PERANCANGAN SISTEM PREDIKSI CUACA DENGAN METODE ADAPTIVE NEURO FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS) UNTUK KEBUTUHAN PENERBANGAN DI BANDARA JUANDA - SURABAYA Iftikar Luthfi Ramadhan, Syamsul Arifin, Bambang Lelono Widjiantoro Department of Engineering Physics, Faculty of Industrial Technology ITS Surabaya Indonesia 60111, email: iftikarluthfi, syamsul,
[email protected]
Keselamatan Penerbangan Amerika, 2007), penyebab utama kecelakaan dalam dunia penerbangan ada tiga, yaitu faktor manusia (66,7%), faktor armada (pesawat terbang) yang digunakan (27,1%), dan faktor cuaca (13,2%). Pada awal tahun 2011 saja tercatat dua insiden pesawat tergelincir yang terjadi berturut-turut selama dua hari, keduanya tergelincir saat proses mendarat ditengah cuaca buruk di bandara yang sama di Indonesia. Jika saja keadaan cuaca dapat diprediksi terlebih dahulu, pilot akan bisa mempelajari keadaan dengan lebih hati-hati, dan tentunya kemungkinan terjadinya kesalahan saat operasi bisa dikurangi. Sebenarnya Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memprediksi cuaca untuk penerbangan dengan metode statistik, namun kemungkinan salah prediksi terhadap kondisi cuaca masih besar dikarenakan adanya faktor alam yang terlalu kompleks untuk bisa didekati secara rumus matematik (Syamsul Arifin, 2009). Poin tersebut merupakan salah satu kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian sebelumnya yaitu peramalan cuaca dengan pendekatan non-linier fuzzy clustering (Syamsul Arifin, 2007), dimana metode ini mampu melakukan prediksi sebanayak 211 prediksi dengan tepat untuk data uji sebanyak 304 hari. Selanjutnya prediksi kecepatan angin dengan menggunakan logika fuzzy (Ilham Yorinda, 2010), dimana telah mampu melakukan prediksi sebanyak 243 prediksi dengan tepat untuk data uji sebanyak 365 hari. Penelitian kali ini bertujuan untuk memprediksi kondisi cuaca yang berhubungan dengan penerbangan, dimana variabel yang akan diprediksi adalah visibilitas, arah dan kecepatan angin, serta curah hujan. Ketiga variabel pertama akan dijadikan logika penalaran untuk kelayakan suatu penerbangan, dan curah hujan hanya digunakan untuk kebutuhan prediksi saja. Metode yang digunakan merupakan gabungan dua metode yaitu logika fuzzy yang mampu menggunakan variabel linguistik sebagai salah satu data base dalam pengambilan keputusan untuk prediksi cuaca dan jaringan syaraf tiruan yang mempunyai kemampuan untuk beradaptasi karena variabel-variabel atmosfir yang bersifat non-linier. Kedua metode itu akan digabungkan dalam metode Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) dengan tujuan untuk mempertinggi tingkat ketepatan prediksi cuaca tersebut.
Abstrak---Cuaca memegang peranan penting dalam dunia penerbangan, dimana sebanyak 13% kecelakaan pesawat diakibatkan oleh faktor cuaca. Untuk mengurangi angka tersebut diperlukan adanya tindakan antisipasi terhadap bahaya yang akan ditimbulkan oleh cuaca dalam suatu penerbangan. Prediksi cuaca telah menjadi langkah antisipasi sejak lama, namun hal tersebut masih berupa pendekatan statistik. Sedangkan cuaca sendiri merupakan faktor alam yang terlalu kompleks untuk pendekatan macam itu, sehingga diperlukan metode lain yang berbasis kepakaran yang mampu menganalisa gejala non-linier pada atmosfer. Variabel curah hujan harian, visibilitas, kecepatan, dan arah angin diprediksi dengan menggunakan model ANFIS. Variabel curah hujan diprediksi melalui nilai suhu dan kelembaban rata-rata per hari, sedangkan 3 variabel lainnya diprediksi berdasarkan nilai dari masing-masing variabel di waktu lampau. Didapat model terbaik untuk prediksi curah hujan esok hari dengan RMSE sebesar 0.10253 mm/hari. Untuk prediksi visibilitas 1-6 jam kedepan didapat RMSE sebesar 0.13472 – 0.24209 km, kecepatan angin didapat RMSE sebesar 0.096381 – 0.14262 knots, sedangkan untuk arah angin didapat RMSE sebesar 0.24408 – 0.27355 rad. Kata kunci : ANFIS, angin, curah hujan, kelayakan penerbangan, visibilitas.
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sistem prediksi cuaca konvensional merupakan salah satu persamaan matematis paling kompleks yang dapat diselesaikan oleh komputer. Kuantitas data dalam jumlah besar, yang berasal dari satelit, stasiun darat dan sensor yang terletak di seputar planet kita ini memberikan informasi yang dibutuhkan untuk peramalan kondisi cuaca pada hitungan beberapa jam kedepan. Semakin berkembangnya kebutuhan manusia, mengakibatkan semakin banyaknya tuntutan dari berbagai pihak yang membutuhkan informasi kondisi atmosfer yang lebih cepat, lengkap, dan akurat. Dalam perkembangannya kini, data laporan cuaca bisa memberikan prakiraan cuaca pada 24, 48, dan 72 jam kedepan untuk cakupan area yang luas (Pasero, 2004). Dalam bidang transportasi udara, cuaca sangat berpengaruh terhadap aspek keselamatan, sehingga prediksi yang akurat akan sangat membantu untuk mengurangi angka kecelakaan yang diakibatkan oleh faktor cuaca. Berdasarkan data dari FAA (Federasi
B. Permasalahan Permasalahan dari penelitian ini adalah bagaimana merancang sistem prediksi cuaca menggunakan Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS), yang selanjutnya bisa didapatkan rekomendasi untuk kelayakan penerbangan di Bandara Juanda Surabaya.
1
C. Batasan Masalah Batasan permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Data yang diambil berupa data cuaca untuk penerbangan dari BMKG di bandara Juanda – Surabaya. 2. Obyek analisa yaitu di wilayah bandara Juanda – Surabaya, sehingga hasil prediksi cuaca hanya terbatas pada daerah pengambilan data saja. 3. Variabel cuaca penerbangan yang akan diprediksi yaitu, kecepatan angin, arah angin, visibilitas, serta curah hujan. 4. Penentuan model terbaik, didasarkan pada nilai RMSE. Model yang dipilih adalah yang mempunyai RMSE terkecil. 5. Cuaca penerbangan yang dimaksud adalah cuaca yang diperuntukkan khusus untuk dunia penerbangan, yaitu informasi cuaca pada saat lepas landas dan mendarat. 6. Standard kelayakan penerbangan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Civil Aviation Safety Regulation (CASR), dimana Air Traffic Controller (ATC) sebagai pemegang kewenangan dalam lepas landas dan pendaratan pesawat terbang.
Gambar 1 Fungsi keanggotaan Gaussian Fungsi Gaussian pertama-tama akan dipakai sebagai fungsi keanggotaan dari masukan, dan kita tentukan sekehendak kita parameter awal σ, c dan jumlah himpunan fuzzy masukan. Nantinya parameter premis σ, c akan berubah seiring dilakukannya pembelajaran. Struktur ANFIS
Struktur ANFIS yang menggambarkan sistem fuzzy TSK seperti yang bisa digambarkan dalam diagram blok atau disebut arsitektur jaringan syaraf feedforward seperti ini:
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah dapat merancang sistem prediksi cuaca menggunakan Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS), sehingga bisa didapatkan rekomendasi untuk kelayakan penerbangan di Bandara Juanda Surabaya. Manfaat dari penelitian ini adalah pihak manajemen bandara (ATC) dan pilot dapat terbantu dalam pengambilan keputusan untuk melakukan lepas landas atau pendaratan pesawat.
