Draft RPP 19 Juli 2010 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR
TAHUN TENTANG
KENDARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63 Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Tentang Kendaraan;
Mengingat
:
a. Pasal 5 ayat (1) serta Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);
MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN KENDARAAN
PEMERINTAH
REPUBLIK
INDONESIA
TENTANG
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas Kendaraan
Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.
2. Kendaraan Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan
mekanik berupa mesin selain Kendaraan yang berjalan di atas rel.
1
Draft RPP 19 Juli 2010 3. Kendaraan Tidak Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga
manusia dan/atau hewan.
4. Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap Kendaraan yang digunakan untuk
angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran.
5. Sepeda Motor adalah Kendaraan Bermotor beroda dua dengan atau tanpa rumah-
rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau Kendaraan Bermotor beroda tiga tanpa rumah-rumah.
6. Mobil Penumpang adalah Kendaraan Bermotor angkutan orang yang memiliki
tempat duduk maksimal 8 (delapan) orang, termasuk untuk Pengemudi atau yang beratnya tidak lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.
7. Mobil Bus adalah Kendaraan Bermotor angkutan orang yang memiliki tempat
duduk lebih dari 8 (delapan) orang, termasuk untuk Pengemudi atau yang beratnya lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.
8. Mobil Bus Gandeng adalah bus yang terdiri dari bus penarik dan gandengannya,
yang gandengannya mempunyai sedikitnya 2 (dua) sumbu roda dan dilengkapi dengan alat penarik yang dapat bergerak vertikal (terhadap bus gandengan) dan mengontrol arah sumbu roda depan gandengan tetapi tidak membebani sumbu bus penarik dan memiliki lorong penghubung.
9. Mobil Bus Tempel adalah bus yang terdiri dari bus penarik dan tempelan, yang
tempelannya mempunyai sedikitnya 1 (satu) sumbu roda dan dilengkapi dengan alat penarik yang dapat bergerak horizontal dan vertikal (terhadap bus tempelan) dan membebani sumbu bus penarik.
10. Bus Tingkat adalah bus yang memiliki dua lantai dan dilengkapi tangga sebagai
penghubung kedua lantai tersebut.
11. Mobil Barang adalah Kendaraan Bermotor yang digunakan untuk angkutan
barang.
12. Rumah – Rumah adalah bagian dari kendaraan bermotor jenis mobil penumpang
atau mobil bus atau mobil barang, yang berada pada landasan berbentuk ruang muatan, baik untuk orang maupun barang.
13. Pengujian Kendaraan Bermotor adalah serangkaian kegiatan menguji dan/atau
memeriksa bagian-bagian atau komponenkomponen kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan dalam rangka pemenuhan terhadap persyaratan teknis dan laik jalan.
2
Draft RPP 19 Juli 2010 14. Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Uji Tipe Kendaraan
Bermotor adalah pengujian yang dilakukan terhadap fisik kendaraan bermotor atau penelitian terhadap rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor, kereta gandengan atau kereta tempelan sebelum kendaraan bermotor tersebut dibuat dan/atau dirakit dan/atau diimpor secara massal serta kendaraan bermotor yang dimodifikasi.
15. Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Uji Berkala
adalah pengujian kendaraan bermotor yang dilakukan secara berkala terhadap setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan, yang dioperasikan di jalan.
16. Sertifikat Uji Tipe adalah sertifikat yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal
Perhubungan Darat sebagai bukti bahwa tipe kendaraan bermotor atau landasan kendaraan bermotor yang bersangkutan telah lulus uji tipe.
17. Pengesahan Rancang Bangun dan Rekayasa Kendaraan Bermotor adalah Surat
pengesahan dari Pemerintah sebagai bukti bahwa rancangan kendaraan bermotor, kereta gandengan, atau kereta tempelan tersebut telah memenuhi persyaratan teknis.
18. Sertifikat Registrasi Uji Tipe adalah sertifikat yang diterbitkan oleh Direktur
Jenderal Perhubungan Darat, sebagai bukti bahwa setiap kendaraan bermotor, landasan kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan/atau kereta tempelan yang dibuat dan/atau dirakit dan/atau diimpor atau dimodifikasi memiliki spesifikasi teknik sama/sesuai dengan tipe kendaraan yang telah disahkan atau rancang bangun dan rekayasa kendaraan yang telah disahkan, yang merupakan kelengkapan persyaratan pendaftaran dan pengujian berkala kendaraan bermotor.
19. Modifikasi Kendaraan Bermotor adalah kendaraan bermotor yang diubah bentuk
dan/atau peruntukannya yang dapat mengakibatkan perubahan spesifikasi teknik utama.
20. Uji Sampel adalah pengujian kesesuaian terhadap spesifikasi teknik terhadap seri
produksi yang telah memiliki sertifikat uji tipe.
21. Kendaraan Khusus adalah Kendaraan Bermotor yang dirancang khusus yang
memiliki fungsi dan rancang bangun tertentu, antara lain: a. Kendaraan Bermotor Tentara Nasional Indonesia; b. Kendaraan Bermotor Kepolisian Negara Republik Indonesia; c. Alat berat antara lain bulldozer, traktor, mesin gilas (stoomwaltz), forklift, loader, excavator, dan crane; serta d. Kendaraan khusus penyandang cacat.
22. Kereta Gandengan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengangkut
barang yang seluruh bebannya ditumpu oleh alat itu sendiri dan dirancang untuk ditarik oleh kendaraan bermotor.
3
Draft RPP 19 Juli 2010 23. Kereta Tempelan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengangkut barang
yang dirancang untuk ditarik dan sebagian bebannya ditumpu oleh kendaraan bermotor penariknya.
24. Roda Pada Satu Sumbu adalah roda tunggal atau roda ganda atau beberapa roda
yang dipasang simetris atau pada dasarnya simetris terhadap bidang membujur tengah kendaraan, walaupun roda-roda tersebut tidak dipasang pada satu sumbu yang sama.
25. Jumlah Berat Yang Diperbolehkan yang selanjutnya disebut JBB adalah berat
maksimum kendaraan bermotor berikut muatannya yang diperbolehkan menurut rancangannya.
26. Jumlah Berat Kombinasi Yang Diperbolehkan yang selanjutnya disebut JBKB
adalah berat maksimum rangkaian kendaraan bermotor berikut muatannya yang diperbolehkan menurut rancangannya.
27. Jumlah Berat Yang Diizinkan
yang selanjutnya disebut JBI adalah berat maksimum kendaraan bermotor berikut muatannya yang diizinkan berdasarkan kelas jalan yang dilalui.
28. Jumlah Berat Kombinasi yang Diizinkan yang selanjutnya disebut JBKI adalah
berat maksimum rangkaian kendaraan bermotor berikut muatannya yang diizinkan berdasarkan kelas jalan yang dilalui.
29. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
30. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
31. Menteri adalah pembantu Presiden yang memimpin kementerian negara dan
bertanggung jawab atas urusan pemerintahan di bidang Jalan, bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bidang industri, bidang pengembangan teknologi, atau bidang pendidikan dan pelatihan. BAB II JENIS DAN FUNGSI KENDARAAN Pasal 2
Kendaraan terdiri atas: a. b.
Kendaraan Bermotor; dan Kendaraan Tidak Bermotor.
4
Draft RPP 19 Juli 2010 Pasal 3 (1) Kendaraan
Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dikelompokkan berdasarkan jenis: a. sepeda motor; b. mobil penumpang; c. mobil bus; d. mobil barang; dan penjelasan ayat (1) huruf d Termasuk dalam pengertian mobil barang setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk dalam sepeda motor, mobil penumpang dan mobil bus. e. kendaraan khusus.
(2) Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c dan
huruf d , dikelompokan berdasarkan fungsi: a. Kendaraan Bermotor perseorangan; dan b. Kendaraan Bermotor umum.
(3) Kendaraan
Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikelompokan berdasarkan peruntukan: a. kendaraan untuk angkutan orang; dan b. kendaraan untuk angkutan barang. Pasal 4
(1) Kendaraan tidak bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b. dikelompokkan dalam: a. Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga orang; dan b. Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga hewan. (2) Kendaraan tidak bermotor yang digerakkan oleh tenaga orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, antara lain : a. sepeda; b. becak; c. kereta dorong atau kereta tarik. (3) Kendaraan tidak bermotor yang digerakkan oleh tenaga hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, antara lain : a. delman; atau b. cikar. Pasal 5 (1) Kendaraan Bermotor untuk mengangkut orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a, dirancang dengan ruang untuk pengemudi dan ruang untuk penumpang. (2) Kendaraan Bermotor untuk mengangkut barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b, dirancang dengan ruang untuk mengangkut orang dan ruang untuk mengangkut barang terpisah dengan penyekat atau dinding. 5
Draft RPP 19 Juli 2010 penjelasan ayat (2) yang dimaksud dengan ruang untuk mengangkut barang adalah berbentuk bak muatan terbuka atau bak muatan tertutup (box). Pasal 6 (1) Kendaraan Bermotor jenis sepeda motor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, meliputi : a. Kendaraan Bermotor roda 2 (dua) dengan atau tanpa rumah-rumah; b. Kendaraan Bermotor roda 2 (dua) dengan atau tanpa kereta samping; c. Kendaraan Bermotor roda 3 (tiga) tanpa rumah-rumah. (2) Kendaraan Bermotor jenis Mobil Penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, meliputi : a. Mobil Penumpang sedan, yang memiliki 3 (tiga) ruang yang terdiri dari: 1. ruang mesin; 2. ruang pengemudi dan penumpang; 3. ruang bagasi. penjelasan terpisah secara permanen atau tidak permanen yaitu ruang mesin di bagian depan atau belakang, terpisah secara permanen atau tidak permanen ruang pengemudi dan penumpang di bagian tengah, dan ruang bagasi di bagian belakang atau depan. b. Mobil Penumpang bukan sedan yang memiliki 2 (dua) ruang yang terdiri dari: 1. ruang mesin; 2. ruang pengemudi, ruang penumpang dan/atau bagasi. penjelasan mobil penumpang bukan sedan yang memiliki 2 (dua) ruang yang dirancang terpisah secara permanen atau tidak permanen yaitu ruang mesin di bagian depan atau belakang, ruang pengemudi dan penumpang dan/atau bagasi. pengertian bukan sedan antara lain Sport Utility Vehicle, Station Wagon, Multy Purpose Vehicle, Hatch Back, All Purpose Vehicle. c. Mobil Penumpang lainnya yang dirancang untuk keperluan khusus. Penjelasan huruf c yang dimaksud dengan mobil penumpang lainnya contoh mobil ambulance, mobil jenazah. (3) Mobil Bus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf c, meliputi : a. mobil bus kecil, yang dirancang khusus, dengan jumlah berat yang diperbolehkan (JBB) lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) sampai dengan 5.000 (lima ribu) kilogram dan jumlah tempat duduk lebih dari 8 (delapan) orang termasuk pengemudi dan tinggi kendaraan tidak boleh lebih dari 1,7 (satu koma tujuh) kali lebar kendaraannya;
6
Draft RPP 19 Juli 2010 b. mobil bus sedang, yang dirancang, dengan jumlah berat yang diperbolehkan (JBB) lebih dari 5.000 (lima ribu) sampai dengan 8.000 (delapan ribu) kilogram, ukuran panjang keseluruhan tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter dan ukuran lebar keseluruhan tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter dan tinggi kendaraan tidak boleh lebih dari 1,7 (satu koma tujuh) kali lebar kendaraannya; c. mobil bus besar, yang dirancang dengan jumlah berat yang dibolehkan (JBB) lebih dari 8.000 (delapan ribu) sampai dengan 16.000 (enam belas ribu) kilogram, ukuran panjang keseluruhan kendaraan bermotor lebih dari 9.000 (sembilan ribu) milimeter sampai dengan 12.000 (dua belas ribu) milimeter dan ukuran lebar keseluruhan tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter dan tinggi kendaraan tidak lebih dari 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter dan tidak boleh lebih dari 1,7 (satu koma tujuh) kali lebar kendaraannya; d. mobil bus maxi, yang dirancang dengan jumlah berat yang dibolehkan (JBB) lebih dari 16.000 (enam belas ribu) kilogram sampai dengan 24.000 (dua puluh empat ribu) kilogram, ukuran panjang keseluruhan lebih dari 12.000 (dua belas ribu) milimeter sampai dengan 13.500 (tiga belas ribu lima ratus) milimeter dan ukuran lebar keseluruhan tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter dan tinggi kendaraan tidak lebih dari 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter dan tidak boleh lebih dari 1,7 (satu koma tujuh) kali lebar kendaraannya; e. mobil bus gandeng yang dirancang dengan jumlah berat kombinasi yang dibolehkan (JBKB) sekurang-kurangnya 22.000 (dua puluh dua ribu) kilogram sampai dengan 26.000 (dua puluh enam ribu) kilogram dan/atau ukuran panjang keseluruhan lebih dari 13.500 (tiga belas ribu lima ratus) milimeter sampai dengan 18.000 (delapan belas ribu) milimeter dan ukuran lebar keseluruhan tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter dan tinggi kendaraan tidak lebih dari 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter dan tidak boleh lebih dari 1,7 (satu koma tujuh) kali lebar kendaraannya; f. mobil bus tempel yang dirancang dengan jumlah berat kombinasi yang dibolehkan (JBKB) sekurang-kurangnya 22.000 (dua puluh dua ribu) kilogram sampai dengan 26.000 (dua puluh enam ribu) kilogram dan/atau ukuran panjang keseluruhan lebih dari 13.500 (tiga belas ribu lima ratus) milimeter sampai dengan 18.000 (delapan belas ribu) milimeter dan ukuran lebar keseluruhan tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter dan tinggi kendaraan tidak lebih dari 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter dan tidak boleh lebih dari 1,7 (satu koma tujuh) kali lebar kendaraannya; g. mobil bus tingkat yang dirancang dengan jumlah berat yang dibolehkan (JBB) sekurang-kurangnya 21.000 (dua puluh satu ribu) kilogram sampai dengan 24.000 (dua puluh empat ribu) kilogram dan/atau ukuran panjang keseluruhan sekurang-kurangnya 9.000 (sembilan ribu) milimeter sampai dengan 13.500 (tiga belas ribu lima ratus) milimeter, ukuran lebar keseluruhan tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter dan ukuran tinggi mobil bus tingkat tidak lebih dari 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter. catatan: perlu dirumuskan kembali, contoh: bus kecil dengan jumlah tempat duduk maksimal 16, bus sedang dengan jumlah tempat duduk maksimal 32, bus besar 7
Draft RPP 19 Juli 2010 dengan jumlah tempat duduk maksimal 58....dan disesuaikan dengan RPP tentang Angkutan (4) Mobil barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d, meliputi: a. mobil barang bak muatan terbuka; penjelasan huruf a: yang dimaksud dengan mobil barang bak muatan terbuka adalah antara lain seperti dump truck, non dump truck, flat deck, mobil barang kabin ganda. Penjelasan : yang dimaksud dengan mobil barang kabin adalah:mobil barang kabin ganda (double cabin), yang dirancang memiliki 2 (dua) baris tempat duduk pengemudi dan penumpang dengan ruang barang yang terpisah secara permanen dan/atau tidak permanen oleh dinding atau sekat; b. mobil barang bak muatan tertutup; penjelasan huruf b : yang dimaksud dengan mobil barang bak muatan tertutup adalah antara lain seperti box, wing box, box freezer, mobil barang kabin ganda.dll c. mobil barang tangki; penjelasan yang dimaksud mobil barang tangki adalah mobil yang dirancang untuk mengangkut barang cairan, barang curah, atau gas. yang dimaksud dengan mobil barang khusus adalah angkutan yang membutuhkan mobil barang yang dirancang khusus untuk mengangkut benda yang berbentuk curah, cair, dan gas, peti kemas, tumbuhan, hewan hidup, dan alat berat serta membawa barang berbahaya, antara lain: a. barang yang mudah meledak; b. gas mampat, gas cair, gas terlarut pada tekanan atau temperatur tertentu; c. cairan mudah menyala; d. padatan mudah menyala; e. bahan penghasil oksidan; f. racun dan bahan yang mudah menular; g. barang yang bersifat radioaktif; dan h. barang yang bersifat korosif. d. kendaraan untuk menarik kereta tempelan; Catatan: Perlu dijelaskan definisi kendaraan untuk menarik kereta tempelan (5)
Kendaraan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf e, mempunyai fungsi dan dirancang bangun tertentu, antara lain: a. Kendaraan tank, panser, EOD (Explosive Ordinance Disposal, Commander Call Carrier, Security Barrier, kendaraan lapis baja yang digunakan untuk tempur dan kendaraan yang dirancang khusus yang dimiliki oleh;
8
Draft RPP 19 Juli 2010 b. Kendaraan water canon, Anti Personel Carrier (APC), EOD (Explosive Ordinance Disposal, dan Commander Call Carrier, Security Barrier, dan kendaraan taktis lainnya yang dirancang khusus dan dimiliki oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia; c. Kendaraan alat berat antara lain traktor, stoomwaltz, forklift, loader, excavator, buldozer, dan crane; d. kendaraan khusus penyandang cacat. Pasal 7 Ketentuan lebih lanjut mengenai Fungsi Kendaraan Bermotor, diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kecuali kendaraan khusus milik TNI dan Polri sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (5) huruf a dan huruf b. BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN LAIK JALAN KENDARAAN BERMOTOR, KERETA GANDENGAN DAN KERETA TEMPELAN Bagian Kesatu Ketentuan Umum Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Paragraf 1 Persyaratan Teknis Pasal 8 (1) Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan harus memenuhi persyaratan teknis. (2) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. susunan; b. perlengkapan; c. ukuran; d. karoseri; e. rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya; f. pemuatan; g. penggunaan; h. penggandengan Kendaraan Bermotor; dan/atau i. penempelan Kendaraan Bermotor. Pasal 9 (1) Ketentuan mengenai persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 berlaku bagi setiap jenis kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan kecuali huruf i untuk Kendaraan Bermotor jenis sepeda motor.
9
Draft RPP 19 Juli 2010 (2) Ketentuan mengenai pengecualian dan/atau penambahan terhadap pemenuhan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan terhadap: a. Kendaraan Bermotor untuk orang cacat; b. Kendaraan Bermotor yang dicoba di jalan dalam rangka penelitian; c. Kendaraan Bermotor yang menggunakan teknologi baru. Pasal 10 Susunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a terdiri atas: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
rangka landasan; motor penggerak; sistem pembuangan; sistem penerus daya; sistem roda-roda; sistem suspensi; sistem kemudi; sistem rem; sistem lampu dan alat pemantul cahaya; komponen pendukung. Pasal 11
(1) Setiap rangka landasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a harus memenuhi persyaratan : a. dikonstruksi menyatu atau secara terpisah dengan badan kendaraan yang bersangkutan; b. dapat menahan seluruh beban, getaran dan goncangan kendaraan berikut muatannya, sebesar jumlah berat kendaraan yang diperbolehkan atau jumlah berat kombinasi kendaraan yang diperbolehkan; c. tahan terhadap korosi; d. dilengkapi dengan alat pengait di bagian depan dan bagian belakang kendaraan bermotor, kecuali sepeda motor. Penjelasan Ayat (1) Untuk mengetahui bahwa rangka landasan kendaraan bermotor memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, dapat dilakukan melalui perhitungan-perhitungan teknis dengan menggunakan norma-norma teknologi yang telah baku, atau melalui uji konstruksi, baik dengan menggunakan peralatan uji konstruksi maupun uji jalan. (2) Rangka landasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Kendaraan bermotor yang dirancang untuk menarik kereta gandengan atau kereta tempelan, dilengkapi dengan peralatan penarik yang dirancang khusus untuk itu. Pasal 12 (1) Rangka landasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 harus dibubuhkan nomor rangka landasan. penjelasan yang dimaksud dengan rangka landasan adalah rangka atau chassis atau landasan. 10
Draft RPP 19 Juli 2010 (2) Nomor rangka landasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditempatkan secara permanen pada bagian tertentu rangka landasan dan mudah dilihat dan dibaca serta ditulis dalam bentuk embos ke dalam atau keluar. Penjelasan Ayat (2) Nomor rangka landasan kendaraan bermotor harus dibubuhkan secara permanen dan tidak dapat dihapus selama kendaraan bermotor yang bersangkutan dioperasikan di jalan. Nomor rangka landasan kendaraan bermotor tersebut merupakan identitas atau jati diri kendaraan yang bersangkutan. Oleh karena itu, untuk keperluan penulisan jati diri atau identitas kendaraan bermotor yang bersangkutan pada sertifikat regristasi, buku uji, surat tanda nomor kendaraan bermotor, dan buku pemilik kendaraan bermotor, maka setiap pembuat kendaraan bermotor melaporkan sistem penomoran dan lokasi penomoran rangka landasannya. (3) Untuk rangka landasan yang menyatu dengan badan kendaraan, nomor rangka landasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditempatkan pada bagian tertentu badan kendaraan secara permanen dan mudah dilihat serta dibaca. Penjelasan Ayat (3) Nomor rangka landasan yang dibubuhkan pada badan kendaraan bermotor harus memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pasal 13 (1) Rangka landasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, pada saat akan dibuat melalui karoseri kendaraan bermotor harus sesuai peruntukannya. (2) Kendaraan bermotor jenis mobil penumpang dan mobil bus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) harus menggunakan rangka landasan peruntukkan angkutan orang. (3) Kendaraan bermotor jenis mobil barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d harus menggunakan rangka landasan peruntukkan angkutan barang. (4) Kendaraan bermotor jenis kendaraan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf e dapat menggunakan rangka landasan peruntukkan angkutan barang atau angkutan orang. Pasal 14 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis konstruksi rangka landasan, konstruksi rangka landasan yang dirancang untuk menarik kereta gandengan atau kereta tempelan, konstruksi pengait kendaraan bermotor, tata cara penomoran rangka landasan diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
11
Draft RPP 19 Juli 2010 Pasal 15 (1) Motor penggerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b harus memenuhi persyaratan: a. mempunyai daya untuk dapat mendaki pada jalan tanjakan dengan sudut kemiringan maksimum 8 (delapan derajat) dengan kecepatan minimum 20 (dua puluh) kilometer per jam pada segala kondisi jalan; b. motor penggerak dapat dihidupkan dari tempat duduk pengemudi; c. motor penggerak kendaraan bermotor tanpa kereta gandengan atau kereta tempelan, selain sepeda motor harus memiliki perbandingan antara daya dan berat total kendaraan berikut muatannya sekurang-kurangnya sebesar 4,50 (empat koma lima puluh) kilo Watt setiap 1.000 (seribu) kilogram dari jumlah berat yang diperbolehkan (JBB) atau jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (JBKB); d. motor penggerak kendaraan bermotor yang digunakan untuk menarik kereta gandengan, kereta tempelan, bus tempelan dan bus gandengan selain sepeda motor, harus memiliki perbandingan antara daya dan berat total kendaraan berikut muatannya sekurang-kurangnya sebesar 5,50 (lima koma lima puluh) kilo Watt setiap 1.000 (seribu) kilogram dari jumlah berat yang diperbolehkan (JBB) atau jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (JBKB); e. perbandingan antara daya motor penggerak dan berat kendaraan khusus atau sepeda motor ditetapkan sesuai dengan kebutuhan lalu lintas dan angkutan serta kelas jalan; f. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir b, butir c, butir d, dan butir e tidak berlaku untuk kendaraan bermotor yang dirancang dengan kecepatan tidak melebihi 25 (dua puluh lima) kilometer per jam pada jalan datar. Penjelasan huruf f: yang dimaksud dengan tidak melebihi 25 kilometer per jam adalah mengacu ke EEC No. 2002/24/EEC) (2) Motor penggerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan dalam beberapa jenis : a. motor bakar; penjelasan huruf a yang termasuk motor bakar adalah dengan bahan cair dan/atau gas. b. motor listrik; c. motor penggerak yang digerakan oleh gabungan 2 (dua) jenis motor penggerak di atas. Pasal 16 (1) Pada setiap motor penggerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, harus dibubuhkan nomor motor penggerak sesuai dengan peraturan perundangundangan. penjelasan yang dimaksud dengan motor penggerak sama dengan mesin atau engine
12
Draft RPP 19 Juli 2010 (2) Nomor motor penggerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan secara permanen pada bagian tertentu motor penggerak dan mudah diidentifikasi dalam bentuk embos ke dalam atau keluar atau dalam bentuk lain. Pasal 17 (1) Sistem pembuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c sekurangkurangnya terdiri atas manifold, peredam suara, dan pipa pembuangan. (2) Sistem pembuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a. dirancang dan dibuat dari bahan yang cukup kuat sehingga memenuhi ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan; b. arah pipa pembuangan harus dibuat dengan posisi yang tidak mengganggu pengguna jalan lain; penjelasan huruf b : yang dimaksud dengan pengguna jalan lain adalah termasuk orang yang sedang berdiri atau berjalan di pinggir jalan. c. gas buang dan asap dari sistem pembuangan kendaraan bermotor kecuali sepeda motor diarahkan ke atas, ke belakang atau ke sisi kanan di sebelah belakang ruang penumpang dengan sudut kemiringan tertentu terhadap garis tengah kendaraan bermotor yang menjamin keselamatan; d. asap dari hasil pembuangan tidak boleh mengarah pada tangki bahan bakar atau roda pada sumbu belakang kendaraan; e. sistem pembuangan kendaraan pengangkut bahan yang mudah terbakar, diarahkan ke arah kanan bagian depan ruang pengemudi, dan untuk mobil bus diarahkan ke arah belakang pada sisi kanan; f. pipa pembuangan tidak melebihi sisi samping atau sisi belakang kendaraan bermotor. penjelasan huruf f: yang dimaksud dengan pipa pembuangan tidak boleh melebihi sisi samping atau sisi belakang kendaraan bermotor adalah untuk menghindari terjadinya pusaran-pusaran (turbulensi) yang dapat mengakibatkan masuknya asap atau gas buang ke ruang penumpang, termasuk dalam hal ini pipa pembuangan yang tidak boleh terlalu pendek). Pasal 18 (1) Sistem penerus daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d harus dapat dikendalikan dari tempat duduk pengemudi. Penjelasan ayat (1) Yang dimaksud dengan sistem penerus daya, gear box, transmisi atau perseneling adalah sistem untuk meneruskan tenaga dari mesin ke roda dapat berupa : a. sistem penerus daya otomatis; b. sistem penerus daya manual; dan/atau c. sistem penerus daya kombinasi otomatis dan manual.
13
Draft RPP 19 Juli 2010 (2) Sistem penerus daya sebagai dimaksud pada ayat (1) harus memungkinkan kendaraan bermotor bergerak maju dengan satu atau lebih tingkat kecepatan dan memungkinkan bergerak mundur. (3) Keharusan untuk melengkapi sistem penerus daya yang memungkinkan kendaraan bermotor dapat bergerak mundur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku untuk : a. Sepeda Motor, baik dengan atau tanpa kereta samping; b. Sepeda Motor beroda tiga yang roda-rodanya dipasang semetris terhadap bidang tengah arah memanjang, yang memiliki jumlah berat yang diperbolehkan (JBB) maksimum 400 kg (empat ratus kilogram). Pasal 19 (1) Sistem roda-roda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf e terdiri atas : a. roda-roda; dan b. sumbu roda. (2) Roda-roda sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berupa pelek dan ban bertekanan serta sumbu-sumbu atau gabungan sumbu dan roda yang dapat menjamin keselamatan. Penjelasan ayat (2) : yang dimaksud dengan ban bertekanan adalah ban yang berongga yang dapat diisi dengan gas. Sumbu-sumbu roda kendaraan bermotor, kereta gandengan dan kereta tempelan harus dihitung dan dirancang atau dibuat sedemikian rupa sehingga mampu memikul beban dinamis kendaraan sebesar jumlah berat yang diperbolehkan (JBB). Untuk dapat memberikan jaminan keselamatan secara teknis terhadap penggunaan ban-ban dan pelek-pelek pada kendaraan bermotor, kereta gandengan dan kereta tempelan, besarnya beban yang diperbolehkan untuk masing-masing ukuran ban, dikaitkan dengan tekanan kerja ban, cara pemasangan, dan tingkat keausan serta kerusakannya. Dengan demikian maka dapat diketahui secara pasti, kapan ban-ban dan pelek-pelek tersebut boleh digunakan pada kendaraan dan kapan tidak boleh digunakan lagi. (3) Ban-ban bertekanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memiliki adesi yang cukup, baik pada jalan kering maupun jalan basah. Penjelasan ayat (3): Dalam hal kendaraan bermotor, kereta gandengan, atau kereta tempelan yang dirancang dan dibuat untuk mengangkut beban tertentu sebesar jumlah berat yang diperbolehkan ternyata beban pada masing-masing sumbu tunggalnya melebihi kemampuan kelas jalan yang akan dilalui, maka kendaraan tersebut harus dikonstruksi dengan menggunakan sumbu ganda atau lebih, disesuaikan dengan kelas jalan yang dilalui. (4) Ukuran roda berupa pelek dan ban-ban bertekanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang digunakan pada kendaraan bermotor harus memiliki ukuran dan kemampuan yang disesuaikan dengan Jumlah berat kendaraan bermotor berikut muatannya yang diperbolehkan. 14
Draft RPP 19 Juli 2010 penjelasan ayat (4) Tidak diperbolehkan mengganti roda sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
yang
tidak
sesuai
dengan
ukuran
Pasal 20 (1) Rancangan sumbu dan roda dan/atau gabungan sumbu dan roda berikut rodarodanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), harus memperhatikan kelas jalan yang akan dilalui. (2) Kendaraan bermotor, kereta gandengan dan kereta tempelan baru, harus menggunakan sumbu dan roda yang memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Pasal 21 Sistem suspensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf f berupa penyangga yang mampu menahan beban, getaran dan kejutan untuk menjamin keselamatan dan perlindungan terhadap jalan. penjelasan ayat (1) Kemajuan teknologi memungkinkan banyaknya jenis sistem suspensi yang dapat digunakan pada kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan. Namun demikian, belum tentu seluruh jenis sistem suspensi tersebut cocok untuk digunakan di Indonesia. Oleh karena itu, untuk kepentingan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan dapat ditetapkan jenis-jenis suspensi berupa penyangga yang boleh digunakan di Indonesia. Jenis penyangga antara lain berupa pegas daun, penyangga hidrolis, dan penyangga pneumatis. Pasal 22 (1) Sistem kemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf g meliputi: a. roda kemudi atau stang kemudi; dan b. batang kemudi. penjelasan ayat (1) : sistem kemudi yang dipasang dalam kendaraan bermotor berfungsi untuk mengendalikan arah gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan. sistem kemudi yang dipasang dalam kendaraan bermotor berfungsi untuk mengendalikan arah gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan. Roda kemudi digunakan untuk mobil penumpang, mobil bus, mobil barang dan kendaraan khusus, sedangkan stang digunakan untuk sepeda motor roda dua atau roda tiga. (2) Sistem kemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan : a. dapat digerakkan dengan tenaga yang wajar; b. perancangan, pembuatan dan pemasangan batang kemudi dan roda kemudi tidak menimbulkan bahaya bagi pengemudi. (3) Sistem kemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilengkapi dengan tenaga bantu untuk dapat membantu pengemudi dalam mengendalikan kendaraan. penjelasan ayat (3):
15
Draft RPP 19 Juli 2010 Dengan ketentuan apabila tenaga bantu (power steering) tersebut tidak bekerja maka kendaraan bermotor tersebut harus tetap dapat dikemudikan dengan tenaga yang wajar. Sistem kemudi yang dilengkapi dengan tenaga bantu harus dapat menurunkan kinerjanya seakan – akan tidak dilengkapi dengan alat bantu apabila kendaraan bermotor tersebut bergerak dengan kecepatan meningkat yang tidak sesuai dengan kecepatan normal. Pasal 23 Sistem rem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf h berupa peralatan pengereman yang meliputi : a. rem utama; dan b. rem parkir. Pasal 24 Kendaraan Bermotor dengan transmisi otomatis (automatic transmission) harus dilengkapi dengan sistem yang dapat menurunkan putaran mesin ke kondisi yang menjamin keselamatan pada saat dilakukan pengereman. penjelasan : yang dimaksud dengan menjamin keselamatan antara lain menggunakan alat yang mengembalikan putaran mesin dalam kondisi idle (brake to idle override). Pasal 25 Rem utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a harus memenuhi persyaratan : a. rem utama ditempatkan dekat dengan pengemudi sehingga pengemudi dapat mengendalikan kecepatan dan memberhentikan kendaraan bermotor dari tempat duduknya tanpa melepaskan tangannya dari roda kemudi atau stang kemudi; b. bekerja pada semua roda kendaraan sesuai dengan besarnya beban pada masingmasing sumbu, baik kendaraan bermotor yang berdiri sendiri maupun kendaraan bermotor yang dirangkaikan dengan kereta gandengan atau kereta tempelan; c. dalam hal ada bagian rem utama yang tidak berfungsi, rem tersebut harus dapat bekerja sekurang-kurangnya pada roda-roda yang bersebelahan pada satu sumbu dan dapat digunakan untuk memperlambat dan menghentikan kendaraan. Pasal 26 Rem parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b harus memenuhi persyaratan : a. rem parkir yang dikendalikan dari ruang pengemudi dan mampu menahan posisi kendaraan dalam keadaan berhenti baik pada jalan datar, tanjakan maupun turunan; b. dilengkapi dengan pengunci yang bekerja secara mekanis atau sistem lain sesuai perkembangan teknologi.
16
Draft RPP 19 Juli 2010 Pasal 27 Sistem lampu-lampu dan alat pemantul cahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf i meliputi : a. lampu utama dekat, warna putih, atau kuning muda; b. lampu utama jauh, warna putih, atau kuning muda; c. lampu penunjuk arah, warna kuning tua dengan sinar kelap-kelip; d. lampu rem, warna merah; e. lampu posisi depan, warna putih atau kuning muda; f. lampu posisi belakang, warna merah; g. lampu mundur dengan warna putih atau kuning muda kecuali untuk sepeda motor; h. lampu penerangan tanda nomor kendaraan bermotor dibagian belakang kendaraan berwarna putih; i. lampu isyarat peringatan bahaya berwarna kuning tua dengan sinar kelap - kelip; j. lampu tanda batas secara berpasangan untuk kendaraan bermotor yang lebarnya lebih dari 2.100 (dua ribu seratus) milimeter berwarna putih atau kuning muda untuk bagian depan dan berwarna merah untuk bagian belakang; k. pemantul cahaya berwarna merah secara berpasangan. Pasal 28 Lampu utama dekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, dipasang secara berpasangan berjumlah 2 (dua) buah dengan syarat : a. dipasang pada bagian muka kendaraan dan harus dapat menerangi jalan pada malam hari atau cuaca gelap; b. tepi terluar permukaan penyinaran lampu utama dekat, dipasang pada ketinggian tidak melebihi 1.250 (seribu dua ratus lima puluh) millimeter dari permukaan jalan dan tidak boleh melebihi 400 (empat ratus) milimeter dari sisi bagian terluar kendaraan. Pasal 29 Lampu utama jauh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b berjumlah genap, dengan syarat : a. dipasang pada bagian muka kendaraan dan harus dapat menerangi jalan pada malam hari atau cuaca gelap; b. tepi terluar permukaan penyinaran lampu utama jauh sebagaimana dimaksud pada huruf a, dipasang pada ketinggian tidak melebihi 1.250 (seribu dua ratus lima puluh) milimeter dari permukaan jalan dan tidak boleh lebih dekat ke sisi bagian terluar kendaraan dibandingkan dengan tepi terluar permukaan penyinaran lampu utama dekat. Pasal 30 Lampu penunjuk arah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf c berjumlah genap dan mempunyai sinar kelap-kelip, dengan syarat : a. dapat dilihat pada waktu siang atau malam hari oleh pengguna jalan lain;
17
Draft RPP 19 Juli 2010 b. dipasang pada ketinggian tidak melebihi 1.500 (seribu lima ratus) milimeter di samping kiri dan kanan bagian muka kendaraan; c. dipasang pada ketinggian tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter di samping kiri dan kanan bagian belakang kendaraan; dan d. berjumlah sekurang-kurangnya 2 (dua) berpasangan pada bagian muka kendaraan dan 2 (dua) berpasangan pada bagian belakang kendaraan. Pasal 31 Lampu rem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d berjumlah sekurangkurangnya 2 (dua) buah, dengan syarat : a.
mempunyai kekuatan cahaya lebih besar dari lampu posisi belakang dan tidak menyilaukan bagi pengguna jalan lain; b. dipasang pada ketinggian tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter di samping kiri dan kanan bagian belakang kendaraan diukur pada ujung bagian atas lampu; c. diperbolehkan menggunakan 1 (satu) lampu rem tambahan. penjelasan huruf c : yang dimaksud dengan lampu rem tambahan yaitu antara lain seperti hi-mount stop lamp yang dipasang di bagian dalam kaca belakang, di spoiler belakang kendaraan dan sebagainya). Catatan : Sesuai dengan Ergonomis posisi mata pengendara melihat ketinggian lampu. Ketentuan UN-ECE R48 INSTALLATION OF LIGHT MAXIMUM HEIGHT 2.100 mm Susunan lampu dengan ketinggian maksimum 2.100 mm berbentuk vertical Lampu dengan susunan vertical, lampu paling atas adalah lampu posisi Pasal 32 Lampu posisi depan sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 huruf e berjumlah 2 (dua), dengan syarat : a. dipasang di bagian depan; b. dapat bersatu dengan lampu utama dekat; c. dipasang pada ketinggian tidak melebihi 1.250 (seribu dua ratus lima puluh) milimeter dan harus dapat dilihat pada malam hari dengan cuaca cerah dan tidak menyilaukan pengguna jalan lainnya; d. tepi terluar permukaan penyinaran lampu posisi depan, tidak melebihi 400 (empat ratus) milimeter dari sisi bagian terluar kendaraan. Pasal 33 Lampu posisi belakang sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 huruf f berjumlah genap, dengan syarat : a. dipasang pada ketinggian tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter di samping kiri dan kanan bagian belakang kendaraan. dan harus dapat dilihat pada malam serta tidak menyilaukan pengguna jalan lain; b. tepi terluar permukaan penyinaran lampu posisi belakang tidak melebihi 400 (empat ratus) milimeter dari sisi bagian terluar kendaraan.
