Jurnal
PERSEPSI PENGRAJIN BATIK TERHADAP KOMUNIKASI PEMERINTAH KOTA SURAKARTA (Studi Deskriptif Kuantitatif Persepsi Pengrajin Batik Kampung Wisata Batik Kauman Terhadap Komunikasi Pemerintah Kota Surakarta dalam Rangka Revitalisasi Budaya Jawa Tahun 2013)
Disusun Oleh Delly Sandika Putra D0208126
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016
1
PERSEPSI PENGRAJIN BATIK TERHADAP KOMUNIKASI PEMERINTAH KOTA SURAKARTA (Studi Deskriptif Kuantitatif Persepsi Pengrajin Batik Kampung Wisata Batik Kauman Terhadap Komunikasi Pemerintah Kota Surakarta dalam Rangka Revitalisasi Budaya Jawa Tahun 2013)
Delly Sandika Putra Haryanto
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret
Abstract Solo is one of the tourist destinations where various sides of its town are highlighted as a cultural city embedded with traditional values. Apart from batik which is the city’s icon, there are also lots of unique tourist attractions to offer. Starting from cultural tourism, religious tourism, nature tourism to culinary tourism. Its success in promoting the values of Javanese culture are packaged in various tourism events which are inseparable from the work organized by the local Government of Surakarta. One of the city’s conserved symbol is the socalled batik. Batik is one of Indonesian cultural masterpiece that has been known since the era of Majapahit Kingdom and which has already been recognized by the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation (UNESCO). The objectives of this study is to determine the perception of batik craftsmen of Kauman village regarding the communication of Surakarta Government on revitalizing the Javanese cultural framework. The results indicate that the perception of batik craftsmen on Surakarta Governmental communication in Javanese cultural revitalization shows as much 59,3% of those who can perceive the community aspirations that should be voiced to the Government, something which has not been done so effectively. In addition to that, more than 50% of respondents think that the Government is less responsive in providing information and in realizing the unceasing issues. Neverthless more than 50% respondents gave a positive appreciation to the Government in cultural development through sustainable program of various Javanese cultural revitalization. Keywords: Communication Patterns, Batik Industry, Revitalization, Culture 1
Pendahuluan Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki berbagai keunikan dalam hal kebudayaan. Keadaan ini tidak terlepas dari posisi strategis nusantara yang terletak di jalur perdagangan dunia. Hal inilah yang menjadi aset utama Indonesia yang jika dikelola dengan baik mampu menguatkan jati diri bangsa, dan juga bermanfaat untuk kepentingan pembangunan nasional seperti pariwisata.1 Salah satu propinsi di Indonesia yang kental dengan kebudayaan dan pariwisata adalah Propinsi Jawa Tengah. Propinsi yang terdiri dari 35 kabupaten/kota ini memiliki potensi pariwisata yang cukup besar. Dari 35 kabupaten/kota tersebut, Solo merupakan daerah yang mencatat pertumbuhan paling cepat dalam bidang pariwisata.2 Solo merupakan salah satu daerah tujuan wisata dengan menonjolkan berbagai sisi kota Solo sebagai kota budaya dengan nilai-nilai tradisionalnya. Selain batik yang menjadi ikon kota ini, masih banyak tempat wisata yang unik yang ditawarkan. Dari wisata budaya, wisata religi, wisata alam hingga wisata kuliner.3 Untuk mewujudkan rencana-rencana tersebut diperlukan koordinasi, integrasi, sinkronasi, dan sinergi antara Pemerintah Kota Surakarta dan elemen masyarakat. Masyarakat kota Solo dikenal masih memiliki identitias budaya jawa yang kuat. Hal tersebut dapat menjadikan modal positif untuk mengembangkan produk budaya jawa sebagai daya tarik wisata kota. Produk budaya jawa selain berfungsi sebagai daya tarik wisata kota juga dapat befungsi sebagai bukti cikalbakal sejarah lahirnya suatu kota atau budaya. Salah satu produk budaya jawa adalah batik.
1
Wibawa Prasetya. 2009. Dampak Sosial Pembangunan Pariwisata Budaya terhadap Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Jurnal Ilmiah Exacta Vol 1 No 3. Hal. 61-73. 2 Harian Joglosemar, 2011, “Pertumbuhan Pariwisata Solo Tercepat di Jateng”, (Cited 2012 sept. 4), available from : URL : http://www.harianjoglosemar.com/berita/pertumbuhan-pariwisata-solotercepat-di-jateng-57485.html. 3 T. Akriningsih. 2007. Potensi Timlo Sastro sebagai Wisata Kuliner di Kota Surakarta. Jurnal Pariwisata Indonesia Vol 3 No 1. Hal. 493-498.
2
Untuk itu, diperlukan suatu upaya revitalisasi agar batik tetap eksis dari generasi ke generasi dan dapat bertahan menjadi komoditi ekspor asli Indonesia. Salah satu upaya dilakukan oleh Pemerintah kota Surakarta adalah dengan mengembangkan kampung Kauman sebagai salah satu kampung batik. Pada pertengahan tahun 2009, Pemerintah Kota Surakarta mulai merevitalisasi kawasan kampung Kauman sehingga mencirikan sebagai kampung batik dan kampung santri di Surakarta seperti pada masa lalu. Langkah tersebut sebagai wujud dari pengaplikasian program Solo Future is Solo Past. Berdasarkan latar belakang tersebut maka pada penelitian kali ini membahas tentang persepsi pengrajin batik terhadap komunikasi Pemerintah Kota Surakarta dalam hal ini pengrajin batik Kauman Surakarta dalam rangka revitalisasi budaya Jawa.
Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: ”Bagaimana persepsi pengrajin batik di Kampung Wisata Batik Kauman terhadap komunikasi Pemerintah Kota Surakarta?”
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi pengrajin batik di Kampung Kauman terhadap komunikasi Pemerintah Kota Surakarta dalam rangka Revitalisasi Budaya Jawa tahun 2013.
Tinjauan Pustaka 1. Persepsi Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.4
4
Jalaluddin Rakhmat. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosdakarya. Hal. 51.
3
Alat indera manusia mempunyai peran penting untuk menerima dan mengartikan stimuli tertentu. Stimuli akan menimbulkan sensasi. Pada tahap awal penerimaan informasi, sensasi adalah proses menangkap stimuli dan proses pemberian makna pada sensasi disebut persepsi. Tahapan proses persepsi dari dalam diri indiviru adalah sebagai berikut: 5 Gambar 1.1 Tahapan Proses Persepsi menurut Wood
Sumber: Julia T. Wood. Interpersonal Communication. Boston: Wadsworth, 2010, hlm. 68. a) Seleksi Menurut Wood, seleksi adalah fokus seseorang yang secara selektif menarik apa yang menjadi perhatiannya dan mengabaikan yang dianggap tidak penting. Stimulus yang menonjol akan lebih menjadi perhatian individu. Seperti sesuatu yang tampak berbeda pada umumnya, suara yang lebih keras daripada yang lain, atau pun hal-hal yang penting bagi kita menjadi tahapan awal individu dalam mempersepsikan sesuatu.6 b) Organisasi Setelah melalui proses seleksi dalam diri individu, lebih lanjut Wood menjelaskan dimana rangsangan-rangsangan yang diterima oleh individu akan dipadukan menjadi satu kesatuan yang bermakna, yang disebut dalam tahapan organisasi. 7 c) Interpretasi Setelah melalui dua tahapan seleksi dan organisasi, tahap yang terakhir adalah proses interpretasi dimana proses yang subyektif dalam menciptakan penjelasan atas apa yang kita amati dan alami. Interpretasi 5
Julia T. Wood. 2010. Interpersonal Communication. Boston: Wadsworth. Hal. 68. Ibid. Hal. 69. 7 Ibid. Hal. 70-73. 6
4
merupakan tahapan yang terakhir dalam mempersepsikan sesuatu dimana individu menafsirkan informasi-informasi yang telah terorganisasi. 8 Dalam perspektif ilmu komunikasi, persepsi bisa dikatakan sebagai inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian balik (decoding) dalam proses komunikasi. Hal ini tampak jelas pada defenisi John R Wenburg dan William W Wilmot: ”Persepsi didefenisikan sebagai cara organisme memberikan makna”, atau defenisi Rudolf F.Verderber: ”Persepsi adalah proses menafsirkan informasi indrawi” 9 Persepsi manusia sebenarnya terbagi dua yaitu persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) dan persepsi terhadap manusia. Persepsi terhadap manusia lebih sulit dan kompleks karena manusia bersifat dianmis. Persepsi sosial adalah proses menangkap arti objek-objek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita. Manusia bersifat emosional, sehingga penilaian terhadap mereka mengandung resiko.10 2. Komunikasi Effendy, mengemukakan bahwa istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris disebut communication berasal dari bahasa Latin communicatio. Kata Communicatio berasal dari kata communis yang berarti sama. Kata sama dalam hal ini berarti sama makna. Sehingga, jika dua orang terlibat dalam komunikasi, dalam bentuk percakapan misalnya, maka komunikasi akan terjadi/berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang digunakan dalam percakapan tersebut belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Percakapan dapat dikatakan komunikatif apabila kedua belah pihak selain mengerti bahasa yang digunakan, juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan. 11 Sedangkan DeVito mengemukakan bahwa komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang 8
Ibid. Hal. 74. Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Hal. 167. 10 Ibid. Hal. 168. 11 Onong Uchjana Effendy. 1995. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal. 9. 9
5
terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik.12 3. Komunikasi Sosial Pembangunan Menurut Kenda dan Kumaat, komunikasi sosial pembangunan adalah segala upaya, cara, dan teknik penyampaian gagasan, peranan budaya, dan keterampilan-keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat luas. 13 4. Pola Komunikasi Komunikasi merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau lebih dengan cara tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pola komunikasi merupakan bentuk hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. 14 Komunikasi membantu anggota-anggota organisasi mencapai tujuan individu dan juga organisasi, merespons, dan mengimplementasikan perubahan organisasi, mengkoordinasikan aktivitas organisasi, dan ikut memainkan peran dalam hampir semua tindakan organisasi yang relevan. 15 Terdapat beberapa jenis pola komunikasi dalam suatu organisasi, yaitu:16 a. Komunikasi ke Atas Komunikasi ke atas merupakan pesan yang dikirim dari tingkat hierarki yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Jenis komunikasi ini biasanya mencakup beberapa kegiatan seperti: (1) kegiatan yang 12
Joseph A. DeVito. 2011. Komunikasi Antar Manusia. terjemahan Agus Maulana. Tangerang: Karisma Publishing Group. Hal. 24. 13 Melki Kumaat dan N. Kenda. 2009. Hubungan antara Penggunaan Media dengan Perubahan Sosial pada Masyarakat Desa Wuwuk Kecamatan Tareran Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Penelitian Komunikasi Opini Publik No 9. Hal. 162. 14 Enung Asmaya. 2010. Prinsip Melatih Kecerdasan Emosi Anak. Jurnal Komunika Vol 4 No 2. Hal. 314-328. 15 Ivancevich, dkk. 2007. Perilaku dan Manajemen organisasi Edisi Ketujuh Jilid 2. terjemahan Dharma Yuwono. Jakarta: Erlangga. Hal. 115. 16 Ibid. Hal. 121-122.
6
berkaitan dengan pekerjaan, artinya apa yang sedang terjadi di pekerjaan, seberapa jauh pencapaiannya, apa yang masih harus dilakukan, dan lain sebagainya. (2) masalah yang berkaitan dengan pekerjaan dan pertanyaan yang belum terjawab. (3) berbagai gagasan untuk perubahan dan saransaran perbaikan. (4) perasaan yang berkaitan dengan pekerjaan mengenai organisasi, pekerjaan itu sendiri, pekerja lainnya, serta masalah lain yang serupa.17 Permasalahan utama yang terjadi dalam komunikasi dari bawah ke atas adalah bias dan penyaringan atas informasi yang disampaikan oleh bawahan. Komunikasi dari bawah ke atas digunakan untuk memonitor prestasi organisasi. Bawahan seringkali mmeberikan informasi yang kurang benar kepada atasannya terutama informasi yang tidak mengenakkannya. Hal ini berakibat komunikasi dari bawah ke atas seringkali dikatakan sebagai penyampaian informasi yang menyenangkan atasan dan bukan informasi yang perlu diketahui atasan. 18 b. Komunikasi ke Bawah Komunikasi ke bawah merupakan pesan yang dikirim dari tingkat hierarki yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah. 19 Katz dan Kahn mengidentifikasikan lima tujuan umum komunikasi dari atas ke bawah dalam organisasi, yaitu (1) memberi arahan tugas khusus mengenai instruksi kerja; (2) memberi informasi mengenai prosedur dan praktik organisasi; (3) menyediakan informasi mengenai pemikiran dasar pekerjaan; (4) memberitahu bawahan mengenai kinerja mereka; dan (5) menyediakan informasi ideologi guna memudahkan indoktrinasi tujuan.20 Salah satu kelemahan dari komunikasi dari atas ke bawah ini adalah ketidakakuratan informasi yang melewati beberapa tingkatan. Pesan yang
17
Joseph A. DeVito. Op. Cit. Hal. 385. I Nyoman Sudita dan Indriyo Gitosudarmo. 2008. Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta: BPFEYogyakarta. Hal. 212-213. 19 Joseph A. DeVito. Op. Cit. Hal. 386. 20 Fred Luthan. Op. Cit. Hal. 384. 18
7
disampaikan dengan suatu bahasa yang tepat untuk suatu tingkat, tetapi tidak tepat untuk tingkat yang paling bawah, yang menjadi sasaran dari informasi tersebut.21 c. Komunikasi Lateral/Horizontal Komunikasi lateral merupakan pesan antara sesama, dapat dari manajer ke manajer, atau dari karyawan ke karyawan. Pesan semacam ini bergerak di bagian yang sama di dalam suatu organisasi atau mengalir antarbagian. Komunikasi lateral memperlancar pertukaran pengetahuan, pengalaman, metode, dan masalah. Hal ini dapat membantu organisasi menghindarkan beberapa masalah dan memecahkan yang lainnya. Selain itu komunikasi jenis ini dapat membangun semangat kerja dan kepuasan karyawan. 22 Menurut Sopiah, komunikasi lateral merupakan komunikasi horizontal sesama anggota dalam kelompok. Komunikasi jenis ini biasanya digunakan untuk mempermudah terjadinya koordinasi di antara kelompok sehingga tidak terjadi tumpang tindih pelaksanaan tugas di antara anggota. 23
d. Komunikasi Diagonal Komunikasi diagonal adalah komunikasi yang terjadi lintas fungsi dan lintas tingkatan dalam sebuah organisasi. Komunikasi jenis ini merupakan komunikasi yang mungkin jarang digunakan dalam organisasi, tetapi komunikasi jenis ini penting dalam situasi-situasi di mana para anggotanya tidak dapat berkomunikasi dengan efektif melalui jalur-jalur komunikasi yang konvensional.
24
Hal senada juga diungkapkan oleh
Sopiah, bahwa komunikasi diagonal merupakan aliran komunikasi dari orang-orang yang memiliki hierarki yang berbeda dan tidak memiliki hubungan kewenangan secara langsung.25
21
I Nyoman Sudita dan Indriyo Gitosudarmo. Op. Cit. Hal. 211. Joseph A. DeVito. Op. Cit. Hal. 387. 23 Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: Andi. Hal. 144. 24 Ivancevich, dkk. Op. Cit. Hal. 122. 25 Sopiah. Op. Cit. Hal. 150. 22
8
Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan metode-metode untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antar variabel. 26 Sedangkan pendekatan deskriptif yang digunakan oleh peneliti adalah bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. 27 Dalam hal ini digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh secara mendalam dan menyeluruh, dengan harapan dapat diketahui bagaimana persepsi para pengrajin batik memandang pola komunikasi yang dilakukan Pemerintah Kota Surakarta terhadap mereka di Kampung Batik Kauman Surakarta dalam rangka Revitalisasi Budaya Jawa tahun 2013. Dalam penelitian ini, yang menjadi subyek penelitian ialah pengrajin batik Kauman sebanyak 60 orang yang terdaftar dalam Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman dan memiliki showroom sendiri dan 16 perwakilan Pemkot Surakarta. Sumber data: penelitian ini data diperoleh dari kedua sumber data, yaitu primer dan sekunder. Data primer penelitian ini meliputi kuesioner yang dibagikan kepada responden.. Data sekunder diantaranya profil industri batik yang tergabung di Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman, jumlah anggota Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman, buku Batik Tulis Tradisional Kauman Solo Pesona Budaya nan Eksotik.
26
John W. Creswell. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. cet. I. terjemahan Achmad Fawaid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 5. 27 Rachmat Kriyantono. 2010. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana. Hal. 69.
9
Sajian dan Analisis Data 1. Pola Komunikasi Pemerintah Kota Surakarta a. Komunikasi ke Atas Tabel 1 Komunikasi ke Atas 80
Sangat Setuju
60
Setuju
40 Netral
20
Tidak Setuju
0 A
B
C
D
Keterangan: A : Tanggapan Responden atas Pola Komunikasi ke Pemkot Belum Efektif B : Tanggapan Responden Terhadap Ketidakpercayaan Pada Pemkot C : Tanggapan Responden Tentang Pemkot Kurang Tanggap Terhadap Isu-isu D : Tanggapan Responden Tentang Pemkot yang Menggunakan Media Serta Aparat Hierarkis untuk Berkomunikasi Terkait dengan pola komunikasi yang terjalin dengan pola komunikasi ke atas, terdapat temuan dari tanggapan responden atas pertanyaan penelitian yang disebar melalui kuesioner, menunjukkan adanya: a. Pola komunikasi dari bawah, dimana aspirasi dari rakyat disuarakan untuk pemerintah belum berjalan secara efektif, hal ini dapat dilihat dari banyaknya responden sebesar 59.3% yang setuju terhadap pernyataan tersebut. Kondisi ini tentunya menggambarkan bahwa selama ini pendapat atau aspirasi dari rakyat hanya dianggap sebagai angin lalu saja tanpa adanya tindak lanjut dari pemerintah.
10
b. Sebanyak 54 responden atau 62.8% dari total responden menjawab setuju bahwa pola komunikasi yang tidak terjadi secara langsung mulai melunturkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Ketidakpercayaan rakyat kepada pemerintah ini akan berdampak pada sikap apatis rakyat terhadap pemerintah. c. Isu-isu yang dituangkan oleh rakyat jarang mendapatkan tanggapan dari pemerintah, kecuali isu-isu yang memang memiliki kaitan dengan kepentingan pemerintah. Hal ini mendapatkan dukungan dari responden sebesar 39 orang atau 45.3% yang setuju dengan pernyataan tersebut. Dukungan dari responden ini menunjukkan bahwa memang ada yang kurang dalam pola komunikasi antara pemerintah dengan rakyat. d. Cara
Pemerintah
Surakarta
dalam
berkomunikasi
masih
menggunakan media atau melalui aparat pemerintah yang hierarkis. Pola komunikasi yang terstruktur dan tidak disampaikan secara langsung kepada masyarakat membuat pesan yang dibawa tidak berjalan secara efektif. b. Komunikasi ke Bawah Tabel 2 Komunikasi ke Bawah
11
Keterangan: A : Tanggapan Responden terkait Informasi dari Pemkot yang Kurang Lengkap dan Akurat B :Tanggapan Responden tentang Jarang Adanya Realisasi dari Isu C : Tanggapan Responden tentang Pembinaan yang dilakukan Pemkot D : Tanggapan Responden terkait cara Pemkot menangani Aspirasi Terkait dengan pola komunikasi yang terjalin dengan pola komunikasi ke bawah, terdapat temuan dari tanggapan responden atas pertanyaan penelitian yang disebar melalui kuesioner, menunjukkan adanya: a. Bahwa informasi yang didapatkan dari aparat pemerintahan sering kurang lengkap dan akurat, didapatkan jawaban setuju sebanyak 34 responden (39.5%) dari jumlah keseluruhan sebaran kuensioner sebanyak 76 responden. b. Bahwa banyaknya isu pengembangan dan rencana dari pemerintah kota Surakarta yang berkembang namun jarang ada realisasi, yang dikuatkan dengan tanggapan responden atas pertanyaan ini, jawaban setuju sebanyak 31 responden (36.0%), serta jawaban sangat setuju sebanyak 23 responden (26,7%). c. Banyak isu yang berkembang tapi jarang ada realisasi, didapatkan tanggapan responden atas pernyataan dengan, jawaban setuju sebanyak 44 responden (51,2%), serta jawaban sangat setuju sebanyak 20 responden (23.3%). d. Keinginan atas pola komunikasi yang langsung turun kebawah untuk mendegarkan aspirasi masyrakat langsung, sebenarnya sangat diinginkan oleh para responden. Pada dasarnya mereka menginginkan hal ini dengan besar tanggapan responden atas jawaban setuju sebanyak 31 responden (36.0%) dari 76 total responden yang ada.
12
c. Komunikasi Lateral Tabel 3 Komunikasi Lateral
Keterangan: A : Tanggapan responden tentanf cara komunikasi dalam lembaga B : Tanggapan responden tentang pola komunikasi antar personal dalam lembaga C : Tanggapan responden tentang keterbukaan dalam lembaga D : Tanggapan responden tentang pentingnya koordinasi Terkait dengan pola komunikasi horisontal atau laterral, terdapat temuan dari tanggapan responden atas pertanyaan penelitian yang disebar melalui kuesioner, menunjukkan adanya; a. Komunikasi dalam kelompok atau lembaga kami sudah berjalan dengan baik, tanggapan responden atas pernyataan ini, jawaban setuju sebanyak 38 responden (44.2%). Hal ini berarti bahwa komunikasi didalam setiap lembaga yang ada sudah berjalan dengan baik. b. Komunikasi dalam kelompok atau lembaga kami bersifat antar personal jadi berlangsung dua arah, tanggapan responden atas pernyataan ini adalah jawaban setuju sebanyak 48 responden (55.8%). Hal ini menunjukkan adanya komunikasi di dalam kelompok sudah bersifat antar personal artinya terjadinya pola komunikasi yang sehat. 13
c. Bahwa dalam berkomunikasi kami sebisa mungkin saling menjaga dengan memberikan saran atau kritik, didapatkan jawaban, tanggapan responden atas pernyataan ini jawaban setuju sebanyak 36 responden (41.9%). d. Tanggapan responden atas pernyataan bahwa dalam proses komunikasi, kelompok atau lembaga ini menjadi hal terdepan untuk meningkatkan koordinasi, didapatkan jawaban setuju sebanyak 40 responden (46.5%). d. Komunikasi Diagonal Tabel 4 Komunikasi Diagonal
Keterangan: A : Tanggapan responden tentang peran pemimpin sebagai penentu B : Tanggapan responden tentang kesadaran posisi dalam lembaga C :Tanggapan responden tentang wewenang pemimpin dalam organasasi D : Tanggapan responden tentang peran pemimpin dalam pengambilan keputusan saat situasi kritis Terkait dengan pola komunikasi diagonal, terdapat temuan dari tanggapan responden atas pertanyaan penelitian yang disebar melalui kuesioner, menunjukkan adanya; a. Bahwa bawahan hanya melakukan apa yang di putuskan oleh pimpinan secara langsung, tanggapan responden atas pernyataan ini menunjukkan jawaban setuju sebanyak 31 responden (36.0%). 14
Hal ini menunjukkan bahwa pernyataan ini model komunikasi strukturalis masih memunyai kecenderungan sangat besar dengan demikian turut menjadi pembenaran atas model kepemimpinan otoriter yang ada. b. Bahwa dalam berkomunikasi pimpinan sering bertindak sebagai penentu, tanggapan responden atas pernyataan ini didapatkan jawaban, jawaban setuju sebanyak 35 responden (40.7%), serta jawaban sangat setuju sebanyak 42 responden (27.9%). Jawaban ini menunjukkan adanya tingkat ketergantungan bawahan kepada seorang pemimpin, sehingga hal ini kemudian memicu tiadak adanya inisiatif langsung dari bawahan yang dimungkinkan untuk sebuah terobosan baru dalam sebuah program atau kebijakan tertentntu. c. Bahwa kondisi pola komunikasi yang terjalin didalam internal organisasi atau lembaga pimpinan atau ketua organisasi sering mengambil alih komunikasi dalam tubuh organisasi atau lembaga, tanggapan responden atas pernyataan ini sangatlah besar dengan jawaban setuju sebanyak 51 responden (59.3%). d. Model komunikasi oleh atasan atau yang paling dihargai dalam organisasi adalah bersifat otoriter, didapatkan jawaban, jawaban netral sebanyak 20 jawaban setuju sebanyak 39 responden (45.3%). Hal
ini
menunjukkan
adanya
sebagian
besar
responden
menganggap bahwa kepemimpinan otoriter diperlukan dalam sebuah organisasi atau lembaga kendatipun demikian seabagian responden juga bersikap netral yang dimaksudkan bahwa kepemimpinan model otoriter terkadang diperlukan namun tidak untuk sebuah model kepemimpinan yang menyeluruh.
15
2. Bentuk Revitalisasi Budaya Jawa Tahun 2013 oleh Pemerintah Kota Surakarta Tabel 5 Bentuk Revitalisasi Budaya oleh Pemerintah Kota Surakarta Tahun 2013 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Sangat Setuju Setuju Netral Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju A
B
C
D
Keterangan: A : Tanggapan responden tentang kegiatan Pemkot untuk kebudayaan B : Tanggapan responden tentang dukungan Pemkot untuk penunjang promosi C : Tanggapan responden tentang kurangnya peran Pemkot dalam pemberdayaan D : Tanggapan responden tentang peran Pemkot dalam memberi peluang melalui Event Pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta meliputi rangkaian kegiatan yang telah disusun secara strategis dan berkesinambungan dari tahun ke tahun. Kegiatan tersebut yang meliputi, pengembangan nilai budaya/pemberian dukungan penghargaan dan kerjasama di bidang budaya. Sasaran yang hendak dicapai yaitu meningkatnya penggunaan Bahasa Jawa dalam 1 tahun, meningkatkan pembinaan dan pengembangan usaha jasa pariwisata. Sasaran yang hendak dicapai yaitu meningkatnya sinergi antara pemerintah, dunia usaha pariwisata dan masyarakat dalam pengembangan pariwisata selama 5 tahun, meningkatkan promosi dan pelayanan pariwisata. Sasaran yang hendak dicapai yaitu meningkatnya pengembangan sistem informasi dalam pemasaran pariwisata dengan cara pengembangan pemasaran pariwisata/ peningkatan pemanfaatan teknologi informasi dalam 16
pemasaran pariwisata selama 5 tahun. Selain itu masih dalam konteks promosi pariwisata adalah dengan mengadakan pemilihan duta wisata setiap tahun serta peningkatan kualitas dan kuantitas sarana, prasarana dan daya tarik wisata. Sasaran yang hendak dicapai yaitu meningkatnya pelestarian dan pengembangan aset seni dan budaya sebagai daya tarik wisata, salah satunya dengan mengadakan event berskala nasional dan internasional selama 5 tahun. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan secara strategis dan berkesinambungan berdampak pada adanya penyesuaian pola dan perilaku dari pengrajin batik sebagai bentuk feedback non-verbal. Hal lain ditunjukkan oleh tanggapan responden atas apa yang kemudian direncanakan oleh pemerintah kota diatas sebagai berikut; a. Tanggapan responden atas pernyataan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta dalam pengembangan kebudayaan berjalan sudah semestinya, didapatkan jawaban, jawaban setuju sebanyak 36 responden (41.9%), serta jawaban sangat setuju sebanyak 25 responden (29.1%). Hal ini berarti bahwa apresiasi positif ditunjukkan oleh komunitas batik Kauman atas Pemerintah Kota Surakarta dalam pengembangan kebudayaan. b. Tanggapan responden atas pernyataan bahwa dalam mempromosikan batik,pemerintah Kota Surakarta sudah melakukan berbagai festival kebudayaan yang mendukung, didapatkan jawaban terbanyak pada respon, jawaban setuju sebanyak 36 responden (41.9%), serta jawaban sangat setuju sebanyak 24 responden (27.9%). Hal ini berarti bahwa, program pemerintah dengan mengadakan event dalam skala nasional maupun internasional sangat menguntungkan bagi pengembangan budaya Solo khususnya batik sebagai representasi budaya jawa. c. Tanggapan responden atas pernyataan bahwa pemerintah Kota Surakarta belum
terlalu
maksimal
dalam
mengambil
peranan
dibidang
pemberdayaan batik, didapatkan jawaban, didapatkan respon tebanyak pada tanggapan responden jawaban setuju sebanyak 44 responden (61,451.2%). Hal ini menunjukkan adanya pemerintah masih kurang 17
melakukan
program
pemberdayaan
maupun
pendampingan
yang
dimaksudkan untuk memberdayakan potensi batik di kampung batik Kauman. d. Tanggapan responden atas pernyataan bahwa pemerintah kota Surakarta memberikan banyak peluang bagi pengrajin dan penjual untuk memamerkan karya atau dagangannya, didapatkan jawaban, tanggapan para responden sebagaian besar berpendapat dengan respon, jawaban setuju sebanyak 33 responden (38.4%). Ini berarti bahwa program pemerintah kota untuk membuka kesempatan serta peluan bagi para pengrajin dan penjual untuk memamerkan hasil karya mereka sangat direspon dengan sangat baik oleh masyarakat pengrajin.
Kesimpulan Berdasarkan penyajian dan analisis data yang telah dilaksanakan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi pengrajin batik di Kampung Batik Kauman pada pola komunikasi dari bawah kepada Pemerintah Kota Surakarta menunjukkan tanggapan yang kurang efektif. Hal ini ditunjukkan dari prosentase responden sebanyak 59,3% yang memiliki persepsi bahwa aspirasi dari rakyat yang disuarakan ke pemerintah belum berjalan secara efektif. Dalam pola komunikasi dari bawah ini, pengrajin batik Kauman memiliki persepsi pada komunikasi pemerintah kota tidak terjadi secara langsung sehingga menimbulkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Selain itu, pengrajin batik juga berpandangan bahwa komunikasi pemerintah kota dirasa kurang tanggap terhadap isu-isu yang disampaikan. 2. Berkaitan dengan komunikasi pemerintah kota dalam menangani aspirasi, lebih dari 50% responden beranggapan bahwa pemerintah masih kurang tanggap dalam memberikan informasi maupun dalam merealisasikan isu-isu yang berkembang. Para pengrajin batik di Kampung Kauman sebagian besar memiliki persepsi bahwa komunikasi pemerintah kota ke bawah khususnya 18
dalam menangani dan merealisasikan aspirasi masyarakat masih dirasa kurang dan perlu peningkatan. 3. Meskipun dalam komunikasi ke atas dan ke bawah pada pola komunikasi pemerintah kota dirasa belum atau kurang efektif, pelaksanaan kegiatan yang berkesinambungan dalam revitalisasi
budaya
Jawa
berdampak
pada
penyesuaian pola perilaku pengrajin batik dalam mempersepsikan komunikasi pemerintah kota dalam rangka revitalisasi budaya Jawa tahun 2013. Lebih dari 50% responden memberikan apresiasi positif terhadap pemerintah dalam pengembangan kebudayaan. Selain itu, sebagian besar responden juga setuju bahwa pemerintah telah mendukung promosi batik melalui berbagai festival kebudayaan. Namun, untuk pembinaan internal pemberdayaan batik sendiri masih dianggap kurang. Lebih dari 60% responden beranggapan bahwa pemerintah masih belum maksimal dalam melakukan program pemberdayaan maupun pendampingan terkait potensi batik di Kampung Batik Kauman. Berdasarkan kesimpulan di atas dapat dilihat bahwa persepsi pengrajin batik di Kampung Kauman pada komunikasi Pemerintah Kota Surakarta dalam Revitalisasi Budaya Jawa tahun 2013 menunjukkan tanggapan yang berbeda. Meskipun persepsi pengrajin batik pada komunikasi ke atas dan ke bawah terhadap Pemerintah Kota dirasa belum maksimal, kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemerintah dalam program revitalisasi budaya jawa mendapatkan apresiasi yang positif dari pengrajin batik.
Saran Agar program pemberdayaan dan pendampingan dari pemerintah ditingkatkan secara lebih baik lagi dan sesuai dengan assesmen kebutuhan dari masyarakat secara langsung. Juga supaya pola komunikasi dari atas ke bawah dengan lebih mementingkan menyerap aspirasi langsung ke bawah, dengan pola komunikasi ini pada akhirnya banyak hal yang terungkapkan dengan pasti dan sesuai dengan keadaan yang ada. Selain itu penulis mengharapkan agar penelitian ini bisa menjadi pijakan penelitian selanjutnya. 19
Daftar Pustaka Akriningsih, T. (2007). Potensi Timlo Sastro sebagai Wisata Kuliner di Kota Surakarta. Jurnal Pariwisata Indonesia. Vol. 3, No. 1. Halaman 493-498 deVito, Joseph A. (2011). Komunikasi Antarmanusia. Diterjemahkan oleh: Agus Maulana. Tangerang: Karisma Publishing Group Effendy, Onong Uchjana. (1995). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya Harian Joglosemar [a]. (2011). Pertumbuhan Pariwisata Solo Tercepat di Jateng. http://www.harianjoglosemar.com/berita/pertumbuhan-pariwisata-solotercepat-di-jateng-57485.html, diakses tanggal 4 September 2012 Kriyantono, Rachmat. (2010). Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana Mulyana, Deddy. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung Prasetya, Wibawa. (2009). Dampak Sosial Pengembangan Pariwisata Budaya terhadap Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Jurnal Ilmiah Exacta. Vol. 1, No. 3. Halaman 61-73 Rakhmat, Jalaluddin. (2005). Psikologi Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung Setyorini, T. Christina, Margani Pinasti, Hijroh Rokhayati. (2013). Strengthening the Internal Factors of Batik Cluster SMEs in Indonesia: A Case of Six Districts in South – Central Java. International Journal of Business, Humanities and Technology. Vol. 3, No. 1. Halaman. 21-28 Sopiah. (2008). Perilaku Organisasional. Yogyakarta: Andi
20