PERANCANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK SURVEILANS PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DIWILAYAH KOTA YOGYAKARTA
Naskah Publikasi
diajukan oleh
Khairul Annas 08.11.2505
kepada JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2013
DESIGN OF GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM FOR SURVEILLANCE DENGUE FEVER DISEASE (DHF) IN YOGYAKARTA CITY PERANCANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK SURVEILANS PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DIWILAYAH KOTA YOGYAKARTA Khairul Annas Andi Sunyoto Jurusan Teknik Informatika STMIK AMIKOM YOGYAKARTA ABSTRACT Dengue hemorrhagic fever (DHF) is an endemic disease found in the city of Yogyakarta, the disease is attacking anyone, anywhere and all ages are at risk of contracting dengue fever. The disease is easily spread and it causes death due to malignancy and virus defenses are weak for the sufferer. Prevention of this disease has done every year. But in fact the disease is still there every year and considered to be endemic. Prevention is certainly unlimited only to the eradication of any disease but predicting the future based dengue surveillance data from the years previous locations to determine patterns of distribution and deployment time high every year. So that this activity is to determine the actions and decisions for the next reduction strategy. Dengue surveillance data was performed manually and semi-automated form of tables and graphs, while the presentation in map form has not been done, so that developed dengue diseasesurveillance based Geographic Information System (GIS). Key words: GIS, Surveilance, DHF
1. Pendahuluan Dinas kesehatan Yogyakarta melalui website resminya telah mengeluarkan SURAT EDARAN Nomor 443/12/SE/2012 tentang KEWASPADAAN DINI KLB DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA YOGYAKARTA. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Surveilans epidemiologi merupakan pengamatan penyakit pada populasi yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan, untuk menjelaskan pola penyakit, mempelajari riwayat penyakit dan memberikan data dasar untuk pengendalian dan penanggulangan penyakit tersebut. Saat penulis melakukan penelitian di Dinkes Kota Yogyakarta. Instansi tersebut belum memiliki Sistem Informasi Geografis sebagai alat bantu untuk kegiatan surveilans atau pengamatan penyakit DBD yang hasilnya di tampilkan dalam suatu peta, tabel dan grafik. Agar memudahkan dalam pembuatan laporan yang berfungsi sebagai salah satu alat dalam acuan pengambilan keputusan tindak penanggulangan penyakti DBD diWilayah Kota Yogyakarta dimasa sekarang maupun mendatang Berdasarkan uraian diatas, maka penulis akan merancang. Sistem Informasi Geografis sebagai alat bantu kegiatan surveilans penyakit DBD. Judul yang diambil oleh penulis adalah “Perancangan Sistem Informasi Geografis untuk Surveilans Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) diWilayah Kota Yogyakarta” dan mengambil tempat penelitian di Dinas Kesehatan kota Yogyakarta,
2. 2.1 2.1.1
Landasan Teori Definisi Sistem, Informasi, Sistem informasi Definsi sistem
Murdik dan Ross (1993) mendefenisikan sistem sebagai seperangkat elemen yang digabungkan satu dengan yang lainnya untuk suatu tujuan bersama. Sementara, defenisi sistem menurut kamus Webster’s Unbrigde adalah elemen-elemen yang saling berhubungan dan membentuksatu kesatuan atau organisasi. Menurut Scoot (1996), sistem terdiri dari unsur-unsur sepeti masukan (input), pengolahan (processing), serta keluaran (output). Ciri pokok sistem menurut Gapspert ada empat,yaitu sistem itu beroperasi dalam suatu lingkungan , terdiri atas unsur-unsur, 1 ditandai dengan saling berhubungan , dan mempunyai satu fungsi atau tujuan utama . 2.1.2
Konsep Dasar Informasi
Informasi sangat erat kaitannaya dengan pengambilan data dan pengolahan data sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna dan dapat dimanfaatkan sebagai landasan dalam mengambil keputusan sesuai dengan kepentingan. Data adalah 2. kenyataan yang menggambarkan suatu yang terjadi pada saat tertentu Informasi didefinisikan sebagai data yang diolah menjadi lebih berguna dan bermanfaat bagi yang menggunakannya. Sumber sesuatu kejadian-kejadian dan kesatuan nyata. Kejadian nyata adalah berupa suatu objek nyata, seperti tempat, benda dan orang yang benarbenar ada dan terjadi.
