PERBEDAAN ANTARA PENGAPIAN KONVENSIONAL DENGAN PENGAPIAN ELEKTRONIK CDI TERHADAP EMISI GAS BUANG PADA MESIN TOYOTA KIJANG SERI 5 K Wahyudi (10320024) Mahasiswa PTM Otomotif IKIP Veteran Semarang Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengungkap kadar emisi karbon monoksida (CO) dan hidrokarbon (HC) gas buang yang dihasilkan pada sistem pengapian konvensional seri 5 K; (2) mengungkap kadar emisi karbon monoksida (CO) dan hidrokarbon (HC) gas buang yang dihasilkan mesin toyota kijang seri 5 K setelah diubah menjadi pengapian elektronik CDI;(3) mengungkap perbedaan kadar emisi karbon monoksida (CO) dan hidrokarbon (HC) gas buang yang dihasilkan setelah adanya modifikasi pada sistem pengapian konvensional menjadi sistem pengapian elektronik CDI. Jenis penelitian ini adalah ekperimen dengan tiga variabel yaitu variabel bebas pengapian standar konvensional dan pengapian elektronik CDI, variabel terikat jumlah kadar emisi gas buang pengapian konvensional dan jumlah kadar emisi gas buang pengapian elektronik CDI, dan variabel kontrol celah busi (0,88 mm) dan variasi putaran mesin yang dikondisikan sama yaitu 1000, 1200, 1400, 1600, 1800, 2000, 2200, 2400, 2600, dan 2800 rpm. Objek penelitian adalah mesin toyota kijang 5 K dengan spesifikasi isi silinder 1486 cc. Instrumen yang digunakan adalah alat uji gas analyzer tipe stargas 898 dan tool set. Hasil penelitian menunjukan bahwa : (1) Kadar emisi gas buang yang dihasilkan sistem pengapian konvensional untuk CO mengalami grafik penurunan dari putaran 1000 rpm sebesar 2,476 %.vol menjadi 1,933 %.vol pada putaran 2800 rpm. Sedangkan kadar HC yang dihasilkan mengalami grafik peningkatan dari putaran 1000 rpm sebesar 206 ppm.vol menjadi 458 ppm.vol pada putaran 2800 rpm. Hal ini disebabkan olehperbedaan pembakaran yang kurang sempurna.; (2) Kadar emisi gas buang yang dihasilkan sistem pengapian CDI untuk karbon monoksida (CO) mengalami grafik penurunan dari putaran 1000 rpm sebesar 2,771 %.vol menjadi 1,707 %.vol pada putaran 2800 rpm. Begitu pula pada kadar HC yang dihasilkan mengalami grafik penurunan dari putaran 1000 rpm sebesar 336 ppm.vol menjadi 171 ppm.vol pada putaran 2800 rpm.; (3) Perbedaan kadar emisi karbon monoksida (CO) dan hidrokarbon (HC) gas buang yang dihasilkan setelah adanya modifikasi pada sistem pengapian konvensional menjadi sistem pengapian elektronik CDI adalah untuk CO yaitu (0,13 < 2,26) dan untuk HC (1,20 < 2,26). Keduanya harga t hitung lebih kecil dari t tabel sehingga “perbedaan kadar emisi karbon monoksida (CO) dan hidrokarbon (HC) gas buang yang dihasilkan setelah adanya modifikasi pada sistem pengapian konvensional menjadi sistem pengapian elektronik CDI kurang signifikan”. Perbedaan dapat dilihat pada rata-rata kadar CO yang dihasilkan pengapian CDI lebih rendah dari pengapian konvensional yaitu 1,94 %.vol < 1,95 %.vol dan juga rata-rata kadar HC yang dihasilkan pengapian CDI lebih rendah dari pengapian konvensional yaitu 220,9 ppm.vol < 262,7 %.vol. Hal ini menunjukan bahwa modifikasi pada sistem pengapian konvensional menjadi sistem pengapian elektronik CDI menghasilkan kadar emisi gas buang lebih rendah pada kadar CO dan HC gas buang. Kata Kunci : pengapian konvensional, pengapian elektronik cdi, emisi co dan hc gas buang. PENDAHULUAN Pada motor bensin campuran bahan bakar dan udara dikompresikan didalam silinder harus dibakar untuk menghasilkan tenaga.Pembakaran campuran bahan bakar dengan udara diperoleh dari percikan bunga api dari busi. Bunga api dihasilkan oleh suatu rangkaian listrik yang disebut sistem pengapian.
Gardan. Vol. 4 No. 2, Nopember 2014
42
Sistem pengapian ini berfungsi untuk merubah arus listrik 12 volt yang diterima dari baterai menjadi tegangan tinggi (10 KV atau lebih) sehingga terjadi loncatan bunga api pada elektroda busi membakar campuran udara dan bahan bakar.Dengan adanya pembakaran ruang diatas piston mengalami peningkatan tekanan selanjutnya tekanan ini untuk menekan piston untuk dapat bergerak turun-naik. Gerakan ini selanjutnya dirubah menjadi gerak putar melalui mekanisme batang piston sehingga poros engkol dapat berputar sebagai wujud dari energi hasil pembakaran.Energi hasil pembakaran selanjutnya digunakan untuk menggerakan kendaraan atau melaju. Sisa pembakaranatau gas buang dikeluarkan melalui knalpot yang biasa disebut emisi gas buang. Menurut
Reynol
Basrie
pada
situs
blognya
di
http://www.sharing
informasi.com/2013/10/pengertian-emisi-dan-efeknya-bagi.html mengatakan : “Emisi gas buang merupakan sisa hasil pembakaran mesin kendaraan baik itu kendaraan berroda, perahu/kapal dan pesawat terbang yang menggunakan bahan bakar. Biasanya emisi gas buang ini terjadi karena pembakaran yang tidak sempurna dari sistem pembuangan dan pembakaran mesin serta lepasnya partikel-partikel karena kurang tercukupinya oksigen dalam proses pembakaran tersebut. Emisi gas buang merupakan salah satu penyebab terjadinya efek rumah kaca dan pemanasan global yang terjadi akhir-akhir ini”. “Kualitas gas buang banyak ditentukan oleh sistem pengapian, karena proses pembakaran yang terjadi berakibat langsung terhadap timbulnya bermacam-macam unsur dari gas bekas. Sudut pengapian yang optimal dengan mempertimbangkan emisi gas buang”.(Yayat, Supriatna & Sumarsono 1998 : 56). Gas buang kendaraan umumnya terdiri dari gas yang tidak beracun nitrogen (N2), karbondioksida(CO2) dan uap air (H2O) sebagian kecil merupakan gas beracun seperti NOx, HC, dan CO. (Arifin Zainal, Sukoco 2009 : 34).Untuk pembakaran yang sempurna gas buangnya adalah CO2 dan H2O. Namun kenyataannya pembakaran sempurna tidak sepenuhnya bisa diwujudkan, karena sebenarnya reaksi pembakaran itu menghasilkan zat N2, O2, CO, HC yang tidak terbakar, bermacam NOx dan sebagainya. Diantaranya gas buang zat CO dan HC diketahui dapat membahayakan manusia, dan sudah menjadi standar buku peraturan pembatasan gas buang disetiap negara. Gas CO dan HC ini mempunyai presentase konsentrasi yang relatif besar dalam setiap emisi gas buang bermotor khususnya berbahan bakar bensin. Karbon monoksida merupakan hasil utama pembakaran bensin sebagai akibat dari proses pembakaran yang kurang sempurna, sedangkan hidrokarbon merupakan emisi yang timbul karena bahan bakar belum terbakar tetapi sudah keluar bersama-sama gas buang.Efeknya bagi kesehatan manusia adalah apabila CO terhisap ke dalam paruparu akan ikut peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen dalam tubuh. Sedangkan HC yang tinggi dapat merusak sistem pernafasan penyebab kanker dan menimbulkan kabut asap yang membuat iritasi dan menyebabkan radang tenggorokan.
