasasi yang menciptakan yurisprudensi, akan mengarahkan keseragaman pandangan dan titik tolak penerapan hukum, serta dengan adanya upaya hukum kasasi, dapat terhindar kesewenangan dan penyalahgunaan jabatan oleh para hakim yang tergoda dalam memanfaatkan kebebasan kedudukan yang dimilikinya. Penjabat yang berwenang mengajukan kasasi demi kepentingan hukum diatur dalam Pasal 259 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa: “Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetep dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung” Berdasarkan ketentuan Pasal 259 ayat (2) KUHAP, putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan terdakwa. Selain itu kasasi demi kepentingan hukum hanya dapat diajukan satu kali saja.
69
M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 539-542.
100
Permohonan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh diajukan secara lisan. Dengan kata lain, permohonan kasasi demi kepentingan hukum diajukan secara tertulis dan disertai risalah yang memuat alasan kasasi. Risalah itu merupakan syarat mutlak yang bersifat “memaksa”. Hal ini dikarenakan tanpa risalah, permohonan dianggap tidak memenuhi syarat formal. Konsekuensinya permohonan dinyatakan “tidak dapat diterima”. Jadi, agar permohonan memenuhi syarat formal, Jaksa Agung mengajukan risalah atau memori.70 Salinan risalah disampaikan kepada pihak yang berkepentingan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 260 ayat (2) KUHAP yang menyatakan bahwa panitera Pengadilan
Negeri
segera
menyampaikan
risalah
kepada
pihak
yang
berkepentingan. Penyampaian risalah mengandung maksud agar memberikan hak kepada pihak yang menerima salinan risalah tersebut untuk menyusun dan mengajukan kontra risalah. Putusan dan pemberitahuan putusan kasasi demi kepentingan hukum mempunyai persamaan bentuk dan cara penyampaian dengan putusan kasasi biasa. Namun ada sedikit perbedaan antara keduanya, yaitu untuk salinan kasasi demi kepentingan hukum oleh Mahkamah Agung disampaikan kepada Jaksa Agung dan Pengadilan Negeri yang bersangkutan, sedangkan untuk kasasi biasa, salinan putusan kasasi hanya diberikan kepada Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
70
Ibid., hlm. 612.
101
BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan yaitu: 1. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan bebas pada perkara Nomor 6/PID.B/2013/PN.Brebes adalah berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidanagan dengan memeriksa beberapa alat bukti dan hakim berkeyakinan bahwa penjualan tanah antara terdakwa selaku kuasa pemilik tanah (penjual) dengan saksi ST, saksi KS dan saksi R tersebut berlangsung normal tanpa ada paksaan atau pembohongan serta tidak mengalihkan hak kepemilikan atas tanah-tanah sawah kepada terdakwa baik sebelum maupun sesudah transaksi jual beli tanah dan objek tanah sudah jelas diketahui oleh pada korban. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 191 ayat (1) KUHAP. 2. Akibat hukum dengan dijatuhkannya putusan bebas bagi terdakwa pada perkara Nomor 6/PID.B/2013/PN.Brebes, adalah terdakwa harus segera dibebaskan dari tahanan, kecuali ada alasan lain. Perintah untuk membebaskan terdakwa dari tahanan dilaksanakan oleh jaksa setelah putusan diucapkan dan laporan tertulis mengenai pelaksanaan perintah tersebut yang dilampiri surat pelepasan disampaikan kepada ketua pengadilan yang bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam (Pasal 192 ayat (1) dan (2) KUHAP). B. Saran Untuk mencegah majelis hakim menjatuhkan putusan bebas, melalui penuntut umum dalam membuat dakwaan dan tuntutan lebih cermat dan teliti sehingga terdakwa tidak dijatuhkan putusan bebas.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Bassar, M. Sudradjat. 1984. Tindak Tindak Pidana Tertentu di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Remadja Karya. __________________. 1986. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Remadja CV Bandung, Bandung. Hamzah, Andi. 2001. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi. Ghalia Indonesia, Jakarta. ___________. 2004. Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi. Sinar Grafika, Jakarta. ____________. 2008. Hukum Acara Pidana. Sinar Grafika, Jakarta. Harahap, M Yahya. 1998. Pembahasan Permasalahandan Dan Penerapan KUHAP (Jilid 1 dan Jilid II. Pustaka Kartini, Jakarta. _______________. 2000. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan Dan Penuntuta. Sinar Grafika, Jakarta. _______________. 2002. Pembahasan Permasalahan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, kasasi, dan Peninjauan Kembali Edisi Kedua. Sinar Grafika, Jakarta. Ibrahim, Johnny. 2011. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Bayu media Publishing, Malang. Lamintang, P. A. F., Samosir, C. Djisman. 1990. Delik Delik Khusus, Kejahatan Yang Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain Lain Hak Yang Timbul dari Hak Milik. Trasito, Bandung. Loqman, Lobby. 1996. Hukum Acara Pidana Indonesia (Suatu Ikhtisar). Datacom, Jakarta. Makarao, Muhammad Taufik., Suhasril. 2004. Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek. Ghalia Indonesia, Jakarta. ________________________________. 2010. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Prakte. Ghalia Indonesia, Bogor.
Marpaung, Laden. 2010. Proses Penanganan Perkara Pidana (Di Kejaksaan dan Pengadilan Negeri, Upaya Hukum dan Eksepsi. Sinar Grafika, Jakarta. Marzuki, Peter Mahmud. 2011. Penelitian Hukum. Kencana Media Group, Jakarta. Nugroho, Hibnu. 2012. Integralisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Media Prima Aksara, Jakarta. Poernomo, Bambang. 1993. Pola Dasar Teori-Asas Umum Hukum Acara Pidana Dan Penegakan Hukum Pidana. Liberty, Yogyakarta. Prakoso, Djoko. 1986. Kedudukan Justisiabel dalam KUHAP. Ghalia Indonesia, Jakarta. Prodjodikoro, Wiryono. 2003. Tindak Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. PT Rafika Aditama, Bandung. Prodjohamidjojo, Martiman. 1983. Sistem pembuktian dan Alat-Alat bukti. Ghalia Indonesia, Jakarta. Salam, Mochammad Faisal. 2001. Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Prakte. Mandar Maju, Bandung. Sumantri, I. 1996. Pembahasan Perkembangan Pembangunan Nasional Tentang Hukum Acara Pidana. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta. Waluyadi. 2012. Pengetahuan Hukum Dasar Hukum Acara Pidana (Sebuah Catatan Khusus). Mandar Maju, Bandung. Wisnubroto, Al. 2002. Praktek Peradila Pidana: Proses Penanganan Perkara Pidana. Galaxy Puspa Mega, Jakarta.
B. Peraturan Perundang-undangan Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP). ________, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP).