perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERBEDAAN FUNGSI KOGNITIF ANTARA LANSIA INSOMNIA DAN TIDAK INSOMNIA DI PANTI WREDHA DHARMA BAKTI SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
YUSUF ALLAN PASCANA G 0008245
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta commit2011 to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Perbedaan Fungsi Kognitif antara Lansia Insomnia dan tidak Insomnia di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta
Yusuf Allan P., NIM : G0008245, Tahun : 2011 Telah diuji dan sudah disahkan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada hari Selasa , Tanggal 20 Desember 2011
Pembimbing Utama Nama : I.G.B. Indro N., dr., Sp.KJ NIP : 1973 1003 200501 1 001
(..................................)
Pembimbing Pendamping Nama : Novi Primadewi, dr., Sp.THT., M.Kes NIP : 1975 1129 200812 2 002
(..................................)
Penguji Utama Nama : Prof. Dr. Aris Sudiyanto, dr., Sp.KJ (K) NIP : 1950 0131 197603 1 001
(..................................)
Anggota Penguji Nama : Enny Ratna S., drg. NIP : 1952 1103 198003 2 001
(..................................)
Surakarta,........................
Ketua Tim Skripsi
Muthmainah, dr., M.Kes NIP 19660702 199802 2 001
Dekan FK UNS
Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR FINASIM NIP 19510601 197903 1 002
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta,
Desember 2011
Yusuf Allan Pascana NIM : G0008245
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Yusuf Allan P., G0008245, 2011. Perbedaan Fungsi Kognitif pada Lansia Insomnia dan Tidak Insomnia di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tujuan Penelitian: Lansia merupakan istilah bagi individu yang telah memasuki periode dewasa akhir atau usia tua, dimana manusia mulai mengalami penurunan secara fisik dan mental. Penurunan tersebut dapat menyebabkan gangguan tidur. Konsekuensi yang timbul dari gangguan tidur tersebut salah satunya adalah penurunan fungsi kognitif. Penekitian ini bertujuanuntuk mengetahui perbedaan fungsi kognitif antara lansia yang insomnia dan tidak insomnia. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan September-November 2011 di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta. Pengambilan sampel dilaksanakan secara total sampling. Instrumen penelitian berupa kuesioner yang langsung diberikan pada penghuni panti. Data yang diperoleh berjumlah 33 data. Kemudian diambil 25% sampel yang memiliki skor insomnia tinggi dan 25% untuk skor insomnia rendah dan dianalisis menggunakan (1) Uji normalitas data Shapiro-Wilk (2) Uji t melalui program SPSS 17.0 for Windows. Hasil Penelitian: Penelitian menunjukkan (1) rerata skor MMSE untuk mengukur fungsi kognitif pada lansia dengan skor insomnia tinggi adalah 16.25, sedangkan pada insomnia skor rendah adalah 24.25 (2) hasil uji t menunjukkan p = 0.007 untuk perbedaan fungsi kognitif pada insomnia skor tinggi dan rendah. Simpulan Penelitian: Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan fungsi kognitif antara lansia yang insomnia dan tidak insomnia. Lansia yang mengalami insomnia lebih cenderung mengalami penurunan fungsi kognitif daripada lansia yang tidak mengalami insomnia.
Kata kunci : lansia, insomnia, fungsi kognitif
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Yusuf Allan P., G0008245, 2011. Differences in Cognitive Function between Elderly with Insomnia and without Insomnia in Dharma Bakti Nursing Homes Surakarta. Medical Faculty of Sebelas Maret University Surakarta.
Objectives: Elderly is a term for individuals who have entered the period of late adulthood or old age, which people begin to decline physically and mentally. The decline can cause sleep disorder. One of the consequences arising from a sleep disorder is the decline in cognitive function. This research objective is to determine the difference between the cognitive function of elderly with insomnia and without insomnia. Methods: This is a descriptive analytic research with cross sectional approach conducted in September-November 2011 in Dharma Bakti nursing home Surakarta. Sampling was carried out in total sampling. Research instruments in the form of questionnaires administered directly. Data obtained amounted to 33 data. 25% of the sample who score high insomnia and 25% for low and insomnia scores then analyzed using (1) normality test Shapiro-Wilk (2) t test with SPSS 17.0 for Windows. Result: Research shows (1) the mean of MMSE score for measuring cognitive function in elderly with insomnia high score is 16:25, whereas a low score on insomnia is 24.25 (2) the results of the t test showed p = 0.007 for difference in cognitive function in insomnia with high and low scores. Conclusions: Based on the results of research that has been done can be concluded that there are differences in cognitive function among elderly with insomnia and without insomnia. Elderly who have insomnia are more likely to have cognitive decline than elderly without insomnia.
Key words : elderly, insomnia, cognitive function
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA
Alhamdulillaah, puji syukur ke hadirat Allah S.W.T yang telah memberikan berkat, hidayah,, dan kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan laporan penelitian dengan judul “Perbedaan Fungsi Kognitif antara Lansia Insomnia dan Tidak Insomnia di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku ketua tim skripsi beserta tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. I.G.B. Indro N, dr., Sp.KJ, selaku Pembimbing Utama yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat. 4. Dr. Novi Primadewi, Sp.THT, M.Kes, selaku Pembimbing Pendamping yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat. 5. Prof. Dr. Aris Sudiyanto, dr., Sp.KJ (K), selaku Penguji Utama yang telah memberikan bimbingan dan nasehat. 6. Enny Ratna S., drg., selaku Anggota Penguji yang telah memberikan bimbingan dan nasehat. 7. Seluruh pegawai, perawat, dan penghuni Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta yang telah memberi banyak bantuan dalam penelitian ini. 8. Bapak, Ibu, kakak-kakak serta seluruh keluarga yang telah memberi dukungan moral, material, serta senantiasa mendoakan untuk terselesaikannya skripsi ini. 9. Atika Zulfa dan Ratri Satya, yang telah berjuang bersama dalam penelitian ini. 10. Teman-teman yang telah meluangkan waktu membantu akomodasi dalam penelitian ini, Adrian, Andhika, Adhy dan Dwi. 11. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan. Surakarta, 5 Desember 2011
Yusuf Allan P. commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
PRAKATA............................................................................................................
vi
DAFTAR ISI......................................................................................................... vii DAFTAR TABEL.................................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................
x
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah .....................................................................
1
B. Perumusan Masalah ...........................................................................
3
C. Tujuan Penelitian ...............................................................................
3
D. Manfaat Penelitian .............................................................................
3
BAB II. LANDASAN TEORI .............................................................................
5
A. Tinjauan Pustaka ...............................................................................
5
1. Lansia ..............................................................................................
5
2. Insomnia .........................................................................................
7
3. Fungsi Kognitif .............................................................................. 13 4. Hubungan Insomnia dengan Fungsi Kognitif ................................ 21 B. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 22 C. Hipotesis ............................................................................................ 23 BAB III. METODE PENELITIAN ......................................................................
24
A. Jenis Penelitian....................................................................................
24
B. Lokasi Penelitian............................................................................
24
commit to user C. Subyek Penelitian................................................................................ 24
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Teknik Sampling ................................................................................ 25 E. Rancangan Penelitian ......................................................................... 25 F. Identifikasi Variabel Penelitian........................................................... 26 G. Definisi Operasional Variabel Penelitian............................................ 26 H. Instrumen Penelitian ........................................................................... 27 I. Teknik Analisis Data........................................................................... 28 BAB IV. HASIL PENELITIAN ........................................................................... 30 A. Deskripsi Sampel ............................................................................. 30 B. Analisis Statistika............................................................................. 31 BAB V. PEMBAHASAN .................................................................................... 34 BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 36 A. Simpulan .......................................................................................... 36 B. Saran ................................................................................................ 36 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 37 LAMPIRAN
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia ...................................................... 30 Tabel 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ...................................... 31 Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Data ...................................................................... 32 Tabel 4. Hasil Uji t tentang perbandingan Fungsi Kognitif ................................ 32
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Izin Penelitian Lampiran 2. Surat Izin Penelitian Lampiran 3. Informed Consent Lampiran 4. Data Penelitian Lampiran 5. Perhitungan Statistik Lampiran 6. Kuesioner
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Lansia merupakan istilah bagi individu yang telah memasuki periode dewasa akhir atau usia tua. Periode ini merupakan periode penutup bagi rentang kehidupan seseorang, di mana telah terjadi kemunduran fisik dan psikologis secara bertahap (Hurlock, 2003). Lansia merupakan seorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih yang secara fisik masih berkemampuan (potensial) maupun karena suatu hal yang tidak mampu lagi berperan secara aktif dalam pembangunan (tidak potensial) Jadi lanjut usia adalah orang yang mengalami perubahanperubahan fisik yang wajar, kulit sudah tidak kencang, otot-otot sudah mengendor, dan organ-organ tubuhnya kurang berfungsi dengan baik (Depkes, 2001). Di Indonesia, populasi lansia pada tahun 2005 (15,8 juta/7,2 % penduduk Indonesia) meningkat 3 kali lebih besar daripada tahun 1970 (5,3 juta) (BPS, 2010). Peningkatan jumlah populasi lansia tersebut memunculkan motivasi dan keperluan untuk berinvestasi dalam penelitian-penelitian untuk meningkatkan healthspan dalam rangka memaksimalkan kualitas hidup dan meminimalkan
beban
finansial
dan
sosial
sehubungan
dengan
ketidakmampuan pada lansia. Lebih dari 80 % penduduk usia lanjut menderita penyakit fisik yang commit to user mengganggu fungsi mandirinya. Sejumlah 30 % pasien yang menderita sakit
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
fisik tersebut menderita kondisi komorbid psikiatrik, terutama depresi dan anxietas. Sebagian besar usia lanjut yang menderita penyakit fisik dan gangguan mental tersebut menderita gangguan tidur (Prayitno, 2002). Dengan bertambahnya usia terdapat penurunan dari periode tidur. Kelompok usia lanjut cenderung lebih mudah bangun dari tidurnya. Kebutuhan tidur akan berkurang dengan berlanjutnya usia. Pada usia 12 tahun kebutuhan untuk tidur adalah sembilan jam, berkurang menjadi delapan jam pada usia 20 tahun, tujuh jam pada usia 40 tahun, enam setengah jam pada usia 60 tahun, dan enam jam pada usia 80 tahun (Buenaventura, 2000). Insomnia dapat berupa kesulitan untuk tidur atau kesulitan untuk tetap tertidur. Bahkan seseorang yang terbangun dari tidur, tetapi merasa belum cukup tidur dapat disebut mengalami insomnia (Japardi 2002). Dengan demikian,
insomnia
merupakan
ketidakmampuan
untuk
mencukupi
kebutuhan tidur baik secara kualitas maupun kuantitas. Gangguan tidur pada usia lanjut dihubungkan dengan penurunan memori, konsentrasi terganggu, dan kinerja fungsional terganggu. Hal tersebut menyumbangkan peningkatan risiko kecelakaan, jatuh, dan kelelahan kronis (Kamel dan Gammack, 2006). Gangguan dalam pola tidur normal pada orang tua mempunyai konsekuensi kesehatan yang penting, terutama mood dan fungsi kognitif. Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka orang tersebut mengalami penurunan fungsi kognitif dan fungsi psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian, dan lainlain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
(Prayitno, 2002). Dari penelitian diperoleh 34% lansia mengalami penurunan fungsi kognitif. Perempuan lebih banyak mengalami penurunan fungsi kognitif daripada laki-laki, yaitu sebesar 45,7 %. Penurunan fungsi kognitif terjadi pada 50 % lansia old, lebih banyak dibandingkan pada lansia young elderly (27,7 %) (Zulsita, 2010). Berdasarkan uraian tersebut, lansia pada umumnya akan mengalami penurunan fungsi kognitif. Namun pada sebagian kasus penurunan fungsi kognitif juga dapat disebabkan oleh insomnia. Dari latar belakang tersebut, penulis ingin melakukan penelitian untuk membuktikan apakah ada hubungan antara insomnia dengan penurunan fungsi kognitif pada lansia.
B.
Perumusan Masalah Adakah perbedaan fungsi kognitif antara lansia yang mengalami insomnia dan tidak mengalami insomnia?
C.
Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui perbedaan fungsi kognitif antara lansia yang insomnia dan tidak insomnia di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi tingkat penurunan fungsi kognitif pada lansia b. Mengidentifikasi kejadian insomnia pada lansia. c. Melakukan analisis perbedaan fungsi kognitif antara lansia yang to user insomnia dan tidakcommit insomnia.
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
. D.
Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empiris adanya hubungan antara insomnia dengan penurunan fungsi kognitif pada lansia. b. Menambah wawasan psikiatri khususnya tentang hubungan antara insomnia dengan penurunan fungsi kognitif pada lansia. 2. Manfaat Praktis a. Bagi pihak pengelola panti wredha, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan terhadap lansia yang memiliki gangguan tidur dan penurunan fungsi kognitif. b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai pembanding atau pustaka bagi para peminat masalah yang berhubungan insomnia atau fungsi kognitif. c. Mengetahui angka kejadian insomnia di kalangan lansia di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta.
commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Lansia a.
Klasifikasi Lansia WHO mempunyai batasan usia lanjut sebagai berikut: middle/young elderly usia antara 45 - 59 tahun, elderly usia antara 60 - 74 tahun, old usia antara 75 - 90 tahun dan dikatakan very old berusia di atas 90 tahun. (WHO, 1998)
b.
Konsep Menua Menua adalah proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian (Setiati, 2006). Terdapat dua jenis penuaan, antara lain penuaan primer, merupakan proses kemunduran tubuh gradual tak terhindarkan yang dimulai pada masa awal kehidupan dan terus berlangsung selama bertahun-tahun, terlepas dari apa yang orang-orang lakukan untuk menundanya. Sedangkan penuaan sekunder merupakan hasil penyakit,
kesalahan
dan
penyalahgunaan
faktor-faktor
yang
sebenarnya dapat dihindari dan berada dalam kontrol seseorang (Papalia dan Feldman, 2005). commit to user
5
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Banyak perubahan yang dikaitkan dengan proses menua merupakan akibat dari kehilangan yang bersifat bertahap (gradual loss). Watson (2003) mengungkapkan bahwa lansia mengalami perubahan-perubahan fisik di antaranya perubahan sel, sistem persarafan,
sistem
pendengaran,
sistem
penglihatan,
sistem
kardiovaskuler, sistem pengaturan suhu tubuh, sistem respirasi, sistem gastrointestinal, sistem genitourinari, sistem endokrin, sistem muskuloskeletal, disertai juga dengan perubahan-perubahan mental menyangkut perubahan ingatan (memori). Berdasarkan perbandingan yang diamati secara potong lintang antarkelompok usia yang berbeda, sebagian besar organ tampaknya mengalami kehilangan fungsi sekitar 1 persen per tahun, dimulai pada usia sekitar 30 tahun (Setiati, 2006; Harimurti dan Roosheroe, 2006). c.
Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia Adapun beberapa faktor yang dihadapi lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwanya adalah perubahan kondisi fisik, perubahan fungsi dan potensi seksual, perubahan aspek psikososial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan perubahan peran sosial di masyarakat. 1) Perubahan Kondisi Fisik Setelah orang memasuki masa lansia, umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis. Misalnya, tenaga berkurang, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
makin rapuh, berkurangnya fungsi indra pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia misalnya badan menjadi bungkuk, pendengaran berkurang, penglihatan kabur, sehingga menimbulkan keterasingan.
Proses
penuaan
mengakibatkan
terganggunya
berbagai organ di dalam tubuh seperti sistem gastro-intestinal, sistem genito-urinaria, sistem endokrin, sistem immunologis, sistem serebrovaskular dan sistem saraf pusat, dan sebgainya. Perubahan yang terjadi pada otak mulai dari tingkat molekuler, sampai pada struktur dan fungsi organ otak. Akibat dari perubahan tersebut maka antara lain akan terjadi penurunan peredaran darah ke otak pada daerah tertentu dan gangguan metabolisme, neurotransmiter, pembesaran ventrikel sampai akhimya terjadi atrofi dari otak.Berat otak menurun seiring dengan bertambahnya usia. Berat otak pada usia 90 tahun menurun 10 % dibandingkan dengan saat usia muda. Jumlah sel neuron berkurang sebanyak 100.000 sel per hari (Setiati, 2000; Lumbantobing, 1997). Akibatnya muncul fenomena perubahan struktural dan fisiologis, seperti sulit tidur, gangguan perilaku, gangguan seksual dan gangguan kognitif. 2) Perubahan Aspek Psikososial Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka akanmengalami penurunan fungsi kognitif dan fungsi psikomotor. commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian, dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan (Depkes, 1999).
2. Kognitif a. Definisi Kognitif Kognitif merupakan suatu proses pekerjaan pikiran
yang
dengannya kita menjadi waspada akan objek pikiran atau persepsi, mencakup semua aspek pengamatan, pemikiran dan ingatan (Dorland, 2002). b. Aspek-Aspek Kognitif Fungsi kognitif seseorang meliputi berbagai fungsi berikut, antara lain 1) Orientasi Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal, tempat dan waktu. Orientasi terhadap personal (kemampuan menyebutkan namanya sendiri ketika ditanya) menunjukkan informasi yang overlearned. Kegagalan dalam menyebutkan namanya sendiri sering
merefleksikan
negatifisme,
distraksi,
pendengaran atau gangguan penerimaan bahasa. commit to user
gangguan
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Orientasi tempat dinilai dengan menanyakan negara, provinsi, kota, gedung dan lokasi dalam gedung. Sedangkan orientasi waktu dinilai dengan menanyakan tahun, musim, bulan, hari dan tanggal. Karena perubahan waktu lebih sering daripada tempat, maka waktu dijadikan indeks yang paling sensitif untuk disorientasi (Goldman, 2000). 2) Bahasa Fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi 4 parameter, yaitu kelancaran, pemahaman, pengulangan dan naming. a) Kelancaran Kelancaran merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat
dengan
panjang,
ritme
dan
melodi
yang
normal.Suatu metode yang dapat membantu menilai kelancaran pasien adalah dengan meminta pasien menulis atau berbicara secara spontan. b) Pemahaman Pemahaman merujuk pada kemampuan untuk memahami suatu
perkataan
atau
perintah,
dibuktikan
dengan
mampunya seseorang untuk melakukan perintah tersebut. c) Pengulangan Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan atau kalimat yang diucapkan seseorang. commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Naming Naming merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek beserta bagian-bagiannya (Glisky, 2007). 3) Atensi Atensi merujuk pada kemampuan seseorang untuk merespon stimulus spesifik dengan mengabaikan stimulus yang lain di luar lingkungannya. a) Atensi selektif Aspek ini merujuk pada kemampuan seseorang untuk mengingat sejumlah kecil informasi selama <30 detik dan mampu untuk mengeluarkannya kembali b) Konsentrasi Aspek ini merujuk pada sejauh mana kemampuan seseorang untuk memusatkan perhatiannnya pada satu hal.Fungsi ini dapat dinilai dengan meminta orang tersebut untuk mengurangkan 7 secara berturut-turut dimulai dari angka 100 atau dengan memintanya mengeja kata secara terbalik (Glisky, 2007). 4) Memori Memori atau daya ingat dan proses belajar merupakan satu kesatuan. Belajar merupakan proses untuk memperoleh informasi atau pengetahuan baru, sedangkan memori adalah commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
proses
penyimpanan
mengingatnya
informasi
kembali
bila
tersebut
dibutuhkan.
serta
dapat
Proses
ingat-
mengingat adalah : a) Encoding, di mana suatu informasi dari dunia luar akan ditera dan didistribusikan ke beberapa unit penyimpanan di otak sebelum unit tersebut dapat mempelajari materinya. b) Konsolidasi merupakan penyimpanan informasi tersebut yang lebih permanen. c) Retrieval adalah mengingat kembali bahan informasi yang telah disimpan. Memori terdiri atas : a) Daya ingat sesaat (Immediate Memory) yaitu informasi yang hanya disimpan selama beberapa detik saja; contoh, memutar nomor telpon sambil melihat nomor tersebut di buku telpon, di mana orang lupa nomor tersebut setelah memutarnya. b) Daya ingat jangka pendek (Short-term Memory) yaitu informasi
dapat
diingat
setelah
beberapa
menit
memperhatikan dan menghafalnya contoh, memutar nomor telpon sambil menghafalnya. Dapat bertahan dalam beberapa menit atau jam. c) Daya ingat jangka panjang (Long - term Memory) yaitu informasi masa lampau masih dapat diingat. Ini merupakan commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bank memori tentang apa yang diketahui dari pendidikan dan pengalaman, sebagian besar akan hilang setelah beberapa lama (Depkes, 1999). d) Fungsi konstruksi Mengacu pada kemampuan seseorang untuk membangun dengan sempurna. Fungsi ini dapat dinilai dengan meminta orang tersebut untuk menyalin gambar, memanipulasi balok atau membangun kembali suatu bangunan balok yang telah dirusak sebelumnya. e) Kalkulasi Kemampuan seseorang untuk menghitung angka. f) Penalaran Kemampuan seseorang untuk membedakan baik buruknya suatu hal, serta berpikir abstrak (Goldman, 2000). c. Neurosains kognitif 1) Lobus frontalis Korteks frontalis, khususnya area prafrontalis, membesar secara khusus pada manusia, dibandingkan dengan spesies lain. Secara anatomis, girus frontalis superior, medial dan inferior membentuk
aspek
lateral
dari
lobus
frontalis.
Secara
fungsional, korteks motorik, korteks pramotorik dan korteks asosiasi prafrontalis adalah bagian yang utama. Korteks motorik terlibat dalam pergerakan otot spesifik; korteks commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pramotorik terlibat dalam gerakan terkoordinasi berbagai otot; dan korteks asosiasi terlibat dalam integrasi informasi sensoris yang diproses oleh korteks sensorik primer. Jalur dari dan ke lobus frontalis adalah banyak dan kompleks, tetapi satu kelompok jalur yang menghubungkan area prafrontalis dan nukleus mediodorsal dari talamus mempunyai kaitan dengan gangguan psikiatrik. Daerah magnoselular dari nukleus talamik menonjol keluar ke aspek orbital dan medial dari area prafrontalis; daerah parviselular menonjol keluar ke arah dorsolateral. Lesi yang mengenai jalur magnoselular menyebabkan hiperkinesis, euforia dan perilaku yang tidak sesuai, kadang-kadang disebut sebagai sindrom pseudopsikotik. Lesi
yang
mengenai
jalur
parviselular
menyebabkan
hipokinesis, apati dan gangguan kognisi, kadang-kadang disebut sindrom pseudodepresi. Gejala tambahan dapat berupa dandanan yang buruk, retardasi psikomotor, penurunan perhatian, kekerasan motorik, kesulitan perubahan mental dan kemampuan abstrak yang buruk. Fungsi utama korteks frontalis adalah aktivasi motorik, intelektual, perencanaan konseptual, aspek kepribadian dan aspek produksi bahasa (Kaplan & Sadock, 1997). 2) Lobus temporal commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Lobus temporalis, terletak di setiap sisi kepala berperan dalam fungsi memori, terutama bagian medial di mana terdapat dua struktur penting, yaitu hipokampus dan amigdala.(Kaplan& Sadock, 1997). 3) Hipokampus Hipokampus berperan sebagai gerbang memori yang harus dilewati ketika memori baru menuju penyimpanan permanen (korteks). Hipokampus tidak menerima langsung input dari neokorteks. Data yang diterimanya berasal dari area asosiasi yang ditransmisikan terlebih dahulu ke korteks entorinal atau amigdala sebelum ke hipokampus.Kerusakan pada hipokampus dapat berakibat amnesia anterograde, dimana pasien tidak mampu membentuk memori baru, sedangkan memori lamanya masih tersimpan dengan baik. (Kaplan& Sadock, 1997). 4) Amigdala Amigdala, terletak di samping hipokampus dalam lobus temporalis medial, merupakan struktur penting dalam memori emosional. Seseorang dengan kerusakan pada amigdala mungkin dapat mengingat kejadian yang pernah dialaminya, tetapi tidak bisa mengingat kandungan emosi di dalamnya. Selain penting dalam fungsi memori, lobus temporalis juga penting dalam fungsi bahasa, di mana terdapat struktur penting, yaitu area Wernicke, yang terletak di sekeliling girus Heschl di commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bidang superior temporal.Serat-serat auditorik berjalan dari badan genikulatus medial dari talamus ke girus Heschl pada bidang superior temporal.Di sekeliling girus Heschl adalah korteks auditorik yang dikenal sebagai area Wernicke. Seratserat dari area Wernicke diproyeksikan ke area Broca di lobus frontal inferior melalui fasikulus arkuatus dan mungkin jalur substansia alba lainnya. Area Broca dapat dianggap sebagai korteks motorik.Sebagai perluasan dari korteks premotorik, area Broca dapat membuat kode yang menghasilkan program artikulasi
untuk
area
korteks
motorik
yang
melayani
pergerakan mulut, lidah dan laring (Goldman, 2000). 5) Lobus Parietalis Lobus parietalis superior dan lobul parietalis inferior membentuk lobus parietal. Lobus parietalis inferior termasuk girus supramarginalis dan girus angularis. Korteks asosiasi untuk input visual, taktil dan auditoris terkandung dalam lobus parietalis. Lobus parietalis kiri mempunyai peranan istimewa dalam proses verbal; lobus parietalis kanan mempunyai peranan yang lebih besar dala proses visual-spasial (Kaplan dan Sadock, 1997).
d. Kognitif pada Lansia commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setiati (2006) menyebutkan adanya perubahan kognitif yang terjadi pada lansia, meliputi berkurangnya kemampuan meningkatkan fungsi intelektual,
berkurangnya
efisiensi
tranmisi
saraf
di
otak
(menyebabkan proses informasi melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi), berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi dari memori, serta kemampuan mengingat kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang baru saja terjadi. Penurunan menyeluruh pada fungsi sistem saraf pusat dipercaya sebagai kontributor utama perubahan dalam kemampuan kognitif dan efisiensi dalam pemrosesan informasi (Papalia, 2008). Penurunan terkait penuaan ditunjukkan dalam kecepatan, memori jangka pendek, memori kerja dan memori jangka panjang. Perubahan ini telah dihubungkan dengan perubahan pada struktur dan fungsi otak. (Myers, 2008) menyebutkan garis besar dari berbagai perubahan post mortem pada otak lanjut usia, meliputi volume dan berat otak yang berkurang, pembesaran ventrikel dan pelebaran sulkus, hilangnya sel-sel saraf di neokorteks, hipokampus dan serebelum, penciutan saraf dan dismorfologi, pengurangan densitas sinaps, kerusakan mitokondria dan penurunan kemampuan perbaikan DNA. Raz dan Rodriguez (2006) juga menambahkan terjadinya hiperintensitas substansia alba, yang bukan hanya di lobus frontalis, tapi juga dapat menyebar hingga daerah posterior, akibat perfusi serebral yang berkurang (Myers, commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2008). Buruknya lobus frontalis seiring dengan penuaan telah memunculkan hipotesis lobus frontalis, dengan asumsi penurunan fungsi kognitif lansia adalah sama dibandingkan dengan pasien dengan lesi lobus frontalis. Kedua populasi tersebut memperlihatkan gangguan pada memori kerja, atensi dan fungsi eksekutif (Myers, 2008).
3. Insomnia a. Definisi Insomnia adalah kesukaran dalam memulai atau mempertahankan tidur di mana periode singkat insomnia paling sering berhubungan dengan
kecemasan,
baik
secara
terhadap
pengalaman
yang
mencemaskan atau dalam menghadapi pengalaman yang menimbulkan kecemasan (Kaplan dan Saddock, 1997). b. Fisiologi dan Siklus Tidur Normal Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani dan kelelahan mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau berkurang dan akan kembali mendapatkan tenaga serta semangat untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian. Pusat kontrol irama sirkadian terletak pada bagian ventral anterior hipotalamus. Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ventrikulo retikularis medulo oblongata yang disebut sebagai pusat tidur.
Bagian
susunan
saraf
pusat
yang
menghilangkan
sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral medulo oblongata disebut sebagai pusat penggugah atau aurosal state (Japardi, 2002). Tidur dibagi menjadi 2 tipe, yaitu tipe Rapid Eye Movement (REM) dan Non Rapid Eye Movement (NREM). Tidur NREM terdiri dari 4 stadium, yaitu stadium I, II, III, IV. Proses tidur dimulai dari stadium I, II, sampai IV, kemudian ke tidur yang terdalam (tidur dengan gelombang lambat), lalu kembali ke stadium III dan II menuju ke fase REM. (Setiati dan Laksmi, 2005) Pola siklus tidur dan bangun (irama sikardian), adalah bangun sepanjang hari saat cahaya terang dan tidur sepanjang malam saat gelap. Jadi faktor kunci adalah adanya perubahan gelap terang. Stimulasi cahaya terang akan masuk melalui mata dan mempengaruhi suatu bagian di hipothalamus yang disebut Nucleus Supra-Chiasmatic (NSC). NSC akan mengeluarkan neurotransmitter yang mempengaruhi pengeluaran hormon pengatur temperatur badan, kortisol, Growth Hormone (GH) dan lain-lain yang mempengaruhi peranan untuk bangun dan tidur. NSC bekerja seperti jam meregulasi segala kegiatan bangun dan tidur. Jika pagi hari cahaya terang masuk, NSC segera mengeluarkan hormon yang menstimulasi peningkatan temperature badan, kortisol, dan GH sehingga orang terbangun. Jika malam tiba, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
