PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN LAYANAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengelolaan Aset pada Badan Layanan Umum;
Mengingat
:
1.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
2.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5340);
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4855); MEMUTUSKAN:
Menetapkkan
:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN LAYANAN UMUM.
-2BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU, adalah instansi di lingkungan Pemerintah Pusat yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
2.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lain yang sah.
3.
Aset BLU adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh BLU sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh serta dapat diukur dalam satuan uang, dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
4.
Aset Lancar BLU adalah Aset BLU yang diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek yang diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca, dan/atau berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi, meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang usaha, piutang lain-lain, persediaan, uang muka, dan biaya dibayar di muka.
5.
Persediaan adalah Aset Lancar BLU dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional Pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
6.
Aset Tetap BLU adalah Aset BLU yang berwujud dan mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
-37.
Investasi Jangka Panjang BLU adalah Aset BLU yang ditanamkan dalam bentuk surat berharga, penyertaan modal dan/atau pembiayaan, dimaksudkan untuk mencari keuntungan/menambah pendapatan atau untuk tujuan lainnya, yang direalisasikan lebih dari 12 (dua belas) bulan.
8.
Aset Lain BLU adalah Aset BLU selain Aset Tetap BLU, Aset Lancar BLU, dan Investasi Jangka Panjang BLU.
9.
Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh menteri/pimpinan lembaga dalam mengelola dan menatausahakan aset yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi bersangkutan.
10.
Pemanfaatan adalah pendayagunaan Aset BLU yang dilaksanakan bukan dalam rangka tugas dan fungsi BLU.
11.
Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Aset BLU.
12.
Penghapusan adalah tindakan menghapus Aset BLU dari pembukuan/daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan BLU dan/atau Pengelola Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas Aset BLU.
13.
Penjualan adalah pengalihan kepemilikan Aset BLU kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
14.
Tukar Menukar adalah pengalihan kepemilikan Aset BLU kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara, dan swasta, dengan menerima penggantian dalam bentuk barang, paling kurang dengan nilai seimbang.
15.
Hibah adalah pengalihan kepemilikan Aset BLU kepada Pemerintah Daerah atau pihak lain, dari Pemerintah Daerah atau pihak lain kepada BLU, tanpa memperoleh penggantian.
16.
Kerja Sama Operasional yang selanjutnya disingkat KSO, adalah pendayagunaan Aset BLU dan/atau aset Mitra KSO, dalam rangka tugas dan fungsi dan/atau menunjang tugas dan fungsi BLU, melalui kerja sama antara BLU dengan Mitra KSO, yang dituangkan dalam naskah perjanjian kerja sama.
17.
Mitra KSO adalah pihak lain yang merupakan mitra BLU dalam melakukan KSO.
-4BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 (1)
(2)
Lingkup Peraturan Menteri ini mengatur mengenai pengelolaan aset pada BLU meliputi: a.
prinsip umum;
b.
pelaksanaan pengelolaan aset pada BLU;
c.
kerja sama sumber daya manusia dan manajemen;
d.
pendapatan dari hasil pengelolaan aset dan kerja sama sumber daya manusia dan manajemen pada BLU;
e.
akuntansi dan pelaporan; dan
f.
pengawasan dan pengendalian.
Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a.
aset pada BLU yang terdiri dari sebagian Aset Lancar BLU yaitu Persediaan, dan Aset Tetap BLU; dan
b.
aset Mitra KSO berupa peralatan dan mesin. BAB III PRINSIP UMUM Pasal 3
Pengelolaan aset pada BLU dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas dan kepastian nilai. BAB IV PELAKSANAAN PENGELOLAAN ASET PADA BLU Bagian Kesatu Perencanaan dan Penganggaran Pasal 4 (1)
Perencanaan kebutuhan Aset BLU dituangkan dalam Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) dan Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L) BLU dengan memperhatikan ketersediaan Aset BLU yang telah dikuasai dan/atau dimiliki serta dana yang tersedia.
-5(2)
Sumber dana untuk pemenuhan kebutuhan Aset BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) BLU dan/atau Rupiah Murni APBN.
(3)
Tata cara penganggaran untuk pemenuhan kebutuhan Aset BLU dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perencanaan dan penganggaran. Bagian Kedua Penggunaan Pasal 5
(1)
Penggunaan Aset BLU dilaksanakan dengan cara: a.
digunakan sendiri oleh BLU;
b.
digunakan sementara negara/lembaga lainnya;
c.
dioperasikan oleh pihak lain; atau
d.
dialihkan status penggunaannya kementerian negara/lembaga lainnya.
oleh
kementerian
kepada
(2)
Status Penggunaan Aset BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
(3)
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terhadap penetapan status Penggunaan Aset BLU selain Aset Tetap BLU berupa tanah dan bangunan, yang berdasarkan peraturan perundangundangan tidak dipersyaratkan adanya bukti kepemilikan, dengan nilai buku sampai dengan Rp25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) per unit/satuan ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga.
(4)
Ketentuan mengenai persyaratan, tata cara pelaksanaan, prosedur, dan format dokumen penetapan status Aset BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN. Bagian Ketiga Pemanfaatan Pasal 6
(1)
Pemanfaatan dilakukan dalam bentuk: a.
sewa;
-6b.
pinjam pakai;
c.
kerja sama pemanfaatan; dan
d.
bangun guna serah dan bangun serah guna.
(2)
Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
(3)
Pemimpin BLU menyampaikan usulan persetujuan Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Kekayaan Negara melalui menteri/pimpinan lembaga.
(4)
Direktur Jenderal Kekayaan Negara atas nama Menteri Keuangan memberikan persetujuan/penolakan terhadap usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling lama 2 (dua) bulan sejak usulan diterima lengkap.
(5)
Tata cara pelaksanaan Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN. Bagian Keempat Penghapusan dan Pemusnahan Pasal 7
(1)
Penghapusan terhadap Aset BLU meliputi: a.
Penghapusan dari pembukuan BLU; dan
b.
Penghapusan dari daftar BMN Pengelola.
(2)
Tata cara Penghapusan Aset Tetap BLU dan Persediaan berupa tanah dan/atau bangunan, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.
(3)
Tata cara Penghapusan Persediaan berupa selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan sesuai dengan keputusan pemimpin BLU. Pasal 8
(1)
Pemusnahan terhadap Aset BLU dilakukan sebagai tindak lanjut atas Penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
(2)
Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan apabila: a.
tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan/atau tidak dapat dipindahtangankan; atau
-7b.
terdapat alasan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Tata cara pemusnahan Aset Tetap BLU dan Persediaan berupa tanah dan/atau bangunan, dilakukan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.
(4)
Tata cara pemusnahan Persediaan berupa selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan sesuai dengan keputusan pemimpin BLU. Bagian Kelima Pemindahtanganan Paragraf Pertama Prinsip Umum Pemindahtanganan Pasal 9
(1)
BLU dapat melakukan Pemindahtanganan terhadap Aset BLU yang tidak lagi diperlukan bagi penyelenggaraan pelayanan umum kepada masyarakat.
(2)
Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dan ekonomis.
(3)
Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a.
Penjualan;
b.
Tukar Menukar; dan/atau
c.
Hibah. Pasal 10
(1)
Pemindahtanganan Aset BLU yang digunakan sendiri, dilakukan oleh pemimpin BLU setelah mendapatkan persetujuan pejabat yang berwenang.
(2)
Tata cara Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.
(3)
Terhadap persetujuan Pemindahtanganan Aset BLU berupa Persediaan selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan sesuai dengan keputusan pimpinan BLU.
(4)
Terhadap persetujuan Pemindahtanganan Aset BLU berupa Persediaan untuk tanah dan/atau bangunan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.
-8Paragraf Kedua Penjualan Pasal 11 Penjualan Aset Tetap BLU dilakukan berdasarkan keputusan menteri/pimpinan lembaga setelah mendapat persetujuan pejabat yang berwenang. Paragraf Ketiga Tukar Menukar Pasal 12 (1)
(2)
Tukar Menukar Aset Tetap BLU dilakukan dengan: a.
Pemerintah Daerah;
b.
Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara; dan
c.
Swasta, baik badan hukum maupun perorangan.
Tata cara Tukar Menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN. Paragraf Keempat Hibah Pasal 13
(1)
Hibah Aset Tetap BLU dilaksanakan dengan pertimbangan untuk kepentingan sosial, budaya, keagamaan, kemanusiaan, pendidikan yang bersifat non komersial, dan penyelenggaraan Pemerintahan Negara/Daerah.
(2)
Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi syarat sebagai berikut:
(3)
a.
bukan merupakan barang rahasia negara;
b.
bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak; dan
c.
tidak digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan umum BLU.
Tata cara Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.
-9Bagian Keenam KSO Paragraf Pertama Prinsip Umum KSO Pasal 14 KSO dilaksanakan dengan prinsip-prinsip: a.
tidak mengganggu kegiatan pemberian pelayanan umum kepada masyarakat;
b.
tidak mengakibatkan utang bagi BLU;
c.
biaya berkenaan dengan pelaksanaan KSO tidak boleh dibebankan pada Rupiah Murni APBN;
d.
objek KSO tidak boleh dijadikan sebagai agunan oleh pihak lain; dan
e.
tidak berakibat terjadinya pengalihan Aset BLU kepada pihak lain. Pasal 15
(1)
Pemimpin BLU dapat melakukan KSO terhadap Aset BLU dalam rangka tugas dan fungsi serta menunjang tugas dan fungsi BLU.
(2)
KSO sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui kerja sama dengan Mitra KSO.
(3)
Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dituangkan dalam naskah perjanjian kerja sama antara pemimpin BLU dengan Mitra KSO.
(4)
Tugas dan fungsi BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan pemberian pelayanan umum kepada masyarakat.
(5)
Pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), terdiri dari:
(6)
a.
Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;
b.
Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan
c.
Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.
BLU pengelola wilayah/kawasan tertentu dapat melakukan KSO terhadap seluruh aset yang dikuasai dan/atau dimiliki.
- 10 Pasal 16 Tarif yang dikenakan kepada masyarakat terhadap layanan yang dihasilkan dari KSO ditetapkan oleh pemimpin BLU sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum. Paragraf Kedua Tujuan KSO Pasal 17 KSO bertujuan untuk: a.
meningkatkan pemberian pelayanan umum kepada masyarakat;
b.
mengoptimalkan daya guna dan hasil guna Aset BLU; dan/atau
c.
meningkatkan pendapatan BLU. Paragraf Ketiga Objek KSO Pasal 18
(1)
Objek KSO dapat berupa Aset BLU dan/atau aset milik Mitra KSO.
(2)
Aset BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa: a.
tanah; dan/atau
b.
bangunan.
(3)
Aset milik Mitra KSO sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa peralatan dan mesin.
(4)
Aset milik Mitra KSO sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dibuktikan dengan surat/dokumen kepemilikan yang sah menurut ketentuan perundangan-undangan yang berlaku. Paragraf Keempat Bentuk KSO Pasal 19
KSO dilaksanakan dalam bentuk: a.
KSO peralatan dan mesin berupa pendayagunaan peralatan dan mesin milik Mitra KSO oleh BLU, sesuai dengan perjanjian.
- 11 b.
KSO tanah dan bangunan berupa pendayagunaan tanah dan/atau bangunan milik BLU, untuk digunakan BLU dan/atau Mitra KSO, sesuai dengan perjanjian. Paragraf Kelima Perencanaan KSO Pasal 20
(1)
BLU menyusun rencana KSO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, yang paling sedikit menjelaskan secara ringkas tentang maksud dan tujuan, bentuk, dan hasil analisis aspek teknis dan aspek keuangan.
(2)
Analisis dan evaluasi aspek teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk berupa spesifikasi teknis/kualifikasi objek KSO.
(3)
Analisis dan evaluasi aspek keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk proyeksi pendapatan dan biaya yang timbul dari pelaksanaan KSO.
(4)
Rencana KSO sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dicantumkan dalam RBA BLU. Paragraf Keenam Mitra KSO Pasal 21
Mitra KSO terdiri dari: a.
Pemerintah Daerah;
b.
Badan Usaha Milik Negara;
c.
Badan Usaha Milik Daerah;
d.
Perorangan;
e.
Perusahaan Swasta;
f.
Yayasan;
g.
Koperasi; dan
h.
Pihak lainnya.
- 12 Paragraf Ketujuh KSO Peralatan dan Mesin Pasal 22 KSO peralatan dan mesin dilakukan dengan cara BLU mendayagunakan peralatan dan mesin milik Mitra KSO, untuk selanjutnya digunakan dalam pemberian pelayanan umum BLU dalam jangka waktu tertentu yang disepakati. Pasal 23 KSO peralatan dan mesin dilakukan berdasarkan keputusan pemimpin BLU. Pasal 24 BLU mendapatkan bagi hasil dari pelaksanaan KSO peralatan dan mesin dengan Mitra KSO berdasarkan prinsip saling menguntungkan yang dituangkan dalam perjanjian. Pasal 25 Jangka waktu KSO peralatan dan mesin ditetapkan dengan memperhitungkan masa manfaat peralatan dan mesin. Paragraf Kedelapan KSO Tanah dan Bangunan Pasal 26 KSO tanah dan bangunan dilakukan dengan cara: a.
Mitra KSO mendayagunakan tanah dan/atau bangunan milik BLU dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi serta menunjang tugas dan fungsi BLU dalam jangka waktu tertentu, dengan mendapatkan imbalan berupa kontribusi tetap yang diterima di muka; dan/atau
b.
Mitra KSO mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya di atas tanah milik BLU, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada BLU, untuk kemudian digunakan oleh BLU dan/atau Mitra KSO dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi serta menunjang tugas dan fungsi BLU selama jangka waktu tertentu yang disepakati.
- 13 Pasal 27 KSO tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a, dilaksanakan dengan ketentuan: a.
Dilakukan berdasarkan keputusan pemimpin BLU yang ditetapkan sebelum proses pelaksanaan pemilihan mitra KSO.
b.
Besaran kontribusi tetap memperhitungkan harga wajar.
c.
Pelaksanaan KSO dituangkan dalam perjanjian antara pemimpin BLU dan Mitra KSO.
d.
Jangka waktu KSO paling lama 5 (lima) tahun sejak ditandatanganinya perjanjian.
e.
Jangka waktu KSO dapat dilakukan berdasarkan periodesitas pendayagunaan per tahun, per bulan, per hari, dan per jam.
f.
Jangka waktu KSO sebagaimana dimaksud pada huruf d, apabila telah berakhir dapat diperpanjang.
ditetapkan
dengan
Pasal 28 (1)
Dalam pelaksanaan KSO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, selain mendapatkan kontribusi tetap, pemimpin BLU dapat mengenakan bagi hasil kepada Mitra KSO.
(2)
Besaran bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan memperhitungkan:
(3)
a.
omzet;
b.
keuntungan; atau
c.
biaya operasional.
Besaran bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh pemimpin BLU. Pasal 29
(1)
KSO tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b, dilakukan berdasarkan keputusan pemimpin BLU yang ditetapkan sebelum proses pelaksanaan pemilihan Mitra KSO, setelah mendapatkan persetujuan Dewan Pengawas BLU.
(2)
Dalam hal BLU tidak memiliki Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KSO dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Pejabat yang ditunjuk oleh menteri/pimpinan lembaga untuk menggantikan tugas Dewan Pengawas BLU.
- 14 Pasal 30 (1)
BLU mendapatkan imbalan dari Mitra KSO atas pelaksanaan KSO tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, berupa kontribusi tetap dan bagi hasil keuntungan.
(2)
Besaran kontribusi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan memperhitungkan:
(3)
a.
nilai wajar atas tanah milik BLU yang menjadi objek KSO; dan/atau
b.
nilai Penghapusan bangunan.
Pembayaran kontribusi tetap oleh Mitra KSO ditetapkan dengan ketentuan: a.
pada saat ditandatanganinya naskah perjanjian KSO untuk pembayaran pertama; dan
b.
paling lambat tanggal 31 Maret setiap tahun sampai berakhirnya jangka waktu KSO untuk pembayaran kontribusi tetap tahun berikutnya.
(4)
Nilai Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diperhitungkan dalam hal terdapat bangunan yang dihapuskan di atas tanah yang menjadi objek KSO.
(5)
Besaran bagi hasil keuntungan dihitung berdasarkan realisasi pendapatan dan belanja KSO dalam 1 (satu) tahun buku.
(6)
Pembayaran bagi hasil keuntungan dilakukan paling lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya. Pasal 31
(1)
Jangka waktu KSO tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, dilakukan dengan memperhitungkan masa manfaat bangunan.
(2)
Jangka waktu pelaksanaan KSO tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lama 25 (dua puluh lima) tahun sejak selesainya pelaksanaan bangunan.
(3)
Jangka waktu pelaksanaan KSO tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilakukan perpanjangan.
- 15 Paragraf Kesembilan Pemilihan Mitra KSO Pasal 32 Pemilihan Mitra KSO dilakukan dengan penunjukan langsung terhadap calon Mitra KSO yang mengajukan permohonan KSO tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a. Pasal 33 (1)
Pemilihan Mitra KSO dilakukan melalui pelelangan terhadap calon Mitra KSO yang mengajukan penawaran KSO peralatan dan mesin dan KSO tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b.
(2)
BLU mengumumkan rencana pelaksanaan pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melalui media massa nasional dan media massa lokal.
(3)
Mitra KSO sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a.
memiliki kemampuan keuangan/pendanaan yang dibuktikan dengan laporan keuangan yang telah diaudit dan/atau jaminan tertulis dari penyandang dana;
b.
memiliki pengalaman dan/atau memiliki akses/jejaring kompetensi pada bidang usaha bersangkutan; dan
c.
calon Mitra KSO tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan.
(4)
Dalam hal calon Mitra KSO yang memasukkan penawaran dalam pelaksanaan pelelangan kurang dari 3 (tiga) peserta, dilakukan pengumuman ulang di media massa nasional dan media massa lokal.
(5)
Ketentuan mekanisme pelelangan setelah pengumuman ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sebagai berikut: a.
terdapat paling sedikit 3 (tiga) peserta, proses dilanjutkan dengan penilaian terhadap penawaran;
b.
calon Mitra KSO kurang dari 3 (tiga) peserta, proses dilanjutkan dengan mekanisme: 1.
pemilihan langsung apabila calon Mitra KSO berjumlah 2 (dua) peserta; atau
- 16 2.
penunjukan langsung apabila calon Mitra KSO hanya terdapat 1 (satu) peserta.
(6)
Pemenang lelang ditetapkan berdasarkan penilaian yang paling menguntungkan.
(7)
Pemenang lelang diumumkan di 1 (satu) media massa nasional dan 1 (satu) media massa lokal. Paragraf Kesepuluh Naskah Perjanjian KSO Pasal 34
(1)
Pelaksanaan KSO dituangkan dalam naskah perjanjian.
(2)
Terhadap KSO yang berjangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun, naskah perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat dihadapan notaris.
(3)
Naskah perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling kurang memuat: a.
para pihak dalam perjanjian;
b.
objek KSO;
c.
bentuk KSO;
d.
jangka waktu KSO;
e.
volume kegiatan;
f.
besaran kontribusi tetap, dan/atau bagi hasil;
g.
hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian;
h.
sanksi;
i.
force majeur; dan
j.
penyelesaian perselisihan.
(4)
Kewajiban para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf g, antara lain kewajiban Mitra KSO menyerahkan objek KSO dalam keadaan baik/layak fungsi dan menjamin bebas dari segala tuntutan hukum dan hak-hak pihak ketiga, kepada pemimpin BLU.
(5)
Terhadap KSO tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b, kewajiban para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf g, antara lain kewajiban Mitra KSO menyerahkan objek KSO berupa bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya dengan ketentuan: a.
diserahkan dalam keadaan baik/layak fungsi dan menjamin bebas dari segala tuntutan hukum dan hak-hak pihak ketiga; dan
- 17 b.
disertai dengan laporan pemeriksaan teknis terhadap bangunan dan berita acara serah terima bangunan. BAB V
KERJA SAMA SUMBER DAYA MANUSIA DAN MANAJEMEN Pasal 35 (1)
(2)
Dalam rangka meningkatkan pelayanan, BLU dapat melakukan kerja sama sumber daya manusia dan manajemen berupa: a.
Pendayagunaan sumber daya manusia BLU pada kegiatan mitra kerja sama; dan/atau
b.
Pendayagunaan sumber daya manusia mitra kerja sama dalam pemberian pelayanan umum BLU.
Kerja sama sumber daya manusia dan manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan keputusan pemimpin BLU. BAB VI
PENDAPATAN DARI HASIL PENGELOLAAN ASET DAN KERJA SAMA SUMBER DAYA MANUSIA PADA BLU Pasal 36 Perlakuan terhadap pendapatan yang diperoleh pengelolaan aset pada BLU diatur sebagai berikut: a.
b.
dari
Pendapatan BLU yang merupakan PNBP yang harus disetorkan ke Kas Negara, meliputi: 1.
seluruh pendapatan yang berasal dari Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; dan
2.
pendapatan yang diperoleh dari Pemindahtanganan berupa Penjualan Aset Tetap BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dalam hal pendanaannya sebagian atau seluruhnya berasal dari rupiah murni APBN;
Pendapatan BLU yang dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLU sesuai RBA, meliputi: 1.
pendapatan yang diperoleh dari Pemindahtanganan Persediaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3);
- 18 2.
pendapatan yang diperoleh dari Pemindahtanganan berupa Penjualan Aset Tetap BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dalam hal pendanaannya berasal dari PNBP BLU; dan
3.
pendapatan yang berasal dari pelaksanaan KSO, yang menjadi hak/bagian BLU. Pasal 37
(1)
BLU menerima imbalan bagi hasil dari pelaksanaan kerja sama sumber daya manusia dan manajemen, berupa uang dan/atau barang sesuai dengan perjanjian kerja sama.
(2)
Imbalan bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan pendapatan BLU yang dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLU sesuai RBA. BAB VII AKUNTANSI DAN PELAPORAN Pasal 38
BLU melakukan pengelolaan aset.
pencatatan
terhadap
setiap
transaksi
Pasal 39 (1)
Pendapatan yang berasal dari KSO yang merupakan hak/bagian BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b angka 3, dicatat sebagai PNBP BLU dalam laporan realisasi anggaran BLU.
(2)
Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu: a.
membukukan penerimaan bruto; dan
b.
tidak mencatat jumlah netto.
(3)
Biaya yang timbul dari pelaksanaan KSO dicatat sebagai belanja dalam laporan realisasi anggaran BLU.
(4)
Pendapatan yang berasal dari KSO yang merupakan hak/bagian BLU diajukan pengesahannya menggunakan Surat Perintah Pengesahan Pendapatan Belanja BLU ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
- 19 Pasal 40 (1)
Terhadap Aset BLU yang digunakan sementara oleh kementerian negara/lembaga lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, tetap dicatat sebagai aset pada neraca BLU.
(2)
Terhadap Aset BLU yang dioperasikan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c, tetap dicatat sebagai aset pada Neraca BLU.
(3)
Terhadap Aset BLU yang dialihkan status penggunaannya kepada kementerian negara/lembaga lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d, dikeluarkan dari neraca BLU dan dicatat sebagai aset pada neraca kementerian negara/lembaga lainnya.
(4)
Pendayagunaan peralatan dan mesin milik Mitra KSO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a, tidak dicatat sebagai Aset BLU. Pasal 41
(1)
Tanah milik BLU yang didirikan bangunan di atasnya oleh Mitra KSO, dan akan menjadi milik BLU pada saat berakhirnya jangka waktu KSO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b, direklasifikasi menjadi Aset Lain BLU berupa aset kemitraan dengan pihak ketiga pada neraca BLU;
(2)
Pada saat penyerahan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pencatatan pada neraca BLU sebagai berikut:
(3)
a.
bangunan dicatat sebagai Aset Tetap BLU berupa gedung dan bangunan BLU;
b.
Aset Lain BLU berupa aset kemitraan dengan pihak ketiga direklasifikasi kembali menjadi Aset Tetap BLU berupa tanah;
Nilai pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah sebesar: a.
Aset Tetap BLU berupa gedung dan bangunan dicatat sebesar nilai wajar gedung dan bangunan pada saat penyerahan.
b.
Reklasifikasi Aset Tetap BLU berupa tanah dicatat sebesar nilai aset kemitraan dengan pihak ketiga.
- 20 BAB VIII PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 42 Pemimpin BLU melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap perencanaan, pengadaan, Penggunaan, KSO, pengamanan dan pemeliharaan, Penghapusan, pemusnahan, Pemindahtanganan, dan akuntansi dan pelaporan Aset BLU yang berada dalam penguasaannya. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 43 Peraturan Menteri ini tidak berlaku untuk BLU yang pengelolaan asetnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. Pasal 44 1.
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: a.
KSO yang telah dilakukan oleh BLU sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya kerja sama.
b.
Pemanfaatan Aset BLU yang belum mendapat persetujuan sampai dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, selanjutnya dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
2.
Perjanjian sewa yang telah dilaksanakan oleh BLU berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tarif layanan masing-masing BLU, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian sewa.
3.
Pelaksanaan perpanjangan sewa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN. BAB X KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 45
Pemimpin BLU menetapkan pedoman operasional standar yang diperlukan sebagai pelaksanaan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
- 21 BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 46 Peraturan Menteri diundangkan.
ini
mulai
berlaku
sejak
tanggal
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
MUHAMAD CHATIB BASRI Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
NOMOR