Perancangan Rangka Perahu Tradisional Dengan Kayu Yang Dilapisi Fiberglass Reinforced Plastic Oktafiandi1, Duskiardi 1, Iman Satria 1 1
Jurusan Teknik Mesin - Fakultas Teknologi Industri - Universitas Bung Hatta Jl. Gajah Mada No. 19 Olo Nanggalo Padang 25143 Telp. 0751-7054257 Fax. 0751-7051341 Email :
[email protected] [email protected] [email protected]
ABSTRAK Untuk menggali potensi ikan laut sebesar 289.936 ton, sebagian besar nelayan di Sumatera Barat menggunakan perahu kayu dalam menangkap ikan. Namun tingginya kerusakan hutan di Provinsi Sumatera Barat 2011 sebesar 534.336,94 Ha, membuat para nelayan sulit untuk mendapat kayu yang memenuhi standar kelas awet dan kelas kuat Biro Klasifikasi Indonesia. Penggunaan kayu yang dilapisi fiberglass merupakan salah satu material alternatif untuk membuat rangka perahu tradisional. Secara keseluruhan beban yang dialami rangka perahu masih dibawah batas ijin beban lateral sambungan rangka. Nilai safety factor terkecil 1,06 pada sambungan lunas dan nilai safety factor terbesar 2,57 pada sambungan lunas dan haluan buritan. Untuk mampu menahan beban yang terjadi rangka kayu perahu dilapisi dengan 2 lapisan fiberglass menggunakan serat mat 300. Jika menggunakan fiberglass 100%, rancangan rangka perahu ini mempunyai nilai efisiensi sebesar 56%. Kata Kunci : perahu, rangka kayu, kayu, fiberglass
ABSTRACT To explore the potential of marine fish at 289.936 tonnes, the majority of fishermen in West Sumatra using a wooden workboat fishing. However, the high deforestation in West Sumatra in 2011 of 534,336.94 hectares, making it difficult to obtain the fishermen get the standard grade wood durable and strength class of Biro Klasifikasi Indonesia. The use of wood reinforced fiberglass is one of the alternative materials to make the framework of traditional workboats. Overall load experienced by the framework boat still under lateral load limit of connection order. The smallest value of the safety factor of 1.06 in connection keel and greatest safety factor value of 2.57 at the bow and stern keel connection. To be able to withstand loads occurring workboat wood frame covered with two layers of fiberglass using mat 300. By using 100% fiberglass, the draft order this workboat has 56% efficiency rate. Keywords: workboat, wooden frameworks, wood reinforced, fiberglass.
I. PENDAHULUAN Provinsi Sumatera Barat mempunyai luas daerah 42.200 Km², luas tersebut setara dengan 2,17% dari luas daratan Republik Indonesia. Selain potensi perikanan laut sebesar 289.936 ton, Sumatera Barat juga mempunyai kelautan lainnya seperti pariwisata, Industri bahari, dan industri maritim. Material kayu yang digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan kapal kayu harus sesuai dengan aturan kelas kuat dan kelas awet Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Penggunaan kayu yang tidak memenuhi aturan kelas kuat dan kelas awet akan sangat mempengaruhi nilai kekuatannya terhadap beban dan ketahanan perahu/ kapal kayu. Sehingga diperlukan upaya untuk mengembangkan bahan baku alternatif, salah satu bahan baku tersebut adalah fiberglass. Material kayu yang digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan kapal kayu harus sesuai dengan aturan kelas kuat dan kelas awet Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Penggunaan kayu yang tidak memenuhi aturan kelas kuat dan kelas awet akan sangat mempengaruhi nilai kekuatannya terhadap beban dan ketahanan perahu/ kapal kayu. Sehingga diperlukan upaya untuk mengembangkan bahan baku alternatif, salah satu bahan baku tersebut adalah fiberglass. II. TINJAUAN PUSTAKA Kapal merupakan kendaraan pengangkut penumpang dan barang di laut, sungai, dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Kapal fiberglass adalah kapal yang seluruh kontruksi badan kapal dibuat dari fiberglass. Fiberglass sebenarnya adalah “Fibreglass Reinforced Plastics (FRP)” yaitu plastik yang diperkuat dengan fiberglass. Pemakaian fiberglass sebagai material bangunan kapal mempu-nyai beberapa keuntungan yaitu: 1. Tidak berkarat dan daya serap air kecil. 2. Pemeliharaannya sangat mudah dan reparasi mudah sekali, waktunya singkat.