NSC merangsang pengeluaran hormon melatonon sehingga orang tertidur. Hormon melatonin adalah hormon yang mempengaruhi terjadinya relaksasi serta penurunan temperature badan dan kortisol (Rahayu, 2006). c. Perubahan Tidur Akibat Proses Menua Walaupun terdapat perbedaan besar dalam pola tidur tiap individu, Orang usia lanjut pada umumnya memiliki waktu tidur total lebih sedikit daripada orang yang lebih muda. Secara fisiologis, terdapat perubahan tidur seiring dengan penambahan usia (proses penuaan), yaitu meningkatnya proporsi tidur stadium I dan terbangun lebih sering, dan menurunnya proporsi tidur stadium III dan IV, waktu latensi tidur REM dan effisiensi tidur (Setiati dan Laksmi, 2005). Orang usia lanjut juga lebih sering terbangun di tengah malam akibat penurunan fisis karena usia dan penyakit yang dideritanya, sehingga kualitas tidur secara nyata menurun. Faktor-faktor ini dapat mengakibatkan kemerosotan pada kualitas tidur dan tidur total kurang. Seiring proses penuaan, lamanya tidur REM cenderung lebih panjang, tetapi latensi tidur secara signifikan menurun, menunjukkan bahwa usia lanjut lebih mengantuk daripada populasi muda (Kamel dan Gammack, 2008). Pada usia lanjut juga terjadi perubahan pada irama sirkadian tidur bnormal yaitu menjadi kurang sensitif dengan perubahan gelap terang. Pada usia lanjut, ekskresi kortisol dan GH serta perubahan temperatur commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tubuh menjadi berfluktuasi dan kurang menonjol. Melatonin, hormone yang diekskresikan pada malam hari dan berhubungan dengan tidur menurun dengan meningkatnya umur (Rahayu, 2006). d. Klasifikasi dan Etiologi Insomnia 1) Dari sisi etiologi, ada 2 macam insomnia (Kaplan dan Saddock, 1997) yaitu: a) Insomnia primer Pada insomnia primer, terjadi hyperarousal state dimana terjadi aktivitas ascending retikular activating system yang berlebihan. Pasien bisa tidur tapi tidak merasa tidur.Masa tidur REM sangat kurang, sedangkan masa tidur NREM cukup, periode tidur berkurang dan terbangun lebih sering. Insomnia primer ini tidak berhubungan dengan kondisi kejiwaan, masalah neurologi, masalah medis lainnya, ataupun penggunaan obat-obat tertentu. b) Insomnia sekunder Insomnia sekunder disebabkan karena gangguan irama sirkadian, kejiwaan, masalah neurologi atau masalah medis lainnya, atau reaksi obat. Insomnia ini sangat sering terjadi pada orang tua.Insomnia ini bisa terjadi karena psikoneurotik dan penyakit organik.Pada orang denga insomnia karena psikoneurosis, sering didapatkan keluhan-keluhan non organik seperti sakit kepala, kembung, badan pegal yang mengganggu tidur. Keadaan ini akan lebih parah jika orang tersebut mengalami ketegangan commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karena persoalan hidup. Pada insomina sekunder karena penyakit organik, pasien tidak bisa tidur atau kontinuitas tidurnya terganggu karena nyeri organik, misalnya penderita arthritis yang mudah terbangun karena nyeri yang timbul karena perubahan sikap tubuh. 2) Berdasarkan waktu terjadinya insomnia (Ibrahim, 2001) dibagi menjadi: a) Initial Insomnia Yaitu kesulitan untuk memulai tidur. Biasanya terdapat pada pasien gangguan jiwa dengan ansietas. b) Middle Insomnia Ditandai dengan seringnya terbangun di tengah malam dan kesulitan untuk tidur kembali. Biasanya terdapat pada pasien depresi. c) Late Insomnia Yaitu sering bangun terlalu pagi dan tidak dapat tidur kembali. Biasanya ditemukan pada pasien depresi. (Joewana, 1988) 3) Berdasarkan lamanya insomnia terbagi dalam tiga golongan besar, yaitu: a) Transient Insomnia/Insomnia Sekilas Jika lamanya kurang dari 4 minggu. Biasanya terjadi pada orang yang tidur secara normal, tetapi mengalami kesulitan tidur karena suatu stres yang berlangsungnya tidak terlalu lama, commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
misalnya pada perjalanan jauh dengan kapal terbang yang melampau zona waktu hospitalisasi b) Short Term Insomnia Yaitu insomnia jangka pendek.Terjadi antara 4 minggu sampai 36 bulan. Sering dihubungkan denga stres. Situasional seperti duka cita, kehilangan orang yang dicintai, menghadapi ujian/wawancara pekerjaan (Kaplan & Sadock, 1997). c) Long Term Insomnia/Insomnia Kronik Insomnia jangka panjang yang terjadi lebih dari 36 bulan, bahkan sampai bertahun-tahun (Rudi, 1988). Disebut juga insomnia
psikofisiologik
persisten.
Insomnia
ini
dapat
disebabkan oleh kecemasan; selain itu, dapat pula terjadi akibat bebiasaan atau pembelajaran atau perilaku maladaptif di tempat tidur. Misalnya, pemecahan masalah serius di tempat tidur, kekhawatiran, atau pikiran negatif terhadap tidur (sudah berpikir tidak akan bisa tidur) ( Japardi, 2002). 4) Berdasarkan berat ringannya (Dohrmaji, 2006), insomia terbagi: a) Mild Insomnia Yaitu kesulitan dalam memulai dan mempertahankan tidur, tanpa atau sedikit mengalami penurunan kualitas hidup. b) Moderate Insomnia
commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Yaitu kesulitan dalam memulai dan mempertahankan tidur, di sepanjang malam. Penderita insomnia jenis ini akan mengalami penurunan kualitas hidup yang relatif sedang. c) Severe Insomnia Yaitu kesulitan dalam memulai dan mempertahankan tidur, di sepanjang malam dan hampir di setiap hari. Biasanya diikuti dengan penurunan beratkualitas hidup. e. Faktor Penyebab Insomnia 1) Gangguan memulai dan mempertahankan tidur atau insomnia berkaitan dengan gangguan klinik sebagai berikut (Prayitno, 2002): a) Apnea tidur b) Mioklonus yang berhubungan dengan tidur berjalan, gerakan mendadak pada tingkat yang berulang, stereotipik, unilateral atau bilateral, keluhan berupa “tungkai gelisah” (restless leg), tungkai kaku waktu malam, neuropatia atau miopatia dan defisiensi asam folat dan besi. c) Berbagai konflik emosional dan stres merupakan penyebab psikofisiologik dari insomnia. d) Gangguan
psikiatrik
berat
terutama
depresi
seringkali
menimbulkan bangun terlalu pagi dan dapat bermanifestasi sebagai insomnia dan hipersomnia. e) Keluhan penyakit-penyakit organik, misalnya nyeri karena arthritis, penyakit keganasan, nocturia, penyakit hati atau ginjal commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan sesak napas dapat mengakibatkan bangun berulang pada tidur malam. f) Sindrom otak organik yang kronik seringkali menimbulkan insomnia. Penyakit Parkinson terganggu tidurnya 2-3 jam. g) Zat seperti alkhohol dan obat kortikosteroid, teofilin dan betablockers dapat menginterupsi tidur. 2) Rahayu (2007) menjelaskan ada beberapa faktor penyebab insomnia pada lansia, yaitu: a) Perubahan-perubahan irama sirkadian b) Gangguan tidur primer c) Penyakit-penyakit fisik (hipertiroid, arthritis) d) Penyakit-penyakit jiwa (depresi, gangguan ansietas) e) Pengobatan polifarmasi. Alcohol, kafein f) Demensia g) Kebiasaan hygiene tidur yang tidak baik h) Penyakit kronis yang menyebabkan nyeri (misalnya arthritis) terbatasnya pergerakan (misalnya Parkinson), atau kesulitan bernafas. f. Simptom Insomnia Simptom insomnia dapat meliputi salah satu atau lebih simptom di bawah ini: 1) Kesulitan tidur commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Bangun tidur secara berkala saat malam hari dengan kesulitan untuk kembali tidur 3) Bangun terlalu pagi di pagi hari 4) Tidur yang tidak menyegarkan (rasa lelah saat bangun dan selama keseharian) Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti: ·
Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur yang buruk.
·
Gangguan terjadi minimal 3 kali dalam seminggu selama minimal satu bulan.
·
Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur (sleeplessness) dan peduli yang berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari.