1
Hanif Al Fatta. Analisis dan Perancangan Sistem Informasi untuk Keunggulan Bersaing Perusahaan & Organisasi Modern, hal 3, ANDI, Yogyakarta 2007. 2 Jogiyanto. Analisis dan Desain Informasi : Pendekatan terstruktur Teori dan Praktik Plikasi Bisnis, hal8, ANDI, Yogyakarta 2005.
2.2.3. Konsep Dasar Sistem Informasi Sebuah informasi tidak lepas dari sebuah sistem informasi, karena sistem informasi dapat dihasilkan dari sistem informasi yang disebut juga processig system atau information processing system. Robert A. Leitch dan K. Roscoe Davis mendefinisikan sistem informasi sebagai suatu sistem di dalam suatu organisansi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu 3 organisani dn menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan . 2.2.
Surveilans Epidemologi
2.2.1.
Pengertian
Surveilans epidemologi yaitu terjemahan dari epidemologi surveilans ialah pekerjaan praktis yang utama dari “ahli epidemologi”. Perkembangan surveilans epidemologi dimulai dengan surveilans penyakit menular, yang meluas kepenyakit tidak menular. Saat ini surveilans epidemologi digunakan untuk menilai, memonitor, mengawasi, dan merencanakan program-program kesehatan pada umumnya. Dalam epidemologi telah lama dipakai istilah “surveilans”. Mula-mula arti yang diberikan adalah suatu macam observasi terhadap seorang atau orang-orang yang disangka menderita suatu penyakit menular dengan cara mengadakan berbagai pengawasan medis, tanpa mengawasi kebebasan gerak dari orang yang bersangkutan. Maksud dari pengamatan ini agar segera diisolasi penyakitnya dan diberi pengobatan. Dengan kata lain surveilans merupakan pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam 4 suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulannya . 2.2.2. Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) Surveilans deman berdarah dengue (DBD) adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data, serta penyebarluasan informasi kepenyelenggara program dan pihak/instansi terkait secara sistematis dan terus menerus tentang situasi DBD dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit tersebut agar dapat dilakukan tindakan penanggulangan secara 5 efektif dan efesien . 2.2.3
Alur Pelaporan Demam Berdarah Dengue (DBD)
Setiap unit pelayanan kesehatan yang menemukan tersangka atau penderita DBD wajib segera melaporkannya kedinas kesehatan kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya dalam 24 jam dengan tembusan kepuskesmas wilayah tempat tinggal penderita. Laporan tersangka DBD merupakan laporan yang dipergunakan untuk tindakan kewaspadaan dan tindak lanjut penanggulangan, sedangkan laporan penderita disamping untuk tindak lanjut penanggulangannya juga merupakan laporan yang dipergunakan sebagai laporan kasus yang diteruskan secara berjenjang dari puskesmas 6 sampai pusat . 3
Jogiyanto. Analisis dan Desain Informasi : Pendekatan terstruktur Teori dan Praktik Plikasi Bisnis, hal 11, ANDI, Yogyakarta 2005. 4 Wahyudin Rajab,M.Epid. Buku Ajar Epidemologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. hal 126, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 2009. 5 Departemen Kesehatan RI, Surveilans Epidelogis Demam Berdarah Dengeue, hal 2 2005. 6 Departemen Kesehatan RI Surveilans Epidelogis Demam Berdarah Dengeue hal 2, 2005.
2.3.
Sistem Informasi Geografis
2.3.1.
Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG)
Istilah “Geografis” merupakan bagian dari spasial (keruangan). Kedua istilah ini seringa digunakan secara bergantian atau bahkan tertukar satu sama yang lainnya hingga muncullah istilah ketiga, geo spasial. Ketiga istilah mengandung pengertian yang kurang lebih serupa dalam konteks SIG. Penggunaan kata “Geografis” mengandung pengertian suatu persoalan atau hal mengenai (wilayah permukaan) bumi: baik permukaan dua dimensi atau tiga dimensi. Dengan demikian, istilah “informasi geografis” mengandung pengertian informasi mengenai tempat-tempat yang terletak di permukaan bumi, pengetahuan mengenai posisi dimana suatu objek terletak di permukaan bumi, atau informasi mengenai keterangan-keterangan (atribut) objek penting yang terdapat di permukaan bumi yang posisinya diberikan atau diketahui. Dengan memperhatikan pengertian sistem informasi diatas, maka SIG juga dapat dikatakan sebagai suatu kesatuan formal yang terdiri berbagai sumber daya fisik dan logika yang berkenaan dengan objek penting yang terdapat dipermukaan bumi. Jadi, SIG juga merupakan sejenis perangkat lunak, perangkat keras (manusia, prosedur, basis data, dan fasilitas jaringan komunikasi) yang dapat digunakan untuk memfasilitasi proses pemasukan, penyimanan, manipulasi, menampilkan, dan keluaran data/informasi geografis berikut 7 atribu-atributnya 2.3.2. Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis Era globalisasi telah membuka wawasan dan paradigma baru dlam proses pengambilan keputusan dan penyebaran informasi. Data yang mempresentasikan “dunia nyata” dapat disimpan dan diproses sedemikian rupa sehingga dapat disajikan dalam 8 bentuk-bentuk yanglebih sederhana dan sesuai kebutuhan .
Gambar 2.3. Model Dunia Nyata (sumber Eddy Prahasta, hal 52) Sejak pertengahan 1970-an telah dikembangkan sistem-sistem yang secara 7
Eddy Prahasta. Sistem Informasi Geografis Konsep-konsep dasar (perspektif geodesi dan geomatika, hal 109-110, INFORMATIKA, Bandung, 2009 8 Eddy Prahasta. Sistem Informasi Geografis Konsep-konsep dasar (perspektif geodesi dan geomatika, hal 111, INFORMATIKA, Bandung, 2009.
khusus dibuat untuk menangani masalah informasi yang bereferansi geografis dalam berbagai cara dan bentuk. Masalah-masalah ini antara lain mencakup 1. Pengorganisasian data atau informasi. 2. Menempatkan informasi pada lokasi tertentu. 3. Melakukan komputasi, memberikan ilustrasi keterhubungan satu samsa lainnya (koneksi), beserta analisis-analisis spasial lainnya. Sebutan umum bagi sistem-sistem yang mengangani masalah-masalah diatas adalah SIG, Sistem Informasi Geografis. Dalam beberapa literatur , SIG dipandang sebagai hasil dari perkawinan antara sistem komputer untuk bidang Kartografi (CAC) atau sitem komputer untuk bidang perancangan (CAD) dengan teknologi basis data (database). Pada awalnya, data geografi anya disajikan diatas peta dengan menggunakan symbol, garis dan warna. Elemen-elemen geometri ini dideskripsikan di dalam legendanya. Misalnya, garis hitam tebal untk jalan utama, garis hitam tipis untuk jalan sekunder dan jalan-jalan yang berikutnya. Selain itu, berbagai data juga dapat dioverlay-kan berdasrkan sistem koordinat yang sama. Akibatnya, sebuah peta menjadi yang efektif baik sebagai alat presentasi maupun sebagai bank tempat penyimpanan 9 data geografis . 2.3.3
Subsitem Sistem Informasi Geografis SIG dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem berikut 1. Data input 2. Data output 3. Data management 4. Data manipulation & analisis
2.3.4
10:
Komponen Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografi merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem-sistem komputer yang lain ditingkat fungsional dan 11 jaringan. Sistem Informasi Geografis terdiri dari beberapa komponen berikut . 1. Perangkat keras 2. Perangkat lunak 4. Manajemen 3. Data dan Informasi Geografis 2.3.5
Perancangan Sistem Informasi Geografis
Perancangan Sistem Informasi Geografis di dalamnya memiliki aktifitas – aktifitas sebagai berikut 1. Rekayasa Sistem 2. Analisis 3. Perancangan 4. Pemrograman 5. Pegujian 6. Pengoperasian & Pemeliharaan 2.3.6 9
Kemampuan Sistem Informasi Geografis
Eddy Prahasta. Sistem Informasi Geografis Konsep-konsep dasar (perspektif geodesi dan geomatika, hal 112, INFORMATIKA, Bandung, 2009. 10 Eddy Prahasta. Sistem Informasi Geografis Konsep-konsep dasar (perspektif geodesi dan geomatika), hal 118, INFORMATIKA, Bandung, 2009. 11 Eddy Prahasta. Sistem Informasi Geografis Konsep-konsep dasar, hal 58, Informatika, Bandung 2002.
Kemampuan Sistem Informasi Geografis dapat juga dilihat dari pengertian atau 12 defenisinya adalah sebagai berikut : 1. Memasukan dan mengumpulkan data geografi (spasial atau attribut). 2. Mengintegrasikan data geografi (spasial dan attribut) 3. Memeriksa, meng-update dan memanggil kembali data geografi (spasial dan attribut 4. Menyimpan dan memanggil kembali data geografi (spasial atau attribut). 5. Mengelola data geografi 6. Memanipulasi data geografi 7. Merepresentasikan atau menampilakan data geografi 8. Menganalisa data geografi 9. Menghasilkan keluran (output) data geografi dalam bentuk-bentuk peta tematik, tabel, grafik, laporan dan lainnya.
2.3.7
Sistem Informasi Geografis Berbasis Layanan WEB
Sistem Informasi Geografis (SIG) hingga saat ini merupakan sistem yang sangat menarik sistem yang cenderung selalu dibuat untuk interakif ini dapat mengintegrasikan data spasial, atribut, dan data lainnya seperti audio video. Dengan sistem ini, para penggunanya dimungkinkan untuk memandang masalah spasial sebagai hal yang terkait dapat divisualisasikan, dan menyeluruh. Sementara itu, seiring dengan kemajuan teknologi pendukung SIG dan aplikasi basis data spasial (DBMS), teknologi-teknologi internet, telekomunikasi dan informasi pun berkembang pesat. Oleh sebab itu meskipun dengan smotif-motif yang beragam, sistem SIG pun mengalami ekspansi yang jauh hingga dapat dipublikasikan dan bisa dinikmati melalui jaringan internet. Dengam demikian, pada saat ini, manfaat aplikasi SIG tidak hanya dapat dibuktikan oleh orangorang yang berkumpul disekitar sistem komputer dimana aplikasi yang bersangkutan 13 diaktifkan, tetapi juga bisa dilihat oleh komunitas dibelahan bumi lainnya . 3. Analisis dan Perancangan Sistem 3.1
Tinjauan Umun
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sebuah alat bantu dalam melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan komponen dimensi keruangan. Sistem ini menggabungkan semua kemampuan, baik yang hanya berupa sekedar tampil saja, sistem informasi yang tersaji secara thematis, bersamaan dengan kemampuan untuk menganalisa lokasi geografis dan informasi-informasi tertentu yang terkait terhadap lokasi yang bersangkutan. Sistem informasi Geografis (SIG) adalah sebuah aplikasi dinamis, dan akan terus berkembang dan memiliki kemampuan mengumpulkan, menyimpan, menampilkan, memanipulasi, memadukan dan menganalisis data spasial dari fenomena geografis suatu wilayah serta mampu menyimpan data dasar yang dibutuhkan untuk penyelesaian suatu masalah. SIG hanya sebuah sarana untuk pengambilan data, menganalisanya, dari kumpulan data berbasis pemetaan untuk mendukung proses pengambilan keputusan.
12
Eddy Prahasta. Sistem Informasi Geografis Konsep-konsep dasar, hal 72, Informatika, Bandung 2002. 13
Eddy Prahasta. Sistem Informasi Geografis Konsep-konsep dasar (perspektif geodesi dan geomatika), hal 517-518, INFORMATIKA, Bandung, 2009
3.2.
