perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERBEDAAN PERSENTASE NILAI ARUS PUNCAK EKSPIRASI (APE) PADA WANITA YANG TERPAPAR DAN TIDAK TERPAPAR ASAP OBAT NYAMUK BAKAR DI BEKONANG SUKOHARJO
SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Yunda Alhusna Arifa G0007175
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta,
2010
Yunda Alhusna Arifa NIM. G0007175
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Yunda Alhusna Arifa, G0007175, 2010. Perbedaan Persentase Nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) pada Wanita yang Terpapar dan Tidak Terpapar Asap Obat Nyamuk Bakar di Bekonang Sukoharjo, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan persentase nilai APE pada wanita yang terpapar dan tidak terpapar asap obat nyamuk bakar di Bekonang Sukoharjo. Metode : Penelitian ini merupakan observasional analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional menggunakan Fixed exposure sampling. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 60 orang, 30 orang terpapar asap obat nyamuk bakar (P) dan 30 orang tidak terpapar asap obat nyamuk bakar (K). Masing-masing kelompok diukur nilai APE-nya dengan menggunakan peak flow meter. Persentase nilai APE didapat dengan membandingkan nilai APE hasil pengukuran dengan nilai APE pada tabel nilai APE Tim IPP untuk wanita Indonesia berdasarkan umur dan tinggi badan masing-masing sampel. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase nilai APE pada wanita yang terpapar lebih rendah daripada wanita yang tidak terpapar asap obat nyamuk bakar di Bekonang Sukoharjo, dengan nilai p=0,005. Simpulan : Simpulan penelitian yang diperoleh adalah bahwa terdapat perbedaan persentase nilai APE antara wanita yang terpapar dan tidak terpapar asap obat nyamuk bakar di Bekonang Sukoharjo. Persentase nilai APE pada wanita yang terpapar lebih rendah daripada wanita yang tidak terpapar asap obat nyamuk bakar di Bekonang Sukoharjo.
Kata kunci : Asap, Obat Nyamuk Bakar, APE
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Yunda Alhusna Arifa, G0007175, 2010. The Difference of Peak Expiratory Flow’s (PEF) Percentage between Women who Exposured and do not Exposured to Mosquito Coil’s Smoke in Bekonang Sukoharjo, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta Objective : This research is aimed to know the difference of PEF’s percentage between women who exposured and do not exposured to mosquito coil’s smoke in Bekonang Sukoharjo. Method : This research is analytic observational research by using cross sectional with fixed exposure technic sampling. The subjects are women who exposured (P) and do not exposure to mosquito coil’s smoke (K) with each of 30 samples, total subjects are 60 samples. The PEF’s value of each grup measured by using peak flow meter.The result is analyzed with Mann-Whitney test. Percentage of PEF analyzed by compared between PEF’s value that measured by using peak flow meter and PEF’s value from PEF’s value table of IPP’s team for Indonesian woman that according to age and height. Result : The result showed that PEF’s percentage of women who exposured is lower than women do not exposured to mosquito coil’s smoke in Bekonang Sukoharjo (p=0,005). Conclusion : This research concluded that there is difference of PEF’s percentage between women who exposured and do not exposure to mosquito coil’s smoke in Bekonang Sukoharjo. The PEF’s percentage of women who exposured is lower than women do not exposured to mosquito coil’s smoke in Bekonang Sukoharjo.
Keyword : Smoke, Mosquito Coil, PEF
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, atas segala karunia yang dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul Perbedaan Persentase Nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) Pada Wanita yang Terpapar dan Tidak Terpapar Asap Obat Nyamuk Bakar Di Bekonang Sukoharjo ini diajukan dalam rangka melengkapi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu yaitu : 1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr.,M.Kes selaku ketua Tim Skripsi beserta staff. 3. Yusup Subagio, dr., Sp.P selaku Pembimbing Utama yang telah membimbing dan memberi saran-saran yang bermanfaat. 4. Balgis, dr., Sp.AK., M.Sc., CMFM selaku Pembimbing Pendamping yang telah membimbing dan member saran-saran yang bermanfaat. 5. Ana Rima Setijadi, dr., Sp.P selaku Penguji Utama yang telah memberi masukan-masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Nanang Wiyono, dr., M.Kes selaku Anggota Penguji atas masukan, kritik, saran yang diberikan. 7. Bapak dan Ibu tercinta serta adik-adik ku tersayang Winda dan Ilham atas dukungan dan do’a yang mengalir di setiap waktu. Kalian-lah inspirasi dan semangat dalam hidupku. 8. Kepala Kelurahan Desa Bekonang Sukoharjo atas izinnya melakukan penelitian di Desa Bekonang Mojolaban Sukoharjo. 9. Staff SMF Paru RSUD dr.Moewardi atas bantuannya kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Cupuwatie Cahyani, Kiki Nirmawati, Desi Ekawati, Yustin Kurnia dan Nur Afifah atas pengorbanannya menemani penulis dalam penelitian di lapangan dan dukungan serta semangatnya. 11. K.Bintang.D dan Lazuardi.L.Senja atas impian dan harapan yang diberikan. 12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas bantuannya, sehingga skripsi ini dapat selesai. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini berguna untuk kita semua. Surakarta,
commit to user
vi
November 2010
Yunda Alhusna Arifa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman PRAKATA.................. .................................................................................. vi DAFTAR ISI.................................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. viii DAFTAR TABEL…. .................................................................................... ix BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1 B. Perumusan Masalah ................................................................... 3 C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 3 D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 3 BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 5 B. Kerangka Pemikiran ................................................................. 22 C. Hipotesis ................................................................................... 23 BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ......................................................................... 24 B. Lokasi Penelitian ...................................................................... 24 C. Subjek Penelitian ...................................................................... 24 D. Sampel Penelitian ...................................................................... 25 E. Identifikasi Variabel ................................................................. 26 F. Definisi Operasional Variabel .................................................. 27 G. Alur Penelitian………………. ................................................ 32 H. Instrumentasi Penelitian ........................................................... 32 I. Cara Kerja ................................................................................ 32 J. Teknik Analisis Data ................................................................ 34 BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Distribusi Demografi................................................................ 36 B. Distribusi Sampel Berdasarkan Nilai APE…........................... 38 C. Analisis data…………………………………………………. 40 BAB V. PEMBAHASAN ........................................................................... 42 BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ................................................................................ 47 B. Saran ..................................................................................... 47 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 48 LAMPIRAN
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lembar Penjelasan untuk Responden
Lampiran 2.
Informed Consent
Lampiran 3.
Kuesioner Penelitian
Lampiran 4.
Nilai Normal APE (L/dtk) Wanita Indonesia berdasarkan Tim IPP tahun 1992
Lampiran 5.
Data Demografi Responden Hasil Penelitian
Lampiran 6.
Data Nilai APE Responden
Lampiran 7.
Uji Normalitas Persentase Nilai APE
Lampiran 8.
Lampiran Perhitungan Statistik dengan Uji t
Lampiran 9.
Surat Izin Penelitian dan Pengambilan Data dari Fakultas
Lampiran 10.
Surat Izin Peminjaman Alat dari Fakultas
Lampiran 11.
Surat Izin Penelitian dan Pengambilan Data dari Kelurahan
Lampiran 12.
Ethical Clearance
Lampiran 13.
Foto Penelitian
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1.
Distribusi Karakteristik Demografi Responden berdasarkan Umur, Pekerjaan, Tingkat Pendidikan, Lantai Rumah, Sarana Memasak, dan Tinggi Badan………………………….... 36
Tabel 4.2.
Distribusi Nilai APE Responden berdasarkan Umur dan Tinggi Badan..……………..………………………….……....
Tabel 4.3.
38
Analitik Deskriptif Demografi Responden berdasarkan Umur dan Tinggi Badan.…………………….……………………….
39
Tabel 4.4.
Perhitungan Uji Kolmogorov-Smirnov………….……..…………. 40
Tabel 4.5.
