PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TEMPAT PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang : a.
b.
c.
Mengingat : 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
bahwa dalam rangka melindungi kesehatan, ketentraman dan ketertiban serta kehidupan moral masyarakat dari akibat buruk, baik itu pengadaan, pengedaran serta konsumsi minuman beralkohol perlu dilakukan dengan pengendalian dan penertiban izin tempat penjualan minuman beralkohol; bahwa ketentuan diatas sejalan dengan muatan yang tercantum dalam pasal 141 huruf b Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menyatakan retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol termasuk didalam jenis retribusi perizinan tertentu; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b perlu menetapkan Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol dengan Peraturan Daerah; Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Negara Nomor 3209); Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472); Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656); Undang-undang Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 199,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3829); Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
8.
9.
10.
11. 12. 13.
14.
15. 16.
17.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258); Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 4737); Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161); Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol; Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 314/KP/VIII/74 tentang, Peredaran, Impor dan Ekspor Makanan, Minuman Alat Kecantikan Dan Alat Kesehatan; Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 359/MPP/KEP/10/1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Produksi, Impor, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol; Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Nomor 361/MPP/KEP/10/1997 tentang Tata Cara Pemberian Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol; Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan Jasa; Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 46/M-DAG/PER/9/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/MDAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan; Peraturan Daerah Kota Dumai Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2008 Nomor 9 Seri D); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DUMAI Dan WALIKOTA DUMAI MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI TENTANG RETRIBUSI IZIN TEMPAT PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Dumai. 2. Pemerintah Kota adalah Pemerintah Kota Dumai. 3. Walikota adalah Walikota Dumai. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Dumai; 5. Dinas adalah Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Investasi Kota Dumai. 6. Instansi atau Aparat adalah Instansi atau pegawai yang diberi tugas tertentu untuk melakukan pengendalian dan penertiban atas peredaran dan penjualan minuman beralkohol atau pengelolaan penjualan minuman beralkohol.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14. 15. 16.
17.
18.
19.
20.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dan penghimpunan data objek dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada wajib pajak atau wajib retribusi serta pengawasan penyetorannya. Retribusi Izin Penjualan Minuman Beralkohol adalah pungutan daerah sebagai kompensasi dan pembatasan kepada badan atau pribadi untuk mengedarkan dan atau melakukan penjualan minuman beralkohol di daerah. Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung ethanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain atau tidak, maupun di proses dengan cara mencampur konsentrat dengan ethanol atau dengan cara pengenceran minuman dengan ethanol termasuk atau seperti tuak, arak dan anggur. Peredaran dan penjualan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan, distributor dan pengolah /pembuat minuman beralkohol yang memindahkan kepemilikkannya kepada pihak lain dengan tujuan mendapat imbalan keuntungan baik berupa uang maupun bentuk lainnya. Penjualan secara grosir adalah penjualan yang dilakukan dalam kemasan atau satuan seperti dalam bentuk kotak, kardus dan lusin dalam keadaan utuh maupun dalam bentuk kemasan lainnya. Penjualan dalam bentuk kemasan adalah penjualan yang dilakukan dalam keadaan utuh dan atau tertutup secara perbotol/kaleng atau lainnya serta tidak diminum ditempat penjualan. Penjualan secara eceran adalah penjualan yang dilakukan secara perbotol atau pergelas dan persloki dan diminum ditempat penjualan. Dewasa adalah orang yang telah berusia 21 tahun atau sudah pernah menikah. Pengendalian dan penerbitan adalah serangkaian kegiatan atau tindakkan instansi atau aparat untuk meneliti atau mengawasi jumlah, jenis, lokasi peredaran, kadar, perizinan penjualan minuman beralkohol. Penertiban Peredaran Minuman Beralkohol adalah larangan dan tindakan terhadap penjualan minuman beralkohol yang bertentangan, tidak sesuai dan atupun yang melanggar ketentuan Peraturan Daerah dan atau berada pada kawasan pemukiman penduduk, kawasan yang berdekatan dengan tempat pendidikan, rumah ibadah dan kawasan-kawasan lain yang oleh Walikota dianggap dapat memberi pengaruh negatif terhadap masyarakat. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang atau badan. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.
21. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dan Pemerintah Daerah yang bersangkutan. 22. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke Kas Daerah mellaui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Walikota. 23. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang. 24. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari pada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang. 25. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda. 26. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksankan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan daerah dan retribusi daerah. 27. Insentif Pemungutan Retribusi yang selanjutnya disebut Insentif adalah tambahan penghasilan yang diberikan sebagai penghargaan atas kinerja tertentu dalam melaksanakan pemungutan Retribusi. 28. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi daerah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti 1 membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Pemerintah Daerah dimaksud untuk melakukan pengaturan, pengendalian, pengawasan, penertiban atas penjualan minuman beralkohol. Pasal 3 (1) Pemberian izin peredaran minuman beralkohol bertujuan untuk mengendalikan, membatasi serta upaya menghentikan peredaran dan pengkonsumsian minuman beralkohol guna melindungi kepentingan umum dan menjaga ketentraman masyarakat. (2) Pembebanan tarif retribusi penjualan dan pengkonsumsian minuman beralkohol bertujuan sebagai tindakan preventif baik bagi konsumen maupun untuk mengurangi dan membatasi konsumsi minuman beralkohol yang memberi pengaruh negatif kepada masyarakat.
BAB III PENGENDALIAN DAN PENERTIBAN PEREDARAN, PENJUALAN DAN PENGKONSUMSIAN MINUMAN BERALKOHOL Bagian Kesatu Perizinan Pasal 4 (1) Setiap peredaran dan penjualan minuman beralkohol wajib memiliki izin dari Walikota. (2) Tata cara pengajuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Pasal 5 (1) Izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1) berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 bulan sebelum habis masa berlaku. (2) Izin tidak dapat dipindahtangankan kepada pihak lain. Pasal 6 Izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 terdiri dari : a. Izin penjualan minuman beralkohol kemasan; b. Izin penjualan minuman beralkohol secara eceran. Bagian Kedua Tempat Penjualan dan Penggolongan Pasal 7 Minuman beralkohol dikelompokkan dalam golongan sebagai berikut : a. minuman beralkohol Golongan A adalah dengan Kadar Ethanol (C2H5.OH) 1% (satu persen) sampai dengan 5% (lima persen) dikenakan Striker Golongan A; b. minuman beralkohol Golongan B adalah dengan Kadar Ethanol (C2h5.OH) lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen) dikenakan Striker Golongan B; c. minuman beralkohol Golongan C adalah Kadar Ethanol (C2H5.OH) lebih dari 20% (dua puluh persen) sampai dengan 55% (lima puluh lima persen) dikenakan Striker Golongan C. Pasal 8 (1) Tempat penjualan minuman beralkohol golongan A dalam kemasan hanya dapat dilakukan di : a. Toko Duty Free; b. Mini Market yang memenuhi syarat; c. Super Market. (2) Tempat penjualan minuman beralkohol golongan A dalam eceran hanya dapat dilakukan di : a. Hotel Bintang; b. Restoran-restoran tertentu. c. Tempat Hiburan Umum. (3) Tempat penjualan minuman beralkohol golongan B dan C hanya dapat dilakukan dalam bentuk kemasan di Toko bebas bea (duty free). (4) Tempat penjualan minuman beralkohol golongan B dan C hanya dapat dilakukan dalam bentuk eceran : a. di hotel Bintang 3, 4 dan 5;
b. tempat hiburan umum (Diskotik/Music Room, Pub, Bar, Klub Malam dan Karaoke/KTV) yang memenuhi persyaratan; c. restoran-restoran tertentu.
Bagian Ketiga Larangan Pasal 9 (1) Dilarang menjual minuman beralkohol pada tempat-tempat : a. warung/kios minuman, gelanggang remaja, gelanggang olah raga, kantin, rumah, tempat billyard, gelanggang permainan dan ketangkasan, panti pijat, kaki lima, terminal, stasiun, kios-kios kecil, penginapan remaja dan bumi perkemahan atau tempat lain yang dipersamakan; b. berdekatan dengan tempat ibadah, sekolah, rumah sakit dan pemukiman; c. ditempat/lokasi lain tertentu yang ditetapkan oleh Walikota. (2) Dilarang menjual minuman beralkohol kepada : a. orang yang belum dewasa; b. penduduk Kota Dumai yang muslim pada khususnya; c. Pegawai Negeri Sipil, TNI, POLRI, Anggota DPRD dan karyawan perusahaan. (3) Penjualan minuman beralkohol untuk diminum tempat penjualan hanya diberikan pada siang hari pukul 12.00 s/d 15.00 wib dan malam hari pukul 19.00 s/d 22.00 wib. BAB IV NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI Pasal 10 Dengan nama Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol dipungut Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol. Pasal 11 Objek retribusi meliputi pemberian izin untuk melakukan Penjualan Minuman Beralkohol disuatu tempat tertentu. Pasal 12 Subjek retribusi meliputi setiap orang atau badan yang memperoleh izin tempat penjualan minuman beralkohol. BAB V GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 13 Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu. BAB VI CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 14 Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis dan golongan tempat usaha.
BAB VII PRINSIP, SASARAN, PENETAPAN DAN STRUKTUR BESARAN RETRIBUSI Pasal 15 (1) Pada prinsipnya pengedaran, pengkonsumsian, penjualan minuman beralkohol dilarang, kecuali atas izin dari Walikota atau Pejabat yang berwenang. (2) Pengaturan, pengendalian, pengawasan dan penertiban atas minuman beralkohol dilakukan untuk membatasi beredarnya minuman beralkohol di daerah, utamanya yang berada pada kawasan pemukiman penduduk, kawasan yang berdekatan dengan tempat pendidikan, rumah ibadah dipinggir jalan dan kawasan-kawasan lain serta dipersimpangan yang cenderung akan memberi pengaruh negatif terhadap masyarakat. Pasal 16 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Perizinan Tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. (2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut Pasal 17 (1) Tarif retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali. (2) Peninjauan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian. (3) Penetapan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Walikota. BAB VIII STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 18 (1) Besarnya tarif Retribusi untuk izin penjualan ditetapkan sebagai berikut : Bentuk Izin Kemasan
Eceran
Tempat penjualan
Gol A (Rp)
Gol B/C (Rp)
- Mini Market - Super Market - Toko Duty Free
350.000,450.000,650.000,-
750.000,-
-
650.000,750.000,650.000,650.000,-
850.000,750.000,750.000,-
Hotel Bintang 1 dan 2 Hotel Bintang 3, 4 dan 5 Tempat Hiburan Umum Restoran
(2) Tata cara pengaturan retribusi sebagaimana dimaksud pada pasal 15 ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. BAB IX WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 19 Retribusi dipungut di dalam wilayah daerah.
BAB X PENENTUAN PEMBAYARAN, TEMPAT PEMBAYARAN, ANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN Pasal 20 (1) Pembayaran retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol dilakukan secara langsung oleh pengguna jasa. (2) Pembayaran retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol secara berlangganan dilakukan di kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan atau tempat lain yang ditentukan oleh Walikota. (3) Juru pungut menyetorkan hasil pemungutan kepada Dinas pada setiap hari kerja untuk hasil pemungutan retribusi yang dilakukan 1 (satu) hari sebelumnya. Pasal 21 (1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa karcis, kupon dan kartu langganan. Pasal 22 Tata cara pelaksanaan pemungutan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Walikota. BAB XI MASA RERTIBUSI TERUTANG Pasal 23 Masa Retribusi adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan. BAB XII PENAGIHAN Pasal 24 (1) Penagihan harus didahului dengan Surat Teguran. (2) Penagihan dilakukan dengan menggunakan STRD. (3) Tata cara lebih lanjut dapat diatur dengan Peraturan Walikota. Pasal 25 (1) Apabila Retribusi yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal pemberitahuan Surat Paksa, Pejabat yang ditunjuk segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. (2) Setelah dilakukan penyitaan dan wajib retribusi belum melunasi hutang retribusinya, setelah lewat 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pejabat yang ditunjuk mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara. (3) Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang, juru sita memberitahukan dengan secara tertulis kepada Wajib Retribusi. Pasal 26 Bentuk, jenis dan cara pengisian formulir yang dipergunakan untuk melaksanakan penagihan retribusi diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB XIII KERINGANAN, PENGURANGAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 27 (1) Walikota dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi. (2) Pemberian pengurangan atau keringanan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi. (3) Pembebasan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan melihat fungsi objek Retribusi. BAB XIV KEBERATAN Pasal 28 (1) Wajib retribusi dapat mengajukan permohonan keberatan hanya kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang ditunjuk atau yang dipersamakan. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas. (3) keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. (4) Keadaan diluar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah suatu keadaan yang terjadi diluar kehendak atau kekuasaan Wajib Retribusi. (5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan pelaksanaan penagihan Retribusi. BAB XV PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 29 (1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Walikota. (2) Walikota dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan Keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di lampaui dan Walikota tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian pembayaran retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB. (6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Walikota memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran retribusi. (7) Tata cara Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB XVI PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KADALUWARSA Pasal 30 (1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali jika wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi. (2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika : a. diterbitkan Surat Teguran; atau b. ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung. (3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut. (4) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana diamksud pada ayat (2) huruf b adalah wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah. (5) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan wajib retribusi. Pasal 31 (1) Piutang Retribusi Daerah yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluarsa dapat dihapuskan. (2) Walikota menetapkan keputusan penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XVII PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN Pasal 32 (1) Walikota berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi dalam rangka melaksanakan Peraturan Perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah. (2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib : a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek Retribusi terutang. b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau c. memberikan keterangan yang diperlukan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan Retribusi diatur dengan Peraturan Daerah.
BAB XVIII INSTANSI PEMUNGUT Pasal 33 Instansi pemungut adalah instansi yang ditunjuk sebagai pengelola izin tempat penjualan minuman beralkohol dan pihak lain yang membantu Instansi Pelaksana pemungut Retribusi Daerah. BAB XIX INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 34 (1) Instansi yang melaksanakan pemungutan retribusi daerah dapat diberi insentif atas dasar kinerja tertentu. (2) Instansi yang melaksanakan pemungutan sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah Dinas/Badan/Lembaga yang tugas pokok dan fungsinya melaksanakan pemungutan retribusi. (3) Besarnya insentif ditetapkan 5% (lima persen) dari rencana penerimaan retribusi dalam tahun anggaran yang berkenaan. (4) Besaran insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran berkenaan. (5) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XX PENYIDIKAN Pasal 35 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan Daerah dan Retribusi; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi; d. memeriksa buku, catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah dan Retribusi; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; dan/atau k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB XXI SANKSI ADMINISTRASI Pasal 36 (1) Dalam hal ini wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD. (2) Penagihan Retribusi terutang didahului dengan Surat Teguran. BAB XXII KETENTUAN PIDANA Pasal 37 (1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan Keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar. (2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud ayat (1), adalah pelanggaran. BAB XXIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 38 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaanya akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota. Pasal 39 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Pengendalian, Penertiban, Penjualan Dan Pengkonsumsian Minuman Beralkohol dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 40 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Dumai. Ditetapkan di Dumai pada tanggal 1 Maret 2011 WALIKOTA DUMAI,
H. KHAIRUL ANWAR Diundangkan di Dumai pada tanggal 2 Maret 2011 Plt. SEKRETARIS DAERAH KOTA DUMAI,
H. M. SYUKRI HARTO, SE. M.Si PEMBINA UTAMA MUDA NIP. 19590727 198603 1 009 LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI TAHUN 2011 NOMOR 8 SERI B
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TEMPAT PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL
I. UMUM Untuk meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah, Pemerintah Daerah seharusnya diberi kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi. Berkaitan dengan pemberian kewenangan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, perluasan kewenangan perpajakan dan retribusi tersebut dilakukan dengan memperluas basis pajak daerah dan memberikan kewenangan kepada daerah dalam penetapan tarif. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol merupakan kewenangan Kabupaten/Kota untuk melakukan pemungutan. Hal ini dimaksudkan agar daerah mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah melalui pungutan yang berasal dari Retribusi Daerah. Minuman beralkohol ditinjau dari kesehatan, agama dan segi sosial kemasyarakatan mempunyai dampak yang negatif. Untuk itulah Pemerintah Kota Dumai berupaya untuk membatasi/mengurangi secara berangsur-angsur peredaran minuman beralkohol serta merelokalisir tempat penjualannya. Sebagai wujud untuk membatasi/mengurangi peredaran dan pengkonsumsian minuman beralkohol tersebut maka perlu disusun pengaturannya dalam bentuk Peraturan daerah. Dalam Peraturan Daerah ini diatur tentang tempat-tempat yang diizinkan melakukan penjualan minuman beralkohol serta distributornya.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas
Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas
Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Cukup jelas Pasal 39 Cukup jelas Pasal 40 Cukup jelas