Analisis
Analisis sistem dapat didefenisikan sebagai penguraian dari suatu sistem informasi yabg utuh kedalam bagian-bagian komponennya dengan maksud untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi permasalahan-permasalahan, kesempatankesempatan, hambatan-hambatan dan kebutuha-kebutuhan yang diharapkan sehingga dapat diusulkan perbaikan-perbaikannya. Langkah-langkah dasar dalam melakukan analisis sistem yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Identify, yaitu mengidentifikasi masalah 2. Understand yaitu memahami kerja dari sistem yang ada 3. Analyze, yaitu menganalisis sistem 4. Report, yaitu membuat laporan hasil analisis Sebelum merancang sebuah sistem tahapan-tahapan yang harus dilakukan adalah menganalisis sistem lama. Sistem informasi geografis untuk surveilans penyakit Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kota Yogyakarta ini baru pertama kali dibuat, karena sistem yang lama masih menggunakan cara manual. Dalam pelaporan jumlah kasus DBD yang terjadi diwilayah kota yogyakarta oleh petugas surveilans kelurahan masih membutuhkan waktu dalam pengolahan data oleh petugas surveilans yang ada di dinas kesehatan kota. Sehingga pengambilan keputusan dalam hal penanganan kasus DBD tidak bisa dilakukan secara cepat. Diharapkan dengan adanya sistem ini dapat membantu dinas kesehatan kota Yogyakarta dalam hal pemantauaan/surveilans DBD diwilayah kota yogyakarta dan sebagai salah satu alat untuk mendukung pengambilan keputusan dalam hal penanganan dan lain-lain. 3.2.1.
Analisis Kelemahan Sistem
Untuk menganalisis kelemahan sistem yang lama digunakan metode analisis PIECES (Performance, Information, Economic Control, Effeciency and Security). Berikut adalah analisis dari kelemahan sistem terdahulu: 1. Performance analyze (analisis kerja) Kinerja merupakan bagian pendukung dalam kelancaran proses kerja suatu sistem. Kinerja dapat diukur dari throughput dan response time. Troughput adalah jumlah dari pekerjaan yang dapat dilakaukan sustu sistem tertentu. Sedangkan response time adalah waktu rata-rata yang tertunda diantara dua pekerjaan denga waktu response untuk menangani pekerjaan tersebut. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja dari sistem informasi manual belum memiliki kinerja yang baik karena belum mampu memberikan tanggapan dalam hal kecepatan dan waktu pengolahan data. Petugas surveilans di dinas kesehatan kota yogyakarta harus mengolah data tentang jumlah kasus DBD secara terus menerus. Hal ini terjadi karena belum ada sistem yang mapu mengolah data secara otomatis ketika data telah di laporkan. Sedangkan sistem informasi geografis ini mampu mengolah data jumlah kasus DBD yang terjadi untuk kemudian menjadi alat dalam mengambil keputusan dalam hal penanggulangan dan lain-lain oleh dinas kesehatan terkait. 2. Information Analyze (analisis informasi) Informasi merupakan komoditas yang penting bagi pemakai akhir. Setiap informasi yang berkualitas harus memiliki 3 kriteria yaitu akurat, relevan, dan tepat waktu. Informasi yangakurat beraarti, harus bebas dari kesalahan-kesalahan yang menyesatkan. Informasi harus relevan, berarti informasi memiliki manfaat bagi pemakainya. Dan informasi harus tepat waktu, maksudnya informasi yang datang tidak boleh terlambat. Sistem informasi manual yang ada selama ini belum mampu memberikan informasi yang relevan, kakrena sifatnya yang tidak terupdate,selain itu sistem ini juga kurang mampu memberikan informasi yang tepat waktu.
3. Economis Analyze (analisis ekonomi) Ekonomi memang berhubungan erat dengan dunia nyata dalam lingkungan seharihari. Ekonomi juga merupakan hal yang sangat terkait dalam berjalannya roda pembangunan dalam hal ini adalah pembangunan dalam bidang kesehatan yang dilaksanakan oleh dinas kesehatan kota Yogyakarta. Anggaran yang efisien dan efektif adalah hal yang harus bisa dicapai oleh setiap kantor pemerintah untuk mendukung kinerja yang maksimum. Sistem informasi geografis untuk surveilans penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) diWilayah Kota Yogyakarta ini memerlukan biaya yang lebih dari pada sistem yang dilakukan secara manual. Dan diharapkan sistem ini dapat banyak membantu dinas terkait. 4. Control Analyze (analisis pengendadlian) Kontrol dipasang untuk meningkatkan kinerja sistem, mencegah, atau medeteksi penyalahgunaan atau kesalahan sistem dan menjamin keamanan data. Dengan adanya kontrol, maka tugas-tugas yang mengalami gangguan bisa diperbaiki. Permasalahan sistem informasi manual kontrol terhadap media informasi dan pendataan hanya dilakukan pada tahap awal pembuatan dan setelah itu jarang dilakukan sehingga apabila ada informasi yang salah sulit untuk diketahui. 5. Effeciency Analyze (analisis efesiensi) Efesiensi tentang menyangkut bagaimana menghasilkan output yang maksimal dengan input yang minimum. Hasil dari analisis yang dilakukan terhadap sistem yang ada dapat disimpulkan bahwa sistem informasi manual lebih banyak membuang waktu karena membutuhkan waktu untuk mengolah informasi. 6. Service Analyze (analisis pelayanan) Sistem yang dipakai dalam surveilans DBD oleh dinas kesehatan Yogyakarta saat ini masih kurang efektif dan efesien. Karena tidak semua petugas surveilans yang ada dilapangan dapat melaporkan hasil surveilansnya secara bersamaan. Hal ini menyebabkan petugas surveilans yang didinas kesehatan melakukan pengolahan data secara berulang-ulang dan membutuhkan waktu yang lama. 4. Hasil Implementasi dan Pembahasan 4.1 Implementasi Tahapan implementasi sistem (system implemention) merupakan tahapan yang paling penting dan mendasar, dimana pada tahapan ini sistem telah siap untuk diletakkan dan dioperasikan. Termasuk di dalamnya pembuatan database, pembuatan program, dan pembuatan layout halaman aplikasi. Adapun tahapan implementasi sistem terdiri dari 3 langkah: 1. Menerapkan rencana implementasi 2. Melaksanakan kegiatan implementasi 3. Tindak lanjut implementasi 4.1.1 4.1.2
Menerapkan Rencana Implementasi
Rencana implementasi (implementaion plan) merupakan tahap awal dari tahapan implementasi sistem. Rencana implementasi sistem dimaksudkan untuk mengatur biaya dan waktu yang dibutuhkan selama tahapan implementasi.
4.1.3
Melaksanakan Kegiatan Implementasi
Kegiatan implementasi dilakukan dengan dasar kegiatan yang direncanakan dan diimplentasikan. 4.1.3.1
Pelatihan Administrator SIG
Administrator SIG berasal dari pegawai/surveilanscer dinas kesehatan kota Yogyakarta yang kesehariannya bertugas mengelola laporan surveilans penyakit DBD. Pemilihan ini didasarkan pada penugasan yang telah ada di kantor dinkes setempat. Selanjutnya surveilanscer yang telah terpilih nantinya akan mendapatkan pengetahuan dan pelatihan tambahan mengenai internet walaupun mereka sudah mengerti tentang teknologi internet itu sendiri. Untuk melakukan pelatihan dapat dilakukan dengan : 1. Pelatihan prosedural Dengan menyediakan prosedur teknis tertulis yang menjelaskan cara kerja administrator dalam manajemen Sistem Informasi Geografis peyakit DBD. 2. Pelatihan tutorial Dengan mengadakan pelatihan kepada surveilanscer dinkes kota Yogyakarta dengan cara tatap muka. 3. Pelatihan langsung Surveilanscer diberi penjelasan dan instruksi tentang apa yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakan yang langsung dipraktekan pada situasi kerja sebenarnya.
4.1.3.2
Pemilihan Tempat Hardware dan Software
Kegiatan ini dimulai dari menentukan tempat yang akan digunakan untuk instalasi hardware dan software sebagai penempatan sistem baru. Pemilihan tempat diletakan di ruang kerja surveilanscer dinkes kota Yogyakarta, agar mempermudah dalam mengatur jaringan yang akan digunakan pada sistem, persiapan ini bertujuan untuk melakukan penempatan peralatan pendukung sistem yang baru dan memberikan keamanan dari peralatan tersebut. 4.1.4
Cara Kerja Sistem Secara Umum
a. Admin (surveilanscer dinkes kota Yogyakarta) Seseorang yang bertanggungjawab penuh dalam mengelola dan merawat (maintenance) SIG penyakit DBD kota Yogyakarta. Admin akan ditampilkan beberapa data pada SIG yang berbasis website dan apabila admin akan mengubah data yang diinginkan maka diwajibkan untuk melakukan login terlebih dahulu yang juga terdapat pada halaman administrator. b. User (surveilans lapangan) surveilanscer lapangan harus melakukan login terlebih dahulu untuk melaporkan data jumlah kasus DBD yang yang terjadi diwilayah kerja masing-masing melalui sistem tersebut secara berkala setiap hari kerja. Namun untuk validasi data, surveilanscer lapangan harus menyerahkan print out laporan setiap bulan kepada dinkes kota Yogyakarta sebagai pertanggung jawaban. Namun komponen-komponen terkait kegiatan surveilans penyakit DBD seperti kepala dinkes kota Yogyakarta yang bertanggaung jawab menentukan tindakan penanggulangan, surveilancer kantor dinkes maupun surveilanscer lapangan yang bertugas menjalankan SIG penyakit DBD, dan dinas lain yang terkait. Harus melakukan rapat koordinasi secara langsung dalam menentukan langkah pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD yang ada diwilayah kota Yogyakarta
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, analisis, perancangan sistem dan pembuatan program dan penyelesaian laporan dengan judul “Perancangan Sistem Informasi Geografis untuk Surveilans Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kota Yogyakarta” , maka dapat ditarik kesimpulan antara lain sebagai berikut: 1. Dengan adanya Sistem Informasi Geografis Surveilans Penyakit DBD ini dapat digunakan untuk mengetahui informasi penyakit DBD serta perkembangannya karena memiliki output berupa angka dan grafik. Sehingga dapat memudahkan dalam pengambilan keputusan tindak penanggulangan bagi Dinkes kota Yogyakarta 2. Dengan adanya Sistem Informasi Geografis Surveilans Penyakit DBD ini dapat digunakan untuk mempemudah dan mempercapat pengumpulan data DBD oleh petugas Survailans lapangan. 3. Dengan adanya Sistem Informasi Geografis Surveilans Penyakit DBD ini dapat mempermudah pembuatan laporan data kasus DBD oleh petugas Surveilans Dinkes Kota jogja. 4. Dengan adanya Sistem Informasi Geografis Surveilans Penyakit DBD ini dapat memberikan informasi atau laporan tentang kasus DBD dengan cepat kepada setiap instansi atau per orangan yang membutuhkan. 5. Dengan adanya Sistem Informasi Geografis Surveilans Penyakit DBD ini akan memudahkan Dinkes Kota Yogyakarta dalam penyimpanan data kasus DBD. 6. Dengan adanya Sistem Informasi Geografis Surveilans Penyakit DBD ini dapat memberikan informasi seputar kesehatan kota Yogyakarta. 5.2 Saran Setelah dilakukan pengujian Sistem Informasi Geografis ini, masih terdapat kekurangan sehingga pengembangan lebih lanjut disarankan: 1. Penggolongan kategori per kelurahan pada Sistem belum memiliki perhitungan matematis dan masih manual. 2. Hal penting untuk diperhatikan, dengan adanya sistem yang baru pemeliharaan dan perawatan terhadap perangkat keras, perangkat lunak dan ketersediaan server baik hosting dan domain harus diperhatikan agar sistem dapat berjalan dengan baik. 3. Peta belum mampu menampilkan data yang bersifat dinamis.
DAFTAR PUSTAKA
Al Fatta, Hanif. 2007. Analisis dan Perancangan Sistem Informasi untuk Keunggulan Bersaing Perusahaan & Organisasi Modern, Yogyakarta: ANDI Departemen Kesehatan RI. 2005. Surveilans Epidelogis Demam Berdarah Dengeue, Yogyakarta Eddy Prahasta. 2009. Sistem Informasi Geografis Konsep-konsep dasar perspektif geodesi dan geomatika, Bandung : INFORMATIKA Farhansyah. 1999. Basis Data, Bandung : INFORMATIKA Jogiyanto. 2005. Analisis dan Desain Informasi : Pendekatan terstruktur Teori dan Praktik Plikasi Bisnis, Yogyakarta: ANDI M.Rudyanto Arief. 2006. Pemrograman Basis Data: Menggunakan Transact-SQL dengan Microsoft SQL server 2000, Yogyakarta : ANDI Wahyudin Rajab,M.Epid. 2009. Buku Ajar Epidemologi Untuk Mahasiswa Kebidanan, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC