PRtF[ffi $mrun$ru$ il l|Atnfill
pllf
Gulnil
PR0G
PIlf
Glttfflflll "firFEnarfr0lll0'
Rnil-PR0GR[]ll
PEill
B[]|GU 1l[ll llAER[ll
BUI(U 1 DOKUMENTASI
&
ARSIP
BAPPENAS Acc.
No. t:!F./;..2o3
tiJ,r""'','...:.2[.&.'-.....'
checked t'.3*.;.i..:'..?z;'"i.
BADAI\ PERENCANAAI\I PEMBAI\GUNAI\ NASIONAL (BAPPENAS) TAHUN
2OO2
PENGANTAR
Buku ini merupakan uraian laporan lengkap (?rosiding) pelaksanaan Serial Dikusi Penguatan Pengamanan "Safeguarding" Program-Program Pembangunan Daenh yang telah dilaksanakan di 5 (ima) daetah yaitu di Kota Malang, Kota Medan, Kota Balikp^p^rr, Kota Makasar dan l(abupaten Buleleng. I(egiatan serial diskusi itu sendiri merupakan langkah arval upa\ra penguatan pengamanan Safeguarding Prograrn-Program Pembangunan Daerah melalui penempan tigu prinsip good goueftictnLv (tansparansi, akuntabilitas dan panisipasi) yang telah dipraktekan pada pfogfam l^nng pengaman sosial SPS) beberapa rvaktu berselang, ke dalam keseluruhan program-program pembangunan daetah.
'Iujuan khusus kegiatan serial diskusi itu sendiri adalah
untuk me ngidentifikasi masalah-masalah mekanis me s af igu ard i ng ptogtam-pf ogtam
pembangunan daerah. Sehingga dengan demikian diharapkan akan teridentifikasikan beberapa permasalahan baik yang menyangkut pemahaman, komitmen maupun pengalaman implementasi mekanisme .rafeguardingvang pernah dilakukan oleh m u lti take lto lders. .r
I(eikutsertaan dan kesediaan beberapa pemerintah daetah untuk meniadi tuan rumah maupun sebagai peserta serial dikusi ini merupakan bukti adanva dukungan awal yang sangat positif bagi penerapan mekanisme "rufeguarding" program-progtam pembangunan daerah. Begitu i,rg, kehadiran dan patisipasi aktif peserta dari berbagai stakeholden seperti rvakil dad DPRD, Pers, LSIU, Perguruan Tinggi dan Dunia Usaha, metupakan pertanda adant'a kesepahaman terhadap masalah bersama. Selain itu keriasama antara f irn I(oordinasi Pusat, Sekretariat Pengutan Pengamana Safeguatding ProgramProgram Pembangunan Daerah yang berasal dari berbagai instansi terkait di pusat dengan pemerintah daetah, merupakan energi tersendiri bagi terbentuknya dar' terpelihatanya komitmen dan pemahaman betsama.
ini
diharapkan petwakilan kabupaten/kota yang telah menetapkan mekanisme penguatan dan pengamanan safeguarding programprogram pembangunan daerah di daerahnya dapat mempresentasikan dalam nngka tukat menukar pengalaman mengenai metode, pendekatan dan keberhasilan pelaksana n yang telah dicapai. Selain itu diharapkan dapat teridentifikasi permasalahan dan isu-isu strategis yang dihadapi di berbagai
Melalaui kegiatan
daerah dalam penefapan "safeguarding" rni, yang selaniunya dapat dirumuskan fumusan solu.si/konsep untuk memperkuat dan mercvitalisasi penerapan mekanisme safiguaring u"tg p..t uh ada yang diinisiasi dalam progfam iaring pengaman sosial ini.
Hanpan kami, mudah-mudahan buku
ini dapat
memberikan konsffibusi
secar; maksimal kepada p^r^ pelaku pembangunan
dalam
mengimplementasikan prinsip-pri nsip S af ryuardiry' Semoga hasil-hasil yang telah dicapai dari kegiatanini akan bcrmanfaatbags semua pihak.
Tedma kasih.
Tim Koordinasi Penguatan Pengam^fi n Program-Program Pembangunan Daerah
DAFTAR ISI i
Pengantar ............ Daftar Isi Bab
I
Pendahuluan
1
7.1,. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tuiuan
2
1.3. 'fema Diskusi 1.4. Waktu dan Tcmpat Pelaksanaan 1.5. Nara Sumber 1.6. Peserta ............... 1.7. Pelaks^fil^n Kegiatan Bab
Bab
II
III
lll
L
2
..........
za 2 3
Persiapan
4
2.'1. J alann-va Petsiapan 2.2. Hambatan-Hambatan dan LangkahLangkah Mengatasinva
4
Pelaksanaan
7
3.'1. Ialannva Pelaksanaan Diskusi A. I(ota Malang B. I{ota Medan C. I{ota Balikpapan D. I{ota Makassar E. Iiabupaten Buleleng ............ Hambatan-hambatan dan Langkah
7
Ivlengatasinya
5
7
10 17
23 28
32
Bab IV Masalah-Masalah Pelaksanaan Pengam anan Pembangunan Daerah 4.1. Urnum 4.2. Pemahaman Pelaku 4.3. I{omitmen Pelaku
35 37
38 il1
4.4. SumberDayaManusia 4.5. Infrastuktur dan Teknologi
4.(r. Institusi dan Organisasi 4.7. I{ebijakan Pemerintah Daerah 4.8. I{cmampuan Keuangan Daerah
Bab
V Penutup
Lampiran
41' 41"
42 43 44 45
BAB
I
PENDAHULUAN 1.1. fr L)\
Latar Belakang efalan dengan semangat reformasi di segala bidang, faminan p.n.rup".t pdnsip-prinsip tat^ pemerintahan y^ng baik (good
go,rno)rl telah meniadi prasyamt b"g pemeriritahan dt Indonesia. Dalam kaitan ini,
penyelenggaraan
penyelenggara'n p.-b"rrg,rrran di daenh sebenarnya telah mulai menerapkan prinsip-plnsle io pemerintahan yang baik tetsebut, khususnya prinsip-plnstp o"rrrpir"nsi, akuntabilitaslan partisipasi' Program J1*g Pengaman Sosial
gpsi
dengan mekanism. ping"m"n"n
(safegumding)
berupa
kegiatan
pengaduan dan forum lintas pelaku ienyebarlulsan informasi, penanganan dapat diiadikan contoh.
Disadari bahwa mekanisme pengamanan itu belum sepenuhnya ditetapkan dalam pembangunan di daenh. Penyebabnya, ^t:rtata lain adalah kuangnya kesadaran dan komitrnen pma pelaku pembangunan di daerah akan pentingnya penerapan ketiga pri""p tersebut di atas. Alasan Lun adalah ;"i"i;y; pemaha*an dan Uilum adanya kesamaan pandangan di antan itu. pelaku p.*t".tgnnan di Daerah mengenai mekanisme pengamanan Menyadari kond.isi di atas, Pemedntah Republik-Indonesia melalui bantuan dari ASEM Trust Fund memfasilitasi suatu ptogtam yang p.rrim"rr, (grant) -'?rogram Penguatan Pengamanan Progtam Pembangunan iinamakan Daerah dalam Kerangka feningkatan Kapasitas Daerah", dengan tuiuan mewujudkan prinsip-prinsip tansPafansi, akuntabilitas dan partisipasi sec?t^
ny^t^ dalam petaLsanaan pro$am pembangun"" + Daerah' Tentu saja' itu' plrringt uott kapasitas daetah tetap meniadi prasyarat bagi perwuiudan Salah satu kegiatan yang tercakup dalam "Progtam Penguatan Pengamanan progtam Peribrngrrnan Daerah dalam Kerangka Peningkatan Kapasitas D aetah" adalah penyelengg ataan s erie diskusi'
1.2. Maksud dan Tuiuan ini dimaksudkan sebagai upaya penguatan Pengamanan pembangunan program pembangunan dalam rangka peningkatan kapasitas daerah, yang pada akhimya dapat mewujudk^n tat^-t^ta pemerintahtn yang bukgood gouemanft. Serie diskusi
Sedangkan tujuan kegiatan ini adalah : a. Meningkatkan pemahaman pata pelaku pembangunan di daerah tethadap prinsip-prinsip dan mekanisme pengamanan program pembangunan daerah.
b. Membangun komitrnen p^n pelaku pembangunan di
c. d.
duntuk mempetkuat pelaksanaan pengam n n ptogram-ptogram pembangunan di daetah dan kesinambungannya. Mengidentifikasikan permasalahan dan isu-isu strategis dalam pelaksanaan pengamanan ptogtam-program pembangunan di daetah. Mencari masukan bagi penunusan langkah-langkah srategis untuk memperkuat pengamanan pfogf am-pfogram pembangunan di daenh.
1.3.
Tema Diskusi
Tema diskusi adalah '?enguatan Pengamanan Pembangunan Daerah" dengan dua topik
Progam-progtam
:
1. Kebijakan Pemedntah Daetah tentang Pengamanan
Ptogtam
Pembangunan.
2.
Masalah-masalah Penerapan Mekanisme Pengamanan Ptogam Pembangunan di Daerah
1.4. 1. 2. 3. 4. 5.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kota Malang (Selasa, 21 Mei 2002) Kota Medan (Selasa,28 Mei 2002) Kota Balikpapan (Selasa, 28 Met 2002) Kota Makassar (Selasa,4Juni 2002) Kab. Buleleng (R-abu, 5 Juni 2002)
1.5.
Nara Sumber
Narasumber dalam diskusi di tiap-tiap lokasi kegiatan tetdid atas:
1. Ahli kebijakan publik
yang berasal dari perguruan
ti"gg
atau cendikiawan
setempat
2. Ketua Bappeda di tiap-tiap lokasi kegiatan 3. Pelaksana/konsultan manaiemen program/ptoyek
pembangunan yang
diselenggarakan di daerah.
Nama-nama narasumbet terlampit.
1.6.
dan modetator diskusi di tiap-tiap
daerah
Peserta
Peserta serie diskusi di tiap-tiap kota terdiri atas: Wakil unsut Bappeda Propinsi
^. c.
b.
d. e.
t.
g.
Wakil Wakil Wakil Wakil Wakil
unsur unsur unsur unsw unsur
DPRD Ptopinsi dan KabupatenfKora Lembaga Swadaya Masyatakat pSM) dan Ormas Dunia Usaha Perguruan Tinggi Pers/Masyankat Media
Jumlah peserta dad tiap-tiap unsur di masing-masing kota tedampir.
1.7.
PelaksanaKegiatan
Pelaksana kegiatan serie diskusi adalah Panitia yang dibentuk oleh Bappeda Kabupaten /Kota di lokasi kegiatan dengan fasilitasi Sektetatiat Tim
Koordinasi Ptogam Penguatan Pengamanan Pembangunan Daerah.
Progtam-program
BAB II PERSIAPAN 2.1.
Jalannya Persiapan
sede diskusi dimulai dengan permintaan ersiapan penyelenggat ^n secara tertulis oleh Direktur Pengembangan Otonomi Daerah, Bappenas kepada para Kepala Daetah @upati/walikota) di Kota Malang, Kota Medan, Kota Balikpapan, Kota Makassar dan Kabupaten Buleleng pada tanggal 8 Apd 2002 unntk meniadi pelaksana diskusi di masing-masing daerah. Jawaban kelima instansi pemerintah daetah atas permintaan ini ditedma oleh Sekretariat, baik secara resmi maupun lisan pada akhir April. Pada intinya kelima pemerintah daetah bersedia meniadi pelaksana diskusi dan segeta membentuk panitia pelaksana yang dipimpin oleh pata Ketua Bappeda di masing-masing daemh.
''
Persiapan dilanjutkan dengan kuniungan Anggota Sekretariat Tim Koordinasi Penguatan Pengamanan Progam-program Pembangu-nan Daerah yang didampingi oleh tenaga konsultan ke Malang, Medan, Balikpapan, Makassat dan Buleleng untuk menielaskan maksud dan tuiuan serta hasil-hasil yang ingin dicapai melalui kegiatan diskusi sebagaimana teftuang dalam kerangka acuan diskusi OOR), baik kepada panitia pelaksana maupun kepada instansi-instansi terkait yang akan diundang sebagai Peserta diskusi, kunfungan dimaksudkan untuk menetapkan tempat, tempat, susunan acata, pembicara, peserta dan iadwal ke{a panitia pelaksana di daerah serta pembiayaan penyelenggataan.
Kunjungan ke daetah dilakukan pada 6 sampai 8 Mei (Ndalang dan Medan), 13 hingga 15 Mei (Salikpapan), 14 hingga 16 Mei $dakassat) dzn 21 sampai 23 (Singaraja, Buleleng). Selanjutnya, petsiapan dilaksanakan oleh panitia pelaksana di tiap-tiap daerah
y^rrg meniadi lokasi kegiatan diskusi dengan fasilitasi Sekretariat Tim Pelaksana Program dt Jakarrz melalui komunikasi tidak langsung, baik melalui telepon maupun surat-menyurat.
2.2. Hambatan-Hambatan
dan Langkah-Langkah
MengatasinYa Hambatan-hambaan yang ditemui selama persiapan umwnnya bersifat nonteknis yang meliputi:
1.
Belum dikenalnya istilah dan konseP Pengamanan (safeguarding)Pfogfam pembangunan di kalangan pelaku pembangunan di daetah. umumnya, ,rrrr*-nrrr* pelaku pembangunan yang diundang sebagai pesetra diskusi memahami fungsi pengamanan pembangunan hanya betlaku sebatas pfogram-pfogfam seienis JPS yang diselengqarlkal datam pelaksanaan -nngka mengatasi dampak ktisis ekonomi. Irbih i"oh l^9, dalam sebagian ufrsuf p.lak" tidak dapat membedakan antafa pengamanan
progr" JPS d.ttgun penyelenggaraan JPS itu sendid. Masalah pemaha-an iti iW" berlaku pada sebagian besar narasumber yang dihatapkan dapat mempresentasikan makalahnya'
Mengatasi masalah ini, konsultan berupaya terus menialin komunikasi dengan narasumber yang telah ditetapkan sebagi pembicara, betdiskusi diskusi agar seiniens mungkin sena menjelaskan isi kemngk? ^cuandengan tuiuan presentasi yang akan dilakukan sedapat mungkin sesuai dan hasil yang diharaPkat.
pendekatan formalistis pada panitia pelaksana (y".g betasal dari unsur Pemda) sehinga pencapaian kebanyakan ^rlpt^rryrtarget-target peke{aan cenderung diukur secata kuantitatif dengan pettek"tt"tt pada apek administratif. Formalisme ini iuga menghambat hubungan Ltturtx pihak panitia dengan pembicara dan dengan Peserta yangalandiundang teflrtama dari unsur LSM dan pets'
2. Dominannya
Untuk mengatasi kecenderungan formalistis ini, konsultan iuga berusaha secat; kontinyu menjalin komunikasi informal dengan contact person, pembicata dan bahkan peserta yang akan diundang. Antisipasi terhadap masalah i"i i"S" telah dilakukan sebelumnya dengan meminta agat unsur ISM dan p.tgttr*n unggl dilibatkan dalarn pantia pelaksana dan tim Penrmus
Sementan itra hambatan-hambatan yang bemifat teknis hampir tidak begitu berarti, kecuali adanyr pergantian kordinator pelaksana sekaligus ,itort ptoon darr pihak Pemda di Medan, yaitu dari Staf Ahli Walikota ke f,
Sekreads Bappeda yang mengakibatkan dibatalkannya beberap a hal yang sudah disepakati sebelumny a dan mengharuskan dibuatnya kesepakatankesepakatan baru antata pihak Bappeda Kota Medan dengan Sekretariat Tim Pelaksana Program. Hambatan ini diselesaikan dengan diskusi di Medan yang semula mengundurkan jadwal pelaksana^I ^car^ tanggal 28 Mei &dt)' ditencanak tn pada tanggal 21 Mei meniadi
BAB
III
PELAKSANAAN 3.1. Jalannya Pelaksanaan Diskusi
A. Kota Malang ( Selasa,2l Mei 2002, Acan diskusi di Malang dimulai pada pukul 9.30 \7IB dengan susunan sebagai berikut:
1. Sambutan'Valih,ota Malang Dalam sambutannya, Walikota Malang menielaskan bahwa Pembangunan merupakan upaya untuk menciptakan kondisi yang diinginkan menjadi lebih baik, sehingga dipetlukan upaya yang menyeluruh bagi keberhasilannya, termasuk pengamanan melalui penefapan pdnsip-ptinsip rfansparansi, akuntabilitas dan partisipasi, dad semua Pihak.
2.
Pengantar Penguatan Pengamdndn Program'Progrdm Pembanganctn Daerab oleb Direktur Keserasian P emb angundn D aer ab, Diti en P emb angundn D aer ab D ep artewen D alarn N egeri Pengantar Direktur Keserasian Pembangunan Daetah, Ditien Pembangun an D aenh, Depdagri pada intinya meni elasktn latar
belakang pelaksanaan Program Penguatan
Pengamanan Pengamanan Ptogram Pembangunan Daetah, tuiuan yang ingin dicapai melalui Program tersebut dan strategi pelaksanaannya'
3.
Dishusi Sesi I : Tiniauan Pengamanan dan Implementasinya Diskusi sesi I menampilkan pata narasumber: Prof. Dt. Solikhin Abdul Wahab ^. b. Ir. Gandi Yogatama (t{epala Bappeda Kota Malang)
Prof. Dt. Solikhin Abdul lVahab menielaskan bahwa konsep pengamanan berangkat dari sebuah patadigma "curiga" (bahwa p.-.g"tg kekuasaan merupakan pihak yang petlu dicungai)' Pemegang kekuasaan sebagai pihak yang kuat pedu diwaspadai' Karena itu, pedu adanya "penelaniangan pembangunan" sehingga tidak ada saru pun yang tidak dapat diketahui oleh masyankat. Keputusan politik seharusnya mengikuti keputusan masyarakat (peopk cenhv) dan bukannya masyatakat ditinggalkan (P*Ptt bebinQ. Karena itu, perlu adanya debat publik sehingga setiap kebijakan harus dapat dipahami oleh masyatakat $Lka perlu menggunakan bahasa daetah) dan dengan debat publik ataukah meningkatkan kemampuan/ pengetahuan masymakat Kepala Bappeda Kou Malang dalam ptesentasinya menielaskan program-program JPS yang diselenggarakan di Kota Malang, proses pelaksanaannya serta hambatan-hambatan yang ditemui. Selanjutnya, pembicat^ mem parkan upaya-up^y^ pengamanan lain meliputi: prgotamJPS yang ^nt:rra Kootdinasi lintas sektotal dan lintas pelaku; ^. b. Penyebaduasan informasi mengenai betbagai programJPS; c. Penanganan pengaduan masyatakat yang betkenaan dengan
progam-progamJPS;
d. e.
f.
Penyelenggataan Fotum Lintas Pelaku y^ng ditetapkan dengan Keputusan Walikota Nomot 23 Tahun 2000; Peningkatan Peran aktif masyatakat, LSM ddam pelaksanaan PtogramJPS di Kota Malang; Rapat kootdinasi secara betkala untuk mengetahui peikembangan program yang diikuti oleh para pelaku JPS dan mengevaluasi pelaksanaannya.
lJprya pengaffzm^n program-program JPS y^ng Pemerintah Kota Malang dalam pelaksanaannya
dilakukan menemui 8
beberapa kendala yang secafa umum iuga hampir sama dengan pemrasalahan yang dihadapi oleh Pemedntah Kabupaten /Kotz lain, yang rir,itat lain meliPuti: L. M"sii rendahnya kesadaran dan komitrnen para pelaku
b.
ptogam JPS terhadap pentingnya JPS; k rt^.tg tersedianya data yang akwat mengenai kelompok sasatan masing-masing Ptogram.
4.
Diskusi Tanya tawab
Tatya jawab dalam sesi ini berkisat pada
masalah pembetdayaan masyarakat dan hubungan yang tidak simetds masyatakat, Pemda dan DPRD. Diielaskan bahwa
^rrt^ra pengamanan progtam pembangunan mensyatatkan zdtnya k r.t"t"- dan sinergi kekuatan tiap-tiap pelaku, sedangkan sinetgi menuntut adanyz hubungan yang simetris. tanya jawab ini iuga tedontar sinyalemen bahwa pada dasamya posisi tawtlt baik yang dimiliki masyankat' Pemda maupun Opnp salna-salna lemah, karena keiganya didominasi oleh kekuatan politk (putp"l). Untuk memperkuat posisi t^wu, pfoses pemberday^an m syarakat perlu dilakukan baik secara petda yang memfasilitasi keberanian kreatifl iormal
Dan
lmehlui
rnaupun secara informal (melalui pendidikan demokrasi di masyarakat).
Diskusi Sesi II : Masalab'Masalah Dalam Penerapan Pengamanan Diskusi sesi II dimulai p"kut 1'4.70 WIB dengan Pembicam: Hadi Sasmito (I(onsultan Manaiemen PPK Kabupaten ^, Ir. Blitar) y^ng memapatkan pelaksanaan Program Pengembangan Kecamatan di Kabupaten Blitar. b. dr. Titik Q)inas Kesehatan Kota Malang) yang memapatkan ProgtamJPS Bidang Kesehatan di Kota Malang. c. Drs. Heryadi Santoto, MSi. pirektur Utama PDAM Kotz Malang) yang memaparkan pelaksanaan program Air Betsih di Kota Malang.
hasil-hasil yang Tanya-iawab dalam sesi ini berkisar ^ntar^ dicapai dalam pelaksanaan Progtam-program di atas, khususnya sejauh nrana pfogfam tersebut mampu mendorong partisipasi
masyatakat ftelompok-kelompok
yang meniadi
sasaran
progtam).
Berkaitan dengan program di bidang kesehatan' t^ny^ iawab berkisar pada tidak tersedianya data dan informasi yang akwat tentang jumlah sasaran y^ng layak mendapat bantuan. Sedangkan dalam progtam air bersih, tanya iawab betkisar pada masalah transpafansi dan akuntabilitas dalam penetapan tarif dipetoleh PDAM Kota Malang. y serta pendap ^tan ^tg B. Kota Medan (Selasa,28 Mei 2002) Acara diskusi di Medan dimulai pada pukul 9.30 susunan sebagat berikut:
L
WIB
dengan
Laporan Panitia Penyelenggara
Lapotan Panitia Penyelenggara yang disampaikan oleh Sekretaris Bappeda, Harmes Dioni selaku Sektetaris Panitia Penyelengara. Dalam laponnnya, Panitia menielaskan latar belakang, tuiuan, susunan ac fzsnarasumbet dan pesetta diskusi
2.
Sambutan Pembukaan oleh'Walihota Medan Sambutan pembukaan walikota Medan yang disampaikan oleh nfakil Walikota Medan, Maulana Pohan, pada intinya menyaakan bahwa program Penguatan pengamanan
pembangunan daerah petlu didukung melalui Pengawasan
tidak hanya melibatkan ^plt $t partisipasi seluruh komponen daetah.
komptehensif yang pemerintah, tetapi iuga
Menurut Walikota Medan, Penguatan pengamanan progfam pembangunan seialan dengan pdnisip-pdnsip pembangunan modem yang diwujudkan melalui petencan^ n yang maan$, pelaksanaan yang efektif dan pengawasan yang ketat. Dalam konsep manaiemen pembangunan modetn itu, tetdapat penekanan pada fungsi pengawasan, baik pengawasan melekag 10
pengawasan fungsional, pengawas an mlsy^takat (kontrol sosial) d"r,-p.ng"*"san oleh DPRD. Berkaitan dengan itu, !(alikota
Medan menyingung pelaksanaan fungsi konttol sosial oleh masyarakat dan menyatakan seyogyanya fungsi itu dilaksanakan melalui mekanisme hukum yang betlaku.
Penganur Dishasi oleb Direktar Pengembangan Otonomi Dauah, Bappenas
oleh
Pengantar diskusi yang disampaikan
Direktut
Pengembangan Otonomi Daerah, Bappenas, Max H' Pohan, setelah sambutan pembukaan, berisi latar belakang pelaksanaan Progtam Penguatan Pengamanan Ptogtam Pembangunan Daerah, tuiuan yang ingin dicapai melalui pfogfam tersebut dan suategi pelaksanaannya.
Pada intinya, Direktut Pengembangan Otonomi Daetah, Bappenas menyatakan bahwa prinsip-prinsip ffanspatansi, akuntabilias publik dan partsipasi masyatakat yang secara terencana telah ditetapkan sebelumnya dalzrr, program JPS semakin tetasa penting seialan dengan menguatnya tunnltan untuk mewuiudkan good gnaelvanca. Disadari bahwa telah teriadi kesalahan-kesalahan dalam praktek pembangunan di masa lalu yang menirnbulkan kecaman dari masyarakat dan PenefaPan k"uga pdnsrp tersebut dimaksudkan untuk menghindari terulangnya kembali kesalahan-kesalahan itu.
Kondisi tiil yang ada menuniukkan bahwa tidak sernua daetah melaniutkan program pengamanan itu Ltau hanva melaksanakannya sebagian. Sementara itu, tanggapan masyarakat terhadap Perretapan ketiga prinsip Pengamanan cukup positif, sedangkan pemahaman, komitmen dan pengalaman pemerintah daerah masih terbatas serta tidak ierdisaibusikan secat,- merat^. Katetany4 pedu dilakukan upaiy^ penguatan dan tevitalisasi pengamanan progtam pembangunan untuk meniaga kebedani u tanny ^
11
4.
Diskusi Sesi I (Kebijakan tentdng Pengatnanan Pembangunan dalam Rangka P eningkatan Kdp dsitas Daerab) Diskusi Sesi I dimulai pukul 10.30 WIB dengan pembicara : Dr. Usman Pelly, MA (Guru Besar Universitas Neged ^. Prof. Medan) yang memPresentasikan pokok bahasan '?enguatan Mekanisme Pengamanan Progtam Pembanguaa " ' b. Kepala Bappeda Kota Medan, Ir. Diali Azwat yang mempresentasikan "Kebiiakan Pemerintah Kota Medan datam Pengamanan Pembangunan Daetah".
Ptof. usman Pelly dalam prcsentasinya menfelaskan mekanisme pengamanan yang seharusnya diterapkan dalam program pembangunan di daetah dengan mengacu pada ptogtam JPS' Mengulangi kerangka acuan GOR) diskusi yang disusun Tim Bappenas, pembicara menegaskan bahwa kegiatan pelguatan pengamanan progfam pembangunan di daerah yang difasilitasi ot.n n"pperus merupakan ptoses pembelaiann yang dapat meningkatkan kapasitas daerah. Masalah utnum yang dihadapi dalam Penetapan prinsip-pdnsip partisipasi, transparansi dan akuntabilitas publik di daerah kurangnya pemahaman dan komitmen pelaku di daetah "a"ur, tethadap pdnsip-prinsip itu serta masih kuatnya ap^ yang disebut oleh pembicara sebagai "mentalitas ptoyek"' dalam arti bahwa kesungguhan pelaku di daemh untuk tedibat aktif dalam penyelengataan kegiatan atau program pembangunan, sangat i.tg"ntottg pada besarnya keuntungan atz:r imbalan finansial yang dapat diperoleh dari ketedibatan mereka itu.
Dalam penerapan pdnsip transpatansi' khususnya y^tg berkaitan dengan penyebaran informasi, masalah yang dihadapi di daerah adalahpemberitaan media massa yang simpang siur'
Dalam hal penanganan pengaduan masyarakat, masalah yang dihadapi adalah tedalu singkatnya waktu yang tefsedia untuk membentuk unit-unit-unit pengaduan masyarakag iangkauan yang tetbatas dan ketidaksiapan lembaga-lembaga pelaksana dad segi fisik/materi serta pemahaman konsep. Betkenaan 12
dengan penanganan pengaduan ini, pembicata menekankan p.trtittg"y" dnd;k hnjut korektif yang meliputi perbaikan teknik operasional dan pener purr sanksi. Sedangkan dalam Penempan pdnsip partisipasi, masalah yang dihadapi adalzh sikap sebagian masyarakat sendiri yang apfjon terhadap pemerintah daerah akibat kesalahan-kesalahan di masa lalu.
Dalam sesi tafry'- jawab
pembicara dengan pesefta,
^nt'lf adtnya permasalahan y^ng menyangkut
rendahnya terungkap kesadlan pada peiabat pemda Qaik eksekutif maupun legislatif) terhadap pentingnya hak-hak publik. Di samping itu, dalam penyelengg^raan forum-forum lintas pelaku, dominasi pemerintah masih kuat. Ini tetcermin dalam keanggotaan forum itu yang ditentukan atau dituniuk oleh PemdaPembicara kedua, Kepala Bappeda Kota Medan, menielaskan mekanisme Pengamanan pembangunan di Kota Medan yang meliputi: Forum Pembangun^n y^frg tetdiri atas unsuf ^. Keterlibatan pemerintah, DPRD, LSM, Petguruan tinggr, dunia ^par^lut usaha dan unsut masyarakat lainnya dalam perencanaan pembangunm dtd tingkat keluahan sampai kota' b. Fenyebaran informasi melalui penyuluhan, media cetak dan elektronik seta paPan informasi proyek di lapangan'
c. Keterlibatan unsur masyankat (I-SM dan dunia d.
e.
usaha)
datam pelaksanaan program pembangunan. Pengawasan oleh instansi-instansi resmi pemerintahan yang meliputi DPRD, BPKP, Badan Pengavras, Pimpto/Pengawas Lapangan dan Tim Monitoring yang
dituniuk melalui SK Kepala Daetah. Ketedibatan pefgufuan tingg dan konsultan pembangunan dalam evaluasi pelaksanaan ptoyek pembangunan'
Masalah-masalah yang dihadapi dalam penerapan mekanisme pengamanan di Kota Medan antara larn : ;. Menipisnya kepercay^anm symakat terhadap pemedntah'
r3
b. Tidak optimalnya pemanfatan mekanisme
c.
penyebatan
informasi melalui tatap muka atau peftemuan-pertemuan publik. masyarakat dengan wakilKomunikasi politik ^rrtata wakilnya di lembaga perwakilan @PRD) tidak betfungsi secara optimal sehingga dalam melaksanakan fungsi konEolnya, masyarakat seringkali menyalurkan aspirasi dan pengawasan tidak melalui institusi-institusi formal yang ada, tapi sebaliknyz secafa langsung melalui car^-carl seperti demonstrasi.
Dalam sesi t^ny^ iawab terungkap pula persoalan bahwa PemerinUh Kota Medan belum memiliki strategi pelaksanaan pengamanun prcgr m pembangunan. Di samping itu, dalam pelaksanaan prinsip partisipasi pemerintah daetah belum memanfaatkan secata optimal lembaga-lembaga perwakilan di tingkat bawah seperti Badan Perwakilan Desa dan Dewan Keluahan.
Diskusi Sesi II (Masalab'ffiasdlab Penerapan Mekani'sme Pengamandn Progran Pembangundn di Daerab) Diskusi sesi II dimulai pukul 14.00 dengan menampilkan pma nara sumbet sebagai berikut: Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, drg Herman
^.
Saddeck
Konsultan Manafemen P2D Kabupaten Deli Serdang, Eric Siagian. PengelolaJPS Pendidikan Kota Biniai, Kulipa Hasibuan'
b. Ketua Tim c.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan melalui makalahnya, ..Masalah-masalah Penefapan Mekanisme Pengamanan Dalam Pembangunan Kesehatan di Kota Medan" menjelaskan langkah-langkah pengam^n^n yang ditetapkan dalam prograrn pembangunan kesehatan di Kou Medan yang meliputi: Upaya melibatkan masyatakat dalam proses Petencanaan,
^.
pelaksanaan dan pengawasan Program melalui pembentukan Forum Kesehatan mulai dad tingkat kelurahan hingga kota'
14
b.
Penyebaran informasi melalui mekanisme Komunikasi Inforrnasi Edukasi (KIE) kepada petugas kesehatan dan masyarakat secara umtun.
c. Penyelesaian pengaduan/keluhan masyamkat dan penyebatan informasi tentang hasil penyelesaian itu'
Masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan Pengamanan progtam pembangunan kesehatan di Medan meliputi : ;. Te$atasnya kualitas dan kuantitas SDM petugas kesehatan. b. Belum terbangunnya sistem informasi progfam kesehatan yang mengakibatkan tidak optimalnya penyebann informasi proses penyelesaian pengaduan' dan terhamb ^tny^ baik individu maupun
c. Kurangnya minat
masyatakat, otganiiasi, untuk tedibat dalatn ptogtam pembangunan kesehaun.
Sementara itu, Ketua Tim Konsultan Manaiemen P2D Kabupaten Deli Serdang menjelaskan mekanisme penyalwan bantuan pembangunan pfasarana di pedesaan melalui ptogfam P2D di Kabupaten Deli Serdang. Pengelola JPS Pendidikan Kota Binfai yang memptesentasikan p"lukr*^tt program JPS di bidang pendidikan menjelaskan program penyaluran bantuan mekanisme
Pengamanan
pendidikan yang meliPuti : ;. Pembentukan komite-komite di tingkat kota, kecamatzn dan sekolah yang keanggotaannya meliputi unsur-unsut BP3, BMPS,ISM dan tokoh masYarakat b. Penyebara-n informasi tentang persyafatan, kriteria, tat1 c ta penentuan penedma bantuan dan ptosedw penedmaan L"r,to"t. oleh Komite Kota kepada Sekolah, BP3 dan yayasan pengelola sekolah.
c.
Pembentukan forum lintas pelaku.
Masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan pengamanan ptogram bantuan pendidikan di Biniai meliputi: ;. fia* tersedianya informasi dan data tentarig sekolahsekolah yang layak mendapat bantuan sehingga penyaluran
bantuan sering tidak tepat sasaran. 15
b. Terbaasnya kualitas SDM sekolah dalam
c.
penyusunan
lapotan pertanggungi awaban. Iiurangnya dukungan ten ga staf dalam komite-komite sehingga penyelesaian masalah sedng menglami hambatan teknis-
Ttnya iawab yang betlangsung di sesi II ini berkisat pada penoalan-petsoalan akuntabilitas. Pengaduan masyatakat kadang-kadang tidak hanya tidak dap* ditangani teupi sebaliknya iustru menimbulkan konflik baru antara pemerintah dan masyarakat. unit-unit pengaduan masy xakat yang dibentuk umwnnya tidak betfungsi dengan baik dan informasi tetang mekanisne pengaduan tidak tetsebat. Tidak ianng masyankat mengadukan permasalahan langsung ke pemedntah daemh atau
DPRD. Kasus yang paling menoniol adalah masalah yang timbul akibat konflik antara kelompok masyarakat penedma bantuan dengan kontrakror pelaksana dalam ptoyek P2D. Dalam kasus ini" katena unit penanganan pengaduan tidak betfungsi" kelompok masyarakat mengadukan persoalan mereka ke DPRD' Konflik baru muncul katena DPRD dinilai lebih memihak kontaktor'
Pembacaan KesimPulan
Kesimpulan runum sementara yufrg dibacakan setelah sesi diskusi meliputi identifikasi permasalahan yang ditemui dalam penerapan mekanisme Pengamanan program pembangunan di provinsi Sumateta IJtzra dan rekomendasi bagi upaya penguaaflnya. Masalah-masalah yang ditemui dalam pelaksanaan pengamanan program pembangunan meliputi : Belum adanya sistem informasi progtam pembangunlny^rug
^. mengakibatkan tethambatnya penerapafl b.
prinsip
transparansi. Terbatasnya kualitas sumber daya manusia di daerah yang mengakibatkan rendahnya pemahatnn terhadap pentingnya pelalrsanaan pengamanan dalam penyelenggaran Progtam pembangunan. 16
masyarakag baik secata individual mauPun kelembagaan, dalam penyelenggann program pembangunan di daerah.
c. Belum optimalnya ketedibatan
Rekomendasi y^ng dihasilkan dari diksusi ini, antar^ lain, meliputi: Pedu dilakukan pendidikan dan pelatihan pengamanan bagi ^. apafaruf pemerintah daerah dan masyatakat serta pelaku pembangunan lainnYa.
b. Pedu dibentuk Tim
c.
Peng^fn
n^n Pembangunan Daerah
yang melibatkan semua stakeholders pembangunan' untuk kegiatan pengamznan Pedu dialokasikan ^ngg'lf^n program pembangunan di daerah, baik dad Pemda maupun
Pemerintah Pusat.
oleb Direktur Pengembangan Otonomi Daerab, BaPPenas
7. Penutupan
Dalam sambutan penutupan, Direktut
Pengembangan otonomi Daerah, Bappenas menyatakan bahwa meskipun tidak tedalu sempufna, telah tetbangun persepsi bersama ant1ta peserta diskusi tentang pentingnya penerapan pengamanan
dalam program pembangunan. Selaniutnya, dari diskusi ini dihampkan gagasan dan konsep-konsep tefitang pengamanan dapat disebarluaskan ke seluruh petaku pembangunan di Sumaten Utan.
Direktur Pengembangan Otonomi Daerah, Bappenas, iog" menekankan bahwa kegiatan diskusi ini masih merupakan tahap awal dan al
C. Kota Balikapapan (Selasa,28 Mei 2002) Acandiskusi di Balikpapan dimulai pada pukul 9.30 WITA dengan susunan sebagai berikut : 17
1.
Laporan Panitia sambutan panitia disampaikan oleh Drs. Permadi Mulaiaya, MAP yang dalam hal ini bertindak pula sebagai Tenaga Ahli/Koosultan sekaligus penganh. Dalam sambutanfiya, permadi Mulaitya menielaskan maksud dan tuiuan dafi diselenggar akanny a serie diskusi ini.
2.
Sambutan Pembukaan Samburan Pembukaan disampaikan oleh Asisten II Kota Balikpapan @apak Abdul Kadif) mewakili wakil walikota Balikpapan yan[ berhalxtgm. Pada prinsipnya Wakil !?alikota mengucapkan ieima kasih kepada Bappenas dan Depdagri yang telah menuniuk Balikpapan sebagai temPat penyelenggaraan diskusi.
Pengantar Diskusi pengantar diskusi dari pefabat pusat yang dibawakan oleh Bp. Ors. Wahidin Wahid, Msi, MM (PMD Depdagri) mewakili Tim y^n8 menj elaskan Koordinasi Program Penguatan Pengaman ^n latar belakang, tuiuan dan hasil-hasil yang dihatapkan dari Program Penguaan Pengamanan. 4.
Sesi
I : Tiniauan
Pengamandn datt lmpletnentasinya
Diskusi sesi I menghadirkan patl.^at^sumbet sebagai berikut: a. Prof. Arifin I*o, Purek. III Universitas Mulawarman
b.
Samarinda. Drs. H. Sariono, Ketua Bappeda Kota Balikpa;P^n'
Fokus presentasi Ptof. Arifrn Leo adalah pada peran dan posisi pemerintah dan birokasi dalam nngka pelaksanaan pengamanan progtam pembangunan serta penerapan pdsnipprinsip good gownance. Mengutip Institute of Govetnance, pembican menjelaskan bebatapa prasyafat bagi terciptanya good gouemance, kerangka administrasi publik bagi pelaksafl ^rL yang meliputi : Kemngka keria antar otganisasi departemen dan wilayah'
^.
18
b.
Hubungan kemitraan
c.
masyarakat. Pemahaman dan komitrnen akan mtnfaat dan tanggung jawab bersama dan ke{a salna.
^fitlta
pemerintah dan setiap unsur
aftl penung
d. Dukungan dan sistem imbalan bagi kemampuan serta e.
f.
kebetanian untuk menanggung risiko dan mangambil inisiatif. Kepatuhan dan ketaatan terhadap nilai-nilai intemal ftode etik) administrasi publik. Pelayanan adminisuasi publik yang bersifat client orinted; inklusif; mudah diiangkau; bersahabat (aser findlt); bemsas pemel:rt^ n dan keadilan; ounardfifoaurcd dan non partisan.
Beberapa hal yang pedu dilakukan sebagai upay^ penguatan pengamanan ptogram pembangunan daerah antara lain: Penyusunan progtam pembangunan secata bottom up dan ^. terbuka. b. Orientasi kebiiakan pada kepentingan dan kesejahteraan
d. e.
masyatakau Pelaksanaan pembangun^n yung dilaksanakan beke{asama dengan masyarakzt. Petan yang lebih besar bagi masyatakat/swasta. Peningkatan fungsi pengawasan dari setiap lapisan
f.
masymkag di samping DPRD. Peningkatan kualitas apatatur pemerintah.
c.
Drs. H. Sa{ono, Ketua Bappeda Kota Balikpapan menielaskan bahwa pada dasamya kebijakan Pemedntah Kota Balikpapan tentang pengamanan pembangunan di daerah sudah dimulai sejak tahap perencarL^ rt, sebagaiman^ y^ng telah dilakukan dalam ptogramJaringPengaman Sosial SPS) yang lalu.
Forum Lintas Pelaku diselenggatakan melalui
mekanisme kelembagaan secara kootdinatif yang dibentuk dalam rangka proses petencanaan dan peiaksanaan ptogram-prcgrarrr tertentu.
19
5.
Tanya
tauab
Tanya iawab dalam sesi I ini berkisar pada, masalah
pembetdayaan masyarakag khususnya kelompok miskin dalam tangka meningkatkan pattisipasi. Diielaskan oleh Prof. Arifin Leo, bahwa penerapan goad gouernarce (tetmasuk patisipasi) menuntut kesetaraan Lntztl lembaga eksekutif, lembaga legislati f dan ma syar akat. IJ p ay a p ehb atzn kelompo k- kelompo k miskin dalam partisipasi harus dilakukan secara bertahap dengan mengentaskan terlebih dulu mereka dad kemiskinan, baru dilanjutkan dengan pemberdayaan.
Dalam kaitan dengan masalah akuntabilitas publik, terungkap peserta diskusi dan adanya pemahaman yang tidak sama ^ntat pembicara yang oleh Prof. Arifin I-eo direfleksikan pula dalam implementasi prinsip tersebut. Menurutnya, domain-domain akuntabilitas publit akuntabilitas politik, akuntabilitas ekonomi dan akuntabilitas hukum sekatang ini sering kali campur aduk sehingga hasil-hasilnya pun tidak dapat diukur dengan baik.
Proses t^rry^ jastab hampit tidak menyinggung masalah penerapan pdnsip uansparansi.
II
Masalab-masalab Penerapan Mekanisme Pengamanan Sesi
:
II
dislarsi menampilkarL pal;l. nata sumbet : Nanang Riiono Q)inas Pendidikan Kota Samarinda)
Sesi
^. Purwida L Hariati (I(onsultan ICMA-BIGG b. Balikpapan)
c. dr. Sahat Mangasi (Dinas
Kesehatan
Kab.
Kota Kutai
Kertanegata).
Nanang Ruiono menjelaskan bahwa pada dasarnya mekanisme pengamanan program JPS Pendidikan di Kota Samadnda telah mengikuti prosedut yangada mulai dad penyebann infotmasi, penanganan pengaduan dan forum lintas pelaku. Walaupun
demikian ada bebetapa hal yang menimbulkan misalnva:
masalah,
^.
b.
yang iumlah tambu-rambu sudah 'dipaketkan' dan tambu-tambu penggunaannya, setingnya tidak sesuai dengan kebutuhan dapat riil sekolah, kepala sekolah hatya mempermnggungiawabkan Penggunaannya secara formal, akuntabilitas pubtikny s^rtgaLt lemah/ dipertanyakan. ^ Seiring dengan lemahnya akuntabilitas, prinsip transparansi dalam penggunaan DBO i"g" sulit diterapkan karena banyaknya indikasi penyelewengan yang htnya disampaikan secara diam-diam dan tidak dapat ditindaklaniuti. Komite Sekolah yang seharusnya belperan dalam penetapan prinsip ketetbukaan tidak dapat melaksanakan fungsinya karcna lebih banyak bersikap pasif dan sering lalai menunda-nunda Pembedan Dana Bantuan Opetasional
PBO)
tugas.
c.
Sempiurya waktu yang tersedia untuk penyebaran informasi program kepada mayuakat semakin menyulitkan upaya penetapan uansparansi yurLg menuntut partisipasi dari masyarakat.
d. Adanya e.
f.
resistensi dad kepala sekolah terhadap penerapan prinsip-pdnsip tanspatansi, akuntabilitas dan partisipasi masyatakat. Akuntabilitas publik penggunaan subsidi guru tidak tedihat realisasinya, karena pau:^ guru tidak melihat keterkaitan antara pemberian subsidi dengan peningkatan mutu la.yanat:. pendidikan kepada siswa, tetapi sebatas upay^ peningkatan taraf hidup saja. Prosedur birokasi yang panfang dalam petekrutan siswa untuk mendapatkan beasiswa, menyebabkan sekolah merasakan waktu pengaiuan calon penedma telatif singkat sehingga terjadi kekwangakutatan dan ketidaktepatan sasafan.
g.
Penetapan iatah iumlah siswa yang akan mendapat beasiswa pada setiap sekolah ternyatz menimbulkan petmasala};ran tersendiri. Ada sekolah yang kesulitan mencari siswa yang butuh beasiswa, dilain pihak ada sekolah yang kesulitan membagi iatahnya karena iurnlah siswa yang butuh beasiswa
tedalu banyak.
Purwida Hariati menjelaskan bahwa akuntabilitas merupakan suatu bentuk pertanggungiawaban kepada masyatakat atas hasil 21
akhir suahr penyelenggaaan kegiatan pemerintthan- Ptinsip akunabilitas harus dilakukan secara menyeluruh seiak proses perencanaan, penganggafan, perbendataan, pengawasan dan penyebarJuasan informasi keuangan daerah.
No. 105 Tahun 2000 ps. 8, pemerintah daetah dalam menyusun anggarannya harus berdasarkan pada pendekaan kinerja yutu rnggatan kinerja dan indikator kine{a. kineria ini didasarkan pada sasatan Pola penyusunan ^ngguaLn dan tuiuan, tugas pokok dan fungsi (tupoksi), standat Berdasarkan PP
pelayanan, belania operasional dan modal.
Keluarnya UU No. 22 dan No. 25 tahun 1999 serta PP No. 105 dan No. 108 tahun 2000, sebenatnya menciptakan momeotum bagi daerah untuk mempenanggungj awabkan kine{ anya kepada stakeholderl
Dr. Sahat Mangasi menjelaskan bahwa prinsrp Partisipasi dalam pengamanan pelaksanan program JPS-BK di Kutai Kattznegan ditempkan dengan melibatkan betbagai komponen baik pemerintah maupun non pemedntah.
Ada dua pendekaun dalam menggerakkan patisipasi yaitu Partisipasi yang dipetsiapkan atau diotganisasikan melalui program dan Panisipasi yang bersifat spontan. Partisipasi yang diorganisasikan umumnya berupa pembentukan organisasi yang penetapannya melalui keputusan pemedntah, sedangkan Partisipasi yang spontan betasal dari individu, LSM dan media massa.
Proses penggerakan partisipasi dilakukan dengan mengadakan sosialisasi baik secara internal maupun ekstemal dan secara langsung nulupun tak langsung. Bentuk-bentuk sosialisasi yang dilakukan adalah dengan mengadakan pertemuan/pelatihan, pertemtxm /diskusi, penyebaran leafleg pemasangan spanduk.
Diskusi (Tanya Ja@ab) Tanya jawab berfokus pada masalah pelaksan patisipasi masyarakat ddam program pembangunan. ^n Topik yang
menoniol adalah masalah pengakomodasian paftisipasi masyankat yang lahir secara sPontan tanp^ penganhan pemerinah dan adanya resistensi dafi elite daerah terhadap upaya tersebut. Perdebatan yang teriadi berkisar antara petlu tidaknya partisipasi masyarakat diatur dalam suatu regulasi. Umumnya, peserta sepakat bahwa perlu meskipun dipedukan regulasi atas paftisipasi, regulasi tetsebut hatus disepakati dulu oleh rakyat.
Berkenaan dengan masalah akuntabiJitas, terungkap pula masalah resistensi peiabat y^ng lebih menuntut ketaatzn masyankzt ketimbang petunggungiawaban mereka kepada publik. Dalam hal ini, pesefta diskusi umumnya sepakat bahwa untuk mengatasinya, perlu ada transparansi dan suasana keterbukaan yang oleh ketiga pembicata tidak banyak dibahas.
D. Kota Makassar (Selasa,
4
Juni 2002)
Acan diskusi di Makassar dimulai pada pukul 9.00 WITA dengan susunan sebagai berikut :
1.
Sambutan Kepala BAPPEDA Propinsi Sulauesi Selatan Dalam sambutanny ? y Lng dibacakan oleh Sekretads BAPPEDA Ptopinsi Sulawesi Selatan, Dm' Hi. A. Husna Lztef, Kepala BAPPEDA Propinsi Sulawesi Selatan, Dts. Syahrul Saharuddin, M.Si., menyatakan bahwa diskusi penguatan pengaman^L yang menekankan prinsip transpafansi, partisipasi dan akuntabilitas sesuai dengan salah satu tujuan dalam Visi Ptopinsi Sulawesi Selatan. OIeh sebab rtu brairctomzing dengan seluruh stakeholder untuk perbaikan ke arah tata pemerintahan yang baik seperti ini, sebaiknya makin sering dilakukan.
2.
Pengantar Pengantat diskusi disampaikan oleh Diani Sadiawati, SH, LLM @ircktur Hukum dan HAM - BAPPENAS) yang menjelaskan latar belakang, tuiuan dan hasil-hasil yang diharapkan dari Ptogtam Penguatan Pengamanan.
3.
Sesi
I : Tinjauan
dan Implementasi Pengamanan
I diskusi menampilk^n P^r^ narasumber sebagai berikut : H. A. Kube Dauda, M.Si, Dosen LAN (I-embaga
Sesi
^.
Administrasi Negara)
b. Dts. H. A. Mandafi Lompi (I{epala BAPPEDA
Kota
Makassar)
c. H. Afief Padindang (Ketua Komisi E DPRD Propinsi Sulawesi Selatan).
Drs. Kube Dauda menjelaskan bahwa good goaenance adalah konsep batu dan masih dalam proses PemantaPan, na(nun komitrnen pemerintah terhadap keberhasilan pelaksan^ r$ty^ cukup
tingi.
Dalam good gouenance ada tiga domain pengelolaan, yaitu domain pemedntahan (publik), domain ekonomi dan masyatakat itu sendiri.
Berkaitan dengan itu, pembicata iuga menielaskan adanya tiga sektot dalam pemedntahan. Pertama, sektot pemerintah yang lebih betperan memfasilitasi dan memberdayakan, mencipakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif. Kedua, sektor swasta y^ng menciptakan pekerjaan, pendapatan melalui produksi barang dan iasa. Ketiga, sektor kelompok-kelompok masyaral
berbennuan antar kepentingan.
Ddam makalahnya yang dibawakan oleh Dts. Agus Salim M.Si, Kepala Bappeda Kabupaten Matos, Drs. Mandafi I-ompi 24
Kota Makassar menyadad pentingnya penetaPan prinsip-prinsip Ttansparansi, Akuntabilitas dan Panisipasi dalam progam/proyek menjelaskan upaya Pemerintah
pembangunan, tidak hany a demi keberhasilan program-Program Pemerintah Pusat tapi iuga Program-Program yang dirancang dan diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Makassat sendiriBebetapa masalah penting yang sedang diatasi meliputi : aparat pemerintah daer.ah tentang prinstp^. Pemahaman prinsip transparansi, akuntabilitas dan pattisipasi. t pemedntah sebagai fasilisator b. Ptofesionalisme
^p^r
c. d.
pembangunan. Dukungan institusi yang menggunakan manaiemen modem. t yang dapat Pengawasan tethadap perilaku
diamati/dikontrol, dan
e.
^P^t
Akses masyarakat terhadap informasi/kebiiakan.
Upaya Pemerintah Kota Makassar dalam menetapkan prinstpprinslp transparansi, akuntabilitas dan partisipasi terus dilakukan antara lain dengan pembenahan intern pengembangan SDM dan institusi.
H. Afief Padindang, Ketua Komisi E DPRD Ptopinsi Sulawesi Selatan dalam tanggapannya tethadap makalah Kepala Bappeda Kota Makassar mengidentifikasikan beberapa masalah penganunan progtam pembangunan di Sulawesi Selatan, khususnya Makassar. Masalah-masalah transparansi yang dipapatkan oleh pembahas
meliputi:
^. b.
Transpatansi dalam menghitung pagu anggaran Transparansi data tentang berbagai Pto$am JPS, Subsidi Enetg, Ptoyek dengan dana Piniaman Luar Negeri, Dana Dekonsentrasi, Dana dari APBN tentang tugas pembantuan yang sangat sulit diketahui secara lengkap oleh anggota
DPRD.
c.
Masalah penyebaran informasi (sosialisasi).
25
Masalah-masalah akuntabilitas yang dipap arliorn meliputi : penerapan sistem perenc^rloraln stategis dengan ^. Masalah mengunakan anggaran kine$a b. Masalah pendekatan proyek vs pendekatan strategis c. Masalah pengukuran keberhasil^n secura kualitatif d. Masalah kualitas dan mentalitas SDM Masalah-masalah partisipasi yang dipap arkan meliputi: a. Dominasi pemerintah dalam perencana n pembangunan b. Masalah penyerapan aspirasi rakyat dalam rancangan
pfogram
c.
Masalah kootdinasi.
Diskusi (Tanya tau,db) Tanyz iawab pada sesi ini berkisat pada penegasan bahwa kegagalan pelaksanaan progtam-program pembangunan selama -te{adi katena tidak diterapkannya pdnsip-pdnsip ini tfanspafansi, akuntabilitas publik dan partisipasi. Diakui bahwa p.-.titrt"h daerah Kota dan Kabupaten memang tidak memiliki kebijakan dan sttategi khusus untuk melaksanakan pengamanan pro#am pembangunan.
,.
II
Sesi
:
Masalab-mdsalab dalam Penerapan PenganAnrtn
II diskusi menampilkanpu narasumbet sebagai betikut: z. Dts. H. Buhanuddin Baharuddin, MSi PT. Bina Asih
Sesi
b.
c.
Konsulan, Makassat, KMT Ptopinsi Sulsel PDM-DKE Ir. Jemmy SD, Ketua Tim Konsultan Manajernen P2D Propinsi Sulsel Nanang Nudamil MZ, Ketua Tim KMT PDM-DKE Kabupaten Bone.
Drs. Buhanudin pada intinya menielaskan
masalah-masalah : nan yangmeliputi pelaksanaan pengama waktu yaflg tersedia, baik untuk mempelaiad ^. Tetbatasnya maupun mempersiapkan mekanisme penyebamn informasi
program PDM-DKE.
b. Kedudukan UPM y^tg benda di tingkat kabupaten, sementara masalah yang timbul ada di tingkat lapangan 26
c- Gaii UPM diambil dari sumber pendanaan yang sama, sehingga UPM tidak indePenden d. Tidak optimalnya partisipasi masyamkat, katena menggunakan sistem Perwakilan.
Ir. Jemmy menielaskan bahwa
masalah-masalah y^ng teridintifikasi dalam pelaksanaan pfogtam P2D di Sulawesi Selatan yang meliputi:
kesadatan dan komitrnen pemeran ^. Kurangnya pembangunan atas uansPatansi. b. ir{i"i*.t" pemahaman pembina terhadap transfer of dibina. Belum adanya kesamaan persepsi di antatt Pemetan tentang perlunya pengamanan program pembangunan' knowledge kepada y ang
c.
ak,an
Nanang Nuqamil mengidentifikasikan permasalahan yang dihadapi dalam penefapan pdnsip transparansi (khususnya p.rry"6.t"r, informasi) selama pelaksanaan PDM-DKE di K"boput tt Bone. Disebutkan, faktot-faktot penyebabnya adalah:
Metode kurang efektif. b. Waktu terlalu sempit. c. Media ktuang efektif. d. Dana dan satana kutang. e. Masyatakat kurang ptoaktif/apriori dan Petugas Penyebatan Inforrnasi kurang aktif. f. Penyebatan informasi hanya dilakukan pada tahap awal a,
petencanaan.
Untuk irra pembicafa menyatankan agaf penyebaran informasi
dapat berialan efektif hal-hal berikut pedu
meniadi
pertimbangan: informasi dilakukan secara door to doot' informasi diperpaniang dan dilakukan
Penyampaian ^. b. lraktu penyebaran
c.
lebih awal. Memanfaatkan media radio,TV
dan waktu ac t
-acasa
keagamaan.
27
6. Diskusi (Tanya tauab) Tanya iawab betkisat pada kelemahan-kelemahan yang ditemui dalam tancangan (duiyo) yang selama ini disusun oleh Pemerinah Pusag termasuk tancang n penetapan pengamanan yang tidak mempethatikan kemampuan daerah. Masalah lain dan lembagayang terungkap adalah ketidak-konsistenan ^par^t lembaga Pemerintah Pusat sebagai fasilitator dalam melaksanakan fungsi dan kewaiib^nfly^ sesuai dengan kebiiakan dan ptogtam yang disusunnya sendiri.
E. Kabupaten Buleleng (Rabu,5 Juni 2002) Acara diskusi di Buleleng dimulai pada pukul 9.00 susunan sebagai berikut :
WIT
dengan
1. Laporan Panitia Laporan Panitia Penyelenggara diskusi disampaikan oleh Kepala Bappeda Kabupaten Buleleng, Ir. Nyoman Yasa, selaku Ketua Pelaksana Diskusi. Dalam laporannya, Ketua Panitia menyampaik an latar belakang, tujuan diskusi
2.
Sambutan Sehretari.s Daerab Kabupaten Buleleng
Dalam sambutannya, Sekretaris Daerah Kabupaten Buleleng rnenyatzkan, good gnaeftiailce merupakan salah satu issue yang harus dipethatikan oleh pemedntah daerah sekarang ini mengisyaratlan adanya betbagai tuntutan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah. Tuntutan masyatakat semakin ^patat meningkat seiring dengan tingkat pendidikan masyarakat yang semakin meningkat.
Dikatakan bahwa penerapan pengamanan ptogram-prcgram pembangunan daetah membutuhkan prasyarat-prasyarat sebagai berikut: konsensus tentang odentasi kebijakan mengingat ^. Adanya banyaknya kepentingan yang betbeda-beda b. Ptoses melayanr yang mesti didahulukan ketimbang dilayani c. Ditegakannya rule of law 28
d.
e.
Adanya pengakuan bahwa stakeholdets selain pemedntah mempunyai hak suara Adanya visi yang strategis (suategic vision) dad pemimpin dan dikembangkannya sumbet daya manusia.
I Made Suwandi (Direktur Otonomi Daerab dan Pelapornn, Direktorat PMD, Depdrternen.
3. Pengantar Diskusi:
Dalam Negeri) Pembicara dalam hal ini tidak menyampukan pengantar berupa mated franework) pengamanan sebagaimana f.ormat pelaksanaan serial diskusi yang sudah ditetapkan sebelumnya, melainkan lebih banyak membenkan vruan mengenai otonomi daerah bedkut perma salah anny Pengantar diskusi disampaikan ^. oleh tenaga ahli pada akhir diskusi. Sesi
I : Tinjauan dan Implementasi
Sesi
I diskusi menampilkan para natasumber sebagai bedkut:
Pengamanan
Putu Suasta (Forum Merah Putih) ^. b. Ketua Bappeda Propinsi Bali c. Nyoman Yasa, Ketua Bappeda Kabupaten Buleleng.
Pada intinya, Putu Suasta menekankan kepemimp nan
(leaders hip )
dalam
:upay
penerapan
pentingnya
goo d go aentance.
^ Kepemimpinan merupakan ptasyatat bug pembuatan dan pelaksanaan kebijakan, termasuk kebijakan pembangunan. Dalam menyototi masalah keepemimpinan dan pembuatan kebifakan ini, pembicara secara gamblang membebetkan kasuskasus setempat yang mempetlihatkan buruknya pembuatan dan pembangunan di daetah. peteflc n
^n
Ketua Bappeda Ptopinsi Bali menyatakan bahwa, Pemerintah Daerah Propinsi Bali, khususnya instansi Bappeda Propinsi telah menyadari adanya pergeseran patadigma baru dalam mengelola pemerintahan. Dicontohkan, dalam menentukan kebiiakan tata rtrang telah melibatkan stakeholdet lain, misalnya dengan Forum Merah Putih. Disebutkan pula beberapa kegiatan yang telah melibatkan berbagai stakehoders. Begitu juga
rakorbang y^ng telah diformat supaya dapat melibatkan s take ho
lfurs selain pemerintah.
I Nyoman
Yasa, Ketua Bappeda Kabupaten Buleleng
menyampaikan "arah" rencana sftategis Kabupaten Buleleng. Diielaskan bahwa Pemedntahan Kabupaten Buleleng sesungguhnya belum memiliki renstra, tapi ada tepetada, rencana pembangunan tahunan daenh. Dalam penyusunan rencana strategis ini Bappeda sudah menetapkan prinsippdnsip pengamanan, terutarna pelibatan semua unsw masyarakat. Dimulai dari Musbangdes sudah menyertakan Badan Perwakilan Desa, kemudian Temu Karya di Tk. Kecamatan sudah melibatkan DPRD, begitupun ketika Rakorbang Kabupaten. Di tingkat pelaksanaan porgtam seperti JPS, P3DT sudah menetapkan pengatnanan.
,. Tanya tawab Sesi tanya iawab ini dimulai dengan membedkan kesempatan DPRD Buleleng (sebagai pembahas) untuk kepada ^r..ggotz pendapat membedkan t^ngg^pan membahas ^tas ^tan natasumber. Kemudian sesi ini bergutir meniadi pembahasan di pembicara sendiri, terLrtama dengan titik perhatian ^ntzri kepada masalah-masalah yang dikemukakan Made Suwandi, yakni seputat permasalahan otonomi daetah. Sedangkan peserta diskusi benifat pasif sehingga lalu lintas diskusi berialan satu arah.
Isu strategis yang petlu dicatat dalam sesi tanya iawab ini adalah masalah komunikasi dan kerja sama antara stakeholden, terutanu dalam proses pembuatan kebiiakan daerah. 6.
II:
Penerapan Mekanisme PengamanAn Program Pembangundn Sesi
I diskusi menampilkanpt^ narasumbet sebagai bedkut: Kepala Dinas Bina Marga, Pengaitan dan Pettambangan
Sesi
^. b.
c.
Kabupaten Buleleng Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyat Ketua KomiteJPS Pendidikan Kabupaten Tabanan 30
Pada sesi ini, semua materi pembicataan yang disampaikan 3 pembicam sama yakni, tiniauan terhadap pelaksanaan progtam JPS. Hanya berbeda di dalam pilihan ienis sub-progtamnya.
Kepala Dinas Bina Matga, Pengairan dan Pertambangan Kabupaten Buleleng hatya menyampaikan deskdpsi mengenai ptogram P3DT yang dilaksanakan di Kabupaten Buleleng. Berkaitan dengan pengaduan masyarakat, pembicara menyatakan bahwa dalam proyek P3DT di Buleleng tidak ada pengaduan dari masyarakat. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar langsung masuk ke pembicaran mengenai masalah-masalah yang diiumpai didalam pelaksanaan JPS-BK selama ini.
Yang mendapat penekanan adalah tidak tersedianya data yang akuat tentang iurnlah penduduk miskin, intenrensi dalzlm menentukan suatu kslrratga tetmasuk golongan miskin (Gakin) dan ketidaksamaan petsepsi dalam penggunaan dana ^ntat^
ISM dengan
petugas.
Ttanparansi dalam prcgram JPS-BK Kabupaten Granyar diielaskan tedetak pada adanya pengau/asan langsung oleh
ISM
atnv badan lain sesuai dengan mekanisme yang ada. Ttanspamnsi ing dilaksanakan raelalui progam intetaktif melalui radio Gelora PemKab Gianyar setiap hari kamis iam 11.00 - 12.00.
Ketua Komite JPS Pendidikan Kabupaten
Tabanan menyampaikan tujuan JPS Bidang Pendidikan, gambatan tentang aspek teknis pelaksanaan, hambatan-harrbatannya dan usulan serta masukan. Penyebatluaan informasi progmm JPS Pendidikan di Tambanan dilakukan dalam bentuk-bentuk pemasangan poster ditempattempat pelayanan umrun (sekolah, balai desa, dan dusun), pertemuan komite, dan surat edann. Berkaitan dengan pengaduan masalah, dikatakan oleh pembicara bahwa selama ini tidak terdapat keluhan ataupun laporan dari masyankat dt wilayah ketlanya. Sedangkan pada unit Forum Lintas Pelaku 31
€LP) dibutuhkan semacam mediator untuk lebih meningkatkan
keriasama antat stakeholdet atau pelaku-pelaku pembangunan (swasta, masy ankat dan pemerintah).
Salah satu masalah yang dihadapi dalam pelaksanaanJPS Bidang
Pendidikan adalah sedng tetlambatnya Penyampuan laporan pelaksanaan program. Tetakhk, pembicara mengusulk^n ^gM model-model pengam^n n program JPS ini diteruskan dan diterapkan dalam program-ptogtam lain. Dikatakan fuga bahwa guna perbaikan ke depan program pembangunan seienis perlu mengadopsi pendapat masyatakat supaya dapat lebih memenuhi kebutuhan masyankat.
7. Diskusi (Tanya taa)ab) Tanya jawab dalam sesi ini betkisat pada klarifikasi sebab-sebab y^ng menimbulkan masalah dalam pelaksanaan progmm pembangunan, khususnya progam JPS.
3.2. Hambatan-hambatan dan Langkah Mengatasinya Hambatan-hambatan yang ditemui selama persiapan umumnya betsifat non-teknis yang meliputi : 1. Pemahaman pau;^ pembicara terhadap ketangka ^cuafl GOR) ptesentasi/makalah sehingga materi yang dihatapkan dapat disampaikan melalui ptesentasi/penulisan makalah dan diskusi itu sendiri kurang tetfokus pada penielasan tentang arti penting pengamanan, identifrkasi masalah dan isu-isu suategis di sekitat pelaksanaan pengamanan program pembangunan di tiap-tiap daerah. Begitu juga masukan-masukan berdasatkan pengalaman pelaksana/ konsultan progtam pembangunan di daerah tidak dapat diartikulasikan secara sistematis oleh pembicata. Beberapa pelaksana/konsultan ptogtam di daerah yang meniadi pembicata, sepeti di Balikpapan memahami dengan baik prinsip-prinsip dan mekanisme pelaksanaan pengaman n, tetapi belum bisa menggali permasalahan dan isu-isu sttategis berdasarkan pengalaman pelaksanaan ptogram pembangunan di daetahnya. Akibatnya, pembicaraan dalam diskusi cenderung bersifat normatif dan masukan-masukan yang diharapkan tidak dapat diperoleh ecan optimal. 32
Untuk mengatasi kekuangpahaman pembicara terhadap ketangka acuan TOR duskusi, Konsultan melakukan konsultasi infotmal sebelum ptesentasi, baik kepada pembicara maupun modetator guna menyampaikan pokok-pokok bahasan yang pedu dipresentasikan dalam acara diskusi. Di bebetapa kota, upaya ini berhasil mengarahkan diskusi ke pembahasan tentang topik-topik yang digariskan dalam TO& tetapi di daetah lain, upaya ini masih kurang optimal dilakukan karcna pembicara masih saja terikat pada makalah yang disusunnya. Bahkan, sebagian besar narasumbet, terutama yang betasal dad unsur pemerintah daetah, cenderung menyarnpaikan kebijakan-kebiiakan runum yang telah diambil di sekitar pembangunan dan pemerintahan di daemhnya yang hampir tidak berkaitan dengan masalah pengamanan progtam pembangunan. Pemahaman pat:a a.nggota panitia pelaksana, termasuk tim perumus satu dengan terhadap tuiuan diskusi dan koordinasi kerja ^ntat^ yang lain tidak begitu optimal. Sementata itu, prakatsa untuk menyelenggarakan rapat panitia pelaksana dan/atzu tim perumus untuk menddami tuiuan dan masalah-masalah yang didiskusikan, tidak ada.
Untuk meningkatkan pemahaman dan kotdinasi tim perumus, Tim Tim Konsultan mengambil pral<arca dengan mengajak par:^ Perumus (termasuk modemtor) betdiskusi sebelum ^nf#ota pelaksanaan acm gsn^ menjelaskan maksud dan tuiuan diskusi serta materimated apa yang seharusnya dibahas dan dtumuskan melalui diskusi itu. Di beberapa daetah, konsulan juga aktif dalam peftrmusan hasil-hasil diskusi. Upaya ini cukup berhasil mengatasi kelemahan yang ada, tercermin dalam penrmusan dan rekomendasi yang disusun pada akhir acata diskusi. Di daetah lain, perumusan yang disusun hanya berupa tingkasan-ringkasan makalah atau penegasan atas masalah-masalah yang sudah dituangkan dalam TOR. J.
Isu-isu
di sekitar pelaksanaan otonomi
daetah, hubungan pusatdaetah dan hubungan keuangan pusat-daerah masih mendominasi diskusi, sehingga pembicataan dalam diskusi sering melebat jauh dari tema pelaksanaan pengamanan program pembangunan daetah33
Mengatasi masalah ini, konsultan yang mendampingi Tim Koordinasi dan Tim Pelaksana Progtam berusaha terlibat aktif dalam diskusi dan meluruskan kembali arus pembicaraan yang iauh melebar dengan menjelaskan kembali latzt belakang dan tuiuan diskusi, bahkan pengertian-pengertian dasat tentang pengamanan ptogram pembangunan di daerah. Hambatan-hambatan yang bersifat teknis unulnnya, seperti rvaktu pelaksanaan yang tidak mencukupi untuk mengakomodasi
keinginan peserta untuk berbicata dengan panjang- lebar. Di beberapa kota, keterba;tasan waktu ini mengakibatkan pemmusan hasil-hasil diskusi tidak sempat dibacakan, meskipun masih dapat didokumentasikan. Singkatnya waktu pelaksanaan diskusi ini umurnnya diakibatkan oleh keterlambatan pembicara atau peserta katena iankyarg cukup iauh antara lokasi kegiatan dengan tempat tinggal di luar kota.
34
BAB IV MASALAH-MASALAH PELAKSANAAN PENGAMANAN PEMBANGUNAN DAERAH 4.1.
Umum
enerapan prinsip-prinsip transpatansi, akuntabilitas publik dan partisipasi sebagai opetasionalisasi konsep pengamanan kebiiakan atau program-progtam pembangunan merupakan bag1an dari pelaksanaan t^ta. pemerintahan y^ng baik (good gouemancQ. Katena int, pelaksanaannya membutuhkan prasyara;t-pfasYlt t dasat berupa suasana ketetbukaan (dalam arti kebebasan berotganisasi dan berpendapat).
P
Keterbukaan akses ke informasi bagi semua pihak, pertanggungfawaban kepada semua pihak yang terkena pengafuh kebijakan dan ketetlibatan masyatakat dalam ptoses pembuatan serta pelaksanzan kebiiakan tidak mungkin dapat diwuiudkan begitu sair t^rrp adanya kebetanian dan keleluasaan untuk mefluntut semua itu kepada pemegang kekuasaan dan pemilik akses serta sumbet daya. Namun, kebetanian serta keleluasaan itu tidak mungkin dapat tercipta tznpa adtnya suasana kebebasan untuk menyatakan pendapat dan kebebasan masyarakat untuk memperkuat posisi taw^r melalui pengotganisasian dan pemberdayaan.
Tentu saja, semua itu belum cukup, karena kebethasilan
pelaksanaan pengamanan kebijakan dan progtam-program pembangunan bermuam pada kesadaran elite akan pentingnya hak-hak serta kepentingan publik sebagai acuan bagi pembuatan dan pelakslrn^ kebijakan dan, yang tidak kalah
^ pentingnya, ada-tidaknya kepemimpinan demoktatis di suatu daenh yang dicidkan oleh keseataan, komunikasi, kerja sama dan kemitraan Nft*t^ pelaku (stakebolderc). Dari pembicaraan yang betlangsung dalam diskusi yang diselenggarakan di 5 lokasi terlihat bahwa pada dasamya, sebagian prz'sy^t^t-prasyar; t tersebut sudah mulai terwujud di daemh. Kondisi kebebasan betorganisasi dan kebebasan berpendapat hampit secata meratl sudah tetcipta sejak .F
J.)
tumbarngnyz- rezim Orde Baru. Dampak positif dari kondisi ini adalah semakin leluasanya masyarakat menyatakan pendapat dan semakin bebasnya membentuk organisasiorganisasi atas prakarsa dan swadaya masyarakat, tAnpa intervensi pemerintah. Kondisi kebebasan ini tetcermin pada semakin betgaitahnya kelompok-kelompok masyarakat melaksanakan fungsi pengawasan di daerah
beryulfunya proses tefonnasi
politik dan
dan semakin beraninya masyarakat menuntut pertanggungiawaban atas pelaksanaan program pembangunan, baik secar langsung (melalui pengotganisasian uniuk rasa) maupun tidak langsung (melalui kritik-kritik lewat media massa).
Yang masih belum terbangun adalah kesadatan puz peiabat Oaik pemerintah daerth iluupun DPRD) di daetah unruk menempatkan hak dan kepentingan publik di atas kepentingan lain. Ini tercermin dalam langkahlangkah pelibatan masyanlat dalam pembuatan kebijakan dan dalam penyelesaian masalah yang hanya betsifat fotmal. Penyelesaian substansial yang seharusnya dicapai melalui komunikasi, keria sama dan kemitraan pemedntah dan kelompok-kelompok masyatakat tidak tedihat. ^ntrra Memang, komunikasi, keria sama dan kemiuaan Lfltar^ stakeholdets dalam rangka pengamanan ptogram-ptogfam pembangunan masih belum te{alin secara intens. Akibatnya" gaimh kelompok-kelompok masyarakat untuk beqpanisipasi ddam pengamanan progtam pembangunan'sedng kali tidak memperoleh saluran politik yang memadai. Tidak izr,urg partisipasi lembaga legislatif (sebagar masyankat itu justru menimbulkan konflik ^nt^r pihak yang tedibat dalam pembuatan kebiiakan dan pengawasan) serta Pemda (sebagai pihak yarrg terlibat dalam pembuatan kebijakan dan pelaksana kebiiakan) di satu pihak, dengan kelompok-kelompok masyankort yang berusaha menetapkan pdnsip transparansi, akuntabilitas publik dan partisipasi ddam progtam pembangunan di pihak lain.
Secara umuln, dapat dikaakan bahwa pr^sy^rat-pt sy^t^t dasat b^gl kebethasilan pelaksanaan pengamanan progtam pembangunan di daerah belum memadai. Meskipun demikian, proses ke anh peletakan dasat-dasat pengamanan program pembangunan ini masih terus betlalan. Keberhasilanny^ ditentukan oleh interaksi antara para pelaku di daetah yang penuh dengan konflik dan kemampuan daenh dalam melahirkan kepemimp inan
y ang
demoktatis.
36
4.2. Pemahaman Pelaku Pada umumnya, pemaharm^n pelaku-pelaku pembangunan di daerah tentang istilah pengamanan (safeguatdittg) pfogfam pembangunan masih tetbatas.
Pengamanan masih diartikan sebatas pengamanan ptogam JPS dad penyimpangan-penyimp^tgan dan penyelesaian masalah-masalah y^ng terjadi dalam pelaksanaan pfogam itu. Pemahaman bahwa mekansme pengamanan juga pedu diterapkan pada semua kebijakan dan progtam pembangunan belum melekag tefutama di kalangan pemerintah daetah ftaik DPRD maupun eksekutiQ. Meskipun demikian, pata pelaku pembangunan di daetah dapat menerima ani penting penefapan pdnsip-pdnsip transpatansi, akuntabilitas publik dan partisipasi dalam penyelenggatan ptogtam pembangunan. Petsoalannya, pemahaman bahwa penefapan prinsip-prinsip tersebut harus dilakukan dengan pendekatan multistakoldem masih sangadah rendah. Penyebaran informasi tentang program-program pembangunan, misalnya, cenderung diartikan sebagai proses "sosialisasi" y^.g sasarannya sebatas pada pihak-pihak yang terkait dengan penedmaan bantuan pembangunan dan belum dipahami sebagai penetapan pdnsip ttansparansi yang sasarannya adilah seluruh masyankat Sementata ito, infotmasi tentang progmmprogram dan kebijakan instansi pemda, cenderung disampaikan htnya melalui institusi formal seperti Bagian Humas Watkota. Peranan Pers yang memiliki posisi penting dalam penyebaran informasi belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh instansi-instansi pemda. Pemahaman tentang pdnsip akuntabilitas publik fuga masih rendah. Ini tercermin pada penielasan peiabat pemda tentang penerapan ptinsip akuntabilitas yang hanya sebatas mekanisme pertanggungiawaban wdikota kepada DPRD (
Menyangkut prinsip partisipasi, pemahaman wakil-wakil unsur stakehoWers yang hadir dalam diskusi pada umumnya sudah cukup baik. Pata peserta diskusi sepakat bahwa semua unsur masyarakat harus terlibat dalam setiap 37
dali peteic nazLfl, pelaksanaan, Pengawasan,
bahkan monitoring dan evduasi. Upaya-vp^ya mewujudkan prinsip ini iuga telah dirancang oleh pemerinah daerah dalam rencana strategis (rensffa), mekanisme takorbang atau Produk-ptoduk kebifakan lainnya. Yang meniadi
tahap kebiiakara
t soal adalah dominannya pendekatan formalistis, tefutama pada ^pM hambatan bagi meniadi ini pemerintah daemh dan anggota DPRD. Masalah terjalinnya hubungan yang intens antara pemda dengan stakeholders lainnya Padahal, pelaksanaan pengamanan Pfogfam pembangunan mensyantk^n adanya keterbukaan, interaksi, komunikasi, iaringan keria dan kemitraan pelaku pembangunan, yang memaflg hanya dapat dibangun secafa ^^t^r^ e fektif melalui hubungan informal.
Ketidakmampuan pemerintah daetah dalam menialin hubungan secafa informal dengan stakeholder lunnya ini terkait dengan tendahnya dukungan masyatakat sebagaimana dtnyatakan oleh pejabat pemda dalam acara diskusi. Begitu juga dukungan kalangan pers yang sebenamya dapat diperoleh mengingat perannya dalam publikasi dan penyebaduasan infotmasi tentang kegiatan dan progam-program pembangunan. Di bebetapa daerah, instansi pemda dengan kalangan perc memang kurang hubungan ^fltara" tetjatin dengan baik. Hubungan yang baik antata pemda dengan pen te{adi di Kalimantan Timur yang tercermin pada rclaif baiknya publikasi progfamprogram yang sedang dilaksanakan di propinsi itu. (Sebagai contoh, ptogram penerapan anggefan kinerfa sebagai mekanisme akuntabilitas keuangan daenh y^ng sedang dilaksanakan di Kalimantan Timur batu-baru ini mendapat pubtikasi yang memadai, baik di media cetak lokal maupun media cetak diJakarta).
Dominannya pendekatan formalistis ini iW" berakibat pada sempitnya pemahaman tentang bagaimana pengamanan Program pembangunan itu tidaknya dilaksanakan. Ada kecenderungan untuk melihat dilaksanakan ^tzirt suatu kegiatan semata-mata seczrr legal-forma7, dan mengukur keberhasilan pelaksanaan kegiatzn dari segi administraif szia.
4.3. Komitmen Pelaku Berkenaan dengan ada tidaknya kesungguhan pelaku di daemh untuk melaksanakan peng m^nan pfogf,rm pembangunafr, masalah yang dihadapi disebut sebagai "mentalitas proyek" pada adalah masih dominanny a Lp^ y ^ng pelaku pembangunan di daerah (dalam arti bahwa kesungguhan pelaku di daerah unruk terlibat aktif dalam penyelenggaraan kegqaan atau program 3B
pembangunan sangat tergafltung pada besatnya-kecilnya keuntungan atzu imbalan-finansial yang dapat diperoleh). Masalah ini tidak hanya te{adi pada aparat pemedntah daetah, tetapi iuga terfadi pada pelaku-pelaku lain seperti ISM dan dunia usaha (
Makassat tetlontar penilaian bahwa pada dasarnya pemerintah daetah memang belum begitu siap menetapkan pdnsip tfanspafansi dalam penyelenggataan pfogfam pembangunan dan peng$uraan Ltrgptzrn belanja daetah, mengingat konsekuensi penanggungiawabannya y^ttg b.t"r Erat kaitannya dengan itu, komitrnen pemerintah daerah untuk menerapkan prinsip akuntabilitas publik pun masih petlu dipertanyakan.
Dafi diskusi di
Secara formal, komitmen tethadap pdnsip akuntabilitas memang meniadi bzglan dari visi dan misi pemerintah daerah yang tertuang dalam tenstta, t p.tt dan dokumen-dokumen lainnya yang dikeluatkan oleh hampir semua pemetintah daerah. Namun dad diskusi yang betlangsung di Makassar 39
terungkap bahwa semua itu hampit merupakan slogan belaka. Contohnya, kewaiiban peiabat eselon II untuk menlusun lapotan akuntabilitas kinetia instansi pemerinah (I-AKIP), sebagaimana digariskan dalam PP No. 105 Tahun 2000 dan PP No. 108 Tahun 2000 ternya;ta tidak dilaksanakan. Pendekatan sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang pembicata diskusi di Balikpapan, dikeluatkannya Peratutan Pemedntah itu sesungguhnya dxpat menjadi momentum brg1 apant pemerintah daenh untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya, baik kepada stakeeholdets maupun publik pada umurnnya. Sementara itu, kesungguhzn
m
sy^rakat untuk tedibat
aktif dalam penerapan
pdnsip akuntabilius publik juga masih perlu dipertanyakan. Ini tercermin pada tendahnya jumlah pengaduan masalah dalam pelaksanaan programJPS atau ptogram pemberdayaan masyarakat sebagaimana diungkapkan oleh para pengelola program yang menjadi pembican dalam diskusi. $dungkin, faktor penghamb^trLyl adalah masih dominannya "mentalitas proyek" sehingga watga masyatakat enggan mengadukan masalah atau penyimplflg fi y^ng te{adi, karena tidak ada imbalan finansialnya).
Berkaitan dengan penerapan prinsip partisipasi, terlihat adanya uPaya untuk melibatkan unsrr-unsur masyarakat dari kalangan LSM, dunia usaha dan pergurLran unggi dalam perencanaan pembangunan melalui penyelengaraan forum pembangunan di tingkat kelurahan, kecamatan dar- kota,/kabupaten. Namun, dalam pelaksanaannya, keterlibatan unsur-tursut masyarakat ini belum begitu ielas. Dad pemarpx n pejabat pemda, terungkap bahwa forum pembangunan di tingkat kota diikuti hanya oleh peiabat-peiabat instansi vertikal pemda. Ketedibatan masyarakat pSM dan dunia usaha) masih sebatas pada tingkat pelaksanaan progtam (termasuk dalam penyelenggat^an forum lintas pelaku). Itu pun tetbatas pada. organisasi-otganisasi swadaya masyarakat tertentu yang memiliki hubungan dekat dengan pihak pemda. Di beberapa daemh, secara eksplisit bahkan dinyatakan bahwa pemedntah daerah belum melibatkan masyatakat secan langsung, narnun biasanya
ditempuh melalui media, baik cetak maupun elektonik. Padahd,, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, gr:ah kelompok-kelompok masyamkat untuk melaksanakan fungsi pengawasan demikian besar. Ini tetcermin dalam maraknya protes-protes terbuka dan pengaiuan kdtik dan tuntutan secara lmgs*g, baik kepada Pemda maupun DPRD di bebetapa daetah. Dalam hal ini, kalangan pets berpetan besat dalam menyalurkan ptotes, kritik dan tuntutan masyamkat melalui pemberitaan di media massa.
4.4. Sumber Daya Manusia Dilihat dafi kondisi pemahaman pelaku di daerah tentang
pengertian
di atas, pengamanan progtam dapat dikatakan bahwa pada dasarnya daerah masih menghadapi masalah sumbet daya manusia (SD\f). Terjadi keseniangan dalam hal SDM Ltrj ^ntat satu daerah dengan daerah lain. Di masa lalu, keseniangan ini dapat diatasi melalui, antat^ lain, mutasi antardaerah bagi pegawai negeri sipil sehingga terjadi proses cross building dan lntetnal building serta kemudahao dalam membangun persepsi bersama. Dalam era otonomi daerah sekatang, hal tetsebut tidak mungkin dilakukan lag. pembangunan sebagaimana teLah diielaskan
Masalah SDM secara bertahap tengh diatasi oleh pemerintah daerah dengan mulai banyaknya pegawai pemerintah daetah yang melaniutkan pendidikan formalnya ke jenjang yang lebih tinggr, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, baik atas bizya pemedntah daerah (y"tg memiliki kemampuan keuangan memadai) maupun melalui Pfogfam bantuan lembagalembaga
donor asing.
Meskipun demikian, peningkatan ieniang pendidikan formal
ll'anya
merupakan salah satu cata untuk meningkatkan kualitas SDM. Pedu pula pelaku inga ditumbuhkan pemahaman bahwa intetaksi sosial ^ntar merupakan proses pendidikan dan pembelaiann.
4.5. Infrastruktur dan Teknologi Secara umurn, infrastruktur dan ketetsediaan teknologi untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan pengamanan pfogfam pembangunan d.i daerah sudah memadai. Meskipun belum betul-betul mera;tz ke seluruh daerah, pfasarana telekomunikasi dan media massa (sepeni ianngan telepon dan interneg stasiun radio dan televisi, penerbitan media cetak dan sebagainya) y^ng berperan strategis dalam penyebatan informasi, publikasi dan komunikasi massa, sudah mampu menjangkau pelosok daetah. Beberapa pelaku pembangunan di daerah sudah berupaya memanftatkan prasatana yang tersedia ini.
Pemedntah Kota Balikpapan, misalnya, sudah mengelola situs intefnet yang dapat menyebaduaskan informasi tentang kebijakan dan program-progtam yang diselenggarakan. Pemerintah Kota Medan mefencanakan pembangunan stasiun tadio pemerintah daetah. Pelaku-pelaku pembangunan lainnya iuga 41
sudah berupaya memanfaatkan media cetak, TV dan radio dalam penyebaran informasi tenang program-ptogtam pembangunan y^ng ditangani.
Masalahnya, pemanfaatan prasarana-ptas rurra ini masih sebatas pada penyampaian pesan yang betsifat satu anh. Pemtnfaatan ptasar:ana komunikasi sebagai media interaksi antar^ pelaku sekaligus pertukaran pelaku belum w^can , pembangunan jadngan kerja dan kemitr^ n ^ntat be{alan secara optimal.
Dari segi perangkat lunak, ketetsediaan literatur tentang pdnsip-prinsip transparansi, akuntabilitas publik dan pattisipasi atau good govetnance dan kebijakan/adminsitrasi publik pada umumnya di daerah memang belum memadai. Pegangan bagi pelaku di daetah untuk melaksanakan fungsi peflgaflunan program-progtam pembangunan juga masih terbatas pada pedoman trnum (pedurn), petuniuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis fuknis) tiap-tiap profek yang disusun oleh pelaku-pelaku di pusat. Memang, dalam pegangan yang disusun di pusat itu, tersirat adanya upaya-upaya untuk mengakomodasi kekhasan kondisi tiap-tiap daetah. Tetapi, waktu yang tersedia bagi pelaku-pelaku di daetah urrtuk mempelajarinya secar^ cefin^t dan melaksanakan persiapan dirasakan amat terbatas. Sedangkan pelaku memiliki kewajiban untuk menyelesaikan pekerjaan pada waktunya. Biasanya, terbatasnya waknr petsiapan itu disebabkan oleh keterlambatan pencafuan dana operasional ptoyek yang harus melalui jalur birokrasi.
4.6. Institusi dan Organisasi Di beberapa
daerah, organisasi swadaya masyankat yang betgerak di bidang transparansi dan akuntabilitas (sejenis coruption watch) mulai bermunculan.
Bahkan, lembagalembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang pembetday? n masyatakat pun rumbuh di mana-mana. Begitu iuga lembagalembaga bantuan hukum dan advokasi. Pemedntah daetah sendiri memiliki badan-badan yaurug seharusnya betperan aktif dalam penerapan pdnsip transparansi, akuntabilitas dan partisipasi (seperti Dinas/Kantor Penennganf Informasi, Badan Pengawas Daerah, Kantot PMD/BPM, Kantor Humas dan sebagainya).
Secata institusional, kebendaan organisasi-organisasi
ini
merupakan
prasyarat yang diperlukan (necessarl conditions) bagi kebethasilan pelaksanaan pengamanan program pembangunan di daerah salah. Tetapi semua itu belum cukup katena prasyarat y^ng mencukupi (suficient condition) berupa 42
organisasi-organisasi itu belum mengakomadasikan kebutuhan itu belum terselenggara dengan baik.
komunikasi yang intens dan kemitraain
^nt^r^ te{alin secara optimal. Forum-forum yang dapat
Forum lintas pelaku yang dranhkan untuk melaksanakan fungsi di atas terny^ta masih didominasi oleh pemerintah daerah. Wakil-wakil LSM yang menjadi anggota forum itu tetbatas padr otganisasi-organisasi swadaya masyatakat tertentu yang memiliki hubungan dekat dengan pihak pemda.
Ke{a sama antar organisasi-organisasi masyatakat dan instansi pemerintah daerah dalam pelaksanaan fungsi penyebaduasan informasi program pembangunan dan unit penanganan pengaduan masalah juga tidak tedihat.
Di
daenh tertentu, seperti Bali y^ng komunitas adatnya cukup k raq
organisasi-organisasi masyarakat yang modern menghadapi tantangan dari lembagalembaga tradisional yang didominasi oleh elite adat yang iuga
mendominasi pemedntahan. Ini berpengaruh dalam pelaksanaan pengamanan program pembangunan, karena ada kecenderungan pe-r:a peiabat daetah mengatasi masalah-masalah transpatansi dan akuntabilitas publik melalui hubungannya dengan komunitas adayargtidak setara.
4.7. Kebiiakan Pemerintah Daerah Sebagaimana ditegaskan oleh pejabat pemda dalam acata diskusi di 5 kota, pemerinah daerah belum memiliki stategi atzu kebijakan khusus tentang pelaksanaan pengarnanan ptogtam pembangunan di daerah. Acuan untuk melaksanakan funSi pengamanan selama ini adalah peraturan perundangundangan yang dihasilkan oleh pemerintah pusat seperti UU No. 22 Ta.hun 1999 tentang Pemedntahan Daerah, UU No. 25 Tahun 7999 tentang Pedmbangan Keuangan Daenh, UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, PP No. 105 Tahun 2000 dan PP No. 108 Tahun 2000 tentangTata Cata Pertanggungiawaban Kepala Daerah dan pedoman urnum, petunjuk pelatsanaan serta petunjuk teknis tiap-tiap program.
Produk-ptoduk kebiiakan pemerintah daerah yang disebut-sebut sebagai acuan dalam pelaksanaan pengamanan progtam pembangunan di daetah adalah Pola Dasar Pembangunan Daetah, Ptogtam Pembangunan Daerah @ropeda), Rencana Strategis (R-enstra), Rencana Pembangunan Tahunan Daetah @epeuda) dan produk-produk kebijakan lain, sepetti sistem dan mekanisme petencanaan dan pengendalian pembangunan daerah dan 43
sebagainya yang masih betsifat runrun dan tidak secara khusus mengatur atau
memberi pedoman bagi pelaksanaan pengamanan program pembangunan daerah.
4.8. Kemampuan Keuangan Daerah Dari segi kemampuan keuangan daerah, hal yang patut dicatat adrlah adanya sejumlah kecil "daerah kaya" dan sejumlah besar "daetah _fionl gap ^ntfi^ miskin". Sebagaimana dikatakan oleh salah seorang pembicara dtlzm diskusi di Buleleng, saat ini terdapat 6 propinsi dengan kemampuan keuangan tlnggl yang dtbandingkan dengan 25 propinsi dengan kemampuan keuangan y^ng rendah. Itu pun masih harus diberi c t^t^rr lain berupa adanya, urban bias dalam mengukur kemampuan keuangan tiap-tiap provinsi. Ap^ y^rug diungkapkan lebih mencerminkan kondisi perkotaan, padahal jurnlah kabupaten lebih banyak.
Dari pembicartan yang direkam selama diskusi, terungkap bahwa beberapa daerah memang harus mengatasi lebih dulu masalah keuangannya iika ingin memprogramkan sendiri pelaksanaan pengamanan program pembangunan di daerahnya. Kemampuan keuangan daerah Kota Makassar, misalnya, ditandai dengan penggunaan 90o/o dana alokasi wmun (DAU) untuk belanja rutin (khususnya gaji pegawai). Sebaliknya, daerah-daerah di ^nggma;n Kalimantan Timur menyatakan kesiapannya dari segl keuangan untuk memptogtamkan pengamanan pembangunan di daerah. Kota Medan iuga menyatakan kesiapannya meskipun masih tetap dengan bantuan APBN
(b-).
44
BAB V PENUTUP
eningkatnya pemahaman pelaku
di
daetah terhadap prinsip-
prinsip ftansparansi, akuntabilitas publik dan
partisipasi merupakan salah satu tujuan pelaksanaan serie diskusi. Secara umurn, diskusi ini telah bethasil membuka wawasan para peserta berkenaan dengan pentingnya penetapan ketiga prinsip tersebut dalam pelaksanaan ptogtam pembangunan dan dalam pemerintahan pada umumnya. Diharapkan, dati sini par:a peserta dapat mengkomunikasikan isi pembicataan dalam diskusi kepada komunitas masing-masing dan, melalui publikasi media massa di daerah, isu-isu suategis yang dibicatakan dalam diskusi juga dapat di sebatluaskan kepada masyarakat secara luas.
Interaksi dan komunikasi yang terjadi selama penyelenggaraan diskusi telah memungkinkan par^ pelaku di daemh saling betukar pikiran, saling mengkdtik dan saling membed masukan. Pada dasarnya, semua itu merupakan awal yang baik dalam rangka membangun komitrnen sesarna pelaku untuk bersama-sama mempetkuat fungsi pengamanan program pembangunan di daetah masing-masing. Penyelenggataan sede diskusi iog telah berhasil mengidentifikasikan masalah-masalah yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pengamanan program pembangunan di daerah. itu. Dengan identifikasi tersebut, para pelaku di daetah diharapkan dapat mengetahui letak kelemahan dan kekuangan yry harus diatasi. Bagl pelaksana program Penguatan Pengamanan Prcgtam-ptogram Pembangunan Daetah, hal ini i"g" merupakan masukan y^ng berhatga bagi perumusan langkahJangkah selanjutnya dalam rangka penyusunan dan fasilitasi penguatan ^cu^rr ptogram pembangunan di daetah.
di lima daetah merupakan awal penguatan Pengamanan progfam pembangunan. Selanjutnya tergantung pada kemampuan kita untuk memanfaatkan hasil-hasil yang dicapainya. Serie diskusi yang diselenggarakan
45
I-AN,I P I RAN. I-AM P I RAN
I-A]\4PIRAI\ 1 NOTULEN S I PELAKSA}{AAI\
NOTULENSI SERIAL DISKTJSI KOTAMALANG
NOTULENSI DISKUSI Kota Malang,2lMei2002 t. Sambutan Valikota Malang
o o
S7aktu : 09.35 s/d 09.50 \ililIB
Isi Sambutan : Pembangunan merupakan upay^ untuk menciptakan kondisi ),ang diinginkan meniadi lebih baik, sehingga diperlukan upaya yang men,veluruh serta diperlukan adanya transparansi, akuntabilitas dan parasipasi dari semua pihak.