Gardan. Vol. 4 No. 2, Nopember 2014
43
TINJAUAN PUSTAKA Pengapian Konvensional 1. Komponen Sistem Pengapian Konvensional Pada motor bensin campuran bahan bakar dan udara yang dikompresikan di dalam silinder harus dapat dibakar untuk menghasilkan tenaga. Campuran bahan bakar dan udara dikompresikan dengan tekanan kompresi rendah, yakni : 8 – 13 bar ( 0,8 – 13 Mpa ) sehingga temperatur naik 400 – 600 °C, kemudian busi meloncatkan bunga api dan terjadilah pembakaran di ruang bakar. Pembakaran dengan loncatan bunga api pada motor bensin dilakukan sistem pengapian. Sistem pengapian yang digunakan adalah sistem pengapian listrik, dimana untuk menghasilkan percikan api digunakan tegangan listrik sebagai pemercik api. Jadi sistem pengapian berfungsi untuk membakar campuran bahan bakar dan udara di dalam ruang bakar pada akhir langkah kompresi. Agar hasil yang diperoleh sistem pengapian sempurna, maka rangkaian ini harus dapat : a. Menaikkan tegangan rendah menjadi tegangan tinggi. b. Beroperasi pada sumber tegangan yang berbeda ( tegangan baterai dan altenator ). c. Mengalirkan tegangan tinggi ke busi – busi sesuai dengan urutan pengapian. d. Waktu pembangkitan tegangan tinggi harus tepat sesuai dengan putaran mesin. (Supriatna, Yayat& Sumarsono 1998 : 55 ) Sistem pengapian konvensional mempunyai beberapa komponen antara lain kunci kontak, sekering, ekternal resistor, koil, ditributor, kondensator, busi, kabel tegangan tinggi, dan kabel penghubung.
Gamba r 1. Sistem Pengapian Konvensional Berikut fungsi dari masing-masing komponen : a. Baterai Menyediakan arus listrik tegangan rendah untuk ignition coil. b. Sekering ( fuse ) Sebagai pengaman arus listrik. c. Kunci kontak ( switch ignition ) Menghubungkan atau memutuskan arus listrik dari baterai ke coil.
Gardan. Vol. 4 No. 2, Nopember 2014
44
d. Eksternal resistor Mengurangi penurunan tegangan pada kumparan sekunder pada saat putaran mesin tinggi. e. Ignition coil Menaikkan tegangan yang diterima dari baterai menjadi tegangan tinggi yang diperlukan untuk pengapian. f. Distributor Membagikan ( mendistribusikan ) arus tegangan tinggi yang dihasilkan ( dibangkitkan ) oleh kumparan sekunder pada ignition coil ke busi pada tiap – tiap silinder sesuai dengan urutan pengapian. Distributor terdiri dari : 1) Cam ( Nok ) Membuka breaker point ( platina ) pada sudut crankshaft ( poros engkol ) yang tepat untuk masing – masing silinder. 2) Breker point ( platina ) Memutuskan arus listrik mengalir melalui kumparan primer dari ignition coil untuk menghasilkan arus listrik tegangantinggi pada kumparan sekunder dengan cara induksi magnet listrik ( electromagnetic induction ). 3) Condensator ( kapasitor ) Menyerap loncatan bunga api yang terjadi antara breker point ( platina ) pada saat membuka dengan tujuan untuk menaikkan tegangan coil sekunder. 4) Centrifugal governor advancer Memajukan saat pengapian sesuai dengan putaran mesin. 5) Vacuum advancer Memajukan saat pengapian sesuai dengan beban mesin ( vacuum intake manifold ). 6) Rotor Membagikan arus listrik tegangan tinggi yang dihasilkan oleh ignition coil ke tiap – tiap busi. 7) Distributor cap Membagikan arus listrik tegangan tinggi dari rotor ke kabel tegangan tinggi untuk masing – masing silinder. g. Kabel tegangan tinggi ( high tension cord ) Mengalirkan arus listrik tegangan tinggi dari ignition coil ke busi. h. Busi ( spark plug ) Mengeluarkan arus listrik tegangan tinggi menjadi loncatan bunga api melalui elektrodanya. 2. Ignition Coil Konstruksi ignition coil
Gardan. Vol. 4 No. 2, Nopember 2014
45
Gambar 2. Konstruksi Coil Pengapian yang umum Koil
pengapian terdiri dari rumah logam yang
meliputi lembar pelapislogamuntuk
mengurangi kebocoran medan magnet. Lilitan sekunder, yang mempunyai lilitan lebih kurang 20.000 lilitan kawat tembaga halus dililitkan secara langsung keinti besi yang dilaminasi dan disambungkan keterminal tegangan tinggi yang terdapat pada bagian tutup coil. Karena tegangan tinggi diberikan pada intibesi, inti harus diisolasi oleh tutup dan insolator tambahan diberikan di bagian dasar. Lilitan primer, terdiri dari 200-500 lilitan kawat tembaga yang relatif tebal, ditempatkan dekat dengan bagian luar sekelililng lilitan sekunder. Panjang dan lebar kawat akan menyebabkan resistansi lilitan primer berubah tergantung pada penggunaannya. Koil pengapian adalah transformator peningkat tegangan. Koil menghasilkan pulsa-pulsa tegangan tinggi yang dikirimkan kebusi- busi untuk menyulut campuran bahan bakar/udara di tabung engine. Lilitan primer coil, menyimpan energy dalam bentuk medan magnet. (Supriatna , Yayat & Sumarsono 1999 : 60 ). Pada waktu yang ditentukan kontak pointer buka, arus primer berhenti mengalir dan medan magnet kolap memotong coil sekunde rmenghasilkan tegangan tinggi kedalamnya. Tegangan sekunder menyalakan busi. Sistem pengapian elektronik diciptakan untuk mengatasi kekurangan yang terjadi pada sistem pengapian mekanik atau masih menggunakan kontak pemutus platina. Dengan penyempurnaan ini, tegangan yang dihasilkan oleh kumparan koil dapat mencapai 30.000 volt. Induksi tegangan dapat terjadi dalam waktu singkat ( 2-5 mikro detik ), bila dibandingkan dengan pengapian mekanik ( 100-200 mikro detik ). Sehingga dapat dipastikan emisi gas buang yang dihasilkan pengapian CDI akan lebih rendah dibanding dengan pengapian konvensional. ( Wahyu Hidayat 2012 : 153 ).
Gardan. Vol. 4 No. 2, Nopember 2014
46
Gambar 3. Perbandingan Sistem pengapian konvensional (A) dan Sistem Pengapian Elektronik (B). (Yunan Ginting, 1999 :12) Modifikasi Pengapian Konvensional ke Pengapian Elektronik CDI Pengapian konvensional yang masih menggunakan kontak pemutus platina untuk menghasilkan tegangan tinggi pada kumparan sekunder dengan memutus dan menghubungkan arus listrik yang mengalir melalui kumparan primer pada ignition coil secara mekanis.Sedangkan pengapian CDI untuk menghasilkan tegangan tinggi untuk membakar campuran bahan bakar melalui percikan elektroda busi diatur secara elektronik
METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Metode eksperimen merupakan jenis penelitian dengan mengadakan percobaan secara langsung di laboratorium tentang pemeriksaan, pengukuran emisi gas buang antara sistem pengapian konvensional dengan pengapian elektronik CDI. “Metode eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi terkontrol”. (Sugiyono, 2010 : 107). Bentuk penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan memaparkan hasil eksperimen dalam bentuk angka-angka. Waktu dan Tempat Penelitian Tempat penelitian ini adalah di Laboratorium Teknik Mesin Otomotif BP. Dikjur, Jl. Brotojoyo No.1 semarang dan waktu pelaksanaan penelitian pada bulan April sampai dengan bulan Juni 2014. Obyek Penelitian Obyek penelitian adalah sistem pengapian konvensional yang menggunakan platina dan sistem pengapian elektronik CDI pada mesin Toyota Kijang seri 5K. Spesifikasi Mesin Merk/ Type
: : Toyota Kijang KF40 Super Short.
Gardan. Vol. 4 No. 2, Nopember 2014
47
Jenis/ Model
: MPNP/ Stationwagon
Isi Silinder
: 1486 CC
Tahun Pembuatan : 1990 Tahun Perakitan
: 1991
No Rangka
: KF40101764
Nomor Mesin
: 5K9107854
Alur Penelitian Langkah-langkah yang dilaksanakan dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut :
Mesin Toyota Kijang 5 K
Pengapian Konvensional
Pengapian Elektronik CDI
Pengujian dengan Gas Analizer
Pengujian dengan Gas Analizer
Emisi Gas buang CO dan HC
Emisi Gas buang CO dan HC
Analisis Data
Analisis Data
Kesimpulan Gambar 4. Alur Penelitian Variabel Penelitian “Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya”. ( Sugiyono, 2010 : 60 ). Dalam penelitian ini ada tiga macam variabel yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol. 1. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa variabel bebas merupakan variabel yang sengaja dipelajari pengaruhnya terhadap variabel terikat dan variabel bebas dalam penelitian ini adalah sistem pengapian standar dan sistem pengapian elektronik CDI yang dipakai mesin Toyota Kijang seri 5K.