Perhitungan Data Statistik Uji Mann-Whitney………………… 41
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Di daerah tropis seperti Indonesia, nyamuk merupakan serangga yang sering mengganggu kehidupan manusia. Nyamuk juga dapat menyebarkan penyakit seperti malaria, demam berdarah dengue dan filariasis. Untuk mengatasi hal tersebut, masyarakat lebih cenderung menggunakan insektisida (Blondine dan Yuniarti, 2001). Di seluruh dunia, terdapat 4 tipe produk insektisida rumah tangga yang paling sering digunakan, yaitu aerosol, obat nyamuk bakar, obat nyamuk elektrik cair, dan obat nyamuk elektrik padat, yang digunakan sebanyak miliaran buah setiap tahunnya (WHO, 1998). Obat nyamuk bakar adalah anti nyamuk pilihan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah (WHO, 1998). Di Indonesia sendiri, diperkirakan 7 miliar obat nyamuk bakar terjual setiap tahunnya (Krieger, et al., 2003). Saat dinyalakan, obat nyamuk bakar akan menghasilkan asap yang dapat terhirup. Asap tersebut mengandung sejumlah besar partikel submikrometer yaitu fine particles (partikel dengan diameter < 2,5 µm atau PM2,5) (Liu, et al., 2003) dan polutan dalam bentuk gas, seperti karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), NO2, NO, NH3 (Nahsihah dalam Wahyono, 2006). Partikel submikrometer di atas dihasilkan melalui pembakaran tidak lengkap obat nyamuk dan dapat mencapai saluran pernafasan bagian bawah (Lukwa dan Chandiwana, 1998).
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Particulate Matter (PM)2,5 dalam asap obat nyamuk bakar adalah salah satu komponen penting yang berpengaruh terhadap kesehatan (Zaini, 2008). PM2,5 yang dihasilkan dari pembakaran satu obat nyamuk bakar sama dengan menyalakan 75-137 rokok (Liu, et al., 2003). PM terbukti dapat meningkatkan hiperesponsivitas jalan nafas dan menyebabkan penurunan fungsi paru (Brashier, et al., 2009). Menurut Dubois dan Dautrebande dalam Arden Pope, et al.(2003) pada orang sehat, Fine PM dapat menyebabkan bronkospasme jika terhirup. Pembakaran asap obat nyamuk bakar juga menghasilkan formaldehyde kurang lebih sama banyaknya dengan membakar 51 batang rokok. Formaldehyde dapat menganggu keseimbangan mukosiliar clearance, yang mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan nafas (Black, et al., dalam Lin, Krishnaswamy, Chi.(2008). Arus Puncak Ekspirasi (APE) merupakan jumlah aliran udara maksimal yang dapat dicapai saat ekspirasi paksa dalam waktu tertentu setelah inspirasi maksimum terlebih dahulu (Jain, et al., 1998). Persentase nilai APE < 80% dari nilai APE prediksi merupakan pertanda telah terjadi obstruksi pada saluran nafas terutama pada saluran nafas besar (Chan, 2006). Pengukuran dengan peak flow meter merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana (PDPI, 2006) yang dapat mendeteksi secara dini adanya penurunan fungsi paru (Siregar, 2008). Karena pengulangan pengukuran yang mudah, biaya murah, dan memakai alat pengukur peak flow meter yang mudah dibawa membuat pemeriksaan ini ideal untuk pengawasan obtruksi jalan nafas (Jain, et al.,1998).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
Salah satu kriteria eksklusi sampel pada penelitian ini adalah perokok, berdasarkan data susenas 1995 dan 2001, prevalensi merokok laki-laki umur 15 tahun ke atas yang tinggal di desa adalah sebesar 67,0%, sedangkan prevalensi merokok wanita umur 15 tahun ke atas di desa hanya sebesar 1,5 %. Oleh karena itu, pada penelitian ini, sampel yang dipakai adalah wanita. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti merasa perlu mempelajarinya melalui penelitian klinis dengan judul perbedaan persentase nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) pada wanita yang terpapar dan tidak terpapar asap obat nyamuk bakar di Bekonang Sukoharjo. B. Perumusan Masalah Apakah terdapat perbedaan persentase nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) pada wanita yang terpapar dan tidak terpapar asap obat nyamuk bakar di Bekonang Sukoharjo ? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya perbedaan persentase nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) pada wanita yang terpapar dan tidak terpapar asap obat nyamuk bakar di Bekonang Sukoharjo. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam hal perbedaan persentase nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) pada wanita yang terpapar dan tidak terpapar asap obat nyamuk bakar di Bekonang Sukoharjo.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
b. Menambah informasi yang berguna bagi penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh paparan asap obat nyamuk bakar terhadap persentase nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE). 2. Manfaat aplikatif a. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh paparan asap obat nyamuk bakar terhadap fungsi paru. b. Memberikan masukan dan bahan pertimbangan kepada masyarakat dalam menggunakan sarana pengusir nyamuk.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
BAB II LANDASAN TEORI
A.
Tinjauan Pustaka 1. Obat Nyamuk Bakar Obat nyamuk bakar merupakan obat anti nyamuk yang berbentuk coil (kumparan) dan salah satu formulasi obat anti nyamuk yang menimbulkan asap. Selain murah harganya, obat nyamuk bakar juga mudah didapatkan serta cukup efektif dalam membunuh nyamuk. Setiap kumparan obat nyamuk memiliki berat rata-rata 12 gram dan masa pembakaran selama 7,5 sampai 8 jam (Wahyono, 2006). Zat aktif utama dalam sebagian besar obat nyamuk bakar adalah pyrethrins,
sekitar
0,3-0,4%
dari
berat
total
obat
nyamuk
(Liu, et al., 2003). Pyrethrin oleh WHO juga dikelompokkan dalam racun kelas menengah. Pada obat antinyamuk, pyrethrin yang digunakan berupa d-allethrin, transflutrin, bioallethrin, pralethrin, d-phenothrin, cyphenothrin, atau esbiothrin (WHO, 1998). Bahan-bahan lain penyusun obat nyamuk bakar adalah bahanbahan organik, pengikat, pewarna, dan zat-zat tambahan lain yang mudah
terbakar.
Hasil
pembakaran
dari
bahan-bahan
di
atas
menghasilkan sejumlah besar partikel submikrometer dan polutan dalam bentuk gas. Partikel submikrometer ini dilapisi dengan berbagai senyawa organik, beberapa di antaranya karsinogen atau yang dicurigai sebagai commit to user 5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
karsinogen, seperti Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) yang dihasilkan melalui pembakaran tidak lengkap biomassa (bahan dasar obat nyamuk bakar) dan dapat mencapai saluran pernapasan bagian bawah (Lukwa dan Chandiwana, 1998). Pembakaran obat nyamuk bakar juga melepaskan berbagai komponen aromatik seperti benzopyrenes, benzo-fluoroethane (Brashier, et al., 2009). 2. Pengaruh Asap Obat Nyamuk Bakar terhadap Sistem Pernafasan Asap obat nyamuk bakar dikategorikan sebagai salah satu sumber polusi udara di dalam ruangan (Departemen Kesehatan RI, 2008). Polutan dalam asap obat nyamuk bakar : Menurut Nahsihah dalam Wahyono (2006) obat nyamuk bakar jika dinyalakan akan menghasilkan gas-gas polutan berupa karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), NO2, NO, NH3, dan juga fine particles (partikel dengan diameter < 2,5 µm atau PM2,5), polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs), dan aldehydes (Liu, et al., 2003) . a. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) Polycyclic
Aromatic
Hydrocarbons
(PAHs)
merupakan
kelompok senyawa yang memiliki berat molekul besar, dan memiliki struktur dengan banyak cincin aromatik. Senyawa ini banyak terdapat di alam sebagai polutan hasil pembakaran bahan-bahan organik, baik dalam bentuk partikel padat ataupun gas (Mahardini T., Renawati I., Yulistia A, 2008). Beberapa jenis senyawa PAHs bersifat karsinogenik. Bahan ini merupakan salah satu dari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
komponen polutan utama biomassa, dilepaskan dari kondensasi pembakaran gas atau pembakaran tidak sempurna bahan organik (Aditama, 1999). b. Particulate Matter (PM) PM biasanya dikategorikan berdasar seberapa dalam mereka dapat masuk ke dalam sistem pernafasan manusia. Partikel kasar (coarse particles) adalah partikel yang memiliki diameter lebih dari 10 µm. Partikel ini terlalu besar untuk bisa masuk ke dalam saluran pernafasan. Partikel dengan diameter kurang dari 10 µm dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan karena jika terhirup, partikelpartikel ini dapat terakumulasi di dalam sistem pernafasan. Partikel dengan diameter kurang dari 2,5 µm disebut fine particles dan dipercaya dapat menyebabkan risiko kesehatan yang lebih besar karena partikel-partikel ini dapat masuk jauh ke dalam alveoli. Partikel dengan diameter kurang dari 0,1 µm disebut ultrafine particles. Studi epidemiologi melaporkan terdapat hubungan antara PM di udara dengan beberapa efek kesehatan akut, termasuk gejalagejala pernafasan dan disfungsi paru (Lin, et al., 2008). Menurut hasil penelitian Liu, et al. (2003) menyalakan satu obat nyamuk bakar menghasilkan PM2,5 sama dengan menyalakan 75-137 rokok. PM merupakan salah satu komponen penting terkait dengan pengaruhnya terhadap kesehatan (Zaini, 2008). Paparan akut PM akan menimbulkan iritasi, inflamasi dan peningkatan reaktivitas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
bronkus dan dapat menurunkan kemampuan clearance mukosiliar. Sehingga berpotensi untuk menimbulkan mengi, eksaserbasi asma, infeksi saluran pernafasan, bronkitis kronik, penyakit paru obstruktif kronik, dan eksaserbasi akut dari PPOK (Bruce, et al., 2000). Polusi PM terbukti dapat meningkatkan hiperesponsivitas jalan nafas dan menyebabkan penurunan fungsi paru (Brashier, et al., 2009). Menurut Dubois dan Dautrebande dalam (Arden Pope, et al., 2003) pada orang sehat, Fine PM dapat menyebabkan bronkospasme jika terhirup. Mekanisme pengendapan dan penimbunan partikel di dalam paru : 1) Inertia (kelambanan) Untuk partikel ukuran 2-100µ, karena ukuran partikel relatif besar, partikel sulit mengikuti aliran udara yang berkelok-kelok, sehingga mudah membentur selaput lendir dan terperangkap di percabangan bronkus besar. 2) Sedimentasi (gravitasi) Untuk partikel berukuran 0,5-2µ, umumnya akan mengendap di percabangan bronkus kecil dan bronkioli. Gravitasi pengendapan partikel dimungkinkan karena kecepatan aliran udara cukup lamban. 3) Gerakan Brown (proses difusi) Partikel ukuran ± 1µ, akibat gerakan Brown ini, maka partikel akan membentuk permukaan alveoli dan mengendap. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
4) Intersepsi Partikel
berbentuk
serat
(fiber)
dengan
perbandingan
panjang/diameter 3:1, berhubungan dengan bentuknya mudah tersangkut dalam mukosa saluran nafas. 5) Elektrostatik Daya tarik elektrostatik antara partikel-mukosa saluran nafas, berperan pula pada pengendapan partikel. (Winariani, 2004) c. Aldehydes Aldehydes merupakan zat yang dapat menyebabkan iritasi kulit, mata, dan saluran pernafasan atas, aldehydes juga mempengaruhi membran mukosa hidung dan kerongkongan, menyebabkan sensasi terbakar, bronkokonstriksi, tercekik, dan batuk (Lin, et al., 2008). Selain itu, Black, et al., dalam Lin, Krishnaswamy, Chi. (2008) melalui penelitiannya bahwa formaldehyde dapat menganggu keseimbangan mukosiliar clearance. Pembakaran satu obat nyamuk bakar menghasilkan kurang lebih formaldehyde sama banyaknya dengan membakar 51 batang rokok (Liu, et al., 2003). d. CO (Karbon Monoksida) CO adalah salah satu polutan gas terbanyak yang dihasilkan dari pembakaran obat nyamuk bakar (The Hong Kong Polytechnic University, 2004). CO dihasilkan dari pembakaran tidak lengkap bahan organik (Aditama, 1999). Daya ikatnya dengan hemoglobin 230 kali lebih kuat dibandingkan daya ikat zat asam sehingga dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
sejumlah besar ikatan COHb yang beredar, maka sel–sel jaringan dan organ tubuh menjadi kekurangan zat asam. Pada orang sehat di tempat terbuka kadar CO mungkin tidak banyak mengganggu tetapi pada penderita penyakit paru besar sekali pengaruhnya (Antaruddin, 2003). e. NO dan NO2 Sifat racun (toksisitas) gas NO2 empat kali lebih kuat daripada toksisitas gas NO. Organ tubuh yang paling peka terhadap pencemaran gas NO2 adalah paru-paru (Wardhana, 2004). Nilai ambang batas NO2 adalah sebesar 0,05 ppm/jam. Dampak paparan NO2 lebih bersifat kronik. Paparan NO2 sebesar 0,1 ppm selama waktu 1 jam meningkatkan hipereaktivitas bronkus yang diukur dengan inhalasi metakolin serta meningkatkan osbtruksi saluran nafas. Kejadian infeksi saluran nafas meningkat pada orang yang terpapar dengan nitrogen dioksida (Yunus, 1998). f. CO2 Setiap proses pembakaran selalu menghasilkan CO2. Jumlah CO2 yang dihasilkan tergantung pada persediaan O2 di udara. Apabila jumlah O2 di udara cukup, maka akan terjadi pembakaran sempurna dan CO2 yang dihasilkan banyak (Wardhana, 2004). g. NH3 NH3 merupakan salah satu polutan udara yang berbahaya. Beberapa efek NH3 pada sistem pernafasan antara lain : iritasi hidung commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
dan tenggorokan, edema tenggorokan yang menyebabkan obstruksi jalan nafas, batuk, asma, dan penyakit paru obstruktif kronik (Brashier, et al., 2009). 3. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan a. Anatomi Sistem Pernafasan Pulmo adalah organ tubuh yang berhubungan dengan lingkungan (Antaruddin,
diluar 2003).
tubuh, Ketika
yaitu
melalui
masuk
sistem
hidung,
udara
pernafasan disaring,
dihangatkan, dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar mukosa. Partikel debu yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung, dan ke superior di dalam sistem pernafasan bagian bawah menuju ke faring (Price dan Wilson, 2006). Faring merupakan bagian kedua dan terakhir dari saluran pernafasan bagian atas. Faring terbagi menjadi tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring. (Alsagaff dan Mukty, 2008). Udara mengalir dari faring menuju ke laring atau kotak suara. Laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot – otot yang mengandung pita suara. Selanjutnya udara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
inspirasi menuruni trakea. Trakea bercabang menjadi dua bronkus utama yang masuk ke dalam pulmo. Tempat trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai charina. Charina
memiliki
banyak
saraf
dan
dapat
menyebabkan
bronkospasme dan batuk berat jika dirangsang. Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus utama kiri dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal. Sebaliknya, bronkus utama kiri lebih panjang dan lebih sempit dibandingkan dengan bronkus utama kanan dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam (Price dan Wilson, 2006). Setelah masuk pulmo, bronkus primer membentuk tiga bronkus pada pulmo kanan dan dua bronkus pada pulmo kiri. Bronkus primer bercabang berulang-ulang membentuk bronkus-bronkus yang lebih kecil. Cabang-cabang terminalnya dinamakan bronkiolus. Masingmasing bronkiolus bercabang membentuk 5 – 7 bronkiolus terminalis (Junqueira dan Jose, 2001). Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya, ductus alveolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus, dan saccus alveolaris terminalis, yaitu struktur akhir paru. (Price dan Wilson, 2006).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Masing-masing paru berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis. Di pertengahan permukaan medial, terdapat hilus pulmonalis, suatu lekukan tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan saraf ke paru untuk membentuk radiks pulmonalis. Paru kanan sedikit lebih besar dari paru kiri dan dibagi oleh fisura oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan inferior. Sedangkan paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu lobus superior dan inferior (Snell, 2006). Dalam setiap paru terdapat sekitar 300 juta alveoli. Alveolus hanya memiliki satu lapis sel yang diameternya lebih kecil dibandingkan dengan diameter sel darah merah. Terdapat dua tipe lapisan sel alveolar: pneumosit tipe I, merupakan lapisan tipis yang menyebar dan menutupi lebih dari 90% daerah permukaan, dan pneumosit tipe II, yang bertanggung jawab terhadap sekresi surfaktan. Surfaktan dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah kolaps alveolus pada waktu ekspirasi. Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh dinding tipis atau septum. Lubang kecil pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn. Lubang ini memungkinkan hubungan atau aliran udara antar sakus alveolaris terminalis (Price dan Wilson, 2006).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
b. Fisiologi paru Fungsi utama paru adalah untuk respirasi yaitu pengambilan oksigen dari luar masuk ke dalam saluran nafas dan berdifusi ke dalam darah. Proses respirasi dibagi atas tiga tahap utama yaitu ventilasi, difusi dan perfusi (Antaruddin, 2003). Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke luar paru (Price dan Wilson, 2006). Setelah alveoli diventilasi dengan udara segar, langkah selanjutnya dalam proses pernafasan adalah difusi (Guyton, 2008) yang mencakup proses gas-gas melintasi membran alveolus-kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 µm) (Price dan Wilson, 2006). Sedangkan stadium yang ketiga adalah perfusi (Wiyono dan Susanto, 2006). Ketiga komponen ini selalu bersamaan, apabila ada gangguan pada salah satu tahap maka terjadi gangguan pertukaran udara atau gas. Penyakit pada sistem pernafasan dapat menyebabkan disfungsi paru yang signifikan. Disfungsi tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien (Wiyono dan Susanto, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi faal paru antara lain: usia, jenis kelamin, dan latihan fisik (Antaruddin, 2003), lingkungan di mana orang tersebut bertempat tinggal, etnis/suku bangsa, dan nutrisi (Alsagaff dan Mangunnegoro, 1993).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
4. Arus Puncak Ekspirasi (APE) Pemeriksaan faal paru bertujuan untuk mengukur kemampuan paru dalam tiga tahap respirasi, meliputi pemeriksaan ventilasi, difusi, dan perfusi (Yunus dkk, 2003) dan dapat digunakan untuk menilai fungsi integrasi berbagai struktur yang berperan dalam sistem pernafasan serta dapat digunakan untuk mendeteksi dan menilai disfungsi pernafasan yang terjadi. Disfungsi pada satu atau lebih struktur tersebut mengakibatkan hasil pemeriksaan faal paru abnormal. (Wiyono dan Susanto, 2006). Berbagai uji faal paru dapat dilakukan, mulai dari pemeriksaan yang sangat mudah dan sederhana sampai pemeriksaan yang rumit dan memerlukan sarana serta fasilitas yang lebih canggih (Yunus, 1993). Arus Puncak Ekspirasi (APE) merupakan aliran udara ekspirasi terbesar yang didapat melalui ekspirasi maksimum paksa setelah inspirasi maksimum terlebih dahulu. Angka normal APE untuk laki-laki dewasa berkisar antara 500-700 L/menit, sedangkan untuk wanita dewasa berkisar antara 380-500 L/menit (Jain, et al., 1998). Pemeriksaan APE bertujuan untuk mengukur secara objektif arus udara pada saluran nafas besar (Rasmin, et al., 2001), sehingga dapat dipakai untuk mengetahui kenaikan tahanan saluran nafas, yang memberikan gambaran tentang obstruksi saluran nafas (Rahmatullah, 1999). Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan peak flow meter merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana (PDPI, 2006) yang dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
memberikan peringatan dini adanya penurunan fungsi paru (Siregar, 2008). Agar pemeriksaan dapat dikerjakan dengan baik dan benar maka pemeriksa
memberikan
contoh
terlebih
dahulu
(Alsagaff
dan
Mangunnegoro, 1993), selanjutnya penderita disuruh melakukan ekspirasi sekuat tenaga melalui alat tersebut (Yunus, 1993). Persentase nilai APE < 80% dari nilai APE prediksi merupakan pertanda telah terjadi obstruksi pada saluran nafas terutama pada saluran nafas besar (Chan, 2006). Nilai APE prediksi adalah nilai APE yang seharusnya pada individu sesuai dengan jenis kelamin, usia, dan tinggi badan (Chan, 2006). Nilai prediksi APE didapat berdasarkan usia, tinggi badan, jenis kelamin, dan ras, serta batasan normal variability diurnal berdasarkan literatur (PDPI, 2006). Indikasi pemeriksaan APE : a. Menegakkan diagnosis asma termasuk asma kerja dan pengukuran harus dilakukan secara serial, pagi dan sore setiap hari selama dua minggu. b. Pasien asma dan PPOK dalam keadaan stabil untuk mendapatkan nilai dasar. c. Evaluasi pengobatan pada pasien asma akut, PPOK, dan Sindroma Obstruksi Pasca Tuberkulosis (SOPT) yang mengalami eksaserbasi akut sesudah pemberian obat bronkodilator.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
d. Mendapatkan variasi harian arus udara pada saluran napas pasien asma dan nilai terbaik dengan cara pemeriksaan APE serial pagi dan sore hari setiap hari selama 2-3 minggu. e. Monitor faal paru. Ada 3 macam nilai persentase APE, yaitu : a. APE sesaat. Nilai ini didapatkan dari nilai tiupan pada waktu yang tidak tertentu dan dapat kapan saja. Persentase APE ini berguna untuk: 1) Mengetahui adanya obstruksi pada saat itu. 2) Mengetahui derajat obstruksi bila telah diketahui nilai standar normal nya. b. APE tertinggi. Nilai ini didapatkan dari hasil tiupan APE tertinggi setelah melakukan evaluasi tiupan sehari 2 kali, pagi dan sore hari pukul 06.00 WIB dan pukul 20.00 WIB selama 2 minggu pada keadaan asma stabil. Persentase nilai APE tertinggi digunakan sebagai standar persentase APE seseorang. c. APE variasi harian. Nilai ini didapatkan dari hasil tiupan APE selama 2 minggu. Variasi harian ini berguna untuk mengetahui nilai tertinggi standar normal seseorang. (Pradjnaparamita, 1997)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Interpretasi tindakan pemeriksaan APE : a. Menurut Alsagaff dan Mangunnegoro (1993) 1) Untuk menilai seseorang normal atau tidak adalah dengan cara membandingkan faal paru subjek dengan nilai prediksi (nilai normal) yang diperoleh tim IPP (Indonesian Pneumobile Project) 1992. 2) Besarnya perbedaan ditentukan berdasarkan rekomendasi ATS (American Thoracic Society) yaitu 1,64 SEE (Standards Error Equation) dianggap abnormal. b. Menurut Rasmin, et al., 2001 : 1) Obstruksi : < 80% dari nilai dugaan atau pada orang dewasa jika didapatkan nilai APE < 200 L/menit. 2) Obstruksi akut : < 80% dari nilai terbaik. 3) APE variasi harian = Nilai tertinggi-Nilai terendah x 100% Nilai tertinggi Jika didapatkan nilai > 15% maka dianggap obstruksi saluran nafas yang ada belum terkontrol. 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) a. Faktor Host 1) Jenis Kelamin Sesudah usia pubertas anak laki-laki menunjukkan kapasitas faal paru yang lebih besar dari pada perempuan. Kapasitas vital commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
rata-rata pria dewasa muda lebih kurang 4,6 liter dan perempuan muda kurang lebih 3,1 liter, meskipun nilai-nilai ini jauh lebih besar pada beberapa orang dengan berat badan sama (Antaruddin, 2003). 2) Umur Faal paru sejak masa kanak-kanak bertambah atau meningkat volumenya dan mencapai maksimal pada usia 19-21 tahun, setelah usia itu nilai faal paru terus menurun sesuai dengan bertambahnya usia (Yunus, 2003). Pada keadaan normal, nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) berbanding terbalik dengan umur (Dikutip dari Widiyanti, 2008) 3) Ras Pada orang-orang kulit hitam, hasil faal parunya harus dikoreksi dengan 0,85, dimana sebagai referensinya adalah orang kulit putih. Salah satu alasannya adalah bahwa ukuran thoraks kulit hitam lebih kecil daripada orang kulit putih. Indonesia terdiri atas banyak suku bangsa belum ada data-data anthropometris yang dapat menerangkan adanya perbedaan anatomis rongga dada yang tentunya juga akan mempengaruhi faal parunya. Meskipun secara biologis, kemungkinan ada perbedaan faal paru masing-masing suku bangsa di Indonesia (Alsagaff dan Mangunnegoro, 1993).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
4) Tinggi Badan Tinggi badan mempunyai korelasi positif dengan APE, artinya, bertambah tinggi seseorang, APE akan bertambah besar (Alsagaff dan Mangunnegoro, 1993). 5) Kebiasaan merokok Merokok faktor utama yang dapat mempercepat penurunan faal paru. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur jalan nafas maupun parenkim paru. Perubahan struktur jalan nafas besar berupa hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Sedangkan perubahan struktur jalan nafas kecil bervariasi dari inflamasi ringan sampai penyempitan dan obstruksi jalan nafas karena proses inflamasi, hiperplasia sel goblet dan penumpukkan sekret intraluminar (Antaruddin, 2003). b. Faktor Lingkungan 1) Asap rokok Asap rokok dapat mengakibatkan rusaknya epitel bronkus
yang kehilangan silia dan gangguan transpor mukosilier, hipertrofi dan hipersekresi sel-sel goblet terjadi pada kelenjar jalan napas (Aditama, 1999). 2) Polusi udara Polusi udara dapat menimbulkan berbagai penyakit dan gangguan
fungsi
(Yunus, 1998).
tubuh,
termasuk
commit to user
gangguan
faal
paru
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
3) Nutrisi Salah satu akibat kekurangan asupan gizi/nutrisi, dapat menurunkan sistem imunitas dan antibodi sehingga orang menjadi mudah terserang infeksi seperti pilek, batuk, diare, dan juga berkurangnya kemampuan tubuh untuk melakukan detoksifikasi terhadap benda asing (Almatsier, 2002). 4) Lingkungan pekerjaan Walaupun lingkungan pekerjaan disebut sebagai faktor risiko PPOK akan tetapi perannya kurang kuat dibanding akibat dari asap rokok.
Namun,
apabila
faktor
lingkungan
pekerjaan
dikombinasikan dengan asap rokok akan menimbulkan efek sinergis yang besar (Amin, 2006). 5) Obat-obatan pelega nafas Obat pelega napas atau bronkodilator terdiri atas golongan adrenergik, metilsantin, dan antikolinergik. Golongan adrenergik dapat menimbulkan efek bronkodilatasi dengan menstimulasi reseptor ß2 yang terdapat pada permukaan dinding sel otot polos saluran
napas.
Bronkodilator
adrenergik
yang
mempunyai
selektivitas terhadap ß2 adrenoseptor disebut sebagai agonisß2. Golongan
antikolinergik
menghambat
kolinergik
yang
selama
terjadi
(Bektilestari, 2008). commit to user
peningkatan
refleks
tonus
bronkokonstriksi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
B. Kerangka Pemikiran Asap obat nyamuk bakar
Gas polutan
Particulate Matter
Oksida Nitrogen
1. iritasi, inflamasi dan peningkatan reaktivitas bronkus 2. menurunkan kemampuan clearance mukosiliar 3. hiperesponsivitas jalan nafas
meningkatkan reaktivitas bronkus
Obstruksi saluran nafas
Resistensi jalan nafas meningkat
Penurunan nilai APE
commit to user
Aldehydes
1. Bronkokonstriksi 2. Mengganggu keseimbangan mukosiliar clearance
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
C. Hipotesis Persentase nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) pada wanita yang terpapar asap obat nyamuk bakar lebih rendah daripada wanita yang tidak terpapar asap obat nyamuk bakar di Bekonang Sukoharjo.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian observasional analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Bekonang Mojolaban Sukoharjo pada bulan Mei sampai Agustus 2010. C. Subjek Penelitian Populasi penelitian ini adalah Wanita di Desa Bekonang Mojolaban Sukoharjo yang memenuhi semua kriteria penelitian yang telah ditentukan. Kelompok yang diteliti adalah yang orang yang terpapar asap obat nyamuk bakar (P), sedangkan untuk kelompok kontrol adalah orang yang tidak terpapar asap obat nyamuk bakar (K). Kriteria penelitian meliputi : 1. Kriteria Inklusi a. Terpapar asap obat nyamuk bakar. b. Usia 40-60 tahun. c. Tinggi badan antara 150-172 cm. d. Warga Indonesia asli. e. Menandatangani surat persetujuan (informed consent) penelitian. commit to user 24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
2. Kriteria eksklusi a. Perokok, bekas perokok, dan perokok pasif. b. Terpapar polusi udara. c. Riwayat penyakit paru dan atau penyakit paru sekarang (misal: asma, tuberculosis paru, kanker paru, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan penyakit paru kerja). D. Sampel Penelitian 1. Teknik Sampling Pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu dengan teknik Fixed exposure sampling. 2. Besar Sampel Untuk menetukan besar sampel dapat menggunakan rumus :
Besar sampel (n) = 2s2 (Z1-α/2 + Z1-β)2 (µ1-µ2)2 Keterangan : n
= Besar sampel.
s2
= Variasi
Z1-α/2
= Statistik Z (Z1-α/2=1,960 untuk α = 0,05).
µ1
= Mean APE pada kelompok yang terpapar asap obat nyamuk bakar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
µ2
= Mean APE pada kelompok yang tidak terpapar asap obat nyamuk bakar (Bukan perokok, bukan bekas perokok, dan bukan perokok pasif)
Z1-β
= Statistik Z (Z1-β = 0,842 untuk power (p) sebesar 80%].
Seharusnya jumlah sampel penelitian dihitung dengan rumus besar sampel di atas, tetapi karena tidak ditemukan data mengenai mean APE pada kelompok terpapar asap obat nyamuk bakar dan mean APE pada kelompok yang tidak terpapar asap obat nyamuk bakar yang bersumber dari penelitian sebelumnya, maka menurut patokan umum atau rule of thumb, setiap penelitian yang dianalisis dengan analisis bivariat membutuhkan
sampel
minimal
30
sampel
subjek
penelitian
(Murti, 2006). Oleh karena itu, dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah 60 orang. E. Identifikasi Variabel 1. Variabel bebas
: Paparan asap obat nyamuk bakar.
2. Variabel terikat
: Nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE).
3. Variabel luar a. Terkendali : tinggi badan, umur, jenis kelamin, ras, kebiasaan merokok, polusi udara, riwayat penyakit paru dan atau penyakit paru sekarang (misal: asma, tuberculosis paru, kanker paru, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan penyakit paru kerja). b. Tidak terkendali : nutrisi, imunitas, tingkat pendidikan dan genetik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
F. Definisi Operasional Variabel 1. Orang yang terpapar asap obat nyamuk bakar a. Definisi : Orang yang pernah atau sampai dengan saat ini mengalami paparan asap obat nyamuk bakar minimal dari 3 coil obat nyamuk bakar per minggu selama lebih dari 5 tahun (Chen Chen S, et al., 2008). Pada penelitian ini, peneliti memakai responden orang yang terpapar asap obat nyamuk bakar. b. Alat Ukur : Kuesioner. c. Skala Pengukuran : Nominal. 2. Orang yang tidak terpapar asap obat nyamuk bakar a. Definisi : Orang yang tidak pernah atau pernah terpapar asap obat nyamuk bakar kurang dari 100 coil obat nyamuk selama hidupnya. (Chen Chen S, et al., 2008). b. Alat Ukur : Kuesioner c. Skala Pengukuran : Nominal 3. Perokok a. Definisi : Perokok adalah orang yang merokok lebih dari 100 batang rokok sepanjang hidupnya dan pada saat ini masih merokok atau telah berhenti merokok kurang dari satu tahun (Kang, et al., 2003). Pada penelitian ini, peneliti memakai responden yang bukan perokok. b. Alat Ukur : Kuesioner. c. Skala Pengukuran : Nominal. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
4. Bekas Perokok a. Definisi : Bekas perokok adalah orang yang merokok lebih dari 100 batang rokok sepanjang hidupnya tetapi saat ini telah berhenti merokok lebih dari satu tahun (Kang, et al., 2003). Pada penelitian ini, peneliti memakai responden yang bukan bekas perokok. b. Alat Ukur : Kuesioner c. Skala Pengukuran : Nominal. 5. Perokok pasif a. Definisi : Perokok pasif adalah orang yang terpapar dengan asap rokok secara pasif lebih dari 2 jam per hari (Kang, et al., 2003). Pada penelitian ini, peneliti memakai responden yang bukan perokok pasif. b. Alat Ukur : Kuesioner. c. Skala Pengkuran : Nominal. 6. Nilai Arus Puncak Ekspirasi a. Definisi : jumlah aliran udara maksimal yang dapat dicapai saat ekspirasi paksa dalam waktu tertentu setelah inspirasi maksimum yang dilakukan dengan menggunakan peak flow meter (Jain, et al., 1998). b. Alat Ukur : Mini Wright Peak Flowmeter c. Skala Pengukuran : Rasio
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
7. Tinggi Badan a. Definisi : Tinggi badan adalah tinggi badan responden tanpa alas kaki dalam sentimeter, diukur dengan stature meter (dikutip dari Nugrahanti, 2009). Pada penelitian ini, peneliti memakai responden yang memiliki tinggi badan antara 150-172 cm berdasarkan tabel nilai APE untuk orang Indonesia . b. Alat ukur : Alat pengukur tinggi badan. c. Skala Pengukuran : Rasio. 8. Umur a. Definisi : Umur responden yang dihitung adalah umur dalam tahun pada saat ulang tahun terakhir (Statistik Indonesia, 2010). b. Alat Ukur : Kuesioner. c. Skala Pengukuran : Rasio. 9. Jenis Kelamin a. Definisi : Jenis kelamin adalah jenis kelamin responden dibedakan lakilaki dan perempuan. Pada penelitian ini, peneliti memakai responden yang berjenis kelamin perempuan. b. Alat Ukur : Kuesioner. c. Skala Pengukuran : Nominal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
10. Ras a. Definisi : Responden dalam penelitian ini adalah WNI keturunan asli Indonesia. b. Alat Ukur : Kuesioner c. Skala Pengukuran : Nominal. 11. Polusi Udara a. Definisi : Polusi udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat enersi atau komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia (kebakaran hutan, emisi kendaraan, kegiatan industri, merokok aktif) dan aktivitas alam (letusan gunung berapi, gas alam), sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia (Rahmatullah, 2006). Pada penelitian ini, responden yang dipakai adalah responden yang tidak terpapar polusi udara, yang dilihat dari keadaaan rumah (lantai rumah), pengunaan kayu bakar sebagai sarana untuk memasak dan lingkungan kerja. b. Alat Ukur : Kuesioner. c. Skala Pengukuran : Nominal 12. Riwayat penyakit paru dan atau sedang menderita penyakit paru sekarang yang menyebabkan obstruksi saluran nafas; misalnya asma, tuberculosis paru, kanker paru, dan penyakit paru akibat kerja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
a. Definisi : 1) Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama malam atau dini hari (PDPI, 2006). 2) Tuberkulosis
paru
adalah
penyakit
disebabkan
oleh
Mycobacterium
infeksi
menular
tuberculosis.
(Price
yang dan
Standridge, 2006). 3) Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor di paru) (PDPI, 2006). 4) Penyakit paru kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh partikel, uap, gas, atau kabut berbahaya yang menyebabkan kerusakan paru bila terinhalasi selama bekerja (Ikhsan, 2006). b. Alat Ukur : Kuesioner. c. Skala Pengukuran : Nominal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
G. Alur Penelitian Populasi Fixed Exposured Sampling Sampel Penelitian
Terpapar asap obat nyamuk bakar
Tidak terpapar asap obat nyamuk bakar
Nilai APE ukur
Nilai APE ukur
% Nilai APE
% Nilai APE Uji t
H. Instrumentasi Penelitian 1. Mini Wright Peak Flow Meter. 2. Tabel nilai normal APE untuk wanita Indonesia berdasarkan tim IPP 1992. 3. Kapas dan alkohol 75% (sterilisasi). 4. Kuesioner. 5. Alat pengukur tinggi badan (Mikrotoise) I. Cara Kerja 1. Sampel penelitian diminta untuk mengisi kuesioner 2. Mengukur tinggi badan sampel penelitian dengan berdiri tegak dan tanpa menggunakan alas kaki. 3. Pemeriksaan APE : commitdengan to userposisi berdiri tegak. a. Pemeriksaan APE dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
b. Skala pengukuran pada alat harus dibuat nol. c. Sampel penelitian diajarkan manuver meniup yang benar (Alsagaff dan Mangunnegoro, 1993). d. Sampel mulai melakukan manuver, dengan menghirup udara sebanyak mungkin dengan cepat kemudian letakkan alat pada mulut dan katupkan bibir di sekeliling mouthpiece, udara dikeluarkan dengan tenaga maksimal (secara cepat dan kuat) segera setelah bibir dikatupkan dan pastikan tidak ada kebocoran. Beri aba-aba yang keras dan jelas agar sampel penelitian dapat melaksanakan dengan baik (Alsagaff dan Mangunnegoro, 1993). e. Pemeriksaan dilakukan 3 kali dan diambil nilai yang tertinggi. f. Nilai yang dianggap reprodusibel ialah jika perbedaan antara dua nilai yang didapat < 10%. g. Manuver tidak bisa diterima jika batuk, dan mengakhiri sebelum saatnya selesai (Alsagaff dan Mangunnegoro, 1993). h. Baca hasil pengukuran APE ukur pada peak flow meter (dalam L/menit). i. Berdasarkan umur dan tinggi badan sampel penelitian, dibaca nilai APE prediksi pada tabel nilai normal APE untuk wanita Indonesia berdasarkan penelitian tim IPP 1992. j. Persentase nilai APE diukur terhadap APE prediksi Persentase APE =
Nilai APE ukur (L/menit)
Nilai APE prediksi (L/menit) commit to user
x 100%
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
J. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh pada penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan uji t. Data akan diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16.00 for windows.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
BAB IV HASIL PENELITIAN
Penelitian tentang Perbedaan Persentase Nilai Arus Puncak Ekspirasi pada wanita yang terpapar dan tidak terpapar asap obat nyamuk bakar di Desa Bekonang Sukoharjo merupakan penelitian observasional analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 7 Juli 2010 sampai 3 Agustus 2010 di Desa Bekonang Sukoharjo, dengan mengambil dua kelompok sampel, yakni kelompok terpapar asap obat nyamuk bakar dan kelompok kontrol. Jumlah keseluruhan sampel pada penelitian ini adalah 60 orang, masing-masing kelompok terdiri dari 30 orang. Subjek yang ikut serta dalam penelitian ini adalah wanita yang telah memenuhi seluruh kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditetapkan pada proposal penelitian. Pengisian kuesioner dilakukan melalui wawancara kepada responden yang dipandu langsung oleh peneliti. Isi kuesioner mengacu pada kuesioner standard yang diterbitkan oleh ATS (American Thoracic Society) dengan beberapa modifikasi yang disesuaikan dengan tujuan penelitian ini.
commit to user 35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Kemudian data karakteristik demografi dan pemeriksaan APE sampel dianalisis dengan hasil sebagai berikut : A. Distribusi Demografi Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Demografi Responden Berdasarkan Umur, Pekerjaan, Tingkat pendidikan, Lantai Rumah, Sarana memasak, dan Tinggi Badan No. Karakteristik
Kelompok Terpapar Frekuensi
Persentase
Kelompok kontrol Frekuensi
(%) 1.
2.
3.
4.
5.
Nilai p
Persentase (%)
Umur (tahun) a. 40- 44 b. 45-49 c. 50-54 d. 55-60 Jumlah
10 5 8 7 30
33,33 16,67 26,67 23,33
10 5 9 6 30
33,33 16,67 30 20
0,839
Pekerjaan a. Wiraswasta b. Ibu Rumah Tangga c. Guru/Dosen Jumlah
18 12 0 30
60 40 0
17 12 1 30
56,67 40 3,33
Tingkat Pendidikan a. Tidak Sekolah b. SD Sederajat c. SMP Sederajat d. SMA Sederajat e. Perguruan Tinggi Jumlah
5 16 3 6 0 30
16,67 53,33 10 20 0
9 12 4 3 2 30
30 40 13,33 10 6,67
0,628
0,726
0,799
Lantai Rumah a. Semen b. Ubin Jumlah
17 13 30
56,67 43,33
16 14 30
53,33 46,67
Sarana memasak a. Kompor Minyak b. Kompor Gas Jumlah
13 43,33 17 56,67 commit to user 30
12 18 30
40 60
0,798
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
6.