Salah satu cara untuk mewujudkan hal ini adalah dengan pelaksanaan safeguarding, yeng merupakan program pendamping bag pembangunan. Pembangunan yang memerlukan sinergi antar wlavah sehingga dapat saling menguntungkan. Disamping itu fungsi strategis safeguarding pedu juga difahami oleh semua pelaku pembangunan sehingga prinsip rransparansi, akuntabilitas dan partisipasi dapat tenvujud. Adapun faktor-faktor vang dapat mendukung kegiatan tersebut adalah sebagai berikut: Bagaimana mengembangkan kesadaran masyarakat untuk diselaraskan ^. dengan program safeguarding; b. Pedu masukan yang positif dalam pelaksanaan safeguarding; c. Perlu meningkatkan pemahaman peserta terhadap maksud dan tujuan pelaksanaan safeguarding. 2.
Pengantat Penguatan Pengamanan (Safeguarding) Program-Program Pembangunan Daerah : Oleh Direktur Keserasian Pembangunan Daerah Ditien Bangda DDN o Waktu :09.52 s/d 10.35
olsi:
Bangsa Indonesia pada saat ini masih berada dalam kondisi krisis dan berada pada ett reformasi, dalam kondisi yang sedemikian kita berada dalam situasi nasional yang memiliki 3 karakteristik yaitu: Permasalah^n y^ngkompleks; ^. b. Bendapadz en dengan perubahan yang cepat sebagai akibat globalisasi (dimana birokrasi terkadang keteteran) c. Situasi yang Uncerainly ftetidakpastian) Sebagai contoh : Tidak ada iaminan seorang Walikota dapat menduduki jabartn selama 5 tahun. Tidak ada jaminan apakah DAU masih dapat diberikan kepada daerah untuk tahun-tahun mendatang?. ICta saat ini berada pada "pusaran dunia" (dengan kekuatan global), tetapi dalam sisi yang lain kita berada pada titik terlemah dengan daya saing yang lemah, kita tidak memiliki kekuatan untuk dapat mengambil keputusan.
oleh
karena itu hanya ada satu kunci yaitu kita hams merapatkan barisan,
baik itu Eksekutif, Legislatif,
Masyarakat, dan LSI\{. Paradigma Pembangunan Nasional saat ini telah beruda pada paradigma baru yang memiliki 3 Spirit yaitu: (a) Otonomi Daerah Inti Otonomi adalah bagr-bag pekerjaan untuk mendorong prakarsa daerah, tetapi terkadang terjadi salah penafsir-an yang dapat menimbulkan friksi- friksi yang b erkepan) a nga n; (b) People Empowerment Masyarakat harus didengar dan diaf ak untuk menentukan kebutuhannya, dengan memberikan hak-hak mereka baik itu : Hak Pobtik : Hak untuk turut serta dzlam penentuan kebijakan : Hak untuk dapat mengakses sumber penghasilan Hak Ekonomi yanglayek Hak Sosial : Hak untuk berorganisasi/berinteraksi (c) Good Govemance Salah satu bentuk dari aktualisasi spirit ini maka sejak Tahun L999 Pemerintah telah menginisiasi Safeguarding melalui program JPS dan dinilai sebagai inovasi baru dalam pengelolaan program pembangunan. Selanjutnya Pembicara menyampaikan materi framervork penguatan pengamanan (safeguarding) program-program pembangunan daerah (terlampir).
3.
Diskusi Sesie I : Tiniauan Safeguarding dan lmplementasinya Pembicata
^. o o o
I
Narasumber : Prof. Dr. Solikhin Abdul $7ahab Waktu : 11.00 s/d 11.45 WIB Isi Konsep safeguarding merupakan sebuah konsep yang berangkat dari sebuah paradigma "curiga", yang berangkat dari sebuah pemahaman bahwa pemegang uang merupakan pihak yarrg perlu dicurigai. Disamping itu konsep ini juga berangkat dari sebuah kenyataan bahwa Republik Indonesia sesuai hasil penelitian merupakan negara paling korup di dunia, sehingga perlu adanya sebuah upaya pembelajaran unruk mengamankan uang rakyat. Safeguarding merupakan sebuah upaya yang tidak boleh lepas dari konsep Good Govemance, dimana seharusnya dalam Good Governance siapapun or^ngny^ yang dipercaya rekyat untuk menjadi Guatd (pengawal) harus tahan banting, dalam dapat menyelamatkan uang rakyat bukan sebaliknva yang ada^firan adalah Safe them self yang lebih dominan.
Dalam penerapan konsep Safeguarding ini harus ada
sebuah
Demokrasi Inklusif yang dapat mengangkut pihak-pihak yang lemah; sedangkan yang dikuat dibiarkan untuk dapat beiialan sendir-i. Pemegang kekuasaan sebagai pihak y^rrg kuat perlu dirvaspadai sehingga tidak terjadi SafrftgOwn Self. Dalam t^t^r^n pembangunan safeguarding dapat diwuiudkan dalam bentuk adanya penekanan pada pencntua' skala prioritas, disamping perlu adanya sebuah "penelanjangan pembangunan" sehing4a udak ad^ satupun yang tidak dapat diketahui oleh masyarakat (pemahaman safeguarding) dan tidak ada sebuah penganggaran yang tidai efisien. Konsep safeguardin g pada tingkat pembuatan sebuah keputusan politik
eksekutif dan legislatif harus bersifat terbuka ^ntar^ menghadirkan konstituen (safeguarding
dengan
prosedural). I{eputusan poliuk
seharusnya mengamini keputusan masvarakat (people
.".rtt.)
dan
bukanya masyarakar ditinggal (people behrnd). Disamping itu perlu adanva sebuah Debate publik yang equal bukan sebuah debate vertikal yang timpang. Pengambilan keputusan harus
mampu memotfet kebutuhan masyal2ftr1 secafa konkrit. Selanjutnr-a dalam tat^tzrr kebijakan sangar diperlukan adanva pengetahuan vang
membumi y^ng dapat difahamr oleh mas'arakat (ika perlu menggunakan bahasa daerah) dan perlu adanva upa\'a untuk meningkatkan kemampuan /pengetahuan masr-arakat. Pelaksanaan otonomi daerah p^d" ,^^t ini masih merupakan sebuah
"Otonomi Daetah" bukan Otonomi Rakvat, dalarn otonomi diharapkan adanya sebuah pola hubun g n antar Eksekutif, Legislatif dan Masyankat yang sinergis dan horisontal, bukan atau 'ertikalunruk diagonal yang timpang^g r dapat tercipta kondrsi vang kondusif te j adinva s afeguarding.
b.
II o Narasumber : Ir. Gandi Pembicara
Yogatama ((epala Bappeda I{ota
Malang)
o Wakru o Judul o
: 11.45 sld
12.00
WIB
: I(ebijakan pemerintah Kota Malang dalam
Safeguarding Program-program Pembangunan Daerah
Isi
iUakalah
:
Akibat krisis ekonomi baik secara langsung
tidak
telah
^t^u fenomena memngkatkan jumlah penduduk miskin, indikator terjadinr-a ini dapat dilihat dari :
1. lfenurunnya daya beli masr-arakat; 2. Terjadinya pemurusan hubungan ker;a: 3. Kesempatan kerja semakin sempit; 4. Iiegiatan di bidang ekonomi mengalami penumnan.
Untuk mengaasi kondisi tersebur, maka pemedtah telah mengambil langkah dengan mengeluarkan kebijakan JPS (Social Safety Net) yang bertujuan : a) Memulihkan kecukupan pangan yang terjangkau masyarakat miskin; b) Menciptakan kesempatan ke{a yang produktif; c) Meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakar miskin; d) Meningkatkan kesejahter^ n m sy^rakat miskin; E Memulihkan pelayanan sosial dan ekonomi bagi masyarakat miskin; 0 Memulihkan kegiatan ekonomi nl
beras progtam OPK dengan harga Rp. 1000,- akibatnya beras dari program ini banyak dibeli oleh or^nglain yang lebih mampu. 2) Program penciptaan lapangan kerja, dengan pemanfa^t^fl ten^g^ kerja tidak terampil untuk bekeria pada proyek peningkatan prasahna kota : dalam kenyataanya penghasilan yang diperoleh dipergunakan untuk minum-minum, disamping ketidakseriusan dalam bekeria mengakibatkan banyak proyek yang tidak tunras. Dari kenyataan diaas maka diperlukan masukan dari stakeholders,
untuk mengoreksi pola pemberian bantuafl y'ng bersifat Top Down yang belum tentu dengan kebutuhan daetah. Karena muncul fenomena bahwa penambahan alokasi dana akan diinngr dengan peningkataniumlah kelompok sasaran. Pemerintah Kota Malang dalam upaya unruk mewujudkan tujuan dari progrmJPS ini telah melakukan safeguarding arntzl:-lain
1)
2) 3)
Membentuk Tim Koordinasi Pengelolaan Program JpS (IKpJPS) yang ditetapkan dengan SI( Walikota Malang Nomor: 400 / 139 / 428.114 / 1999 tanggal 1 4 Desemb er 1999. Merumuskan arah kebijaksanaan program; Memberikan rekomendasi kepada penanggungjarvab sektor-sektor terkait;
4) Melakukan koordinasi lintas sektoraldan lintas pelaku; 5) Melakukan pemanauan &n pengendalian program dalam arti luas; 6) Melakukan penyebarluasan informasi mengenai berbagai progra!4 7)
JPS;
Menangani pengaduan masyarakat
y^ig
berkenaan dengan
program-programJPS;
8) Membentuk Forum Lintas Pelaku y^ng ditetapkan dengan Keputusan Walikoa Nomor 23 Tahun2000;
9) Melibatkrn Pemerintah Kecamatan dan Kelurahan
untuk
lnslah5anakan pemantauan pelaporan terhadap pelaksanaan seluruh
progtamJPS; 10) Meningkatkan peran aktif masyarakat, LSM dalam ikut bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan keberhasilan program JpS di I{ota Malang; 11) Mengadakan rapat koordrnasi secara berkala untuk mengetahui perkembangan program yang diikuti oleh lintas para pelakuJpS dan melaksanakan evaluasi pelaksanaannya.
Uprya Safeguarding yang dilakukan Pemedntah Kota unruk programprogram JPS d"lam pelaksanaannya menemui beberapa kendala yang secara umurn juga hampir sama dengan permasalahan vang dihadapi oleh Pemerinah Kabupaten/I(ota yang lain, yaiat antaralain: 1) Masih rendahnya kesadaran dan komitmet p^ra pelaku program JPS terhadap pentingnya JPS;
2)
Kurang tersedianya data yang akurat yang akan dijadikan sasaran masing-masrngJpS.
Diskusi (TanyaJawab) Pertan)-aan: l.
Pertanyaan d2fi 2rrggota DPRD Iiabupaten Blitar
a. b.
Forum diskusi merupakan kajian moral, terapi rnengapa pendidikan tidak menghasilkan orang-orang bermoral ? Program JPS telah memunculkan korupsi, sehingga perlu komitmen di semua tingkatan dan adanr-a sebuah daerah binaa. atau pilot pmject.
2.
Pertanyaan dari Forum Pemb erdal' aan Nlasv arakat Rakyat dan Negara sebagai korban Parpol, karena tidak konsisten
^.
b. c. d. e.
3.
dengan program yang ditarvarkan (safe own self atau political interest). Sistem DPRD vang ada tidak mengarah pada Safeguarding, pihak eksekutif dan legislatif perlu memberdavakan masvarakat. Petlu adanya pemberdayaan pada tingkat pemedntahan yang paling bawah RT/R!7 sebagai pihak yang paling rahu. Tidak setuiu denganJPS kar_ena merupakan lahan penyimpangan. Perlu kemauan y^ng kuat dari pemerintah daerah untuk membentuk team work yang diketahui semua pihak (perlu data Ya1'asan,ISM, RT).
Pertanyaan Forum Pembangunan I(ota Malang (FPKM) Penjelasan Kebijakan JPS Kota Malang, tidak menggambarkan
^. b. c. d.
e.
Outcome ? Keberhasilan community Based Development melalui program Kota Sehat perlu diiadikan acuan, dan mengapa tidak berlaniut ? Pilar pembangunan terdi'i dari Masr-arakat, Eksekutif dan Legiskatif, bagaiamana kekuatan hukum masvarakat ? Formula yang dikembangkan dengan Progrzm JpS, dalam rangka mengevaluasi untuk mengsinergikan komponen, masvarakat, legislatif dan eksekutif dapat berinteraksi secara horisontal ftondusif) untuk menjalin hubungan yang saling menguntungkan. Pembangunan Daerah milik masyarakar, sehingga masr.arakat harus tahu persis, sehi'gga diusull
4.
Pertanyaan Forum I(omunikasi I(abupaten Malang (FKKM) Bagaimana setting untuk membuat magyarakat benar-benar dapat diberdayakan
^gN
?
Jawaban Narasumber
1.
Prof. Dr. Solikhin A.W
^. b.
Pabrik Moral bukan universitas tetapi merupakan hasil dari interaksi kepublikan, sehingga berada pada masyarakat itu sendiri khusunya keluarga. Sedangkan untuk menurnbuhkari moralias birokrasi kunci moral berada pada Good Governance. Sinergi antar pelaku tidak terjadi dengan sendirinya, sinergi akan terjadi jika terjadi hubungan yang simetris, hubungan vang a simetris akan menyababkan yang saru mudah untuk diabaikan, sehingga kekuatan forum yang telah dibentuk semakin kearas akan mempunyai posis tawar yang makin lama makin lemah (perlu mengubah paradigma dari Sun Based local Otonoml menjadi Communiry Based local Otononl).
c. Untuk memperkuat posisi d.
formal masyarakat dapat dibentuk
sebuah perda dengan menggunakan instrumen vang beragam sesuai kebutuhan, yang menjaminhakpolidk masyarakat. Sinergi terwujud jika masing-masing mempunyai posisi yang serara, dengan cara:
o Perlu o o o o o
adanya mekanisme kontrol dan dikontrol, baik pemerintah atau forum; Harus dapat menghilangkan perasaan primordial ; Pedu pengamanan "Multi Layer" sehingga kalau ada kebuntuan moral akan ada kekuatan pencerah; Perlu kepekaan moral; Perlu keputusan politik yang bermoral ; Forum yang ada perlu pengujian bentuk keterwakilan terhadap masyatakat.
e.
Kiat-kiat untuk pemberdayaan : o Penanaman kebetanian untuk berpendapat mulai dan tingkat TI! contok kasus di Belanda Siswa TK diajar untuk menulis kecaman terhadap kelemahan kotanya;
I Pendidikan tidak boleh represif dan rnenanarnkan doktrin ABS; o Mengaiari penduduk untuk berani mengkoreksi (proses o
educasi = demokrasi); Pembelzjaran ditingkat keluarga untuk menjadr demokrat
f. Perlu adanyz Perda y^tg
;
mernfasilitasi keberanian lu'eatif masyarakat (karena penguatan politik akan selalu kalah dengan
penguatan hegemoni); Agar tidak sering menggunakan pengaturan, tanpa adanya kompromi atau mekanisme pasar.
4. sessie II :
Masatah-Masalah
Dalam penerapan
pengamanan
(Safeguarding) Pembicara I : Nara Sumbet
^. o o o
Judul
o
Isi Makalah
Waktu
Ir. Hadi Sasmito (I(onsultan Manajcmen Kab Blitar) 14.10 s/d 14.40 ril7lB (30 menit) PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN
Latar belakang Bahwa berdasarkan pengalaman, keberhasilan program banyak tergantung pada pemotivasian yang timbul dan masyarakat itu sendi'i yang disebabkan adanv a kebutuhan ny ata masy arakat.
Prinsip-prinsip pokok PPK meliputi
o o o o o
:
Partisipasi masyarakat dan pemberdayaan masvarakat pedesaan Transparansi
Kesinambungan Sederhana dan
Kompetensi untuk dana Siklus kegiatan PPIC o Diseminasi informasi
o o o o
b.
Perencanaan
Penyiapan usulan dan veririkasi
Pemilihan proyek Pelaksanaan proyek Presentasi Pembicara II o Nara Sumber dr. Titik @inas Iiesehatan I{ota Malang) o Waktu 14.40 s/d 15.05 WIB( 25 menit) o Judul Makalah PELAKSANAAN PROGRAM TPS BIDANG
KESEHATAN Isi Makalah Latat belakang. Dampak krisis mengakibatkan menurunnya denjat kesehatan dan gizi terutama masyarakat miskin. oleh karena kondisi ekonomi yang terpuruk, menvebabkan ketidakmampuan masyarakat miskin untuk mengakses rayanan kesehaan sehingga pemerinah mengeluarkan kebijakan tenrang
o
program JPS Bidang Kesehatan.
Ada 5 kegiatan programJPS bidang kesehatan meliputi o Pelayanan Kesehatan Keluarga Miskin o Pelayanan Kebidanan
:
o o o
Perbaikan gSzi Pemberantasan penvakit menular dan RevitalisasiPosyandu Dalam pelaksanaan progann ini Pemerintah Kota Malang iuga membentuk
Tim Koordinasi JPS BK Kota Malang dengan tujuan agar 5
kegiatan
program dapat dilaksanakan dengan baik. c.
Presentasi Pembicara III : e Nara Sumber Drs. Haryadi Santoso, MSi. @i-t PDAM Kota Malang)
o o o
Vaktu Judul Makalah
s/d 15.05 WIB PELAKSANAAN PROGRAM AIR BERSIH KOTA MAIANG 14.10
Isi Presentasi Bahwa pelaksanaan program air.bersih rerutama di l{ota Malang sangat dipengaruhi oleh potensi zlamiahyangada dan pertumbuhan kota. Saat im PDAM I{ota Malang baru mencapai 60 o/o ataw + 75.600 pelanggan dari target pelanggan di seluruh Kota Malang. Mestinya cakupan yang ideal adalah + 80 %. Oleh karena itu dengan kapasitas t 700 lt per detik saat ini diupayakan r dapat lebih besar. ^g Dalam memberikan pelayanan kepada masvarakat tentang kebutuhan air bersih, .PDANI Kota Malang telah menetapkafl langkah suategi antaraLain; ' Penambahan kapasitas produksi air sebesar 500lt/detik; ' Peduasan cakupan pelanggan; I Pemantapan program zontng; r Peningkaan kualitas sumber dava manusia; ' Pembuatan reservoir baru sebagai salah satu langkah pemerataan tekanan air . Pemeliharaan dan pelestarian sumber air baku.
Penetapan strategi tersebut
di
atas, didasarkan pada
beberapa
pertimbangan sebagai bedkut: . Untuk memenuhi kebutuhan air bersih yang memenuhi standart y^ng ada dan dalam rangka perbaikan kondisi sanitasi dan kesehatan lingkungan; I Untuk mengurangi kehilangan air, sehingga invesrasi yang ada dapat berdaya guna dan berhasil guna;
I
Agar PDAM I(ota Malang mampu memberikan pelayanan att bersih yang kontinue dan memenuhi standart kualitas dan kuantitas yang memadai.
d.
Diskusi (TanyaJawab) Pertan]'aan:
1.
Bpk. Suryadi (FKKlvf: Dinyatakan bahwa dilaksanakan musbangdes umum kemudian ^. musbangdes perempuan dan ternyata lebih mampu mengakomodasi kebutuhan/keinginan. Apakah keterlibatan perempuan berdasarkan petunjuk/pedoman dari pemerintah alau merupakan aspirasi dari bawah ? Jawaban Nara Sumber I : Pelibatan Peremp'an dalam program ppK ini sudah merupakan juknis dari pemerintah pusat yang dipersvaratkan oleh Bank Dunia. Dalam hal ini perhatian utamanva adalah daram konsep ide, artinya baik lakilaki maupun perempuan mempunyai hak yang sama dalam penyampaian ide (suara) dalam pengambilan keputusan. b- Biaya Pelatihan Bidan apa dai APBD, j*a ada bagaimana dalam prakteknya ? Jawaban:
di I(ola Malang tidak ada, karena jumlah Bidan Negeri hanya 4}-onng, sementara bidan swasta sebanyak 200 Pelatihan Bidan orang.
2.
Bpk. Wilopo p3lvf): a. Ddam nngkz safeguarding, tenTy^ta selama ini progtam yang telah selesai, akhimya selesai b.gto saja dan mengapa tidak ada p-gt^lanjutan? Jawaban: P eftanyzan
b.
ini tidak terjawab. Dalam JPS Bidang Kesehatan, ada informasi yang tidak akurat, di Dinas Kesehatan misalnya tercatat 100, sementara di RSUD tercatat 720 atau bahkan di Dinas lain tercatat lain pula, bagaimana bisa te{adi ?
Jawaban: ' Perbedaan data disebabkan oleh alur data yangmelalui Bappeda dan Dinas I(esehatan sering berbeda dan tidak singkron. ' RSAA sebagai Rumah Sakit yang berada di I{ota Malang bukan merupakan kewenangan Pemerintah Kota Malang, tetapi masih menjadi kewenangan propinsi. 10
c.
Bidang Program air bersih, apakah telah dipikLkan kemungkinan
kehilangan
debit
akibat kerusakan lingkungan?
karena
^n akan memedukan sumber daya yang sama? Kabupaten Malang juga
Jawaban:
I
' 3.
Pertumbuhan kebutuhan air bersih setiap tahun diasumsikan lo/of tahun; Upaya vang dilakukan akibat adanya kerusakan lingkungan edilah dengan pengolahan air brantas sebagai air baku dan mencari sumber air alternatif lain.
Dari FI(PM Seberapa jauh keberhasilan partisipasi masyarakar dalam proses PPK? Dan upaya- !p^y^ y^rrg telah dilakukan? ^p^
Jawaban:
-
>
Bahwa keberhasilan PPI( tidak dapat diukur dalam waktu singkat, minimal 5 s/d 10 tahun ke depan. Evaluasi telah dilakukan oleh berbagai pihak dan setiap saar dapar dilakukan evaluasi. Sedangkan konsultan disini hanya sebagai fasiiirator bukan sebagai pelaksana, dengan demikian fasilitator tidak memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan (decision making) karena pengambilan keputusan berada di forum musyawarah warga masyarakat.
Masyarakat yang menentukan kebutuhan-kebutuhannya,
merumuskan dan melaksanakan serta mengevaluasi sendir-i. JPS Bi&ng Kesehatan Sejauh mana proses pembagian kartu sehat dapat dijamin sesuai dengan prosedur yang ada?
Jawaban: - Pelaksanaan kartu sehat awalnya mefirang salah sasaran, ha| dikarenakan data dalj. BKKBN tidak akurat dan didasarkan pada kondisi rumah (plester atau tidak), kemudian dilaksanakan pendataan ulang, sehingga I(artu Sehat sudah diberikan kepada warga masyarakat yang berhak meniadi sasaran. - Yang membantu pelaksanaan JPS BK di lapangan adalah pal: I(ader Posyandu, sedang pelaksanaannya tetap dimonitoring oleh Dinas Kesehatan. Bagnmana atau seberapa besar konribusi PDAM terhadap pAD I(ota Malang? Jawaban
:
I(ontribusi PDAM ke APBD sebesar Rp. 2 miliar dai'
55o/o laba
bersih perusahaan.
n
4.
Petanyezn dari angota FPKM - PDAM menerapkan tarif progresif, apakah hal ini telah sesuai fthususnya dalam rangka safeguarding)? - PDAM telah memberikan kontribusi kepada PAD l(ota Malang, apakah ada reward yang dapar diberikan kepada masyarakat oleh Pemerintah Kota dalam rangka safeguarding? (agar kesan PDAN{ sebagai sapi perah Pemkot dan DPRD Iiota Malang) Jawaban:
-
-
Peneraptn taif progresif adzlah penetapan tarif di bawah harga )'ang sebenamya sebagai subsidi kepada masyarakat, tarif ini diberikan kepada masyarakat vang tidak mampu membayar tarif yang sebenamy^. Dari seluruh pelanggan PDAM, sebesar 4070 pelanggan membayar dengan tarif progresif (menerima subsidi). Dalam setiap pengambilan kebijakan kenaikan tarif PDAM selalu dikonsulasikan dengan lembaga konsumen dan DPRD I{ota Ivfalang.
- Tarif yang betlaku dibagr dalam 2 (dua) hal yaitu tarif umum (dibawah
taif
yang sebenarnva) dan tarif khusus (tadf yang sesuai
dengan harga yang sebenarnya).
5.
Hambatan dan Penyelesaian Hambatan yang dihadapi selama penyelenggaraan diskusi, secara umum tidak mengalami hambatan y^ng berarti, semua kegiatan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana. Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan diskusi adalah pelaksanaan diskusi pada sesie kedua, karena makalah yang dipresentasikan oleh nara sumber belum mencerminkan pelaksan' safeguarding, lebih ^n pa& penjelasan pelaksanaan program-program yang dilaks anakan.
l2
NOTULENSI SERIAL DISKUSI KOTAMEDA}{
NOTULENSI DTSKUSI Kota Medan,28Mei2002
^.
Laporan Panitia Penyelenggara Acara dimulai pada pukul 09.30 wIB dengan Laporan Panitia Penyelenggara vang disampaikan oleh Sekretaris Bappeda, Harrnes Djoni selaku Sekretaris Panrtta Penyelenggarz,. Dalam laporannl,a, paruria menjelaskan latat belakang, tujuan, susunan ac r , narasumber dan peserta diskusi.
b. Sambutan Pembukaan oleh Walikota Medan Sambutan pembukaan Walikota Medan vang disampaikan oleh \Wakil Walikota lr{edan pada intinva menyatakan bahrva program penguatan safeguarding pembangunan daerah perlu didukung melalui pengawas^n yaflg konrprehensif vang tidak hanya melibatkan aparatur pemerintah, tetapi juga partisipasi seluruh
komponen daerah.
lr{enurut walikota Medan, penguatan safeguarding program pembangunan seialan dengan prinsip-prinsip pembangunan modern yang diwujudkan melalui perencanaan yang matang, pelaksanaan yang efektif dan pengawasan yang ketat melalui pemberdayaan seluruh stakeholders. Penyelenggaran pembangunan menurur prinsip manajemen pembangunan modern ditempuh melalui : 7. Penerapan teknik-teknik kualifikasi dan kuantifikasi 2. Pendekatan sosiologis dan psikologis 3. Pemberdayaan seluruh pelaku pembangunan. Dalam konsep manajemen pembangunan modem itu, terdapat penekanan pada fungsi pengawasan, baik pengawasan melekat, pengawasan fungsional,
pengawasan masayrakat ftontrol sosial) dan pengawasan oleh DPRD. Berkaitan dengan itu, Walikota Medan menvinggung pelaksanaan fungsi kontrol sosial oleh masyarakzt dan menvarakan sevogyanya fungsi itu dilaksanakan melalui mekanisme hukum,vang berlaku.
Pengantar Diskusi oleh Direktur Pengembangan Otonomi Daerah, Bappenas Pengantar diskusi yang disampaikan oleh Direktur Pengembangan Otonomi Daerah, Bappenas setelah sambutan pembukaan, berisi latar belakang pelaksanaan Program Penguatan Pengamanan Safeguarding Program Pembangunan Daerah, tujuan yang ingin drcapai melalui program tersebut dan strategl pelaksanaannya.
Pada intinya, Direktur Pengembangan Otonomi Daerah, Bappenas menyatakan
bahwa prinsip-prinsip transparansi, akuntabiJitas publik dan partisipasi masyarakat yang secara terencana telah diterapkan sebelumnya dalam program
JPS semakin terasa penting sejalan dengan menguatnya tuntutan untuk mewujudkan good govemance. Disadari bahwa telah teriadi kesalahankesalahan dalam praktek pembangunan di masa lalu yang menimbulkan kecaman dari masyarakat dan penerapan ketiga prinsip tersebut dimaksudkan untuk menghindari terulangnya kembali kesalahan-kesalahan iru.
d. Diskusi Sessie I (Kebiiakan tentang Safeguarding Pembangunan dalam Rangka Peningkatan Kapasitas Daerah) Diskusi sessie I dimulzi pukul 10.30 WIB dengan pembicata : 1. Prof. Dr. Usman Pelly, MA (Guru Besar Univemitas Negeri Medan) yang mempresenasikan pokok bahasan "Penguatan Mekanisme Safeguarding Program Pembangunan". 2. Kepala Bappeda Kota Medan y^ng mempresentasikan "I{ebijakan Pemerintah Kota Medan dalam Safeguatding Pembangun an D aerah."
Ptof. Usman Pelly dalam presentasinya menjelaskan mekanisme safeguarding yang sehamsnya diterapkan dalam program pembangunan di daerah dengan mengacu pada program JPS. Mengulangi kerangka acuan (TOR) diskusi yang
disusun Tim Bappenas, pembicara menegaskan bahwa kegiatan penguatan safeguarding program pembangunan di daerah yang difasilitasi oleh Bappenas merupakan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kapasitas daerah. Masalah umum yang dihadapi dalam penerapan prinsip-prinsip partisipasi" transparansi dan akunabilitas publik di daemh adala,h kurangnya pemahaman dan komitrnen pelaku di daerah terhadap prinsip-prinsip itu serta masih kuatnya y^ng disebut oleh pembicara sebagai "mentalitas proyek" dzlam ^p^ arn bahwa kesungguhan pelaku di daerah untuk terlibat aktif dalam penyelenggaraan kegiatan atau program pembangunan sangat tergantung pada besamya keuntungan atau imbalan finansial yang dapat .liperoleh dari keterlibatan mereka itu. Dalam penerapan pdnsip transparansi, khususny^ y^ng berkaitan dengan penyebaran informasi masalah yang dihadapi di daerah adaLah pemberitaan media massa yang simpang siur.
Dalam hal penang^n n peng duan masyarakat, masalah yang dihadapi adalah terlalu singkatnya waktu yang tersedia untuk membentuk unit-unit pengaduan masyarakat, jangkauan y^rrg terbatas dan ketidaksiapan lembaga-lembaga pelaksana dari segi fisik/materi serta pemahaman konsep. Berkenaan dengan penanganan pengaduan ini, pembicara menekankan pentingnya tindak lanjut korektif yang meliputi perbaikan teknik operasional dan penerapan sanksi.
Sedangkan dalam penerapan prinsip partisipasi, masalah yang dihadapi adalah sikap sebagian masyarakat sendiri yang apriori terhadap pemerintah daerah
akibat kesalahan-kesalahan di masa lalu. Dalam sessie tanya iawab antar^ pembicara dengan peserta, terungkap adanya permasalah^n y^ng menyangkut rendahnya kesadaran pada pejabat pemda ftaik eksekutif maupun legislatifl terhadap pentingnya hak-hak publik. Di samping itu, dalam penyelengaraan forum-forum lintas pelaku, dominasi pemerintah masih kuat. Ini tercermin dalam keanggotaan forum itu yang ditentukan atau dituniuk oleh Pemda. Pembicara kedua, Kepala Bappeda I(ota Medan, menjelaskan mekanisme safeguarding pembangunan di Kota Medan yang meliputi : 7. Ketedibatan forum pembangunan yarrg terdiri atas unsur ^parahrr pemerintah, DPRD, LSM, perguruan tinggi, dunia usaha dan unsur masyarakat lainnya dalam perencanaan pembangunan dari tingkat kelurahan sampai kota. 2. Penyebaran informasi melalui penyuluhan, media cetak dan elektronik serta papan informas proyek di lapangan. 3. Keterlibatan unsur masyarakat (LSM dan dunia usaha) dalam pelaksanaan program pembangunan. 4. Pengawasan oleh instansi-instansi resmi pemerintahan y^ng meliputi DPRD, BPKP, Badan Pengawas, Pimpro/Pengawas lapangan dan Tim Monitoring yang ditunjuk melalui SI( I(epala Daerah. 5. I{eterlibatan perguruan tinggi dan konsultan pembangunan dalam evaluasi pelaksanaan proyek pembangunan. Masalah-masalah yang dihadapi dalam penerapan mekanisme safeguarding di
Kota Medan anara lain:
1. 2. 3.
menipisnya kepercayaan masyarakat terhadap pemedntah
tidak optimalnya pemanfzatan mekanisme penyebaran informasi melalui tatap muka atau peftemuan-pertemuan publik komunikasi politik masyarakat dengan wakil-wakilnya di lembaga ^ntar^ perwakilan (DPRD) tidak berfungsi secara optimal sehingga dalam melaksanakan furgpi kontrolnya, masyarakat seringkali menyalurkan aspirasi dan pengawasan tidak melalui institusi-institusi formal vang ada, tapi sebalikny^sec ra langsung melalui c r -c t seperti demonstrasi.