Gardan. Vol. 4 No. 2, Nopember 2014
48
2. Variabel terikat ini muncul sebagai akibat dari variabel bebas, sebagai indikator variabel terikat dalam penelitian ini yaitu jumlah kadar emisi gas buang sistem pengapian konvensional (X1) dan jumlah kadar emisi gas buang sistem pengapian elektronik CDI (X2). Variabel kontrol adalah faktor diluar variabel penelitian yang tidak tidak termasuk diteliti tetapi dapat mempengaruhi hasil penelitian. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah celah busi (0,8 mm) dan variasi putaran mesin yang dikondisikan sama pada setiap perlakuan. HASIL PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen mengadakan percobaan secara langsung di laboratorium tentang pemeriksaan dan pengukuran emisi karbon monoksida (CO) dan hidrokarbon (HC) gas buang yang dihasilkan antara sistem pengapian konvensional dengan pengapian elektronik CDI pada mesin toyota kijang 5K dengan variasi putaran mesin (Rpm) yang dikondisikan sama tiap perlakuannya. Tabel 1. Hasil Eksperimen
Data hasil pengukuran karbon monoksida (CO) dan hidrocarbon (HC) gas buang seperti ditunjukkan pada tabel 1 diatas, diperoleh berdasarkan angka atau skala nominal yang terukur pada alat gas analyzer (Stargas). Alat ini menunjukkan satuan ukuran kadar monoksida (CO) dalam % volume dan hidrokarbon (HC)
dalam ppm. Satuan %.Volume adalah satuan kadar atau konsentrasi suatu zat dalam
campurannya dengan dimensi volume. Satuan %.Volume tersebut di dapat dari rumus : %(v/v)
x 100
Sedangkan ppm adalah satuan konsentrasi atau kadar yang menunjukan bahwa satu ppm sama dengan 1 bagian zat yang bersangkutan di dalam 1 juta bagian campurannya. Untuk konversi dari %
Gardan. Vol. 4 No. 2, Nopember 2014
49
volume ke ppm, dengan cara mengalikan jumlah dalam % volume dikalikan dengan sepuluh ribu”.(Sularto,http://eprints.uns.ac.id/id/eprint/2609) 1. Jumlah kadar emisi gas buang sistem pengapian konvensional Kadar CO yang dikeluarkan oleh proses pembakaran mesin sistem pengapian konvensional pada putaran awal 1000 Rpm adalah sebesar 2,476 %.Vol, putaran mesin dinaikkan secara berkala dengan selisih 200 rpm. Pada putaran berikutya yaitu 1200 Rpm kadar emisi CO mengalami penurunan menjadi 2,385 %.Vol, kemudian mengalami penurunankadar emisi CO lagi menjadi 2,043 %.Vol pada putaran 1400 Rpm, pada putaran 1600 Rpm mengalami kenaikan kadar emisi CO menjadi 2,113 %.Vol, pada putaran 1800 Rpm mengalami penurunan kadar emisi CO menjadi 2,066 %.Vol, kemudian mengalami penurunan kadar emisi CO pada putaran 2000 Rpm menjadi 1,763 %.Vol, begitu pula pada putaran selanjutnya yaitu putaran 2200 Rpm kadar emisi CO mengalami penurunan menjadi 1,517 %.Vol, pada putaran 2400 Rpm kadar emisi CO mengalami kenaikan menjadi 1,570 %.Vol, begitu pula pada putaran selanjutnya yaitu putaran 2600 Rpm kadar emisi CO mengalami kenaikan menjadi 1,670 %.Vol dan pada putaran 2800 kadar emisi CO mengalami kenaikan menjadi 1,933 %.Vol. Kadar HC (hidrocarbon) yang dikeluarkan oleh sistem pengapian konvensional pada putaran 1000 Rpm yaitu sebesar 206 Ppm.Vol, pada putaran 1200 Rpm kadar emisi HC mengalami peningkatan menjadi 226 Ppm.Vol, begitu pula pada putaran berikutnya yaitu putaran 1400 Rpm kadar emisi HC mengalami peningkatan lagi menjadi 248 Ppm.Vol, pada putaran 1600 Rpm kadar emisi HC mengalami penurunan lagi menjadi 225 Ppm.Vol, kemudian pada putaran 1800 Rpm kadar emisi HC mengalami kenaikan menjadi 240 Ppm.Vol, putaran 2000 Rpm kadar emisi HC mengalami penurunan menjadi 215 Ppm.Vol, kemudian putaran 2200 Rpm Kadar emisi HC mengalami peningkatan menjadi 258 Ppm.Vol, pada putaran 2400 Rpm kadar emisi HC mengalami peningkatan lagi menjadi 292 Ppm.Vol, pada putaran 2600 Rpm kadar emisi HC mengalami penurunan yaitu 259 Ppm.Vol, dan mengalami peningkatan kadar emisi HC lagi sebesar 458 pada putaran 2800 Ppm.Vol. Dengan demikian kadar emisi gas buang sistem pengapian konvensional untuk CO dan HC dapat disimpulkan : kadar emisi CO pada pengapian konvesional putaran 1000 Rpm sampai dengan 1400 Rpm mengalami penurunan, kemudian mengalami peningkatan kadar emisi CO pada putaran 1600 Rpm, pada putaran 1600 Rpm sampai dengan 2200 Rpm kadar emisi yang dihasilkan relatif tidak stabil atau mengalami naik-turun, kemudian pada putaran 2200 sampai dengan 2800 kadar emisi yang dihasilkan menunjukan terus mengalami peningkatan,Sedangkan kadar HC mengalami kenaikan pada putaran 1000 sampai dengan 1400, kemudian mengalami penurunan kadar emisi pada putaran 1600 Rpm , pada putaran 1600 Rpm sampai dengan 2000 Rpm kadar emisi HC yang dihasilkan relatif tidak stabil atau naik-turun, pada putaran 2000 sampai dengan 2400 Rpm kadar emisi HC yang dihasilkan terus mengalami peningkatan, pada putaran 2600 Rpm
Gardan. Vol. 4 No. 2, Nopember 2014
50
kadar emisi HC yang dihasilkan kembali turun namun naik kembali pada putaran 2800 Rpm.Hal ini disebabkan oleh perbedaan pembakaran yang kurang sempurna. 2. Jumlah kadar emisi gas buang sistem pengapian CDI Kadar emisi CO yang dikeluarkan oleh sistem pengapian CDI pada putaran 1000 Rpm yaitu 2,771 %.Vol, kemudian mengalami peningkatan kadar emisi CO menjadi 2,844 %.Vol pada putaran 1200 Rpm, pada putaran 1400 Rpm kadar emisi CO mengalami penurunan menjadi 1,691 %.Vol, pada putaran berikutnya yaitu putaran 1600 Rpm kadar CO mengalami peningkatan menjadi 2,011 %.Vol, pada putaran 1800 Rpm kadar emisi CO mengalami penurunan menjadi 1,992 %.Vol, begitu pula putaran berikutnya yaitu putaran 2000 Rpm kadar emisi CO mengalami penurunan menjadi 1,326 %.Vol, pada putaran 2200 Rpm kadar emisi CO mengalami peningkatan menjadi 2,182 %.Vol, pada