Tinggi Badan (cm) a. 150-155 b. 156-161 c. 162-167 d. 168-172 Jumlah
22 8 0 0 30
73,33 26,67 0 0
26 3 1 0 30
86,67 10 3,33 0
0,881
Dari tabel 4.1. di atas, memperlihatkan bahwa pada kedua kelompok, jumlah responden terbanyak, terdapat pada rentang umur 40-44 tahun yaitu sebanyak 33,33%. Sementara jumlah responden yang paling sedikit, terdapat pada rentang umur 45-59 tahun, yaitu masing-masing sebanyak 16,67%. Berdasarkan pekerjaan, sebagian besar responden pada kedua kelompok adalah wiraswasta, yaitu masing-masing sebesar 60% dan 56,67%. Sementara itu hanya ada 1 orang responden yang berprofesi sebagai dosen. Dilihat dari tingkat pendidikan, pada kedua kelompok sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan SD Sederajat, yaitu masing-masing sebesar 53,33% dan 40%. Pada kelompok terpapar tidak didapatkan respoden dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi, sementara itu pada kelompok tidak terpapar responden dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi terdapat sebanyak 6,67%. Berdasarkan keadaan lantai rumah dan sarana yang digunakan responden untuk memasak, pada kedua kelompok, sebagian besar responden memiliki rumah berlantai semen, masing-masing sebanyak 56,67% dan 53,33%. Sementara itu sarana memasak yang sebagian besar digunakan oleh responden adalah kompor gas, masing-masing sebesar 56,67% dan 60%. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
Berdasarkan tinggi badan, sebagian besar responden pada kedua kelompok memiliki tinggi badan antara 150-155 cm yaitu masing-masing sebanyak 73,33% dan 86,67%. Sementara itu, hanya terdapat satu orang responden yang memiliki tinggi badan antara 162-167 cm.
B. Distribusi Sampel Berdasarkan Nilai APE Tabel 4.2. Distribusi Nilai APE Responden Berdasarkan Umur dan Tinggi Badan No.
Karakteristik
Kelompok Terpapar APE < 80% Ʃ
APE > 80%
Persentase
Ʃ
(%)
1.
2.
Kelompok Tidak Terpapar
Persentase
APE < 80% Ʃ
(%)
Persentase
APE > 80% Ʃ
(%)
Persentase (%)
Umur (tahun) 40-44
7
23,33
3
10
4
13,33
6
20
45-49
3
10
2
6,67
3
10
2
6,67
50-54
5
16.67
3
10
2
6,67
7
23,33
55-60
5
16,67
2
6,67
1
3,33
5
16,67
Jumlah
20
10
10
20
Tinggi Badan 150-155
15
50
7
23,33
9
30
17
56,67
156-161
5
16,67
3
10
1
3,33
2
6,67
162-167
0
0
0
0
0
0
1
3,33
168-172
0
0
0
0
0
0
0
0
Jumlah
20
10
commit to user
20
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Dari Tabel 4.2., dapat diketahui bahwa pada kelompok terpapar sebanyak 20 responden (66,67%) memiliki nilai APE < 80%, yang sebagian besar merupakan responden pada rentang umur 40-44 tahun dan respoden yang memiliki tinggi badan antara 150-155 cm. Sedangkan pada kelompok tidak terpapar sebanyak 20 responden (66,67%) memiliki nilai APE > 80%, yang sebagian besar merupakan responden pada rentang umur 50-54 tahun dan responden yang memiliki tinggi badan 150-155 cm.
Tabel 4.3. Analitik Deskriptif Demografi Responden Berdasarkan Umur, dan Tinggi Badan Variabel
Kelompok terpapar
Kelompok tidak terpapar
Nilai p
N=30
N=30
Umur
49,17 ± 5,989
48,83 ± 6,654
0,839
Tinggi
152,97 ± 3,409
152,83 ± 3,475
0,881
Badan
Mean umur responden masing-masing kelompok adalah 49,17 ± 5,989 dan 48,83 ± 6,654. Sementara itu, hasil uji statistik dengan independent t test, didapatkan nilai p= 0,839 (p>0,05), berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok yang terpapar dan tidak terpapar asap obat nyamuk bakar berdasarkan umur. Mean tinggi badan responden masing-masing kelompok adalah 152,97 ± 3,409 dan 152,83 ± 3,475, dan hasil uji statistik dengan independent t test, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
didapatkan nilai p=0,881 (p>0,05), berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok yang terpapar dan tidak terpapar asap obat nyamuk bakar berdasarkan tinggi badan.
C. Analisis Data Data persentase nilai APE yang diperoleh, dianalisis terlebih dahulu dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test untuk mengetahui normalitas data. Tabel 4.4. Perhitungan Uji Kolmogorov-Smirnov KolmogorovSmirnova kelompok penelitian persentase nilai APE Terpapar Asap Obat Nyamuk Bakar Tidak Terpapar Asap Obat Nyamuk Bakar
Statistic
df Sig.
.123 30 .200* .168 30 .030
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Berdasarkan hasil Kolmogorov-Smirnov Test pada tabel 4.4. , didapatkan nilai p pada masing-masing kelompok adalah 0,2 dan 0,03. Hal ini berarti distribusi data persentase nilai APE pada salah satu kelompok, yaitu kelompok terpapar asap obat nyamuk bakar normal, sementara distribusi data persentase APE pada kelompok tidak terpapar asap obat nyamuk bakar tidak normal, sehingga uji-t tidak dapat dilaksanakan. Oleh karena itu, data diolah menggunakan uji non-parametrik alternatif, yaitu Uji Mann-Whitney. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Tabel 4.5. Perhitungan Data Statistik Uji Mann-Whitney Test Statisticsa persentase nilai APE Mann-Whitney U
258.000
Wilcoxon W
723.000
Z
-2.839
Asymp. Sig. (2tailed)
.005
a. Grouping Variable: kelompok penelitian Dari tabel 4.5., didapatkan nilai p=0,005 (p<0,05) maka Ho ditolak yang berarti terdapat perbedaan persentase nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) yang bermakna antara kelompok Terpapar Asap Obat Nyamuk Bakar dan kelompok Tidak Terpapar Asap Obat Nyamuk Bakar, dimana persentase nilai APE pada wanita yang terpapar asap obat nyamuk bakar lebih rendah daripada persentase nilai APE wanita yang tidak terpapar asap obat nyamuk bakar di Bekonang Sukoharjo.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
BAB V PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, pengukuran nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) sampel dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok pertama adalah wanita yang pernah atau sampai dengan saat ini mengalami paparan asap obat nyamuk bakar minimal dari 3 coil obat nyamuk bakar per minggu selama lebih dari 5 tahun sebanyak 30 orang sebagai kelompok terpapar asap obat nyamuk bakar (P). Sedangkan kelompok kedua adalah wanita yang tidak pernah atau pernah terpapar asap obat nyamuk bakar kurang dari 100 coil obat nyamuk selama hidupnya sebanyak 30 orang sebagai kelompok kontrol (K). Pada penelitian ini, subjek yang dipilih adalah wanita. Hal ini dikarenakan, salah satu kriteria eksklusi responden pada penelitian ini adalah perokok. Asap rokok dengan segala zat yang dikandungnya akan menyebabkan hiperplasi, metaplasi, dan displasi sel epitel sehingga merusak silia dan menyebabkan hipersekresi dengan sekret yang terkumpul dalam lumen saluran nafas (Fajriwan dan Jusuf, 1999), sehingga dapat menurunkan nilai APE. Berdasarkan data susenas 1995 dan 2001, prevalensi merokok laki-laki umur 15 tahun ke atas yang tinggal di desa adalah sebesar 67,0%, sedangkan prevalensi merokok wanita umur 15 tahun ke atas di desa hanya sebesar 1,5 %. Dengan rendahnya prevalensi merokok pada wanita di desa, sehingga untuk mendapatkan responden wanita yang bukan perokok cenderung lebih mudah. Pengelompokan berdasarkan jenis kelamin juga penting, karena secara commit to user biologis terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan (Alsagaff dan 42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Mangunnegoro, 1993). Selain itu, responden dengan jenis kelamin wanita dipilih untuk
menghomogenkan
responden
sehingga
memudahkan
pengambilan