A1
XY
W1
X
Π
W1'
N
A2
XY
B1
II TEORI PENUNJANG
Π
N W2
Y
Σ
W2'
B2
A. Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) ANFIS adalah penggabungan mekanisme fuzzy inference system yang digambarkan dalam arsitektur jaringan syaraf. Sistem inferensi fuzzy yang digunakan adalah sistem inferensi fuzzy model Tagaki-Sugeno-Kang (TSK) orde satu dengan pertimbangan kesederhanaan dan kemudahan komputasi. Salah satu contoh ilustrasi mekanisme inferensi fuzzy TSK orde satu dengan dua masukan x dan y serta keluaran f. Ketiga variable tersebut memiliki nilai parameter awal untuk mendefinisikan derajat keanggotannya pada logika fuzzy, parameterparameter itulah yang akan melalui proses pembelajaran seperti pada arsitektur jaringan syaraf. Parameter akhir yang didapat akan dioperasikan untuk mendapatkan nilai keluaran f.
Gambar 2 Struktur ANFIS 5 Lapisan Maka terlihat strukrur ANFIS seperti jaringan syaraf (neural-network). Pada Gambar 2 terlihat sistem neuro-fuzzy terdiri atas lima lapisan dengan fungsi yang berbeda untuk tiap lapisannya. Tiap lapisan terdiri atas beberapa simpul yang dilambangkan dengan kotak atau lingkaran. Lambang kotak menyatakan simpul adaptif artinya nilai parameternya bisa berubah dengan pembelajaran dan lambang lingkaran menyatakan simpul nonadaptif yang nilainya tetap. B. Algoritma Pembelajaran Hybrid Pembelajaran ANFIS adalah pengubahan parameter fungsi keanggotaan masukan dan keluaran dengan menggunakan algoritma perambatan balik atau algoritma hybrid. Algoritma hybrid adalah gabungan antara algoritma backpropagation dan RLSE (Recursive Least Squares Estimator) yang digunakan untuk memperbaharui parameter premis.
Fungsi Keanggotaan ANFIS
Fungsi keanggotaan fuzzy masukan (premis) yang digunakan adalah fungsi Gaussian yang dirumuskan. (2.1)
2
f
mendarat dengan memperhitungkan kecepatan angin yang sedang terjadi, sedangkan selama perjalanan dimanfaatkan untuk mempertahankan posisi pesawat saat di udara. Perubahan arah dan kecepatan angin permukaan yang signifikan dilaporkan seketika itu juga untuk keselamatan penerbangan saat lepas landas maupun mendarat. Pesawat terbang akan melakukan pendaratan dan lepas landas menuju arah datangnya angin, namun juga memperhatikan landasan contoh: Pada landasan yang memenjang dari barat hingga timur Jika angin berasal dari barat maka pesawat akan lepas landas maupun landing menujubarat Jika angin berasal dari timur maka pesawat akan lepas landas maupun landing menuju timur Angin kencang bukan menjadi kendala utama penerbangan di bandara juanda – Surabaya, karena angin kencang (19 – 30 Knot) yang terjadi di area bandara Juanda – Surabaya hanya terjadi kurang dari 3 menit, namun tetap menjadi salah satu syarat kelayakan pendaratan dan lepas landas demi keselamatan penerbangan . Bandara Juanda Surabaya terletak membentang dari sisi timur ke barat pada radius 280 dan radius 100, sehingga pengukuran kecepatan angin dilakukan pada ujung run way r28 dan r10, hal ini dilakukan karena pengukuran di kedua titik tersebut berbeda satu sama lain yang disebabkan karena panjang runway 3500 m sehingga menyebabkan bentuk lintasan yang sedikit melengkung (bentuk bumi). Pengukuran di 2 titik tersebut diperlukan karena mempengaruhi take off dan landing pesawat dari dan ke arah mana.
Tabel 1 Proses Pembelajaran Hybrid ANFIS Langkah maju Langkah mundur Tetap Gradient Descent Parameter Premis RLSE Tetap Parameter konsekuen Keluaran Simpul Laju kesalahan Sinyal ANFIS dilatih dengan algoritma pembelajaran hybrid, yang terdiri dari dua langkah, yaitu langkah maju dan langkah mundur. Pada langkah maju, masukan jaringan akan merambat maju sampai pada lapisan keempat, parameter premis tetap, sedangkan parameter konsekuensi diidentifikasi dengan metode RLSE. Dengan parameter premis tetap (maka wi juga tetap), dan keluaran keseluruhan dapat dinyatakan dengan kombinasi linier dari parameter konsekuensi. Masukan jaringan akan merambat maju sampai pada lapisan keempat, dimana parameterparameter p, q dan r akan diidentifikasi. Pada langkah backpropagation (error) antara keluaran yang diinginkan dan keluaran aktual dirambatkan mundur sedangkan parameter premis diperbaharui dengan metode gradient descent. C. Cuaca dan Pengaruhnya Terhadap Penerbangan Cuaca adalah keadaan udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit dan pada jangka waktu yang singkat. Cuaca itu terbentuk dari gabungan unsur cuaca dan jangka waktu cuaca bisa hanya beberapa jam saja. Di Indonesia keadaan cuaca selalu diumumkan untuk jangka waktu sekitar 24 jam melalui prakiraan cuaca hasil analisis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Departemen Perhubungan. Cuaca Penerbangan adalah cuaca yang diperuntukan khusus untuk dunia penerbangan, baik untuk saat lepas landas, mendarat maupun selama penerbangan. Informasi cuaca ini diberikan setiap waktu pada saat pesawat akan merencanakan penerbangan yang disesuaikan dengan jadwal penerbangan. Informasi cuaca pada saat lepas landas, selama perjalanan dan mendarat meliputi beberapa unsur cuaca, yaitu suhu udara, tekanan, angin, kelembaban, dan curah hujan.
Pengaruh Jarak Pandang Terhadap Penerbangan
Untuk pesawat yang tidak otomatis, informasi jarak pandang sangat diperlukan dalam hal pendaratan, baik jarak pandang vertikal maupun horizontal, 1. Jarak pandang vertikal : erat kaitannya dengan saat pesawat akan melakukan pendaratan saat masih di udara, hal ini pentig untuk mengetahui posisi dan sisa runway landasan agar pendaratan dapat dilakukan dengan tepat. 2. Jarak pandang horizontal : erat kaitannya dengan saat pesawat sudah mulai mendarat di dekat permukaan Faktor yang mempengaruhi jarak pandang disebabkan oleh kondisi cuaca buruk. Di bandara juanda kondisi cuaca diukur menggunakan radar dan software.
Pengaruh Angin Terhadap Penerbangan
Angin terjadi akibat adanya perbedaan tekanan. Udara bergerak dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Perbedaan tekanan disebabkan oleh adanya perbedaan suhu, dan besar perbedaan itulah yang menentukan besar kecilnya aliran udara. Klasifikasi kecepatan angin menurut definisi dari BMKG terlihat seperti pada Tabel .
D. Kelayakan Penerbangan Berdasarkan informasi dari regulator Bandara Juanda Surabaya, kelayakan penerbangan dinilai dari dua faktor, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam berasal dari armada pesawat itu sendiri, baik itu berupa kesiapan armada, awak pesawat, muatan pesawat, dokumen dan sertifikat kapal. Sedangkan faktor luar dipengaruhi oleh faktor alam, dalam hal ini cuaca penerbangan. Keadaan cuaca yang sangat mempengaruhi kelancaran penerbangan adalah angin, jarak pandang, serta awan. Khusus untuk kebutuhan lepas landas dan pendaratan di bandara, kecepatan angin, arah angin, serta jarak pandang menjadi acuan utama untuk menentukan apakah suatu pesawat dikatakan layak untuk lepas landas atau mendarat di bandara tersebut.
Tabel 2 Definisi Angin Menurut BMKG
No 1 2 3 4
Jenis Angin Angin Ringan Angin Sedang Angin Kencang Angin Sangat Kencang
Kecepatan 1 - 5 Knot 6 – 18 Knot 19 – 30 Knot > 35 Knot
Unsur arah angin diperlukan untuk menentukan dari mana dan kemana pesawat akan lepas landas maupun
3
Peralatan ILS dilengkapi dengan PIR (Portable ILS Receiver) yang terpisah dari sistem monitor ILS dan berfungsi untuk menerima dan memonitor sinyal pancaran dari pemancar Localizer pada titik-titik yang telah ditentukan (check point) dengan acuan garis tengah landas pacu, sehingga apabila di tiap-tiap derajat pada titik-titik tersebut ditemukan nilai yang tidak semestinya, dapat segera dilakukan pengukuran oleh teknisi.
Ketentuan kelayakan keadaan angin dan jarak pandang pada tiap bandara berbeda-beda, tergantung spesifikasi teknis dari bandara itu sendiri. Untuk Bandara Juanda yang landasannya membentang sepanjang 2.300 m dari barat ke timur memiliki kondisi cuaca minimal sendiri sesuai dengan kondisi landasan serta alat bantu navigasi pesawat untuk pendaratan atau Instrument Landing System (ILS) kategori I. Arah angin akan menentukan arah landasan mana yang akan digunakan untuk mendarat dan lepas landas. Pesawat selalu lepas landas dan mendarat menuju arah datangnya angin (berlawanan). Uniknya pada Bandara Juanda, arah landasan yang berbeda memiliki kriteria jarak pandang minimal yang berbeda pula. Hal itulah yang mendasari pertimbangan dalam menentukan suatu pesawat dikatakan layak atau tidak untuk lepas landas dan mendarat di Bandara Juanda pada waktu tertentu.
III METODOLOGI PENELITIAN A. Alur Penelitian Pada bagian ini akan dibahas tentang langkahlangkah penelitian dan perancangan model ANFIS yang digunakan untuk memprediksi cuaca penerbangan di langit daerah Bandara Juanda Surabaya. Adapun alur penelitian dapat dilihat pada blok diagram dibawah ini,
Tabel 3 Kondisi Cuaca Minimal ATC Juanda Landasan Jarak Pandang Wind Maksimal (Runway) Minimal ≥1600m 18 Knot RW – 10 ≥1600m 18 Knot RW - 28 Dari Tabel dapat dilihat bahwa jika angin bertiup cenderung dari timur ke barat, maka landasan yang digunakan adalah RW – 10, dimana memiliki jarak pandang minimal sejauh 1600m dan kecepatan angin maksimal 18 Knot. Sedangkan jika angin bertiup cenderung dari barat ke timur, maka landasan yang digunakan adalah RW – 28, dimana memiliki jarak pandang minimal yang lebih ketat yaitu sejauh 1600m dan kecepatan angin maksimal 18 Knot. E. Instrument Landing System (ILS) ILS adalah sebuah alat Bantu pendaratan yang bekerja untuk memberikan panduan secara akurat pada garis tengah landas pacu, sudut pendaratan dan memberikan informasi jarak kepada penerbang untuk melakukan pendaratan dalam segala cuaca. Instrument Landing System, dalam kerjanya merupakan gabungan dari beberapa peralatan pemancar gelombang radio yang membentuk satu konfigurasi sistem dengan fungsi dan kegunaan yang berbeda. Peralatan ILS yang terdiri dari :Localizer, Glide Path, Inner Marker, Middle Marker dan Outer Marker, seperti yang terlihat pada Gambar .
Gambar 4 Alur Penelitian B. Pengambilan dan Pengolahan Data Dalam penelitian ini, digunakan data berupa kondisi meteorologi di wilayah Bandara Juanda. Terdapat 6 variabel cuaca yang digunakan, yaitu : kecepatan angin (knots), arah angin (degree), suhu udara (0C), jarak pandang (km), kelembaban (%), dan curah hujan (mm/day). Keenam variabel cuaca ini diukur oleh BMKG Juanda sebagai bagian dari Automated Weather Observed System (AWOS). Semua variabel ini kemudian direkam dengan interval 1 jam selama 4 tahun yaitu dari mulai 1 Januari 2007 s/d 31 Desember 2010, kecuali untuk variabel curah hujan yang direkam dengan interval 1 hari. Koordinat Pengambilan data ini adalah 70 23’ 03’’70S LS dan 1120 47’ 02’’68E BT pada ketinggian 2,8 m dari permukaan laut.
Gambar 3 Pola sinyal localizer dan glideslope
4
Generalized-Bell. Keluaran dirumuskan dengan:
Data yang didapat kemudian dibagi menjadi dua, yaitu data yang digunakan untuk training serta data yang akan digunakan untuk validasi. Untuk data yang akan digunakan sebagai data training dipilih pada tahun 2007 s/d 2009, sedangkan yang akan digunakan sebagai validasi adalah data pada tahun 2010.
lapisan
pertama
dapat (3.1) (3.2)
Tabel 4 Persiapan Data ANFIS ANFIS
Curah hujan (Multivariate)
Curah hujan (Time series)
Jarak pandang n jam kedepan Kecepatan angin n jam kedepan Arah angin n jam kedepan
Data Masukan Temperatur rata-rata per hari Kelembaban rata-rata per hari Curah hujan hari ini Curah hujan kemarin Jarak pandang (t) jam Jarak pandang (t-n) jam Kecepatan angin (t) jam Kecepatan angin (t-n) jam Arah angin (t) jam Arah angin (tn) jam
Data Keluaran
Curah hujan besok
Jumlah Data Training
Jumlah Data Validasi
1096
365
A1
XY
W1
X
Π
W1'
N
A2
XY
B1
Π
f
N W2
Y
Σ
W2'
B2
Curah hujan besok
1096
Jarak pandang (t+n) jam
26304
8760
Kecepatan angin (t+n) jam
26304
8760
Arah angin (t+n) jam
26304
8760
365
Gambar 5 Struktur ANFIS 2 masukan Lapisan kedua adalah simpul nonadaptif. Simpul ini mengalikan setiap sinyal masukan. (3.3) Lapisan ketiga menampilakan fungsi derajat ternormalisasi (normalized firing strength) (3.4) Lapisan keempat merupakan lapisan yang adaptif. Pada lapisan ini terdapat aturan-aturan fuzzy. Parameter konsekuen dapat berubah dengan pembelajaran. Aturan pada lapisan ini adalah:
Dilakukan eksperimen dengan berbagai model ANFIS. Hal yang mempengaruhi dari model ANFIS ini adalah jenis serta jumlah masukan jaringannya. Ada dua macam model ANFIS yaitu, ANFIS time series dan ANFIS multi variate. ANFIS time series menggunakan masukan data yang sama dengan keluaran, akan tetapi berbeda dalam kerangka waktunya. Variabel cuaca yang akan dimodelkan adalah kecepatan angin, arah angin, jarak pandang permukaan, serta curah hujan. Ketiga variabel pertama akan diprediksi dalam waktu 1, 3, 5, dan 6 jam kedepan. Sedangkan curah hujan hanya memprediksi 1 hari kedepan. Sebagai masukanan adalah data dari masing-masing variabel pada saat ini dan n jam/hari kebelakang. Untuk ANFIS multi variate, menggunakan variabel masukan yang berbeda dengan variabel keluaran yang akan dimodelkan. Variabel lain tersebut dianggap mempunyai pengaruh dalam pergerakan variabel keluaran, sehingga dimodelkan untuk dijadikan prediksi nilai diwaktu yang akan datang. Variabel keluaran yang dimodelkan dengan multi variate adalah curah hujan.
Aturan 1 =
Aturan 2 =
Aturan 3 =
Aturan 4 =
Dan Lapisan kelima adalah lapisan nonadaptif yang fungsinya menjumlahkan semua masukan: (3.5) Digunkan metode Backpropagation Gradient Descent dan Recursive Least Square Estimator (RLSE) untuk pembelajaran. Alogaritma ini dimulai dengan masukan diberikan kepada jaringan. Setelah itu dilakukan penetapan nilai awal parameter premis, dimana parameter ini akan diperbarui sejalan dengan pembelajaran yang dilakukan. Fuzifikasi dilakukan untuk mentransformasikan sinyal masukan yang bersifat crisp ( bukan fuzzy ) ke himpunan fuzzy dengan menggunakan operator fuzzifikasi. Fuzzy AND function yaitu mengalikan semua sinyal masukan. Normalized firing strength yaitu rasio keluaran simpul ke-i pada lapisan
C. Perancangan Model ANFIS Digunakan bantuan software MATLAB 7.8 untuk membuat model ANFIS. Arsitektur jaringan dapat dilihat pada gambar 3.2. X dan Y merupakan masukan jaringan,sedangkan Z merupakan keluaran jaringan. Terdapat 5 lapisan pada arsitektur ANFIS ini. Lapisan pertama merupakan simpul adaptif, dimana parameter premis dapat berubah. Masing-masing node merupakan fungsi keanggotaan dari masukannya. Fungsi keanggotaan yang digunakan adalah fungsi
5
menunjukkan jumlah data dan jumlah kolom menunjukkan jumlah variabel, sedangkan pada kolom terakhir merupakan variabel target keluaran jaringan. Selanjutnya digunakan anfis editor matlab untuk merancang model jaringan. Syntax anfisedit diketikkan pada command window dan data dimasukankan ke dalam jaringan ini dan akan nampak seperti pada Gambar 3.4 . Kemudian ditentukan tipe dan jumlah fungsi keanggotaan dari masukan dan fungsi keanggotaan keluaran. Fungsi keanggotaan masukan adalah gaussmf dan keluaran adalah linear. Untuk pembelajaran digunakan kombinasi dari backpropagation dan RLSE, untuk itu dipilih hybrid pada anfis editor. Setelah itu ditentukan jumlah iterasinya dan diatur nilai error sama dengan nol dan langsung dilakukan pembelajaran dengan meng-klik train now.
sebelumnya terhadap seluruh keluaran lapisan sebelumnya. Selanjutnya dilakukan inisialisasi parameter konsekuen dan penetapan fuzzy rule base. Dan pada simpul terakhir dilakukan agregerasi yaitu semua masukanan dijumlahkan. Setelah didapatkan hasil keluara simpul maka dihitung nilai RMSE-nya, apabila tidak sesuai dilakukan pembaruan parameter premis dengan alogaritma backpropagation dan pembaruan parameter konsekuen dengan recursive LSE. Alogaritma pembelajaran pada ANFIS dapat diketahui pada diagram blok di bawah ini. Start
Input
Insialisasi parameter premis
Fuzzifikasi Pembelajaran dengan alogaritma RLSE
Fuzzy AND Function
Normalized Firing Strengths
Insialisasi parameter konsekuen
Pembelajaran dengan alogaritma Backpropagation
Fuzzy Rule Base
Aggregeration
Penghitungan nilai RMSE
Gambar 7 Contoh ANFIS Editor MATLAB tidak
Sesuai? ya Model ANFIS
Stop
Gambar 6 Alogaritma pembelajaran pada model ANFIS Selanjutnya jaringan adaptif tersebut dapat kita latih untuk mendapatkan nilai parameter premis. Dengan permisalan b = 1, maka nilai a dan c dapat dihitung dengan cara
Gambar 8 Menentukan MF masukan dan keluaran
(3.6) Untuk melakukan perbaikan a dan c tersebut, digunakan model propagasi error dengan konsep gradient descent. Parameter-parameter ini dinamakan dengan parameter premis dimana nilainya akan berubah dengan dilakukannya pembelajaran. Misal jaringan adaptif mempunyai 5 lapisan seperti pada Gambar 3.2 di atas, terdapat (L) neuron pada lapisan ke-L, maka jumlah kuadarat error (SSE) pada lapisan ke-L data ke-p, 1≤ p ≤ N, adalah (3.7) MATLAB : Langkah-langkah yang dilakukan untuk memodelkan cuaca penerbangan menggunakan software matlab adalah sebagai berikut, yang pertama dilakukan adalah mempersiapkan data masukan-keluaran untuk jaringan pada workspace matlab. Jumlah baris
Gambar 9 Contoh struktur ANFIS
6
Gambar 3.5 merupakan fungsi keanggotaan yang ditentukan pada awal dan setelah dilakukan pembelajaran parameter premis akan berubah. Untuk struktur jaringan dapat dilihat pada Gambar 3.6. Pada gambar tersebut terdapat 2 masukan dan masing-masnig masukan mempunyai 3 fungsi keanggotaan. Jaringan ini memiliki 1 keluaran. Selanjutnya adalah gambar rule viewer dimana kita bisa melihat hasil keluaran jaringan dengan memberikan nilai random pada masukanan.
IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Curah Hujan Pada perancangan model curah hujan dibandingkan antara model multivariate dan time-series. Kedua model tersebut berbeda dalam penggunaan prediktor, dimana multivariate menggunakan variabel lain sebagai prediktor sedangkan time-series menggunakan variabel yang sama namun berbeda kerangka waktunya.
Gambar 12 Curah hujan dengan model ANFIS multivariate Gambar 10 Contoh rule viewer FIS Pada model multivariate, digunakan 2 variabel berbeda yang menjadi masukan jaringan yaitu variabel temperature (oC) dan kelembaban udara(%) dimana nilainya merupakan rata-rata per hari. Sedangkan yang menjadi keluaran jaringannya adalah nilai curah hujan pada esok hari (mm/hari). Pertimbangan pemilihan kedua variabel tersebut sebagai masukan adalah, keduanya mempengaruhi secara langsung proses terbentuknya hujan. Kelembaban udara menunjukkan jumlah kandungan air (uap air) di udara, dan temperature mempengaruhi terjadinya penguapan air serta pemicu terpecahnya endapan sehingga menjadi hujan yang turun ke permukaan bumi. Pada Gambar dapat terlihat bahwa model ANFIS multivariate memiliki kesamaan pola dengan nilai curah hujan aktual, nilai dari model prediksi mengikuti perubahan yang terjadi pada titik tertentu meskipun tidak memiliki amplitudo yang sama. Hipotesa awal, hal tersebut dikarenakan kondisi curah hujan aktual yang berubah-ubah dengan cepat tiap harinya bahkan dapat dikatakan berubah secara ekstrim. Hal itulah yang mengakibatkan model ANFIS tidak bisa mengikuti secara baik. Disamping itu terdapat perbedaan besaran dan skala antara ketiga variabel masukan dan keluaran yang digunakan, temperature memiliki rentang 24 – 31oC, kelembaban udara 60 – 95%, dan curah hujan sebagai keluaran mempunyai skala antara 0 – 93.7 mm/hari. Jaringan ANFIS sensitive terhadap perbedaan besaran dan skala (Edvin Aldrian, 2008), oleh karena itu sebelum proses training dilakukan standardisasi skala dari masingmasing satuan yang awalnya mempunyai rentang yang berbeda-beda menjadi seragam semua dengan rentang antara 0 – 1. Dengan dilakukan standardisasi skala, dapat meningkatkan performa jaringan dari awalnya mempunyai RMSE yang besar menjadi bernilai relatif rendah yaitu sekitar 0.10253mm/hari.
Aturan dari jaringan dapat diatur pada rule editor seperti pada gambar di bawah ini. Pada contoh ANFIS ini terdapat 9 aturan yang dapat dilihat pada Gambar 3.8.
Gambar 11 Contoh rule editor D. Implementasi Model Pada Software Prediktor Java Setelah model cuaca didapatkan dan telah diuji validitasnya maka model tersebut diimplementasikan ke dalam bentuk software prediktor cuaca. Digunakan bahasa pemrograman Java untuk membangun software ini. Pemilihan bahasa pemrograman ini dikarenakan aplikasi yang terlahir nanti dapat digunakan dimana saja, maksudnya bahasa pemrograman Java tidak memerlukan penyesuaian yang rumit untuk dapat digunakan di desktop, website, ataupun media mobile seperti ponsel. Karena salah satu tujuan jangka panjang penelitian ini adalah mempermudah pihak yang berhubungan dengan transportasi udara untuk mengakses informasi penerbangan, sehingga pemrograman yang aplikatif pada multiplatform menjadi pilihan.
7
Pada model untuk memprediksi visibilitas 1 jam kedepan (t+1), digunakan variabel masukan yaitu visibilitas saat ini (t) dan juga visibilitas pada satu jam sebelumnya (t-1). Dapat terlihat bahwa model dapat memprediksi dengan baik, pola yang terjadi sepanjang tahun 2010 dapat diikuti dengan baik. Namun masih ada kekurangan yaitu amplitude belum dapat mengikuti secara sempurna. Gambar menunjukkan hasil simulasi dari prediksi visibilitas untuk 1 jam kedepan.
Gambar menjelaskan hasil simulasi model ANFIS timeseries. Pada model tersebut, jenis variabel masukan dan keluaran adalah sama yaitu curah hujan, namun berbeda secara waktu. Sebagai masukan, digunakan data curah hujan pada hari ini (t) dan hari sebelumnya (t-1) untuk memprediksi nilai curah hujan di keesokan harinya (t+1). Pemilihan variabel masukan semacam ini merupakan metode yang lazim digunakan pada ANFIS model timeseries. Maksud dari metode ini adalah untuk menyelidiki trend perubahan nilai curah hujan dari (t-1) menuju ke (t), lalu pola perubahan yang didapat digunakan untuk memetakan prediksi curah hujan pada (t+1).
Gambar 14 Prediksi visibilitas 1 jam kedepan dengan model ANFIS timeseries Untuk prediksi 3 jam kedepan (t+3), 5 jam kedepan (t+5), dan 6 jam kedepan (t+6), dilakukan perancangan dengan dua model yang berbeda. Untuk perbandingan lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel .
Gambar 13 Curah hujan dengan model ANFIS timeseries Dapat kita amati pada Gambar , prediksi dari model ini mempunyai pola yang sama dengan curah hujan aktual. Namun, pola prediksi selalu terlambat dari keadaan sebenarnya. Dalam kasus ini model ANFIS mengikuti pola satu hari dibelakangnya dan masih menyimpan memori tersebut, sehingga nilai prediksi satu hari berikutnya akan tampak sama dengan nilai aktual pada hari ini. Model ini memiliki nilai RMSE sebesar 0.10529 mm/hari. Tabel 5 Perbandingan model ANFIS multivariate dan timeseries ANFIS
Data masukan
Curah Hujan Multi Variate Curah Hujan Time Series (Day)
Suhu udara rata-rata Kelembaban rata-rata Curah hujan (t-1) hari Curah Hujan (t)hari
Jmlh data training
Jmlh data validasi
RMSE training
RMSE Val
1096
365
0.10253
0.10675
(a) 1096
365
0.10529
0.1087
B. Visibilitas Pada perancangannya, model prediksi visibilitas hanya menggunakan ANFIS timeseries saja. Model digunakan untuk dapat memprediksi visibilitas pada 1 jam kedepan (t+1), 3 jam kedepan (t+3), 5 jam kedepan (t+5), dan 6 jam kedepan (t+6). Keempat waktu tersebut dijadikan variabel keluaran dalam jaringan. Sedangkan sebagai masukan digunakan variabel visibilitas pada saat ini (t) dan juga visibilitas pada n jam sebelumnya (t-n). Selanjutnya akan dibahas kombinasi variabel masukan yang digunakan untuk setiap variabel keluaran yang berbeda.
(b) Gambar 15 (a)Prediksi visibilitas 3 jam kedepan model 1, (b) Prediksi visibilitas 3 jam kedepan model 2
8
Pada Gambar dapat dilihat perbandingan antara kedua model dalam memprediksi visibilitas 3 jam kedepan (t+3). Antara model 1 dengan model 2, didapat hasil bahwa model 2 memiliki rentang hasil prediksi yang lebih lebar dibandingkan dengan model 1. Model 2 memiliki rentang 4.22-9.97 km, sedangkan model 1 memiliki rentang 5.28-9.78 km. Rentang yang lebih lebar menunjukkan bahwa nilai prediksi lebih bisa mengikuti sistem, sehingga amplitude pada tiap perubahan pola lebih mendekati nilai aktualnya. Dari fakta ini, maka didapat hasil bahwa ukuran data yang digunakan untuk training mempengaruhi performansi sistem prediksi yang akan terbentuk..
ANFIS
Model 1 Visibilitas (t) Visibilitas (t-6) Visibilitas Model 2 6 jam Visibilitas (t) kedepan Visibilitas (t-1) (t+6) Visibilitas (t-3) Visibilitas (t-5) Visibilitas (t-6)
Tabel 6 Perbandingan model prediksi visibilitas
Visibilitas 1 jam kedepan (t+1)
Visibilitas (t) Visibilitas (t-1)
Model 1 Visibilitas (t) Visibilitas Visibilitas (t-3) 3 jam Model 2 kedepan Visibilitas (t) (t+3) Visibilitas (t-1) Visibilitas (t-3) Model 1 Visibilitas (t) Visibilitas Visibilitas (t-5) 5 jam Model 2 kedepan Visibilitas (t) (t+5) Visibilitas (t-1) Visibilitas (t-3) Visibilitas (t-5)
Jmlh data training
Jmlh data validasi
RMSE Training
RMSE Validasi
26304
8760
0.13472
0.14067
26304
8760
0.21431
0.21122
26304
8760
0.20738
0.20807
26304
8760
0.24087
0.23486
26304
8760
0.23432
0.23252
Jmlh data validasi
RMSE Training
RMSE Validasi
26304
8760
0.24594
0.23935
26304
8760
0.24209
0.23752
C. Kecepatan Angin Variabel kecepatan angin sebagai tolak ukur kelayakan penerbangan diprediksi dengan menggunakan model timeseries, dimana besar kecepatan angin akan diprediksi sejauh 1, 3, 5, dan 6 jam kedepan. Perancangan model didasarkan pada perancangan sebelumnya, digunakan model 2 seperti pada variabel visibilitas untuk memprediksi besar kecepatan angin di 3, 5, dan 6 jam kedepan. Hal tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa model 2 yang menggunakan ukuran data training yang lebih besar akan memberikan performa yang lebih baik pada sistem. Dari Gambar tampak bahwa hasil prediksi bisa mengikuti pola dari nilai aktual, namun amplitude yang tidak mengikuti secara sempurna tetap menjadi permasalahan. Sebagaimana pada model prediksi visibilitas, perbedaan amplitude ini disebabkan nilai aktual sebagai masukan jaringan sangat fluktuatif. Perbedaan ampitudo akan lebih tampak pada prediksi dengan jangkauan yang lebih jauh, seperti dapat dilihat pada Gambar yang memprediksi kecepatan angin 6 jam kedepan. Dapat diamati pula pada prediksi 6 jam kedepan mulai terdapat ketidak sesuaian pola, dimana model prediksi beberapa kali mengalami keterlambatan terhadap kondisi aktual. Hal tersebut disebabkan sistem menggunakan jangkauan data yang besar yaitu sebesar 6 jam dibelakang, sistem masih menyimpan memori sebelumnya sehingga data nilai prediksi akan mirip dengan nilai aktual beberapa jam sebelumnya.
Gambar 17 Prediksi visibilitas 6 jam kedepan model 2
Data masukan
Jmlh data training
Berdasarkan Tabel , jika dilihat dari nilai RMSE maka prediksi visibilitas 1 jam kedepan memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan dengan prediksi 3, 5, atau 6 jam kedepan. Semua model dapat mengikuti pola dari nilai aktual, namun amplitude yang dihasilkan tidak bisa mengikuti sebaik prediksi 1 jam kedepan. Hal tersebut dikarenakan pola data untuk prediksi 1 jam kedepan lebih mudah diikuti oleh sistem, dimana pada model prediksi 1 jam kedepan memiliki beda jangkauan data training yang lebih kecil dibandingkan dengan prediksi 3, 5, atau 6 jam kedepan. Penurunan kemampuan prediksi semacam itu bisa dilihat pada Gambar dan Gambar . Namun, hal tersebut dapat dikatakan wajar karena memberikan kesimpulan bahwa keakuratan prediksi akan semakin melemah seiring dengan bertambahnya jangkauan waktu prediksi.
Gambar 16 Prediksi visibilitas 5 jam kedepan model 2
ANFIS
Data masukan
9
knots. Dikarenakan derajat ada dalam wujud angular, maka nilai dirubah dahulu kedalam besaran radian. Hal tersebut bertujuan untuk mempermudah proses training karena rentang dalam satuan radian menjadi lebih sempit sehingga mudah untuk diikuti. Seperti dapat dilihat pada Tabel model ANFIS arah angin langsung menggunakan model 2 seperti pada model visibilitas dan juga kecepatan angin. Model 2 digunakan karena menghasilkan rentang prediksi yang lebih lebar pada tiap variabel. Hal tersebut membuktikan bahwa ukuran data masukan mempengaruhi proses training dan performansi sistem. Rentang yang lebih lebar menunjukkan sistem prediksi lebih bisa mengikuti dinamika sistem aktual. Jika dilihat pada Gambar dan Gambar maka terlihat keduanya mampu untuk mengikuti pola arah angin aktual, namun pada prediksi 6 jam kedepan menghasilkan rentang yang lebih sempit dikarenakan jangkauan data masukan yang lebih jauh. Selain itu prediksi 6 jam kedepan lebih cenderung terlambat dalam memprediksi arah angin, nilai prediksi selalu berada beberapa jam dibelakang nilai aktual. Jika dibandingkan pada Tabel maka akan terlihat bahwa prediksi arah angin 1 jam kedepan lebih kuat daripada prediksi 3 jam, 5 jam, atau 6 jam kedepan. Sekali lagi hal tersebut menunjukkan bahwa semakin jauh jangkauan model prediksi maka akan semakin lemah pula performansinya dalam memprediksi suatu variabel.
Gambar 18 Prediksi kecepatan angin 1 jam kedepan
Gambar 19 Prediksi kecepatan angin 6 jam kedepan Tabel 7 Perbandingan model prediksi kecepatan angin ANFIS Kec.angin 1 jam kedepan (t+1) Kec.angin 3 jam kedepan (t+3) Kec.angin 5 jam kedepan (t+5)
Data masukan Kec. angin (t) Kec. angin (t-1) Kec.angin (t) Kec.angin (t-1) Kec.angin (t-3)
Kec.angin (t) Kec.angin (t-1) Kec.angin (t-3) Kec.angin (t-5) Kec. angin Kec.angin (t) 6 jam Kec.angin (t-1) kedepan Kec.angin (t-3) (t+6) Kec.angin (t-5) Kec.angin (t-6)
Jmlh data training
Jmlh data validasi
26304
8760
0.096381 0.095725
26304
8760
0.12869
RMSE training
RMSE Val
0.11881
Gambar 20 Prediksi arah angin 1 jam kedepan 26304
8760
0.1408
0.13292
26304
8760
0.14262
0.13584
D. Arah Angin Variabel terakhir yang diprediksi adalah arah angin, dimana model yang digunakan adalah model timeseries. Jangkauan waktu yang diprediksi sama dengan variabel sebelumnya, yaitu sejauh 1, 3, 5, dan 6 jam kedepan. Sedikit berbeda dari variabel-variabel sebelumnya, yang diprediksi bukanlah besaran namun berupa arah dalam derajat. Rentang yang digunakan mulai dari 10 – 3600, sedangkan 00 digunakan untuk mendefinisikan angin tenang dimana besar kecepatan angin saat itu bernilai 0
Gambar 21 Prediksi arah angin 6 jam kedepan
10
yang lebih panjang, cenderung menghasilkan pola prediksi yang terlambat dari nilai aktualnya. Model ANFIS time-series dirancang untuk menggunakan nilai diwaktu sebelumnya untuk memprediksi nilai kedepan, namun pada waktu tertentu model terkadang masih menyimpan memori tersebut. Hal tersebut mengakibatkan nilai prediksi yang dihasilkan cenderung sama dengan nilai aktual pada waktu yang lalu, atau singkatnya dikatakan terlambat. Faktor lain yang mempengaruhi adalah jenis dan jumlah dari fungsi keanggotaan yang digunakan. Hal ini belum dipaparkan di bagian sebelumnya, dimana semua model menggunakan jenis dan jumlah yang sama untuk fungsi keanggotaannya. Jenis yang dipilih adalah generalized bell (gbellmf), pemilihan tersebut dilakukan tidak lain berdasarkan eksperimen. Dari semua fungsi keanggotaan yang ada pada MATLAB dicoba diaplikasikan pada sistem prediksi cuaca ini, dan hasilnya menunjukkan bahwa gbellmf memberikan hasil RMSE yang paling rendah. Sedangkan untuk jumlah fungsi keanggotaan digunakan 3 untuk setiap masukan. Pemilihan ini juga tidak lain berdasarkan pada eksperimen. Sebagaimana diketahui bahwa jumlah fungsi keanggotaan berbanding terbalik dengan nilai RMSE. Namun ketika fungsi keanggotaan yang digunakan berjumlah lebih dari 3 untuk setiap masukan, hasil prediksi menghasilkan rentang yang jauh berada diluar dari rentang nilai aktual. Oleh karena itulah meskipun menghasilkan RMSE yang lebih kecil, tetapi jumlah fungsi keanggotaan yang lebih dari 3 dianggap tidak valid dikarenakan adanya perbedaan rentang.
Tabel 8 Perbandingan model prediksi arah angin ANFIS Arah angin 1 jam kedepan (t+1) Arah angin 3 jam kedepan (t+3) Arah angin 5 jam kedepan (t+5) Arah angin 6 jam kedepan (t+6)
Jmlh data training
Jmlh data validasi
RMSE training
RMSE Val
Arah angin (t) Arah angin (t-1)
26304
8760
0.24408
0.25623
Arah angin (t) Arah angin (t-1) Arah angin (t-3)
26304
8760
0.26525
0.27807
Arah angin (t) Arah angin (t-1) Arah angin (t-3) Arah angin (t-5
26304
8760
0.27381
0.28323
Arah angin (t) Arah angin (t-1) Arah angin (t-3) Arah angin (t-5) Arah angin (t-6)
26304
8760
0.27355
0.28306
Data masukan
E. Pembahasan Berdasarkan pada pemaparan data hasil perancangan model di beberapa subbab sebelumnya, diketahui ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja model prediksi cuaca penerbangan. Faktor-faktor yang terlibat berlaku sama pada semua variabel yang diselidiki, sehingga perancangan model terkadang dilakukan berdasarkan model variabel yang telah diselidiki sebelumnya untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Bagian ini akan membahas faktor-faktor tersebut beserta pengaruh yang ditimbulkan pada jaringan prediksi. Pertama, akan dibahas mengenai pengaruh jumlah masukan atau ukuran data training. Pada prediksi visibilitas dilakukan percobaan dengan menambah jumlah masukan data beberapa jam sebelumnya kedalam jaringan. Ternyata dengan menambah jumlah masukan akan menghasilkan nilai RMSE yang lebih rendah, selain itu rentang hasil prediksi juga menjadi lebih lebar. Misal pada prediksi 6 jam kedepan, penggunaan 5 masukan (t, t-1, t-3, t-5, dan t-6) menghasilkan prediksi yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan 2 masukan saja (t, dan t-6). Pada model time-series, sistem memproyeksikan nilai di waktu yang akan datang dengan mengidentifikasi pola perkembangan/perubahan nilai beberapa waktu sebelumnya. Itulah alasan penggunaan lebih banyak masukan sebagai referensi nilai sebelumnya, karena pola perubahan dapat lebih mudah dipetakan oleh jaringan sehingga hasil prediksi akan lebih baik. Berikutnya, jangkauan prediksi juga mempengaruhi kinerja dari sistem prediksi itu sendiri. Hasil prediksi pada 1 jam kedepan, akan lebih akurat hasilnya terhadap nilai aktual jika dibandingkan dengan hasil prediksi 6 jam kedepan. Semakin jauh jangkauan prediksinya maka kemampuan sistem untuk memprediksi akan semakin menurun, hal tersebut ditandai dengan semakin sempitnya rentang hasil prediksi. Rentang hasil prediksi menunjukkan kemampuan sistem untuk mengikuti nilai aktual, dikatakan mampu mengikuti jika rentang hasil prediksi semakin mendekati rentang nilai aktual. Jangkauan prediksi juga mempengaruhi pola prediksi yang dihasilkan. Prediksi dalam rentang waktu
F. Model ANFIS Terbaik Untuk prediksi curah hujan, model terbaik yang akan diimplementasikan kedalam software prediktor adalah model multivariate. Model multivariate ini bisa mengikuti pola perubahan curah hujan aktual secara baik tanpa adanya keterlambatan, berbeda dengan model timeseries yang selalu terlambat sejauh 1 hari. Model ini memiliki rentang hasil prediksi yang tidak lebar, dengan kata lain model ini tidak bisa mengikuti amplitude nilai aktual secara sempurna. Namun, bagaimanapun juga nilai RMSE dari model multivariate lebih rendah dari pada model time-series sebagaimana dapat dilihat pada Tabel , itulah yang mendasari pemilihan model ini sebagai model terbaik yang akan diimplementasikan dalam prediktor kelayakan penerbangan. Untuk variabel visibilitas, kecepatan, dan arah angin, ketiganya diprediksi dengan model ANFIS timeseries. Perbandingan yang dilakukan antara model tersebut adalah banyaknya masukan yang digunakan pada jaringan untuk memprediksi tiap nilai keluaran. Dari data yang didapat, model 2 yang memiliki masukan lebih banyak ternyata menghasilkan prediksi yang lebih memuaskan. Pertama, dari nilai RMSE model 2 memiliki nilai yang lebih kecil rata untuk semua variabel jika dibandingkan dengan model 1. Selain itu rentang nilai hasil prediksi juga lebih lebar, sehingga memungkinkan nilai prediksi untuk lebih mengikuti nilai aktual. Kedua faktor itulah yang mendasari dipilihnya model 2 untuk diimplementasikan kedalam software prediktor.
11
(Yorinda, 2010). Prediksi kecepatan angin yang dirancang dengan menggunakan model ANFIS terbukti dapat menaikkan ketepatan dibandingkan dengan menggunakan metode logika fuzzy seperti pada penelitian sebelumnya.
G. Pengujian Software Prediktor Dengan Data Terkini Setelah selesai melakukan perancangan Software prediktor dengan menggunakan model-model terbaik diatas, dilakukan uji coba dengan menggunakan data terkini. Keempat variabel diuji dengan data cuaca juanda dari tanggal 10 Januari 2012 – 17 Januari 2012. Dilakukan pula pembandingan antara kondisi aktual cuaca bandara dengan nilai hasil prediksi dari software. Tabel
Model t+1 t+3 t+5 t+6
9
Perbandingan ketepatan kecepatan angin
AMAN akt pre 8 8 8 8 8 8 8 8
AWAS akt pre 0 0 0 0 0 0 0 0
prediksi
TUTUP akt pre 0 0 0 0 0 0 0 0
kondisi
Ketepatan 100% 100% 100% 100%
Tabel 11 Pengujian software prediktor variabel arah angin t+1 Tanggal
t+1
t+3
t+5
pre
akt
pre
akt
pre
akt
pre
1/10/2012
4
4.77
7
4.71
6
5.56
12
5.56
1/11/2012
6
5.89
5
5.29
8
4.28
5
4.5
1/12/2012
5
4.07
3
5.3
2
5.48
0
5.57
1/13/2012
12
10.27
6
8.19
4
6.26
3
5.83
1/14/2012
5
8.12
5
7.21
3
5.1
5
4.91
1/15/2012
10
13.75
4
10.53
0
7.24
0
7.13
1/16/2012
8
9.19
2
7.79
4
6.3
0
6.09
1/17/2012
5
5.68
2
5.65
0
5.24
5
5.37
t+6
pre
akt
pre
akt
pre
akt
pre
1/10/2012
300
208.08
310
185
330
177.64
300
178.81
1/11/2012
290
215.93
270
196.3
270
190.39
280
190.77
1/12/2012
290
221.13
270
165.84
260
167.72
0
167.18
1/13/2012
290
221.13
170
197.2
250
189.88
300
188.09
1/14/2012
270
165.89
260
168.26
280
171.7
270
173.46
1/15/2012
240
216.96
240
193.93
0
189.29
0
185.59
1/16/2012
170
220.1
320
171.57
20
171.94
0
173.59
1/17/2012
90
103.73
150
105.75
0
104.3
90
105.33
Tabel merupakan perbandingan ketepatan prediksi arah pendaratan berdasarkan prediksi arah angin yang digambarkan pada Tabel . Berbeda dari sebelumnya, software memiliki ketepatan prediksi yang lebih rendah untuk arah pendaratan. Dari 8 hari pengujian, terkadang belum dapat memprediksi secara tepat dari manakah arah datangnya angin. Prediksi arah pendaratan pada 1 jam kedepan memiliki ketepatan yang paling tinggi yaitu sebesar 75%, sedangkan yang paling rendah adalah prediksi 3 jam kedepan yaitu sebesar 37.5%. Ketepatan yang cenderung rendah disebabkan karena ketidakmampuan sistem untuk memberikan hasil prediksi angin tenang, dimana prediksi kecepatan angin bernilai nol. Dari model terbaik ini dilakukan pula uji coba model terhadap data pada tahun 2010, arah angin diklasifikasikan kedalam arah pendaratan. Hasilnya menunjukkan bahwa model dapat memberikan prediksi arah pendaratan dengan ketepatan 83,42% untuk 1 jam ke depan, 77,13% untuk 3 jam ke depan, 75,6% untuk 5 jam ke depan, dan 75,1% untuk 6 jam ke depan. Prediksi arah angin baru dimunculkan dalam penelitian ini dan belum pernah dilakukan pada penelitian sebelumnya, sehingga belum bisa dibandingkan.
t+6
akt
t+5
akt
Tabel 10 Pengujian software prediktor variabel kecepatan angin Tanggal
t+3
Tabel merupakan terjemahan kondisi dari Tabel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh pihak Bandara Juanda. Dapat dilihat bahwa software dapat memprediksi dengan baik kondisi kecepatan angin di wilayah bandara, kondisi kecepatan angin dapat diprediksi dengan ketepatan 100% dari pengujian selama 8 hari. Untuk model prediksi 6 jam kedepan-pun masih dapat memberikan prediksi kondisi kecepatan angin dengan ketepatan 100% selama 8 hari, padahal sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa model prediksi 6 jam kedepan memiliki kemampuan prediksi yang paling rendah dibandingkan dengan prediksi waktu lainnya. Sejauh ini software dapat dikatakan mampu untuk memprediksi keadaan kecepatan angin di wilayah bandara juanda. Dari model terbaik ini dilakukan pula uji coba model terhadap data pada tahun 2010, kecepatan angin diklasifikasikan kedalam variabel kelayakan untuk penerbangan. Hasilnya menunjukkan bahwa model dapat memberikan prediksi kecepatan angin dengan ketepatan 99,02% untuk 1 jam ke depan, dan 99,08% untuk 3, 5, dan 6 jam ke depan. Uji coba yang sama juga pernah dilakukan pada penelitian sebelumnya dengan logika fuzzy, ketepatan prediksi kecepatan angin yang dihasilkan 66,58%
Tabel
12
Model t+1 t+3 t+5 t+6
Perbandingan pendaratan
RW10 akt pre 2 2 2 5 3 7 4 7
ketepatan
RW28 akt pre 6 6 6 3 5 1 4 1
prediksi
arah
Ketepatan 75% 37.5% 50% 62.5%
Dapat diamati pula pada prediksi 6 jam kedepan mulai terdapat ketidak sesuaian pola, dimana model prediksi beberapa kali mengalami keterlambatan terhadap kondisi aktual. Hal tersebut disebabkan sistem menggunakan jangkauan data yang besar yaitu sebesar 6
12
Tabel 15 Pengujian software prediktor curah hujan
jam dibelakang, sistem masih menyimpan memori sebelumnya sehingga data nilai prediksi akan mirip dengan nilai aktual beberapa jam sebelumnya. Tabel 13 Pengujian software prediktor variabel visibilitas t+1
Tanggal
t+3
t+5
akt
pre
akt
pre
akt
pre
1/10/2012
4.0
7.18
6.0
7.47
5.0
7.63
6.0
7.72
1/11/2012
9.0
8.8
9.0
8.45
9.0
8.41
9.0
8.14
1/12/2012
7.0
6.38
10.0
6.98
10.0
7.34
10.0
7.53
1/13/2012
10.0
9.5
10.0
8.68
8.0
7.97
10.0
7.73
1/14/2012
10.0
9.6
10.0
8.68
10.0
7.797
10.0
7.73
1/15/2012
10.0
3.76
9.0
4.73
7.0
5.97
7.0
6.5
1/16/2012
10.0
9.6
8.0
8.68
7.0
8.27
7.0
8.23
1/17/2012
10.0
9.6
10.0
8.68
10.0
7.97
10.0
7.73
t+1 t+3 t+5 t+6
TUTUP akt pre 0 0 0 0 0 0 0 0
Hujan
Prediksi Hujan Esok
1/10/2012
27.7 27.9 27.8 28.5 26.1 27 27.6 27.6
75.91 74.35 78.53 78.69 83.75 84.46 74.1 77.74
3.6 2.6 0 5.5 3 12.2 9.3 5.51
4.14 2.72 5.83 5.23 11.59 11.04 2.94 5.51
1/13/2012 1/14/2012 1/15/2012 1/16/2012 1/17/2012
Dari model terbaik ini dilakukan pula uji coba model terhadap data pada tahun 2010, intensitas curah hujan diklasifikasikan kedalam jenis-jenis hujan. Hasilnya menunjukkan bahwa model dapat memberikan prediksi jenis hujan dengan ketepatan sebesar 81,64% dari uji coba sebanyak 365 hari. Uji coba yang sama juga pernah dilakukan pada penelitian sebelumnya dengan logika fuzzy, ketepatan prediksi yang dihasilkan 74,79% (Yorinda, 2010). Prediksi curah hujan yang dirancang dengan menggunakan model ANFIS terbukti dapat menaikkan ketepatan prediksi dibandingkan dengan menggunakan metode logika fuzzy seperti pada penelitian sebelumnya.
Tabel 14 Perbandingan ketepatan prediksi kondisi visibilitas
AWAS akt pre 0 0 0 0 0 0 0 0
RH
1/12/2012
pre
AMAN akt pre 8 8 8 8 8 8 8 8
Temp
1/11/2012
t+6
akt
Model
Tanggal
Ketepatan 100% 100% 100% 100%
V Kesimpulan dan Saran
Dapat diamati pula pada prediksi 6 jam kedepan mulai terdapat ketidak sesuaian pola, dimana model prediksi beberapa kali mengalami keterlambatan terhadap kondisi aktual. Hal tersebut disebabkan sistem menggunakan jangkauan data yang besar yaitu sebesar 6 jam dibelakang, sistem masih menyimpan memori sebelumnya sehingga data nilai prediksi akan mirip dengan nilai aktual beberapa jam sebelumnya. Dari model terbaik ini dilakukan pula uji coba model terhadap data pada tahun 2010, jarak pandang diklasifikasikan kedalam variabel kelayakan untuk penerbangan. Hasilnya menunjukkan bahwa model dapat memberikan prediksi jarak pandang dengan ketepatan sebesar 98,02% untuk 1 jam ke depan dan 97,59% untuk 3, 5, dan 6 jam ke depan. Uji coba yang sama juga pernah dilakukan pada penelitian sebelumnya dengan logika fuzzy, ketepatan prediksi visibilitas per-hari yang dihasilkan 85,43% (Yorinda, 2010). Prediksi visibilitas yang dirancang dengan menggunakan model ANFIS terbukti dapat menaikkan ketepatan dibandingkan dengan menggunakan metode logika fuzzy seperti pada penelitian sebelumnya. Dari Tabel dapat dilihat kemampuan prediksi curah hujan yang dimiliki oleh software. Pada tanggal 12 dan 14 Januari, software dapat memprediksi nilai curah hujan keesokan harinya dengan baik tanpa selisih yang signifikan. Secara umum pun kemampuan software untuk melakukan prediksi curah hujan masih dapat dikatakan layak, dikarenakan selisih yang terdapat antara nilai prediksi dengan nilai aktual tidak terlalu besar.
A. Kesimpulan Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Prediksi curah hujan esok hari dengan model ANFIS multi-variate dapat meningkatkan ketepatan prediksi kondisi hujan menjadi 81,64%, lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang didapat pada penelitian sebelumnya dengan menggunakan logika fuzzy yaitu sebesar 74,79% . 2. Prediksi visibilitas dengan model ANFIS time-series dapat meningkatkan ketepatan prediksi kelayakan penerbangan menjadi rata-rata 97,81% , lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang didapat pada penelitian sebelumnya dengan menggunakan logika fuzzy yaitu sebesar 85,43%. 3. Prediksi kecepatan angin dengan model ANFIS time-series dapat meningkatkan ketepatan prediksi kelayakan penerbangan menjadi rata-rata 99,05%, lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang didapat pada penelitian sebelumnya dengan menggunakan logika fuzzy yaitu sebesar 66,58%. 4. Sebagai penentuan arah pendaratan dan lepas landas pesawat, variabel arah angin telah dapat diprediksi menggunakan model ANFIS time-series dengan ketepatan prediksi sebesar 83,42% untuk 1 jam ke depan, 77,13% untuk 3 jam ke depan, 75,6% untuk 5 jam ke depan, dan 75,1% untuk 6 jam ke depan. 5. Model terbaik pada prediksi curah hujan esok hari memiliki nilai RMSE sebesar 0,10253 mm/hari. 6. Model terbaik pada prediksi visibilitas 1, 3, 5, dan 6 jam ke depan memiliki nilai RMSE berturut-turut
13
7.
8.
[13] Regariana, C. M. (2005). Atmosfer, Cuaca dan Iklim. [14] Tektas, M. (2010). Weather Forecasting Using ANFIS and ARIMA MODELS. Environmental Research, Engineering and Management. , 5-10. [15] Yorinda, I. A. (2010). Perancangan Sistem Prediksi Cuaca Berbasis Logika Fuzzy Untuk Kebutuhan Penerbangan di Bandara Juanda - Surabaya. Surabaya.
sebesar 0,13472 km, 0,20738 km, 0,23432 km, dan 0,24209 km. Model terbaik pada prediksi kecepatan angin 1, 3, 5, dan 6 jam ke depan memiliki nilai RMSE berturutturut sebesar 0,096381 knots, 0,12869 knots, 0,1408 knots, dan 0,14262 knots Model terbaik pada prediksi arah angin 1, 3, 5, dan 6 jam ke depan memiliki nilai RMSE berturut-turut sebesar 0.24408 rad, 0,26525 rad, 0,27381 rad, dan 0,27355 rad.
BIODATA PENULIS :
B. Saran Dalam rangka pengembangan penelitian, saran yang perlu disampaikan pada tugas akhir ini adalah penggunaan resolusi data yang lebih rapat untuk tiap variabel yang akan diprediksi. Resolusi data masukan yang lebih rapat memungkinkan kita untuk melakukan jangkauan prediksi yang lebih cepat dan akurat, misal dengan interval 15 menit, dengan begitu keadaan cuaca penerbangan yang dapat berubah-ubah dalam hitungan menit akan dapat diprediksi lebih baik. DAFTAR PUSTAKA
Nama : Iftikar Luthfi Ramadhan TTL : Bandung, 29 Maret 1990 Alamat : Jl. Bina Sarana B11 Kavling Bina Marga, Kota Bekasi, Jawa Barat Email :
[email protected] Pendidikan : SDI Bani Saleh 2 Bekasi (1995-2001) SLTPN 2 Bekasi (2001-2004) SMAN 8 Bandung (2004-2007) S-1 Teknik Fisika FTI ITS (2007-sekarang)
[1]
Aldrian, E., & Djamil, Y. S. (2008). Application of Multivariate ANFIS for Daily Rainfall Prediction: Influences of Training Data Size. MAKARA, SAINS, Volume 12, No. 1 , 7-14. [2] Arifin, S. (2009). Sistem Logika Fuzzy Sebagai Peramal Cuaca di Indonesia, Studi Kasus: Kota Surabaya. Seminar on Intelligent Technology and Its Application. [3] AWOS. (2008). Automated Weather Observated System (AWOS). Retrieved from http://www.awos/index.php.htm. [4] Candra, A. (2010). Perancangan Model Adaptive Neuro Fuzzy Inference System Untuk Memprediksi Cuaca Maritim. Surabaya. [5] Dishub. (2005, Maret). Cetak Biru Transportasi Udara Tahun 2005-2024. Direktorat Jendral Perhubungan Udara. [6] Fariza, A., Helen, A., & Rasyid, A. (2007). Performansi Neuro Fuzzy Untuk Peramalan Data Time Series. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi. Yogyakarta. [7] ILS. (2008). Instrument Landing System. Retrieved from http://www.indoflyer.net/wiki/index.php?title=ILS. [8] Jang, J.-S. R. (1993). ANFIS: Adaptive Network Based Fuzzy Inference System. IEEE Transactions on Systems, Man, and Cybernetics . [9] Jang, J.-S. R., Sun, C.-T., & Mizutani, E. (1997). Neuro Fuzzy and Soft Computing: A Computational Approach. New Jersey: Prentice Hall, Inc. [10] Kusumadewi, S. (2002). Analisis dan Desain Sistem Fuzzy Menggunakan Tool Box MATLAB. Yogyakarta: Graha Ilmu. [11] Marce, R. (2004). ANFIS Toolbox User Manual. [12] Pasero, E. (2004). Artificial Neural Network for Meteorological Nowcast. International Conference on Computational Intelligence for Measurement System and Applications. Boson.
14