putaran 2400 Rpm kadar emisi CO mengalami penurunan menjadi 1,332 %.Vol, begitu pula pada putaran berikutnya yaitu putran 1600 Rpm kadar emisi CO mengalami penurunan menjad 1,264 %.Vol dan pada putaran 2800 Rpm kadar emisi CO kembali mengalami peningkatan menjadi 1,707 %.Vol. sedangkan kadar emisi HC yang dihasilkan oleh sistem pengapian CDI pada putaran 1000 Rpm yaitu 336 Ppm.Vol, mengalami penurunan sampai pada putaran 1800 Rpm yaitu 197 Ppm.Vol, pada putaran 2000 Rpm mengalami peningkatan kadar HC menjadi 218 Ppm.Vol, pada putaran 2200 Rpm mengalami penurunan kadar HC yaitu 189 Ppm.Vol, pada putaran 2400 Rpm kadar HC mengalami penurunan menjadi 193 Ppm.Vol, kemudian mengalami peningkatan kadar HC menjadi 201 Ppm.Vol pada putaran 2600 Rpm, dan mengalami penurunan kadar HC pada putaran 2800 Rpm menjadi 171 Ppm.Vol. Dengan demikian kadar emisi gas buang sistem pengapian CDI untuk CO dan HC dapat disimpulkan : kadar emisi CO pada putaran 1000 sampai dengan 1400 Rpm relatif tidak stabil atau naik-turun, pada puatran 1600 sampai dengan 2000 kadar emisi CO yang dihasilkan mengalami penurunan, kemudian pada putaran 2200 Rpm sampai dengan 2800 Rpm kadar emisi CO yang dihasilkan relatif tidak satabil atau mengalami naik-turun. Sedangkan kadar emisi HC yang dari putaran 1000 Rpm yaitu 336 Ppm.Vol sampai dengan 1800 Rpm mengalami penurunan, kemudian pada putaran 2000 Rpm sampai dengan 2800 Rpm kadar HC yang dihasilkan tidak stabil atau mengalami naik-turun. Kadar HC tertinggi oleh pengapian CDI pada putaran 1000 yaitu 336 Ppm.Vol sedangkan kadar terkecil pada putaran 2800 Rpm yaitu sebesar 171 Ppm.Vol. Untuk mengetahui perbedaan emisi gas buang (CO dan HC) yang dihasilkan antara sistem pengapian konvensional dan sistem pengapian CDI pada setiap variasi putaran mesin dapat lihat pada grafik berikut :
Gardan. Vol. 4 No. 2, Nopember 2014
51
3 2.5 2 1.5 Pengapian Konvensional
1
Pengapian CDI
0.5 2800
2600
2400
2200
2000
1800
1600
1400
1200
0
1000
KADAR EMISI GAS BUANG (%.VOLUME)
KADAR EMISI GAS BUANG (CO)
PUTARAN MESIN (RPM)
Grafik 1. Perbandingan kadar emisi gas buang (CO) antara pengapian konvensional dengan pengapian elektronik CDI. Pada grafik diatas tergambar perbedaan kadar emisi gas buang pada setiap variasi putarannya. Untuk emisi CO yang dihasilkan pengapian CDI relatif lebih besar dari putaran 1000 sampai dengan 1200 Rpm tetapi mengalami penurunan mulai dari putaran 1200 sampai dengan 2000 Rpm. Mengalami kenaikan pada putaran 2200 Rpm namun mengalami penurunan kadar emisi CO sampai putaran 2800 Rpm lebih rendah daripada konvensional.Dapat disimpulkan meski kadar emisi CO yang dihasilkan CDI pada awal putaran mesin lebih besar daripada konvensional namun kadar emisi CDI menunjukan penurunan sampai putaran 2800 Rpm lebih rendah dari pengapian konvensional.
500 400 300 200
Pengapian Konvensional
100
Pengapian CDI 2800
2600
2400
2200
2000
1800
1600
1400
1200
0
1000
KADAR EMISI GAS BUANG (PPM.VOLUME)
KADAR EMISI GAS BUANG (HC)
PUTARAN MESIN (RPM)
Grafik 2. Perbandingan kadar emisi gas buang (HC) antara pengapian konvensional dengan pengapian elektronik CDI. Pada grafik emisi gas buang HC sistem pengapian konvensional pada putaran awal 1000 Rpm sampai dengan putaran 1200 Rpm menunjukan kadar emisi HC yang lebih rendah daripada kadar emisi HC yang dihasilkan CDI namun kadar emisi HC yang dihasilkan konvensional terus mengalami
Gardan. Vol. 4 No. 2, Nopember 2014
52
peningkatan sampai putran 2800 Rpm. Sebaliknya kadar emisi HC yang dihasilkan CDI putaran semakin tinggi maka kadar emisi HC yang dihasilkan semakin rendah.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada BAB IV dengan mengacu pada rumusan masalah, maka dapat disimpulkan beberapa hals ebagai berikut : 1. Kadar emisi gas buang sistem pengapian konvensional untuk CO dan HC dapat disimpulkan : kadar emisi CO pada pengapian konvesional putaran 1000-1400 Rpm mengalami penurunan dari 2,476 % vol menjadi 2,043 % vol, kemudian pada putaran 1600-2200 Rpm kadaremisi yang dihasilkan tidak stabil, pada putaran 2200-2800 Rpm kadar emisi yang dihasilkan mengalami peningkatan dari 1,517 % vol menjadi 1,933 % vol. Sedangkan kadar HC pada putaran 1000-2000 Rpm kadar emisi yang dihasilkan relatif tidak stabil, kemudian pada putaran 2000-2800 kadar emisi yang dihasilkan terus meningkat dari 215 ppm. vol menjadi 458 ppm.vol. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pembakaran yang kurang sempurna. 2. Kadar emisi gas buang sistempengapian CDI untuk CO dan HC dapat disimpulkan :kadar emisi CO pada putaran 1000-1400 Rpm tidak stabil , kemudian pada putaran1600-2000 Rpm kadar emisi CO yang dihasilkan mengalami penurunan dari 2,001 %.vol menjadi 1,326 %.vol. Pada putaran 2200-2800 rpm kadar yang dihasilkan mengalami penurunan dari 2,182 %.vol menjadi 1,707 %.vol.Sedangkan kadar HC dari putaran 1000-2800 Rpm mengalami grafik penurunan dari 336 ppm.vol menjadi 171 ppm.vol. Untuk kadar CO tertinggi yaitu 2,844 %.Vol dan kadar CO terendah yaitu 1,264 %.Vol, sedangkan Kadar HC tertinggi oleh pengapian CDI pada putaran 1000 yaitu 336 Ppm.Vol sedangkan kadar terkecil pada putaran 2800 Rpm yaitu sebesar 171 Ppm.Vol.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku Anonymus. New Step 1. Semarang : PT. Toyota Astra Motor Jakarta. Anonymus. 1990. Pedoman Reperasi Mesin seri K.PT. Toyota Astra Motor Jakarta Arifin, Zainal & Sukoco. 2009. Pengendalian Polusi Udara. Bandung : Alfabeta. IKIP Veteran Semarang. 2014. Buku Pedoman Skripsi. Semarang. IKIP Veteran Semarang. Racth Bonaventura. 2011. Perbedaan jumlah kadar Emisi Gas Buang antara sistem pengapian konvensional toyota kijang 5K dengan sistem pengapian transistor toyota kijang 7K. Semarang : Skripsi. Sugiyono. 2010. Metode penelitian pendidikan. Bandung : Alfabeta. Suhasimi Arikunto. 2006. Prosedur penelitian (suatu pendekatan praktik). Jakarta : Rineka Cipta. Supriatna, Yayat & Sumarsono. 1998. Listrik Otomotif. Bandung : Angkasa. Tresna Sastrawijaya. 2009. Pencemaran Lingkungan. Jakarta : Rineka Cipta.
Gardan. Vol. 4 No. 2, Nopember 2014
53
Wahyu Hidayat. 2012. Motor Bensin Modern. Jakarta : Rineka Cipta. Yunan Ginting. 1999. Listrik Otomotif 2. Bandung : Angkasa. Sumber Internet Anonymus. (2007). Megazines Autospeed, diakses senin, 11 November 2013 dari http://www.autospeed.com/cms/article.html?&A=109130 Anonymus. (2009). Persiapan uji emisi, diakses senin, 11 November 2013 dari www.saft7.com/persiapan-uji-emisi/ Prancana Muhhamad.(2011).diakses senin, 11 November 2013 dari http://prancanamuhammadriyadi. blogspot.com/2011/09/komponen-cdi-mobil.html Reynol Basrie. (2013). Sharing Informasi, diakses senin, 11November 2013 darihttp://www.sharinginformasi.com/2013/10/pengertian-emisi-dan-efeknya-bagi.html Sularto. (2004). Pengaruh jenis sistem pengapian CDI terhadap kadar monoksida (co) gas buang pada sepeda motor honda supra tahun 2003, diakses senin, 11 November2013 dari http://eprints.uns.ac.id/id/eprint/2609
Gardan. Vol. 4 No. 2, Nopember 2014
54