Dalam sessie tanya iawab terungkap pula persoalan bahwa Pemerintah Daerah belum memiliki strategi pelaksanaan safeguarding program pembangunan. Di samping itu, dalam pelaksanaan prinsip partisipasi pemerintah daerah belum memanfaatkan secara optimal lembaga-lembaga perwakilan di tingkat bawah seperti Badan Perwakilan Desa dan Dewan Kelurahan.
e. Diskusi Sessie II
(Masalah-masalah penerapan Mekanisme
Safeguarding Program Pembangunan di Daerah) Diskusi sessie II dimulai pukul 14.00 : 1. I(epala Dinas Kesehatan Kota Medan 2. I(etua Tim Konsultan Manajemen P2D Kabupaten Deli Serdang 3. PengelolaJPS Pendidikan Kota Binjai Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan melalui makalahnya, "Masalah-masalah Penerapan Mekanisme Safeguarding Dalam Pembangunan I(esehatan di Kota Medan", menjelaskan langkah-langkah safeguarding yang ditetapkan dalam program pembangunan kesehatan di Kota Medan yang meliputi : 1. Upaya melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanzan dan pengawasan prqlram melalui pembentukan Forum Iiesehatan mulai dari tingkat kelurahan hingga kota. 2. Penvebaran informasi melalui mekanisme Iiomunikasi Informasi Edukasi [
2. Belum terbangunnya sistem informasi program kesehatan 3.
y^ng mengakibatkan tidak optimalnya penyebaran informasi dan terhambatnya proses penyelesaian pengaduan Kurangnya minat masyatakag baik individu maupun organisasi untuk terlib at daiam program pembangunan kesehatan.
Sementara itu, Ketua Tim Konsultan Manajemen P2D l(abupaten Deli Serdang mekanisme penyaluran bantuan pembangun^n pras^t^na di perdesaan melalui program P2D di Kabupaten DeIi Serdang. Pengelola JPS Pendidikan Koa Bin ai yang mempresentasikan pelaksanaan program JPS di bidang pendidikan menjelaskan mekanisme safeguarding program penyaluran bantuan pendidikan yang mehputi : 1. Pembentukan komite-komite di tingkat kota, kecamatan dan sekolah yang keanggotaannya meliputi unsur-unsur BP3, BMPS, LSM dan tokoh masyarakat. 2. Penyebaran infonrrasi tenang percya;ntt.n, krirteira, t^ta c^ra penentuan penerima bantuan dan prosedur penerimaan bantuan oleh Komite l(ota kepada Sekolah, Ketua BP3 dan yayasan pengelola sekolah. 3. Pembentukan forum lintas pelaku
Masalah-masaleh yang dihadapi dalam pelaksanaan safeguarding prcgtzm bantuan pendidikan di Biniai meliputi: 1. Tidak tersedianya informasi dan data tentang sekolah-sekolah yang layak mendapat bantuan sehingga penyalwan bantuan sering tidak tepat sasaran. 2. Terbatasnya kualitas SDM sekolah dalam penyusunan laporan pertanggungiawaban.
3.
Kurangnya dukungan tenaga
staf dalam komite-komite
sehingga
penyelesaian masalah sering mengalami hambatan teknis.
Tanya jawab yang bedangsung di sessie kedua ini berkisar pada persoalanpersoalan akuntabilitas. Pengadu^n masy^r kat kadang-kadang tidak hanya tidak dapat ditangani teapi sebaliknya justru menimbulkan konflik baru antara pemerintah dan masyarakat. Unit-unit pengaduan masyarak^t y^ng dibentuk umumnya tidak berfungsi dengan baik dan informasi tentang mekanisme pengaduan tidak tersebar. Tidak jarang masyarakat mengadukan permasalahan langsung ke pemerintah daerah atau DPRD. Kasus yang paling menoniol adalah masalah yang timbul akibat konflik afltara kelompok masyarakat penerima bantuan dengan kontraktor pelaksana dalam provek P2D. Dalam kasus ini, karena unit penangan n pengaduan tidak berfungsi, kelompok masyarakat mengadukan persoalan mereka ke DPRD. Konflik baru muncul karena DPRD dinilai lebih memihak konuaktor.
Penutupan oleh Ditektur_ Pengembangan Otonomi Daerah, Bappenas
Dalam sambuan penutupan diskusi, Direktur Pengembangan Otonomi Daerah Bappenas menyatakan bahwa meskipun tidak terlaiu sempurna, telah terbangun persepsi bersama antata peserta diskusi tentang pentingnya penerapan safeguarding dalam program pembangunan. Selanjutnya, dari diskusi rni diharapkan gagasan dan konsep-konsep tentang safeguarding dapat disebarluaskan ke seluruh pelaku pembangunan di SumatenUtzra. Direktur Pengembangan Otonomi Daerah Bappenas juga menekankan bahwa kegiatan diskusi ini masih merupakan tahap awal dan akan diteruskan dengan kegiatan lokakarya serta fasilitasi. Untuk itu, Direktur Pengembangan Otonomi Daerah, Bappenas sempat menanyakan kesiapan pemerintah daerah untuk mengikuti kegiatan penguatan safeguarding prograrn pembangunan selanjutnya.
NOTULENSI SERIAL DISKUSI KOTABALIKPAPAN
NOTULENSI DISKUSI Kota Balikpapan, 28 l['frei 2002
l.
Sambutan Panitia Sambutan panitia disampaikan oleh Drs. permadi Mulajaya, MAp yang dalam hal ini bertindak pula sebagai TentgaAhli/Konsultan atau steeing commiitee.
Isi sambutan berupa ucapan terima kasih kepada patiaa lokal -Bapak Drs. Soewito, sekretaris Bappeda Kota Balikpapan beserta staf panitia lainnya, serta maksud dan tufuan dari diselenggarakannya serial diskusi ini, I,airu : - Mengidentifikasi permasalah dan isu-isu strategis dalam pelaksanaan pengamanan (safeguarding) progam-program pembangunan daerah. - Merumuskan langkah-langkah strategis untuk memperkuat pengamanan (safeguarrli''g) program-program pembangunan daerah. - Meningkatkan pemahaman para pelaku pembangunan di daerah terhadap prinsip-prinsip dan mekanisme pengamanan (safeguarding) programprogram pembangunan daerah. - Membangun komitrnen p.." pelaku pembangunan di daerah unruk memperkuat pengamanan (safeguarditrg) program-program pembangunan daerah.
2.
Sambutan Pembukaan Sambutan pembukaan disampaikan oleh Asisten II l(ota Balikpapan mervakili Wakil Walikota Balikpapan yang sedang ada acara lainnya, sedangkan Walikota Balikpapan sendid sedang mengadakan perlalanan dinas ke Republik Rakyat Ctna fi.RC) bersama rombongan Gubernur Kalimantan Timur. Pada prinsipnya wakil !?alikota mengucapkan terima kasih kepada Bappenas dan Depdagn yang telah menuniuk Balikpapan sebagai tempar penyelenggaraan diskusi, mengucapkan selamat datzngdan selamat berdiskusi semoga sukses.
Selanjutnya overview/pengantar diskusi dari pejabat pusat yang dibarvakan oleh Bapak Drs. wahidin rfahid, MSi., MM gMD Depdagd) mewakili eselon 2 ytng tidak dapat hadir. Pada prinsipnya diuraikan tentang 'framervork' safeguarding yang komponen-komponennya adalah transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyankat dalam program-pr ogr',m pembangun an daerah. \walaupun menggunakan in focus sebagai media dengan materi vang telah disiapkan oleh konsultan, terlihat kekurangfocusan pemaparan dengan banyaknya tambahan hal-hal yang dibicarakan.
3.
Sesi
I : Tiniauan
Safeguarding dan Implementasinya
Pembicara I Narasumber
^. t
' ' r
Waktu Judul
'
-
masyarakat
Memberi peran yang lebih besar kepada masyarakat,/swasta Meningkatkan fungsi pengawasan dari setiap lapisan masyankat selain DPRD Meningkatkan kualias aparatur pemerintah di dalam melaksanakan fungsinya.
Pembicara II ! Narasumber ' Waktu ' Judul Makalah
'
Purek III Univ. Mulawarman. Samarinda : 10.30 10.50'07ITA : Tinjauan Umum Safeguarding Program-program Pembangunan
Isi Makalah: Dari makalah yang dibawakan, sorotan utama adalah tentang hubungan antar good governance sebagai visi dengan clean governance sebagai tuntutan dan society sebagai pelaku dengan feed back masing-masing berupa implemenasi yang pada umumnya kurang mengarah pada visi atau masih banyak ketidaksinkronannya. Dalam hal ini eksistensi ^pat^t pemerinah lebih banyak dibahas dengan maksud untuk lebih bersifat melayani dan memberdayakan masyarakat atau hanya sebagai fasilitator dalam program-program pembangunan daerah. Dengan demikian untuk melaksanakan fungsinya pemerintah harus menerapkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi, rule of law and reward. Beberapa hal y^ng perlu dilakukan sebagai wp^y^ penguatan pengamanan program pembangunan daerah zntan lain : r Penyusunan program pembangunan secara bottom up dan terbuka ' Betorienasi pada kepentingan dan kesejahteta n masyarakat r Pelaksanaan pembangunan dilaksanakan bekerjasama dengan
r r
b.
Makalah
: Prof. AriFrn Leo,
Drs. H. Sarjono, Ketua Bappeda Kota Balikpapan 10.50
-
11.10
!7ITA
Kebiiakan Pemerintah Daerah tentang Safeguarding Pembangunan Daerah
Isi Makalah Pada dasarnya kebijakan pemerintah kota Balikpapan tentang safeguarding pembangunan di daerah akan diuraikan pada tahap perencanaan dan pembangunan di Koa Balikpapan, melalui mekanisme yang telah dilakukan dalam programJaring Pengaman Sosial SPS) yang lalu, yaitu melalui :
1.
2.
Penyebaduasan informasi pembangunan, pada tahap perencanaan diarahkan agr masyarakat melalui mekanisme yang ada dapat memperoleh informasi yang seluas-luasnya sekaligus memberikan akses untuk memberikan usul, saran dan masukan. Dalam perencanaan iangka menengah proses penyebaduasan ^. informasi dilakukan dalam bentuk: - pada saat penyusunan draft awal melalui berbagai konsultasi mulai pada tingkat kelurahan, dunia usaha, LSM, dsb. - Setelah draft awal selesai, diadakan press release - Pada saat penyusunan draft akhir disermnarkan dengan mengundangp^r^ pakar, tokoh masyarakat, LSM, dtl - Setelah itu baru disampaikan ke DPRD untuk proses penetapan peratumn daerah. b. PerencanaanTahunan Mekanisme yang digunakan melalui rakorbang dari tingkat kelurahan, kecamatan dan daerahf kota. c. Perencanaan Teknis Program dan Proyek Jtg^ dilakukan penyebarluasan informasi mulai dan tingkat kelurahan dimana proyek berada. d. Tahap Pelaksanaan, penyebarluasan informasi dalam bentuk sosialisasi dan penerbitan publikasi dzrj. rerLc n^ y^ng telah ditetapkan, misalnya dengan penerbitan brosur/leaflet, pemuatan pada web site: www.balikpapan.go.id, pemasangan papan nama proyek, dll. Penanganan Pengaduan Masvarakat
Penanganan pengaduan dilaksanakan baik melalui
unit kerja maupun sistem koordinasi sesuai dengan masalah yang disampaikan kepada masyatakat. Hal-hal yang sifatnya pdnsip biasanya disampaikan melalui rapat staf setnphaiSenin yang memerlukan keputusan I(husus. J. Forum Lintas Pelaku Dilaksanakan melalui mekanisme kelembagaan secara koordinatif yang dibenruk dalam rangka proses perencanaan dan pelaksanaan programprogram tertentu.
c.
Diskusi/T tnya J aw,ab Waktu : 77.70-12.30 wita Pertanvaan / statement Deserta:
1.
-
SyachrialJamal Dinas Koperasi Kutai Menurut Prof. Bintoro, good governance dengan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi merupakan suatu idealisasi pemerintahan tapi implementasi?
Bagaimana dengan prinsip-prinsip pembangunan,kemanusiaan dan demokrasi?
3.
Wakil Ketua DPRD Kota Samarinda ( Rusman Yaqub ) Pada dasarnya setutu dengan program penguatan safeguarding ini dengan c?tatzn dipedukan adanva pemetaan ulang masyankat. Akuntabilitas tidak hanya berupa perranggungjawaban tapi irg" merupakan pertanggunggugatan sehingga kuncinya lembaga legislative harus direformasi. Skeme yang sebaiknya dalam penerapannnva gimana? Ragil Harsono( ISM $Tarastra Samarinda ) Kenapa implementasinya macet? Tidak zda sangpi penjera misalnya dalam pengelolaan lingkungan/hutan. Jangan hanya proforma Siapa Pelaksaftrnya
TPKP
-
bagaimana implementasi di tingkat
biroklat
Larv enforcement? J
as'aban
l.
/Tangapan Narasumber:
Prof. Arifin Leo
itu akan berbeda dalam kondisi dan kebutuhan sehingga perlu ada keunggulan komparatif anrara satu kecamatan atau wilayah; dan keunggulan komparatif itulah yang harus Pembangunan pada suatu tempat
dipertahankan. Prinsipnya sepcndapat tentang pemetaan ulang masyarakat. Masyarakat kdutahan Akunabilitas : Akuntabilitas politi\ekonomi,hukum. Kondisi sekarang ini terf adi percampruadukan domain-domain tersebut
dalam implementasi I(onsep partisipasi - block grant
2.
Drs. H. Sa$ono Sekarang ini belum ada standart
Diharapkan forum diskusi ini tidak berhenti sampai disini saia. Di Balikpapan ada informal meeting dengan stakeholder tiap bulan. Pertanyaan /statement peserta:
1.
Syachrumsl'ah Siapa yeng memprakarsai sehingga partispasi dapat berjalan? Pemerintah pioneer saja
2.
Misbahudin H
Tenang istilah safeguarding,good governance,clean governance kesemuanya masih merupakan kata-kata yang perlu dipertanykan realisasinya.
Bagaimana dengan program aksi pembangunan kota? Bagaimana dengan program kependudukan-pengendahannya dan atau peningkatan SDM Bagaimana dengan program penggulangan kemisikinan? Infrastruktur kota, budaya kebersihan, pemerintah kota telah melansir progtam kota sehat karena sebagai pilot project dengan pemberian kewenangan kepada lurah dan camat untuk partisipasi masyarakat. ltu
semua bagus dalam tatzr:u;nprcgram tapi implementasinya? Bagirnan pula dengan pengembangan SDM melalui pendidikan dan pelatihan masyamkat mulai f:rlt 2002 nanti, bagaimana supaya lebih berhasil mensinergikan?
3.
H. Purba Dalam Pembicaraan
ini fokus
rreany^ pada orang miskin; tapi
sebetulnya merupakan pembodohan secara massal.
Ke-3 prinsip tersebut samapi sejauh mana berlaku samapi
dengan
tingkat paling bawah-kelurahan? Idealnya seluruh komponen masyarakat di tingkat kelurahan harus berkomitrnen untuk mengangkat orang miskin diberdayakan. Image bahwa itu sudah a'da yarng ngurusi harus dihilangkan. Pemberdayaan masyarakat tidak sampu pzda tingkat paling bawah.Perlu model bagaimana sehingga model bagaimzna sehingga masyarakat berdaya dengan kemampuan resource yang arda padanya. Jawaban /tenggapan narasumber:
1.
Prof. Arifin I-,eo Dapat saia pembangunan dari bawah tapi dengan memperhatikan skala prioritas arrrtata kemampuan dan kemauan masyarakat setempat. Dengan demikian wakil ralryat dapat mengkap persoalan tersebut dan menyampaikannya ke pembuat kebijakan dalam hal ini eksekutif pedhal tersebut.
Sehingga wakil m,kyat harus lebih banyak rurun ke wilayahnya dibandingkan pergr ke luar negeri, misalnya. Ddam hal ini perlu suatu standar-standar atas format-form^t yang ^p^ perlu dibangun yaitu SDM, Infrastruktur, kemasyarakatan- m^n^ yang lebih priorias.
Untuk bapak Misbahudin,
Dalam Konteks good governannce ada 3 stakeholder vaitu eksekutif,legislatif dan masyarakat yang harus ada keseirnb ^flg^n. Dalam UU 22 peran dewan seimbang dengan eksekutif, dalam praktek merupakan " domain" eksekutif hampir di semua wilayah baik propinsi atau kab./kota. Pemerintah membuat kebijakan dan swasta menjalankan sehingga berkembang. Yang penting progriam-program pembangunan berasal dari bawah/masyarzkat sehingga pemerintah hanv a mengakomodil dimulai daari tingkat kelurahan. Untuk mengaasi kemisikinan bisa dari perbaikan kesehatan. Orang miskin itu dientaskan dulu baru diberdayzkan. Dalam hal ini kita inventarisir lebih dulu kemampuannya kalau perlu diberi makan dulu. Walaupun demikian tergantung juga pada kondisi lokal. Bisa iuga dengan pendampingan,masyarakat miskin diberdayakan terutama kemampuannya sehingga dapat mandni.
2.
Drs. H. Sariono Bagaimana partisipasi masyarakat terutama dalam pelaksanaan n ^nggztt kinerja di Balikpapan? Penguatan lembaga secaralokal sangat penting karena seperti program Bappenas PDM-DKE yang dipandang gagal karena bersifat top down. Dalam hal ini muncul koperasi-koperasi yang dibentuk hanya untuk menerima dana setelah iru bubar. Karena rnasyarakzt menerima itu sebagai hibah dan tidak ada p engaatan / pendampingan. Untuk pengenasan yang lain sedang inventarsisr oleh LPM tentang kemampuan guan diberi pelatihan yang selanjutnya difasilitasi dengan pendampingan. Untuk bapak Yunus Halim, bahkan untuk TK Al qur;an pun dibantu apalag1 sekolah biasa.
3.
Sesi
II
: masalah-masalah Penerapan
Pembicara I ^. ! Narasumber :
Mekanisme Safeguarding
Nanang Rijono, Dinas Pendidikan I(ota
Samarinda
. Waktu :13.20 - 13,40 wita ' Judul Makalah : Masalah-masalah Penerapan
Safeguarding dalam Pelaksanaan JPS Pendidikan Kota Samarinda )
Mekanisme
(
I(asus di
I
Isi Makalah:
Pada dasarnya mekanisme pengamanan program JPS Pendidikan di
Kota Samarinda telah mengikuti prosedur yang ada mulai dari penyebaran informasi, penanganan pengaduan dan forum lintas pelaku.
Komite sekolah yang keanggotannya. melibatkan berbagai unsur y^ng terkait merupakan wujud dari penerapan ketiga pnnsip transparansi atau keterbukaan, akuntabilitas dan membedayakan partisipasi masyarakat dan berbagai pihak yang terkait. lWalaupun demikian ada beberap a hal y ang menimbulkan masalah, misalnya:
'
Pembetian Dana Bantuan Operasional (DBO) yang besarnya
sudah "dipaketkan" dan rambu-rambu
penggunaannya.
Seringnya tidak sesuai dengan kebutuhan riil sekolah,tetapi kepala sekolah dapat accountable/mempertanggungjawabkan penggunannya secara formal walaupun akuntablitas publiknya sangat lemah/dipertanyakan.
' Dalam
perekrutan siswa untuk mendapatkan beasiswa, prosedur birokrasi y^ng panjang menyebabkan sekolah merasakan waktu pengaiuan calaon penerima relatif singkat
r
sehinga terjadi kekurangakuratan dan ketidaktepatan sasaran. Penetapan jatah jurnlah siswa yang akan mendapat beasiswa pada setiap sekolah temyata menimbulkan permasalahan tetsendiri. Ada sekolah yang kesulitan mencari siswa yang butuh beasiswa,dilain pihak ada sekolah yang kesulitan membagi iatzhnya karena iurnlah siswa yang butuh beasiswa tedalu banyak.
Untuk mengatasi hal-hal seperti tersebut diatas,diperlukan upaya sebagai berikut:
r
I
r
ftgvitalisasi Komite Sekolah sehingga Komite Sekolah dapat melaksanakan tugas utamanya dengan baik dan melaksanakan monitoring penggunaan DBO, sehingga komite sekolah benarbenar dipedukan bukan sekedar persyaratan administrasi atau formalitas belaka. Transparansi dalam penetapan siswa calon penerima beasiswa dan perenc^n^an penggunaan alokasi DBO perlu ditingkatkan dengan memberikan tenggang waktu y^ng cukup dalam penyebaduasan informasi, penyusunan rencana,selekasi dan pertemuan-pertemuan sekolah dengan komite sekolah ^ntara sefta pata orang tua dan masyarakat.
Akuntabilitas publik sekolah perlu ditingkatkan dengan memberikan informasi secara benar. Laporan ringkas ( sunlmary ) pertanggungiawaban sekolah mengenai penggunaan
DBO perlu diumumkan pada semua pihak sehingga
dapat
metangsang tumbuhnya partisipasi masyarakat.
Akuntabilitas publik j.tg^ perlu dilakukan oleh guru-guru penedma bantuan subsidi dan pedu dilakukan monitoring terhadap peningkatan motivasi dan kinerja guru ybs. Dengan
demikian guru akan terdidik untuk
terbiasa mempertanggungj awabkan insentif, subsidi dan tunjangan yang
tetkait dengan
profesinya,sehingga
prinsip
akuntabilitas
penggunaan dana dapat terpenuhi. Agat penggunaan beasiswa bagi siswa benar-benar tepat sesuai
dengen kepeduan sekolah,pada waktu pembagian beasiswa dqlqtn bentuk tunai, siswa hendaknya didampingi orang tua/wali murid.
b.
Pembicara
II
Narasumber : BIrc Kota Blpp I I
Purwida
L
hariati. Konsultan ICMA-
:73.40 - 14.00 wita : Penetapan Anggaran kinerja sebagai suatu Judul makalah sistem Akuntabilitas Keuangan daerah Isi Makalah : Akunablias merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban STaktu
kepa& mayxaktt atas hasil akhir suatu
penyelenggaraan
kegiean pemerintahan. Untuk memenuhi kewajiban tersebut, hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan akuntabilitas kineqa meliputi: 1. Adanya komitmen yang kuat
2.
Merupakan suatu system yang dapat menjamin bahwa sumbet-sumber daya yangada digunakan secara konsisten
3.
Dapat menunjukan tingkat pencapaian sasafan
4.
Berorientasi pada pencapaian
^ntar^
tujuan dan
visi dan misi
dengan
petolehan hasil dan manfaat
5. Joi*, obiektif, transparan dan inovatif 6- Dapat menyajikan deviasi realisasi
kegiatan dengan ^nrar^ rencana serta keberhasilan maupun kegagalannya. Pritt+ Akuntabilitas : dilakukan secara menyeluruh sejak proses perencanaan, pengganggaran, perbendaharaan, pengawasan maupun penyebaduasan informasi keuangan daerah. Berdasarkan PP No. 105/2000 ps 8, pemerintah daerah dalam menyusun anggarannya harus berdasarkan paaa pendekatan kinerja yaitu anggaran kinerja dan indikatornya.
Pola penyusunan angg
nn
kinerja didasarkan pada sasaran dan
tuiuan, tugas pokok dan fungsi (tupoksi), standar pelavanan, belania opersional dan modal.
Dalam system kinerja diperlukan adanya indicator ^nggaran kineria sebagai tolok ukur keberhasilan dan sebagai jembatan penghubung
perencanaan strategis dengan akuntabilitas. ^ntat^ Penetapan indikator kineria keuangan dapat ditinjau dari: 1. Beban kerja - adalah dengan menguji relevansi tupoksi unit kerja dengan tujuan pembangunan daerah. 2. Efektifrtas - adalah ukuran tingkat kepuasan dan presentase berhasil tidaknya pencapaian sasaran
3.
efuiensi - adelah alat analisis yang sangat penting dan menentukan dengan menggunakan standar anahsa biaya yaitu diukur dengan membandingkan output dengan input vang ditunjukan dalam satuan biata per unit.
Dengan demikian disimpulkan bahwa:
1.
2. 3.
4-
c.
Keluamya UU 22 dan 25 tahun 1999 serta PP 105 dan 108 tahun 2000 menciptakan momenrum bagi daerah untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada stakeholder khususnya dan masyarakat pada umumrrya. Suatu system pengelolaan keuangan daerah vang sistematis, terencana,jelas pengorganisasiannva dan terukur dapat menciptakan system pengamanan \-ang efektif. Sistem penganggaran berbasis kinerja dapat meminimalkan inefisiensi sumber daya yang ada dan menghindarkan pengusulan kegiatan yang tidak sesuai dengan sasaran dan tujuan serta fungsi dari unit-unit kerja dalam mencapai tuiuan penyelenggaraan pemerintahan pada umumnya dan tufuan pembangunan pada khususnva. A&nya pengukuran kinerja dengan diterapkanny^ kineria akan meniadi suatu instrumen bagr DPRD ^nggararr maupun sakeholder lainnya dalam mengukur kinela eksekutif.
Pembicam
III
Narasumber
: dr. Sahat N{angasi, Dinas I(esehatan Kab.
Kutai K. Waktu
: 14.00
-
14.20 wita
Judul Makalah : Penerapan Mekanisme Safeguarding, tinjauan dari Aspek Partisipasi dalam pelaksanaan program JpSBK di kabupaten Kutai Karranegara .
.
Isi Makalah: Upaya partisipatif dalam pengamanan pelaksanaan program JPS-BK adalah dengan melibatkan berbagai komponen baik pemerintah maupun non pemerintah. Ada dua pendekatan dalam menggerakan aspek parusipasi dalam mekanisme safeguarding yang dilaksanakan yaitu yang dipersiapkan atau diorganisasikan melalui program dan yang bersifat spontan. Yang diorganisasikan umumnya pembentukan dan penetapnnya melalui keputusan pemerintah, sedangkan yang spontan dari individu, LSM dan media massa.
Adapun proses penggerakan partisipasi drlakukan dengan mengadakan sosialisasi baik secara internal maupun eksternal dan secara langsung maupun tidak langpung.
Bentuk-benruk sosialisasi yang dilakukan adalah dengan
mengadakan pertemuan/pelatihan,
pertemuan/diskusi,
penyebaran leaflet, pemasangan spanduk, dll.
d.
Diskusi TanyaJawab Waktu :14.20
-
16.35
Pertanyaan /statement peserta 1.
Bachrumsyah
Partispasi masyarakat dalam proses perencanaan masih menggunakan permendagri no. 9 tahun 7982 yang didalanya berkaitan mekanisme perencanan yang memadukan botton re dan top down.
Misalnya dalam PDM-DKE institusi yang ada bukan cerminan kemauan masyarakat- perlu ditinjau kembali. Dalam hal akunabilitas, pedu adanya budaya malu karena dalam implemenasinya banyak terjadi rekayasa baik di wilayah hukun, politik maupun birokrasi-etika ditinggalkan. 2.
Rusman Yaqub Good gownaflce rttr suatu cita-cita ideal yang sangat sulit untuk masuk ke wilayah irnplementasi yang konkrit sehingga ke depan
perlu kebiasaanfada nrang bagi publik untuk membentuk ptessure-mengevaluasi semacam/masalah-masalah advokasi kebijakan. Dalam implementasi,patisipasi belum bangkrt dari nkyatfmasvarakat tapi masih diciptakan dan bersifat reakuf 10
bukan aktif sehingga tingkat partisipasinya lamban dan perlu didorong. Pedu adanya "semacam mendaur ulang" klaim-klaim masyarakat yang sumbernya benar-benar dari rakyat bukan institusi karena sifat resistensi aparat itu tadi. Akunabilias itu suatu yang fenomenal karena di lapis barvah didesakan untuk akuntable sementara ap^r^trrya masih resisten sehingga adan benturan. Oleh karena itu rakyat dulu yang diakuntablekan atau institusi -perlu dicari formula-formulanya sehingga diskusi punya nilai yang dapat dikembangkan unruk membangun kekuatan masyarakat. Oleh karena itu ketika kita mengakuntabelkan system, kita sudah mengakunbelkan diri kita dulu.
3.
Sutantinah Partisipasi itu sangat beragam baik benruk maupun persepsinl'a
oleh karena itu, bentuk program yang selama ini/seringnya sangat seragam dengan pedoman vang kaku, waktu tetbatas serta dengan target untuk selanjutnya cukup dibuat koridorkoridornya saja dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah. Harus disadari bahwa setiap daerah iru berbeda.
4.
Kuntiyo
Diskusi safeguarding ini pembah^sanny^ jangan dilebarkan terus bahkan seharusnya mengerucut/drpertajam sehingga pembahasan masalah partisipasi, akuntabilitas dan transaparansi itu tetap dalam satu kesatuan/holistik bukan berarti sendiri-
5sn.liri/parsial. Jawaban /tanggapan narasumber: 1.
Purwida L Hariati Dalam akunabilitas pelaku, secara ulnum perlu dibangun moral yang baik. Bahwa akuntablitas,partisipasi dan transparansi itu merupakan saru kesatuan yang tidak dapat dipisahkan khususnya dalam akuntabilitas kineria ketiga komponen tersebut saling terkait.
2.
Sahat Mangasi
Yang dilaftsanakan adalah partisipasi yang diarahkan sehingga ada tahapan-tahapan. Partisipasi vang spopntan tidak ada tempat- perlu dicari bentuk partisipasi vang bagaim^n^ y^flg diharapkan
11
Yang jadi masalah,yang dikondisikanpun partisipasi masih nggak ielas. Yang pro aktif umumnya lewar media. Akuntabilitas masyarakat bagaimana? Dad diskusi ini diharapkan paling tidak ada kelanjutan sehingga dalam 1-2 tahun ini sudah relatif berjalan.
3.
Nanang Rijono Tanpa sadar sudah muncul resistensi darr aparat seperti yang
diutarakan Pak Sahat. Pemerintah dan DPRD harus memberi teladan dan melaporkan kinerjany^ y^ng mana laporan tersebut bennrknya ti&k selalu terukur/kuantitatfi. Partisipasi yang pada umumnya seremonial saja demikian pula akunabilitasnya yang formal-formzl saja yang tampak. Oleh karena itu perlu teladan dimulai dar,. para pejabat dalam hal pamisipasi, akuntabilitas dan transp aransiny a. Pertanyaan /statement peserta:
1.
Waluyo Bagaimana bisa menerapkan akuntabilitas,partisipasi dan transparansi secara benar kalau BPI(P mau masuk saia ditolak dengen alasan otonomi daerah.
2.
Ragil Harsono Ke P'Sahat JPS-BK bagaimana tentang kesiapan personil yang tidak memahami program tapi diterjunkan kelapangan.
y^ng kesannya hanya menghabiskan dana sehingga banyak terjadi kebocoran/kualitas Bagaimana dengan program
jelek Ke P'Nanang Program yang dilaft5^nakan ambivalen karena pelakunya temanteman sendiri sehingga akuntabilitas itu sendiri bagumzna?
3.
Rusman Yaqub Cood gownance bisa jalan kalau rakyat mempresu.re wakilnya
untuk menampilkan sosok perwakilan yaitu selalu adanya proses konsultasi timbal balik bukan perwalian seperti yang umurnnya terimplementasi saat ini. Misalnya, I anggota dewan bisa menyerap berapa aspirasi sari masyarakat dan bisa menl,sls5ripan berapa masalah. Dengan demikian harus ada saru regulasi vang disepakati dengan takyat
L2
tenang partisipasi itu sendiri sampai batas mana. Perlu adanya kompensasi insentif sebagai contoh konkritnya.
13
NOTULENSI SERIAL DISKUSI KOTAMAKASSAR
NOTULENSI DISKUSI Kota Makasar, 4 Juni 2002
l.