18
Draft RPP 19 Juli 2010 Pasal 34 Lampu mundur sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 huruf g berjumlah 2 (dua), dengan syarat : a. dipasang pada ketinggian tidak melebihi 1.200 (seribu dua ratus) milimeter di samping kiri dan kanan bagian belakang kendaraan; b. tidak menyilaukan atau mengganggu pengguna jalan lain; c. hanya menyala apabila penerus daya digunakan untuk posisi mundur; d. dilengkapi tanda bunyi mundur untuk kendaraan dengan jumlah berat yang diperbolehkan (JBB) lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram. Pasal 35 Lampu penerangan tanda nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf h, dipasang di bagian belakang dengan baik sehingga dapat menerangi tanda nomor kendaraan pada malam hari dengan cuaca cerah dan dapat dibaca pada jarak sekurang – kurangnya 50 (lima puluh) meter dari belakang. Pasal 36 Lampu isyarat peringatan bahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf i menggunakan lampu penunjuk arah yang menyala secara bersamaan dengan sinar kelap-kelip. Pasal 37 Lampu tanda batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf j secara berpasangan bagi kendaraan yang memiliki lebar lebih dari 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, dengan syarat : a. dipasang di bagian depan kiri atas dan kanan atas kendaraan; dan b. dipasang di bagian belakang kiri atas dan kanan atas kendaraan. Pasal 38 Alat pemantul cahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf k dipasang secara berpasangan dengan syarat : a. harus dapat dilihat oleh pengemudi kendaraan lain yang berada di belakangnya pada malam hari dengan cuaca cerah dari jarak sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter apabila pemantul cahaya tersebut disinari lampu utama kendaraan dibelakangnya; b. dipasang di bagian belakang kendaraan bermotor pada ketinggian tidak melebihi 1.500 (seribu lima ratus) milimeter; c. tepi bagian terluar pemantul cahaya tidak melebihi 400 (empat ratus) milimeter dari sisi terluar kendaraan; d. berbentuk segitiga untuk kendaraan gandengan dan tempelan. Pasal 39 (1) Kendaraan bermotor dapat dilengkapi dengan lampu kabut yang berjumlah paling banyak 2 (dua) buah dipasang di bagian depan kendaraan. 19
Draft RPP 19 Juli 2010 (2) Lampu kabut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengeluarkan cahaya berwarna putih atau kuning, dengan syarat : a. titik tertinggi permukaan penyinaran tidak melebihi titik tertinggi permukaan penyinaran dari lampu utama dekat; b. dipasang pada ketinggian tidak melebihi 800 (delapan ratus) milimeter; c. tepi terluar permukaan penyinaran lampu kabut tidak melebihi 400 (empat ratus) milimeter dari sisi terluar kendaraan; d. tidak menyilaukan atau mengganggu pengguna jalan lain pada saat digunakan. Pasal 40 Ketentuan lebih lanjut mengenai lampu – lampu kendaraan bermotor dan pemantul cahaya diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 41 Komponen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf j meliputi : a. b. c. d. e. f.
pengukur kecepatan (speedometer); kaca spion; penghapus kaca kecuali sepeda motor; klakson; spakbor; dan bumper kecuali sepeda motor. Pasal 42
Pengukur kecepatan (speedometer) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf a, dilengkapi dengan pengukur jarak dan dipasang pada tempat yang mudah dilihat oleh pengemudi, berupa alat pengukur kecepatan mekanis dan/atau alat pengukur kecepatan elektronis. Pasal 43 Kaca spion kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf b, harus memenuhi syarat : a. berjumlah dua buah atau lebih; b. dibuat dari kaca atau bahan menyerupai kaca, yang terpasang sedemikian rupa sehingga dapat memberikan pandangan samping dan belakang dengan jelas. Pasal 44 (1) Penghapus kaca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf c, harus memenuhi persyaratan : a. sekurang-kurangnya berjumlah satu buah dipasang di bagian kaca depan; b. dilengkapi alat penyemprot kaca; c. digerakkan secara mekanis dan/atau elektronis. (2) Penghapus kaca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mampu membersihkan bagian kaca depan dengan cukup luas sehingga pengemudi mempunyai pandangan yang jelas ke jalan. 20
Draft RPP 19 Juli 2010 Pasal 45 Klakson sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf d, harus mengeluarkan bunyi paling rendah 83 (delapan puluh tiga) desibel (A) dan paling tinggi 118 (seratus delapan belas) desibel (A). catatan : tingkat suara paling rendah 83 (delapan puluh tiga) dan paling tinggi 118 (seratus delapan belas) desibel (A) akan diatur lebih lanjut sesuai dengan kategori kendaraannya. Pasal 46 (1) Spakbor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf e, harus memiliki lebar
paling sedikit selebar telapak ban.
(2) Spakbor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mampu mengurangi percikan air atau lumpur ke belakang kendaraan, ataupun badan kendaraan. Pasal 47 (1) Bumper sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf f, harus memenuhi persyaratan: a. dipasang di depan dan belakang untuk mobil penumpang, mobil bus dan mobil barang berbentuk tangki; b. dipasang di depan untuk mobil barang. (2) Bumper depan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh menonjol ke depan lebih dari 500 mm (lima ratus milimeter) melewati bagian badan kendaraan yang paling depan. Pasal 48 Ketentuan lebih lanjut mengenai komponen pendukung diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 49 Perlengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b terdiri atas: a. sabuk keselamatan; b. ban cadangan; c. segitiga pengaman; d. dongkrak; e. pembuka roda; f. helm dan rompi pemantul cahaya bagi pengemudi Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak memiliki rumah-rumah; dan g. peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan.
21
Draft RPP 19 Juli 2010 Pasal 50 Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan dilarang memasang perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas. Pasal 51 (1) Untuk kepentingan tertentu, Kendaraan Bermotor dapat dilengkapi dengan lampu isyarat dan/atau sirene. (2) lampu isyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas : a. Rotasi atau stasioner yaitu lampu peringatan khusus yang berkedip dengan memancarkan cahaya di sekeliling sumbu vertikal (Kategori T). b. Lampu flashing (Strobo) / direct ional flashing lamp yaitu lampu peringatan khusus yang memancarkan cahaya kedap-kedip dengan arah sudut tertentu (Kategori X). c. Bar Lengkap (complete bar) yaitu lampu peringatan khusus dengan dua atau lebih sistem optik yang memancarkan cahaya berkedip di sekeliling sumbu vertikal. Catatan : Refrensi UN-ECE R65 (3) lampu isyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dipasang dibagian atas kabin kendaraan sedemikian rupa sehingga dapat memancarkan cahaya secara efektif. Penjelasan : Pemasangan lampu tersebut dapat dipasang secara permanen maupun dapat dipindah-pindahkan (4) lampu isyarat sebagaimana pada ayat (2) huruf b dan c dipasang dibagian atas kabin kendaraan pada sumbu horizontal sejajar dengan bidang median longitudinal kendaraan. (5) lampu isyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a. terlihat di siang hari dari jarak sedikitnya 200 (dua ratus) meter dari segala arah; b. posisi lampu yang berbentuk batang memanjang harus terpasang melintang dan diletakkan diatas atap kendaraan bagian luar. (6) Panjang lampu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b tidak boleh melebihi lebar kabin kendaraan. (7) sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a. dapat mengeluarkan suara “hee – haw”secara terus menerus seperti suara meratap; b. dalam keadaan darurat dapat mengeluarkan suara “whooping” Pasal 52 (1) Lampu isyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 terdiri atas warna : a. merah; 22
Draft RPP 19 Juli 2010 b. biru; dan c. kuning. (2) Lampu isyarat warna merah atau biru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b serta sirene sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) berfungsi sebagai tanda Kendaraan Bermotor yang memiliki hak utama. (3) Lampu isyarat warna kuning sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berfungsi sebagai tanda peringatan kepada Pengguna Jalan lain. (4) Penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) sebagai berikut: a. lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia; b. lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah; dan c. lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek Kendaraan, dan angkutan barang khusus. Pasal 53 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan lampu isyarat dan sirene diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 54 (1) Sabuk keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf a wajib dipasang di tempat duduk pengemudi dan tempat duduk penumpang di samping tempat duduk pengemudi. (2) Sabuk keselamatan dapat dipasang di tempat duduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
penumpang selain
(3) Sabuk keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan : a. paling sedikit berjumlah 3(tiga) jangkar untuk tempat duduk pengemudi dan tempat duduk penumpang paling pinggir di samping pengemudi serta paling sedikit berjumlah 2 (dua) jangkar untuk tempat duduk penumpang lainnya; b. tidak mempunyai tepi-tepi yang tajam yang dapat melukai pemakai; c. dipasang sedemikian sehingga tidak ada benda atau peralatan lain yang mengganggu fungsinya; d. kepala pengunci harus dapat dioperasikan dengan mudah.
23
Draft RPP 19 Juli 2010 Pasal 55 Ban cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf b harus memenuhi persyaratan: a. memiliki ukuran yang sama dengan ban yang terpasang pada kendaraan tersebut; atau b. memiliki ukuran lebar tapak yang berbeda dengan ban yang terpasang pada kendaraan tersebut tetapi memiliki diameter keseluruhan sama. Penjelasan : yang dimaksud dengan ban cadangan adalah ban yang bertekanan Ban cadangan yang dimaksud huruf b hanya untuk digunakan sementara waktu (temporary spare tire) dan dilengkapi pemberian informasi dalam bahasa Indonesia (kecepatan max 60 km/jam pada sisi bagian luar pelek dan warna pelek temporary spare tire dapat berbeda dengan pelek pada ban normal (UNECE R 64) Pasal 56 (1) Segitiga pengaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf c minimal berjumlah 2 (dua) buah. (2) Segitiga pengaman berwarna merah dan bersifat memantulkan cahaya (reflektif). Pasal 57 Dongkrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf d paling sedikit harus mampu mengangkat muatan sumbu sesuai dengan muatan sumbu terberat kendaraan bermotor yang digunakan. Pasal 58 Pembuka roda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf e harus mampu membuka roda kendaraan bermotor yang digunakan dan tidak merusak komponen yang ada pada roda. Pasal 59 (1) Helm sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf f harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). (2) Rompi pemantul cahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf f harus mampu memantulkan cahaya, kuat dan tahan terhadap cuaca tertentu. (3) Setiap sepeda motor dengan atau tanpa kereta samping, wajib dilengkapi dengan helm sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pengemudi dan penumpangnya. Pasal 60 Peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf g paling sedikit terdiri dari : a. obat antiseptic; b. kain kassa (Perban); c. kapas; d. plester. 24
Draft RPP 19 Juli 2010 Pasal 61 Ketentuan lebih lanjut mengenai perlengkapan kendaraan diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 62 Ukuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c merupakan dimensi utama Kendaraan Bermotor yaitu panjang, lebar, tinggi, julur depan (front over hang), julur belakang (rear over hang), dan sudut pergi (departure angle). Pasal 63 (1) Ukuran Kendaraan Bermotor, dengan atau tanpa muatan harus memenuhi syarat: a. lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter; Penjelasan : walaupun lebar 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, bukan berarti semua kendaraan boleh memiliki lebar maksimum 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter tergantung dari lebar chassis asli dari pabrik pembuat dan hanya boleh ditambah dengan maksimal 50 milimeter ke kiri dan ke kanan Yang dimaksud dengan lebar maksimum adalah lebar terluar yang termasuk engsel-engsel, handle bak muatan. Namun tidak termasuk kaca spion di bagian luar kendaraan bermotor. b. tinggi tidak melebihi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter dan tidak lebih dari 1,7 (satu koma tujuh) kali lebar kendaraan; c. panjang tidak melebihi : 1. 12.000 (dua belas ribu) milimeter untuk kendaran bermotor tanpa kereta gandengan atau kereta tempelan dan jenis mobil barang yang memiliki sumbu paling sedikit 4 (empat) sumbu; 2. 13.700 (tiga belas ribu tujuh ratus) millimeter untuk mobil bus yang memiliki paling sedikit 3 (tiga) sumbu; 3. 18.000 (delapan belas ribu) milimeter untuk Kendaraan Bermotor yang dilengkapi dengan kereta gandengan atau kereta tempelan. d. sudut pergi bagian belakang bawah kendaraan sekurang-kurangnya 8° (delapan derajat) diukur dari atas permukaan bidang atau jalan yang rata. e. jarak bebas (ground clearence) antara bagian permanen paling bawah kendaraan bermotor dengan permukaan bidang atau jalan yang rata. (2) Panjang bagian kendaraan tanpa muatan yang menjulur ke belakang dari sumbu paling belakang, maksimum 62,50 % (enam puluh dua koma lima puluh persen) dari jarak sumbunya (wheel base), sedangkan yang menjulur ke depan dari sumbu paling depan, maksimum 47,50 % (empat puluh tujuh koma lima puluh persen) dari jarak sumbunya. penjelasan ayat (2) : yang dimaksud dengan jarak sumbu (wheel base) kendaraan bermotor adalah jarak yang dihitung dari sumbu depan ke titik tengah diantara sumbu terdekat 25
Draft RPP 19 Juli 2010
dengan sumbu depan dengan sumbu yang paling jauh kecuali untuk kendaraan 2 (dua) sumbu, jarak sumbunya dihitung dari jarak sumbu depan ke sumbu belakang yang dimaksud dengan jarak sumbu (wheel base) kendaraan bermotor yang memiliki lebih dari satu steering axle maka yang merupakan sumbu terdepan adalah steering axle yang paling depan yang dimaksud dengan jarak sumbu (wheel base) untuk kereta tempelan adalah jarak yang dihitung dari king pin ke titik tengah diantara sumbu terdekat dengan sumbu depan dengan sumbu yang paling jauh yang dimaksud dengan jarak sumbu untuk kereta gandengan adalahjarak yang dihitung dari sumbu depan ke titik tengah diantara sumbu terdekat dengan sumbu depan dengan sumbu yang paling jauh walaupun panjang bagian kendaraan tanpa muatan yang menjulur ke belakang dari sumbu paling belakang, maksimum 62,50 %, bukan berarti semua kendaraan memiliki julur belakang 62,50 %, tergantung dari panjang chassis asli dari pabrik pembuat dan hanya boleh ditambah dengan bumper.
(3) Dalam hal kendaraan bermotor yang memiliki tinggi total lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, wajib dilengkapi dengan tanda peringatan mengenai tinggi kendaraan. (4) Tanda peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa tulisan yang mudah dilihat oleh pengemudi di dalam ruang pengemudi. Pasal 64 (1) Bak muatan mobil barang terdiri atas : a. bak muatan terbuka; dan b.bak muatan tertutup. (2) Ukuran bak muatan mobil barang dengan atau tanpa muatan tergantung pada konfigurasi sumbu, Jumlah Berat yang diperBolehkan (JBB), Jumlah Berat yang diIzinkan (JBI), kelas jalan yang dilalui dan spesifikasi tipe landasan kendaraan bermotor. (3) Bak muatan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus memenuhi persyaratan antara lain: a. panjang, lebar dan tinggi ukuran bak muatan harus sesuai dengan spesifikasi teknis kendaraan bermotor, daya angkut dan massa jenis barang yang diangkut; b. panjang maksimum bak muatan ditentukan oleh jarak minimum antara dinding terluar kabin bagian belakang dengan dinding terluar bak muatan bagian depan untuk kendaraan bermotor dengan sumbu belakang tunggal 150 (seratus lima puluh) milimeter dan untuk kendaraan dengan sumbu belakang ganda atau lebih adalah 200 (dua ratus) milimeter; c.
dinding terluar bak muatan bagian belakang tidak boleh melebihi ujung landasan/chassis bagian belakang kecuali untuk dump truck. 26
Draft RPP 19 Juli 2010 Penjelasan : Yang dimaksud dengan dinding terluar bak muatan bagian belakang adalah tidak termasuk engsel-engsel bak atau handle pintu bagian belakang bak muatan. d. lebar bak muatan terbuka maksimum adalah lebar ban terluar pada sumbu kedua atau sumbu belakang kendaraan ditambah maksimum 50 milimeter pada sisi kiri dan kanan, serta nilai tersebut tidak lebih besar dari lebar kabin ditambah 100 milimeter pada sisi kiri dan kanan; e. Kendaraan Bermotor untuk angkutan barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan (JBB) kurang dari atau sama dengan 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram lebar bak muatan terbuka maksimum adalah lebar kabin pengemudi terluar pada kendaraan ditambah maksimum 50 (lima puluh) milimeter pada sisi kiri dan kanan; f. tinggi bak muatan dihitung bedasarkan perbandingan daya angkut dan massa jenis barang yang diangkut, panjang dan lebar bak; Penjelasan : Yang dimaksud tinggi bak muatan adalah tinggi bak yang dihitung dari lantai bak sampai dengan tinggi dinding sisi kanan, kiri dan belakang paling atas. Apabila tinggi dinding bak paling depan lebih rendah dari jendela kabin belakang maka harus dipasang teralis besi di jendela kabin tersebut. (4) Bak muatan tertutup sebagaimana dimakud pada ayat (1) huruf b, harus memenuhi persyaratan antara lain: a. ukuran bak muatan harus ditentukan berdasarkan spesifikasi teknis Kendaraan Bermotor; b.
panjang maksimum bak muatan ditentukan oleh jarak minimum antara dinding terluar kabin bagian belakang dengan dinding terluar bak muatan bagian depan untuk Kendaraan Bermotor dengan sumbu belakang tunggal adalah 150 (seratus lima puluh) milimeter dan untuk kendaraan dengan sumbu belakang ganda atau lebih adalah 200 (dua ratus) millimeter;
c.
dinding terluar bak muatan bagian belakang tidak boleh melebihi ujung landasan/chassis bagian belakang; Penjelasan : Yang dimaksud dengan dinding terluar bak muatan bagian belakang adalah tidak termasuk engsel-engsel bak atau handle pintu bagian belakang bak muatan.
d.
lebar bak muatan terbuka maksimum adalah lebar ban terluar pada sumbu kedua atau sumbu belakang kendaraan ditambah maksimum 50 (lima puluh) milimeter pada sisi kiri dan kanan, serta nilai tersebut tidak lebih besar dari lebar kabin ditambah 100 (seratus) milimeter pada sisi kiri dan kanan;
27
Draft RPP 19 Juli 2010 e.
untuk Kendaraan Bermotor barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan (JBB) kurang dari atau sama dengan 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram lebar bak muatan terbuka maksimum adalah lebar kabin pengemudi terluar pada kendaraan ditambah maksimum 50 (lima puluh) milimeter pada sisi kiri dan kanan;
f.
tinggi bak muatan tertutup diukur dari permukaan tanah maksimum 4.200 mm (empat ribu dua ratus milimeter) dan tidak lebih dari 1,7 (satu koma tujuh) kali lebar kendaraan bermotor. Pasal 65
(1) Jumlah berat yang diperbolehkan dan/atau jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan untuk Kendaraan Bermotor, atau rangkaian Kendaraan Bermotor dengan Kereta Gandengan atau kereta tempelan ditentukan oleh pembuatnya berdasarkan : a. perhitungan kekuatan konstruksi; b. besarnya daya motor; c. kapasitas pengereman; d. kemampuan ban; e. kekuatan sumbu-sumbu; f. ketinggian tanjakan jalan. (2) Jumlah berat yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus lebih kecil atau sama dengan hasil penjumlahan dari kekuatan masing-masing sumbu. Pasal 66 (1) Jumlah berat yang diizinkan atau jumlah berat kombinasi yang diizinkan pada setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan atau kereta tempelan, ditentukan berdasarkan : a. berat kosong kendaraan; b. jumlah berat yang diperbolehkan dan/atau c. jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan; d. dimensi kendaraan dan bak muatan; e. titik berat muatan dan pengemudi; f. kelas jalan; g. jumlah tempat duduk yang tersedia, bagi mobil bus. (2) Jumlah berat kendaraan yang diizinkan maksimum sama dengan jumlah berat kendaraan yang diperbolehkan bagi kendaraan. (3) Jumlah berat kombinasi kendaraan yang diizinkan maksimum sama dengan jumlah berat kombinasi kendaraan yang diperbolehkan. Pasal 67 (1) Radius putar Kendaraan Bermotor tanpa kereta gandengan atau kereta tempelan maksimum 12.000 (dua belas ribu) milimeter. 28
Draft RPP 19 Juli 2010 (2) Radius putar Kendaraan Bermotor dengan kereta gandengan atau kereta tempelan maksimum 18.000 (delapan belas ribu) milimeter. Pasal 68 (1) Bagian Kendaraan Bermotor atau rangkaian Kendaraan Bermotor beserta muatan yang menonjol, maksimum 2.000 (dua ribu) milimeter dari sisi bagian terluar belakang kendaraan bermotor dan tidak melebihi kaca depan kendaraan bermotor. (2) Apabila muatan menonjol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada ujung muatan ditambah lampu-lampu atau pemantul cahaya. (3) Panjang total kendaraan bermotor beserta muatan yang menonjol sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak lebih dari ketentuan panjang total sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67. Pasal 69 Rangkaian Kendaraan Bermotor yang diizinkan dioperasikan di jalan, meliputi: a. Mobil Barang dengan kereta gandengan atau kereta tempelan; b. Mobil Bus dengan kereta gandengan atau kereta tempelan; c. Mobil Penumpang dengan kereta gandengan; d. Sepeda Motor dengan kereta gandengan. Pasal 70 Setiap Mobil Barang dengan atau tanpa Kereta Gandengan atau Kereta Tempelan yang memiliki JBB atau JBKB lebih dari 12.000 (dua belas ribu) kilogram harus dilengkapi dengan tanda yang menunjukan kendaraan bermotor berat. Pasal 71 (1) Setiap Kereta Gandengan atau Kereta Tempelan yang memiliki panjang lebih dari 6.000 (enam ribu) milimeter, harus dilengkapi dengan pelat tanda gandengan atau tempelan yang memantulkan cahaya. (2) Pelat tanda gandengan atau tempelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan warna dasar kuning dengan warna tulisan hitam dengan bertuliskan kata gandengan. (3) Pelat belakang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipasang pada perisai kolong atau di tempat lain pada sisi belakang Kendaraan. Pasal 72 (1) Kendaraan Bermotor dengan pengemudi dalam kondisi tertentu dapat ditarik Kendaraan Bermotor lain. penjelasan ayat (1) : yang dimaksud dengan kondisi tertentu antara lain mogok, kendaraan rusak, memindahkan kendaraan.