·
Ketidakpuasan
terhadap
kuantitas
dan
atau
kualitas
tidur
menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan (Buysse et al., 2005). g. Akibat Insomnia Akibat gangguan tidur, deprivasi tidur, dan merasa mengantuk yaitu penurunan produktivitas, penurunan performa kognitif, peningkatan kemungkinan kecelakaan, resiko morbiditas dan mortilitas lebih tinggi, penurunan kualitas hidup (Rafknowledge, 2004). commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kualitas tidur yang buruk dikaitkan dengan penurunan memori dan konsentrasi, dan gangguan kinerja dalam uji psikomotorik. Gangguan tidur juga dikaitkan dengan peningkatan risiko jatuh, penurunan kognitif, dan tingkat kematian lebih tinggi. Orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka harapan hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam. Hal ini mungkin disebabkan karena penyakit yang menginduksi insomnia yang memperpendek angka harapan hidup atau karena high arousal state yang terdapat pada insomnia mempertinggi angka mortalitas atau mengurangi kemungkinan sembuh dari penyakit. Selain itu, orang yang menderita insomnia memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk mengalami kecelakaan lalu lintas jika dibandingkan dengan orang normal (Kamel dan Gammack, 2006). h. Insomnia pada lanjut usia Insomnia lebih sering dijumpai pada wanita dan pada kelompok usia lebih lanjut. Lebih dari 50% usia lanjut mungkin mengeluhkan kesulitan waktu tidur malam (Lumbantobing, 2004). Perubahan-perubahan ini berbarengan dengan perubahan fisik lain. Umumnya dorongan homeostatik untuk tidur lebih dulu menurun, baru diikuti oleh dorongan irama sirkadian untuk terjaga. Sehingga kita sering melihat orang tua yang sebelumnya menderita insomnia, tapi setelah lanjut usia adalah insomnia sekunder. Insomnia ini bisa terjkadi karena psikoneurosis dan penyakit organik (Turana, 2007). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
Pada penelitian di laboratorium tidur, orang usia lanjut mengalami waktu tidur dalam (delta sleep) lebih pendek, sedangkan tidur stadium 1 dan 2 lebih lama. Hasil uji dengan alat polysomnographic didapatkan penurunan yang bermakna dalam slow wave sleep dan rapid eye movement (REM) (Kamel dan Gammack, 2006). Pada usia lanjut juga terjadi perubahan pada irama sirkadian tidur normal yaitu menjadi kurang sensitif dengan perubahan gelap dan terang. Dalam irama sirkadian yang normal terdapat peranan pengeluaran hormon dan perubahan temperatur badan selama siklus 24 jam. Ekskresi kortisol dan GH meningkat pada siang hari dan temperatur badan menurun di waktu malam. Pada usia lanjut, ekskresi kortisol dan GH serta perubahan temperatur tubuh berfluktuasi dan kurang menonjol. Melatonin, hormon yang disekresikan pada malam hari dan berhubungan dengan tidur, menurun dengan meningkatnya umur (Rahayu, 2006).
4. Hubungan Insomnia dengan Fungsi Kognitif pada Lansia
Insomnia dan gangguan kognitif merupakan masalah yang sering terjadi pada lansia. Namun penelitian yang menghubungkan keduanya masih sedikit sekali. Penelitian yang dilakukan Halmov dan Valdas (2009) menyebutkan bahwa insomnia kronis pada lansia menyebabkan penurunan pada fungsi memori, atensi pada satu target, perkiraan waktu dan integrasi dua dimensi. Penelitian lain menyebutkan, insomnia dengan waktu tidur commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang sedikit berhubungan erat dengan hiperkortisolemia, peningkatan aktifitas katekolamin dan saraf simpatis. Semakin meningkatnya penurunan memori berkaitan dengan tidur berhubungan dengan peningkatan kortisol (Lee et al., 2007). Dilihat dari adanya hubungan erat antara waktu tidur yang pendek dengan hiperkortisolemia, dapat disimpulkan bahwa insomnia kronik berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif (Fernandez-Mendoza et al. 2010). Pengaruh langsung kortisol terhadap gangguan kognitif belum ditemukan. Simpulan lain dinyatakan oleh O’Brien et al. (2004), yang menyebutkan bahwa peningkatan kortisol tidak menyebabkan penurunan fungsi kognitif secara
signifikan,
melainkan
karena
adanya
penurunan
volume
hippocampus. Penurunan volume hipokampus dapat disebabkan oleh insomnia kronis (Riemann et al., 2007).
commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B.
Kerangka Pemikiran
Lansia
Gangguan Psikis
Penuaan
Penyakit Kronis yang Mengganggu Tidur
Kesulitan Memulai Tidur dan Mudah Terbangun saat Tidur
Insomnia
Hiperkortisolemia Kronis
Penurunan pada : 1. Fungsi Memori 2. Atensi pada 1 Target 3. Perkiraan Waktu 4. Integrasi 2 Dimensi
Penurunan Fungsi Kognitif commit to user Keterangan : : diteliti : tidak diteliti
Penurunan Volume Hipokampus
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C.
Hipotesis Ada perbedaan fungsi kognitif pada kansia yang insomnia dan tidak insomnia.
commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta selama bulan September-November 2011 C. Subjek penelitian Penelitian dilakukan pada pria dan wanita lansia yang menghuni Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta, dengan kriteria sebagai berikut 1. Kriteria inklusi : a. Pria atau wanita usia 60 - 80 tahun b. Tinggal di Panti Wredha Surakarta minimal selama 6 bulan c. Lolos tes L-MMPI d. Bersedia menjadi responden penelitian 2. Kriteria eksklusi : a. Memilki riwayat stroke dan dementia b. Kebiasaan mengkonsumsi zat seperti alcohol dan kafein. c. Tidak kooperatif
commit to user
31
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Teknik Sampling .
Teknik sampling yang digunakan adalah dengan metode total
sampling. Total sampling yaitu mengambil semua sampel yang ada dalam populasi tersebut karena populasi kurang dari 100 (Arikunto, 2006). E. Rancangan Penelitian
Lansia Usia 60 - 80 Tahun di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta
Informed concent Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi Sampel
KSPBJ Insomnia Rating Scale
MMSE
Hasil
Analisis data dengan Uji t
commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
F. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas
: Insomnia
2. Variabel tergantung
: Fungsi kognitif
3. Variabel perancu : a. Terkendali
: Usia, status gizi
b. Tak terkendali : Faktor psikis, riwayat penyakit degeneratif
G. Definisi Opersional Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas Insomnia dapat ditentukan dengan kuesioner Insommnia Rating Scale. Insomnia (+) bila skor ≥10 dan tidak insomnia (-) bila skor < 10 Skala : nominal 2. Variabel Terikat Fungsi kognitif disini diukur dengan uji Mini Mental State Examination (MMSE). Interpretasi MMSE didasarkan pada skor yang diperoleh pada saat pemeriksaan : a. Skor 24 - 30 diinterpretasikan sebagai fungsi kognitif normal b. Skor 17 - 23 berarti probable gangguan kognitif c. Skor 0 - 16 berarti definite gangguan kognitif Skala : interval commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
H. Instrumen penelitian Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner. Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara member seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiono, 2006) Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Kuesioner berisi biodata 2. Kuesioner L-MMPI Instrumen ini digunakan untuk menguji kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan yang ada pada kuesioner penelitian. Skala L-MMPI berisi 15 butir pernyataan untuk dijawab responden dengan ”ya” bila butir pertanyaan dalam L-MMPI sesuai dengan perasaan dan keadaan responden, dan ”tidak” bila tidak sesuai dengan perasaan dan keadaan responden. Responden dapat dipertanggungjawabkan
kejujurannya
bila
jawaban
”tidak”
berjumlah 10 atau kurang. 3. KSPBJ – IRS Sebagai alat pengukur tergatung yaitu insomnia adalah Insomnia Rating Scale yang telah dibakukan oleh KSPBJ (Kelompok Studi Psikiatri Biologi Jakarta) yang telah dikenal sebagai KSPBJ Insomnia Rating Scale yang terdiri dari 8 keluhan commit to usercukup untuk melengkapi semua gangguan tidur yang dianggap
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keluhan tidur (Yul Iskandar, 1985). Insomnia (+) bila skor ≥10 dan tidak insomnia (-) bila skor < 10 4. MMSE MMSE merupakan pemeriksaan status mental singkat dan mudah diaplikasikan yang telah dibuktikan sebagai instrumen yang dapat dipercaya serta valid untuk mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan kognitif yang berkaitan dengan penyakit neurodegeneratif. MMSE merupakan suatu skala terstruktur yang terdiri dari 30 poin yang dikelompokkan menjadi 7 kategori : orientasi terhadap tempat (negara, provinsi, kota, gedung dan lantai), orientasi terhadap waktu (tahun, musim, bulan, hari dan tanggal), registrasi (mengulang dengan cepat 3 kata), atensi dan konsentrasi (secara berurutan mengurangi 7, dimulai dari angka 100, atau mengeja kata WAHYU secara terbalik), mengingat kembali
(mengingat
kembali
3
kata
yang telah
diulang
sebelumnya), bahasa (memberi nama 2 benda, mengulang kalimat, membaca dengan keras dan memahami suatu kalimat, menulis kalimat dan mengikuti perintah 3 langkah), dan kontruksi visual (menyalin gambar). Interpretasi MMSE didasarkan pada skor yang diperoleh pada saat pemeriksaan : 1. Skor 24-30 diinterpretasikan sebagai fungsi kognitif normal commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Skor 17-23 berarti probable gangguan kognitif 3. Skor 0-16 berarti definite gangguan kognitif I.
