Perancangan Video Dokumenter “Rawa yang Menghidupi” ( Studi Kasus : Rawa Pening )
Artikel Ilmiah
Diajukan Kepada Fakultas Teknologi Informasi Untuk memperoleh Gelar Sarjana Desain
Peneliti : Johan Suryajaya Hartono (692009007) Anthony Y.M Tumimomor, S.Kom., M.Cs. Martin Setyawan, S.T., M.Cs.
Program Studi Desain Komunikasi Visual Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Juli 2015
1
2
3
4
5
6
7
Perancangan Video Dokumenter “Rawa yang Mengidupi” ( Studi Kasus : Rawa Pening ) 1)
Johan Suryajaya Hartono, 2)Anthony Y. M. Tumimomor, S.Kom., M.Cs. , 3) Martin Setyawan, ST., M.Cs. Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia Email: 1)
[email protected], 2)
[email protected], 3)
[email protected]
Abstract Rawa Pening is one of the natural lake in Semarang, Central Java. It has potential tourism, in other side Rawa Pening has natural products which can be used to meet the needs of people around it. But, not many people know that people in Rawa Pening is depend to the natural wealth in Rawa Pening. Based on that situation, we do the design of information by video documentary which tell you about the people’s life that has unique way to fullfil their life. The research method that used is qualitative. We used linier strategy to complete this research. So this documentary video could give the people more info about people’s life around Rawa Pening.. Keyword: Rawa yang Menghidupi, Video Documenter, Rawa Pening Abstrak Rawa Pening merupakan salah satu danau alami yang terdapat di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Selain memiliki potensi pariwisata, ternyata Rawa Pening menyimpan hasil alam yang dapat dimanfaatkan masyarakat sekitar Rawa untuk mencukupi kebutuhan hidup. Namun, tidak banyak masyarakat luas yang mengetahui mengenai potret kehidupan masyarakat yang menggantungkan kehidupanya dari Rawa Pening. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan perancangan media informasi berupa video dokumenter yang mengisahkan potret kehidupan masyarakat yang memiliki keunikan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Strategi penelitian yang digunakan adalah linier strategy. Sehingga video dokumenter ini dapat memberikan informasi mengenai potret kehidupan masyarakat sekitar Rawa Pening kepada masyarakat luas. Kata Kunci: Rawa yang Menghidupi, Video Dokumenter, Rawa Pening
1)
Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Desain Komunikasi Visual, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. 2) Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 3) Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
8
1.
Pendahuluan Indonesia sebagai negara yang menyimpan beraneka ragam keindahan alam. Salah satunya adalah keindahan Rawa Pening yang terletak di Kabupaten Semarang. Rawa Pening memiliki banyak potensi pariwisata, baik wisata kuliner dan wisata alam. Selain keindahan panoramanya, juga terdapat berbagai sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh penduduk sekitar Rawa Pening. Adanya tambang gambut dan berbagai keanekaragaman flora dan fauna yang ada di Rawa Pening telah dimanfaatkan penduduk sekitar untuk mencari nafkah. Walau hanya bergantung hidup dari hasil alam Rawa Pening, kehidupan warga sekitar sudah tercukupi. Dari hasil penelitian awal yang dilakukan ke Dinas Pariwisata untuk mendapatkan data mengenai kehidupan masyarakat di sekitar Rawa Pening dan juga dengan melakukan observasi langsung kepada masyarakat serta referensi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [1], ternyata di Rawa Pening memiliki keanekaragaman hayati yang hampir seluruh masyarakat sekitar memanfaatkan keanekaragaman tersebut. Namun selama ini orang tidak mengetahui bahwa masyarakat sekitar menggantungkan hidupnya dari hasil alam Rawa Pening dan belum adanya media informasi yang merekam fenomena sosial dan budaya tentang potret kehidupan masyarakat di sekitar Rawa Pening. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirancang media informasi berupa video dokumenter mengenai potret kehidupan masyarakat di sekitar Rawa yang menggantungkan hidupnya pada hasil alam Rawa Pening. Sehingga diharapkan video dokumenter ini dapat menjadi media informasi yang dapat mengisahkan potret kehidupan masyarakat di sekitar Rawa Pening 2. Tinjauan Pustaka Penelitian terdahulu mengenai Perancangan Film Dokumenter Pasar Terapung Muara Kuin di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Video ini membahas tentang pelestarian Pasar Terapung Muara Kuin yang terdapat di Banjarmasin, yang mulai tergeser dengan kehadiran pasar modern [2]. Penelitian lainnya yaitu perancangan film dokumenter Suara Bening Gitar Lokal. Video ini membahas dan mengenalkan produk Gitar lokal yang kualitasnya tidak kalah dengan produk luar negeri [3]. Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian ini adalah terletak pada pendekatan yang dilakukan, pada video dokumenter sebelumnya menggunakan genre video advertorial dan dokudrama sedangkan pada perancangan video dokumenter ini menggunakan genre potret, yaitu menceritakan potret kehidupan masyarakat sekitar Rawa dan dengan menggunakan gaya pendekatan Direct Cinema, yaitu video yang dirancang minim penggunaan narasi dengan membiarkan obyeknya menceritakan sendiri kegiatan yang dilakukan, dan lebih spontan dalam merekam gambar (tanpa diatur). Pendekatan ini dilakukan untuk mendapatkan kesan natural, karena obyek yang diambil adalah kisah kehidupan masyarakat di Rawa Pening. Multimedia dapat dikatakan suatu bentuk baru dalam pembuatan program-program komputer dengan penggabungan lebih dari satu media. Multimedia juga merupakan alat yang dapat menciptakan presentasi yang dinamis dan interaktif karena mengkombinasikan teks, grafik, animasi, audio, gambar dan video [4]. Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan salah satu media komunikasi massa audiovisual yang dibuat berdasarkan asas sinematografi yang direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video dan bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik dan sistem lainnya. Film berfungsi sebagai media pengantar informasi kepada masyarakat, sebagai dokumen sosial, karena melalui film masyarakat dapat melihat secara nyata apa yang 9
terjadi di tengah–tengah masyarakat,sebagai media edutainment, di mana selain mendidik film harus menghibur serta sebagai suatu produk perdagangan yang vital dan menjadi lapangan kerja yang potensial [5]. Film dokumenter merupakan salah satu genre film di mana sebutan ini pertama kali disematkan pada film karya Lumiere bersaudara bercerita tentang perjalanan. Film yang dianggap sebagai tonggak film dokumenter ini dibuat tahun 1890-an. Film dokumenter juga diartikan sebagai rekaman kejadian atau peristiwa dalam bentuk audio visual yang tercipta tanpa ada unsur rekayasa. Ada beberapa hal yang membedakan film dokumenter dengan film fiksi, yaitu subyek, pada film dokumenter memfokuskan lebih dari sekedar kondisi manusia. Film dokumenter melibatkan perasaan dan relasi. Kemudian perbedaan yang kedua dapat dilihat adalah dari segi tujuan, sudut pandang dan pendekatannya. Dalam film dokumenter, pembuat film adalah subyek dari film yang berusaha merekam fenomena sosial dan budaya dalam rangka memberi tahu kepada publik tentang apa yang sebenarnya terjadi, sehingga publik menjadi paham atau tertarik atas apa yang disampaikan dalam film dokumenter. Perbedaaan yang ketiga adalah dari bentuk, yaitu dalam film dokumenter apa yang ditampilkan bisa saja sesuatu yang sebelumnya tidak direncanakan atau sesuatu yang muncul secara spontan saat produksi. Ini berbeda dengan film fiksi yang sangat ketat terhadap naskah skenario. Keempat, teknik dan metode produksi. Dalam prduksi film dokumenter, tidak ada aktor sebagaimana film fiksi, yang ada adalah real people atau playthemselves dari orang yang ditampilkan dalam video dokumenter [6]. Potret adalah sebuah genre video dokumenter yang menceritakan sosok seseorang. Yang diangkat menjadi tema utama biasanya seseorang yang dikenal luas di dunia atau masyarakat tertentu atau seseorang yang biasa namun memiliki kehebatan, keunikan ataupun aspek lain yang menarik. Ada beberapa istilah yang merujuk kepada hal yang sama untuk menggolongkannya. Pertama, potret yaitu film dokumenter yang mengupas aspek human interest dari seseorang. Plot yang diambil biasanya adalah hanya peristiwa–peristiwa yang dianggap penting dan krusial dari orang tersebut. Isinya bisa berupa sanjungan, simpati, krtitik pedas atau bahkan pemikiran sang tokoh [7]. Sinematografi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris cinematography yang bersumber dari bahasa Yunani yang berarti kinema „gerakan‟ dan graphoo „menulis‟. Maka sinematografi dapat diartikan sebagai ilmu terapan yang membahas tentang teknik menangkap dan menggabung-gabungkan gambar sehingga menjadi rangkaian gambar yang dapat menyampaikan sebuah cerita. Sinematografi memiliki prinsip yang sama dengan fotografi yakni menangkap pantulan cahaya yang mengenai benda. Hanya saja, fotografi menangkap gambar tunggal, sedangkan sinematografi menangkap rangkaian gambar. Jadi sinematografi adalah gabungan antara fotografi dengan teknik perangkaian gambar atau dalam sinematografi disebut montase (montage) [6]. Beberapa hal yang penting dalam sinematografi dalam proses produksi film dokumenter, antara lain : a. Shot bisa diartikan sebagai bagian dari adegan, misalnya dalam produksi video dokumenter yang hendak menceritakan keceriaan, maka dapat diambil gambar suasana pagi yang cerah. b. Scene adalah hasil dari shot’s yang digabungkan atau dirangkai satu dengan yang lain. Dalam perangkaian ini dikenal istilah transisi yang digunakan untuk menggabungkan shot’s menjadi scene. c. Sequence merupakan sebuah kesatuan scene yang ditata sehingga peristiwa yang terjadi dapat dipahami secara utuh. Rangkaian scene dapat menjadi sequence karena adanya hubungan kesatuan lokasi atau kesatuan waktu [6].
10
Camera angle adalah sudut pandang dari audience, mata audience akan diwakili oleh mata kamera. Penempatan sudut pandang kamera akan mempengaruhi sudut pandang audience [5]. Secara teknis ada beberapa camera angle dan gerakan yang lazim digunakan, antara lain : 1. Penempatan kamera dari sudut pandang obyek. - Objective camera angle menggunakan prinsip kamera seolah tersembunyi. Kamera ditempatkan di satu titik dengan seolah–olah tidak mewakili siapapun. Audience tidak dilibatkan dalam adegan shot. - Subjective camera angle mengasosiasikan audience menjadi bagian yang terlibat dalam gambar yang ditampilkan. 2. Penempatan kamera dari sudut pandang audience. - Eye level adalah penempatan posisi kamera yang sejajar dengan mata subyek, hal ini akan memberi kesan relasi yang sifatnya sejajar antar subyek dan audience. - Low angle adalah penempatan posisi kamera yang lebih bawah daripada subyek. Penempatan ini memberi kesan kebesaran dari subyek yang ditampilkan. - High angle adalah penempatan posisi kamera yang lebih tinggi dari subyek sehingga memberi kesan subyek memiliki status sosial rendah, sedang bersedih, lemah dan sebagainya [6]. Proses produksi video dokumenter juga mengenal istilah shot size yang ada didalam unsur sinematografi. Shot size terbagi menjadi beberapa jenis dengan tujuan yang berbeda dalam merepresentasikan gambar kepada audience, antara lain Extreme long shot (ELS), Very long shot (VLS), Long shot (LS), Medium long shot (MLS), Medium shot (MS), Medium close up (MCU), Close up (CU), Big close up (BCU), Extreme close up (ECU) dan Over shoulder shot (OSS). Gerakan kamera selama proses produksi video dokumenter terdiri dari Panning / Pan, Tilting / Tilt, Dolly / Track, Pedestral, Crab, Crane, Zoom, Rack focus dan Trucking / Arc [5]. Aspek sinematografi juga memiliki aspek kontiniti, komposisi dan editing. Kontiniti berarti kesinambungan antar gambar yang ada di dalam film. Tujuan kontiniti dalam produksi video dokumenter adalah menjaga agar apa yang diceritakan dalam film dokumenter menjadi logis, masuk akal dan dapat diterima akal sehat, sehingga audience akan bertahan dari mulai awal video dokumenter diputar sampai film selesai. Kontiniti terbagi menjadi dua bagian, yaitu kontiniti waktu dan kontiniti ruang [6]. Komposisi berarti pengaturan dari unsur–unsur dari gambar untuk membentuk kesatuan yang harmonis dan serasi. Aspek yang terkhir adalah editing. Editing dipahami sebagai sebuah rangkaian proses memilih, mengatur dan menyusun shot–shot menjadi satu scene. Kemudian scene–scene disusun menjadi sequence. Sequence ini menjadi rangkaian dari cerita yang hendak dinarasikan dalam video dokumenter [6]. Rawa Pening berada di ketinggian antara 455 hingga 465 meter di atas permukaan laut (dpl) serta dikelilingi oleh tiga Gunung: Merbabu, Telomoyo, dan Ungaran. Letak Danau ini strategis karena berada di tepian jalan raya Nasional Semarang–Solo dan Semarang Yogyakarta, serta berada di jalan antar Ambarawa Kota Salatiga. Secara administrasi Rawa Pening berada di Kabupaten Semarang, dan daerah tangkapannya sebagian besar berada di Kabupaten Semarang serta hanya sebagian kecil berada di Kota Salatiga tepatnya wilayah kecamatan Sidomukti dan Kecamatan Argomulyo [1]. Rawa Pening selama bertahun–tahun dan turun temurun dimanfaatkan oleh penduduk sebagai sumber mata pencarian. Salah satu dari sekian banyak kegiatan yang dilakukan masyarakat setempat adalah perikanan, yang dapat dilihat dengan banyaknya keramba di perairan ini yang dibuat untuk budi daya ikan air tawar, selain dengan mendapatkan ikan 11
secara alami. Selain itu di Rawa Pening juga terdapat tanah gambut yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman, dan tumbuhan eceng gondok yang tumbuh di permukaan Rawa Pening, dan disebut sebagai tumbuhan pengganggu ini juga dapat menjadi sumber penghasilan bagi penduduk sekitar. 3. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam pengumpulan data untuk perancangan video dokumenter yang Rawa yang Menghidupi adalah metode Kualitatif. Metode Kualitatif bersifat fleksibel dan berubah-ubah sesuai dengan kondisi lapangan. Metode kualitatif menghasilkan data bukan dalam bentuk angka melainkan berupa teks, dokumen, gambar, foto maupun objek-objek yang ditemukan di lapangan selama penelitian berlangsung. Pengumpulan data yang digunakan dalam metode kualitatif, meliputi observasi dan wawancara [8]. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode linear strategy. Linear strategy atau disebut dengan strategi garis lurus, yakni menetapkan urutan logis pada tahapan perancangan sederhana yang sudah dipahami komponennya, dan telah berulangkali dilaksanakan [9]. Adapun tahap-tahap metode linear strategy dapat dilihat pada Gambar 1. TAHAP 1 Identifikasi Masalah
TAHAP 2 Perancangan Media
TAHAP 3 Pengujian
Gambar 1. Linear Strategy [9]
Tahap pertama Metode Linear diawali dengan Identifikasi masalah, yaitu dengan melihat permasalahan-permasalahan apa saja yang terdapat di Rawa Pening, setelah itu melakukan pengamatan dan observasi langsung dengan Dinas dan Masyarakat sekitar Rawa. Dari hasil wawancara tersebut didapat hasil bahwa, banyak orang yang belum mengetahui jika masyarakat sekitar sangat bergantung hidup dari hasil alam rawa pening dan dari hasil alam itulah masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan indikasi masalah tersebut, maka dilakukan pengumpulan data dengan dengan Bapak Wahyu Djatmiko, S.E., M.Par. selaku Kepala Bagian Promosi dan Informasi Dinas Pemuda dan Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Semarang untuk mendapatkan informasi mengenai pariwisata dan kehidupan yang ada disekitar Rawa Pening. Selain itu juga dilakukan pengumpulan data dengan kepala desa Asinan, yaitu Bapak Lilik Argo Lukito dan masyarakat sekitar tentang hasil alam yang ada di Rawa Pening telah di manfaatkan oleh masyarakat sekitar. Dan pada tahap ini juga dilakukan pemilihan narasumber sebagai tokoh yang akan menceritakan kegiatan saat mencari nafkah dari hasil alam di Rawa Pening. Dalam pemilihan narasumber ini mendapat beberapa rekomendasi nama dari Kepala Desa Asinan, selain itu juga melakukan wawancara kepada masyarakat sekitar sehingga didapatkan tokoh dari masing-masing pekerjaan yang hanya menggantungkan hidup dari hasil alam Rawa Pening. Setelah itu dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu melakukan proses perancangan media yang meliputi pra produksi, produksi, dan pasca produksi. Tahap selanjutnya adalah proses pengujian dari hasil perancangan video dokumenter Rawa yang Menghidupi. Perancangan Video Dokumenter meliputi pra produksi, produksi, dan pasca produksi seperti yang terlihat pada Gambar 2.
12
Ide Cerita
Konsep Storyline Pra Produksi
Treatment Storyboard Shooting Produksi Recording Audio AudioNarasi
Video Editing Pasca Produksi
Sound Editing Revisi
Evaluasi
Fix
Gambar 2 Bagan metode perancangan video dokumenter
Fase–fase yang terdapat dalam Gambar 2, antara lain : 1. Pra Produksi Informasi yang telah terkumpul pada fase pengumpulan data akan diolah di fase pra produksi. Pra produksi meliputi beberapa tahapan, yaitu perancangan ide cerita, konsep, storyline, treatment, dan storyboard. 2. Produksi Fase produksi merupakan tahap pengeksekusian terhadap fase pra produksi. Apabila fase pra produksi telah sesuai dengan ide cerita, maka fase produksi akan menjalankan apa yang telah ditetapkan pada fase pra produksi. Pada fase produksi terdapat dua tahapan, yaitu shooting dan voice recording. 3. Pasca Produksi Fase pasca produksi dapat berjalan setelah proses pada fase produksi telah selesai. Pada fase ini terdapat tahapan editing. Tahap tersebut meliputi video dan dubbing narasi yang telah direkam pada fase produksi. 4. Evaluasi Fase evaluasi merupakan fase yang dilakukan untuk evaluasi dari hasil perancangan video dokumenter Rawa yang Menghidupi. Video dokumenter ini dipresentasikan ke Dinas Pemuda dan Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Semarang. Dan dengan ahli sinematografi, yang hasilnya akan menjadi sebuah pertimbangan apakah video dokumenter ini perlu direvisi atau tidak dan jika terjadi revisi maka diulang ke proses pasca produksi. 5. Fix Fase ini merupakan fase setelah dilakukan evaluasi yang dilakukan didalam fase pasca produksi sesuai dengan hasil evaluasi sehingga tidak diperlukan lagi adanya revisi.
13
Pra Produksi adalah salah satu tahap dalam proses pembuatan film. Tahap pra produksi
merupakan tahapan persiapan atau perencanaan dalam pembuatan sebuah film. Didalam proses pra-produksi terdapat ide cerita, konsep, storyline, treatment, dan storyboard yang harus dirancang terlebih dahulu, untuk menghindari kesalahan–kesalahan dalam tahap pengambilan gambar. Ide cerita dari perancangan video dokumenter ini adalah menceritakan kehidupan masyarakat sekitar Rawa Pening, yang menggantungkan hidup dari hasil alam rawa untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Konsep dari video ini adalah bagaimana mengisahkan potret kehidupan masyarakat sekitar Rawa Pening yang memiliki keunikan, yaitu dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup sangat bergantung dari hasil alam Rawa Pening, dan dalam pengambilan video dengan menggunakan pendekatan Direct cinema sehingga didapatkan kesan yang natural dalam pengambilan video. Potret mayarakat yang akan dikisahkan, yaitu mengenai profil masyarakat yang bekerja sebagai penambang gambut, yaitu Bapak Wahono, nelayan dan budi daya ikan dalam keramba Bapak Meidi, dan pencari eceng gondok Bapak Junaedi. Narasumber tersebut dipilih karena menggantungkan kehidupan sehari hari hanya dari hasil alam Rawa. Storyline merupakan kejadian-kejadian yang dirangkai menjadi sebuah cerita yang menarik. Dalam proses pembuatan video dokumenter Rawa yang Menghidupi diperlukan adanya sebuah story line pada tahap pra produksi, sehingga proses produksi dapat berjalan dengan maksimal [6]. Berikut adalah storyline dari video dokumenter: Rawa Pening adalah danau alami yang terletak di Kabupaten Semarang, danau dengan luas 2.670 hektar ini memiliki potensi pariwisata yang menjanjikan, karena letaknya yang strategis terdapat di jalan raya Semarang-Solo dan Semarang-Yogyakarta. Hal ini juga di didukung dengan adanya beberapa tempat wisata, yaitu wisata kuliner dan wisata alam. Selain pariwisata yang ada, ternyata hasil alam Rawa Pening dapat dijadikan sebagai mata pencarian masyarakat sekitar danau. Baik itu dari tanah danau, air danau, dan tumbuhan yang tumbuh di danau Rawa Pening. Tanah Rawa Pening adalah tanah gambut yang subur dan dapat dijadikan sebagai pupuk tanaman. Bapak Wahono adalah penambang gambut di Rawa Pening, yang sudah 15 tahun menekuni pekerjaan ini. Satu perahu tanah gambut yang didapat disetorkan ke pengepul dengan harga Rp. 45.000,-. Waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi 1 perahu adalah 1 sampai 2 jam, hasil dari menambang gambut ini sudah dapat mencukupi untuk kebutuhan hidup dan ke dua anaknya. Saat ini anak sulung bersekolah di pondok pesantren dan anak bungsu pelajar SD. Selain tanah gambut, warga juga memanfaatkan air rawa untuk memelihara ikan dalam keramba. Bapak Medi adalah petani keramba di Rawa Pening, yang memiliki 7 Keramba ikan yang diisi ikan bawal, mujair, graskap, dan wader. Lama memelihara ikan sampai bisa dipanen adalah 7 bulan. Sekali panen mendapat 5 kuintal ikan, selain memelihara ikan dalam keramba, Bapak Medi juga bekerja sebagai nelayan. Prosesnya sore hari jaring dipasang , lalu pagi hari sekitar jam 6 jaring sudah bisa diambil. Ikan hasil dari keramba dan nelayan yang didapat dijual ke tengkulak dengan harga 25 ribu per kilogram. Penghasilan dari pekerjaan ini sudah dapat untuk memenuhi kebutuhan anak dan istri, bahkan untuk biaya sekolah anak sampai SMA. Di Rawa Pening juga terdapat tanaman eceng gondok, tanaman pengganggu ini ternyata juga dapat dimanfaatkan oleh warga untuk mencari nafkah. Bapak Junaedi adalah salah satu pencari eceng gondok, setiap hari Bapak Junaedi dapat menghasilkan 6 ikat eceng gondok. Eceng gondok yang didapat lalu dijual ke pengepul,dengan harga 14
Rp. 10.000,- per ikat, kemudian di pengepul eceng gondok lalu dijemur sampai kering. Setelah kering eceng gondok dijual ke pengrajin untuk dijadikan kerajinan. Hasil dari mengumpulkan eceng gondok sudah dapat untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan menyekolahkan anak di SMK dan SMP. Selain sebagai objek wisata saat akhir pekan, ternyata Rawa Pening juga mendatangkan banyak manfaat bagi masyarakat sekitar rawa. Hampir sebagian masyarakat sekitar rawa menggantungkan hidup atas hasil alam dari Rawa Pening. Sehingga keberadaan Rawa Pening sangat berperan besar untuk menghidupi masyarakat sekitar. Treatment Merupakan kerangka lengkap yang berisikan adegan-adegan disuatu tempat, oleh sebab itu treatment pun disertakan keterangan tempat dan waktu [6]. Berikut adalah treatment dari video dokumenter Rawa yang Menghidupi : 1. Scene 1 : Opening film, Day Shot : LS, MS, MCU Menampilkan perahu yang bersandar,dan view matahari terbit. Dilanjutkan dengan perahu yang didayung oleh dua orang menyusuri Rawa Pening. 2. Scene 2 : Penjelasan tentang lokasi Rawa Pening, Day Shot : LS, LS-PAN, MCU Lokasi : Rawa Pening Menampilkan tentang letak Rawa Pening yang berada di Kabupaten Semarang dan didekat jalan raya JOGLOSEMAR. 3. Scene 3 : Pariwisata di Rawapening, Day Shot : LS , MCU, CU Lokasi : Rawa Pening menampilkan tempat wisata Rawa Permai, Bukit Cinta, dan Kampoeng Rawa. 4. Scene 4 : Penjelasan oleh KaSi Promosi dan Informasi Pariwisata , Day Shot : LS , MCU, CU Lokasi : Dinas Pariwisata Kabupaten Semarang Penjelasan dari Bp. Wahyu Jatmiko, S.E. , M.Par. Tentang perkembangan pariwisata di Rawa Pening dengan visualisasi pariwisata di Rawa Pening. 5. Scene 5 : Penambang Gambut Pariwisata , Day Shot : LS , MCU, CU Lokasi : Rawa Pening Menampilkan kegiatan penambang gambut di Rawa Pening, wawancara dengan penambang gambut, dengan visualisasi proses menambang gambut. 6. Scene 6 : Budi daya ikan keramba dan nelayan Pariwisata, Day Shot : LS , MCU, CU Lokasi : Rawa Pening Menampilkan video budi daya ikan dalam keramba, dan nelayan ikan. Dan penjelasan dari salah satu warga pemilik dari keramba ikan,dan merangkap menjadi nelayan. dengan visualisasi proses pasang dan ambil jaring. 7. Scene 7 : Pencari eceng gondok Pariwisata , Day Shot : LS , MCU, CU Lokasi : Rawa Pening Menampilkan video warga yang berprofesi sebagai pencari eceng gondok, dan penjelasan proses pengambilan eceng gondok dan kegunaan eceng gondok. Dengan visualisasi prosesnya.
15
8. Scene 8 : penutup Pariwisata , Day Shot : LS , MCU, CU Lokasi : Rawa Pening Menampilkan video visualisasi pariwisata rawapening, dan hasil alam yang dimanfaatkan warga sekitar. Ternyata Selain sebagai objek pariwisata, ternyata hasil alam Rawa Pening dapat menjadi mata pencarian warga sekitar, sehingga dari hasil Rawa dapat menghidupi kebutuhan keluarga. Storyboard merupakan gambar ilustrasi yang berusaha menerjemahkan adegan–adegan yang telah dirumuskan didalam skenario didalam sebuah storyboard yang dihasilkan dapat memuat informasi mengenai pelaku, lokasi,property maupun sudut pengambilan [10]. Tabel 1 merupakan storyboard yang telah dirancang sesuai dengan treatment untuk mempermudah pengambilan video di Rawa Pening. Tabel 1 Storyboard Video Dokumenter Rawa yang Menghidupi
Scene 1
Storyboard
Shot Angle Moving Camera LS Eye Level
Duration
Keterangan
00.00.25s
Menampilkan dua orang yang sedang mendayung perahu
2
MCU Low Angle
00.01.06s
Menampilkan letak Rawa Pening yang berada di Kabupaten Semarang
3
MCU Eye Level
00.00.20s
Menampilkan tempat pariwisata Di Rawa Pening
4
CU Zoom In Eye Level
00.00.35s
Menampilkan Wawancara dengan Kepala Bagian Pariwisata dan Informasi Kabupaten Semarang
5
MCU Eye Level
00.02.15s
Menampilkan kegiatan aktifitas penambang gambut
6
CU Zoom In High Angle
00.02.15s
Menampilkan kegiatan Menangkap ikan dengan Jaring
16
7
CU Zoom In High Angle
00.03.32s
Menampilkan kegiatan Mencari eceng gondok
8
CU Zoom In Eye Level
00.00.47s
Menampilkan visualisasi dari aktifitas masyarakat Rawa Pening
Produksi adalah sebuah tahapan eksekusi dari perencanaan-perencanaan yang telah dibuat pada tahapan pra produksi. Pada proses produksi dilakukan shooting dan recording untuk narasi. Shooting adalah proses pengambilan gambar dalam bentuk video. Shooting akan dilakukan sesuai dengan shot list yang telah dirancang pada proses pra produksi, seperti yang terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Hasil Shooting
Dubbing untuk narasi akan dilakukan setelah proses shooting selesai. Narasi berfungsi sebagai pengantar dan menjelaskan alur cerita dalam video dokumenter tetapi tidak mendominasi seluruh tayangan, dan memiliki gaya cerita yang kuat [11]. Berikut adalah naskah narasi Video Dokumenter “Rawa yang Menghidupi” : “Rawa Pening adalah rawa alami yang terletak di kabupaten semarang. Rawa dengan luas 2670 hektar ini, memiliki potesi pariwisata yang menjanjikan karena letaknya yang strategis, yaitu terletak didekat jalan raya joglosemar… “ “Selain keindahan alamnya, rawa pening menyimpan beragam flora dan fauna. Salah satu flora yang berkembang pesat dirawa pening adalah enceng gondok. Saat ini sebagian besar permukaan rawa telah ditutupi oleh tumbuhan ini. Selain itu fauna yang ada di rawa pening juga beragam salah satunya adalah burung bangau…” “Tanah Rawa Pening adalah tanah gambut yang subur dan dapat berguna sebagai pupuk tanaman. Tanah ini terletak pada dasar rawa, sehingga setiap penambang memerlukan alat bantu berupa serok untuk mengambil tanah gambut. Hasil dari menambang tanah gambut ini kemudian di setorkan ke juragan. Salah satu penambang tanah gambut adalah bapak Wahono. Pekerjaan ini telah ditekuninya selama 22 tahun…” “Selain tanah gambut yang dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman, unsur yang sangat berguna di Rawa Pening adalah airnya. Air tempat habitat hidup bagi ikan sehingga tak jarang banyak nelayan dan pemancing yang mencari ikan disitu. Selain untuk habitat ikan dan memancing , air di rawa juga dimanfaatkan untuk memelihara ikan dalam keramba. Salah satu pemilik keramba di rawa pening adalah bapak Meidi. Bapak Meidi adalah pemilik keramba yang berasal dari sekitar rawa pening dan memiliki 7 keramba ikan…”
17
“Selain memanfaatkan fauna yaitu ikan, masyarakat Rawa Pening juga memanfaatkan tumbuhan yang tumbuh di Rawa Pening. Tumbuhan itu adalah enceng gondok. Walaupun tumbuhan ini sering di anggap sebagai pengganggu bagi banyak orang dan ekosistem dirawa pening. Ternyata dibalik itu semua berguna sebagai mata pencarian. Bapak Junaedi adalah salah satu pencari enceng gondok… “ “Selain sebagai objek wisata saat akhir pekan, ternyata rawa pening juga mendatangkan banyak manfaat bagi masyarakat sekitar rawa. Hampir sebagian masyarakat sekitar rawa menggantungkan hidup atas hasil alam dari rawa pening. Sehingga keberadaan rawa pening sangat berperan besar untuk menghidupi masyarakat sekitar…” Pasca produksi adalah proses akhir dari ketiga tahapan dalam pembuatan sebuah film. Pasca produksi meliputi dua proses, yaitu proses video editing dan sound editing. 4. Hasil dari Pembahasan Video dokumenter Rawa yang menghidupi berisikan informasi mengenai kehidupan masyarakat sekitar Rawa Pening yang menggantungkan hidup dari hasil alam Rawa. Gambar 5 sampai dengan Gambar 12 merupakan gambaran dari setiap scene yang ada di dalam video dokumenter Rawa yang Menghidupi yang telah dirancang sesuai dengan perencanaan. Gambar 5 merupakan gambaran dari bagian scene 1 opening video dokumenter Rawa yang Menghidupi. Pada scene ini menampilkan beberapa perahu yang masih bersandar dengan view matahari terbit, selain itu juga menampilkan kapal yang berjalan menuju ke tengah Rawa. Pengambilan video menggunakan beberapa jenis shot, antara lain long shot dan medium clouse up serta, sehingga audience dapat mengetahui gambaran sekilas tentang Rawa Pening yang akan disaksikan.
Gambar 5 Scene 1
Gambar 6 merupakan gambaran dari scene 2 mengenai penjelasan tentang lokasi Rawa pening. Pada scene ini menampilkan letak Rawa Pening yang terletak di Kabupaten Semarang, dengan pengambilan video menggunakan low angle dan long shot untuk pengambilan gambar tugu selamat datang Kabupaten Semarang dan pengambilan gambar Rawa Pening dari jalan raya JOGLOSEMAR, dengan jenis long shot dan eye angle, sehingga audience dapat mengetahui gambaran tentang letak Rawa Pening.
Gambar 6 Scene 2
Gambar 7 adalah gambaran dari scene 3 yang menampilkan suasana objek wisata di Rawa Pening yaitu Kampoeng Rawa, Bukit Cinta dan Rawa Permai dengan menggunakan medium close up dan eye angle, agar audience dapat menyaksikan suasana di objek wisata Rawa Pening.
18
Gambar 7 Scene 3
Gambar 8 merupakan penjelasan dari Kepala Bagian Promosi dan Informasi , yaitu Bapak Wahyu Jatmiko, S.E, M.Par. mengenai Pariwisata di Rawa Pening dengan menggunakan medium close up dan eye angle. dan selama penjelasan terdapat beberapa scene yang berhubungan dengan pariwisata yang sedang dijelaskan. Sehingga audience tidak merasa monoton saat mendengarkan penjelasan.
Gambar 8 Scene 4
Gambar 9 menampilkan gambaran dari scene 5 yang menceritakan kisah tentang masyarakat yang memiliki profesi sebagai penambang gambut di Rawa Pening. Dengan menggunakan medium close up, close up, serta eye angle sehingga audience dapat menyaksikan suasana kegiatan menambang gambut lewat video ini.
Gambar 9 Scene 5
Gambar 10 menampilkan gambaran dari scene 6 yang menceritakan tentang masyarakat Rawa Pening yang berprofesi sebagai nelayan dan memiliki budi daya ikan dalam keramba. video diambil menggunakan beberapa jenis shot yaitu long shot, medium close up, close up dan eye angle agar gambaran kegiatan nelayan dan budi daya ikan dalam keramba dapat tersampaikan ke audience dengan baik.
Gambar 10 Scene 6
Gambar 11 menampilkan gambaran dari scene 7, yang menceritakan mengenai kisah masyarakat yang berprofesi sebagai pencari eceng gondok di Rawa Pening. Pada scene ini menggunakan beberapa jenis shot yaitu long shot, medium close up,dan close up agar gambaran dalam kegiatan mencari eceng gondok dapat tersampaikan ke audience.
19
Gambar 11 Scene 7
Gambar 12 merupakan gambaran dari scene penutup yang berisi tentang kesimpulan tentang video Rawa yang Menghidupi yaitu selain sebagai objek wisata ternyata Rawa Pening juga memiliki hasil alam yang dapat dimanfaatkan masyarakat sekitar.
Gambar 12 Scene 8
Perancangan media yang dilakukan dapat di implementasian video dokumenter melalui salah satu televisi lokal yang ada di Semarang, yaitu Kompas TV. Selain itu juga dipublikasikan dengan cara mengunggah ke media online Youtube, dan diproduksi dalam bentuk DVD guna kepentingan menyebarkan informasi kehidupan masyarakat disekitar Rawa Pening kepada masyarakat melalui dinas terkait. Target audience dari fim dokumenter Rawa yang Menghidupi adalah masyarakat luas dengan perkiraan usia 16 Tahun hinga 60 Tahun. Pengujian video dokumenter ini menggunakan metode kualitatif, yaitu dilakukan dengan mengujikan konten dari video dokumenter ke pihak Dinas Pemuda, Olahraga,Kebudayaan, dan Pariwisata Kabupaten Semarang, yaitu Bapak Wahyu Jatmiko, S.E, M.Par selaku Kepala Bagian Promosi dan Informasi dan dengan Kepala Desa Asinan Bapak Lilik Argo Lukito. Dari hasil evaluasi didapat hasil bahwa konten, informasi, dan profil masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari Rawa Pening telah tersampaikan dengan baik sehingga video ini dapat dijadikan salah satu media informasi bagi dinas terkait dalam hal ini adalah bagian promosi dan informasi Dinas Pariwisata Kabupaten Semarang. Selain dengan Dinas Pariwisata, wawancara juga dilakukan dengan Bapak George Nicholas Huwae, S.Pd, M.Ikom selaku ahli sinematografi. Bapak George Nicholas Huwae mengatakan bahwa teknik pembuatan dari video dokumenter Rawa yang Menghidupi sudah baik, dilihat dari sinematografi, sudut pengambilan gambar tidak monoton, pencahayaan video normal, dan dalam proses editing yang dilakukan sudah baik dilihat dari transisi scene ke scene yang sesuai, intonasi suara narator terdengar jelas, backsound dari video tersebut telah sesuai. Selain melakukan pengujian secara kualitatif, kepada dua ahli tersebut juga dilakukan pengujian secara kuantitatif kepada siswa multimedia lanjut untuk mendapatkan informasi apakah kualitas video ini sudah dapat menyampaikan potret kehidupan masyarakat sekitar Rawa Pening, dan teknik dari pengambilan gambar dan proses editing sudah baik. Tabel 1 20
merupakan tabel jawaban dari setiap pertanyaan yang ada pada kuesioner. Data dari hasil Tabel akan dipresentasikan kedalam bentuk diagram. Tabel 2 Tabel Jumlah jawaban dari setiap pertanyaan kuesioner
PERTANYAAN
No
I.
A
JAWABAN B C D
E
TOTAL
Informasi umum
1
Apakah anda mengetahui film dokumenter?
4
29
12
0
0
45
2
Apakah video dengan jenis/genre dokumenter itu menarik untuk ditonton?
1
32
12
0 0
45
II.
Teknik Pengambilan dan Editing
1
Bagaimana dengan sinematografi dari film dokumenter yang telah anda saksikan?
1
28
16
0
0
45
2
Bagaimana kualitas pencahayaan dari film dokumenter tersebut?
4
22
19
0
0
45
3
Bagaimana kejelasan suara (voice) dari film dokumenter tersebut? Bagaimana transisi dari scene satu ke scene lainnya?
11
20
14
0
0
45
3
28
14
0
0
45
5
Menurut anda apakah backsound dari film dokumenter tersebut telah sesuai?
7
19
19
0
0
45
6
Menurut anda apakah subtitle , terjemahan film dokumenter tersebut sudah terlihat jelas?
8
27
10
0 0
45
10
23
12
0
0
45
12
28
5
0
0
45
4
III. 1
2
Penyampaian pesan / informasi.
Menurut anda apakah informasi dari film dokumenter tersebut telah tersampaikan dengan baik? Apakah anda setuju, film dokumenter tersebut dapat menginformasikan tentang hasil alam yang ada di Rawa Pening dapat menjadi sumber mata pencarian?
3
Apakah pesan dari film dokumenter tersebut sudah tersampaikan dengan jelas?
12
18
15
0
0
45
4
Apakah film dokumenter tersebut bisa dijadikan sebagai arsip bagi dinas terkait? TOTAL
10
22
13
0
0
45
0 0
540
83 296 161
Perhitungan pada Tabel 2 dapat dilakukan dengan melakukan perhitungan manual dengan menggunakan metode skala likert, yaitu jawaban A adalah nilai untuk Sangat Mengetahui/Sangat Menarik/ Sangat Baik/ Sangat Sesuai/ Sangat jelas/ Sangat Bisa/ Sangat Setuju. Jawaban B adalah nilai untuk Mengetahui/ Menarik/ Baik/ Sesuai/ Jelas/ Bisa/ Setuju. Jawaban C adalah nilai untuk Cukup. Jawaban D adalah nilai untuk jawaban Tidak Mengetahui/ Tidak Menarik/ Tidak Baik/ Tidak Sesuai/ Tidak Jelas/ Tidak Bisa/ Tidak Setuju. Jawaban E adalah nilai untuk Tidak Mengetahui sama sekali/ Tidak Menarik sama sekali/ Tidak Baik sama sekali/ Tidak Sesuai sama sekali/ Tidak Jelas sama sekali/ Tidak Bisa sama sekali/ Tidak Setuju sama sekali. Maka diperoleh hasil sebagai berikut.
21
Kuesioner 11.9 0
0 15.5
Jawaban A Jawaban B Jawaban C
72.5
Jawaban D Jawaban E
Gambar 13 Diagram hasil kuesioner
Diagram 1 menunjukkan nilai presentase dari kuesioner dengan rumus : 𝑇𝑗 Tk = x 100 % (𝑇𝑟 𝑥 𝑇𝑠) Keterangan : Tk : total keseluruhan jawaban (dalam %) Tj : total dari setiap jawaban Tr : total responden Ts : total soal Perhitungan presentase dari Diagram 1 adalah sebagai berikut : Jawaban A didapatkan dari perhitungan : 83 (45 𝑥 12)
Jawaban B didapatkan dari perhitungan : 296 (45 𝑥 12)
161
x 100 % = 29.8 %
Jawaban D didapatkan dari perhitungan : 0 (45 𝑥 12)
x 100 % = 54.8 %
Jawaban C didapatkan dari perhitungan : (45 𝑥 12)
x 100 % = 15.4 %
x 100 % = 0 %
Jawaban E didapatkan dari perhitungan : 0 (45 𝑥 12)
x 100 % = 0 %
Hasil dari perhitungan tersebut menunjukan 54.8% menyukai film dokumenter dan beranggapan genre video ini menarik untuk ditonton. Selain itu responden juga menilai bahwa Sinematografi, visualisasi, backsound, dan intonasi suara narasi dari video dokumenter “Rawa yang Menghidupi” sudah baik, sedangkan 29.8 % responden mengangap video dokumenter ini cukup baik, karena adanya suara wawancara dalam video tersebut yang kurang terdengar jelas. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa video dokumenter Rawa yang Menghidupi telah sesuai untuk kebutuhan penyampaian informasi kepada masyarakat dengan sinematografi, backsound, visualisasi dan narasi (voice) yang dapat mendukung video dokumenter tersebut.
22
5.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa, video dokumenter yang dirancang telah dapat memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai potret kehidupan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari hasil alam Rawa Pening. Dan hasil pengujian dari kualitas video yang telah dirancang sudah menarik karena didukung sinematografi yang baik dan proses editing transisi scene ke scene yang sesuai begitu juga intonasi dari narator yang terdengar dengan jelas. Perancangan video ini dapat menjadi salah satu media informasi yang bisa dipergunakan oleh dinas terkait. Daftar Pustaka [1] Danau Rawa Pening. http://danau.limnologi.lipi.go.id/danau/profil.php?id_danau=ja wrwpg&tab=gambaran%20umum. Diakses tanggal 26 Januari 2015. [2] Ciptadi, Agustina, 2013. Perancangan Film Dokumenter Pasar Terapung Muara Kuin di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Universitas Kristen Satya Wacana. [3] Kumala, Rosyad Cahya, 2013. Perancangan film dokumenter “Suara Bening Gitar Lokal” tentang Oox Guitar Maker Ambarawa. Universitas Kristen Satya Wacana. [4] Suyanto, 2004. Analisis dan Desain Aplikasi Multimedia untuk Pemasaran, Yogyakarta: ANDI. [5] Naibaho, Kalarensi, 2008. Film : Aset Budaya Bangsa Yang Harus Dilestarikan!, Visi Pustaka Vol.10 No.2 , http://www.pnri.go.id/majalahonlineadd.aspx?id=85. Diakses tanggal 13 Februari 2015. [6] Junaedi, Fajar, 2011. Membuat Film Dokumenter, Yogyakarta : Lingkar Media [7] Hermansyah, Kusen Dony, 2011. Tipe-Tipe (Mode) Dokumenter. http:// filmpelajar.com/berita/tipe-tipe-mode%C2%A0dokumenter. Diakses tanggal 23 Juni 2015. [8] Sarwono, Jonathan dan Hary Lubis : Metode Riset untuk Desain Komunikasi Visual, Yogyakarta - ANDI, 2007 [9] Sasongko, Aditya, 2012. Strategi Desain. http://www.slideshare.net/AdityaSasongko /12-metodologi-desain-strategi-desain. Diakses tanggal 13 Mei 2015. [10] Sukoco, Bendol. http://www.academia.edu/5703629/Storyboard_adalah_sketsa_ gambar_yang_disusun_berurutan_sesuai_dengan_naskah. Diakses tanggal 12 Juni 2015. [11] Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.(2013).Simulasi Digital jilid 2.,Jakarta: Kemdikbud. http://www.slideshare.net/efrinaldifly/simulasi-digitaljilid-2. Diakses tanggal 12 Mei 2015.
23