29
Draft RPP 19 Juli 2010 (2) Kendaraan Bermotor penarik harus dilengkapi dengan alat penarik yang kaku, apabila Kendaraan Bermotor yang akan ditarik memiliki JBB lebih dari 4.000 (empat ribu) kilogram dengan jarak antara kendaraan penarik dan yang ditarik tidak lebih dari 5 (lima) meter. (3) Kendaraan Bermotor tanpa pengemudi dapat ditarik dengan cara mengangkat dan menempatkan sumbu Kendaraan Bermotor dengan peralatan derek yang terpasang pada kendaraan bermotor penarik. (4) Kendaraan Bermotor yang ditarik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memiliki berat tidak lebih dari separoh berat kendaraan penarik, serta tidak lebih dari 750 (tujuh ratus lima puluh) kilogram. (5) Kendaraan Bermotor yang ditarik pada waktu malam hari harus menyalakan lampu isyarat atau memasang tanda yang dapat memantulkan cahaya, di bagian belakang. Pasal 73 Ketentuan lebih lanjut mengenai ukuran Kendaraan Bermotor, tanda kendaraan bermotor berat, tanda gandengan atau tempelan diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 74 Karoseri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf d merupakan badan kendaraan, antara lain kaca-kaca, pintu, engsel, tempat duduk, tempat pemasangan tanda nomor Kendaraan Bermotor, tempat keluar darurat dan tangga untuk Mobil Bus, dan perisai kolong untuk Mobil Barang. Pasal 75 Rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf e merupakan rancangan yang sesuai dengan fungsi: a. Kendaraan Bermotor untuk mengangkut orang; atau b. Kendaraan Bermotor untuk mengangkut barang. Pasal 76 Pemuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf f merupakan tata cara untuk memuat orang dan/atau barang. Pasal 77 Penggunaan sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf g merupakan cara menggunakan Kendaraan Bermotor sesuai dengan peruntukannya.
30
Draft RPP 19 Juli 2010 Pasal 78 Penggandengan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf h merupakan cara menggandengkan Kendaraan Bermotor dengan menggunakan alat perangkai. Pasal 79 Penempelan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf i dilakukan dengan cara : a. menggunakan alat perangkai; b. menggunakan roda kelima yang dilengkapi dengan alat pengunci; dan c. dilengkapi kaki-kaki penopang.
Paragraf 2 Persyaratan Laik Jalan Pasal 80 (1) Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan harus memenuhi persyaratan laik jalan. (2) Persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh kinerja minimal Kendaraan Bermotor yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas: a. emisi gas buang; b. kebisingan suara; c. efisiensi sistem rem utama; d. efisiensi sistem rem parkir; e. kincup roda depan; f. suara klakson; g. daya pancar dan arah sinar lampu utama; h. radius putar; i. akurasi alat penunjuk kecepatan; j. kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban; dan k. kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat Kendaraan. Pasal 81 (1) Ketentuan mengenai persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) berlaku bagi setiap jenis Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di jalan kecuali huruf h untuk Kendaraan Bermotor jenis Sepeda Motor. (2) Ketentuan mengenai pengecualian dan/atau penambahan terhadap pemenuhan persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan terhadap: a. Kendaraan Bermotor untuk orang cacat; 31
Draft RPP 19 Juli 2010 b. Kendaraan Bermotor yang dicoba di jalan dalam rangka penelitian; c. Kendaraan Bermotor yang menggunakan teknologi baru. Bagian Kedua Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Jenis Sepeda Motor Pasal 82 (1) Setiap Kendaraan Bermotor jenis Sepeda Motor yang dioperasikan di Jalan harus memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) kecuali huruf i, Pasal 11 kecuali ayat (1) huruf d, Pasal 15 kecuali ayat (1) huruf c dan huruf d, Pasal 16, Pasal 17 kecuali ayat (2) huruf c, Pasal 18 sampai dengan Pasal 40, Pasal 41 kecuali huruf c dan huruf f, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 50, dan Pasal 59 ayat (3). (2) Setiap Kendaraan Bermotor jenis Sepeda Motor yang dioperasikan di Jalan harus memenuhi persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 kecuali huruf h. Pasal 83 (1) Sistem rem Kendaraan Bermotor jenis Sepeda Motor harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25, kecuali peralatan rem parkir tidak berlaku baik dengan atau tanpa kereta samping, yang memiliki jumlah berat yang diperbolehkan (JBB) maksimum 400 kg (empat ratus kilogram). (2) Setiap Sepeda Motor roda dua atau roda tiga yang dipasang simetris terhadap sumbu tengah kendaraan yang membujur ke depan harus dilengkapi dengan peralatan pengereman pada roda belakang dan roda depan. (3) Peralatan rem sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi syarat : a. pengemudi dapat melakukan pengendalian kecepatan atau memperlambat dan memberhentikan sepeda motor dari tempat duduknya tanpa melepaskan tangannya dari roda kemudi; b. bekerja pada semua roda sepeda motor sesuai dengan besarnya beban pada masing-masing sumbu rodanya. Pasal 84 (1) Keharusan melengkapi alat pengereman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) tidak berlaku untuk roda kereta samping yang dipasang pada Sepeda Motor, apabila daya pengereman yang diperlukan dapat diperoleh dari rem yang terdapat pada sepeda motor yang bersangkutan. (2) Sepeda Motor yang mempunyai roda tiga selain dilengkapi dengan peralatan pengereman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus pula dilengkapi dengan rem parkir.
32
Draft RPP 19 Juli 2010 (3) Rem parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan : a. mampu menahan posisi kendaraan dalam keadaan berhenti baik pada jalan datar, tanjakan maupun turunan; b. dilengkapi dengan pengunci yang bekerja secara mekanis atau sistem lain sesuai perkembangan teknologi. Pasal 85 (1) Sepeda Motor dengan atau tanpa kereta samping harus dilengkapi dengan lampu-
lampu dan pemantul cahaya yang meliputi : a. lampu utama dekat; b. lampu utama jauh, apabila mampu mempunyai kecepatan melebihi 40 (empat puluh) km per jam pada jalan datar; c. lampu penunjuk arah secara berpasangan di bagian depan dan bagian belakang sepeda motor; d. lampu posisi belakang; e. lampu rem; f. 1 (Satu) atau 2 (dua) pemantul cahaya berwarna merah yang tidak berbentuk segitiga. Catatan : Kendaraan bermotor roda 3 (tiga) harus memiliki 2 (dua) alat pemantul cahaya berwarna merah pada sisi belakang dan 2 (dua) warna putih pada sisi depan dan tidak berbentuk segitiga.
(2) Sepeda Motor dengan atau tanpa kereta samping selain dilengkapi dengan lampu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilengkapi lampu posisi depan.
(3) Lampu utama dekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, paling banyak
dua buah, berwarna putih atau kuning muda dan dapat menerangi jalan pada malam hari dengan cuaca cerah, sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) meter ke depan Sepeda Motor.
(4) Jika Sepeda Motor dilengkapi dengan lebih dari satu lampu utama dekat, maka
lampu utama dekat harus dipasang secara berdekatan sedekat mungkin.
(5) Lampu utama jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, paling banyak
dua buah, berwarna putih atau kuning muda dan dapat menerangi jalan secukupnya pada malam hari dalam keadaan cuaca cerah sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter ke depan Sepeda Motor.
(6) Jika Sepeda Motor dilengkapi dengan lebih dari satu lampu utama jauh, maka
lampu utama jauh harus dipasang secara berdekatan sedekat mungkin.
(7) Lampu penunjuk arah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berjumlah
genap dengan sinar kelap-kelip berwarna kuning tua, dan dapat dilihat pada waktu siang maupun malam hari oleh pemakai jalan lainnya.
(8) Lampu penunjuk arah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dipasang secara
sejajar di sisi kiri dan kanan bagian muka dan bagian belakang Sepeda Motor.
33
Draft RPP 19 Juli 2010 (9) Jika Sepeda Motor mempunyai dua lampu posisi depan, lampu-lampu itu harus
berdekatan sedekat mungkin.
(10)
Lampu posisi belakang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, berjumlah 1 (satu) atau 2 (dua) berwarna merah yang dapat dilihat pada waktu malam hari dengan cuaca cerah dan tidak menyilaukan pemakai jalan lainnya. Penjelasan ayat (10) Yang dimaksud dengan lampu posisi belakang berjumlah paling banyak adalah 2 (dua) atau 1 (satu) kelompok yang berdekatan.
(11)
Lampu rem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f berjumlah 1 (satu) atau 2 (dua), kekuatan cahayanya lebih besar dari lampu posisi belakang yang dipasang pada bagian belakang Sepeda Motor dan tidak menyilaukan bagi pengguna jalan lain.
(12)
Pemantul cahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, dipasang pada bagian belakang Sepeda Motor. Pasal 86
Selain dilengkapi dengan lampu-lampu dan pemantul cahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 Kendaraan Bermotor jenis Sepeda Motor juga harus dilengkapi dengan satu lampu penerangan tanda nomor Kendaraan di bagian belakang. Pasal 87 (1) Kereta samping yang dipasang pada Sepeda Motor roda dua, harus dilengkapi : a. di bagian depan dengan lampu posisi depan; b. di bagian belakang dengan lampu posisi belakang; c. satu pemantul cahaya; d. lampu penunjuk arah yang dipasang di sisi kiri bagian depan dan belakang Sepeda Motor. (2) Lampu posisi depan dan lampu posisi belakang kereta samping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyala apabila lampu posisi belakang Sepeda Motor dinyalakan. (3) Sepeda Motor yang mempunyai tiga roda dipasang secara simetris terhadap bidang sumbu Sepeda Motor yang membujur, dan yang diperlakukan sebagai sepeda motor, harus dilengkapi dengan lampu-lampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Jika lebar Sepeda Motor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak melebihi 1.300 (seribu tiga ratus) milimeter, maka cukup dilengkapi dengan satu lampu utama dekat dan satu lampu utama jauh.
34
Draft RPP 19 Juli 2010 Pasal 88 Lebar kereta gandengan yang dapat ditarik oleh Sepeda Motor maksimum 1.000 (seribu) milimeter. Pasal 89 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan laik jalan Jenis Sepeda Motor diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Bagian Ketiga Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Jenis Mobil Penumpang Pasal 90 Setiap Kendaraan Bermotor jenis Mobil Penumpang yang dioperasikan di Jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 80. Pasal 91 Selain harus dilengkapi dengan rem utama dan rem pakir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25, setiap Kendaraan Bermotor jenis Mobil Penumpang dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 7.000 kg (tujuh ribu kilogram) dan Mobil Barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 12.000 (dua belas ribu) kilogram harus pula dilengkapi dengan rem pelambat. Penjelasan : Yang termasuk dengan rem pelambat contoh rem gas buang (exhaust brake), transmisi Pasal 92 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan laik jalan jenis Mobil Penumpang diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bagian Keempat Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Jenis Mobil Bus Pasal 93 Setiap Kendaraan Bermotor jenis Mobil Bus yang dioperasikan di Jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 80. Pasal 94 Selain harus dilengkapi dengan rem utama dan rem pakir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, setiap Kendaraan Bermotor jenis Mobil Bus dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 7.000 kg (tujuh ribu kilogram) harus pula dilengkapi dengan rem pelambat. Penjelasan ; 35
Draft RPP 19 Juli 2010 Yang termasuk dengan rem pelambat contoh rem gas buang (exhaust brake), transmisi Pasal 95 Ketentuan lebih lanjut mengenai kendaraan bermotor jenis Mobil Bus diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 96 (1) Setiap Mobil Bus yang dirancang untuk mengangkut penumpang kurang dari 15 (lima belas) orang tidak termasuk pengemudi, harus mempunyai sekurangkurangnya satu pintu keluar dan/atau masuk penumpang pada dinding kiri bagian depan atau belakang, yang lebarnya sekurang-kurangnya 650 (enam ratus lima puluh) milimeter dan meliputi seluruh tinggi dinding. (2) Setiap Mobil Bus yang dirancang untuk mengangkut penumpang sebanyak 15 (lima belas) orang atau lebih, tidak termasuk pengemudi, harus mempunyai sekurang-kurangnya : a. satu pintu keluar dan/atau masuk yang lebar-nya sekurang-kurangnya 1.200 (seribu dua ratus) milimeter yang meliputi seluruh tinggi dinding; atau b. dua pintu keluar dan/atau masuk untuk penum-pang, terdiri dari : 1. satu pintu harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan 2. satu pintu lainnya ditempatkan pada dinding kiri dengan lebar sekurangkurangnya 550 (lima ratus lima puluh) milimeter dan meliputi seluruh tinggi dinding. (3) Pintu keluar/masuk untuk penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus menjamin kemudahan penggunaannya dan tidak terhalang. (4) Anak tangga paling bawah dari pintu keluar atau masuk penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling tinggi 350 (tiga ratus lima puluh) milimeter diukur dari permukaan jalan dan lebar sekurangkurangnya 400 (empat ratus) milimeter. (5) Tangga pintu keluar/masuk penumpang yang dapat dilipat, harus dikonstruksi sedemikian sehingga anak tangga selalu berada pada tempatnya secara kukuh dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), jika pintu dibuka. Pasal 97 (1) Di samping pintu keluar/masuk penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96, setiap Mobil Bus harus pula mempunyai tempat keluar darurat pada kedua sisinya. (2) Jumlah tempat keluar darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurangkurangnya : a. 1 (satu) tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan-kiri, jika muatannya tidak lebih dari 26 (dua puluh enam) penumpang; 36
Draft RPP 19 Juli 2010 b. 2 (dua) tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan-kiri, jika muatannya antara 27 (dua puluh tujuh) dan 50 (lima puluh) penumpang; c. 3 (tiga) tempat keluar darurat pada setiap sisi jika muatannya antara 51 (lima puluh satu) dan 80 (delapan puluh) penumpang; d. 4 (empat) tempat keluar darurat pada setiap sisi jika muatannya lebih dari 80 (delapan puluh) penumpang. (3) Pada sisi kiri, jumlah tempat keluar darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diku-rangi dengan satu, jika pada dinding belakang terdapat pintu yang lebarnya paling sedikit 430 (empat ratus tiga puluh) milimeter. (4) Tempat keluar darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa jendela dan atau pintu. (5) Tempat keluar darurat berupa jendela harus meme-nuhi persyaratan : a. memiliki ukuran minimum 600 (enam ratus) milimeter kali 430 (empat ratus tiga puluh) milimeter dan apabila memiliki ukuran sekurang-kurangnya 1.200 (seribu dua ratus) milimeter kali 430 (empat ratus tiga puluh) milimeter disamakan dengan memiliki dua tempat keluar darurat; b. mudah dan cepat dapat dibuka atau dirusak atau dilepas; c. sudut-sudut jendela yang berfungsi sebagai tempat keluar darurat tidak runcing; d. tidak dirintangi oleh tongkat-tongkat atau jeruji pelindung. (6) Tempat keluar darurat berupa pintu yang dipasang pada dinding samping kanan, harus memenuhi persyaratan : a. memiliki lebar sekurang-kurangnya 430 (empat ratus tiga puluh) milimeter; b. mudah dibuka setiap waktu dari dalam. Pasal 98 (1) Tempat keluar darurat diberi tanda dengan tulisan yang menyatakan tempat keluar darurat, dan penjelasan mengenai tata cara membukanya. (2) Tempat duduk di dekat tempat keluar darurat harus mudah dilepas atau dilipat. Pasal 99 (1) Setiap Mobil Bus dilengkapi lorong dengan lebar efektif 350 (tiga ratus lima puluh) milimeter atau lebih yang membentang dari pintu masuk sampai ke setiap tempat duduk. (2) Tinggi atap bagian dalam kendaraan, diukur 400 (empat ratus) milimeter dari dinding samping dalam kendaraan, sekurang-kurangnya : a. 1.700 (seribu tujuh ratus) milimeter diukur dari lantai bagian dalam kendaraan, untuk mobil bus yang dileng-kapi dengan tempat berdiri; b. 1.500 (seribu lima ratus) milimeter diukur dari lantai bagian dalam kendaraan, untuk mobil bus yang tidak dilengkapi dengan tempat berdiri.
37
Draft RPP 19 Juli 2010 Pasal 100 Jumlah tempat duduk dan tempat berdiri di dalam Mobil Bus umum, harus jelas dinyatakan dengan suatu tulisan yang ditempatkan di dalam Mobil Bus sehingga jelas kelihatan oleh awak dan penumpangnya. Pasal 101 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tambahan khusus untuk Mobil Bus diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 102 Setiap Mobil Bus sekolah pada sisi luar bagian depan dan belakang, dipasang suatu tanda yang jelas kelihatan berupa tulisan bus sekolah. Pasal 103 (1) Setiap Mobil Bus sekolah dilengkapi dengan lampu berwarna merah di bawah jendela belakang yang berfungsi memberi tanda bahwa mobil bus sekolah tersebut berhenti. (2) Mobil bus sekolah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilengkapi suatu tanda yang jelas kelihatan berupa tulisan berhenti jika lampu merah nyala dipasang di bawah jendela belakang. Pasal 104 (1) Pintu masuk dan atau keluar Mobil Bus sekolah dilengkapi dengan anak tangga. (2) Jarak antara anak tangga yang satu dengan lainnya paling tinggi 200 (dua ratus) milimeter dan jarak antara permukaan tanah dengan anak tangga terbawah paling tinggi 300 (tiga ratus) milimeter. (3) Ukuran lebar dan tinggi efektif pintu masuk dan atau keluar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 100. Pasal 105 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tambahan khusus untuk mobil bus sekolah diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggungjawab di bidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
38
Draft RPP 19 Juli 2010 Bagian Kelima Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Jenis Mobil Barang Pasal 106 Setiap Kendaraan Bermotor jenis Mobil Barang yang dioperasikan di Jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sampai denga Pasal 80. Pasal 107 (1) Setiap Kereta Gandengan atau Kereta Tempelan, harus dilengkapi dengan rem yang dapat menjalankan dua fungsi, yaitu : a. rem utama yang memungkinkan pengemudi dari tempat duduknya dapat mengendalikan kecepatan dan memberhentikan kereta gandengan atau kereta tempelan secara bersama-sama atau hampir bersamaan dengan kendaraan bermotor penariknya; penjelasan huruf a: rem utama dalam ketentuan ini harus mampu mengendalikan kecepatan dan memberhentikan rangkaian kendaraan bermotor dengan kereta gandengan atau kereta tempelan, baik dalam keadaan tanpa muatan maupun dengan muatan sesuai dengan jumlah berat yang diperbolehkan. Rem utama tersebut harus dapat bekerja secara serempak atau hampir bersamaan pada setiap roda pada rangkaian kendaraan bermotor). b. rem parkir yang mampu menahan posisi kereta gandengan atau kereta tempelan berhenti pada jalan datar, tanjakan maupun turunan. Penjelasan huruf b : rem parkir harus dapat berfungsi secara baik pada semua kondisi jalan bila kendaraan bermotor yang bersangkutan dimuati sesuai dengan jumlah berat yang diperbolehkan. Rem parkir tersebut harus dilengkapi dengan alat pengunci mekanis). (2) Ketentuan mengenai keharusan melengkapi rem yang dapat menjalankan dua fungsi sebagaimana dimaksud alam ayat (1) tidak berlaku untuk kereta tempelan satu sumbu yang memiliki jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi 750 kg (tujuh ratus lima puluh kilogram). Penjelasan rem yang menjalankan dua fungsi pengereman dalam ketentuan ini dapat mempunyai bagian-agian yang merangkap dan bekerja pada semua roda). Pasal 108 (1) Rem utama kereta gandengan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) huruf a, harus dilengkapi dengan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis menghentikan kereta gandengan apabila alat perangkai putus/terlepas dari kendaraan penariknya.
39
Draft RPP 19 Juli 2010 (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk Kereta Gandengan yang jarak sumbu rodanya kurang dari satu meter dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak lebih dari 1.500 kg (seribu lima ratus kilogram) dan/atau kereta gandengan yang ditarik oleh kendaraan bermotor penarik yang dirancang untuk kecepatan maksimum kurang dari 20 km/jam (dua puluh kilometer per jam). Pasal 109 (1) Kereta Gandengan atau Kereta Tempelan yang dirangkaikan dengan Kendaraan Bermotor dalam satu rangkaian Kendaraan, harus memiliki peralatan pengereman yang bersesuaian. Penjelasan ayat (1) yang dimaksud dengan bersesuaian adalah penggunaan sistem pengereman yang bersesuaian antara kendaraan bermotor penarik dengan kendaraan yang ditarik, misalnya apabila kendaraan bermotor penariknya menggunakan alat pengereman dengan sistem udara, maka sistem rem yang digunakan pada kendaraan yang ditarik juga sistem udara, atau jika kendaraan bermotor penariknya menggunakan sistem rem hidrolis, maka kendaraan yang ditarik harus menggunakan sistem rem hidrolis pula). (2) Bekerjanya rem utama harus tersebar dan bekerja hampir bersamaan secara baik, pada masing-masing roda setiap sumbu rangkaian Kendaraan. Pasal 110 Kereta Gandengan dan Kereta Tempelan wajib dilengkapi dengan lampu-lampu dan alat pemantul cahaya yang meliputi : a. lampu penunjuk arah secara berpasangan; b. lampu rem secara berpasangan; c. lampu posisi depan secara berpasangan, apabila sisi terluar kereta gandengan melampaui tepi terluar permukaan penyinaran lampu posisi belakang kendaraan penariknya; d. lampu posisi belakang secara berpasangan, apabila lebar kereta gandengan lebih dari 800 (delapan ratus) milimeter; e. lampu penerangan tanda nomor kendaraan di bagian belakang kendaraan; f. lampu mundur secara berpasangan; g. alat pemantul cahaya berwarna merah, berbentuk segitiga secara berpasangan; h. alat pemantul cahaya berwarna putih yang tidak berbentuk segitiga secara berpasangan. Pasal 111 (1) Lampu penunjuk arah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 huruf a, berjumlah genap dan mempunyai sinar kelap-kelip berwarna kuning tua serta dapat dilihat pada waktu siang maupun malam hari oleh pemakai jalan lainnya. (2) Lampu penunjuk arah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipasang di sisi kiri dan kanan bagian depan dan belakang Kereta Gandengan.
40
Draft RPP 19 Juli 2010 Pasal 112 (1) Lampu rem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 huruf b, berjumlah dua buah berwarna merah yang kekuatan cahayanya lebih besar dari lampu posisi belakang dan dipasang di sebelah kiri dan kanan bagian belakang Kereta Gandengan. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk Kereta Gandengan dengan ukuran kecil yang posisinya dalam keadaan ditarik tidak menutupi lampu rem dari kendaraan penariknya. Pasal 113 (1) Lampu posisi depan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 huruf c, berjumlah dua buah dan berwarna putih. (2) Lampu posisi depan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipasang di sudut kiri bawah dan kanan bawah bagian depan kereta gandengan dengan jarak antara tepi terluar permukaan penyinaran lampu posisi depan dengan sisi terluar kereta gandengan tidak lebih dari 150 (sertus lima puluh) milimeter. Pasal 114 (1) Lampu posisi belakang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 huruf d, berjumlah genap dan berwarna merah yang kelihatan pada malam hari dengan cuaca cerah pada jarak sekurang-kurangnya 300 (tiga ratus) meter dan tidak menyilaukan pemakai jalan lainnya. (2) Lampu posisi belakang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipasang di sudut kiri bawah dan kanan bawah bagian belakang Kereta Gandengan dengan jarak antara tepi terluar permukaan penyinaran lampu posisi belakang dengan sisi terluar kereta gandengan tidak lebih dari 400 (empat ratus) milimeter. (3) Kereta Gandengan yang lebarnya tidak melebihi 800 (delapan ratus) milimeter, dilengkapi satu buah atau lebih lampu posisi belakang sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 115 Lampu penerangan tanda nomor kendaraan bermotor bagian belakang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 huruf e, dipasang dengan baik sehingga dapat menerangi tanda nomor Kendaraan pada waktu malam hari dengan cuaca cerah dan dapat dibaca pada jarak sekurang - kurangnya 50 (lima puluh) meter dari belakang. Pasal 116 (1) Lampu mundur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 huruf f, berjumlah dua buah berwarna putih atau kuning muda yang tidak menyilaukan atau mengganggu pemakai jalan lain. (2) Lampu mundur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya menyala apabila alat penerus daya digunakan pada posisi mundur. 41
Draft RPP 19 Juli 2010 Pasal 117 (1) Pemantul cahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 huruf g, berjumlah genap berwarna merah dan berbentuk segitiga sama sisi dengan panjang sisinya tidak kurang dari 150 (seratus lima puluh) milimeter dan tidak melebihi 200 (dua ratus) milimeter serta dipasang di sudut kiri bawah dan kanan bawah bagian belakang Kereta Gandengan. (2) Pemantul cahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilihat oleh pengemudi yang ada dibelakangnya pada waktu malam hari dalam cuaca cerah dari jarak 100 (seratus) meter apabila terkena sinar lampu utama kendaraan di belakangnya. (3) Titik sudut terluar pemantul cahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak melebihi 100 (seratus) milimeter dari sisi terluar Kereta Gandengan. (4) Kereta Gandengan yang lebarnya tidak melebihi 800 (delapan ratus) milimeter dilengkapi satu buah atau lebih pemantul cahaya. Pasal 118 Pemantul cahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 huruf h, berjumlah dua buah dan dipasang di sisi kiri dan kanan bagian depan kereta gandengan dengan jarak tidak melebihi 400 (emapt ratus) milimeter dari sisi terluar Kereta Gandengan. Pasal 119 Lampu-lampu yang berpasangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 harus memenuhi persyaratan : a. dipasang simetris terhadap bidang sumbu tengah memanjang kendaraan; b. simetris dengan sesamanya terhadap bidang sumbu tengah memanjang kendaraan; c. memenuhi persyaratan kalorimetris yang sama; d. mempunyai sifat-sifat fotometris yang sama; e. dipasang pada kendaraan dengan tinggi tidak melebihi 1.250 (seribu dua ratus lima puluh) milimeter dari permukaan jalan. Pasal 120 (1) Lampu posisi depan, lampu posisi belakang, lampu penerangan tanda nomor Kendaraan, dan lampu tanda batas, harus dapat dinyalakan atau dimatikan, secara serentak. (2) Lampu utama jauh atau lampu utama dekat, atau lampu kabut yang dipasang pada kendaraan hanya dapat dinyalakan, apabila lampu-lampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam keadaan menyala. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku apabila lampu utama jauh sedang memberikan peringatan.
42
Draft RPP 19 Juli 2010 Pasal 121 Dilarang memasang lampu pada Kendaraan Bermotor, Kereta Gandengan atau Kereta Tempelan yang menyinarkan : a. cahaya kelap-kelip, selain lampu penunjuk arah dan lampu isyarat peringatan bahaya; b. cahaya berwarna merah ke arah depan; c. cahaya berwarna putih ke arah belakang kecuali lampu mundur. Pasal 122 (1) Rangkaian Kendaraan Bermotor dengan Kereta Tempelan harus menggunakan
alat perangkai.
(2) Alat perangkai Kendaraan Bermotor dengan Kereta Tempelan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) menggunakan roda kelima yang dilengkapi dengan alat pengunci.
(3) Alat perangkai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa alat perangkai
otomatis dan bukan otomatis.
(4) Apabila rangkaian Kendaraan Bermotor dengan Kereta Tempelan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menggunakan alat perangkai otomatis, hanya boleh digunakan pada rangkaian kendaraan yang memiliki jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan maksimum 20.000 Kg (dua puluh ribu kilogram). Pasal 123
(1) Setiap Kereta Tempelan dilengkapi dengan kaki-kaki penopang yang dipasang
secara kukuh pada jarak lebih dari dua pertiga dari seluruh panjang kereta tempelan, diukur dari ujung paling belakang kereta tempelan.
(2) Letak kaki penopang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak melebihi lebar
Kereta Tempelan.
Pasal 124 Setiap Kereta Gandengan atau Kereta Tempelan yang tinggi ujung landasannya dan atau bagian belakang dan/atau bagian samping badannya berjarak lebih dari 700 milimeter di atas jalan, dan/atau sumbu paling belakang berjarak lebih dari 1.000 milimeter diukur dari sisi terluar bagian belakang kereta gandengan atau kereta tempelan, dipasang perisai kolong. Pasal 125 Peralatan hidrolis, pneumatis atau mekanis yang memungkinkan diangkatnya rodaroda dari tanah dapat digunakan sewaktu Kendaraan berjalan biasa, apabila rancangan alat pengangkat tersebut tidak menimbulkan lebih muatan pada salah satu sumbu kendaraan, ketika sumbu yang lain berada dalam posisi diangkat. Pasal 126 (1) Rangkaian Kendaraan Bermotor dengan Kereta Gandengan harus menggunakan
alat perangkai.
43
Draft RPP 19 Juli 2010 (2) Alat perangkai
Kendaraan Bermotor dengan Kereta Gandengan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan :
a. kukuh, sehingga dapat menahan seluruh berat kendaraan yang ditarik; b. dikonstruksi dengan gerakan terbatas dan dapat merangkaikan kendaraan bermotor penarik dengan Kendaraan yang ditarik dengan kukuh dan sempurna; c. dilengkapi dengan alat keselamatan yang layak untuk mencegah pemisahan yang tidak disengaja, sewaktu terjadi tubrukan atau sebagai akibat dari getaran kendaraan. Pasal 127 Kereta Gandengan yang tidak dilengkapi dengan rem otomatis wajib dilengkapi dengan alat tambahan berupa rantai, kabel, atau alat sejenisnya yang dapat mencegah tongkat penarik menyentuh tanah dan memungkinkan kereta gandengan tersebut dihentikan apabila alat penariknya putus. Pasal 128 (1) Kereta gandengan dan kereta tempelan yang dirangkaikan dengan
kendaraan bermotor penarik ditetapkan sebagai kendaraan bermotor apabila : a. kereta tempelan (semi trailer), yang dirancang untuk ditarik oleh kendaraan penarik (tractor head) yang sebagian bebannya ditumpu oleh kendaraan penariknya dan memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) sumbu roda. b. Kereta gandengan (full trailer), yang dirancang untuk ditarik oleh kendaraan penarik yang seluruh bebannya ditumpu oleh kereta gandengan itu sendiri dan memiliki sebanyak-banyaknya 2 (dua) sumbu roda. Penjelasan : Yang dimaksud dengan kereta gandengan atau tempelan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengangkut barang dan dirancang untuk ditarik oleh kendaraan bermotor Yang dimaksud dengan Kendaraan bermotor penarik adalah kendaraan bermotor yang memiliki perlengkapan untuk menarik, sistem pengereman, sistem kelistrikan pada kendaraan, GCW.
(2) Bus
gandeng yang dirangkaikan dengan bus penarik ditetapkan sebagai kendaraan bermotor. Pasal 129
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tambahan khusus untuk rangkaian kendaraan, kereta gandengan dan kereta tempelan diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
44
Draft RPP 19 Juli 2010 Bagian Keenam Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Kendaraan Bagi Penyandang Cacat Pasal 130 (1) Kendaraan khusus penyandang cacat harus dirancang khusus yang memiliki fungsi dan rancang bangun tertentu. (2) Setiap Kendaraan Bermotor jenis Mobil Bus atau Mobil Penumpang yang digunakan sebagai angkutan umum wajib menyediakan fasilitas bagi penumpang penyandang cacat. (3) Fasilitas bagi penumpang penyandang cacat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi antara lain : a. tempat naik dan turun penumpang yang dapat dioperasikan secara automatik maupun mekanik. b.
tanda atau petunjuk bagi penyandang tunanetra.
BAB V KENDARAAN TIDAK BERMOTOR Bagian Kesatu Jenis Pasal 131 (1) Kendaraan Tidak Bermotor dikelompokkan dalam: a. Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga orang; dan b. Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga hewan. (2) Kendaraan tidak bermotor yang digerakkan oleh tenaga orang sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, terdiri atas : a. sepeda; b. becak; c. kereta dorong. (3) Kendaraan tidak bermotor yang digerakkan oleh tenaga hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas : a. kereta; b. delman; c. cikar.
45
Draft RPP 19 Juli 2010 Bagian Kedua Persyaratan Keselamatan Pasal 132 Ukuran utama kendaraan tidak bermotor jenis sepeda tidak termasuk muatannya adalah : a. lebar maksimum 550 (lima ratus lima puluh) milimeter; b. panjang maksimum 2.100 (dua ribu seratus) milimeter. Pasal 133 (1) Ukuran utama kendaraan tidak bermotor jenis Kereta yang ditarik hewan untuk mengangkut orang tidak termasuk muatannya adalah : a. ditarik dengan 1 (satu) ekor hewan : 1. lebar maksimum 1.700 (seribu tujuh ratus) millimeter; 2. panjang maksimum 2.250 (dua ribu dua ratus lima puluh) milimeter; 3. panjang maksimum 5.250 (lima ribu dua ratus lima puluh) milimeter. b. ditarik dengan 2 (dua) ekor hewan : 1. lebar maksimum 2.000 (dua ribu) milimeter; 2. panjang maksimum 2.300 (dua ribu tiga ratus) millimeter; 3. panjang maksimum 6.000 (enam ribu) millimeter. (2) Ukuran utama kendaraan tidak bermotor jenis Kereta yang ditarik hewan untuk mengangkut barang tidak termasuk muatannya adalah : a. ditarik dengan 1 (satu) ekor hewan : 1. lebar maksimum 2.200 (dua ribu dua ratus) millimeter; 2. panjang maksimum 2.200 (dua ribu dua ratus) millimeter; 3. panjang maksimum 5.000 (lima ribu) millimeter. b. ditarik dengan 2 (dua) ekor hewan : 1. lebar maksimum 2.200 (dua ribu dua ratus) millimeter; 2. panjang maksimum 2.700 (dua ribu dua tujuh ratus) millimeter; 3. panjang maksimum 5.400 (lima ribu empat ratus) millimeter. (3) Untuk kepentingan angkutan pariwisata persyaratan kendaraan tidak bermotor jenis kereta yang ditarik oleh hewan lebih dari 2 (dua) ekor diatur dengan Peraturan Daerah sesuai kebutuhan daerah masing – masing dengan tetap memperhatikan keselamatan berlalu lintas. (4) Ukuran utama kendaraan tidak bermotor jenis becak tidak termasuk muatan adalah : a. lebar maksimum 1.500 (seribu lima ratus) millimeter; b. panjang maksimum 1.800 (seribu delapan ratus) millimeter; c. panjang maksimum 2.800 (dua ribu delapan ratus) millimeter. (5) Ukuran utama kendaraan tidak bermotor jenis kereta dorong tidak termasuk muatannya adalah : a. lebar maksimum 1.500 (seribu lima ratus) millimeter; 46
Draft RPP 19 Juli 2010 b. panjang maksimum 2.000 (dua ribu) millimeter; c. panjang maksimum 2.500 (dua aribu lima ratus) millimeter. (6) Kendaraan tidak bermotor jenis kereta dorong yang ketinggiannya melebihi bahu orang yang mendorongnya, harus dibuat sedemikian rupa sehingga tetap memiliki bidang pandang bagi pendorongnya untuk dapat melihat kedepan secara leluasa. Pasal 134 Setiap kendaraan tidak bermotor kecuali sepeda jenis kereta yang ditarik dengan hewan untuk angkutan barang atau kereta dorong atau tarik, harus memiliki sistem suspensi berupa penyangga yang mampu menahan beban,getaran dan kejutan untuk menjamin keselamatan. Pasal 135 (1) Setiap kendaraan tidak bermotor jenis sepeda, becak dan kereta yang ditarik kuda harus dilengkapi dengan spakbor. (2) Spakbor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan : a. mampu mengurangi percikan air atau lumpur ke arah belakang atau badan kendaraan; b. memiliki lebar sekurang – kurangnya selebar telapak ban. Pasal 136 (1) Kendaraan tidak bermotor jenis sepeda dan becak harus dilengkapi dengan rem yang berfungsi dengan baik untuk mengendalikan kecepatan atau memperlambat dan menghentikan kendaraan. (2) Rem kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangya dipasang pada roda penggerak kendaraan sesuai dengan besarnya beban. Pasal 137 (1) Kendaraan tidak bermotor jenis kereta yang ditarik dengan hewan harus dilengkapi dengan alat bantu yang berfungsi untuk memperlambat kecepatan kendaraan sebagai pengganti rem. penjelasan : yang dimaksud dengan alat bantu antara lain tali pengendali. (2) Alat bantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dapat dikendalikan dari tempat duduk pengemudi tanpa mengganggu pengemudi dalam mengendalikan atau mengemudikan kendaraan. Pasal 138 Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan penggunaan kendaraan tidak bermotor, diatur dengan Peraturan Daerah.
47
Draft RPP 19 Juli 2010 BAB VI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR Bagian Kesatu Umum Pasal 139 (1) Untuk memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri yang akan dioperasikan di jalan wajib dilakukan pengujian sesuai dengan kategori jenis kendaraan bermotor. Penjelasan ayat (1) Tujuan dilakukan pengujian adalah dalam rangka menjamin keselamatan, menjaga kelestarian lingkungan dan pelayanan umum. (2) Kategori jenis kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. Sepeda motor masuk dalam kategori L1, L2, L3, L4 dan L5; penjelasan huruf a kendaraan bermotor kategori L yaitu kendaraan beroda kurang dari empat 1. kategori L1 adalah kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas silinder mesin tidak lebih dari 50 cm3 dan dengan desain kecepatan maksimum tidak lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya; 2. kategori L2 adalah kendaraan bermotor beroda tiga dengan susunan roda sembarang dengan kapasitas silinder mesin tidak lebih dari 50 cm3 dan dengan desain kecepatan maksimum tidak lebih dari 50 km/jam apapun jenis ienaga penggeraknya 3. kategori L3 adalah kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas silinder lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya 4. kategori L4 adalah kendaraan bermotor beroda tiga dengan susunan roda asimetris dengan kapasitas silinder mesin lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya (sepeda motor dengan kereta) 5. kategori L5 adalah kendaraan bermotor beroda tiga dengan susunan roda simetris dengan kapasitas silinder mesin lebih dari 50 cm 3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya. b. Mobil penumpang masuk kategori M1; kendaraan bermotor kategori M kendaraan bermotor beroda empat atau lebih dan digunakan untuk angkutan orang. kategori M1 adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai tidak lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi c. Mobil bus masuk kategori M1, M2 dan M3; kendaraan bermotor kategori M kendaraan bermotor beroda empat atau lebih dan digunakan untuk angkutan orang 1. kategori M1 adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan 48
Draft RPP 19 Juli 2010 orang dan mempunyai tidak lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi 2. kategori M2 adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) sampai dengan 5 ton 3. kategori M3 adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 5 ton 4. kendaraan bermolor kategori M2 dan M3 dibedakan dalam kelas sebagai berikut: a. Kelas I untuk kendaraan bermotor yang dikonruksi untuk penumpang berdiri dan bergerak bebas b. kelas II untuk kendaraan bermotor yang pada prinsipnya dikonstruksi membawa penumpang duduk dan di desain untuk membawa penumpang berdiri di gang dan atau di daerah yang sudah disediakan tetapi luasnya tidak boleh lebih dari dua baris tempat duduk untuk dua orang c. kelas III untuk kendaraan bermotor yang di desain khusus untuk membawa penumpang duduk d. kelas A untuk kendaraan bermotor di desain untuk membawa penumpang berdiri, kendaraan pada kelas ini memiliki tempat duduk dan memungkinkan penumpang berdiri e. kelas B untuk kendaraan bermotor tidak di desain untuk membawa penumpang berdiri, kendaraan pada kelas ini tidak diijinkan adanya penumpang berdiri d. Mobil barang masuk kategori N1, N2, N3, O1, O2, O3, dan O4; penjelasan huruf d : kendaraan bermotor kategori N adalah kendaraan bermotor beroda empat atau lebih dan digunakan untuk angkutan barang 1. kategori N1 adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) sampai dengan 3,5 ton 2. kategori N2 adalahkendaraan bermotor yang digunaKan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 3,5 ton tetapi tidak lebih dari 12 ton 3. kategori N3 adalah kendaraari bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 12 ton kategori O kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau tempel 1. kategori 01 adalah kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) tidak lebih dari 0,75 ton 2. kategori 02 adalah kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) tidak lebih dari 0,75 ton tetapi lebih dari 3.5 ton 3. kategori 03 adalah kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 3,5 ton tetapi tidak lebih dari 10 ton 49
Draft RPP 19 Juli 2010 4. kategori 04 adalah kendaraan bermotor penarik dengan jumlah benat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 10 ton. Kendaraan bermotor penarik untuk kategori O2, O3 dan dibedakan menjadi tiga tipe sebagai berikut: 1. tempelan (semi trailer) adalah kendaraan bermotor yang ditarik dengan sumbu roda (dapat lebih dari satu) terletak dibelakang pusat gravitasi kendaraan (terbebani mcrata) dan dilengkapi dengan alat penghubung yang meneruskan tenaga horisontal dan vertikal yang dibebankan ke kendaraan penarik. Satu atau lebih dari sumbu roda digerakkan oleh kendaraan penarik. 2. tempelan (semi trailer) adalah kendaraan bermotor yang ditarik dengan sumbu roda (dapat lebih dari satu) terletak dibelakang pusat gravitasi kendaraan (terbebani mcrata) dan dilengkapi dengan alat penghubung yang meneruskan tenaga horisontal dan vertikal yang dibebankan ke kendaraan penarik. Satu atau lebih dari sumbu roda digerakkan oleh kendaraan penarik 3. gandengan sumbu tengah (Centre-exle trailer) adalah kendaraan bermotor yang ditarik yang dilengkapi dengan alat penarik yang tidak dapat bergerak vertikal (terhadap kereta gandengan) dan sumbu roda (dapat lebih dari satu) terletak dekat dengan pusat gravitasi kendaraan (terbebani merata), beban vertikal statis kecil, tidak lebih dari 10% berat makstmum kereta gandengan, atau beban tidak lebih dari 10.000 N dibebankan pada kendaraan penarik. Satu atau lebih dari sumbu roda digerakkan oleh kendaraan penarik e. Kendaraan khusus tidak masuk dalam kategori pengujian. kategori khusus kendaraan bermotor khusus kendaraan bermotor kategori M, N atau O untuk angkutan penumpang atau barang dan diperlukan pembuatan bodi khusus dan / atau perlengkapannya untuk menunjang fungsi khusus tersebut sumber : SNI dan UN ECE (3) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. uji tipe; dan b. uji berkala. Pasal 140 (1) Pengujian kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (3) hanya dapat dilakukan oleh unit pelaksana pengujian kendaraan bermotor yang memiliki : a. b.
fasilitas prasarana dan peralatan pengujian, keakurasian peralatan pengujian, sistem informasi manajemen penyelenggaraan pengujian, serta sistem dan prosedur pengujian; tenaga penguji yang memiliki sertifikat kompetensi penguji kendaraan bermotor. 50
Draft RPP 19 Juli 2010 (2) Unit pelaksana pengujian kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memelihara, mengkalibrasi secara berkala dan mengoperasikan seluruh peralatan uji secara baik dan benar. Penjelasan ayat (2) Yang dimaksud dengan mengkalibrasi secara berkala yaitu dapat dilakukan sendiri maupun yang dilakukan oleh institusi lain yang mempunyai kewenangan untuk melakukan kalibrasi untuk menjamin keakurasian alat uji yang digunakan dan waktunya disesuaikan dengan spesifikasi teknis masing – masing peralatan. (3) Pembinaan dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Bagian Kedua Uji Tipe Paragraf 1 Umum Pasal 141 (1) Uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (3) huruf a terdiri atas : a. Pengujian fisik untuk pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan yang dilakukan terhadap landasan kendaraan bermotor dan kendaraan bermotor dalam keadaan lengkap; dan b. Penelitian rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor yang dilakukan terhadap rumah – rumah, bak muatan, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan bermotor yang dimodifikasi tipenya (2) Uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh unit pelaksana uji tipe yang ditunjuk oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Paragraf 2 Pengujian Fisik Pasal 142 (1) Pengujian tipe melalui Pengujian fisik terhadap persyaratan teknis dilakukan melalui pemeriksaan persyaratan teknis secara visual atau pengecekan secara manual dengan atau tanpa alat bantu. (2) Pemeriksaaan persyaratan teknis secara visual terhadap landasan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. nomor dan kondisi rangka kendaraan bermotor; b. nomor dan tipe motor penggerak; 51
Draft RPP 19 Juli 2010 c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o. p.
kondisi tangki bahan bakar, corong pengisi bahan bakar, pipa saluran bahan bakar; kondisi sistem converter kit bagi kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar tekanan tinggi; kondisi dan posisi pipa pembuangan; ukuran roda dan ban sesuai yang diizinkan, serta kondisi ban; kondisi sistem suspensi berupa pegas dan penyangganya; kondisi rem utama baik di roda depan maupun tengah dan/atau belakang, kebocoran sistem rem; kondisi penutup atau casing lampu-lampu dan alat pemantul cahaya; kondisi panel-panel instrumen pada dashboard kendaraan, seperti alat penunjuk kecepatan (speedometer); kondisi kaca spion bagi landasan kendaraan berupa chassis cabin; bentuk bumper bagi landasan kendaraan berupa chassis cabin; keberadaan dan kondisi ban cadangan, segitiga pengaman, dongkrak, alat pembuka roda; keberadaan dan kelengkapan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K); kondisi badan kendaraan, kaca-kaca bagi landasan kendaraan berupa chassis cabin, engsel, dan tempat duduk; rancangan teknis kendaraan sesuai peruntukannya.
(3) Pemeriksaaan persyaratan teknis secara visual terhadap kendaraan bermotor dalam keadaan lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. nomor dan kondisi rangka kendaraan bermotor; b. nomor dan tipe motor penggerak; c. kondisi tangki bahan bakar, corong pengisi bahan bakar, pipa saluran bahan bakar; d. kondisi sistem converter kit bagi kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar tekanan tinggi; e. kondisi dan posisi pipa pembuangan; f. ukuran roda dan ban sesuai yang diizinkan, serta kondisi ban; g. kondisi sistem suspensi berupa pegas dan penyangganya; h. kondisi rem utama baik di roda depan maupun tengah dan/atau belakang, kebocoran sistem rem; i. kondisi penutup atau casing lampu-lampu dan alat pemantul cahaya; j. kondisi panel-panel instrumen pada dashboard kendaraan, seperti alat penunjuk kecepatan (speedometer); k. kondisi kaca spion; l. kondisi spakbor; m. bentuk bumper; n. keberadaan dan kondisi ban cadangan, segitiga pengaman, dongkrak, alat pembuka roda dan alat tanggap darurat untuk mobil bus;
52
Draft RPP 19 Juli 2010 o.
keberadaan dan kelengkapan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K); p. kondisi badan kendaraan, kaca-kaca, engsel, tempat duduk, perisai kolong, pengarah angin (cab roof deflector) untuk kendaraan box; q. rancangan teknis kendaraan sesuai peruntukannya. (4) Pemeriksaaan persyaratan teknis secara visual terhadap kendaraan bermotor dalam keadaan lengkap jenis sepeda motor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. nomor dan kondisi rangka kendaraan bermotor; b. nomor dan tipe motor penggerak; c. kondisi tangki bahan bakar, corong pengisi bahan bakar, pipa saluran bahan bakar; d. kondisi sistem converter kit bagi kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar tekanan tinggi; e. kondisi dan posisi pipa pembuangan; f. ukuran roda dan ban sesuai yang diizinkan, serta kondisi ban; g. kondisi sistem suspensi berupa pegas dan penyangganya; h. kondisi rem utama baik di roda depan atau belakang, kebocoran sistem rem; i. kondisi penutup atau casing lampu-lampu dan alat pemantul cahaya; j. kondisi panel-panel instrumen pada dashboard kendaraan, seperti alat penunjuk kecepatan (speedometer); k. kondisi kaca spion; l. kondisi spakbor; m. kondisi badan kendaraan n. rancangan teknis kendaraan sesuai peruntukannya. (5) Pemeriksaaan persyaratan teknis yang dilakukan secara manual baik dengan alat bantu atau tanpa alat bantu terhadap landasan kendaraan bermotor meliputi : a. kondisi penerus daya dengan menjalankan maju dan mundur kendaraan; b. sudut bebas kemudi (speling steer); c. kondisi rem parkir; d. mengecek fungsi semua lampu-lampu dan alat pemantul cahaya; e. mengecek fungsi penghapus kaca (wiper); f. kondisi dan berfungsinya sabuk keselamatan (safety belt), kecuali untuk sepeda motor; g. mengukur dimensi utama kendaraan; h. mengukur ukuran tempat duduk, bagian dalam kendaraan, dan tempat keluar darurat. (6) Pemeriksaaan persyaratan teknis yang dilakukan secara manual baik dengan alat bantu atau tanpa alat bantu terhadap kendaraan bermotor dalam keadaan lengkap meliputi : a. kondisi penerus daya dengan menjalankan maju dan mundur kendaraan; 53
Draft RPP 19 Juli 2010 b. sudut bebas kemudi (speling steer); c. kondisi rem parkir; d. mengecek fungsi semua lampu-lampu dan alat pemantul cahaya; e. mengecek fungsi penghapus kaca (wiper); f. fungsi klakson; g. kondisi dan berfungsinya sabuk keselamatan (safety belt); h. mengukur dimensi utama kendaraan; i. mengukur ukuran tempat duduk, bagian dalam kendaraan, dan tempat keluar darurat. (7) Pemeriksaaan persyaratan teknis yang dilakukan secara manual baik dengan alat bantu atau tanpa alat bantu terhadap kendaraan bermotor jenis sepeda motor meliputi : a. kondisi penerus daya; b. kondisi rem parkir; c. mengecek fungsi semua lampu-lampu dan alat pemantul cahaya; d. fungsi klakson; e. mengukur dimensi utama kendaraan. Pasal 143 (1) Pengujian laik jalan terhadap kendaraan bermotor dalam bentuk landasan (chassis engine atau cabin engine), sekurang-kurangnya meliputi : a. uji rem utama dan rem parkir; b. uji radius putar; c. uji speedometer; d. uji/pemeriksaan konstruksi; e. uji emisi gas buang; f. uji tingkat suara klakson; g. uji kincup roda depan; h. uji/pengukuran berat landasan; i. uji lampu; j. uji lain, yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi kendaraan bermotor. (2) Pengujian laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap kendaraan bermotor dalam keadaan lengkap, sekurang-kurangnya meliputi : a. uji rem utama dan rem parkir; b. uji lampu utama; c. uji radius putar; d. uji speedometer; e. uji/pemeriksaan konstruksi (fisik dan fungsi perlengkapan kendaraan bermotor); f. uji emisi gas buang; g. uji tingkat suara klakson; h. uji/pengukuran berat kendaraan; i. uji kincup roda depan; j. uji/pengukuran dimensi; 54
Draft RPP 19 Juli 2010 k. uji kebisingan; l. uji posisi roda depan; m.uji prestasi/performansi; n. uji jalan/kemampuan jalan; o. uji/pengukuran penghapus kaca depan; p. uji sabuk keselamatan; q. uji suspensi; r. uji lain, yang disesuaikan dengan perkembangan bermotor.
teknologi kendaraan
(3) Pengujian laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap kendaraan bermotor dalam keadaan lengkap jenis sepeda motor, sekurang-kurangnya meliputi : a. uji rem; b. uji lampu utama; c. uji emisi gas buang; d. uji tingkat suara klakson; e. uji/pengukuran berat kendaraan bermotor; f. uji/pengukuran dimensi kendaraan bermotor; g. uji speedometer; h. uji kebisingan; i. uji/pemeriksaan konstruksi (fisik dan fungsi perlengkapan kendaraan bermotor); j. uji prestasi/performansi dan/ atau uji kemampuan jalan; Pasal 144 Kendaraan bermotor yang menggunakan motor penggerak listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b, selain harus memenuhi ketentuan uji persyaratan teknis dan laik jalan, juga harus dilakukan pengujian terhadap unjuk kerja akumulator listrik, perangkat elektronik pengendali kecepatan, dan alat pengisian ulang energi listrik. Pasal 145 (1) Dalam hal tipe kendaraan bermotor yang diuji tipe yang berkaitan dengan pengujian fisik dinyatakan tidak lulus uji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 dapat dilakukan uji tipe ulang. (2) Pernyataan penetapan hasil uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis dengan mencantumkan: a. alasan tidak lulus uji; b. item – item yang tidak lulus uji; c. perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan; d. waktu dan tempat dilakukan pengujian ulang. (3) Uji ulang hanya dilakukan terhadap tipe kendaraan bermotor yang memiliki nomor landasan/rangka dan/atau nomor mesin yang sama dengan yang dimiliki kendaraan bermotor yang dinyatakan tidak lulus uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 55
Draft RPP 19 Juli 2010 (4) Pelaksanaan uji ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dipungut biaya hanya terhadap item-item yang dinyatakan tidak lulus uji tipe kendaraan bermotor. (5) Pelaksanaan uji ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah pemohon menunjukkan dan memberitahukan secara tertulis mengenai perbaikan yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, kepada Menteri yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. (6) Pemohon yang mengajukan uji ulang sebagaiman dimaksud pada ayat (4) diluar waktu dan tempat yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dianggap mengajukan permohonan baru. (7) Jika hasil uji tipe yang melalui pengujian fisik ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan tidak lulus, tipe kendaraan bermotor yang bersangkutan tidak dapat dilakukan uji ulang lagi dan apabila akan mengujikan kembali tipe kendaraannya, harus memproses dari awal lagi sebagai permohonan baru. Pasal 146 Kendaraan bermotor, yang telah lulus uji tipe yang melalui pengujian fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 diberikan bukti lulus uji tipe oleh Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan angkutan Jalan, berupa : a. sertifikat uji tipe dilengkapi dengan pengesahan hasil uji untuk kendaraan bermotor yang diuji tipe yang melalui pengujian fisik dalam keadaan lengkap; b. sertifikat uji tipe landasan dilengkapi dengan pengesahan hasil uji untuk landasan kendaraan bermotor yang diuji tipe fisik dalam bentuk landasan. Pasal 147 (1) Sertifikat lulus uji tipe setiap kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146, sekurang-kurangnya berisi data mengenai : a. nomor sertifikat registrasi uji tipe; b. nomor sertifikat uji tipe; c. merek dan tipe; d. jenis; e. peruntukan; f. varian, apabila ada; g. nomor rangka landasan; h. nomor motor penggerak; i. nama perusahaan pengimpor, pembuat dan/atau perakit, serta pemodifikasi; j. alamat perusahaan pembuat dan/atau perakit dan/atau pengimpor dan/atau pemodifikasi; k. penanggung jawab perusahaan pengimpor, pembuat dan/atau perakit, serta pemodifikasi; l. tahun pembuat/perakit/modifikasi; m.spesifikasi teknik kendaraan bermotor; n. spesifikasi teknik varian, apabila ada; 56
Draft RPP 19 Juli 2010 o. jumlah berat yang diperbolehkan dan/atau jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan; p. berat kosong kendaraan bermotor; q. jumlah berat yang diizinkan dan/atau jumlah berat kombinasi yang diizinkan; r. daya angkut orang dan/atau barang; s. dimensi bak muatan/tangki; t. kelas jalan terendah yang boleh dilalui; u. tempat dan tanggal penerbitan sertifikat registrasi uji tipe; v. nama dan tanda tangan pejabat yang meregistrasi dan stempel; w. nama dan tanda tangan penanggung jawab perusahaan pengimpor, pembuat dan/atau perakit, serta pemodifikasi, atau kuasanya yang distempel. (2) Sertifikat lulus uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat dari bahan yang memiliki unsur-unsur pengaman. Penjelasan ayat (2) : Yang dimaksud dengan Unsur-unsur pengaman antara lain berupa hologram dan/atau water mark dan/atau invisible ink. (3) Dalam kaitannya dengan sistem informasi data – data teknis yang terdapat didalam sertifikat lulus uji tipe dapat disimpan dalam bentuk kartu pintar (smart card) atau bentuk lain. (4) Sertifikat lulus uji tipe yang telah diterbitkan atau disahkan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. Pasal 148 Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi dan tata cara penerbitan sertifikat lulus uji tipe diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Paragraf 3 Penelitian Rancang Bangun dan Rekayasa Kendaraan Bermotor Pasal 149 Penelitian rancang bangun dan rekayasa Kendaraan Bermotor, dilakukan terhadap desain: a. rumah-rumah atau karoseri; b. bak muatan; Penjelasan huruf b; Yang dimaksud dengan bak muatan adalah semua bentuk konstruksi bak muatan untuk angkutan barang yang bersifat padat, cair atau gas yang terpasang pada landasan kendaraan bermotor. c. kereta gandengan; d. kereta tempelan; e. kendaraan bermotor yang dimodifikasi yang menyebabkan perubahan tipe berupa dimensi, mesin, dan kemampuan daya angkut. penjelasan Pasal 151: 57
Draft RPP 19 Juli 2010 yang dimaksud dengan penelitian rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor yang akan dioperasikan di jalan adalah kegiatan pemeriksaan, analisa dan penilaian terhadap desain teknis rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan bermotor yang dimodifikasi yang menyebabkan perubahan tipe. Pasal 150 (1) Penelitian rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor terhadap rumahrumah atau karoseri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 huruf a, sekurangkurangnya meliputi : a. rancangan teknis (terkait dengan peruntukan kendaraan bermotor); b. ukuran dan susunan; c. material; d. konstruksi (kaca-kaca, pintu, engsel, bumper); e. sistem lampu-lampu dan alat pemantul cahaya; f. tempat duduk; g. tempat keluar darurat; h. tempat pemasangan tanda nomor kendaraan bermotor; i. sabuk keselamatan dan tempat ban cadangan; j. alat perangkai untuk mobil bus tempelan atau gandengan (termasuk penutup perangkai); k. tangga penumpang (untuk mobil bus). (2) Penelitian rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor terhadap bak muatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 huruf b, sekurang-kurangnya meliputi : a. rancangan teknis (terkait dengan peruntukan kendaraan bermotor); b. ukuran dan susunan; c. material; d. konstruksi (kaca-kaca, pintu, engsel, bumper); e. sistem lampu-lampu dan alat pemantul cahaya; f. tempat pemasangan tanda nomor kendaraan bermotor; g. perisai kolong. (3) Penelitian rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor terhadap kereta gandengan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 huruf c, sekurang-kurangnya meliputi : a. rancangan teknis (terkait dengan peruntukan kendaraan bermotor); b. ukuran dan susunan; c. material; d. konstruksi (engsel, bumper); e. sistem lampu-lampu dan alat pemantul cahaya; f. tempat pemasangan tanda nomor kendaraan bermotor; g. perisai kolong; h. alat perangkai. (4) Penelitian rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor terhadap kereta tempelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 huruf d, sekurang-kurangnya meliputi : a. rancangan teknis (terkait dengan peruntukan kendaraan bermotor); 58
Draft RPP 19 Juli 2010 b. ukuran dan susunan; c. material; d. konstruksi (engsel, bumper); e. sistem lampu-lampu dan alat pemantul cahaya; f. tempat pemasangan tanda nomor kendaraan bermotor; g. perisai kolong; h. alat perangkai; i. kaki penopang; j. alat pengunci (twist lock) (5) Penelitian rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor terhadap kendaraan bermotor yang dimodifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 huruf e, sekurang-kurangnya meliputi : a. rancangan teknis (terkait dengan peruntukan kendaraan bermotor); b. ukuran dan susunan; c. material; d. konstruksi (kaca-kaca, pintu, engsel, bumper); e. sistem lampu-lampu dan alat pemantul cahaya; f. tempat pemasangan tanda nomor kendaraan bermotor. (6) Penelitian rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) berpedoman pada standar teknis sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 151 (1) Hasil penelitian rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor yang telah memenuhi standar teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 ayat (6) dibuat berita acara hasil penelitian oleh Pimpinan Unit Pelaksana Uji Tipe. (2) Berdasarkan berita acara hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor disahkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan menerbitkan surat Keputusan pengesahan rancang bangun dan rekayasa. Paragraf 4 Uji Sampel Pasal 152 (1) Uji sampel dilakukan sebagai jaminan kesesuaian spesifikasi teknik seri produksinya terhadap sertifikat uji tipe. Penjelasan ayat (1) : yang dimaksud dengan seri produksi adalah jumlah kendaraan bermotor yang diimpor, atau dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri, serta dimodifikasi yang memiliki merek dan tipe sama. (2) Uji sampel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan juga terhadap seri produksi karoseri kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan. 59
Draft RPP 19 Juli 2010 (3) Uji sampel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan untuk menilai kesesuaian spesifikasi teknis seri produksinya terhadap sertifikat lulus uji tipe atau pengesahan rancang bangun dan rekayasa. (4) Uji sampel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Unit pelaksana Uji Tipe yang dibentuk oleh Menteri yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 153 (1) Uji sampel dilaksanakan terhadap tipe kendaraan bermotor yang diimpor, dibuat, dan/atau dirakit di dalam negeri. (2) Pelaksanaan uji sampel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan waktu dan/atau jumlah terhadap seri produksi kendaraan bermotor per perusahaan dalam 1 (satu) tipe. Penjelasan ayat (2): Yang dimaksud dengan waktu adalah untuk kendaraan yang jumlah produksinya terbatas dalam satuan waktu, sedangkan jumlah untuk kendaraan yang diproduksi massal. (3) Tata cara uji sampel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sebagaimana pelaksanaan uji tipe. Pasal 154 (1) Kendaraan bermotor yang diuji sampel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153 yang dinyatakan lulus diberikan surat keterangan lulus uji sampel sebagai dasar penerbitan sertifikat registrasi uji tipe. (2) Tipe Kendaraan bermotor yang telah mendapat surat keterangan lulus uji sampel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. (3) Dalam hal kendaraan bermotor yang diuji sampel tidak lulus uji, penguji melakukan uji sampel terhadap seri produksi kendaraan bermotor yang sama tipenya dalam jumlah yang lebih banyak. (4) Dalam hal kendaraan bermotor yang telah dilakukan uji sampel tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan dinyatakan tidak lulus, Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menerbitkan surat keterangan tidak lulus uji sampel. (5) Tipe kendaraan yang dinyatakan tidak lulus uji sampel sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat dilakukan perbaikan terhadap item – item yang tidak lulus. (6) Setelah dilakukan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dapat diajukan kembali untuk dilakukan uji tipe. catatan untuk ayat (6):
60
Draft RPP 19 Juli 2010 1. Apakah uji terhadap tipe kendaraan yang dinyatkan tidak lulus uji sampel dan kemudian telah diperbaiki dilakukan uji tipe atau uji sampel ulang ? pilihan mana yang paling menjamin untuk keselamatan. mohon disepakati di tingkat pengambil kebijakan. Pasal 155 (1) Uji sampel dan penerbitan sertifikat registrasi uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 dikenakan biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan. (2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan disetorkan ke kas negara. Pasal 156 Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah, waktu, dan tata cara uji sampel serta penerbitan sertifikat registrasiuji tipe diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Paragraf 5 Modifikasi Kendaraan Bermotor Pasal 157 (1) Modifikasi Kendaraan Bermotor dapat berupa modifikasi dimensi, mesin, dan kemampuan daya angkut. penjelasan ayat (1) : yang dimaksud dengan modifikasi dimensi adalah modifikasi yang hanya dapat dilakukan pada perpanjangan atau pemendekan chassis tanpa mengubah jarak sumbu dan konstruksi kendaraan bermotor tersebut serta harus dapat rekomendasi dari pabrik pembuat atau perakit kendaraan bermotor tersebut.
yang dimaksud dengan modifikasi mesin adalah modifikasi yang dilakukan dengan mengganti mesin dengan syarat mesin tersebut memiliki merek dan type yang sama dengan merek dan type mesin sebelum diganti serta harus dapat rekomendasi dari pabrik pembuat atau perakit kendaraan bermotor tersebut.
yang dimaksud dengan modifikasi daya angkut adalah modifikasi yang hanya dapat dilakukan pada kendaraan bermotor dengan menambah sumbu bagian belakang tanpa mengubah jarak sumbu aslinya dan sumbu yang ditambahkan harus memiliki material yang sama dengan sumbu aslinya dan harus dilakukan perhitungan sesuai dengan daya dukung jalan yang dilalui serta harus dapat rekomendasi dari pabrik pembuat atau perakit kendaraan bermotor tersebut.
(2) Modifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. (3) Untuk menjamin pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), setiap Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi wajib dilakukan uji tipe. 61
Draft RPP 19 Juli 2010 (4) Kendaraan bermotor yang dimodifikasi dan telah dinyatakan lulus uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan sertifikat lulus uji tipe. (5) Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi yang telah mendapatkan sertifikat lulus uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib dilakukan registrasi dan identifikasi ulang. penjelasan ayat (5) persyaratan registrasi dan identifikasi ulang kendaraan bermotor yang dimodifikasi adalah sertifikat lulus uji tipe. (6) Modifikasi kendaraan bermotor dapat dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM). penjelasan ayat (6) istilah Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) tidak sesuai dengan UU Anti Monopoli sehingga penyebutannya menggunakan Agen Pemegang Merek. (7) Modifikasi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) wajib dilakukan oleh bengkel umum kendaraan bermotor yang ditunjuk oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang Industri. penjelasan ayat (7) bengkel umum yang melaksanakan modifikasi kendaraan bermotor memberikan surat keterangan modifikasi kendaraan bermotor yangselanjutnya sebagai syarat untuk mengajukan uji tipe dan registrasi kendaraan bermotor tersebut. Paragraf 6 Unit Pelaksana Uji Tipe Pasal 158 (1) Unit Pelaksana uji tipe Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (2) ditetapkan oleh Menteri yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. (2) Unit pelaksana uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyediakan fasilitas dan peralatan pengujian serta tenaga yang memiliki kompetensi. (3) Dalam keadaan tertentu pelaksanaan uji tipe, Unit Pelaksana uji tipe dapat bekerjasama dengan pihak ketiga. penjelasan ayat (3) yang dimaksud dengan keadaan tertentu antara lain dalam hal tidak atau belum tersedianya fasilitas dan peralatan uji yang dipergunakan untuk menguji item tertentu (seperti alat uji emisi). yang dimaksud dengan bekerjasama dengan pihak ketiga berbentuk peminjaman atau penyewaan sarana dan prasarana atau tenaga penguji. (4) Pelaksanaan pembangunan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan mempertimbangkan : a. peningkatan pelayanan kepada masyarakat; b. keselamatan penggunaan kendaraan bermotor; 62
Draft RPP 19 Juli 2010 c. d. e. f. g. h.
kelestarian lingkungan hidup; kesepakatan-kesepakatan regional dan/atau internasional; perkembangan teknologi; kapasitas, umur teknis dan ekonomis peralatan serta fasilitas yang ada; kemajuan industri kendaraan bermotor; mengutamakan produksi dalam negeri.
(5) Fasilitas dan peralatan pengujian yang digunakan harus dirawat dan/atau diperbaiki dengan baik, serta dikalibrasi secara periodik, agar kondisinya senantiasa layak dan siap operasi. (6) Unit pelaksana uji tipe kendaraan bermotor harus dilengkapi dengan papan informasi yang ditempatkan pada tempat-tempat yang mudah terlihat dan dapat dibaca oleh pemohon yang memuat persyaratan, prosedur pelaksanaan, dan besaran biaya yang dikenakan. (7) Unit pelaksana uji tipe wajib membangun sistem informasi dan komunikasi pengujian kendaraan bermotor. Pasal 159 (1) Fasilitas uji tipe yang melalui pengujian fisik kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 sekurang - kurangnya: a.bangunan beban kerja untuk fasilitas pengujian tipe kendaraan bermotor dalam gedung (indoor); b.bangunan gedung untuk generator set, kompresor dan gudang; c. jalan keluar masuk; d.jalan lingkungan pengujian; e. lapangan parkir; f. bangunan gedung administrasi; g. pagar; h.fasilitas listrik; i. lampu penerangan; j. pompa air dan menara air; k.fasilitas pengisian bahan bakar; l. fasilitas pengujian tipe kendaraan bermotor di luar gedung (outdoor); m.fasilitas penunjang. (2) Fasilitas uji tipe yang melalui pengujian fisik kendaraan bermotor di luar gedung (outdoor) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l, sekurang - kurangnya : a. fasilitas pengujian tingkat suara; b. fasilitas pengujian radius putar; c. trek pengujian kecepatan tinggi; d. trek pengujian pengendalian; e. trek pengujian serba guna; f. trek pengujian Belgian road; g. trek pengujian tanjakan dan turunan; h. trek pengujian melalui jalan berlumpur; i. trek pengujian slip; 63
Draft RPP 19 Juli 2010 j. tapak selip (skid pad); k. trek pengujian melalui lintasan berair; l. terowongan air; m.terowongan debu; n. fasilitas pembuat angin; o. lintasan berliku-liku; p. lapangan pengujian analitis; q. fasilitas uji tabrakan (test crash); r. jalan inspeksi (inspection road); s. fasilitas dan peralatan bantu. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata letak, ukuran, bentuk, jenis, tipe, peralatan, perlengkapan, konstruksi, bahan, spesifikasi teknik, pembangunan, penggunaan, pemeliharaan, perbaikan, dan penggantian fasilitas uji tipe kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 160 (1) Peralatan uji tipe yang melalui pengujian fisik kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 sekurang - kurangnya: a. alat uji rem utama dan rem parkir; b. alat uji lampu utama; c. alat uji suspensi roda dan pemeriksaan kondisi teknis bagian bawah kendaraan bermotor; d. alat uji speedometer; e. alat uji tekanan udara; f. alat uji konstruksi; g. alat uji ban; h. alat uji tingkat suara; i. alat uji pengujian berat; j. alat uji kincup roda depan; k. alat uji dimensi; l. alat uji posisi roda depan; m.alat uji motor penggerak; n. alat uji kaca; o. alat uji sabuk keselamatan; p. alat uji emisi gas buang, termasuk ketebalan asap gas buang; q. alat uji prestasi kendaraan bermotor; r. alat uji kebisingan; s. peralatan bantu; t. alat uji lain, yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi kendaraan bermotor.
64
Draft RPP 19 Juli 2010 (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tipe, ukuran, bentuk, spesifikasi teknik, jumlah, kapasitas, teknologi yang digunakan, pembangunan, pengadaan, pemasangan, penggunaan, pemeliharaan, perbaikan, dan penggantian peralatan uji tipe kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bagian Ketiga Uji Berkala Paragraf 1 Umum Pasal 161 (1) Uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (3) huruf b diwajibkan untuk mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan dan kereta tempelan yang dioperasikan di jalan. (2) Uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh : a. unit pelaksana pengujian pemerintah kabupaten/kota; b. unit pelaksana agen tunggal pemegang merek yang mendapat izin dari Pemerintah;atau c. unit pelaksana pengujian swasta yang memenuhi persyaratan dan mendapatkan izin dari Pemerintah. penjelasan ayat (2) huruf c yang dimaksud dengan pengujian swasta adalah pihak swasta yang melakukan kegiatan khusus di bidang pengujian kendaraan bermotor atau bengkel umum yang mempunyai akreditasi dan kualitas tertentu untuk dapat melakukan pengujian berkala kendaraan bermotor. Pasal 162 (1) Pengujian berkala kendaraan bermotor harus dilakukan di daerah tempat kendaraan bermotor diregistrasi. (2) Dalam keadaan tertentu pengujian berkala kendaraan bermotor dapat dilakukan pada unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor terdekat yang tidak dibatasi oleh wilayah administrasi. penjelasan ayat (2) yang dimaksud dalam keadaan tertentu antara lain masa berlaku uji berkala telah jatuh tempo sementara kendaraan tidak berada di domisili atau kendaraan yang terkena sanksi pelanggaran karena tidak terpenuhi persyaratan teknis dan laik jalan di luar wilayah domisilinya atau pada saat sistem telah terbangun secara on line.
65
Draft RPP 19 Juli 2010 Pasal 163 (1) Pengujian berkala dilakukan terhadap kendaran bermotor wajib uji berkala untuk pertama kali paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak diterbitkannya Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). (2) Pengujian berkala untuk pertama kali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mendasarkan data spesifikasi teknik kendaraan bermotor yang terdapat dalam sertifikat registrasi uji tipe. (3) Masa uji berkala kendaraan bermotor wajib uji berkala berlaku selama 6 (enam) bulan dan harus dilakukan uji berkala berikutnya. (4) Kendaraan bermotor asing yang digunakan di Indonesia untuk keperluan – keperluan tertentu dan telah berakhir masa uji berkalanya, wajib dilakukan uji berkala di Indonesia. penjelasan ayat (3) : yang dimaksud dengan kendaraan bermotor asing adalah kendaraan dari negara asing yang telah memiliki bukti lulus uji dan bukti registrasi dan identifikasi yang masih berlaku di negaranya. yang dimaksud dengan keperluan tertentu antara lain untuk kegiatan olahraga kendaraan bermotor, dan pariwisata yang penggunaannya bersifat sementara. (5) Dalam hal tidak dilakukan uji berkala di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kendaraan bermotor asing dilarang dioperasikan di jalan. Pasal 164 Permohonan pengujian berkala kendaraan bermotor untuk yang pertama kali diajukan kepada unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor secara tertulis dengan melampirkan : a. fotocopy STNK dengan menunjukan aslinya; b. fotocopy sertifikat registrasi uji tipe dengan menunjukan aslinya. Paragraf 2 Pemeriksaan Dan Pengujian Fisik Terhadap Persyaratan Teknis Dan Laik Jalan Pasal 165 (1) Pemeriksaan dan pengujian fisik kendaraan bermotor dalam pengujian berkala dilakukan terhadap persyaratan teknis. (2) Pemeriksaan dan pengujian fisik kendaraan bermotor terhadap persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara visual atau pengecekan secara manual dengan atau tanpa alat bantu. Penjelasan ayat (2) : Yang termasuk alat bantu adalah palu khusus, senter, helm, meteran, kacamata pelindung, peralatan seperti kunci pas, tang.
66
Draft RPP 19 Juli 2010 (3) Pemeriksaaan dan pengujian terhadap persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi : a. susunan; b. perlengkapan; c. ukuran; d. karoseri; e. rancangan teknis kendaraan bermotor sesuai dengan peruntukannya. (4) Pemeriksaaan dan pengujian terhadap persyaratan teknis, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan secara visual sekurang – kurangnya meliputi: a. nomor dan kondisi rangka kendaraan bermotor; b. nomor dan tipe motor penggerak; c. kondisi tangki bahan bakar, corong pengisi bahan bakar, pipa saluran bahan bakar; d. kondisi sistem converter kit bagi kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar tekanan tinggi; e. kondisi dan posisi pipa pembuangan; f. ukuran roda dan ban sesuai yang diizinkan, serta kondisi ban; g. kondisi sistem suspensi berupa pegas dan penyangganya; h. kondisi rem utama baik di roda depan maupun tengah dan/atau belakang, kebocoran sistem rem; i. kondisi penutup atau casing lampu-lampu dan alat pemantul cahaya; j. kondisi panel-panel instrumen pada dashboard kendaraan, seperti alat penunjuk kecepatan (speedometer); k. kondisi kaca spion; l. kondisi spakbor; m.bentuk bumper; n. keberadaan dan kondisi ban cadangan, segitiga pengaman, dongkrak, alat pembuka roda dan alat tanggap darurat untuk mobil bus; o. keberadaan dan kelengkapan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K). p. kondisi badan kendaraan, kaca-kaca, engsel, tempat duduk, perisai kolong, pengarah angin (cab roof deflector) untuk kendaraan box; q. rancangan teknis kendaraan sesuai peruntukannya. (5) Pemeriksaaan dan pengujian terhadap persyaratan teknis yang dilakukan secara manual baik dengan atau tanpa alat bantu sekurang – kurangnya meliputi : a. kondisi penerus daya dengan menjalankan maju dan mundur kendaraan; b. sudut bebas kemudi (speling steer); c. kondisi rem parkir; d. mengecek fungsi semua lampu-lampu dan alat pemantul cahaya; e. mengecek fungsi penghapus kaca (wiper); f. fungsi klakson; 67
Draft RPP 19 Juli 2010 g. kondisi dan berfungsinya sabuk keselamatan (safety belt); h. mengukur dimensi utama kendaraan, untuk semua jenis kendaraan; i. mengukur ukuran tempat duduk, bagian dalam kendaraan, dan tempat keluar darurat. Pasal 166 (1) Pemeriksaan dan pengujian terhadap persyaratan laik jalan untuk kendaraan wajib uji berkala sekurang-kurangnya meliputi: a. emisi gas buang; b. tingkat kebisingan; c. kemampuan rem utama d. kemampuan rem parkir; e. kincup roda depan; f. kemampuan pancar dan arah sinar lampu utama; g. akurasi alat penunjuk kecepatan (speedometer); h. kedalaman alur ban. (3) Pengujian berkala terhadap untuk kereta gandengan dan kereta tempelan sekurang-kurangnya meliputi : a. uji kemampuan rem; b. pengukuran kedalaman alur ban; c. uji sistem lampu d. pengukuran berat; e. pengukuran dimensi; f. pemeriksaan kosntruksi. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur, tata cara pemeriksaan dan pengujian diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 167 (1) Setiap kendaraan wajib uji yang telah dinyatakan lulus terhadap pemeriksaan dan pengujian fisik diberikan tanda bukti lulus uji berkala kendaraan bermotor yang berupa kartu uji dan tanda uji. (2) Kartu uji dan tanda uji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Pasal 168 (1) Apabila kendaraan bermotor dinyatakan tidak lulus uji, maka terhadap kendaraan tersebut wajib dilakukan uji ulang dan penguji wajib menerbitkan surat keterangan tidak lulus uji. (2) Pernyataan surat keterangan tidak lulus uji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis dengan mencantumkan: a. alasan tidak lulus uji; b. item – item yang tidak lulus uji; c. perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan; 68
Draft RPP 19 Juli 2010 d. waktu dan tempat dilakukan pengujian ulang. (3) Pemilik yang menguasai kendaraan bermotor yang akan melakukan uji ulang, wajib melakukan perbaikan-perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, serta tidak diperlakukan sebagai pemohon baru. (4) Pemilik yang menguasai kendaraan bermotor yang akan melakukan uji ulang namun surat pernyataan tidak lulus uji yang dimilikinya telah habis masa berlakunya, diperlakukan sebagai pemohon baru. (5) Kendaraan bermotor yang dinyatakan tidak lulus uji hanya dapat dioperasikan di jalan dalam rangka perbaikan ke bengkel umum kendaraan bermotor terdekat atau yang ditunjuk dengan dilengkapi surat tanda tidak lulus uji. (6) Apabila pemilik yang menguasai kendaraan bermotor tidak menyetujui keputusan penguji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat mengajukan keberatan kepada pimpinan unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor yang bersangkutan. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Paragraf 3 Bukti Lulus Uji Pasal 169 (1) Setiap kendaraan bermotor wajib uji yang didaftarkan untuk dilakukan uji berkala untuk yang pertama kali, diterbitkan kartu induk uji berkala yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia dan/atau tanda uji berkala. (2) Kartu induk uji berkala kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya berisi data mengenai : a. tanggal dan nomor sertifikat registrasi uji tipe; b. nomor kendaraan; c. nomor uji berkala; d. nama pemilik; e. alamat pemilik; f. merek/tipe; g. jenis; h. tahun pembuatan/perakitan; i. isi silinder; j. daya motor penggerak; k. nomor rangka landasan kendaraan bermotor; l. nomor motor penggerak/mesin; m. konfigurasi sumbu; n. dimensi kendaraan (rumah-rumah/bak muatan); o. bahan bakar yang digunakan; p. tanggal dan nomor pengesahan uji tipe; 69
Draft RPP 19 Juli 2010 q. tempat dan tanggal dilakukan uji pertama kali; r. nama dan tanda tangan tenaga penguji yang mengesahkan masa uji berkala untuk yang pertama kali; s. nama dan identitas penanggung jawab unit pelaksana pengujian kendaraan bermotor yang menerbitkan kartu pengujian berkala. (3) Kartu induk uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor sesuai dengan wilayah domisili kendaraan . (4) Kartu induk uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dilampirkan setiap akan melakukan pengujian berkala kecuali pengujian berkala yang dilakukan diluar wilayah domisili kendaraan. Catatan : Pengecualian ini berlaku pada saat sistem pengujian berkala telah terbangun sistem online yang sudah tidak ada lagi istilah numpang uji. Pasal 170 (1) Setiap kendaraan wajib uji yang telah diuji berkala untuk pertama kali diberi nomor uji kendaraan bermotor. (2) Nomor uji kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berisikan kode wilayah yang terdiri dari kode provinsi, kode Kabupaten/kota, kode jenis kendaraan bermotor, kode tahun pendaftaran uji, dan nomor urut pengujian. (3) Nomor uji kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama kendaraan yang bersangkutan masih termasuk sebagai kendaraan wajib uji. Pasal 171 (1) Kartu uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 sekurang-kurangnya berisi data mengenai : a. nomor dan tanggal pengesahan tipe bagi kendaraan yang di uji fisik dan nomor pengesahan yang dilakukan melalui penelitian rekayasa dan rancang bangun; b. nomor dan tanggal sertifikat registrasi uji tipe; c. foto berwarna tampak samping kanan, kiri, depan dan belakang kendaraan bermotor; d. nomor uji kendaraan; e. nama pemilik; f. alamat pemilik; g. merek/tipe; h. jenis; i. tahun pembuatan/perakitan; j. isi silinder; k. daya motor penggerak; l. nomor rangka landasan kendaraan bermotor; m.berat kosong kendaraan; n. jumlah berat yang diperbolehkan dan/atau jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan untuk mobil barang dan mobil bus; 70
Draft RPP 19 Juli 2010 o. jumlah berat yang diizinkan dan/atau jumlah berat kombinasi yang diizinkan untuk mobil barang dan mobil bus; p. konfigurasi sumbu roda; q. ukuran ban; r. kelas jalan terendah yang boleh dilalui; s. ukuran utama kendaraan; t. daya angkut; u. masa berlaku hasil uji; v. bahan bakar yang digunakan; w. hasil uji; x. kode wilayah pengujian. (2) Kartu uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk kartu pintar (smart card) atau bentuk lain. Pasal 172 (1) Tanda uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1) yang berbentuk stiker ditempel pada kaca depan sisi kiri bawah bagian dalam. (2) Tanda uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya berisi : a. jumlah berat yang diizinkan untuk kendaraan bermotor tunggal dan/atau jumlah berat kombinasi yang diizinkan untuk kendaraan bermotor yang dirangkaikan dengan kereta gandengan atau tempelan; b. daya angkut orang dan barang; c. masa berlaku uji kendaraan; d. muatan sumbu terberat; e. kelas jalan terendah yang boleh dilalui. Pasal 173 Ketentuan lebih lanjut mengenai kartu induk uji berkala, pedoman nomor uji, kartu uji dan tanda uji diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggungj awab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 174 (1) Perpanjangan masa berlaku bukti lulus uji berkala diberikan setelah memenuhi persyaratan : a. memiliki bukti lulus uji berkala yang lama; b. melampirkan surat tanda terima laporan bagi kendaraan yang tidak dapat melaksanakan pengujian berkala pada saat masa berlaku uji berakhir; c. memiliki identitas pemilik kendaraan; d. lulus uji berkala. (2) Perubahan bukti lulus uji berkala diberikan setelah memenuhi persyaratan: a. memiliki bukti lulus uji berkala yang lama; b. memiliki identitas pemilik kendaraan;
71
Draft RPP 19 Juli 2010 c. menyampaikan keterangan mengenai perubahan-perubahan spesifikasi teknik dan/atau data pemilik dan/atau wilayah operasi kendaraan; d. lulus uji berkala untuk kendaraan yang mengalami perubahan spesifikasi tekniknya. (3) Penggantian bukti lulus uji berkala diberikan setelah memenuhi persyaratan : a. membawa surat keterangan kehilangan dari kepolisian setempat, apabila bukti lulus uji berkala hilang; atau b. melampirkan bukti lulus uji berkala yang ada untuk bukti lulus uji yang rusak; dan c. melampirkan salinan identitas pemilik kendaraan dengan menunjukkan aslinya. (4) Perpanjangan, perubahan dan penggantian bukti lulus uji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diberikan paling lama 24 (dua puluh empat) jam sejak diterima permohonan. Pasal 175 (1) Pemilik kendaraan bermotor yang telah mendapatkan bukti lulus uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 harus melaporkan secara tertulis kepada unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor yang menerbitkan bukti lulus uji berkala apabila : a. memindahkan operasi kendaraannya secara terus-menerus lebih dari 3 (tiga) bulan ke wilayah lain di luar wilayah pengujian yang bersangkutan; b. pada saat masa berlaku uji kendaraannya berakhir, tidak dapat melakukan uji berkala, dengan menyebutkan alasan-alasannya. (2) Dalam hal keberadaan kendaraan bermotor berada diluar domisili unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor yang menerbitkan bukti lulus uji berkala, pemilik kendaraan dapat melaporkan kepada unit pelaksana pengujian terdekat. Paragraf 4 Unit Pelaksana Uji Berkala Pasal 176 (1) Pengujian berkala kendaraan bermotor dilaksanakan oleh : a. unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor pemerintah Kabupaten/kota; b. unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor agen tunggal pemegang merek; atau c. unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor swasta. (2) Unit pelaksana pengujian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan c, merupakan bengkel umum kendaraan bermotor yang telah ditetapkan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana LaluLintas dan Angkutan Jalan berdasarkan rekomendasi dari menteri yang bertanggung jawab di bidang industri dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
72
Draft RPP 19 Juli 2010 (3) Unit pelaksanaan uji berkala wajib : a. melaksankana pengujian sesuai dengan akreditasi dan sertifikasi; b. mempertahankan mutu pengujian yang diselenggarakan; c. membuat rencana dan pelaporan secara berkala setiap penyelenggara pengujian kepada Menteri; d. menggunakan peralatan pengujian; dan e. mengikuti tata cara pengujian. (4) Dalam hal pengujian dilakukan oleh bengkel umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengesahan uji dilakukan oleh petugas swasta yang memiliki kompetensi yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk pengujian yang dilakukan oleh unit pelaksana pengujian agen tunggal pemegang merek dan unit pelaksana pengujian swasta. Pasal 177 (1) Setiap unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor wajib memenuhi persyaratan tentang : a. lokasi; b. kompetensi penguji kendaraan bermotor; c. standar fasilitas prasarana dan peralatan pengujian kendaraan bermotor; d. standar keakurasian peralatan pengujian kendaraan bermotor; e. sistem dan prosedur; f. sistem informasi manajemen penyelenggaraan pengujian berkala kendaraan bermotor. (2) Setiap Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya memiliki 1 (satu) unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor. (3) Untuk menjamin setiap unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan memenuhi akuntabilitas pelayanan publik, harus dilakukan akreditasi oleh Menteri yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan unit pengujian berkala diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 178 (1) Lokasi unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor harus memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya: a. terletak pada lokasi yang mudah dijangkau oleh pemilik kendaraan bermotor; b. sesuai dengan rencana umum tata ruang daerah; c. memiliki atau menguasai areal tanah sesuai dengan kebutuhan.
73
Draft RPP 19 Juli 2010 (2) Suatu daerah yang hanya memiliki kendaraan wajib uji relatif sedikit dibanding dengan luas daerah yang harus dilayani, dan/atau karena kondisi geografisnya tidak memungkinkan kendaraan dari satu tempat mencapai tempat unit pelaksana pengujian, pelaksanaan pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan unit pengujian berkala keliling. Pasal 179 (1) Unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 ayat (1) harus memiliki peralatan uji. (2) Peralatan uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi : a. alat uji suspensi roda (pit wheel suspension tester) dan pemeriksaan kondisi teknis bagian bawah kendaraan; b. alat uji rem; c. alat uji lampu utama; d. alat uji speedometer; e. alat uji emisi gas buang, meliputi alat uji karbon monoksida (CO), hidro karbon (HC), dan ketebalan asap gas buang; f. alat pengukur berat; g. alat uji kincup roda depan (side slip tester); h. alat pengukur suara (sound level meter); i. alat pengukur dimensi; j. alat pengukur tekanan udara; k. alat uji kaca; l. kompresor udara; m. generator set; n. peralatan bantu; o. alat uji kebisingan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai spesifikasi teknis peralatan uji berkala kendaraan bermotor dan peralatan pendukungnya diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 180 (1) Pada setiap unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor harus dilengkapi dengan papan informasi atau media informasi lainnya yang berisikan prosedur pengujian berkala kendaraan bermotor. (2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan pada tempat-tempat yang mudah terlihat dan dapat dibaca setiap saat oleh pemohon.
74
Draft RPP 19 Juli 2010 Pasal 181 (1) Unit pelaksana pengujian berkala wajib membangun sistem informasi dan komunikasi. (2) sistem informasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat saling terhubung (on line) dan terintegrasi antara daerah dengan kementerian perhubungan serta dapat diakses oleh masyarakat. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi dan komunikasi pengujian kendaraan bermotor diatur dalam Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 182 (1) Untuk menjamin keakurasian dan keselamatan pemakaian, peralatan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 harus dikalibrasi secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. Penjelasan ayat (1): Yang dimaksud dengan sekurang-kurangnya satu tahun sekali adalah dimungkinkan pelaksanaan kalibrasi lebih dari satu kali dalam setahun untuk unit pelaksana pengujian kendaraan yang disesuaikan dengan jumlah kendaraan bermotor yang diuji) atau kondisi peralatan. (2) Kalibrasi peralatan uji pada unit pengujian kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan angkutan Jalan. (3) Unit pengujian kendaraan bermotor yang tidak melakukan kalibrasi peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka hasil uji berkala kendaraan bermotor tidak dapat dipertanggung jawabkan. (4) Biaya kalibrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada unit pengujian kendaraan bermotor yang bersangkutan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kalibrasi diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 183 (1) Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan/atau gubernur atau pejabat yang ditunjuk, sewaktu-waktu harus melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap pelaksanaan pengujian berkala kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161. (2) Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sewaktu-waktu harus melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap pelaksanaan pengujian berkala kendaraan bermotor pada pemerintah provinsi DKI Jakarta.
75
Draft RPP 19 Juli 2010 (3) Bentuk pengawasan dan pengontrolan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) berupa melakukan uji petik terhadap sekurang-kurangnya 2 (dua) unit kendaraan bermotor atau 5% (lima persen) kendaraan bermotor hasil uji pada unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor yang dipilih secara random. (4) Uji petik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan pada hari yang sama dengan mengirim penguji kendaraan bermotor yang memiliki sertifikat kompetensi ke unit-unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor yang dipilih. Penjelasan ayat (4) : yang dimaksud dengan uji petik dilakukan pada hari yang sama adalah dimaksudkan supaya pemilik kendaraan bermotor yang sedang mengujikan kendaraannya di unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor yang dipilih untuk uji petik, tidak merasa terganggu dengan adanya uji petik tersebut) (5) Hasil uji petik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai salah satu penilaian hasil pemeriksaan kinerja unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor yang bersangkutan. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan uji petik dan bentuk laporan hasil uji petik diatur dalam Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bagian Keempat Kualifikasi Teknis dan Kompetensi Penguji Kendaraan Bermotor Pasal 184 (1) Pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (3) dilakukan oleh tenaga penguji yang memiliki kompetensi penguji kendaraan bermotor. (2) kompetensi tenaga penguji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan berdasarkan tingkat keahlian, wewenang dan tanggung jawab secara berjenjang yang diperoleh setelah mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan dan uji kompetensi pengujian kendaraan bermotor. (3) Penguji yang memenuhi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sertifikat kompetensi dan tanda kualifikasi teknis penguji kendaraan bermotor oleh menteri yang bertanggungjawab dibidang sarana dan prasana. (4) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan berdasarkan pertimbangan tingkat wewenang dan tanggung jawab penguji secara berjenjang. Penjelasan ayat (3) : yang dimaksud dengan sesuai tingkat kewenangannya adalah kewenangan untuk menandatangani pada kolom hasil uji dan masa berlaku uji kendaraan bermotor pada kartu uji berkala kendaraan bermotor sesuai ketentuan yang berlaku.
76
Draft RPP 19 Juli 2010 (5) Sertifikat kompetensi dan tanda kualifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku di seluruh Indonesia. (6) Setiap tenaga penguji yang sedang menjalankan tugas wajib mengenakan tanda kualifikasi teknis. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan persyaratan, prosedur pengangkatan tenaga penguji serta tanda kualifikasi teknis penguji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 185 Pengesahan hasil uji pada unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor dilakukan oleh petugas yang memilik kompetensi pengujian kendaraan bermotor yang ditetapkan oleh menteri yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Penjelasan: yang dimaksud dengan pengesahan hasil uji adalah penandatanganan pada kolom hasil uji kendaraan bermotor pada kartu uji berkala kendaraan bermotor. Yang dimaksud dengan petugas adalah petugas penguji Pemerintah maupun petugas penguji swasta. Pasal 186 (1) Uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 merupakan kewajiban Pemerintah dan dalam penyelenggaraannya dapat tidak dipungut biaya. (2) Pelaksanaan pengujian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilaksanakan oleh agen tunggal pemegang merek, swasta, dan bengkel umum, negara wajib memberikan kompensasi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur sesuai dengan Peraturan perundang – undangan. BAB VII BENGKEL UMUM KENDARAAN BERMOTOR Bagian Kesatu Persyaratan dan Penyelenggaran Bengkel Umum Pasal 187 (1) Bengkel umum kendaraan bermotor berfungsi untuk memperbaiki dan merawat kendaraan bermotor agar tetap memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, wajib memenuhi persyaratan teknis bengkel umum kendaraan bermotor.
77
Draft RPP 19 Juli 2010 (2) Persyaratan teknis bengkel umum kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas tingkat pemenuhan terhadap persyaratan sistem mutu, mekanik, fasilitas dan peralatan, serta manajemen informasi. (3) Bengkel umum yang memenuhi persyaratan teknis bengkel umum kendaraan terbagi atas beberapa klasifikasi : a. bengkel kelas I tipe A, B, dan C; b. bengkel kelas II tipe A, B, dan C; c. bengkel kelas III tipe A, B, dan C. (4) Tipe bengkel sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan atas jenis pekerjaaan yang mampu dilakukan, yaitu : a. Bengkel tipe A, merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil, perbaikan besar, dan perbaikan sasis dan bodi kendaraan; b. Bengkel tipe B, merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil, dan perbaikan besar, atau jenis pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil, dan perbaikan sasis dan bodi kendaraan; c. Bengkel tipe C, merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis pekerjaan perawatan berkala dan perbaikan kecil. (5) Penetapan klasifikasi bengkel sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui sistem sertifikasi bengkel umum. (6) Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang industri. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan sistem sertifikasi bengkel umum diatur oleh Peraturan Menteri yang bertanggungjawab di bidang industri. Bagian Kedua Akreditasi Bengkel Umum Untuk Pengujian Berkala Pasal 188 (1) Bengkel umum yang mempunyai akreditasi dan kualitas tertentu dapat melakukan pengujian berkala kendaraan bermotor. (2) Kualitas tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bahwa bengkel umum tersebut mampu melakukan jenis pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil, perbaikan besar, serta perbaikan sasis dan bodi kendaraan. (3) Bengkel umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. bengkel umum agen tunggal pemegang merek kendaraan bermotor; b. bengkel umum swasta (bukan agen tunggal pemegang merek kendaraan bermotor).
78
Draft RPP 19 Juli 2010 Pasal 189 (1) Bengkel umum kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 dapat menjadi unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor. (2) Bengkel umum yang melakukan pengujian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan : a. memiliki peralatan dan fasilitas pengujian berkala; b. izin usaha bengkel kendaraan bermotor dari pemerintah provinsi DKI Jakarta dan/atau Kabupaten/kota setempat dan mendapat rekomendasi dari menteri yang bertanggung jawab di bidang industri dan rekomendasi Kepolisian Negara Republik Indonesia; c. pengalaman menjadi bengkel umum kelas I tipe A sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun; d. analisis dampak lalu lintas; e. memiliki akreditasi dari Pemerintah. (3) Penetapan bengkel umum kendaraan bermotor menjadi unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor oleh Menteri yang bertangung jawab dibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. (4) Rekomendasi yang diberikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a terkait dengan aspek keamanan lingkungan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian akreditasi dan penetapan bengkel umum menjadi unit pelaksana pengujian berkala diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 190 (1) Bengkel umum dapat dilengkapi fasilitas prasarana, peralatan, sumber daya manusia, dan sistem prosedur sebagai bengkel pemasangan, perawatan, pemeriksaan dan pengujian peralatan instalasi sistem bahan bakar gas pada kendaraan bermotor. (2) Penetapan bengkel pemasangan, perawatan, pemeriksaan dan pengujian peralatan instalasi sistem bahan bakar gas pada kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sistem sertifikasi. (3) Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh menteri yang bertanggungjawab di bidang industri.
79
Draft RPP 19 Juli 2010 Bagian Ketiga Perizinan Bengkel kendaraan Bermotor Pasal 191 (1) Penyelenggaraan bengkel umum kendaraan bermotor yang akan dijadikan unit pengujian berkala harus mendapatkan izin dari pemerintah provinsi DKI Jakarta dan/atau Kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. Penjelasan ayat (1): yang dimaksudkan rekomendasi adalah memberikan keterangan bahwa bengkel yang didirikan tidak mengganggu keamanan dan ketertiban. (2) Pengawasan terhadap penyelenggaraan bengkel umum kendaraan bermotor sebagaimana dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/kota. BAB IX SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Kesatu Bagi Penguji Pasal 192 (1) Setiap Penguji yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 dikenakan sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa : a. peringatan tertulis; atau b. pencabutan tanda kualifikasi. (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Menteri yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 193 (1) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203 ayat (2) huruf a dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut untuk jangka waktu masing – masing 30 (tiga puluh) hari kalender. (2) Apabila peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Penguji tidak mengindahkannya setelah berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis ke 3 (tiga), dikenai sanksi administratif berupa pencabutan tanda kualifikasi. (3) Pencabutan tanda kualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender.
80
Draft RPP 19 Juli 2010 Pasal 194 Bengkel umum yang menyelenggarakan pengujian berkala kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pencabutan hak operasi selaku unit pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor, apabila melakukan pelanggaran, yang meliputi : a. mengabaikan ketentuan yang ditetapkan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku; b. tidak bersedia menerima petugas yang sedang ditugaskan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan tanpa alasan yang jelas; c. tidak melakukan perawatan dan perbaikan terhadap peralatan uji berkala yang menjadi tanggung jawabnya; d. tidak melaksanakan kalibrasi secara berkala; e. tidak menyelenggarakan sistem informasi dan administrasi pengujian berkala secara baik dan bertanggung jawab; f. tidak mengoperasikan peralatan uji saat melakukan pengujian berkala; g. tidak mengisi data teknis dan hasil uji berkala secara benar pada tanda bukti lulus uji berkala; h. terbukti mempersulit proses pelaksanaan pengujian berkala; i. terbukti melakukan pungutan biaya uji melebihi biaya yang telah ditetapkan. Pasal 195 (1) Setiap pemilik kendaraan bermotor yang tidak melakukan pengujian kendaraannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 ayat (1) dikenakan sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa : a. peringatan tertulis; atau b. pencabutan izin. (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Menteri yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 196 (1) Selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 195 ayat (2) Pemilik kendaraan bermotor, dikenai sanksi denda admnistratif paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (2) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 197 (1) Sertifikat registrasi uji tipe dan bukti lulus uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 dan Pasal 167 dapat dicabut apabila : a. kendaraan diubah spesifikasi tekniknya sehingga tidak sesuai lagi dengan data yang ada pada sertifikat registrasi uji tipe dan bukti lulus uji berkala kendaraan yang bersangkutan; 81
Draft RPP 19 Juli 2010 b. kendaraan dioperasikan secara terus-menerus lebih dari 3 (tiga) bulan di luar wilayah pengujian yang bersangkutan; c. mengalihkan pemilikan kendaraan bermotor sehingga nama pemilik tidak sesuai lagi dengan yang tercantum dalam bukti lulus uji berkala. (2) Pemilik kendaraan bermotor yang sertifikat registrasi uji tipe dan bukti lulus uji berkalanya dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan bukti lulus uji berkala baru setelah yang bersangkutan melakukan uji berkala kembali sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 198 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggungjawab dibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 199 Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku rem motor untuk sepeda motor yang baru dan yang sudah beroperasi harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 200 Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku, penggunaan buku uji, tanda uji dan tanda samping yang telah ada dinyatakan masih berlaku sampai habis masa berlakunya dan paling lama 5 (lima) tahun harus menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 201 Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku setiap unit pelaksana pengujian kendaraan bermotor paling lama 5 (lima) tahun, wajib membangun sistem informasi dan komunikasi pengujian kendaraan bermotor (on line system).
82
Draft RPP 19 Juli 2010 BAB XI PENUTUP Pasal 202 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi di cabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 203 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua Peraturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi yang mengatur tentang Kendaraan dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 204 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
PATRIALIS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR .....
83