Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 Studi Perencanaan Unit Perombakan Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) dengan Menggunakan Bakteri Pseudomonas fluorescens (Kajian : Volume Medium NPK dan Kecepatan Aerasi) Andry Prasetyo Putro1; Wignyanto2; Maimunah Hindun Pulungan2 1) Alumni Jurusan Tek Industri Pertanian FTP Unibraw 2) Staf Pengajar Jurusan Tek Industri Pertanian FTP Unibraw
Abstrak Salah satu bentuk pengolahan Alkyl Benzene Sulfonate adalah secara biologis, yaitu dengan menggunakan bakteri perombak ABS, bakteri tersebut adalah Pseudomonas fluorescens. Bakteri ini dapat menghasilkan enzim lipase dan enzim alkylsulphatases yang dapat memotong rantai Alkyl Benzene Sulfonate (ABS). Proses perombakan ABS merupakan proses aerob sehingga pengaturan kecepatan aerasi sangat diperlukan untuk memaksimalkan hasil degradasinya. Selain kecepatan aerasi, volume medium juga mempengaruhi perencanaan unit perombakan ABS, sehingga diperlukan pengaturan peningkatan volume medium yang sesuai untuk mendapatkan hasil perombakan yang maksimum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan volume medium NPK memberikan pengaruh nyata terhadap persentase perombakan ABS dan jumlah bakteri, perlakuan kecepatan aerasi memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah bakteri dan interaksi antara perlakuan volume medium NPK dan perlakuan kecepatan aerasi memberikan pengaruh nyata terhadap persentase perombakan ABS tetapi berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah bakteri. Persentase perombakan ABS tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan volume medium NPK 500 ml dengan kecepatan aerasi 1 vvm yaitu sebesar 81,91%, jumlah sel bakteri tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan volume medium NPK 100 ml dengan kecepatan aerasi 1,5 vvm yaitu sebesar 1,75 . 107 cfu / ml, nilai pH medium tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan volume medium NPK 500 ml dengan kecepatan aerasi 1,5 vvm dan volume medium NPK 2500 ml dengan kecepatan aerasi 1,5 vvm yaitu sebesar 6,85. Keywords : Alkyl Benzene Sulfonate (ABS), Pseudomonas fluorescens, Kecepatan aerasi, Volume medium NPK tersebut dapat menyebabkan PENDAHULUAN pencemaran lingkungan, khususnya Deterjen merupakan bahan lingkungan perairan karena deterjen pembersih yang banyak digunakan oleh menimbulkan buih. Buih yang masyarakat umum sebagai bahan ditimbulkan tersebut disebabkan oleh pembersih pakaian dan alat-alat rumah bahan aktif deterjen yaitu alkyl tangga, rumah sakit dan industri. benzene sulfonate (ABS) (Ekowati, Pemakaian deterjen ini didasarkan atas 1992). kemampuan deterjen dalam Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) mengemulsikan kotoran berminyak dan merupakan salah satu jenis surfaktan tingkat kelarutannya yang tinggi dan anionik yang merupakan komponen stabil di dalam air serta tidak bersifat utama pembentuk deterjen anionik korosif, karena kelebihannya itu maka yang bersifat sebagai zat aktif deterjen digunakan oleh sebagian besar permukaan (surface aktive agent), masyarakat sebagai desinfektan dan yaitu zat yang menyebabkan turunnya sanitasi (Pelczar, 1988). Penggunaan tegangan permukaan air sehingga air deterjen yang semakin meningkat dapat dengan mudah meresap ke
103
Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 dalam kain yang dicuci. Hampir semua deterjen yang digunakan di Indonesia mengandung ABS. Penggunaan ABS sebagai bahan aktif deterjen dikarenakan harganya yang relatif lebih murah dan kemampuannya yang tinggi dalam membersihkan kotoran. Deterjen yang mengandung ABS ternyata mempunyai kekurangan, yaitu bentuknya tetap stabil dalam lingkungan sesuai bentuk aslinya, sehingga apabila terakumulasi dalam jumlah yang banyak akan merusak keindahan lingkungan (Purnomo, 1992) dan dapat mengganggu kehidupan flora dan fauna air, karena buih yang ditimbulkan dapat mengganggu aliran oksigen dari udara ke air (Ramos and Leyva, 1989). ABS juga dapat mengganggu kesehatan hewan dan manusia, yaitu menyebabkan iritasi pada kulit dan mata, kerusakan pada hati dan ginjal. Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukan suatu pengolahan ABS untuk meminimasi jumlahnya di alam. Salah satu bentuk pengolahan Alkyl Benzene Sulfonate adalah secara biologis, yaitu dengan menggunakan bakteri perombak hidrokarbon. Pengolahan secara mikrobiologis ini didasarkan pada kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang dalam ABS yang merupakan sumber energi potensial yang dapat tereduksi menjadi senyawa karbon yang lebih sederhana, dimana senyawa karbon ini digunakan untuk pertumbuhan mikroorgnisme tersebut. Proses perombakan ABS merupakan proses aerob sehingga pengaturan kecepatan aerasi sangat diperlukan untuk memaksimalkan hasil degradasinya, karena konsentrasi oksigen terlarut mempengaruhi pertumbuhan sel mikroba. Jika konsentrasi oksigen terlarut terlalu tinggi atau terlalu rendah, maka akan meracuni bakteri perombak ABS. Selain kecepatan aerasi, volume medium juga mempengaruhi perencanaan unit pengolahan limbah ABS, sehingga
104
diperlukan pengaturan peningkatan volume medium yang sesuai untuk mendapatkan hasil perombakan yang maksimum. Bakteri Pseudomonas fluorescens merupakan salah satu mikroorganisme yang mampu merombak ABS, hal ini dikarenakan bakteri Pseudomonas fluorescens menghasilkan enzim lipase dan enzim alkylsulphatases yang dapat memotong rantai Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) yang terdapat di dalam deterjen (Ratledge, 1994). Bakteri ini dapat tumbuh dengan baik pada suhu 220C dan pada pH basa. METODE PENELITIAN Rancangan untuk penelitian ini menggunakan Rancangan Acak yang disusun secara Kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah volume medium NPK yang terdiri dari tiga level, yaitu 100 ml, 500 ml, dan 2500ml. Faktor kedua adalah kecepatan aerasi dalam medium NPK yang terdiri dari tiga level, yaitu 1 vvm; 1,5 vvm dan 2 vvm. Masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Pengamatan dilakukan pada hari ke-0, hari ke-6, hari ke-12, hari ke-18, hari ke-24, dan hari ke-30. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis sidik ragam, lalu dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dan uji Jarak Duncan (DMRT) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dengan menggunakan Microsoft Excel 2000. Pembuatan Medium NPK Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan medium NPK, meliputi : pupuk NPK sebanyak 4 gram dengan konsentrasi N sebesar 12% per kilogram, P dalam bentuk P2O5 sebesar 10% per kilogram, K dalam bentuk K2O sebesar 18% per kilogram dan Mg dalam bentuk MgO sebesar 2% per kilogram, MgSO4. 7
Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 H2O sebanyak 0,5 gram dan NaCl sebanyak 0,5 gram. Bahan-bahan tersebut dicampur dan dilarutkan dengan aquades sebanyak 1000 ml dan direbus hingga semua komponen tersebut larut. Larutan stok ABS sebanyak 100 ml dapat ditambahkan setelah proses perebusan selesai. Pembuatan Starter Isolat bakteri Pseudomonas fluorescens dari medium Nutrien Agar miring yang telah berumur 24 jam diambil semuanya dan diinokulasikan ke dalam 10 ml, 50 ml, dan 250 ml medium NPK yang telah mengandung ABS sebanyak 100 ppm. Kemudian medium NPK tersebut diinkubasi selama 48 jam pada suhu 320C, dan inokulum tersebut digunakan sebagai starter. Sebelum starter tersebut diinokulasikan ke dalam medium NPK, maka starter tersebut diuji viabilitasnya terlebih dahulu dan dihitung jumlah bakterinya. Starter tersebut harus mengandung sel bakteri yang hidup sebanyak 107 cfu / ml. Pencarian Kecepatan Aerasi Penentuan kecepatan aerasi dilakukan dengan menghitung volume udara per satuan waktu untuk volume medium tertentu. Misalnya pada kecepatan aerasi 1 vvm, cara mencarinya adalah dengan menghubungkan selang yang sudah terhubung dengan aerator yang sudah ada pengatur kecepatan aliran udaranya (regulator) ke dalam gelas ukur 100 ml kemudian pada gelas ukur tersebut dihubungkan selang ke dalam botol fermentor yang volumenya 1000 ml, untuk mencari kecepatan aerasinya maka dalam 1 menit volume udara yang dialirkan tersebut harus sebesar 100 ml. Demikian juga halnya dengan kecepatan aerasi 1,5 vvm dan 2 vvm.
Pembuatan Larutan Stock Larutan Standart ABS
Dan
Pembuatan larutan stock Larutan stock ABS 1000 ppm dibuat dari ABS teknis 96% yang ditimbang sebanyak 1,0417 gram dengan neraca analitik, kemudian ABS tersebut dilarutkan dengan aquades pada labu takar 1000 ml dan diencerkan sampai tanda batas. Larutan yang sudah jadi disimpan dalam refrigerator untuk menonaktifkan aktivitas mikroorganisme. Parameter Pengamatan Pada penelitian ini parameter yang diamati adalah sebagai berikut : 1. Kadar Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) dengan Metode Methylene Blue Active Substance (MBAS) (Clesceri, 1989). 2. Total Bakteri dengan Metode Pengenceran Penuangan (Total Plate Count) (perhitungan secara tidak langsung) (Volk and Wheeler, 1984). 3. pH (Derajat Keasaman) Medium NPK (Fardiaz dan Srikandi, 1993). Analisis Keputusan Pada penelitian ini analisa keputusan yang digunakan adalah metode “Multiple Attributes” untuk memilih alternatif terbaik dari beberapa kombinasi perlakuan. Pemilihan alternatif terbaik tersebut berdasarkan perbandingan pengukuran obyektif yang meliputi kadar ABS, total bakteri dan pH medium NPK. Perencanaan Limbah ABS
Unit
Pengolahan
Setelah diperoleh perlakuan yang terbaik dengan menggunakan metode “Multiple Attributes”, maka akan dilakukan perencanaan unit
105
Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 volume medium mineral 100 ml dengan kecepatan aerasi 1,5 vvm) sampai 81,91% (perlakuan volume medium mineral 500 ml dengan kecepatan aerasi 1 vvm). Kurva Perombakan ABS
Persentase Perombakan ABS (%)
pengolahan limbah deterjen. Perencanaan tersebut meliputi : perencanaan fasilitas pendukung seperti kolam penampungan, dimana kolam penampungan tersebut diletakkan sebelum bioreaktor; kolam klorinasi dan pengendapan yang diletakkan sesudah bioreaktor; perencanaan kapasitas atau volume dari bioreaktor pengolahan limbah deterjen, perencanaan peningkatan skala bioreaktor, dan analisa biaya.
90 80 70 60 y = 2,2647x + 11,675
50 40 30
r = 0,957
20 10 0 0
Bioreaktor perombakan ABS yang direncanakan mengunakan sistem sinambung atau continou. Caranya dengan menghitung laju perombakan ABS pada perlakuan terbaik (pada sistem batch), setelah laju perombakan ABS diketahui maka dapat diketahui dilution ratenya kemudian dihitung volume bioreaktor yang akan direncanakan dengan memperhatikan debit limbah deterjen yang dikeluarkan oleh pabrik sirup LEO setiap harinya, yaitu 5000 liter. Analisa biaya meliputi modal tetap yang dikeluarkan untuk membiayai pembuatan unit pengolahan limbah deterjen dan modal kerja untuk membiayai operasional awal sehingga unit pengolahan limbah tersebut dapat berjalan dengan baik. Kemudian dilakukan perhitungan atas biaya operasional dan biaya penyusutan dari unit pengolahan limbah yang membebani perusahaan setiap tahunnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) Pengujian isolat bakteri Pseudomonas fluorescens dalam merombak ABS pada medium mineral yang mengandung 100 ppm ABS, selama 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kadar ABS. Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa persentase perombakan ABS pada hari ke-30 berkisar antara 63,05% (perlakuan
106
6
12
18
24
30
36
Waktu Inkubasi (hari)
Gambar 1. Kurva Tren Perombakan ABS Pada Gambar 1 dapat dilihat tren peningkatan persentase perombakan ABS selama 30 hari. Peningkatan persentase perombakan ABS dalam medium mineral yang selaras dengan penambahan waktu inkubasi menunjukkan kadar ABS dalam medium mineral semakin sedikit. Perombakan ABS dalam medium mineral disebabkan oleh aktivitas metabolisme bakteri Pseudomonas fluorescens, sehingga terjadi pemutusan rantai karbon yang terdapat dalam ABS. Terjadinya proses pemutusan rantai karbon tersebut dikarenakan adanya enzim lipase yang dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas fluorescens dan bakteri ini juga bersifat khemoorganotrof yang artinya mampu menggunakan ABS sebagai satu-satunya sumber karbon (Ratledge, 1994). Berdasarkan persamaan regresi pada Gambar 12, maka jika diasumsikan semua ABS habis terurai, proses perombakan ABS oleh bakteri Pseudomonas fluorescens akan berlangsung selama kurang lebih 39 hari. Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase perombakan ABS tertinggi diperoleh pada perlakuan volume medium NPK 2500 ml yaitu
Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 sebesar 77,26%, tetapi persentase perombakan ABS tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan volume medium NPK 500 ml yaitu sebesar 75,02%, hal ini dikarenakan pada volume medium NPK 2500 ml dan 500 ml jumlah sumber nutrisi yang terdapat di dalam substrat tersebut sudah cukup memenuhi kebutuhan bakteri untuk proses metabolisme pada tubuh bakteri dalam merombak ABS, sedangkan persentase perombakan ABS terendah diperoleh pada perlakuan volume medium NPK 100 ml yaitu sebesar 67,61%, hal ini disebabkan pada volume medium NPK 100 ml jumlah substratnya sedikit sehingga sumber nutrisi yang terdapat di dalam substrat tersebut tidak mencukupi kebutuhan bakteri dalam melakukan proses perombakan ABS. Tabel 1. Rerata Persentase Perombakan ABS Pada Berbagai Volume Medium NPK (%) (Transformasi arcsin) (Pada Pengamatan Hari Terakhir)
Volume Medium NPK
Tabel
Volu me Medi um NPK
100 ml
Rata-rata Persentase Perombakan ABS dalam persen (%)
Transformasi arcsin
100 ml
67,614 1
500 ml
75,021 5
60,2564b
2500 ml
77,261
61,5995b
BNT 5%
ABS terendah diperoleh pada kombiasi perlakuan volume medium mineral NPK 100 ml dengan kecepatan aerasi 1,5 vvm yaitu sebesar 63,05%.
55,5152a
4,2503
Keterangan : Rata-rata yang didampingi oleh notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p = 0,05 Pada Tabel 2 terlihat bahwa persentase perombakan ABS tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan volume medium mineral NPK 500 ml dengan kecepatan aerasi 1 vvm yaitu sebesar 81,91%. Persentase perombakan
500 ml
2500 ml
2. Rerata Persentase Perombakan ABS Pada Berbagai Kombinasi Antara Perlakuan Volume Medium NPK dan Kecepatan Aerasi (%) (Transf. arcsin) dengan Uji DMRT (Pada Pengamatan Hari Terakhir)
Kecepata n Aerasi
Rata-rata Persentase Perombakan ABS dalam persen (%)
Transf. arcsin
1 vvm
64,083
53,369 a
1,5 vvm
63,049
52,700 a
2 vvm
75,711
60,477 ab
1 vvm
81,912
65,114 d
1,5 vvm
75,194
60,130 ab
2 vvm
67,959
55,525 ab
1 vvm
73,643
59,180 ab
1,5 vvm
78,295
62,284 bc
2 vvm
79,845
63,335 bc
Keterangan : Rata-rata yang didampingi oleh notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p = 0,05
107
Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120
Persentase Perombakan ABS (%) .
Hal tersebut disebabkan pada volume medium 500 ml dengan kecepatan aerasi 1 vvm merupakan komposisi yang tepat pada penelitian ini dalam proses perombakan ABS, karena pada volume medium tersebut dan kecepatan aerasi 1 vvm, jumlah substrat dan kadar oksigen terlarutnya sudah mencukupi kebutuhan bakteri dalam merombak ABS.
1 0 1 .1 4 7 9 1 .5 6 6 1 8 1 .9 8 4 9 7 2 .4 0 3 7 6 2 .8 2 2 5 1 .0 0 1 .2 5 1 .5 0
B : K e c a e ra s i
2 5 0 0 .0 0
1 9 0 0 .0 0
1 3 0 0 .0 0
1 .7 5 7 0 0 .0 0
1 0 0 .0 0
2 .0 0
A : V o lu m e M e d iu m
Gambar 2. Kurva Persentase Perombakan ABS Terhadap Kombinasi Antara Perlakuan Volume Medium NPK dan Kecepatan Aerasi Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa pada kecepatan aerasi 1 vvm semakin besar volume medium maka persentase perombakan ABS nya semakin tinggi, tetapi peningkatan persentase perombakan ABS tersebut hanya sampai pada volume medium 1300 ml, setelah volume medium 1300 ml persentase perombakan ABS-nya menurun, pada kecepatan aerasi 1,5 vvm semakin besar volume medium maka persentase perombakan ABS semakin tinggi tetapi pada volume medium 1300 ml sampai 2500 ml persentase perombakan ABS nya konstan atau tetap, dan pada kecepatan aerasi 2 vvm menunjukkan penurunan persentase perombakan ABS dari volume medium 100 ml sampai 1300 ml tetapi pada volume 1300 ml sampai 2500 ml
108
persentase perombakan ABS nya meningkat. Hal tersebut disebabkan kecepatan aerasi pada medium NPK, kecepatan aerasi tersebut mempengaruhi kadar oksigen terlarut dalam medium sehingga mempengaruhi aktivitas bakteri untuk melakukan proses metabolisme pada tubuh bakteri dalam merombak ABS. Pada volume medium 100 ml menunjukkan bahwa semakin tinggi kecepatan aerasinya maka persentase perombakan ABS nya semakin besar, tetapi pada volume medium 500 ml menunjukkan bahwa semakin rendah kecepatan aerasinya maka persentase perombakan ABS nya semakin besar, sedangkan pada volume medium 2500 ml menunjukkan bahwa semakin tinggi kecepatan aerasinya maka persentase perombakan ABS nya semakin besar (Tabel 3). Pada volume medium 100 ml dengan kecepatan aerasi 2 vvm, volume medium 500 ml dengan kecepatan aerasi 1 vvm, dan volume medium 2500 ml dengan kecepatan aerasi 2 vvm menunjukkan kecepatan aerasi tersebut paling tepat untuk menghasilkan oksigen terlarut yang cukup digunakan untuk merombak senyawa aromatis dari ABS. Pendapat ini didukung oleh Lee (1980) dan Sardjoko (1991) yang menyatakan bahwa proses perombakan ABS yang terjadi didalam sel bakteri berlangsung secara aerob karena perombakan senyawa aromatis pada ABS memerlukan oksigen. Tetapi pengaruh kecepatan aerasi terhadap persentase perombakan ABS sangat kecil, hal ini terbukti pada uji F yang menunjukkan bahwa kecepatan aerasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase perombakan ABS. Total Bakteri Pertumbuhan bakteri dalam suatu medium dapat dilihat dengan
Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 bertambahnya jumlah sel bakteri pada medium tersebut. Bertambahnya jumlah sel bakteri dalam medium mineral yang mengandung ABS menunjukkan adanya suatu pola pertambahan jumlah bakteri dan juga menunjukkan bahwa senyawa ABS yang kompleks dapat terombak menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga senyawa tersebut dapat digunakan sebagai sumber karbon yang sangat diperlukan oleh bakteri untuk menghasilkan energi bagi pertumbuhannya. Kurva Pertumbuhan Bakteri
7,250
Jumlah Bakteri (dlm log)
7,200 7,150 7,100 7,050 7,000 6,950 6,900 0
6
12
18
24
30
Waktu Inkubasi (hari)
Gambar 3. Grafik Hubungan Waktu Inkubasi dengan Jumlah Bakteri Pada Gambar 3 dapat dilihat pola pertumbuhan sel bakteri yang menunjukkan kecenderungan meningkat selaras dengan semakin lamanya waktu inkubasi, tetapi pada hari ke-30 jumlah sel bakterinya menurun. Terjadinya penurunan jumlah sel bakteri tersebut disebabkan aktivitas metabolisme dari bakteri dalam merombak ABS. Dalam aktivitas metabolisme itu dihasilkan metabolit sekunder yang berupa asam dari gugus sulfonat, asam sulfonat tersebut mengakibatkan penurunan pH medium (Harijati dkk, 1994). Penurunan pH medium dapat menghambat aktivitas bakteri Pseudomonas fluorescens dalam merombak ABS karena kerja enzim lipase dari bakteri tersebut menjadi terganggu (Suriawiria, 1986). Sistem tertutup (batch culture) yang digunakan selama penelitian dapat juga menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan mikroorganisme, karena dalam sistem
tertutup tidak ada penambahan nutrisi sehingga sumber nutrisi yang terdapat dalam substrat menjadi berkurang atau bahkan habis. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah sel bakteri tertinggi diperoleh pada perlakuan volume medium mineral NPK 100 ml yaitu cfu/ml, sebesar 1,29889.107 sedangkan jumlah sel bakteri terendah diperoleh pada perlakuan volume medium mineral NPK 500 ml yaitu sebesar 9,7556.106 cfu/ml. Hal ini tidak sesuai pada Tabel 1, yaitu pada volume medium 100 ml persentase perombakan ABS nya sebesar 67,6141% sedangkan pada volume medium 500 ml persentase perombakan ABS nya sebesar 75,0215%. Data tersebut membuktikan bahwa energi yang dihasilkan pada proses metabolisme tidak hanya digunakan untuk merombak ABS tapi juga digunakan untuk proses pertumbuhan sel bakteri. Tabel 3. Rerata Jumlah Sel Bakteri Pada Berbagai Volume Medium NPK (cfu/ml) (Transformasi log) (Pada Pengamatan Hari Terakhir) Volume Medium NPK
Rata-rata Jumlah Sel Bakteri (105) cfu/ml
Transformasi log
100 ml
129,889
7,092b
500 ml
97,556
6,975a
2500 ml
107,889
7,020ab
BNT 5%
0,0797
Keterangan : Rata-rata yang didampingi oleh notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p = 0,05 bahwa
Pada Tabel 4 menunjukkan jumlah sel bakteri tertinggi
109
Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 diperoleh pada perlakuan kecepatan aerasi 1,5 vvm yaitu sebesar 1,24.107 cfu/ml, sedangkan jumlah sel bakteri terendah diperoleh pada perlakuan kecepatan aerasi 2 vvm yaitu sebesar 9,6.106 cfu/ml. Tabel 4. Rerata Jumlah Sel Bakteri Pada Berbagai Kecepatan Aerasi (cfu/ml) (Transformasi log) (Pada Pengamatan Hari Terakhir)
Kecepatan Aerasi
Rata-rata Jumlah Sel Bakteri (105) cfu/ml
Transfor masi log
1 vvm
115,1111
7,045ab
1,5 vvm
124,1111
7,075b
2 vvm
96,1111
6,968a
BNT 5%
0,0787
Keterangan : Rata-rata yang didampingi oleh notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p = 0,05 Hal ini dikarenakan pada kecepatan aerasi 1,5 vvm kadar oksigen terlarut di dalam medium NPK sudah
cukup baik untuk digunakan oleh bakteri Pseudomonas fluorescens untuk proses pertumbuhan selnya, sedangkan pada kecepatan aerasi 2 vvm kadar oksigen terlarut yang terdapat dalam medium NPK sudah berlebihan sehingga dapat menyebabkan autolisis bagi bakteri, hal tersebut dapat menghambat pertumbuhan sel bakteri. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa jumlah sel bakteri tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan volume medium mineral NPK 100 ml dengan kecepatan aerasi 1,5 vvm yaitu sebesar 1,75 . 107 cfu/ml. Jumlah sel bakteri terendah diperoleh pada kombinasi perlakuan volume medium mineral NPK 500 ml dengan kecepatan aerasi 2 vvm yaitu sebesar 7,3 . 106 cfu/ml. Hal ini tidak sesuai pada Tabel 2, yaitu pada volume medium 100 ml dengan kecepatan aerasi 1,5 vvm persentase perombakan ABS nya sebesar 63,049% sedangkan pada volume medium 500 ml dengan kecepatan aerasi 2 vvm persentase perombakan ABS nya sebesar 67,959%.
Tabel 5. Rerata Jumlah Sel Bakteri Pada Berbagai Kombinasi Perlakuan Volume Medium NPK dan Kecepatan Aerasi (cfu/ml) (Transformasi log) dengan Uji DMRT (Pada Pengamatan Hari Terakhir) Volume Medium NPK
Kecepatan Aerasi
Rata-rata Jumlah Bakteri (105) fu/ml
Transformasi log
Notasi
1 vvm 87 6,937 ab 1,5 vvm 175 7,238 e 2 vvm 127,667 7,128 cde 1 vvm 121 7,070 bcd 500 ml 1,5 vvm 93,67 6,971 abc 2 vvm 78 6,886 a 1 vvm 137,33 7,128 de 2500 ml 1,5 vvm 103,667 7,015 abcd 2 vvm 82,667 6,916 a Keterangan : Rata-rata yang didampingi oleh notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p = 0,05 100 ml
110
Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120
7 .1 9 9 9 1 7 .0 3 8 4 1 6 .8 7 6 9 2
.
6 .7 1 5 4 2 6 .5 5 3 9 3
2 5 0 0 .0 0 1 .0 0
1 9 0 0 .0 0 1 .2 5
1 3 0 0 .0 0 1 .5 0
A : Vo lu m e M e d iu m N 7 0P0K. 0 0 1 0 0 .0 0
1 .7 5 2 .0 0
B : K e c e p a ta n A e r a s i
Gambar 4. Kurva Jumlah Sel Bakteri Terhadap Kombinasi Antara Perlakuan Volume Medium NPK dan Kecepatan Aerasi tersebut diperlukan untuk memecah Data tersebut membuktikan rantai karbon dan senyawa aromatis bahwa energi yang dihasilkan pada dari ABS menjadi senyawa karbon proses metabolisme tidak hanya yang lebih sederhana, senyawa karbon digunakan untuk merombak ABS tapi tersebut digunakan untuk proses juga digunakan untuk proses metabolisme dan pertumbuhan sel pertumbuhan sel bakteri. (Lily dan Barnet, 1951) dan pengaruh Pada Gambar 4 dapat dilihat yang diberikan sama dengan pengaruh bahwa jumlah sel bakteri mengalami nutrisi terhadap kecepatan penurunan pada volume medium 500 ml pertumbuhan dan reaksi metabolisme dan 2500 ml, tetapi penurunan jumlah (Wibowo, 1990). sel bakteri tersebut tidak hanya Derajat Keasaman (pH) dipengaruhi oleh volume medium saja tapi juga dipengaruhi oleh kecepatan Pada Tabel 6 menunjukkan aerasi. Pada kecepatan aerasi 1 vvm dan rata-rata nilai pH medium adalah 1,5 vvm jumlah sel bakterinya banyak sebesar 6,69. Nilai rata-rata pH tapi pada kecepatan aerasi 2 vvm jumlah medium tersebut menunjukkan sel bakterinya sedikit. Hal tersebut penurunan dari nilai pH awal medium disebabkan oleh jumlah substrat dan yaitu 6,95. Penurunan nilai pH kadar oksigen terlarut yang terkandung medium yang terjadi pada akhir waktu dalam medium, jumlah substrat tersebut pengamatan tersebut disebabkan oleh mempengaruhi pertumbuhan sel bakteri aktivitas bakteri dalam merombak karena di dalam substrat tersebut senyawa ABS, dalam perombakan terdapat sumber karbon dan sumber tersebut dihasilkan residu gugus nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh sulfonat dari ABS yang kemudian bakteri untuk proses pertumbuhan sel teroksidasi menjadi asam sulfat bakteri (Mangunwidjaja dan Suryani, (Harijati dkk, 1994). Gugus pada 1994). Kecepatan aerasi juga asam sulfonat tersebut mudah berpengaruh terhadap pertumbuhan sel terombak di alam karena merupakan bakteri, karena kecepatan aerasi gugus polar yang mudah larut di digunakan untuk mengatur konsentrasi dalam air (Anonim, 1991; Bailey, oksigen terlarut, oksigen terlarut 1989; Grayson, 1983; Parker, 1993).
111
Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120
Tabel 6. Pengamatan Nilai pH Medium NPK Pada Pengamatan Hari Terakhir Volume Medium NPK
100 ml
500 ml
2500 ml
Kecepatan Aerasi
pH medium pada hari ke-30
1 vvm
6,63
1,5 vvm
6,68
2 vvm
6,75
1 vvm
6,78
1,5 vvm
6,85
2 vvm
6,82
1 vvm
6,54
1,5 vvm
6,85
2 vvm
6,70
Analisis Terbaik
Pemilihan
Alternatif
Analisis pemilihan alternatif terbaik menggunakan metode “Multiple Attributes” didasarkan pada hasil analisis terhadap kadar ABS, jumlah total bakteri dan pH medium NPK. Nilai ideal dari setiap kombinasi perlakuan yang dijadikan sebagai dasar dalam pemilihan alternatif terbaik pada metode ini adalah nilai yang sesuai dengan harapan. Hasil perhitungan dengan menggunakan metode “Multiple Attributes” dapat dilihat pada Tabel 7. Masing-masing atribut dihitung derajat kerapatannya (dk1) terhadap alternatif yang ada sesuai dengan fungsi tujuannya yaitu maksimum atau minimum. Selanjutnya dihitung jarak kerapatan (Lp) alternatif terhadap atribut tertentu. Alternatif terbaik yang dipilih adalah alternatif yang memiliki nilai jarak kerapatan (Lp) terkecil.
Tabel 7. Hasil Perhitungan Analisis Data Atribut, Derajat Kerapatan (dk) dan Jarak Kerapatan (Lp) Atribut (%) Perom. ABS Tot. Bak (Transf. log) pH (Transf.a kar+½) dk1 dk2 dk3 L1 L2 L∞
V1A1
V1A2
V1A3
V2A1
53,36
52,70
60,47
65,11
60,13
55,52
6,937
7,238
7,101
7,070
6,971
2,671
2,679
2,692
2,698
0,819 0,958 0,985 0,079 0,062 0,060
0,809 1,000 0,988 0,068 0,064 0,064
0,929 0,981 0,993 0,033 0,025 0,024
1,000 0,977 0,995 0,009 0,008 0,008
Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai jarak
112
Alternatif V2A2 V2A3
V3A1
V3A2
V3A3
59,18
62,28
63,33
6,886
7,128
7,015
6,916
2,711
2,706
2,653
2,712
2,684
0,924 0,963 0,999 0,038 0028 0,026
0,853 0,951 0,998 0,066 0,052 0,049
0,909 0,985 0,978 0,043 0,032 0,030
0,957 0,969 1,000 0,025 0,018 0,015
0,973 0,956 0,989 0,027 0,018 0,015
kerapatan minimum untuk L1 = 0,0094 yaitu alternatif perlakuan volume medium NPK 500 ml dengan
Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120
Perencanaan Unit Pengolahan Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) Perencanaan Bioreaktor
Peningkatan
Skala
Kurva Perombakan ABS pada perlakuan V2A1
90 Persentase Perombakan (%)
kecepatan aerasi 1 vvm, L2 = 0,0079 yaitu alternatif perlakuan volume medium NPK 500 ml dengan kecepatan aerasi 1 vvm, dan L∝ = 0,0077 yaitu alternatif perlakuan volume medium NPK 500 ml dengan kecepatan aerasi 1 vvm, sehingga didapatkan bahwa alternatif perlakuan volume medium NPK 500 ml dengan kecepatan aerasi 1 vvm dipilih sebagai alternatif terbaik. Selanjutnya alternatif terbaik tersebut digunakan untuk merencanakan unit pengolahan limbah yang mengandung Alkyl Benzene Sulfonat (ABS).
Bioreaktor yang akan direncanakan dibuat dengan sistem kontinyu. Caranya dengan menghitung nilai µ atau laju perombakan ABS oleh bakteri Pseudomonas fluorescens pada perlakuan volume medium NPK 500 ml dengan kecepatan aerasi 1 vvm.
70 60 50 40 30 20 10 0 0
6
12
18
24
30
36
Waktu Inkubasi (hari)
Gambar 5. Kurva Perombakan ABS pada Perlakuan Terbaik Berdasarkan Gambar 5, maka dapat dihitung laju perombakannya (k) dengan rumus : k=
Berdasarkan informasi yang diperoleh, yaitu jumlah limbah deterjen yang dibuang oleh pabrik sirup LEO sebesar 2500 liter sampai 5000 liter per hari dan rancangan volume biorekator skala laboratorium, maka akan dilakukan perencanaan peningkatan skala bioreaktor untuk merombak ABS yang merupakan bahan aktif dari deterjen. Pada hasil penelitian ini diperoleh alternatif terbaik untuk pengolahan limbah deterjen, yaitu perlakuan volume medium NPK 500 ml dengan kecepatan aerasi sebesar 1 vvm.
80
logXt – logX0 0,301 x t
Data yang diambil untuk menghitung laju perombakan ABS adalah data pada hari ke-6 dan data pada hari ke30. Pengambilan data pada hari tersebut dikarenakan perombakan ABS oleh bakteri Pseudomonas fluorescens pada hari ke-6 sampai hari ke-30 menunjukkan peningkatan persentase perombakan ABS yang tinggi, dari data di atas maka dapat dihitung laju perombakan ABS oleh bakteri Pseudomonas fluorescens. X hari ke-6=27,52; X hari ke30=81,91; t1=6 hari; t2=30 hari sehingga k=
log (81,91) – log (27,52) 0,301 x 24
k = 0,065571 / hari dari nilai k dapat diketahui nilai µ, yaitu : µ = k ln 2 µ = 0,065571 x 0,69
113
Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 µ = 0,045451 / hari = 0,001894 / jam Jadi nilai µ yang diperoleh sebesar 0,001894 / jam, dari nilai µ tersebut dapat ditentukan nilai D atau dilution ratenya. µ = D = 0,045451 / hari Setelah diketahui nilai D-nya, maka selanjutnya dapat dihitung kapasitas dari bioreaktor yang akan direncanakan dengan memperhatikan debit limbah setiap harinya. Debit limbahnya sebesar 5000 liter / hari (F). Setelah itu dihitung kapasitas bioreaktor
V=
5000 liter / hari 0,045451 / hari
V = 110009,3 liter = 110,0093 m3 Setelah diketahui kapasitas bioreaktor, maka selanjutnya dihitung dimensi ruangnya dengan acuan dimensi ukuran bioreaktor skala laboratorium (pada penelitian), dari perhitungan luas alas x tinggi maka diperoleh ukuran bioreaktor, yaitu berdiameter 8,54 meter dengan tinggi 1,93 meter.
Fasilitas Pengolahan Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) Fasilitas pengolahan ABS ini terdiri dari fasilitas utama dan fasilitas pendukung. Fasilitas utamanya adalah bioreaktor dan aerator. Ukuran bioreaktor yang digunakan sesuai dengan perencanaan peningkatan skala bioreaktor, yaitu bioreaktor berdiameter 8,54 meter dengan tinggi 1,93 meter yang berkapasitas 110,0093 m3. Aerator juga merupakan fasilitas utama dari pengolahan ABS yang berfungsi sebagai penyedia oksigen. Aerator yang digunakan dalam pengolahan ABS
114
berupa kompresor. Kompresor tersebut diatur kecepatan aerasinya sesuai dengan alternatif terbaik, yaitu 1 vvm. Pengaturan kecepatan aerasi dapat dilakukan dengan menggunakan pipa tube, caranya dengan menghubungkan pipa dari kompresor ke pipa tube kemudian dari pipa tube dihubungkan dengan pipa aerasi pada bioreaktor. Kompresor yang digunakan dalam pengolahan ABS adalah kompresor yang berkapasitas 1 psi per menit dengan kecepatan aliran sebesar 3,65 CFM. Fasilitas pendukung yang diperlukan dalam pengolahan ABS adalah alat penyaringan yang berfungsi untuk mencegah terikutnya sampah lain seperti kertas ke dalam bioreaktor, pompa air dengan kapasitas 340 liter per menit untuk memompa limbah deterjen dari kolam penampungan ke dalam bioreaktor, pipa penyaluran yang berdiameter 2 inch untuk mengalirkan limbah deterjen dari kolam penampungan ke bioreaktor dan dari bioreaktor ke kolam desinfeksi, pipa penyaluran yang berdiameter 3/4 inch untuk mengalirkan oksigen dari kompresor ke bioreaktor, kolam desinfeksi yang berfungsi untuk mengurangi jumlah bakteri patogen (bakteri Pseudomonas fluorescens) yang terkandung dalam limbah yang sudah diolah sebelum limbah tersebut dibuang ke alam, saluran air atau selokan yang berfungsi untuk mengalirkan limbah yang sudah diolah dari kolam desinfeksi ke sungai, keran yang berfungsi untuk mengatur pengaliran limbah deterjen ke biorekator dan dari bioreaktor dan regulator yang berfungsi untuk mengatur pengaliran oksigen dari kompresor ke bioreaktor Tenaga Kerja Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengoperasikan unit pengolahan ABS adalah sebanyak 3 orang, dari ketiga pekerja tersebut
Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 dibutuhkan satu pekerja yang memiliki keahlian khusus, yaitu dalam bidang mikrobiologi, sedangkan kedua pekerja lainnya tidak dituntut memiliki keahlian tertentu. Pekerja yang memiliki keahlian khusus dalam bidang mikrobiologi bertugas untuk membuat starter pengolahan limbah ABS dan mengatur kecepatan aerasi, sedangkan kedua pekerja lainnya bertugas untuk mengoperasikan pompa, mengatur pengaliran limbah dari kolam penampungan ke bioreaktor, dari bioreaktor ke kolam desinfeksi dan dari kolam desinfeksi ke saluran pembuangan. Pekerja juga melakukan perawatan pada fasilitas utama dan fasilitas pendukung dari unit pengolahan ABS. Sistem Pengoperasian Bioreaktor Pengolahan Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) Sebelum mengoperasikan fermentor, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat starter untuk pengolahan limbah ABS. Pembuatan starter harus dilakukan secara bertahap mulai dari volume kecil sampai volume yang sesuai dengan keinginan kita, sehingga pada saat diinokulasikan ke dalam medium, bakteri dalam fase logaritmik. Jumlah bakteri yang akan diinokulasikan harus memenuhi syarat hidup yaitu 107 cfu / ml. Setelah mendapatkan starter yang baik, maka limbah deterjen yang tertampung dalam kolam penampungan dan sudah mengalami proses penyaringan, dimasukkan ke dalam bioreaktor dengan menggunakan pompa air. Limbah dalam bioreaktor tersebut kemudian ditambah dengan starter yang sudah disiapkan sebanyak 10 persen dari volume limbah deterjen yang dimasukkan ke dalam bioreaktor. Kompresor yang sudah diatur kecepatan
aerasinya dan sudah dihubungkan dengan bioreaktor dihidupkan, untuk menyediakan oksigen pada bioreaktor tersebut, karena proses perombakan senyawa aromatis pada ABS memerlukan oksigen (Lee, 1980 dan Sardjoko, 1991) dan bakteri yang digunakan dalam proses perombakan ini adalah bakteri yang bersifat aerobik (Brock, Madigan and Parker, 1994). Pada saat itu nutrisi NPK dan garam-garam mineral lainnya dapat ditambahkan ke dalam bioreaktor untuk membantu kerja enzim pada proses metabolisme pada tubuh bakteri dalam merombak senyawa ABS (Wignyanto, 1998). Pada hari ke-30, limbah yang sudah diolah yang terdapat dalam bioreaktor disalurkan ke kolam desinfeksi sebanyak 5000 liter dan pada waktu yang bersamaan tersebut limbah deterjen yang baru dibuang ke kolam penampungan sebanyak 5000 liter dimasukkan ke dalam bioreaktor dan kemudian ditambah dengan starter yang sudah disiapkan sebanyak 10 persen dari volume limbah deterjen tersebut. Limbah yang sudah disalurkan ke kolam desinfeksi kemudian ditambah dengan klorin (Ca(OCl)2) untuk membunuh bakteri patogen yang terdapat dalam limbah tersebut. Klorin yang dibutuhkan sebanyak 25 mg per liter (Linsley dan Franzini, 1985). Limbah tersebut dibiarkan selama 2 hari dalam kolam desinfeksi, sehingga jumlah bakteri patogen tersebut menurun. Waktu 2 hari dilakukan karena dalam waktu tersebut klorin dapat membunuh bakteri patogen secara efektif (Linsley dan Franzini, 1985). Setelah itu limbah ABS dapat langsung dibuang ke alam. Model unit pengolahan limbah deterjen dapat dilihat pada Gambar 6.
115
Pompa
K1
Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120
T2
Kompresor Kr1
Br1
Pipa aerasi
R1
Kr2 Kr4
Selokan
Kr6
K3
Kr5
K2
T1
Kr3
Gambar 6. Model Unit Pengolahan Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) dengan Sistem Kontinyu Keterangan Gambar : • Pompa Air • Kompresor − Kr1: Stop keran inlet starter ke bioreaktor (diameter : 2 “) − Kr2: Stop keran inlet limbah ke bioreaktor (diameter : 2 “) − Kr3: Stop keran inlet nutrisi ke bioreaktor (diameter : 2 “) − Kr4: Stop keran outlet limbah dari bioreaktor (diameter : 2 “) − Kr5: Stop keran outlet limbah dari kolam desinfeksi pertama ke kolam desinfeksi kedua (diameter : 2 “) − Kr6: Stop keran outlet limbah dari kolam desinfeksi kedua ke selokan (diameter : 2 “) − R1: Regulator (pengatur kecepatan aerasi) (berdiameter : 0,75 “) − T1: Tabung penampungan nutrisi − T2: Tabung penampungan starter − Br1: Bioreaktor berkapasitas 110,0093 m3 (Ø : 8,54 m T : 1,93 m) − K1: Kolam Penampungan (PxLxT : 2 m x 1,5 m x 1,8 m) − K2 - K3: Kolam Desinfeksi (PxLxT : 2 m x 1,5 m x 1,8 m) − : Arah aliran (pipa PVC diameter : 2 inchi) − Selokan : Saluran pembuangan
116
Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 Biaya Perencanaan Fasilitas Pengolahan Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) Biaya yang dibutuhkan untuk membangun fasilitas pengolahan limbah ABS dengan kapasitas bioreaktor 110,0093 m3 adalah sebesar Rp96.361.900,00 untuk modal tetap. Pengeluaran yang paling besar untuk modal tetap adalah biaya pembuatan bioreaktor, yaitu sebesar Rp34.350.800,00. Biaya operasional unit pengolahan ABS yang harus dikeluarkan oleh pemilik industri setiap tahunnya adalah sebesar Rp109.526.350,00 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan volume medium NPK memberikan pengaruh nyata terhadap persentase perombakan ABS dan jumlah bakteri tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH medium. Perlakuan kecepatan aerasi memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah bakteri tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH medium dan kombinasi perlakuan volume medium NPK dan perlakuan kecepatan aerasi memberikan pengaruh nyata terhadap persentase perombakan ABS tetapi berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah bakteri dan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH medium. Persentase perombakan ABS tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan volume medium NPK 500 ml dengan kecepatan aerasi 1 vvm yaitu sebesar 81,91%, jumlah sel bakteri tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan volume medium NPK 100 ml dengan kecepatan aerasi 1,5 vvm yaitu sebesar 1,75 . 107 cfu/ml, nilai pH medium tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan volume medium NPK 500 ml dengan kecepatan aerasi 1,5 vvm dan volume medium NPK 2500 ml dengan kecepatan aerasi 1,5 vvm yaitu sebesar 6,85.
Alternatif terbaik yang didapatkan adalah alternatif perlakuan volume medium NPK 500 ml dengan kecepatan aerasi 1 vvm dengan L1 =
0,0094, L2 = 0,0079 dan L∝ = 0,0077. Berdasarkan alternatif terbaik tersebut maka dibuat perencanaan fasilitas pengolahan limbah ABS dengan kapasitas bioreaktor 110,0093 m3 liter yang berdiameter 8,54 m dengan tinggi 1,93 m. Kapasitas yang direncanakan tersebut untuk menampung limbah deterjen sebanyak 5000 liter per hari. Biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan fasilitas ini adalah sebesar Rp96.361.900,00 untuk modal tetap dan untuk biaya operasional sebesar Rp109.526.350,00 per tahun. Saran Perlu penelitian lebih lanjut mengenai peningkatan skala bioreaktor jika ingin diterapkan untuk unit pengolahan limbah deterjen, sehingga proses perombakan yang terjadi di dalam bioreaktor tidak berubah dan juga dihasilkan keluaran yang tidak mengandung ABS. DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 1991. Final Report to : The Soap and Detergent Association. New York. USA. Adam, D.M and T.G. Brawley. 1981. Factors Influencing The Activity of A Heat-Resistant Lipase of Pseudomonas. J. Food Sci. 46 : 677 – 680. Applequist, D.C, De Puy and K.L Pine, 1981. Introduction to Organic Chemistry. John Willey and Sons Inc. New York. Atlas, R.M and R. Bartha, 1981. Microbial Ecology Addison. Wesley Publishing Company Inc. California. Brock, TD. Madigan, MT. Martinko, JM and Jack, P. 1994. Biology of Microorganism. 7th edition. Prentice Hall Inc.
117
Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 Englewood cliffs. New Jersey. Clesceri, L.S, A.E Greenberg and R.A Trussel. 1989. Standart Methods for The Examination of Water and Waste Water. 17th edition. APHA AWWA and WPCF. Washington. Degremont. 1993. Pengolahan Deterjen. Terjemahan : Razif.M. Surabaya Post. Surabaya Dixon, WJ and FJ Massey. 1991. Pengantar Analisis Statistik. Penerjemah Samiyono, SK. Edisi keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Dowson, DD. DC, Elliot and K.M, Jones. 1986. Data for Biochemical Research. Clarendon Press. Oxford. Ekowati,G. Harijati, N. Arisoesilaningsih, E dan M.M Khunur. 1992. Studi Respirasi Tanah Sawah dan Tegalan yang Terkena Deterjen serta Usaha Isolasi Mikroba Tanah Pengurai Deterjen. J Ilmu-Ilmu Hayati Universitas Brawijaya Volume 4 No. 2 : 59 – 65. Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta. . 1993. Analisa Mikrobiologi Pangan. Rajawali Press. Jakarta. Fessenden, R.J and Fessenden, J.S. 1989. Kimia Organik II. Terjemahan : Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta. Frosbisher, M. 1962. Fundamental of Microbiology. 7th edition. WB. Sounders. Philadelphia Gledhill, WE. 1974. Linear Alkyl Benzene Sulfonate. Biodegradation and Aquatic
118
Interaction. Adv Appl Microbiol 17 : 265 – 293. Hanafiah, KA. 1995. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Harijati, N. Suharjono dan TH Kurniati. 1994. Potensi Komunitas Bakteri Pemecah Deterjen Jenis Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) dan Linier Alkyl Benzene Sulfonat (LAS). J Ilmu-Ilmu Hayati Universitas Brawijaya Volume 6 No. 2: 100 – 108. Johnson, R. 1992. Elementary Statistics.6th edition. PWSKENT Publishing Company. California USA. Kaback, HR. Rudnick G, Schuldiner S. 1993. Active Transport in Isolated Bacterial Membrane Vesicles Binding of β-Galactosidase to the Lac Carrier Protein. New York. Kaczorowski GJ, Robertson DE, Garcia ML, Padan E, Patel I, Le Blanc G, Kaback HR. 1980. Energetics and Mechanisms of Lactose Translocation in Isolated Membrane Vesicles of Escherichia coli. New York. Leary, J.O and L.O Flynn. 1997. A Bunquet for Bacteria. http://www.dow.com/ Lee, H.J and H.W, Soon. 1980. Biodegradation of Detergent and Comparism of Adaptibility to Detergent. Kor J. Microbiol. 18 : 153 160 Linsley RK and Franzini JB. 1985. Teknik Sumber Daya Air. Diterjemahkan oleh :
Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 Sasongko D. Erlangga. Jakarta. Mangunwidjaja. D, Suryani.A dan E.G Sa’id 1994. Teknologi Bioproses. Penebar Swadaya. Bogor Oxender DL and Quay S. 1989. Binding Proteins and Membrane Transport. An New York Acad Sci.
Respati. 1980. Pengantar Kimia Organik II. Angkasa Baru. Jakarta. Rosen, M.J. 1978. Surfactans and Interfacial Phenomena. John Willey and Sons. New York. Sa’id,
Pelczcar, JR. ECS, Chan and MR. Krieg. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 2. Mc Graw Hill Company. New York. Pelczar,
G.E. 1987. Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta 1992. Teknologi Bioproses. Penebar Swadaya. Bogor.
M. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Diterjemahkan : Ratna Sri Hadioetomo. UI Press. Jakarta.
Sardjoko. 1991. Bioteknologi Latar Belakang dan Beberapa Penerapannya. PT Gramedia, Jakarta.
Pelczar, M. 1958. Microbiology. Mc Graw Hill Book. New York.
Sawyer, EN and Mc Carty. 1978. Chemistry for Environmental Engineering. Mc Graw Hill Company. New York.
Pine, SH. 1987. Organic Chemistry. Mc Graw Hill Company. New York. Pryde,
LT. 1973. Environmental Chemistry An Introduction. Cumming Publishing Company. Sydney.
Purnomo, B. 1992. Efek Deterjen. Fakultas Sarjana IPB. Bogor.
Toksik Pasca
Putriavisty, L. 1997. Pengaruh pH dan Suhu Terhadap Efektifitas Biodegradasi ABS oleh Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang
Schlegel, H. 1994. Mikrobiologi Umum. Diterjemahkan : Tedjo Baskoro. 6th edition. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta. Siagian.
1987. Operasional. Jakarta.
Smith,
E.J. 1995. Bioteknologi. Terjemahan : Hartono. A. Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
Penelitian UI Press.
Suharto, I. 1995. Bioteknologi dalam Dunia Industri. Andi Offset. Yogyakarta
Ramos and Leyva, R. 1989. Effect of Temperature and pH On The Adsorption of An Anionic Detergent On Activated Carbon. J Chemistry Tech. Biotechnology. 16 : 122 - 130
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Ratledge, C. 1994. Biochemistry of Microbial Degradation. Kluwar Academic Publisher. London.
Surya
Suriawira, U. 1993. Mikrobiologi Air. Penerbit ITB. Bandung. Widjojo, Kinetika
WMH. 1989. Pertumbuhan
119
Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 Mikroba. Kursus singkat Bioteknologi. PAU Bioteknologi. ITB. Bandung Volk and Wheeler. 1984. Mikrobiologi Dasar. Penerbit Gramedia. Jakarta Watson JD, Tooze J and David KT. 1988. DNA Rekombinan Suatu Pelajaran Singkat. Diterjemahkan oleh : Gunarso W. Erlangga. Jakarta. Wignyanto. 1998. Biodegadasi Alkyl Benzene Sulfonate Pendekatan Eksperimental Laboratorik untuk Pengolahan Limbah. Disertasi Universitas Airlangga. Surabaya. Yitnosumarto, S. 1993. Percobaan Perancangan, Analisis dan Interpretasinya. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Zeleny, M. 1982. Multiple Criteria Decision Making. Mc Graw Hill Book Company. New York.
120