PSIKOLOGIA • Volume I • No. 2 • Desember 2005
PERBEDAAN ASERTIVITAS REMAJA DITINJAU DARI POLA ASUH ORANG TUA Liza Marini dan Elvi Andriani P S. Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Intisari Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan asertivitas remaja ditinjau dari pola asuh orang tua. Perilaku asertif remaja diperlukan untuk menghadapi kuatnya pengaruh teman sebaya. Penelitian ini didasarkan pada teori Pola Asuh Orang Tua dari Baumrind yang mengasumsikan bahwa ada 4 tipe Pola Asuh Orang Tua yaitu Authoritative, Authoritarian, Permissive dan Uninvolved. Teori asertif yang digunakan didasarkan pada teori Asertivitas dari Eisler, Miller & Hersen, Johnson & Pinkton (dalam Martin & Poland, 1980). Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, data dikumpulkan dengan menggunakan skala Pola Asuh dan Skala Asertivitas. Subjek penelitian adalah remaja madya berusia15-18 tahun sebanyak 100 orang yang merupakan siswa-siswi SMUN 1 Medan yang masih memiliki orang tua lengkap. Subjek dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling. Data penelitian diolah dengan menggunakan analisis varians (ANOVA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan dalam asertivitas remaja ditinjau dari pola asuh orang tua (F=2.951, p<0.05), subjek dengan pola asuh Authoritative lebih asertif daripada subjek dengan pola asuh Authoritarian, Permissive dan Uninvolved (mean = 115.727 Sd = 7.492). Kata Kunci : Pola asuh, Authoritative, Authoritarian, Permissive, Uninvolved dan asertivitas remaja. Abstract The purpose of this research is to investigate the difference assertiveness in adolescents with various parenting style. This research is based on parenting style theory from Baumrind who assumed that there are four parenting style, Authoritative, Authoritarian, Permissive & Uninvolved. Assertive theory used in this research is based on Assertive theory from Eisler, Miller & Hersen, Johnson & Pinkton (dalam Martin & Poland, 1980). This research is a field study, data was collected through scales of parenting style and scales of assertiveness. The samples of this research were 100 middle adolescents (age 15-18 years), students of SMU Negeri 1 Medan and still have both complete parents. The subjects were selected using purposive sampling method. Data obtained in this research is processed by analysis of variance (ANOVA). The result indicate that are significant differences in adolescents assertiveness with various parenting style (F= 2.951 , p < 0.05). Subjects with Authoritatve parenting style more assertive than subjects with Authoritarian, Permissive and Uninvolved parenting style (mean = 115.727 Sd = 7.492). Key words : Parenting Style, Authoritative, Authoritarian, Permissive, Uninvolved and assertiveness in adolescence. Nunally dan Hawari (dalam Ekowarni, 2002) menyatakan bahwa penyebab para
remaja terjerumus ke hal-hal negatif seperti narkoba, tawuran, dan seks bebas, salah
46
Liza Marini dan Elvi Andriani Remaja...
satunya disebabkan karena kepribadian yang lemah. Cirinya antara lain: daya tahan terhadap tekanan dan tegangan rendah; harga diri yang rendah; kurang bisa mengekspresikan diri, menerima umpan balik, menyampaikan kritik, menghargai hak dan kewajiban; kurang bisa mengendalikan emosi dan agresivitas serta tidak dapat mengatasi masalah dan konflik dengan baik, yang erat kaitannya dengan asertivitas. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Family & Consumer di Ohio, AS (dalam Utami, 2002) yang menunjukkan fakta bahwa kebiasaan merokok, penggunaan alkohol, napza serta hubungan seksual berkaitan dengan ketidakmampuan remaja untuk bersikap asertif. Perilaku asertif adalah perilaku interpersonal berupa pernyataan perasaan yang bersifat jujur dan relatif langsung (Rimm & Master dalam Rangkuti, 2000). Perilaku asertif merupakan perilaku yang penting untuk mewujudkan pribadi yang sehat. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa dengan berperilaku asertif, individu dapat mengurangi atau menghilangkan kecemasan dan meningkatkan rasa hormat serta harga diri (Alberti & Emmons dalam Devito, 1986). Menurut Alberti dan Emmons (dalam Widjaja & Wulan, 1998) perilaku asertif lebih adaptif daripada perilaku pasif atau perilaku agresif. Asertif menimbulkan harga diri yang tinggi dan hubungan interpersonal yang memuaskan karena memungkinkan orang untuk mengemukakan apa yang diinginkan secara langsung dan jelas sehingga menimbulkan rasa senang dalam diri pribadi dan orang lain. Remaja perlu berperilaku asertif agar dapat mengurangi stres ataupun konflik yang dialami sehingga tidak melarikan diri ke hal-hal negatif (Widjaja & Wulan, 1998). Alberti and Emmons (dalam Rakos, 1991) secara detail menyebutkan bahwa perilaku asertif merupakan perilaku yang memungkinkan seseorang untuk bertindak sesuai dengan keinginan, mempertahankan diri tanpa merasa cemas, mengekspresikan perasaan secara jujur dan nyaman, ataupun
47
Perbedaan Asertivitas
untuk menggunakan hak-hak pribadi tanpa melanggar hak-hak orang lain. Menurut Eisler, Miller & Hersen, Johnson & Pinkton (dalam Martin & Poland, 1980) ada beberapa komponen dari asertivitas, antara lain adalah: 1. Compliance Berkaitan dengan usaha seseorang untuk menolak atau tidak sependapat dengan orang lain. Yang perlu ditekankan di sini adalah keberanian seseorang untuk mengatakan “tidak” pada orang lain jika memang itu tidak sesuai dengan keinginannya. 2. Duration of Reply Merupakan lamanya waktu bagi seseorang untuk mengatakan apa yang dikehendakinya, dengan menerangkannya pada orang lain. Eisler dkk (dalam Martin & Poland, 1980) menemukan bahwa orang yang tingkat asertifnya tinggi memberikan respons yang lebih lama (dalam arti lamanya waktu yang digunakan untuk berbicara) daripada orang yang tingkat asertifnya rendah. 3. Loudness Berbicara dengan lebih keras biasanya lebih asertif, selama seseorang itu tidak berteriak. Berbicara dengan suara yang jelas merupakan cara yang terbaik dalam berkomunikasi secara efektif dengan orang lain (Eisler dkk dalam Martin & Poland, 1980). 4. Request for New Behavior Meminta munculnya perilaku yang baru pada orang lain, mengungkapkan tentang fakta ataupun perasaan dalam memberikan saran pada orang lain, dengan tujuan agar situasi berubah sesuai dengan yang kita inginkan. 5. Affect Afek berarti emosi; ketika seseorang berbicara dalam keadaan emosi maka intonasi suaranya akan meninggi. Pesan yang disampaikan akan lebih asertif jika seseorang berbicara dengan fluktuasi yang sedang dan tidak berupa respons yang monoton ataupun respons yang emosional.
PSIKOLOGIA • Volume I • No. 2 • Desember 2005
6. Latency of Response Adalah jarak waktu antara akhir ucapan seseorang sampai giliran kita untuk mulai berbicara. Kenyataannya bahwa adanya sedikit jeda sesaat sebelum menjawab secara umum lebih asertif daripada yang tidak terdapat jeda. 7. Non Verbal Behavior Serber (dalam Martin & Poland, 1980) menyatakan bahwa komponen-komponen non verbal dari asertivitas antara lain: a. Kontak Mata Secara umum, jika kita memandang orang yang kita ajak bicara maka akan membantu dalam penyampaian pesan dan juga akan meningkatkan efektifitas pesan. Akan tetapi jangan pula sampai terlalu membelalak ataupun juga menundukkan kepala. b. Ekspresi Muka Perilaku asertif yang efektif membutuhkan ekspresi wajah yang sesuai dengan pesan yang disampaikan. Misalnya, pesan kemarahan akan disampaikan secara langsung tanpa senyuman, ataupun pada saat gembira tunjukkan dengan wajah senang. c. Jarak Fisik Sebaiknya berdiri atau duduk dengan jarak yang sewajarnya. Jika kita terlalu dekat dapat mengganggu orang lain dan terlihat seperti menantang, sementara terlalu jauh akan membuat orang lain susah untuk menangkap apa maksud dari perkataan kita. d. Sikap Badan Sikap badan yang tegak ketika berhadapan dengan orang lain akan membuat pesan lebih asertif. Sementara sikap badan yang tidak tegak dan terlihat malas-malasan akan membuat orang lain menilai kita mudah mundur atau melarikan diri dari masalah.
e. Isyarat Tubuh Pemberian isyarat tubuh dengan gerakan tubuh yang sesuai dapat menambah keterbukaan, rasa percaya diri dan memberikan penekanan pada apa yang kita katakan, misalnya dengan mengarahkan tangan ke luar. Sementara yang lain dapat mengurangi, seperti menggaruk leher, dan menggosok-gosok mata. Namun, berperilaku asertif bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, apalagi bagi remaja. Akan tetapi ini bukanlah hal yang tidak mungkin terjadi, seperti yang dinyatakan oleh Willis & Daisley (1995) bahwa asertif merupakan suatu bentuk perilaku dan bukan merupakan sifat kepribadian seseorang yang dibawa sejak lahir, sehingga dapat dipelajari meskipun pola kebiasaan seseorang mempengaruhi proses pembelajaran tersebut. Ia menegaskan bahwa semua orang dapat berperilaku agresif, pasif, ataupun asertif. Akan tetapi untuk berperilaku asertif, perlu dipelajari dan dilatih dibandingkan perilaku agresif dan pasif (Pentz dalam Rakos, 1991). Perilaku asertif dapat dipelajari secara alami dari lingkungan. Lingkungan yang dimaksud disini adalah keluarga sebagai lingkungan sosial pertama bagi anak, disamping juga terdapat faktor-faktor lain seperti budaya, usia dan jenis kelamin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rathus & Nevis (dalam Widjaja & Wulan, 1998) yang menyatakan bahwa perilaku asertif merupakan pola-pola yang dipelajari dari lingkungan sebagai reaksi terhadap situasi sosial dalam kehidupannya. Hal ini diperkuat oleh Harris (dalam Prabana, 1997) bahwa kualitas perilaku asertif seseorang sangat dipengaruhi oleh pengalaman pada masa kanak-kanaknya. Pengalaman tersebut berupa interaksi dengan orang tua melalui pola asuh yang ada dalam keluarga yang menentukan pola respons seseorang dalam menghadapi berbagai masalah setelah ia menjadi dewasa kelak. Pola asuh orang tua merupakan segala bentuk dan proses interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak yang merupakan pola pengasuhan tertentu dalam keluarga
48
Liza Marini dan Elvi Andriani Remaja...
yang akan memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak (Baumrind dalam Irmawati, 2002). Baumrind (dalam Berk, 2000) menyatakan bahwa pola asuh terbentuk dari adanya (1) Demandingness; menggambarkan bagaimana standar yang ditetapkan oleh orang tua bagi anak, berkaitan dengan kontrol perilaku dari orang tua (2) Responsiveness; menggambarkan bagaimana orang tua berespons kepada anaknya, berkaitan dengan kehangatan dan dukungan orang tua. Dalam hal ini terdapat 3 jenis pola asuh yaitu: authoritative, authoritarian dan permissive. Maccoby & Martin (dalam Berk, 2000) menambahkan satu jenis pola asuh lagi dengan pola asuh uninvolved. 1. Authoritative; mengandung demanding dan responsive. Dicirikan dengan adanya tuntutan dari orang tuayang disertai dengan komunikasi terbuka antara orang tuadan anak, mengharapkan kematangan perilaku pada anak disertai dengan adanya kehangatan dari orang tua. 2. Authoritarian; mengandung demanding dan unresponsive. Dicirikan dengan orang tuayang selalu menuntut anak tanpa memberi kesempatan pada anak untuk mengemukakan pendapatnya, tanpa disertai dengan komunikasi terbuka antara orang tuadan anak juga kehangatan dari orang tua. 3. Permissive; mengandung undemanding dan responsive. Dicirikan dengan orang tuayang terlalu membebaskan anak dalam segala hal tanpa adanya tuntutan ataupun kontrol, anak dibolehkan untuk melakukan apa saja yang diinginkannya. 4. Uninvolved; mengandung undemanding dan unresponsive. Dicirikan dengan orang tuayang bersikap mengabaikan dan lebih mengutamakan kebutuhan dan keinginan orang tuadaripada kebutuhan dan keinginan anak, tidak adanya tuntutan,
49
Perbedaan Asertivitas
larangan ataupun komunikasi terbuka antara orang tua dan anak. Untuk setiap orang tua, penerapan pola asuhnya dapat berbeda-beda. Menurut Baumrind (dalam Santrock, 1998) dalam kehidupan sehari-hari kebanyakan orang tua menggunakan kombinasi dari ke semua pola asuh yang ada, akan tetapi satu jenis pola asuh akan terlihat lebih dominan daripada pola asuh lainnya dan sifatnya hampir stabil sepanjang waktu. Dalam hal pembentukan asertivitas pada remaja, Berk (2002) menegaskan bahwa dalam pembentukan asertifitas anak, orang tuasendiri juga bersikap asertif dalam menghadapi keinginan anak-anaknya, sehingga dengan sendirinya orang tua memberikan model yang mendukung tumbuhnya perilaku asertif (Berk, 2000). METODE PENELITIAN Subjek penelitian ini adalah : siswa-siswi SMU Negeri 1 Medan yang berusia 15 – 18 tahun serta masih memiliki orang tua lengkap (ayah dan ibu). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposives sampling dengan jumlah sampel sebanyak 100 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan 2 skala yaitu: (1) Skala Pola Asuh: skala ini berjumlah 48 item disusun berdasarkan beberapa jenis pola asuh. Merupakan skala tipe tertutup/penskalaan subjek dengan 4 alternatif pilihan jawaban yaitu A,B,C,D di mana masing-masing pilihan mewakili 1 pola asuh (authoritative, authoritarian, permissive atau uninvolved). Setelah dilakukan uji daya beda item dengan menggunakan korelasi point biserial dan uji reliabilitas dengan koefisien alpha didapat hasil sebagai berikut: a. Untuk pola asuh authoritative, 33 item yang sahih dengan kisaran rbt = 0.31 0.561 dengan reliabilitas rtt = 0.888
PSIKOLOGIA • Volume I • No. 2 • Desember 2005
b. Untuk pola asuh authoritarian, 23 item yang sahih dengan kisaran rbt = 0.305 0.564 dengan reliabilitas rtt = 0.843 c. Untuk pola asuh permissive, 15 item yang sahih dengan kisaran rbt = 0.305 0.560 dengan reliabilitas rtt = 0.777 d. Untuk pola asuh uninvolved, 16 item yang sahih dengan kisaran rbt = 0.310 0.648 dengan reliabilitas rtt = 0.821 (2) Skala Asertivitas:: skala ini disusun berdasarkan aspek-aspek asertivitas yang dikemukakan oleh Eisler, Miller & Hersen, Johnson & Pinkton (dalam Martin & Poland, 1980) antara lain: Compliance, Duration of Reply, Loudness, Request for New Behavior, Affect, Latency of Response, Non Verbal Behavior. Merupakan skala Likert dengan 4 pilihan jawaban, terdiri dari 38 item dengan kisaran koefisien korelasi rxy = 0.2439 – 0.6107 dan reliabilitas rtt = 0.8710.
HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggolongkan pola asuh atas 4 tipe yaitu authoritative, authoritarian, permissive dan uninvolved. Untuk menggolongkan subjek ke dalam masingmasing pola asuh digunakan kategorisasi Standard Error of Measurement dengan rumusan sebagai berikut: Se = Sx
(1 − rxx )
Keterangan: Se = Eror standar dalam pengukuran Sx = Deviasi standar skor rxx = Koefisien reliabilitas Besarnya Se akan memperlihatkan kisaran estimasi skor sebenarnya pada taraf kepercayaan tertentu. Selanjutnya nilai Se akan digunakan untuk melihat nilai pada tabel deviasi normal dengan rumus sebagai berikut: X ± Z α/2 (Se)
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka didapat kategorisasi pola asuh seperti pada Tabel 1 berikut ini: Tabel 1. Kategorisasi Pola Asuh Pola Asuh Authoritative Pola Asuh Authoritarian Pola Asuh Permissive Pola Asuh Uninvolved
X ≥ 36 X ≥ 12 X ≥ 11 X≥4
Tabel 2. Penggolongan Subjek Berdasarkan Pola Asuh Pola Asuh Jumlah Persentas e 33 33 % Authoritative Authoritarian 18 18 % Permissive 16 16 % Uninvolved 6 6% Tak Tergolongkan 27 27 % Total 100 orang 100 %
Subjek yang termasuk dalam pola asuh yang tidak tergolongkan tidak diperhitungkan dalam penelitian, karena peneliti hanya mengacu pada keempat tipe pola asuh saja. Dengan demikian jumlah total subjek penelitian adalah sebanyak 73 orang. HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil perhitungan analisa data dengan menggunakan teknik ANOVA diperoleh hasil analisa perbedaan skor asertivitas ditinjau dari pola asuh orang tua: Dari Tabel 3 terlihat bahwa diperoleh nilai F sebesar 2.951 dengan Sig. 0.039. Dengan demikian maka Ho ditolak dan Ha diterima, hal ini berarti: Ada perbedaan asertivitas remaja ditinjau dari pola asuh orang tua. Jika dilihat dari mean terdapat perbedaan bermakna di mana mean tertinggi diperoleh oleh kelompok subjek dengan pola asuh authoritative, sehingga bisa disimpulkan bahwa subjek dengan pola asuh authoritative memiliki asertivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek dengan pola asuh authoritarian, permissive dan uninvolved.
50
Liza Marini dan Elvi Andriani Remaja...
DISKUSI Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan asertivitas yang signifikan antara pola asuh authoritative, authoritarian, permissive dan pola asuh uninvolved. Asertivitas subjek dengan pola asuh authoritative lebih tinggi daripada subjek dengan pola asuh authoritarian, permissive dan uninvolved. Terdapatnya perbedaan asertivitas yang dimiliki subjek dalam penelitian ini sejalan dengan pendapat Harris (dalam Prabana, 1997) yang mengatakan bahwa kualitas perilaku asertif seseorang dipengaruhi oleh pengalaman yang berupa interaksi dengan orang tua melalui pola asuh yang diterapkan dalam keluarga, dan menentukan pola responss seseorang dalam menghadapi masalah. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa asertivitas remaja dengan pola asuh authoritative lebih tinggi daripada remaja dengan pola asuh authoritarian, permissive dan uninvolved. Dengan kata lain, pola asuh authoritative lebih mengembangkan perilaku asertivitas pada remaja. Hal ini sejalan dengan teori Baumrind (dalam Dacey & kenny, 1997) yang mengatakan bahwa pola asuh authoritative lebih efektif dari ketiga pola asuh yang lain dalam pembentukan kepribadian anak. Dijelaskan bahwa anak yang diasuh dengan pola asuh authoritative akan menunjukkan perkembangan emosional, sosial dan kognitif yang positif. Anak akan menampilkan perilaku yang asertif, ramah, memiliki harga diri dan percaya diri yang tinggi, memiliki tujuan dan cita-cita, berprestasi, serta dapat mengatasi stres dengan baik. Hal ini dikarenakan orang tua yang authoritative membuat tuntutan yang sesuai dengan kematangan dan menetapkan batas-batas yang wajar. Pada saat yang sama mereka menunjukkan kehangatan dan kasih sayang, mendengarkan
Perbedaan Asertivitas
keluhan anak dengan sabar dan anak diberi kesempatan untuk ikut serta dalam membuat keputusan (Baumrind dalam Berk, 2000). Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam menumbuhkan perilaku asertif ini dibutuhkan suasana keluarga authoritative karena anak diajarkan untuk mengatur emosinya, dapat berempati dan mau mengerti orang lain, mengenal serta dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dan mana yang dilarang, juga anak diajarkan untuk dapat mengatakan “tidak” sehingga anak mampu mengutarakan isi hatinya atau keinginannya (Baumrind dalam Hughes & Noppe, 1985). Budiman (dalam Tarmudji, 2002) juga mengatakan bahwa keluarga yang dilandasi kasih sayang, membuat anak dapat mengembangkan tingkah laku sosial yang baik yang merupakan landasan bagi hubungan sosial khususnya dengan teman sebaya. SARAN 1. Untuk orang tua Orang tua agar lebih menerapkan pola asuh authoritative, karena terbukti lebih efektif dalam mengembangkan perilaku asertivitas pada remaja. Oleh karena itu diperlukan sosialisasi dan pendidikan mengenai pola asuh bagi para orang tua. Hal ini dapat dilakukan melalui ceramah, seminar ataupun pelatihan dan diskusi bekerja sama dengan pihak sekolah atau guru yang bersangkutan. 2. Untuk guru, praktisi pendidikan Para guru, praktisi pendidikan dan masyarakat juga dapat ikut serta dalam menumbuhkan asertivitas pada remaja yang dapat dilakukan antara lain dengan mengadakan pelatihan-pelatihan asertivitas (assertiveness training) sebagai sarana untuk menumbuh kembangkan asertivitas pada remaja.
Tabel 3. Analisis Varians Skor Asertivitas Pola Asuh Authoritative-Authoritarian- PermissiveUninvolved Sum of df Mean Square F Sig. Squares Between Groups 479.949 3 159.983 2.951 .039 Within Groups 3740.927 69 54.216 Total 4220.877 72
51
PSIKOLOGIA • Volume I • No. 2 • Desember 2005
Tabel 4. Deskripsi Skor Asertivitas Pola Asuh Jumlah Authoritative 33 Authoritarian 18 Permissive 16 Uninvolved 6
Mean 115.727 111.777 110.562 108.666
Standard Deviasi 7.492 8.974 5.842 3.559
52
Liza Marini dan Elvi Andriani Remaja...
Perbedaan Asertivitas
3. Untuk penelitian selanjutnya Pada penelitian ini, peneliti tidak begitu memperhatikan faktor-faktor lain selain pola asuh orang tua sebagai hal-hal yang dapat mempengaruhi asertivitas remaja. Disarankan kepada penelitian selanjutnya dengan topik yang sama agar lebih memperhatikan faktor-faktor tersebut khususnya faktor kebudayaan. DAFTAR PUSTAKA Annisa, N. (2000). Komunikasi Orang Tua – Remaja Dalam Mendukung Munculnya Perilaku Asertif (Studi Kualitatif Pada Remaja Pengguna Narkoba). Jakarta: Fakultas Psikologi UI. Azwar, S. (2000). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. , (2000). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Berk, L.E. (2000). Child development (5th ed.). USA : A Pearson Education Comp. Conger, J.J. (1991). Adolescent & youth: psychologycal development in a th changing world (4 ed.). New York: Harper Collins. Dacey, J., & Kenny, M. (1997). Adolescent development (2nd ed.). USA: Brown & Benchmark pub. Devito, J.A. (1986). The interpersonal communication book (4th ed.). New York : Harper & Row pub. Hetherington, E.M., & Parke, R.D. (1999). Child psychology : a contemporary viewpoint (5th ed.). New York : Mc.Graw Hill. Hughes, F.P., & Noppe, L.D. (1985). Human development: across the life span. USA: West Publishing Company. Hurlock, E.B. Perkembangan
53
:
(1999). Suatu
Psikologi Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan (edisi ke5). Jakarta: Erlangga. Irmawati. (2002). Motivasi Berprestasi & Pola Pengasuhan Pada Suku Bangsa Batak Toba & Suku Bangsa Melayu (tesis). Jakarta: Fakultas Pasca UI. Kail, R.V., & Cavanaugh, J.C. (2000). Human development: a life span view (2nd ed.). USA: Wadsworth / Thomson Learning. Martin, R.A., & Poland, E.Y. (1980). Learning to change : a self-management approach to adjustment. New York: Mc.Graw Hill. Monks, F.J., & Haditono, S.R. (1999). Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D. (1998). Human development (7th ed.). USA: Mc Graw Hill Comp Inc. Prabana. (1997). Perbedaan Asertivitas Remaja Ditinjau dari Status Sosial Ekonomi Orang Tua dan Jenis Kelamin. (Skripsi – Tidak Diterbitkan) Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Rakos, R.F. (1991). Assertive behavior : theory, research & training. New York: Routledge, Chapman & Hall Inc. Santrock, J.W. (1998). Adolescence (7th ed.). New York: Mc Graw Hill Simmons, S., & Simmons, J.C., Jr. (1997). Measuring emotional intelligence : the ground breaking guide to applying the principles of emotional intelligence. Arlington, Texas: The Summit Pub.Group. Tarsis, T. (2002). Hubungan pola asuh orang tua dengan agresivitas remaja. Jurnal pendidikan & kebudayaan (37), 504-519.