kesimpulan. Perokok pasif juga termasuk kriteria eksklusi responden pada penelitian ini, karena berdasarkan penelitian sebelumnya, paparan asap rokok secara pasif selama lebih dari 2 jam per hari (perokok pasif) dapat menimbulkan obstruksi saluran nafas sehingga nilai APE akan menurun (mempunyai pengaruh terhadap fungsi paru) (Nugrahanti, 2009). Pada penelitian ini, dipilih responden dengan rentang umur antara 40-60 tahun, karena mengingat dampak negatif dari paparan asap obat nyamuk bakar terhadap sistem pernafasan memerlukan jangka waktu yang lama. Sementara responden yang berumur di atas 60 tahun tidak diikutsertakan dalam penelitian dengan pertimbangan yaitu kemungkinan sudah ada emfisema dan kerjasama untuk pemeriksaan paru yang kurang baik (Alsagaff dan Mangunnegoro, 1993). Berdasarkan hasil yang tertulis pada tabel4. 2., tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok terpapar dan tidak terpapar berdasarkan umur, sehingga jika hipotesis yang diajukan oleh peneliti dapat terbukti maka bukan dikarenakan terdapat perbedaan rata-rata umur responden pada tiap kelompok. Walaupun sebenarnya dalam penelitian ini, peneliti mengambil data dalam bentuk persentase nilai APE, dimana nilai APE responden yang didapat dibagi dengan nilai APE prediksi responden tersebut berdasarkan umur dan tinggi badan. Sehingga pada dasarnya, faktor umur dan tinggi badan yang dapat mempengaruhi nilai APE sudah dikendalikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Pada penelitian ini, responden yang dipilih adalah keturunan Indonesia asli. Hal ini dikarenakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai APE adalah ras. Indonesia yang terdiri dari banyak suku bangsa, belum ada data-data anthropometris yang dapat menerangkan adanya perbedaan anatomis rongga dada yang tentunya juga akan mempengaruhi faal parunya. Penilaian persentase nilai APE responden normal atau tidak adalah dengan cara membandingkan nilai faal paru responden dengan nilai prediksi (nilai normal) APE untuk wanita Indonesia melalui tabel hasil penelitian Tim Indonesia Pneumobile. Hasil penelitian ini dapat dipakai untuk penduduk Indonesia sampai ada penelitian lain yang dapat menambahkan data-data dari suku bangsa yang lainnya, misalnya penelitian di Kalimantan, Sulawesi atau Irian Jaya (Alsagaff dan Mangunnegoro, 1993). Pada penelitian ini, responden yang dipilih adalah responden yang relatif ”bebas” dari polusi, meskipun sebenarnya tidak ada responden yang benar-benar bebas polusi. Kriteria pertama dilihat dari kondisi lingkungan rumah, dikarenakan responden yang diambil berdomisili di daerah pedesaan sehingga jarang terdapat banyak pabrik dan kendaraan yang dapat menimbulkan polusi udara, sehingga keadaan lingkungan rumah seluruh responden relatif bebas polusi udara. Kriteria selanjutnya adalah lingkungan kerja responden, responden yang bekerja di lingkungan yang relatif berdebu seperti petani, pekerja tambang, buruh pabrik tekstil, buruh pabrik tembakau dan beberapa pekerjaan lain yang beresiko terpapar polusi udara tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Keadaan lantai rumah responden pun termasuk dalam kriteria penilaian, responden yang memiliki rumah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
berlantaikan tanah, tidak diikutsertakan karena cenderung akan mengalami polusi udara dalam ruangan yang berasal dari debu tanah tersebut. Penilaian yang terakhir adalah dan sarana yang digunakan responden untuk memasak di rumah. Penggunaan kayu bakar sebagai sarana untuk memasak dapat menjadi sumber polusi udara dalam ruangan yang dapat menimbulkan banyak polutan seperti partikulat dan karbon dioksida (WHO, 2008), sehingga sebagian besar wanita yang banyak menghabiskan waktu untuk memasak di dapur cenderung terpapar polusi dari asap kayu bakar. Dengan ditetapkannya beberapa kriteria seperti di atas, diharapkan dapat meminimalisasi frekuensi paparan polusi udara pada responden dalam penelitian ini. Penelitian ini mempunyai hipotesis bahwa terdapat persentase nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) pada wanita yang terpapar asap obat nyamuk bakar lebih rendah daripada wanita yang tidak terpapar asap obat nyamuk bakar di Bekonang Sukoharjo. Dari hasil penelitian, didapatkan nilai rerata atau mean persentase nilai APE kelompok Terpapar Asap Obat Nyamuk Bakar adalah sebesar 71,4800% sedangkan nilai rerata atau mean persentase arus puncak ekspirasi (APE) kelompok Tidak Terpapar Asap Obat Nyamuk Bakar adalah sebesar 82,4627%. Dari uji normalitas dengan Kolmogorov Smirnov Test terhadap persentase APE pada kelompok Terpapar Asap Obat Nyamuk Bakar dan kelompok Tidak Terpapar Asap Obat Nyamuk Bakar masing-masing didapatkan nilai p=0,200 dan p=0,030. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi persentase APE pada kedua kelompok adalah tidak normal. Sehingga analisis data dengan menggunakan uji-t commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
tidak dapat dilaksanakan, dan digunakan uji non-parametrik alternatif yaitu, uji Mann-Whitney. Hasil analisis data dengan uji Mann-Whitney, didapatkan nilai p=0,005 (p<0,05) yang berarti terdapat perbedaan persentase nilai APE yang bermakna antara kelompok Terpapar Asap Obat Nyamuk Bakar dan kelompok Tidak Terpapar Asap Obat Nyamuk Bakar, dimana persentase nilai APE pada wanita yang terpapar asap obat nyamuk bakar lebih rendah daripada persentase nilai APE pada wanita yang tidak terpapar asap obat nyamuk bakar di Bekonang Sukoharjo. Penelitian yang dilakukan oleh Chen chen, et al. (2008) menunjukkan bahwa paparan asap obat nyamuk bakar merupakan salah satu faktor risiko kanker paru. Seseorang yang secara rutin terpapar asap obat nyamuk bakar (3 coil obat nyamuk bakar per minggu) secara signifikan lebih berisiko terkena kanker paru dibandingkan orang yang tidak terpapar asap obat nyamuk bakar dengan nilai OR sebesar 3,78. Asap obat nyamuk bakar itu sendiri, mengandung sejumlah besar partikel submikrometer yaitu fine particles (partikel dengan diameter < 2,5 µm atau PM2,5) (Liu, et al., 2003) dan polutan dalam bentuk gas, seperti CO2, CO, NO2, NO, NH3 (Nahsihah dalam Wahyono, 2006). Partikel submikrometer di atas dihasilkan melalui pembakaran tidak lengkap obat nyamuk dan dapat mencapai saluran pernafasan bagian bawah (Lukwa dan Chandiwana, 1998). Oleh karena itu, pemakaian obat nyamuk bakar dalam waktu yang lama, menyebabkan pemakainya terpapar polutan dalam asap obat nyamuk bakar secara kronis, yang dapat menimbulkan kelainan pada saluran nafas. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan 1. Terdapat perbedaan persentase nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) yang bermakna antara kelompok terpapar dan kelompok tidak terpapar asap obat nyamuk bakar di Bekonang Sukoharjo. 2. Persentase nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) pada kelompok terpapar lebih rendah daripada kelompok tidak terpapar asap obat nyamuk bakar di Bekonang Sukoharjo. B. Saran 1. Mensosialisasikan hasil penelitian kepada masyarakat sebagai bahan pertimbangan bagi mereka untuk memilih penggunaan sarana pengusir nyamuk. 2. Mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai efek paparan asap obat nyamuk bakar terhadap sistem pernafasan dengan metode penelitian yang lebih akurat dan dengan jumlah sampel yang lebih besar.
commit to user