Sambutan
'
Narasumber
: Drs. Syahrul Saharudin,
Msi
Kepala BAPPEDA Propinsi Sulawesi Selatan (dibacakan oleh: Sekretaris BAPPEDA Propinsi Sulawesi Selatan/ Dra. Hj.A. Husna Latief )
: 10 Menit ' Waktu Isi Sambutan ' - Propinsi Sulawesi Selatan telah :
menyelesaikan berbagai dokumen perencanaan sejak tahun 2000, yaitu GBHD (?oldes), Propcrda dan
-
Rencana Strategis (Renstra). Visi Sulawesi Selatan tahun 2001-2005: "TerwujudnyaPelayanan Prima
melalui Pendekatan Kamindirian Lokal yang didukung oleh Apant Profesional". Misi Propinsi Sularvesi Selatan tahun 2001-2005 mencakup: Menata birokrasi pemerintah yang efisien dan efektif. ^. b. Menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan daya saing usaha untuk meningkatkan kemandiria n masyarakat dalam pembangunan c. Mendotong tercipanya penengakan dan kepastian hukum dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan.
-
2.
Diskusi Safeguarding yang menekankan prinsip transparansi,partisipasi dan akuntabilitas merupakan salah satu tujuan dalam Visi Propinsi Sulawesi Selatan,oleh sebab itu brainstorming dengan seluruh Stakeholder untuk perbaikan kearah tata pemerintahan yang baik, sebaiknya makin sering rlilakukan.
Pengantar
' Narasumber
: Diani Sadiawati,
SH,LLM
pirektur Hukum dan HAM BAPPENAS) : 15 Menit
. Waktu ' Ikhtisar M*alth/Presentasi : Sesuai dengan 3.
Sessie
^.
-
framework
I ; Tiniauan Implementasi Safeguarding
Presentasi Pembicara
I (finjauan Teoritis/Akademis
' Natasumber
: Drs.
I !0aktu
:40 Menit
Safeguarding)
:
H.A Kube Dauda,M.Si Dosen LAN Q-embaga Administrasi
Negara )
Ikhtisar
Makalah/Presentasi
:
Good Govemance adalah konsep pemikiran baru dan masih dalam Proses.
Keberhasilan pelaksana^nny^ terutama di indonesia masih merupakan tanda tanya, namun komitmen pemerintah cukup ti.ggt. Globalisasi ekonomi menghendaki diterapkannya prinsip-prinsip universal seperti pengelolaan yang baik (Good Gownance) penerapan dan perlindungan hak asasi manusia serta pelindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. Hal mendasar Undang-undang Nomor 22 f'ahun 1999 (tentang Pemerintahan Daerah) dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 ( tentang perimbangan I(euangan Antara Pemerintahan Pusat dan Daerah ) adalah mendorong untuk memeberdayakan masyarakat menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peran serta masyarakat dan pemedntah Daerah sekaligus pemberian tanggungjawab vang lebih besar kepada daerah untuk mempercepat pernbangunan daerah.
Kebijakan publik merupakan navigator pemerintah daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masvarakat setempat ),-ang diwuiudkan dalam bentuk pelayanan y^ng prima. I(eikutsertaan masyarakat &lam proses kebijakan sangat diFerlukan. I(ebijakan yang dibuat harus dapat menampung aspirasi yang berkembang ditengah masyarakat.
I(ebijakan publik adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu, untuk mencpaui tujuan tertentu vang duilakukan oleh instantsi yang berwenang dalam rangka penyelnggaraan pemerintahan dan pembangunan. Menutut Prof. Dr. Mustapadijaja AR, bahwa ada 4 (empat) faktor yang berperan dalam sistem dan proses kebijakan masing-masing sebagai
berikut: 1. Lingkungan kebijakan adalah keadaan vang melatarbelakangi atau peristiwa y^ng menyebabkan "issues" kebijakan y^ng mempengaruhi dan dipengaruhi oleh para pelaku kebijakan dan
2. 3. 4.
oleh suatu kebijakan. Pembuat dan pelaksana kebijakan adalah orang atau kelompok orang atau organisasi yang mempunyai pefanan teftentu dalam proses kebijakan yang berada dalam posisi menentukan.
Kebijakan itu senrliri yairu keputusan atas jumlah pilihan yang kurang lebih berhubungan satu sama lain vang dirnaksudkan untuk mencapai sejumlah tujuan tertentu. Kelompok sasaran kebijakan yaitu orang atau kelompok orang atau
otganisasi-organisasi dalam masyarakat yang perilaku dan atau keadaannya ingin dipengaruhi oleh kebijakan yang bersangkuran.
Pada dasarnya kebijakan publik dipengaruhi oleh lingkungan sosial poliuh kelembagaan y^ng kompleks,subjek dan objek y^ng berbeda,laar belakang yang bcn'ariasi dan kepentingan serta motif yang majemuk,apabila tidak dimenej dengan baik dapat menimbulkan kelemahan. Keberadaan perilaku opurtunistik para stakeholders untuk kebijakan tidak mengenal ruang dan waktu. Upaya untuk mengantisipasi terhadap kelemahan dan kesalahan kebijakan dapat ditempuh antara lain : 1. Membangun stakeholder vang menjuniung tirgg etika,moral dan kepentingan bersama; 2. Dalam menetapkan kebijakan,kualitas sumber daya manusia dari p^t^ pembuat/pengambil keputusan menjadi hal yang sangat pentingkarena didalam penerapan kebijakan selain perlu visi, pengetahuan dan kejelian,iuga diperlukan adanya kepekaan dalam menganalisis gejala-gejala dan permasalahan y^ng ada dalam masyarakat.
Untuk kebijakan vang baik harus memenuhi svarat: 1. Setiap kebifakan publik harus ilmiah,yang esensinya adalah apakah kebijakan publik masuk akal ( rasional ) artinya setiap pembuatan kebijakan,pengendalian kebijakan dan pengawasan kebijakan,harus riienalisis secara ilmiah dengan maksud : Mengapa kebijakan publik harus keluar? Apa alasannva? Apa Konsekwensinya? Bagatmana Sistem kebiiakan,lingkungan kebijakan,pembuat dan pelaksana kebijakan kebijakan itu sendiri dan kelompok sasaran kebijakan
2. 3.
mendukung kebijakan yang akan dikeluarkan? Setiap kebijakan publik harus memenuhi kebijakan profesional yaitu memenuhi kriteria teoritis dan praktis. Kebiiakan publik harus memenuhi syarat politis, ardnya kebijakan publik tersebut diterima masyarakat tidak berbenturan dengan nilainilai yang mereka anut.
Menurut Ptof. H. Bintoro Tjokro Amidjojo MA, ada
tigu
kecenderungan global yaitu: Pertama: Kencenderungan perkembangan masyarakat bangsa kearah mavarakat madani yaitu suatu masyarakat peradaban prural menjunjung tinggi HAM yang demokrads, Kedua Perubahan perkembangan dari ekonomi perencanaan te{pusat kearah
ekonomi pasar y^ng untuk Indonesia perlu ditambah
dengan
berkeadilan,kekacauan ekonomr termasuk krisis ekonomi di negaranegara tertentu, banyak disebabkan karena pengelolaan perekonomian
yang jelek dan keropos, Ketiga kearah Good Govemance yang mengandung maksud pengelolaan yang baik ( atau oleh Prof. Soyyan Effendi " Pengelola^n y^ngamanah' ) Dalam Good goaervance a.da tiga domain pengelolaan, ( domain mana yang terbaik dalam mewujudkan pelayanan pdma ), yaitu sektor
pemerinahan 9 publik ), sektor private dan masyarakat itu sendiri ( civil
society). Domain sektor pemerintahan ebih berkaitan
dengan
pengarahan kebijaksanaan pembangunan,pengendalian dan pengaturan hidup masyarakat. Sektor private lebih berkenaan dengan unsur-unsur produksi"pendapatan dan menciptakan lapangan kerja. Sektor
pengelolaan masyarakat sendiri lebih mengenai hal-hal yang menyangkut langsung oleh kepentirg"r warga lain : keamanan, kesejahteraan, lingkungan dan sebagainya.
^nt^ra
Lembaga Adminisrasi Negara (Ir\N) memberikan rumusan sebagai berikut: Sektor pemerintah lebih berperan memfasilitasi dan membetdavakan, menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif. Sektor swasta menciptakan pekerjaan,pendapatan melalui produksi barang dan jasa. Sektor kelompok-kelompok masyarakat berpartisipasi dalam aktifias sosial,ekonomi dan politik dan mengembangkan setta menjaga rules of the game dan rules of the ethics yang baik alam interaksi sosial, ekonomi,politik dan juga pemberdayaan masyarakat oleh mayarakat. Dalam Cood Goaenanrc masinq-masing domain governanace pedu ddilaksanakan berdasatkan prinsip-prinsip : 1. Akuntabilitas (accountabilitj), Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/pimpinan suatu unit otganisasi/lembaga kepada pubiik yang memiliki hak atau yang berwenang meminta pertanggungjawaban. 2. Transparansi (transparanzy). Transparusi adalah dapat diketahui oleh banyak pihak yang berkepentingan mengenai pemmusan kebijaksanaan (politik) dan pemerintah,organisasi,badan usaha. Selekasi labatan berdasarkan Frt and proper test, tender pelelangan,pembedan izin dan lain sebagainya dilakukan dengan ffansParan.
3.
Berdasarkan hukum (fule oJ law) berdasarkan hukum adalh keputusan, kebijakan pemerintah,organisasi, badan usaha yang menyangkut masyarakat, pihak ketiga dilakukan berdasrkan hukum (peraturan perundangan yang sah). Jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadap setiap kebijakan publik yang ditempuh. 4. Partisipasi (PartiLipati0ft). Patisipasi adalah ikut sertanya pembangunan,sebagai subjek pembangunan yang mandiri, dalam proses pengambilan keputusan. Ada jenis dan tingkat partisipasi, mulai partisipasi posistif hingga partisipasi proaktif dan mandiri. Dalam Good Goaernance ideilnya intetaksi ant^t domain penelolaan tadi, dilakukan berdasrakn prinsip-prinsip tersebut diats sehingga akan menghasilkan out-put yang eFrsien,paling ekonomis dan pelaks^na n
program pembangunan dalam mewuiudkan kesejahtraan masyarakat daerah dapat diwufudkan sera dapat dipelihara utamanya dalam era globalisasi yang sarat dengan persaingan. Namun dalam kenyataannya tentu sulit dicapai, selalu terjadi tawar menautar dana berbenturan antar kepentingan. Kesimpulan: 1. Perlu dibuat aturan perundang-undangan tentang ienis-ienis y^ng menjadi tugas pemerintah yang dapat pelayanan ^p^ dilaksanakan oleh swasta dan masyarakat serta yang dapat dilaksanakan bersama. 2. Salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah adabh seberapa iauh tetdapat peningkatan kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah daerzh serta Pengembangan pola/model pelayanan yang lebih e6sien. 3. Kemitraan dalam pelayanan publik dengan memberdayakan institusi masyarakat (pesantren, LSN{, dan sebagainya) dapat dikembangkan secara alternatif model/pola untuk lebih meningkatkan kualitas dan efisiensi pelayanzn publik oleh pemerinah daetah. 4. Pelaksanaan Good Goaernance di daerah merupakan pendukung utaman dalam mewujudkan pengamanan program pembangunan daerah.
5.
Kebijakan publik yang mengakomodasi aspirasi masya12L"1 memberikan jaminan yang baik keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan tersebut.
b.
Presentase Pembicata 2 (I{ebiiakan Pemda tentang Safeguarding)
r
Narasumbet
:
Lompi Kepala BAPPEDA I(ota Makasar
: Drs. H. A. Mandafi
(dibawakan oleh Drs. Agus Salim N{.Si/ Kepala BAPPEDA Kabupaten Maros )
: 40 Menit ' Waktu r IkhtisarMakalah/Presentasi:
ini mengacu pada 9 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan
Perencanaan pembangunan daerah selama
PERMENDAGRI Nomot
Pengendalian Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Di Daerah G5D). Namun dalam pelaksanaannya dirasakan kutang aspiratif, karena ap^rat yang kemudian hasil nuansanya lebih banyak pada dialog ^tt^r akhirnya lebih dominan bersifat top down. Perlu upaya konkret gurla mewufudkan perencanaan daerah y^ng mampu menjawab kebutuhan dan masalah masyarak^t y^ng akan dituangkan dalam Forum Perencanaan di tingkat kelurahan y^frg
mengarah pada mekanisme penerapan prindip-prinsip
good 5
governance tersebut, khususnya transparansi ,akuntabilitas dan partisipasi dalam formulasi dan irnplementasi kebijakan program pembangunan kota Makasar.
Pemerintah Kota telah mengeluarkan kebijakan program melalui Keputusan \U7alikota Makasar No. 47 tahun 2001 yang berupaya menerapkan prinsip-prinsipTransparansi, Akuntabilitas dan Parisipasi melalui prognm/proyek Peningkatan Usaha Tani masyarakat tani di Kota Makasar dengan Dana Bergulir yang diarahkan kepada l(elompok Tani.
Untuk dapat memahami dan menerpkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilias dan partisipasi maka t pemerintah daerah harus lebih ^p^r profesional sebagai fasilitator pembangunxr y^ng didukung dengan institusi yang menggunakan manalemen modern, prilaku y^ng ^p^r^t dapat diamatai/dikontrol
dan akses masyarakat terhadap
informasi/kebijakan harus terbukan maka kedepan perlu adanya legitimasi dalam bentuk aturan daerah yang lebih jelas. Hal ini penting r pemerintah tidak lagi mendominasi kekuasaan pengambilan ^g ^p^r^t keputusan,kredibilitas pemerintah meningkat sekaligus kebijakan akan
memiliki tingkat akseptabilitas yang onggi terhadap
pelayanan
pemerintah.
Upaya Pemerintah Kota Makasar dalam menerapkan prinsip-prinsip transparasi, akuntabilitas dan partisipasi rerus dilakukan dengan kebijakan program pembangunan yzng bukan hanya dari aspek pembenahan intem pengembangan SDM dan institusi tetapi juga dengan kebijakan program pembangunan safeguardin g yaflg melibatkan masyarakat luas agar terciptanya kesempatan kerja dan produktifitas masyarakat lebih unggi sesuai dengan prioritas dan kemampuan keuangan Pemerintah Kota.
c.
PEMBAHAS
I
r '
Pembahas
: H. Ajief Padindang
Komisi E DPRD Prop. Sulawesi Selatan : 10 Menit
Waktu lkhtisar Bahasan Sependapat dengan pemakalah dalam pengertian, bahwa v^ng ^pa dilaksanakan sekarang begrtulah adanya. Benar menurut y^ng direncanakan dan melaksanakan, tetapi belum tentu dapat diukur aspek pencapaian sasaran dan kemnafaLatanny^ secara kualitatif. Bukankah sekarang hampir semua perencanaan pembangunan masih didominasi oleh pemerintah ? Kapan pemerintah menyerap aspirasi rakyat dan baru menuangkannnya dalam rancangan program?
' ' ' ' ' '
Adakah transparansi dalam merancang program? Apakah ada transparansi dalam menghirung pagu anggaran? Apakah sudah dikoordinasikan secara baik? Apakah sudah disosialisasikan secara maksimal? Apakah pemah diukru keberhasilan program secara kualitatip Beranikah pemerintah menterapkan perenc n^an strategik dengan menggunakan anggaran kinerja?
PP Nomor 105, 106 dan 108 tahun 2000, belum mau diterapkan secara penuh oleh pemerinah daerah, khususnya parakepala daerah. Peran DPRD sebagai "penentu kebijakan" sekarang ini ternyata sangat lemah,sebab hampir semua bahan bahasan munculnya dari eksekutif. Menariknya, sebab nanti pembahasan di DPRD, barulah kelompok masyarakat meributkan. Dan kemudian DPRD yang dituding tidak uansParan.
Data tentang berbagai program JPS, Subsidi Energi,provek dengan dana pinjaman Luar Negeri, Dana Dekonsentrasi, Dana dari ApBn tentang tugas pembantuan, sangat sulit dikeahui secara lengkap oleh anggota DPRD.
untuk memperoleh
data-data itu, harus setengah memaksa eksekutif barulah diberikan. Pengalaman di Pemda Sulsel, bahkan saya selalu mendengar keluhan BAPPEDA, sulit menghimpun dan ^p^rat program mengkoordinasikan berbagai JPS dan sejenisnya rermasuk Subsidi Energi dan Program dana Pinjaman Luar Negeri. Pendekatan Proyek: Selama model program dengan pendekatan proyek,iangan berharap banyak adtnyz transparansi. Akan halnya partisipasi yang tumbuh adalah situasional dan kondisional. Inrlah sebabnya hampir semua proyek JPS, hanya berhasil secara kuantitatif menyelesaik^n n ^\ggar tetapi tidak berhasil dari aspek kualitatif mengatasi masalah sosial. Saya termasuk skeptis dengan program subsidi energi, model sekarang ini. Seperti fuga skeptisnya saya terhadap program JPS yang lalu juga terhadap berbagai program pemberdayaan dengan dan PLN langsung program daiJzkrta, Sehingga sering sava katakan, untungnya dananya pinjaman negara. Maka dalam sudut pemikiran seorang praktisi di legislatif sekarang ini, semesdnya,program yang bersifat penanganan masalah sosial, anggarannya dikelola secata rutin. Atau lebih jauh lagj,anggaran harusnya dileksanakan bukan dalam bentuk proyek agar pelaksa' a',nya bukan bergerak berdasarkan nominal belaka. Pendekatan Perencanaan Strategik : Sesungguhnya sudah lama model ini harus diretapkan,sebab dengan perencanaan strategik, maka akuntabilitas susru program dapat diukur
sesrra baik. Sementara sekarang ini,akuntabilitas yang bagaim^n^ y^ng diharapkan dengan model-model program yang tetap tidak disusun dengan pendekatan perencanuan strategik sesuai dengan keinginan daerah f masyarakat setempat. Catatan penting buat saya pada aspek ini adalah: sudah perlu diubah pola penyusunan anggaran dari pendekatan proyek ke pendekatan fungsional yarrig menerapkan aflggaran berdasarkan perencanaan strategik saya katakan dengan model penyusunan APBN dan APBD seperti sekarang ini, sangat sulit mengukur keberhasilannya. Pada bagian diatas tadi, s^ya katakan beranikah pemerintah membedakukan PP No. 105, 106 dan 108 tahun 2000 secara efektiP Jrka betani maka harus ada kamauan untuk mengubah model penlrusunan APBD dengan menggunakan sistem anggaran berdasrkan Perencanaan strategik.
Pendekatan Kineria: INPRES No. 7 Tahun 1999, dilihat dari usianya sudah tiga tahun seiak diterbitl
Pengukuran kinerja sesuai INPRES No. 7/1999, dapat menerapkan khususnya pada unit keria baik ditingkat pusat maupun diungkat
daerah. Untuk dapat dirterapkan
hal itu butuh kemauan
dan
kemampuan birokrat kita.
Khusus pada program JPS dan sejenisny^ y^ng diterapkan sekarang ini,sepaniang menggunakan model proyek yang terkait oleh ukuranukuran normatif,sulit mengukur keberhasilannya secara kualitatif dan tidak mengaasi masalah masyarakat.
d.
Diskusi (TanyaJawab ) PertaryJaan / TanggEan:
Bapak Azis ( Dinas Cipta Karya Makasar ) Terima kasih Pemerintah Pusat mau susah-susah menyelenggarakan
^. r
acam seperti
'
ini
Beban transparansi tedalu memojokan Pemerintah. Masyarakat dan
swasta harus mempunyai kesadaran yang sama untuk mengembangkan prinsip transparansi, contoh: Pemerintah dalam tender ingin sesuai aturan tapi masyarakat/swasta minta tender untuk diatur.
r DAU belum memperlihatkan
keadilan, contoh : Makasar DAU tahun 2002 Rp. 275 Milyar Sebesar 240 milyar untuk gaji. Apa itu
bisa dilakukan dengan dana minim. TIDAK
ADA
TRANSPARANSI DAI.AM DAU!
b.
Bapak Syawal ( Yayasan Cita - Gowa ) I Ter&pat perbedaan mendasar pemerintah dan LSM didalam ^ntara mempersepsikan Partisipasi Pemerintah: - Pelaksanaan program dan fasilits tanpa proses
-
-
Indikator kineria tidak ielas,tidak terukur,hznya diukur dengan benda/uang Rangsangan berupa fasilitas menjadi prioritas.
LSM:
-
'
Mempersiapkan proses - proses partisipasi Partisipasi diukur dengan tingkat o/o individu bergerak dalam pencapaian tertentu. Rangsangan fasilitas bukan prioritas arau kalaupun ada sangat
sedikit 2 pendekatan didalam penanganan proyek
Ada
:
Agama dan
Sekuler
1. Ag* - Jujur, y^flgterc^t^t hanrs sesuai dengan kenyataan - Keadilan menjadi tujuan
2.
Sekuler
-
r
yang penting tercatat Pemerataan menjadi tujuan Pemednah bethak memedntah sesuai dengan hal-hal yuang telah
'
Irbih
disepakati.
baik diperintah otang bodoh api jujur daripada dipetintah api tidak jujur.
orang pintar
c.
Bapak Irwan Abdullah ( Yayasan Baruga Cipta ) I Disebutkan bahwa syarat kebijakan yang baik ada 3 yaiol:
-
Ilmiah Ptofesional Politis Apakah sudah mengakomodir
d.
5y21"1 legalitas?
Bapak Syahrir (Bappeda Kota Makassar)
' r
Alokasi keuangan 75o/o DAU, 25o/o DAK masih mencetminkan adznyaToP DOWN. Kenapa bisa ada Kabupaten /Kota mina-minta proyek langsung ke pusat,Propinsi dilewati?
e.
Bapak Andi Akhmar ( Yayasan MASAGENA Makasar )
.
! I Jauaban
^.
Diskusi ini harus bisa menggambarkan bagaimana pemerintah mendesain proyek dengan mengintegasikan prinsip-prinsip transaparansi,akuntabilias dan partisipasi. Bagaimana mengembangkan safeguarding untuk progtam-program pembangunan daerah, mulai dari perencanaan pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Korupsi be{alan karena tidak adanya safeguarding Korupsi be{alan pada tingkat cnrpnrate.
/
TangEan:
Drs. H.A. Kube Dauda, M.S. ' Perlu adznya transparansi didalam proyek.
' Kebijakan publik diopersikan kedalam penerapan prinsip tansparansi akunabilias dan partisipasi. I Transparansi pedu waktu, tidak serta merta. ' Perlu kesabann didalam merubah kebiasaan. ' Kita perlu membangun stakeholder denan dasar etika, modusnya bagaitlr:ana, tergantung kondisi dan tuntutan.
Hari ini harus lebih
baik dari kemarin.
10
r ' ' ' ' b.
harus teriadi komplementer
stakeholders. LSM terus saja
berbicara meniadi Watch Dog. ^nt^r Pendeketzn Agama/Sekuler teigantung pada SDM. Hakekat OTDA : Memberdayakan masyarakat dan DpRD. Parcisipasi perlu mengedepankan etikafbudaya. Filosofi Good Goaernanrc :Tidak semua umsan ada di pemerintahan.
Drs. Agus Salim M.Si ' Pelaksena/Pemerintah tidak transparansi biasanya karena takut dttanya. Pemerintah dan Masyarakat ibarat putih telur dan kuning ' telur,masyarakat harus terlibat dalam setiap proses sehingga muncul "sense of belnrgto!'. Proses Musbangdes samapi Rakorbang perlu ditinjau.
' '
Untuk merumuskan implementasi tiga prinsip tersebut harus duduk bersama.
c.
4.
Sessie
^.
Drs. Dadang Solihin MA ( BAPPENAS ) ' Korupsi mencapai puncaknya dimasa transisi menuju demokrasi ' Sudah ada kriteria yang baku didalam menenrukan DAU ' Untuk lebih ielas dapat dilihat di www.depkeu.go.id.
II
: Masal,ah- masalah dalam penerapan Safeguarding
Pembicara
1
Narasumber
r '
: Drs. H. Burhanuddin, M.Si
pirektur PT Bina Asih l(onsultan) KMT Propinsi Sulsel PDM-KE Waktu : 20 Menit Ikhtisar Makalah/Prcsentasi : TRANSPARANSI: Waktu pelaksanaan proyek ("DM-DKE) sangat pendek. Didalam panduan terter 6 bulan, prakteknya : - Saat DIP turun,sisa waktu 4 bulan - Proses tender butuh waktu 40 hari - Buku Pedoman tebal, pedu waktu lama mempelaiainya. - KPKN tegas dalam masalah waktu. Mepetnya waktu menimbulkan peluang untuk rekayasa-rek ayasa.
AI{UNTABILITAS: - UPM posisinya ada tingkat Kabupaten, sementara masalah ada d.i tingkat masyarakat.
t1,
-
Gaji UPM diambil dari sumber pendanaan yang sama, sehingga
UPM ridek lagi independent. PARTISIPASI: Partisipasi menggunakan sistem perwakilan. Rekomendasi: - Perlu adanya perbaikan - Er.aluasi jangan bersifat parsial. - Sumber dana, iangan hanya dari APBn tapi diupayakan juga dari APBD.
b.
Pembicara 2
! Narasumber
: Ir. Temmv SD
rcVf f,t"plnsi Sulsel Proyek
:20 Menit ' Wakru . Ikhtisar Makalah/Presentasi
P2D
:
TRANSPARANSI:
- Informasi : Diberikan dalam forum/kegiatan sosialisasi - Keterlibatan Masvarakat teriadi pada tahap:
1- Penetapan kebutuhan 2. Perencanaan 3- Pelaksanaan 4. Pemeliharaan - kesepakatan - Dampak Posistif 1. Rasa memiliki 2. Peningkaan SDM.
prasarana
:
UDKP
:
HAMBATAN : 7. Kurangnya kesadran dan komitrnen pada pemeran pembangunan berkaitan dengan transparansi.
2.
Minimnya pemahaman Pembina kepada yang akan dibina sehingga
3.
tidak berjalan transfer of knowledge. Belum adanya kesamaan persepsi diantara pemeran.
Saran Perbaikan: 1. Persamaan peresepsi,visi,misi bagi pemeran pembangunan
23. 4. 5.
Menghidupkan komunitas di tingkat desa melalui Muisbangdes dan r^p^t-r^p^t didesa. Pembinaan dari tingkat atas yang lebih barvah. Meningkatkan kemampuan kelembagaan dari sudut SDM dengan vanable disiplin ilmu Lancernya informasi Rencana Program Pembangunan.
1,2
6.
Pemberian kewenangan dalam mengelola Pembangunan di wilayahnya sendiri
7.
Meningkatkan kebiasaan lama dimana masyarak^t harryr- menerima instruksi dari tingkat atas. Konsekuen
B.
c.
Pembicara 3
r Narasumber
M.Z KN{T. Kab. Bone PDM
: Nanang )'tru{amil
- DKE : 20 N{enit ' Waktu ' Ikhtisar Mzkalah/Presentasi - Permasalahan Transparansi : Informasi tidak sampai ke :
-
-
masyarakat. faktor penyebab:
1. Metode kurang efektif 2. Waktu terlalu sempit 3. Media kurang efektif 4. Dana dan sarana kurang. 5. Masyarakat kurang proal
informasi ) kurang akrif. PI hanva dilakukan pada tahap arval perencan
Solusi
:
1. Penyampaian informasi dilakukan secara door to door 2. Waktu PI diperpanjang dan dilakukan lebih awal. 3. Memanfaatkan media radio. T\- dan rvaktu keagamaan.
d.
^n
^cara-^cat^
DISKUSI Pertanyaan/ Terngflapan:
^.
Bapak Salahudin ( Yayasan Samudra Indonesia ) ' Petencanaan partisipatif harus dimulai dari daftar keinginan, daftar kebutuhan, dilanjutkan dengan progam. I Keterbatasan waktu dapat disiasati dengan keterlibatan daerah di dalam proses perencanaan program partisipatif.
b.
Bapak M. lshak Zamal ( Wartarvan FA_TAR )
I
Progmm banyak turun ke maslarakar tapi tidak menyelesaikan masalah, pedu adanya penelitian, nana yang i^di prioritas kebutuhan.
l-t
' ' ' c.
LSM susah untuk melaksanakan program yang dibatasi waktunya 6 bulan aau 1 tahun Mental penyelenggara-sangat mempengaruhi keberhasilan program. FLP sangat bagus karena mewakili seluruh stakeholder, dan hampir-hampil seperti DPRD tandingan. Sumber dana untuk fiI-P harus dibedakan dengan untuk menjaga independensi.
Bapak Syawal ( Yayasan Insan Cita, Gowa) ' Dialog jangzn temporer.
'
Metodologi perenc^taan pelibatan grassroot harus dipilih yang
'
benar-benar efektif. Kemampuan masyarakat keluar dari kemelut hidup perlu dibangun.
Rumusan cara keluar dari kemelut iangan diserahkan kepada konsultan. Dalam hal ini perlu dibangun teori bam renrang partisipasi.
d.
Ag"t ( Dosen UNHAS ) Mengapa banvak program pembangun^n y^ng gagal? Ii'arena kita salah mentriemahkan ffansparansi,akuntabiJitas dan parusipasi. Partisipasi diteriemahkan sebagai mobilisasi. Di Amerika Serikat,peran pemerintah dikurangi diserahkan kepada otonomi
Bapak
'
Pasar.
' .
JPS tak lebih sebagai penghambur^n dan^, jrka gagal konsultan jangan kecewa Tidak cukup menterjemahkan : - Transparansi menjadi sekedar Penyebaran Informasi. - Akunntabilitas meniadi UPM ( Unit pengaduan masvarakat ) - Partisipasi menjadi Forum Lintas Pelaku.
Jawaban/tznggapan
a.
Konsultan
' r I b.
Jangah ulang program pemberdayaan yang salah terutama mengenai masalah waktu.
Format-format jangan tedalu banyak. Pendekaan kita harus dari pasar, baru didisain produknv^,l flg^n dibalik, produk dibuat dulu baru dipasarkan.
Bapak Ir. Jemmy SD
' r
JPS perlu dilanjutkan
Pendekaan JPS selama
ini
telah merubah masvarakat sehingga
berani ungkapkan pendapat.
14
c.
Bapak NanangNuriamil
'
Cobalah hadirkan/dialog langsung dengan masyarakat sebelum merencanakan program.
5.
Kesimpulan dan Rekomendasi
a.
Kesimpulan
'
Upaya untuk mengantisipasi kelemahan dan kesalahan kebijakan dapat ditempuh znlurralein:, 1.. IVembangun stakeholder yang menjunjung tirggr etika, rnoral dan kepentingan bersama. 2. Menegembangkan SDM para pembuatf pengambil keputusan.
'
Kebiiakan yang baik harus memenuhi syarat: 1. Ilmiah (masuk akal/rasional ) 2. Profesional (memenuhi kriteria dan praktis)
3.
Poliris (diterima masr-arakat, tidak berbenturan dengarr nilai vang dianut)
'
Ada 3 (tig" ) domain pengelolaan Good Goveranance yaitu: 1. Sektor Pemerintahan ( publik ) 2. Sektor Private 3. Sektor Masvarakat ( cir'il sociery ) 4. Dalam good goverannce masing-masing domain governance perlu dilal6x12fta1 berdasarkan prinsip-prinsip: Akuntabilitas ^. b. Transparansi c. Rule of law
d.
Partisipasi.
k.itg- domain pengelolaan good gouernance dilakukan berdasarakn ptinsip-prinsip tersebut diatas sehingga akan menghasilkan Idealnya
output yang efisien dan dapat mewujudkan kesejahtera n m^sy^rakat.' Dalam kenyataannya hal tersebut masih sulit diwujudkan,masih te{adi benturan kepentingan. Perlu kesabaran dan waktu didalam merubah
. r
kebiasaan.
Harus
toi"di
proses komplementer antar stakeholder. LSM dapat bertindak sebagai watch dog. Masyarakat terlibat proses pembangunan sehingga mincul " sense oJ' be lo ngingi' Masih terdapat kelemahan pada safeguarding program JPS baik pada tat^r^n konsepsi ataupun pelaksanaannya.
I Ptogtam pemberdayaan yung
melibatkan partisipasi masyatakr
membutuhken waktu persiapan yang cukup dan metodologi yang benar.