Cara Kerja dan Teknik Pengambilan Data 1. Responden mengisi kuesioner data pribadi yang telah disediakan 2.Responden mengisi kuesioner L-MMPI untuk mengetahui angka kebohongan sampel. Bila responden menjawab “tidak” maka diberi nilai 1.Bila didapatkan angka lebih besar atau sama dengan 10 maka respondeninvalid dan dikeluarkan dari sampel penelitian. 3. Responden mengisi KSPBJ IRS untuk mengetahui adakah insomnia pada responden. Bila didapatkan nilai lebih besar atau sama dengan 10 maka sampel dikatakan mengalami insomnia. 4. Responden mengisi MMSE untuk mengetahui adakah penurunan fungsi kognitif pada responden. Bila didapatkan nilai kurang dari atau sama dengan 23 maka sampel dikatakan mengalami penurunan fungsi kognitif.
J.
Teknik Analisis Data Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis data komaparasi t-test. Uji t adalah uji yang membandingkan rata-rata dari 2 populasi yang bersifat independen.
commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A.
Deskripsi Sampel Penelitian dilaksanakan pada bulan September-November 2011 di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta.Subyek penelitian adalah lansia berumur 60-80 tahun penghuni Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta. Pada penelitian ini didapatkan sampel sebanyak 85 orang. Dari 85 orang tersebut, sampel yang memenuhi criteria inklusi penelitian sebanyak 33 orang, sampel yang gugur sebanyak 52 orang. Sampel gugur karena eksklusi 12 orang, 20 orang mengalami psikosis, 17 orang tidak dapat diberikan kuesioner dan 3 orang tidak dapat berkomunikasi. Tabel 4.1.Distribusi sampel berdasarkan umur No
Usia
Jumlah
Persentase
1
60 - 70
13
39,4 %
2
> 70 - 80
20
60,6 %
33
100 %
Total
Sumber : data primer, 2011
commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.2.Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin No
Jenis Kelamin
Jumlah
Total
1
Laki-laki
17
51,5%
2
Perempuan
16
48,5% Sumber : data primer, 2011
Berdasar tabel 2 dapat diketahui bahwa dalam penelitian ini responden laki-laki lebih banyak dibandingkan responden perempuan. Persentase yang didapatkan yaitu 51,5% respondenl aki-laki dan 48.5% perempuan dari keseluruhan jumlah responden sebanyak 3 orang. B.
Analisis Statistika Peneliti mengambil 25 % sampel yang memiliki skor KSPBJ IRS tertinggi dan 25 % lagi dari yang terendah untuk mendapatkan hasil yang lebih signifikan. Untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna antara fungsi kognitif pada lansia dengan skor IRS tinggi dan rendah digunakan uji t-independent dengan program SPSS 17.00.Uji t-independent termasuk dalam uji parametrik sehingga memiliki syarat di mana data harus terdistribusi normal, sebaran data homogen, dan sampel diambil secara acak. Sedangkan untuk mengetahui bahwa data terdistribusi normal atau tidak, dilakukan uji normalitas. Uji normalitas yang dilakukan pada masingcommit to user masing sebaran data dapat dilakukan dengan cara deskriptif ataupun
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
analitik. Cara analitik memiliki tingkat objektivitas dan sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan deskriptif sehingga dalam penelitian ini dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk (Dahlan, 2005). Tabel 4.3. Hasil uji normalitas data dengan Shapiro-Wilk
Data
Nilai p
Keterangan
Skor IRS tinggi
0.876
Distribusi data normal
Skor IRS rendah
0.120
Distribusi data normal
D ari tabel 4.3, diketahui hasil uji normalitas data yang dilakukan dengan Shapiro-Wilk Test. Dengan ketentuan bila signifikan hitung > 0,05 berarti bahwa data tersebut terdistribusi secara normal, sebaliknya bila nilai signifikan hitung < 0,05 maka data tidak terdistribusi secara normal. Karena nilai p untuk sebaran data fungsi kognitif 0.355, maka distribusi data tersebut normal, karena nilai p > 0.05.Oleh karena itu, penelitian ini dapat menggunakan uji t.