'
Belum adanya kelembagaan yang menangani mengenai mekanisme
'
Sumber Deya Aparat y^ng sebahagian belum profesional sebagai fasilitator pembangunan sehingga menghambat terciptanya kebijakan
r
Dalam menrmuskan suatu kebijakan progam/proyek belum ada kebiiakan eksplisit y^ng menyangkur mekanisme safeguarding
I
I
b.
penyaluran informasi.
sa
feguarding pembangunan daerah.
pembangunan daerah
Domin^nrry^ pendekatan formal dalam pelaksanaan kebijakan program/proyek pembangunan daerah sehingga,menghambat hubungan yang erat stakeholders yang sangat dibutuhkan dalam ^ntat^ penerapan pdnsip-prinsip safeguardinh dan good governance pada umumnya. Pengalaman JPS didalam menerapkan mekanisme Safeguarding disamping berdampak positip didalam proses pembelafaran pelaksanaan Good gorelnance, tetapi masih ditemukan beberapa kelemahan didalam mewujudkan/menerapkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat.
Rekomendasi Dalam rangka menindaklanjuti hasil & identifrkasi masalah pada forum diskusi perlu dibuat forum lanjutan dengan melibatkan seluruh stakeholder. Pada kegiatan pemberdeyzen seperti JPS, Pemerintah daerah terlibat mulai tahap perencanaan dan persiapan irrgu sebaiknya sumber pen&naan program tersebut berasal dari APBD. Formula kemampuan mayankat untuk keluar dari kesulitan hidupnya perlu digali/ dibangun dari pengalaman masyarakat itu sendiri. Petlu dikembangkan konsep-konsep penerapan dari prinsip transparansi akuntabilitas dan partisipasi. Transparansi tidak cukup diteriemahkan hanya penyebaran informasi @r), akuntabilias sekedar unit Pengaduan Masyarakat (JPIrf) ataupun Partisipasi sebagai Forum Lintas Pelaku (FLP) saja. Perlunya peningkatan kapasitas daerah baik dari segi institusi dan SDN{ dalam memperkuat safeguarding pembangun a daerah. Penerapan prinsip-prinsip safeguarding harus bertahp dan disesuaikan nilai dan budaya lokal. Dalam penerapan prinsip-prinsip safeguarding maka d iperlukan adanya mekanisme dimana prilaku t yang dapat diamati/dikontrol dan
^p^r
16
akses rnasyarakat terhadap informasi/kebijakan harus terbuka maka, kedepan perlu adanya legitimasi dalam bentuk aturan yang lebih jelas agar pemerintah tidak mendominasi kekuasaan pengambilan kepurusan.
t7
NOTULENSI SERIAL DISKTJSI KOTABULELENG
NOTULENSI DISKUSI Kota Buleleng, 5 Jum2002
1.
Laporan Panitia
Acara dimulai
i^ 09.00 U7IT. Laporan Panitia Penvelenggara diskusi disampaikan oleh Kepala Bappeda Kabupaten Buleleng, Ir. Nvoman Yasa,selaku Ketua Pelaksana Diskusi. Dalam laporannva I(eua menyampaikan latar belakang,tuiuan dan jumlah peserta diskusi sebanyak 60 orang dari berbagai stakeholders. 2.
Sambutan Sekretads Daerah kabupaten Buleleng
Good Governance merupakan salah satu issue vang harus diperhatikan oleh pemerintah daerah sekarang ini dikarenakan tdznya berbagai tunturan-tunruran masvarakat terhadap pelayanan pemerintah. Tuntutan masyarakat ^par^t semakin meningkat seiring dengan tingkat
pendidikan masyarakar yang semakin
meningkat.
Dikatakan bahwa penerapan safeguarding program-program pembangunan daerah dalam hal ini membutuhkan prasyarat-pr^syznt sebagai berikut: ' Adanya konsensus orientsi karena adanya berbagai kepentingan vang berbeda.
r Proses melayani yang mesti didahulukan ketimbang dilayaru I Ditegakannya rub of law t Adanya pengakuan bahwa stakeholders yeng lain punya hak suara I Adanya visi y^ng strategis (strategzc uision) dar-i pemimpin dikembangkannya sumbe
r
dan
daya manusia.
Menurut beliau prinsip-prinsip tersebut sudah dilaksanakan pada proyek JpS. Beberapa hambatan bagi penerapan safeguarding ini adalah diantzranya
kurangnya komitmen bersama daerah,minimnya pemahama n 3.
baik pemerintah pusar
maupun
^parat.
Pengantar Diskusi: Bp. Made suwandi (Direktur otonomi Daerah dan pelapotan, Direlrtomt PMD - Dept. Dalam Negeri) Pembicara dalam hal ini tidak memberikan materi pengantar berupa materi framework safeguarrling sebagaimana format pelaksanaan serial diskusi yang sudah ditetapkan. Sebelumnya, melainkan lebih banyak memberikan uraian mengenai oronomi daerah berikut permasalah^nty^. Untuk itu kemudian materi framervork safeguarding disampaikan oleh tenaga ahli pada akhir diskusi.
Pada awalnya pembicara mengatakan bahwa ia tidak akan membicarakan safeguarding dalam arti spesiFrk daerah melainkan ia akan berbicara mengenai perspektif safeguarding pada aras nasional, yakni mengenai implikasi dari reformasi dan tuntutan pelaksanaan safeguarding dalam format permasalahanpermasalah^n y^ngmuncul didalam konteks otonomi daerah. Ada 6 hal pokok yang di sampaikan Bp. Made Suwandi, yaitu:
1.
2.
3.
I(ewenangan Sebetulnya yang dimaksud dengan pergeseran paradigam bila acuannya ^p^ perundang-undangan yang berlaku sebetulnya bukanlah hal yang baru. Hal
tersebut sudah dimulai sejak UU I/45, tJlJ. .....UU../74,/79 dan hingga kini mengenai UU No. 22,25 mengenai otonomi daerah. Apa yang diperebutkan disana adalah melulu soal-soal mengenai kewenangan ant^r^ pusat dan daerah yang pada intinya membicarakan soal-soal kekuasaan. Apa pelajaran yang didapat dari perjalanan bangsa selama ini hanyatah menghabiskan energi yang kesemuanya itu tidak berhubungan dengan keseiahteraan rakyat. Pada titik inilah arti penting substansi pembicaraan Bp. Made suwandi. selanjutnya dikatakan bahwa,apa yang dipersepsikan selama ini dimana otonomi disederhanakan menjadi peningkatan asli daerah GAD) sebetutrnva cuma mengutak-atik soal bagaimana rnencari kewenangan yang menghasilkan uang. Dalam konteks tersebutlah sebetulnya letak arri pentingnya safeguarding,yakni bagaimana menyamakan persepsi pemerintah yang tadinya berorientasi kepada kekuasaan ^p^r^t ke berubah menjadi pelayanan publik untuk meningkatkan kemakmuran rakyat. Kelembagaan Masalah krusial disini adalah mengenai hierarki eselon pemerintah. sebanyak 70o/o - 80o/o anggaran selama ini dihabiskan^p^rat untuk mengurusi keperluan tersebut. Apa yang harus disafeguard dalam hal ini adarah, bagatmana stakeholdet menciptakan check dan balances dengan struktur yang ramping teapi efisien. Personil Sekarang ini pegawai negeri suatu daerah tidak bisa pindah ke daerah lainnya karena terikat dengan Dana Alokasi Umum (DAu). Dalam hal ini perlu dipetanyakan, pegawai negeri iru alat perekat nasional atau bukan? Kalau sebagai alat perekat nasional mestinya pegawai negeri bisa dipindahkan kemana saja. Dengan demikian pegawai negeri akan bersifat cross building rurupun intemal building dalam fungsinya sebagai alat perekat bangsa. Hal ini juga akan memepermudah bagi persamaan persepsi kita sebagai satu bangsa. Persoalan safeguarding dalam hal ini terletak pada bagaimana menempatkan orang dalam suatu jabatan berdasrakn kemampuannya karena ia semata-m oraigdaerah. ^ta
4.
Keuangan Daerah
Dalam kenyataannya saat ini terdapat 6 propinsi daerah kaya dan 25 propinsi lainnya merupakan daerah miskin. Bila disimak lebih jauh, daerah kaya itupun lebih mencerminkan kondisi perkotaan (urban bias), karena kenyaannya jumlah kabupaten lebih banyak. Terjadi fiskla gap. Disinilah sulitnya bila sudah menyangkut desentralisasi keuangan. I(alau orientasinya
5.
adalah kepada pelayanan publik bukan pada kekuasaan,hal tersebut sebednya bisa diatasi yakni dengar' car^ subsidi. DPRD/Sistem Perwakilan Persoalan mekanisme pertanggungjawaban Dewan masih menjadi persoalan. Sistem politik yang berkembang belum mendukung terciptanya check and balances antara yang mewakili dan yang diwakili. I(enyataan yang ada sekaang ini adalah semacam Partai I(oalisi, yang muncul kemudian adalah soal tenggang rasa yang saru dengan yang lainnya. I(alau sola tenggang rasa berarti tidak^ntara akan ada kepastian. $Tacana-w^c fl^ pemilihan
langsung Presiden, Bupati, Gubernur masih rerus berlangsung tanpa berkesudahan.
6.
4.
Aspek Pelayanan Publik Pada aspek inilah perubahan paradigma penvelengg^t^n neg ra mest-i ditekankan. Dari orientasi kekuasaan ke orientasi pelayanan publik. Yang dimaksudkan dengan pelayanan publik menyangkut public goods dan public rugulation. Kenapa aspek kepelayanan ini tidak berjalan? Sekali tagi ini merupakan mind-set dari apzrat pemerintah yang harus diubah.
Sessie
t
I : Tiniauan dan Implementasi Safeguarding
Pembictra I : Putu Suasta, Forum N{erah Putih Awal bicaranya dimulai dengan mengatakan bahwa acara seperti ini sudah y^ng ke 2000 kali baginya. Masalah Bali sekarang ini sebetulnya kuang/tidak adanya leadetship. Pada intinya pembicara langsung menunjuk beberapa kasus yang ada di Bali yang pada dasamya merupakan cerminan dari tidak jelasnya kebiiakan publik yang ada. Dengan memaparkan beberapa kasus yang ada, secara tidak langsung pembicara ingin mengajak forum diskusi mempraktekan prinsip-prinsip good gouernancv pada kasus-kasus y^ng ada tersebut. Menyambut yang telah dikemukakan oleh pembican T (Bp. Made ^pa Suwandi) mengenai otonomi daerah,dalam pandangan pembicara ini pemahaman otonomi daerah oleh aparat birokrasi lebih diartikan sebagai otonomi pemeriantahan daerah. Sedangkan menyangkut kasus-kasus yang ditonjolkan oleh pembicara adalah mengenai soal tat ruang Bali,kdsis listrik,soal air. Dengan ditanganinya kasus-kasus tersebut dengan baik akan menimbulkan multiplier effect bagi masvarakar marginal. Disinilah tantangan untuk membuar kebijakan publik sesuai dengan prinsip-prrnsip
good govemance. Dengan kebijakan publik yang jelas akan membuat koridor bagi berbagai pihak y^rtg berkepentingan. Pembicara irg, menganjurkan agar didalam membuat kebijakan publik hendaknya dimulai dengan mengidentifikasikan berbagai permasalahan yang adz. Dengan merujuk negara Malaysia,pembicara menganjurk?fl pemerintah daerah ^gar Bali membuat E-government. Pembicara II : Ketua Bappeda Propinsi Tk I. Bali Bagi pemerintah &erah tk I Bali,khususnya di instansi Bappeda Tk. I telah menyadari adanya pergeseran paradigma baru didalam mengelola pemerintahan. Dicontohkan (menyambut yang disinggung putu ^p^ruang telah melibatkan Suasta), dalam menentukan kebijakan tata stakeholder lain, misalnya dengan Forum Merah Putih. Disebutkan beberapa kegiatan yang telah melibatkan berbagai stakeholders: 1- Begitupun dengan Rakorbang telah diformar supava dapat melibatkan multistkeholders. 2. Membuat kelompok-kelompok kerja dalam bidang kesehatn dan infrastruktur, dengan menerapkan prinsip-pdnsip good governance. Dengan demikian ketika merancang suatu perencanaan tidak asalasalan.
3.
tig bulan ada penilaian kinerja dimasing-masing dinasi. Hal ini penting dilakukan unruk menemukan indikator kinerja Dalam setiap
seseorang dalam tugas, sekaligus melihat kemampuan seorang pegawai
negeri sipil. Aipek lain yang dilihat adzlzh menerukan kebutuhan masyarakat sebagai pihak yang dilayani. Dengan demikian akan didapat standard pelayanan minimal. Pembicam
III: I. Nyoman
Yasa, Ketua Bappeda kabupaten Buleleng Pada intinya pembicara hanya menyampaik^n : ar^h" rencana st-rategis kabupaten Buleleng Dijelaskan bahwa pemerintahan I3bupaten Buleleng sesungguhnya belum memiliki renc rr strategis iru Bappeda sudah menerapkan prinsip-prinsip safeguarding temtama dengan melibtatkan semua unsur masyarakat. Dimulai dari N{usbangdes sudah menvertakan Badan Perwakilan Desa, kemudian Temu riarya di tk kecamatan seudah melibatkan DPRD, begitupun ketika Rakorbang Tk. II Ditingkat pelaksanaan program sepeti JS, P3DT sudah menerapkan safeguarding. Apa yang disampaikan oleh pembicara ini dengan demikian berkisar pada pemaparan dokumen-dokumen formal pemerintah daerah I(abupaten Buleleng. Namun agak sedikit mengejutkan ketika pembicara ini mengatakan bahwa dalam soal safeguarding ini vang paling penting adalah memberdavakan masyarakat,dalam artian bagaimana agar supaya masyarakat tahun hak-hak pemerintah
Diskusi/Tanya iawab
pada termin t?ny^ jawab
ini sangat disayangkan moderator tidak memberikan waktu kepada peserta diskusi. Pada sesi iri acara dimulai dengan memberikan kesempatan kepada anggota DPRD Buleleng (sebagai pembahas) unruk membahas atau memberikan tanggapan atas pendapat narasumber.
Secara urnrun kemudian sesi ini bergulrr dalam bentuk tanggapan arau pembahasan rliqn121a pembicara sendiri,terutama dengan titik perhatian kepada masalah-masalah yang dikemukakan Bp. Made suwand.i, yakni seputar permasalqhan otonomi daerah. Sedangkan pesera diskusi bersifat pasif dan dengan demikian lalu lintas diskusi berjalan satu arah.
DPRD ( oembahas ): Dikatakan bahwa seluruh hasil kerja kita sekarang ini menjadi jelek karena memang sistemnya juga jelek. Dengan demikian sistemnyalah yang harus diperbaiki lebih dahulu. Dikatakan juga bahwa yang n n.nya pemerintah itu bukan hanya eksekutif saja,anggota Dewan iuga termasuk pemerintah. Dicontohkan.kasus Bupati Buleleng yang sudah sekian lama masih belum defrnitif. Hal mana memperlihatkan koordinasi vang belum baik antara kabupaten dengan propinsi. DPRD Seserta ): Bagaimana menyikapai supaya pembangunan di propinsi keselumhan falan api juga kabupaten Buleleng ialan?
Bali
secara
Made Suwandi:
Menceritakan bahwa ia pemah melakukan kerjasama penelitian dengan pihak universias sebagai orgentzer untuk mengidentifrkasi persepsi stakeholden mengenai desentralisasi. Hal ini untuk mengetahui pelayanan p:blik dad sisi dampaknya. Ada tiga parameter yang dipakai,yaitu-damapak
lokal dampak regional. Hal ini penting diketahui karena diyakini eksternditas berdampak pada akuntabilitas. Putu Suasta: Menurutnya harus ada kebijakan publik yang jelas mengenai rat ruang dan infrastruktur. Hal ini menjadi penting karena merupakan p"t"-.t"i b"gi dunia usaha untuk investasi,selain parameter keamanan. Bagi putu Suasta soalnya adalah masalah komunikasi y^ng harus ditingkatkan anta.ra pemerintah dan masyarakat. Iiemudian duduk bersama untuk menvelesaikan masalah-masalah yang ada. Dalam hal ini, menurutn),a, memang harus ada mediator,yang dapat menggerakan ini semua.
Ketua Bappeda Tk.II:
Menanggapi pendapat yang mengatakan bahwa safeguarding perlu diterapkan dalam proses membuat perencanaan daerah, dikatakan bahwa hal tersebut terbentur pada kendala dana.
5.
sessie II: Penerapan Mekanisme Pengamanan (safeguarding) program Pembangunan Pada Sessie ini, semua materi pembicaraan yang disampaikan oleh 3 daerah peserta diskusi sama yakni, suatu tinjauan terhadap pelaksanaan program JpS. Hanya berbeda di dalam pilihanJenis sub-programnya saja.
^.
Pembicara
I
: Dinas Bina Marga, Pengairan dan pertambangan
Kabupaten Buleleng
Judul Makalah
: Pelaksanaan
T A. 1997
Waktu
/
P3DT Di Kabupaten Buleleng
1998 /D.T A.2001
: 15 Menit
Pada dasamya pembicara hanya menyampaikan deskripsi mengenai Program P3DT yang dila[52nakan di I(abupaten Buleleng. I(arena memang prognm yang berasal dari Pusat tentunya didalam pelaksanaannya sesuai dengan iuklak/iuknis yang ada, yang manz- antara saru daerah dengan daerah lainnya tidak berbeda. Hanya saja didalam presentasenya diberikan tekanan pada aspek-aspek yang sesuai dengan tema diskusi,yakni aspek yang menyangkut mekanisme safeguarding. Dalam hal ini menurut pendapat pembicara, pelaksana kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pemanfzatannyz. pendekatan kegiatan iniFun dilalrukan sesuai dengan azas pemberdzyaan masyarakat yakni dari,oleh dan untuk masyarakat. Sehingga diharapkan akan tumbuh dan berkembrng rasa memiliki pr^s tana, dan pemanfaatan y^ng berkelanjuan. Dicontohkannya di mana ketika dana yang ada ( Rp. 120 iuta ) untuk membangun prasarana Nr bersih tidak mencukupi, masyarakat mau menanggulangrnya sendiri sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Pada akhfu pembicaraan kemudian pembicara menyimpulkan bahwa program P3DT ini perlu dilanjsfll2n terutama untuk mengurangi pengangguan. Aspek yang ditekankan pada tahap berikutnva adalah mengenai pemeliharaan prasarana. Dari sisi transparansi dalam prograrn P3DT sudah teqpenuhi karena ada papan pengumuman. 6"6pdien ditambahkan iuga bahwa dari sisi keuangan, dalam hal ini pimpro hanya bersifat transit, dimana dana kemudian langsung ditransfer ke rekening masyarakat. Dari sisi akuntabilitas,pengalaman pro'el p3DT menunjukan tidak ada pengaduan dari masyarakat.
b.
Pembicara II Judul Makalah
: Dinas Kesehatan kabuipaten Gianyar : Masalah-masalah Pelaksanaan JPS-BK
Waktu
Kabupaten Gianyar : 15 Menit
di
walau mengambil rema diskuis mengenai program Jps-BK tetapi pembicara tidak mendeskripsikan program tersebut sabagaiman a y^ng dilakukan oleh pembicaral, melainkan langsung kepada masalah-masalah yang dijumpai didalam pelaksanaanJPs-BK selama ini. Terdapat beberapa masalah yang mendapat penekanan kembali oleh pembicara dalam Presentasenya,walau hal tersebut sudah ia sebutkan dalam makalahnya. Yakni mengenai ketidakakuratanfkeddaksesuaian antara data BKKBN dengan data riel dilapangan mengenai kriteria golongan miskin.
Terdapat perbedaan jumlah penduduk miskin yang cukup besar (sekitar 1.400 orang). Aspek lainnya zdalah mengenai banyaknya intervensi didalam menentukan suatu kelurga termasuk golongan miskin ( Gakin ) atau tidak. Ketidaksamaan persepsi dalam penggunaan dan antan r,SM dengan petugas juga menjadi masalah tersendiri dalam pelaksanaanJps-BK. Dari sisi transparansi dalam program JPS-BK Kab. Gianyar terletak pada adanya pengawasan langsung oleh LSM atau badan lain sesuai dengan mekanisme yang tda. Kemurlian juga terdapat program interaktif melalui radio Gelora Pemkab Gianyar setiap hari kamis jam 11.00 -12.00. Beberapa usulan yang mendapat penekanan dari pembicara adalah mengenai pemberian block grant supaya penggunaannya dapat disesuikan dengan kondisi setempat. Hal ini terkait misalnya dengan biaya bidan yang sudah berlaku dengan biaya yang ditetapkan JpS. Kemudian juga 'mum soal memberdayakan team desa karena sesungguh disanalah letak prinsipprinsip safeguarding yakni mengenai transparansi dan partisipasi masyarakaL
c.
Pembicara III : Komite I(abupaten Tabanan Penerapan Mekanisme Safeguarding; Judul Makalah ProgramJaring Pengaman Sosial (JPS )
Waktu
10
Menit
Pembican menggunakan waktu presenasinya dengan singkat. pemaparan vang disampaikan berisi tentang tujuan JPS Bidang pendidikan, hambaranhambatannyt dan terakhir berupa usulan dan masukan
Tinjauan terhadap unit pengaduan masalah ( upM ) dikatakan oleh pembicara bahwa selama ini tidak terdapat keluhan ataupun laporan dari masyarakt diwilayah kerjanya. Sedangkan pada unit Forum Lintas pelaku ( FLP ) dibutuhkan semacam mediator untuk lebih meningkatkan kerjasama
antar stakeholder atau pelaku-pelaku pembangunan ( swasta, masyarakat dan pemerinah ). Tinfauan terhadap unit pusat informasi ( PI ) dalam hal ini diterjemahkan kedalam bentuk-bentuk pemasangan poster ditempattempat pelayanan umum ( sekolah,balai desa, dan dusun ) pertemuan komite,dan surat edaran. Salah satu kekurangan yang disebutkan adalah bahwa program JPS pendidikan ini belum optimal dilaksanakan. Dicontohkan, dimana penyampaian laporan pelaksanaan program sering mengalami keterlambatan.Juga yang perlu dibenahi adalah masalah monitoring dan Pengawasan.
Terakhir pembicara mengusulkan
sosialisasi program JPS ini ^gar diteruskan. Program-program lain perlu mengadopsi program JPS. Disamping it" i"g" dikatakan bahwa guna perbaikan kedepan program JPS ini perlu mnegadopsi pendapat masyarakat supaya programJPS lebih riel.
d.
Diskusi ( Tanya iawab )
P e rla nyaa
1.
2. 3.
n dan Tan
ppaban
:
:
Anggota DPRD ( Ketua Komisi D Kab. Buleleng): P3DT merupakan contoh proyek langsung dilibatkan. I(ekurangannya adalah masih konsultan dari luar daerah. Dinas Kesehatan Soal pendataan, sebaiknya kurang akuratnya data sebaiknya minta kepada propinsi Soal pelaporan tidak ada keluhan dari BPI(P. Bp. Ruslan (fim Pusat): Ap" yang bapak pembicara sampaikan seharusnya tidak sekedar memaparkan program-program JPS yang memang aa iuklaknya dai Pusat.
Seharusnya pembicara diarahkan kepada soal-soal sejauh mzfla. misalnya,penerapan juklak itu dalam kenyatannya dilapangan? Apakah ada fleksibilitas y^ng dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi atau "kearifan lokal" di masing-masing daerah. Pelajaran apa yang didapat, khususnya yang berkaitan dengan safeguarding i.i. J"g" dalam hal ini bagaimana dengan dukungan politik dari Dewan pPRD) berkaitan dengan safeguarding progam-program pembangunan daerah?
TangaPan: TanEapan dai Narasunber P7DT:
Soal ftansparansi yang tadi disebut-sebut, dalam P3DTpun
seluruh prosesnya sangat terbuka. Konsultan dan aparat Kabupaten memberikan
bimbingan terus-menerus.
dai Cianyar Soal data, bagi saya lebih baik kita menggunakan data riel daripada kita main proyeksi. Tokh Bali ini pada dasarnya wilayahnya kecil Tanspaban bembicara
Tangapan
Kritik
l-SM (Tabanan
):
sayapadaJPs adalah diterapkannya sistei kuota didalam menentukan
target jumlah murid per sekolah. Gimana kalau kriteria-kriteria yang ditetapkan tidak ada disekolah yang bersangkutan. Tungapan BP. Sentot (Tin JPS BK Pusat Dept. kuehalan,): Saya ingin mengklarifrkasi soal biaya opersional untuk komputer.
Hal ini Kemudian internet. langganan untuk dimungkinkan memang iuga soal block grant;selame ini memang demikian adarryt. Ada peluang bagr inisiatifinisiatif daetah didelam melaksanakan progam JPS-BK' TangEan Bp. Banbang(Tin Pusat Dept. kesehatan ): Mengenai tuntutan bagi kelanjutan JPS,sebetulnva kita harus sudah siap iika memang program JPS akan berakhir. Dalam hal ini apakah SPNO sudah diperdakan? Tanssaban I-SM: Kalau mengenai penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan terhadap iuklalq bagaimana nantinya dengan BPKP yang setiap kali mengawasi?
tarry^ jawab pada sesi II selesai Tim dari Pusat ( Bp. ^car^ Kurniawan) meminta waktu kepada moderator untuk memaparkan framework seri diskusi yang seharusnya disampaikan oleh Bp. Made
Setelah
Suwandi prda avila-awal diskusi.
Sementara diskusi berlangsung nampak panitia membagikan honor transport kepada pesera diskusi. 6.
Kesimpulan
^.
Kesimpulan
Kesimpulan yqng ada merupakan c^tatan yang dibuat oleh moderatot selama lalannya diskusi. Untuk sesi I moderator menvimpulkan bahwa karena adanya pergeseran paradigma pembangunan dan runtutan masyarakat yang semakin meningkat maka dalam hal ini orientsi kekuasaan menjadi lebih berorientasi kepada pelayanan publik. Dalam hal ini menjadi y^ng disinggung dalam diskuis tadi,yakni adanva standard penting
^p^
t pemerintah. pelayanan minimal sebagai indikatot kinerja ^P^r Sedangkan untuk sesi II moderator menvimpulkan bahwa uPaya-uPaya penerapan safeguarding telah dilaksanakan di wilayah masing-masing
peserta diskusi yakni, Buleleng, Gianyar dan Tabanan. Yang penting diperhatikan, demikian moderator mangakhiri diskusi,seberapa jauh manfaat yang dicapai dengan penerapan mekanisme safeguarding tetsebut?
b.
Rekomendasi 1. Model Pelaksanaan program JPS dalam rangka mewujudkan clean govemance pedu ditetapkan dalam ptogram pembangunan yang lainnya.
2.
Pedu mengoptimalkan unsur-unsur sepeni Pusat Informasi, Unit Pengaduan Masalah Masl'212[21, dan Forum Pemantau Pembangunan
dalam pelaksanaan ptoyek-provek pembangunan yang
akan
dilaksanakan ke depan.
3. 4. 5.
Dalam setiap bentuk pembangunan baik fisik maupun non frsik dilakukan dengan mekanisme seperti pelaksanaan JPS, dengan disertai dukungan politik dari DPRD I/II vairu dalam bentuk Perda-perda. Mengupayaken secara terus menerus pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan sehingga mast'arakat tidak saia sebagai obvek pembangunan tetapi iuga sebagai subvek dalam pembangunan. Perwujudan transparansi,akuntabilitas dan partisipasi pembangunan akan bisa terlaksana secara optimal apabila pelibatan kalangan independent/ISM/Tokoh Masyarakat bisa dilibatkan mulai dari perencanaan,monitoring dan evaluasi hasil-hasilnya.
10
I-AIVIPIRAN 2
POINTERS-POINTERS
PEMERINTAH PUSAT
E
+rc
=o
+., /-\ v
$ l-
=O
o (U=
ct)
-
l-
O\1
tl
c-O
ca.= oc $ 'roc$ .FcoO
=$ o) e
\J@? a) =E -CnI$+ g
F
F
_
tr'6g
go) t-.L-
t-
8F
O(-*
-JE$
+rF-
o= O- .l-
P'f g 6 -F-
.-l o)E El g<, $l
1-
ct)
c (tr
.Y
G' I
o
m t-
(tr
rh,
(tr
J
$o EE o)o
O- -r
OI :f -l
EO-
SU$ -+, $$ C\ +: (U
-
.El q)
e8 F OC a=c *74 uJ=\" CU
/|\ \t-, ,Tl l-tt
J-.-
lr\ l.l/ \--
o_go o
l-
Jl .-
$
CU
-o
ER q 5 ,:,'c X{-c o F=
El
HIG P \.rJ +: - o) r(-q6 - '= o !ir-o = c_o E =-\v(-s .(uooo
FO-|g' o
O-
l-
o c o
oE
o
Y
o)
c
c
cl-
.q o) $
CU
o a c o Y
t{-
CU
II
E
c o V
(-
CU
t-
k+t o -Y -
$
o
o $ a
t{-
)<
c(U
o
-\<
$
c
E
l-
a
= o)
G
'a E
$
a
E
TI
c
cl-
$
q)
$
.E
l< $ c $
= l< $
t,
-o
o a
= o)
I TI TI
o)
CU
..9o)
Q
l< $
CUC
>=
CY ?-c q
hs5 E O.P
o $t @ O o; ^i
c) -E
1{- J
'|0,s CU .\J o_F
ao
(U
cji
$_c E
AcU.?r<J
J-,
0gG :$b o-
cu(f]:c(U$
PEb tt-
+-
ct)
c (E rrl c = tr
gFt- jfi +, OF ct
-:< (-
gd
CU
= Pe cuc xc
5-8 a3, $c $tr Er
r'r-=.=O--
o {r,
3E !P g€
.Y
(tr
II
.g
c CU
'a
v E q)
f Vr o- sH-E I a O) :.A FG E *',c qo Xd
o
'4 =E
ot-
o-
9t-
!UL
bg frF €F tr.S F 5- F o-
c.i
c.j
-c
oH$
E-c.9$q !- $ - € E o I
g 6HH=,E; :?E**Ec-:< fi*R;gF E?;EeE #; psd,El$g =E=bpaF F a F*F*eF+ 6-e€ 5f e F g qao,)?], da tr-cuo-o-ccc EE
* {r,
(tr
.cI
E G'
? -
ct)
c
o
of-
o +,
.V
(E
IJ.
C-$CCzr
E FIq-EEB p) q)'a o) E V g ae gp
=.E'eg G - gCk-.=AAtr q
iE F EEtF€nEs E i5 b 5 + tr
tf;EE:gr=E*F +5 X PG I P b' = = P€gg &E r
NCA
$
ss 3 Lcj
c
I f;?
c c
$ -J
o) o) $c
-o$ '@€
E6 rr r+
cu .=tr
0s cg
orL co) sc
N=\J +,
qh F, 3, d o- ..9 tE OQ
TI
I
a 5 o
a
8E 5:f-c
'(--r
CU Eoar J-t
8gs
6 g $
F=
EE E= '=
ffi
-9. g.E', g a
cA h 6; Fa =.: 9 E, E ': E PE cu co = Etotr''-.= 'a l
-J' qr<-oE
E gFaF
c o)g
PO
=EsE E sE=s 3 X E6 g E c
;(E =i--c=== E=o H_bE',3 (1)= x o cu
= tx .=- > 5 F.o.
cu
aJ'O t-
? € f
(tr
I
o
orI
ct)
o rhf ct
t*,
a
E
',2 -=
pt $ *
b o- e,
63
i5':
F
9
F(o=\ k
*El
N(u@
#fi| -c ol
bq
tro t-C llt
iF, (Ul
cl
I-
6.ec
,EE
'|g,g
sl
F6
Ft 8l =l \al -lql -=t
--
\-/t +t^-r )l -l
$c l<(U '(n o=5u 96
(/)o(U a L^30 Y F'a q,, l-r
.-
Q
\.
1,
tF,
$
.L, .:-
I
$l
t- (+t-
h
EE T E;-g *1== ;=; o- -:E 8 8vrF
-r)
o) -V .ep
$
.l
o) cl
-
: PE
5g
$$l f
€E
s:€ E: -uE' 3b:
'6 -l--rr= EoF a
El-
L
_995. -6
.oP :h
c
(U.= 'U/ q
=.''9 E o) Y'9. hSUc
+dP i -h
E o)
t- O)
(UC;: E
$
a)
rv'
[98 E q
$r G $ a
= .g
o= J
\))
sp,p
c
.F
$ -:l (U l<
6=i E F =HtrO
a\vF-
.Y
o a
E: leAF=
F g
g G' a
$
-o .F'
(u
oE
*'o,
EEE H.q f
.a
G'
$
E
-G $
c
_y
.g'
tl\
=.: .gcffig GF
=a.a h -o= (u cl .-L
|rF=.9L)<
€t =l El rol o EEI $$l
o- cl
ssl
8El E8l
o z. o Y
o F
$
5 =_ o f
o
F1
-+>
o tr{
8, 8SE 5E E*P E J
o
-
-EE
E8 F$E FSF F E FE F gEg
i*
(L
G
&
L
-q'cD v)= <-, l(
fa
M
o
M
*o i5 f,
II I
t-
o Fl
E
(tr
L ct) ct TI
o
, 9.6 o 8bE' J E EE @ (L
8_E -= o.9? {J
E€E rL .=y :)
P PE c (U
E5
gE
(U._
:$e
EE gE '@ (Uco)
Ee8. (trcDtr
e'aE H€ b,
=;ft
.t.
=o
c
l-{
r-.{ (t)
PM
tr2 ct) n
a
a
gE cF 96
#=
CF
€t
'
'o- = o=
o L (t) o to-
-f
t:l
e E o a
13 o) :o f XE
? 60
-'
E-.E f; 9..E F s? EE q $ O.c> O=F O .ql Y -V F 6_.9 6_(1 0-
E:f, OC') -o- S .-F(U(n
o E .9,
c
= .9.
c)
= .9,
$ l<
I
c
E o-
$ ]J
$
1O
l-
N
CU
-c l-
-
o rF'
.CU
c
a
$
$
CU
E q) o-
E
o !
rI
a :'
.Y II
a
o I
(tr
TI
l-
o
a
F
(u
c
E O o-
Fo)
L-
(U.= o)=p CER \\, F
EF3' qo-6 E'EE (s:ftin u) :=o-
cu
h=s o;io cxc
(UL4(l)
f)'RO-
T F'G
l< a $
E;g tr -:<
N
c"j
CU
_N:
b
c) c(UO, v aE tts .F l
c=E r!
J
Fr
-
-,
-\-
ct)
O
.s
c
cl-
o
o
-O-
tr$t CUbg $$ ocP)
(=t)
o $ \/a lF
c $ c(U
o)c'=
.=Fffi ]C=c l-
5
$ E l$ o o) $
c o Ec o-
II
c c $
o II
CL
o
F,
I-
(r) $ J-F
o-o(o.=
EEg (U?^oE aFao.g=g -\u96q rgr o d-q) -t-
a
.Y
-, cuo)l --O)
=) o o c = o o, c -o o E o-Foo- o c$tr
--= II
CU
+,
o
F
-
c $
lz o
\/ -o =o CLY lt
o
Fr
.s
-L.-
o$ -r-\L E $i=$ $
El-
N
-lF
tct)
o l-
o-
O)
=O=cD(u $
f o)
e$ .=o.= F O.F a --t -LF
-
o,.i
c.j
ao t-
$
If
-c
(Uo.:
II
a
--= II
a
o I II
(u
t-
o
@
c
G' G'
c(E a --
(tr
I
o
o-
fnaoa
r
1ig vo==6
c=b,E= Olol
tg o-6 =:;l €P gR 'al F _sl 3 El .E'
L, 0l
f €o)v'F :i;)*
EI F'EE AEE EI gl = q:
?l,tFYP 'cu o_ fi A tOEOgEEE=
:FgEEE*"38 F=sgEFF:q0 qk.i figb€Ftr o-$9gitq .r(UEY-oCUCULIF
rQ !Ps
o O-qNoOS
.?
E;8382
P,
1l
a
gg
=, Sf $tr'TO)r=' o-.9,=Oo.= -i9'.6 E c co$cr,oH-q = tr + $ Eg= .E-g F.' -F tr-c o-t
.Y =
a
o II
I
(tr
!I
ecu j: a 3c = = E-Pag c'6ocqcu F= F=3b E? bBP',fi
o
_e cE
a c(tr
.Y
rroo-o-$xx
CL (E (E
?
o II
-
ctt
g
(u
F...
F $o_
t-
f-
e
FE2 EF=;
t(L'EcocuP qo o- c -d.= g"g,
-g;;6
E5.PPR*EE SEdE=E=:=
PEs\Egqg ;FEE'€TfuE ftr s i- S-P U'-'O
!I
-
a (E
T
E G'
=
rrNcO lr
8. E
8;
Ee
+,
(U
$ o-
l-
{d o
-:
-Y
O) r=cug $6'f --O) x@c -= o_
$$
$Y
A=-o (U. r-(-E a=o q5u 6-
.9q @o
.9ts 'a !q
-coE !q=g \4 lz _P'
-cl( cu= l(=
cu
L v' o)
/^t
A
CU lJt-)- -/Fl F-t
Yo= O' \J
O-
-
cOrcSU = q f .TA =E)
coco-
EE 8.= o=
or:. CtIcY $c TL-T=
E--
8.E o
-c<) $ o) .:< c
o)=
ocu _c J c-c O) $.o(uq) -YE q:4k'ro
PG ABi s E e- G c c'(0,o) ;F8;-gF Fcu$ $(U=$$p) 6 -o iZ o)6 + o)h+ g Ilr: :icuto E3 c P 3 o) r. C =.= ;-o==F= F=O= b3 (o(1)ok H XOtTOO$ .1 d =-sf; = J
-C) (uII -A|/)^
(E
i
G'
.Y
(E
--
o
J
E
LLt-rL
5
F\-i
N
oo
E
o l-
A,
O)
s
o)
._r
>
OF l-
Y
O-
$ f,
trc $$-
.Y (E .Y
$_c
m .Y II
CL
o
F
.saP Yqo 6fqo-
Ll_
8. 2 :E @-c(-cuk ;F Fk$$-', Gcuc-\<=
J c(tr (tr
CU
trG o)r=G .Pogo) EE cE Eq$c \t,
o
r-e
0)6f
c $ c
(tr
a (E
E9E L., (U
.p $ u)
l-
CU
?$
O)
(tr
L-
(.)l-
-
$=
6s, -t
t-
l-
H
rr t,
(DG'cDCUQ) =\t':i:O) CzrE C \-'..-.-
!v
otrE$a
--4g2'CU
o-q$o)=c F8.h 62 c =8.=.=.; .EgE F*EEgH .H.qg r=t o) .5ElY-9E-N =^8=A:op :69 fl 9.8 E. E CLY E o -
O.
Fr
N
co!
.f,
F cf) t-
$
c
SE
vg
c_o o
(tr
E$ "eo EP :'a
l-
(u
.Y G .Y
(ol$
_st F ol
o
J
C
(tr
ct
g (tr a
.Y
(E
I
o
o-
o, -
i
-
a8 cu
P
(-
@(u
=-) f'=E
o= 6,<
=$$
1-l -Orr,r-.=
-c q)
o cu
T)CUAC
;gA$'|+ EES 6\r
3j.s:o _OJEtr -eloHcu .=o a. a E
S'a -(u aE Ea-)o-=oc(u Y 6-:-;"$lc = CCO(--:< trxG (E:go- OcUbRCUF -r
cu
sexsEg
E*E=f;a Fhsl o-AS=aA p bl :l -o A *V.*= F 5= yrs s El $O-(Uo=a o v o
O-.o
o_l
(tr
o-
l-
a
= -o
.Y (u .Y
.9,
=o
o)
$
-
c
.=
o l-
t=-
o t1-
o
Y 5 rF'
-:<
(u
$ .=
o
J II
L
E
g (E
.Y
CL (tr
L
(tr F II
-
T' ct)
c(u
=
G
c .9 a $ to c(E oo
l<
CL (E
:fa (U (t)
o.=
IL
CU
.l-J =
c
(E
at-
c f
a$ la-
o c o 'a
--_ fil-
dcu rri
cc OCU CU
ca
CU
t-
oll o-$ ct) O
o oo
l-
-G \1
CU
l< o)
(r 9)P c L f.\ .= -c (U o c +CUh Fco ct) o A c(u U):f fI=$-c l-t l-
(u
t-
l,.1
I II
a
G' -
-qE\/
.-O
F-O
oo(\ S'ro o$ bv '+\
O
{t
o'1U,
E9 .:s b t\
:
o (\
+tI-
o (E
t €
'Fo & g 0_ jo
-
r
ni
E
I I-
f
-t-=-t
c"j +
$ cc NCO
CD
c
c co-o=$Y G
tttII
l-
$ ct) o)
(E
5 ct) o t{r
c
o q) a l-
(g
(D
+,
c
--a,\
9)o= \-
o
(U()to +t
f-
c
o C o
E.=g oo-.q LL_
$ FFA Lt-q)
c ':NY Clz
+, =
$ CU -o
o-
c(U R
lr
I II
--
doL .9, :cug c '6.9: Y
G' CL (tr
G t, rI
Pbb Ebb -o-= Pti: (u.=F
o) o-=-c $ cJ(U -o ,-l
@
a
$$CU
'i-n
C
., id o,)g o,
==@c-Fc IZ El-lftrCfE ,Al
-
b€ h qtrF =i; o)=o) cts (D c o c ? (u(1) = R o _/^\fC= t-
rr
-O F
a (U
.1
IJ.
F\=r
8.E g E g E c.i
oo
-$ t-
b-g ]J .: FO
cc
eb =E Eo (-.tl-
II
a (E
rFf
II II
-
a (tr
IL
c (tr
O CU
6a 6ocu ao@ = goE l-F -#,
llt?+'
9
+rA
qo
EE (. F
c
oE _g o E=
a
J'rok-
EgU6 qJJYO)
o
=cu(trc -st) LLOtJ.(f
(tr G'
-y (E I
-.r\ Vl<
o-
cl
a
c
G' I II
a
.s $ a $
c(E
(E I II
a (tr
r
$=CU$
c-oZi cufiio) o)o-=o
-o
=
F==E o=4c
o
=
rr
CO-GO-
l-
C
CYJ
CU
CL (E
ct)
-rC
t=-
.Y
E
cRo) o
c
T'
II
E$ o_o o,)E
o q-
(E
r-?
-=
E l-
t-
(E
6P
$
ct IJ. II
3
'o
.=
-<
O+l A (u $ ? fr cu
/Fr -Y \v t\ (g=
cc$=
FF gg H H -g$ F :^HO) O) kororRo 9 Frt C 6PPV -'o (E(|)
=O OF II
fit
I.
l-F
=OOCUIEoo-E
E9.9.6$ ooo-qcu o.F F
m
N
o o C\ c-c ct(g
) n )i., z :, ?
I
Fl-
FT tro
z f a
P'F .lr L
z
-a)
n=
tr
ct)
=LT !q6
6g 5F
cD6
qoCLE ?(E
aE) -t
6g
E
J
v L
(
u.l
t
= c(lt
IIL
cD
c = E o = c a (L (!
o-
E6 I
-o -oEo c
F L
gE
tt(E (E= ? ct) o
€(I'
z
o-
= o (t
o e g (! (L c.
C,
c) E (U (!
at
o
o €
.E
E (U o (D
c)
o o (! E o Eo (!
(, o= .t2o rr| = v o)(U (l)
o o: :o c(l)
(/) ct o-
(U
o
(s
CD
o co c 3tt o (! 5 E E c(l) .9 o o 3 (9 (9
l+r
(E
E .2
o
U' v
C o. (!
o z
'E
c(xt
c(!
.g
G'
x
o c(t)
o (D
ut
:
-9
o o o ,Y
Ci -c;
E o o E o = 'a LL :< Y F oo o (D (t; .ci o o- d d
.U'
o
c\t
at
(!
c ,6 (D Gl o (It -x 6
al,
J
€o 6
(D
(lt c 6 ! C' o. c (It o (t ro = ! ,6 c c .g LL u(Il J a o o (U (! (l) o x c '6 = c c U' o x c U' J f (D = E t o l< .Y o c i5 E o '= (u
E c(I' c (g u, .g 'd o i5 :<
U'
xU'=
at,
C'
C' C'
6
c(! at (It at, (It .9 L E
'6 6 6 o tu a (D
CL
C'
;
at
c
ct ct
J
o
(o J
- .(!
r! .Y
E (!
o €) at U' c o (I' (t E o -!- o
.9
c
,v (!
(o
o .xo c(!
o (u
E o E (o c o E (o E o o @ --l o. (o c a x _(! c (I, (It (U a cC, 6 c(o E (o c(! '6 (! o, '6 c € '6 'an c E E (I' c (! (! (! an (U c (! a ar, f, (g -9 €L xU'o 6 c(o o .9(o -o (DU' a c o o G a (D (! (l) -g o 6 .s .9 '6 o (! :< o- ul a E= (L .Y CL c o LL o = (D
o
o
J
s
(ti
(tt
-d
C'
(5
d
at
orf)
C;
^
C' LL
()
.g
o o .Y '6
:(s =(!
c(l)
c(g
(E
C' at
(U
o
.Y o, C'
o_
c)
(D CL
di
d
(I'
E o_
C'
u UJ
@
tu
o o
s
z c f
Y
o
3
c o)
.E(t= oo EJ
o o
o c o) o P o.So) ro(/)-; 6
co
v:'= o o.= >om g_dg ooo YYY
E:' cL cco EEP Ig f,o i: >\ F€E (n(, ctO $r0(0 o0ro ol fo >om d]FF (L(/)F MY a6 grjj gri o gri-d .ddg o^ g<; grtri gd gdd oo Y)cY ooo YY o$o t(YY ooo YY oo oo ooo ridd ooo ooo oo YYY ooo !.Y\z VY YYY \
r
rNc.)
eN(.)
c.,l
(f)
z
co oc
rOl(O
r
o o N
o o c!
E f -)
-)
N
C.,l (O
- (\l
FN
c/, FNc')
-Nc.)
FN
FN
N
N
N
.E
o N '-
N
o '-
N o o (\
-)
-)
-)
-)
rit N
c{
(tr
c o an
N
o
f-
tr
EEE E-s €fP or. 5 g.E 9.o Po J)e o-o_1 OOv E.q e 3E E >>6 g:E f;sfi sgs i_9 -5+ib
oo
;.i
f, E
o>
o
s.t.g Fefr
(\l
6l
o o
E
o)
N N
l-
(U
.Y (tr .Y
o
J II
6 g
cl
g
SE op z(I'
oE
.Y
J
o
o
a (E o
c
Y cnC
c:t oE
E:
vg sg o
z
N
o) c^ 6E co
;a tc o(u
'--
6
c
.=o P6 co) o LA
G;=
o-F
oly
E
o)
og1
'rc
o-
>c 9'aE.b 19(l) oc .,.o8 (9(0 fF sT diE aa. gJE u)o >3 _.c g; o= :o !q3 oi oS oo 6o =o .ry o g5 Y --i Y3 Y-., ua. f
!v
(')
s
ro
F-
@
c
o
b m
6=
Y*-
gc ho (,o R@
.s.'6
oo >3
oo o co :o) L
Uo) 6C
te
>'(U
O(,
9d ez
o L
o_^
oo of -o On Oa N
'$ o-
'=
o o
CU
O
E
aq)
$Jl
E
c
{21 .=
ct) II
c
EL
(E
5 ct) lho G'
Q
c CU
Y o$ {-J
o
Ql
.=
=zl x
-
2rl 46
c
N
o
+.,
ct)
c
$
c
OoZ'a tuc o-e
$ t$
CCU
c
OF l-L
.9, cru
o-
9b
gI
@
o CN
c
CU
c
G
f
#, =
t-
f,o -L
6E
,^.-
.
a$
c)o)
F F8
gE E
I I c.A
-i=: -s =bg=t
*=E€'
E., F 3-e O gF -q-E-F;F ttt(tr f 3€ E=83 5 gF€ sE ?F=5F ct) gE uAP6€ Eb? o qr EbEb a?:F Eg'fi f o-a; b K U' === E€ tn(l)= c =-n ct)
II
c
(E
+,
fT
E
o C 3t HE =EE FEEff h'-o o A XE i E CL = *8"[a E el o frEEl E
,s E
V
F l-
,=l o-
II
a
c
\1
l-
rFt
ttrN
mtr+ ru:*
c(tr
o- otu o-]cu t-CUE
t-
F !I
:
G' L (tr CL
a
II
F? lbx <. -o -:l
CL
a g L
o-
g (tr CL (E
t-
o c o
o-
EE8 cu o'OrcY c)
sgF -rCE 6_sE
AEE '=4tr
6P8. O$cc F : (n:
P
E#EE '30.99 z 8-8 6=lLcE
a (tr
{ra
II l-
-
.cI ct +f
c
= .Y
II
!I
o.
o
c
to-
c (E CL (tr
t-
o c o
o-
c o-$c CU
-:<
O
q'H -? P cu -E o CUE:CN
= +, c=gi)cu o*co =u$oEo
H,8E.,db-cgE 5E tr c.=$cu $hE-c FHE HS ccoc E $ PRhb$ CU
f!;
=PE=3' *$EEF gEEE€ _gb_463 ==E3b E=c== '=i: ==cu;g € r -= =OJ+,r'r IJEY=O. = o c
o) Y
c '= O)
-go=
(u
8E.FPEtr
o
rtr CL II II
a
*,
l-
(E
oCL II
a
c
TI
L-
oC
(tr CL (tr
t-
o C o
o-
EES trFc
l
=p8
lzRO \\,
=-ool-
l_
.-r -t
6.FE -\4FL-
..--t-t+-)
\./
o$o
:oP .= o-
F
EgE CD
h-'t
o) o.F( $ CU
:f
o
\v
o=$ E F LE.j=I F
Eq-c SqEcoc
=gEE ^=86& u = o-Y '=C')oE =-I:= \->-
--r
c
'],F€-c
'a
$c r .g, c +
E ,E o- o
$
..E
x
5' E o l:-
E t-
g (u ct) g o (E lE (E
6
g = -9 E E
(E r-F L. (E
ct)
.C o(tr I
(E
a
(tr I
e
=
- (E - (E
a (E
=
t-
o o L (tr
o-
,Ai
II
(E
g
= ct)
tr
IE = ct)
o rh
d $ E=8.
q, HE tBE = EFEE;E,i S oo-c
EFE$ 'E c
*Eg6:EE$ $ -e EEEEPEs .(U\./ I EX -E EEESEB€ EF FEnEES[
;9 qE;
U=,FF*-*=fiEg o E9-g: Hn SsuE $
tr ct) (E c
El-
E =o ss'F
a
E o-I (E ct) E
g o
-:
3 6 F 'a o- 6XE N = b E { g fiE.F :o€=88 F $ F35 E E d€ E = f; F- EF= rFr
-cl
I.'b-G'h
= tr 0 -g -sFp=$E
silE HsE;I ?q+E! FF€EE€ $s:
e*e;mR *ggEEE fiFg q.= -o o '
=^s:E-:
=E-H
oc E EcF Efi pFH, E EE g c €E gg $c91 Pq F9.,F E 6o- =sg 1trF'=sv) F6'F gsE s[te A€ EE 6.o P€fi EP= JE [:-fi Ee*EE+=s gEESgg EH frFi HE * iF Fa frgti ;q.g €FE $8fi?E* EF" gs=F8.E HgF FTE : bE t''s EFx sEE:J9 F
or$ U
f,
-c
A
E tS=p EAE €ftEH'-F. n iEE
FFE ;+E:FeE
tE reE EgE HEpeFFu g $ F Ei tr aol
gfiEE $Eg a$EH
O-
.
o
"i sf
=: o$q) tLE o-
o
.
a.=o-c
g€*€ j= g
E Y= O-
cu E o a; E o oiRc
-8. F -O)F
eE* gE
3 cE'= NE€ -V o)co
2P sE9., +'$(-
q,tbtre
l-
\4
€ E* _s $ cR
EgH 5 G
o
o-
tr
o E
.= E
o
Y a
(\l
+
(U;EJ =:=ge o)UF
oo*E -o$.lvo occo|o'Eo
-t
.Y
(U
sfi E:F E
v=c - .a-, -r
+JEOCn
q A'cu fi=c-_c 6 = o-: € o,iu E
=Xo-oA EE CU ?=
F P3-? I'u=o-og =l$ctto b- $ Et E e' 6$ c ^ i1'Fc 8frfl83, 6 X
E=P
C *
mlc
F AE $E
F_,
6f;8 =bsF
o-
=-
(U'=-
-cX-cg$ L\4UJ
r-t
- I Es P gE gS3 E *f; EEfiE g 3*E EEEE (u$$
Eg86 g [[e- 3E E r =E€o$
tFt; E €b E
FEEF
3-$
.g
o 5
c G'
=(E G
oL
o
E E =eE
-E a
nls E
= ;*frEaa#et
;gE;Ef;I;gF n.{EdEg8s-sfigf o,): iil
: F *J
,- i
.ct
E = @ a
(Y)
.+
=efiEaEeAHa
\1
F F
q $E Fs EFa=s-g I € F,:. ;39 :=Efici ega E EF E EE g [E
E
F
FE= P:fi$E{ EIs
g€FfiE*
6EH€€EE6=o. gsER=EFgH.p EE6
ct)
i
F P fr
gE
= EEHEa,*3EEs
-9
o
c
.Y
o
F
c(E
E La J
+,
--
5 o (5 L
{rt
L |{F -
n $
EggEggHggE q
=
p # E s F s [E E p g =- H-# E * 6 b'rl
E_
*€81fiEf;$Hf,H =-=PdF$*E'e:E EEEt
@ E o--c
E'a
(', {g FE g ;E H E E E r _E r" $ Ec_ 6co -V; p€Es E$:X FE ui+g ;=EE Eq E"aFE IqE= :H ;
Ps
o-
rFJ
cu
E$eg gEEo iF;g E€E-..s Efr i E.gtt er ;ie:g*F= $FEF f gs i_E= ;qHsq rscl *=;*Eg !gE$= *gEE =*E? ie'E= fl; E;EE Od.H5 rEE 'o
u F6; 3ieE
B & P E=
E'P.o: EEEE F,Fj E s I ff g E ; ls g
E:EE*Ep$t'-egFt
cd o)o
cD
Go
.E
qFE € o, iE c g6$** F,* $gEFg s*EF3E?E Fsfi$3 pEEEF_EFt$E;
EE
g;ggegIgtgEggg* efr!€E;EfiE€gH*sF '6 G ,9,
tr
(s ct) L
o c
(E
E a-
a
.Y L = {i,
a
c lCI
+
$gEgEEEEEFggEEfi $EEH5EEEiEEqF5B F=sEE#E i$SE"F*E H EFFEESEqHg;frLr,3 Fg
rrg$EgEE$
9FE
..r HE.., SF.E' E -c *,. E ^ :EE ggkH €e=sEg f; H' FE f; { E F$ g s iE?qHq*EFE = = EEp FEE EEEE#giagE, t+ E o c'.'= E^E t E.HB !F[Egg€s3l -O ieE E € E g E { FisE [E 6.: F H H's$ oE.EE8-Ec g
E o)
-:<
E
? (E
l-
o
G
o e -G
+,
c
a-
L
o E o
o-
c(E
-G := .ct
o
Y (0
+
FFE fifi$ E H E E int E fi q E G 3 Hg E€ b iE; F 8.3 3H E 3 H E; g H H'A p F -E € E € #;5 E'g E€ EP E€= Fp F:q.; E s5 E : ie iEs + 3;3B E =€ g gE =s F $ a F * y_ F s E s $ ==: g flE E I N E € gF fi gF EF = -Fc= .'-.Y: LLA\r_
EgE
(uf
- iP?r aq5F =
!L.= o $
cG ccu c f 8s,
bPE G=g eEf; Fgg €E; g-e€ vJvrE=j)
!tr
; a sF E'€ &
g;?gEfir.o e E E e E; tr E:* 5E€ = q:-eFga CE c ==- i F ?:: s3 E gPE€iiF€flEF =;gE -o(o(o(5=o)Yd)-c-C u, o -d $ EE E s EH $ F j > 'F't F EEE E
F
-(u l-
o (E
o
c(u ct)
g (E 5 o
Y c(E
=L C
E
(E
E
o
Y l-
+
3R8E3 H=Fd
=
e
E*EsFrFGFee P F E'E &E = - r s c6CXF = 3 F',sgaF;€gg= q..,=i:;c:m E F E E E sfi 5 H E I 'F-pftEo)tEcu+ c_ E E HE f; =H v'gJPoE.:< * I F f; E
F E E g5 € E $ $
[ EE
ge
e (E (E
o (u .= ct
(E
-o
o
@
R€ .9d
c
EL
(E
c=t) o tts (E
a a-
a 5
-Y
.9
o
.Y o .Y
o
oF
(It
G
is EEt FSEF
sP* cg@a
HE ;*FsF5E
a lp 9)d g
qHE gEO
ct) a-
=-*E E5 EE *g3E
o)
.9 y
'c
ic
!tr
E !2) g
a
*fig-g**g*EE o) fF
6R OF'
E=
a--5
Qyf
6 P..'t F Gt r.!€;p I o q6Giv'-
o (u
i.n
=F .g (J tr
o (o a ) rt t/) cE c l:lz 6 E E I (U t !u -! o i5 c c h .:z E Er* --;X otoro
E
E.q
f, O)!
P:* t:
=
gt.ggggl: E-E,=S'IIF
flIFE€&= gi*gg$4$gEBf
-(E
'f
ao -o
.Y
Ij
o-
a-
(E
t-
a (E
I
.Y l*,
(g
=
o o
.Y
.c g G'
a (U
=
c
$ E (t' -c o E
=E
o_
Y
o
c o
E
o
Y'F :f(o
(s)
(u
g (u
Q (u
= -ct (g
.ct
o
@
(')
* e.r cEiiN ov'F^ Y.-.-J E o 6.2€: Pf
cu 'E Etg)rzd-'-o -:z
c(U
E€s
-g
'd-_
cb
E r
T €E
1r)
*;
Eg --
o
d, c_d '6_c
.og;;;E E=iN
EEsEEf;E Ee er (UL O E] EFE$[gE ;+ =(\lxf, 3E E*g EE R: Efi.oge*-q'i SS F5i b o,6P- E> Ff; Ffi;FEEr-uEP tE fr E E.E.E sagE LLe6sF6?5E:f;SFS @>0-EF r. tr LL =iY'aO .9.9d o oEo o)tr c L o--
O
c --
o-
-c
E
-c gE
o o
g s"s L
ct
Pts$ o.H* €
=c
E
s G'
o .g
o
-rl<
-
g.;
* tE
c E gE E O.YF
G
c o
otr (o5
Is OG (U
-t-
€E €.E (U et
f;PE
F8E
EE
o o
o-
F (E
G
o
.q U)
c= o (U
(s
cl
o
=
o _o
t-
E = U)
o)
E'5 P'- S59s =* peg*#9F*58
'a
Y
.9. Q
o
!.-
f Y ftU)
o l-
c
3E 5s ro)
egEresg:5 E $
o
bc
E
: T n EF 69 a Eer'3F = * E5*H; E g 7eb8:e*P :
.Y -Y
r alo
fig eEt6 E€ EE
L
ca
o .Y o
F L €
$
c o
ct) t-
o a f
=U) c
g (E @
(u
= tt
(E
.ct
o
a
(I' o
.Y
o
o-
: t55
E FF
G
=c
.g
o
c E
Yqqq)
co)
;
E,
:E-85
=
T
-
P
o
gE
!96
;2, es g
'1rrrC
=Eo;F'(U
gEoEgq.; bQE=tfG) o. E tr A=:Z V
Y(o
(U(Uc
E 433 € F=
:€
E
x=-- =aH-Fs *e:5$t q
3i5 E Id- FE 3
H s'E *EC=--O=O)
55PF:EEs
i=':E fi €E F F.e E
fisEEe83
o
o.
co)
(E (E
\<
o f o
Q
c(U
L
c(u
:f oE
c' :_o
$ E
Y
Y
o
: EE
3 SY-S'", f;:
(I'
e
H
RP E E's.E6 Eg
C
-o
=
Xol 9 -c.'= oA $af F.=
75e !.;E UqP 'a46 c€-y{ E-
.Y
(u
=
-E =to)o-
Eg Y: =.rc q.lz iES 6E H-R E g 6? !q
HgE
o
g b L
gEf€r#'E 9'rn
E
oCu a
F E* F g &E I si s F s
s -:< =ag o (E
=-C
-o :-o
l!
-o
qg
E
.Ef
o
I-AMPIRAN 3 DOKUMENTASI
MALANG
Gambar
1
: Sambutan Walikota Malang
Gambar 3
:
Pengantar diskusi oteh Bpk. Soni sumarsono Direktur Bina Keserasian Daerah, didampingi oteh Bpk. Walikota Malang dan wakil DPRD Kota Malang
DEPDAGRT
Gambar 5: Peserta diskusi dari berbagai stakeholder pembangunan di daerah
KOTA I\IEDAN
Gambar 1: Sambutan pembukaan Wakil Walikota Medan
Gambar 3 :
Wakil Unsur Eappeda Propinsi Sumatera Utara mengajukan pertanyaaan kepada pembicara pada sessie ' Kebijakan Pemerintah Kota Medan tentang Safeguarding Program Pembangunan
Gambar 4: Presentasl 'Masatah-masalah
Po^o.'^'- c-'
Gambar 5
:
suasana diskusi yang diikuti oleh wakil berbagai sumber pelaku pembangunan di ,\{edan, Sinjai dan Deti Serdang.
KOTA BALIKPAPAN
Gambar 1: 8pk. Arifin Leo dan 8pk. Sarjono sedang menyampaikan Konsep dan penerapan Safeguarding dipandu dari Unsur perguruan Tinggi
Gambar 2 : Narasumber Sessie ll, dari unsure Dikes, Diknas dan Konsultan sedang menyampaikan Materi
Gambar 3
Gambar 4
:
:
Peserta dari unsur Dunia Usaha sedang mempelajari dan memahami Program Safeguarding
Peserta dari Kab. Tenggarong dan Kota samarinda sedang mencermati penyampaian materi oleh narasumber
Gambar 5 :Peserta dari kalangan DPRD TK. ll Samarinda sedang memperttanyakan Konsep dan implementasi Asfeguarding (Bpk.Rusman Yacob)
Gambar 5
:
Salah seorang peserta sedang mempertanyakan kepada salah satu narasumber pada sessie ll
; ---
p"r
iiiii ;iii,;''$i;il _,,..,,, ....
I
'-:
KOTA I\IAKASSAR
Gambar
1
: Sambutan Ketua
EAPPEDA
Sekretaris EAPPEDA
Propinsi 5ulawesi Selatan, yang dibacakan oleh
t0
tl
12
Gambar
5
: lbu Diani sadia.rrati,sH, LLM (Direktur Hukum dan diwawancarai TVRI
Gambar
6
:Doa bersama
HAA{ BAPPENAS) sedang
r..-.-r--
:-:-.
t il a s i rS e iD o k t t n i e---
i
-
a
-*--:_ - : - .-
_
I D i s k t ts i..) .:;;i--':i1,,.
KOTA BULELENG
Gambarl:SambutanpembukaanolehSekretarisDaerahKabupatenBuleleng
Gambar
2
:
Para Pembicara Sessi
I
l3
t4
Gambar
Gambar
3 : Presentasi
4
:
oleh Kepala BAPPEDA Kab. Buleleng, Bpk lr. t.Nyoman yasa
Para Pembicara sessi ll
l5
Gambar
Gambar
5 : Peserta Diskusi dari unsur DpRD (deretan
6
: Peserta
Diskusi
dari petbagal Stakeholder
depan)
l6
Gambar 7 : Sekretaris daerah Kab, Buleleng diwawancarai RRI - Bali