Tabel 4.4. Hasil Uji t tentang perbandingan fungsi kognitif menurut skor IRS Kelompok
N
Mean
SD
commit to user
Uji t
p
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Skor IRS tinggi
8
16.25
4.46
Skor IRS rendah
8
24.25
5.50
3.195
0.007
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari hasil uji t, nilai p tentang perbandingan fungsi kognitif insomnia skor tinggi dan rendah adalah 0.031 yang berarti jika dilakukan penelitian yang sama 1000 kali, akan didapatkan 993 hasil yang sama dengan penelitian ini. Berdasarkan data-data tersebut dapat diintepretasikan secara statistik bahwa terdapat perbedaan fungsi kognitif yang signifikan antara pasien dengan insomnia grade tinggi dan rendah
commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta, didapatkan data-data seperti yang telah disajikan dalam tabel-tabel pada Bab IV. Tabel 4.1 menunjukkan distribusi sampel menurut umur, dimana sebagian besar berumur 70 - 80 tahun (60,6 %) sisanya berusia 60 - 70 tahun (39,4 %). Tabel 4.2 menunjukkan distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin, di mana jumlah sampel laki-laki (51,5 %), lebih banyak dibandingkan dengan perempuan (38,5 %). Tabel 4.3 menunjukkan uji normalisasi data dimana didapatkan hasil bahwa data terdistribusi normal sehingga dapat digunakan uji t
yang ditunjukkan
hasilnya pada tabel 4.4. Hasil Uji t menunjukkan perbedaan yang signifikan antara fungsi kognitif pada lansia dengan skor IRS tinggi dan skor IRS rendah. Skor IRS tinggi pada sampel menunjukkan bahwa pasien insomnia, sedangkan skor IRS yang rendah menunjukkan bahwa pasien tidak insomnia. Hasil ini sesuai dengan teori, dimana insomnia dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif, terutama pada aspek memori dan konsentrasi. Di mana lebih dari 50 % lansia mengalami insomnia. (Rafknowledge, 2004; Kamel dan Gammack, 2006; Lumbantobing, 2004) commit to user
41
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Insomnia berhubungan erat dengan hiperkortisolemia, peningkatan aktifitas katekolamin dan saraf simpatis. Di mana pada usia lanjut ekskresi kortisol dan GH serta perubahan temperature tubuh berfluktuasi. Melatonin, hormon yang disekresikan pada malam hari dan berhubungan dengan tidur, menurun dengan meningkatnya umur. Semakin meningkatnya penurunan memori berkaitan dengan tidur berhubungan dengan peningkatan kortisol. (Rahayu, 2006; Lee et al., 2007; Fernandez-Mendoza et al. 2010). Teori lain dinyatakan oleh O’Brien et al. (2004), yang menyebutkan bahwa peningkatan kortisol tidak menyebabkan penurunan fungsi kognitif secara signifikan, melainkan karena adanya penurunan volume hippokampus. Penurunan volume hippokampus dapat disebabkan oleh insomnia kronis (Riemann et al., 2007). Meskipun pada hasil penelitian menunjukkan hasil yang signifikan, namun penelitian ini masih memiliki beberapa kekurangan. Salah satunya adalah sedikitnya jumlah sampel yang valid. Dari 85 orang penghuni panti wredha, sampel yang memenuhi kriteria inklusi penelitian sebanyak 33 orang, sampel yang gugur sebanyak 52 orang. Sampel gugur karena eksklusi 12 orang, yaitu karena telah berumur lebih dari 80 tahun, memiliki riwayat penyakit stroke, dan tidak lolos L-MMPI. Sebanyak 20 sampel mengalami psikosis, sehingga sulit diajak bekerja sama. Sisanya, sebanyak 17 orang sudah mengalami cacat fisik yang berat sehingga harus tinggal di ruang isolasi dan sulit diberikan kuesioner, dan 3 orang mengalami kesulitan berkomunikasi. Faktor lain yang menyebabkan sedikitnya sampel yang didapat adalah cakupan penelitian yang sempit, di mana commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penelitian hanya dilakukan di satu panti wredha saja, serta kurangnya waktu dalam melakukan penelitian. Penelitian ini juga memiliki beberapa faktor yang dapat merancukan penelitian, seperti faktor psikis, pengaruh lingkungan, atau penurunan kognitif karena usia yang sudah tua.
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A.
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan fungsi kognitif antara lansia yang insomnia dan tidak insomnia. Lansia yang mengalami insomnia lebih cenderung mengalami penurunan fungsi kognitif daripada lansia yang tidak mengalami insomnia.
B.
SARAN Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, maka saran-saran penulis adalah sebagai berikut: 1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang perbedaan antara penurunan fungsi kognitif antara lansia yang insomnia dan tidak insomnia dengan sampel yang lebih banyak dan cakupan lebih luas. 2. Perlu adanya upaya mengetahui penyebab yang pasti dari insomnia yang dialami oleh lansia untuk menentukan penanganan lebih lanjut. 3. Perhatian terhadap kesehatan penduduk lanjut usia perlu ditingkatkan, untuk mencegah adanya penurunan fungsi kognitif yang lebih dini.
commit to user
44
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Revisi VI. Jakarta : PT Asdi Mahasatya Buenaventura RD. Late Life Depression: Issues in Identification and Management. Breakfast Symposium. Eli Lilly, Bangkok. 12 August 2000. Buysse D. J., Germain A., Moul D., dan Nofzinger E. A. 2008. Chronic Insomnia. Am J Psychiatry. 165(6): 678–686 Dorland, W.A.N., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Pp: 1157 Fernandez-Mendoza J., Calhoun S., Bixler E. O., Pejovic S., Karataraki M., Liao D., Vela-Bueno A., et al. 2010. Insomnia with objective short sleep duration is associated with deficits in neuropsychological performance: A general population study. SLEEP. 33(4):459-465. Glisky, E. L.Changes in Cognitive Function in Human Aging. In :Riddle D. R., (eds). Brain Aging: Models, Methods, and Mechanisms. Boca Raton : CRC Fields Goldman, H.H., 2000. Review of General Psychiatry: An Introduction to ClinicaL Medicine. 5th ed. Singapore: McGraw-Hill. Halmov I. dan Vadas L. 2009. Sleep in Older Adults: Association between Chronic Insomnia and Cognitive Functioning. PMID: 19630361 Harumwati, Rr. E., Gambaran Kognitif Pada Lansia. 2008. Universitas Sumatera Utara. Undergraduate Thesis Hurlock, Elizabeth. 1990. Psikologi Perkembangan edisi kelima. Jakarta: Erlangga. Pp 102-103 commit to user
45
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Japardi,
I.
2002.
Gangguan
Tidur.
http://www.library.usu.ic/download/japardi12.pdf. (3 Maret 2011). Joewana, Satya. 1988. Psokopatologi Insomnia. Cermin Dunia Kedokteran No. 53 Kamel, S. N., Gammack J. K. 2006. Insomnia on Elderly : Cause, Approach and Cure. Am J Medicine.119, 463-469 Kaplan, H.I.& Sadock, B.J., 1997. Sinopsis Psikiatri. Jilid 2, edisi VII. Jakarta, Binarupa Aksara. Pp : 194-201. Lee B. K., Glass T. A., McAtee M. J., Wand G. S., Bandeen-Roche K., Bolla K. I. dan Schwartz B. S. 2007. Associations of Salivary Cortisol With Cognitive Function in the Baltimore Memory Study. Arch Gen Psychiatry . 64(7):810818. Murti, B. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta, Gadjahmada University Press, pp : 68 -136. Myers, J.S. 2008. Factors Associated with Changing Cognitive Function in Older Adults : Implications for Nursing Rehabilitation. Rehabilitation Nursing; May/Jun 2008; 33, 3; ProQuest Medical Library pg. 117. Papalia, D.E., Olds, S.W., and Feldman, R.D., 2005. Human Development.10th ed. New York: McGraw-Hill. Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa Usia Lanjut (Psikogeriatrik) di Puskesmas. Depkes RI, 1999. Prayitno, A., 2002. Gangguan Pola Tidur pada Kelompok Usia Lanjut dan Penatalaksanaannya. J Kedokter Trisakti. 21:23-30 Rafknowledge. 2004. Insomnia dan Gangguan Tidur lainnya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.Pp: 57-65. commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Riwidikdo, Handoko. 2009. Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press. pp: 77-81 Scanlan, J.M., Binkin, N., Michieletto, F., Lessig, M., Zuhr, E., and Borson, S., 2007. Cognitive Impairmen, Chronic Disease Burden, and Functional Disability: A Population Study of Older Italians. The American Journal of Geriatric Psychiatry, 2007; 15, 8; 716. Setiati, S., Harimurti, K., dan Roosheroe, A.G., 2006. Proses Menua dan Implikasi Kliniknya. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1335-1340 Setiati, S., dan Laksmi P.W., 2006. Insomnia in Geriatrics. Acta Med IndonesiaIndonesia J Intern Med vol. 37 Taufiqurrahman M.A., 2008. Pengantar Metodologi Penelitian untuk Ilmu Kesehatan. Surakarta. LPP UNS dan UNS Press. Turana,Yudha.
2007.
Gangguan
Tidur
:
Insomnia.
http://www.medikaholistik.com (19 September 2008). WHO. Definition of an older or elderly person. Available from URL : htttp://www.who.int/whosis/mds/mds _definition (3 Maret 2011) Winocur, Gordon, et al., 2007. Cognitive Rehabilitation in the Elderly : An Evaluation
of Psychosocial
Factors.
Journal
of the
International
Neuropsychological Society (2007), 13, 153–165. Zulsita, Arni. 2010. Gambaran kognitif pada Lansia. Universitas Sumatera Utara. Skripsi.
commit to user