3. Tidak memerlukan pengecatan, karena warna/ pigmen telah dicampurkan pada bahan (gelcoat) pada proses laminasi. 4. Untuk displacement yang sama, fiberglass konstruksinya lebih ringan. Tabel 2.1 Standar minimum karakteristik fiberglass
Kayu adalah material yang berasal dari pohon yang dibuat oleh hutan dan tidak akan habis selama ditanam dan dipelihara. Kebutuhan kayu sangat tinggi, namun kurangnya kesadaran akan reboisasi membuat tingkat kerusakan hutan semakin tinggi. Table 2.2 Luas Kerusakan Hutan di Sumatera Barat Tahun 2011
Material kayu yang digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan kapal kayu harus sesuai dengan aturan kelas kuat dan kelas awet Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Table 2.3 Kelas Kuat Kayu
Table 2.4 Kelas Awet Kayu
Gambar 3.3 Rancangan tampak samping
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir
Gambar 3.1 Diagram Alir 3.2. Sketsa Rancangan Rangka Sketsa rancangan rangka perahu tradisonal mengikuti bentuk dari dinding perahu. Untuk mendapatkan geometri surface dari dinding perahu yang sesuai dengan aturan yang berlaku maka digunakan software Rhinoceros (Evaluation) dengan Plugin tambahan Orca3D (Evaluation). Sedangkan untuk membuat detail drawing rangka menggunakan software Autodesk Inventor Education Version.
Gambar 3.2 Rancangan tampak isometri
Gambar 3.4 Rancangan tampak depan Dari Rhinoceros (Evaluation) didapatkan bentuk hasil rancangan perahu dengan menggunakan nilai koefisien balok (Cb) 0,55, koefisien garis air (Cw) 0,75, dan nilai koefisien gading besar (Cm) 0,9. Dari rancangan tersebut diperoleh nilai LWL sebesar 6,40 meter.
Gambar 3.5 Sketsa rancangan rangka Keterangan: 1. Lunas Lunas ialah balok memanjang di dasar kapal yang terletak pada bidang memanjang perahu, antara linggi haluan dan linggi buritan sepanjang perahu. Lunas merupakan bagian konstruksi terpenting pada suatu perahu. 2. Lunas depan (linggi haluan) Lunas depan (linggi haluan) adalah merupakan bagian yang paling besar mendapat tekanan dan tegangan-tegangan, sebagai akibat terjangan perahu terhadap air dan pukulan-pukulan ombak. 3. Lunas belakang (linggi buritan) Lunas belakang (linggi buritan) adalah bagian konstruksi perahu yang merupakan kelanjutan lunas perahu 4. Gading-gading Gading-gading adalah salah satu komponen kerangka perahu melintang yang dipasang pada sisi perahu mulai dari linggi haluan,lunas dan sampai linggi buritan.
5. Tulang Senta. Tulang senta adalah salah satu komponen penghubung atau menguatkan bagian-bagian gading supaya tidak goyah. 6. Wrang Wrang merupakan sambungan penguat antara linggi haluan dengan Lunas. 3.3. Ukuran Utama Perahu 1. Panjang Perahu/ Length (L) Panjang perahu (L) adalah rata-rata dari panjang pada garis muat (LWL) dan panjang digeladak (LOA), jadi : LWL + LOA (3.1) L= 2
Gambar 3.6 Ukuran panjang perahu 2. Lebar perahu/ Breadth (B) Lebar perahu merupakan jarak antara sisi terluar kulit perahu pada sisi yang terlebar dari perahu. 3. Tinggi/ Depth (H) Tinggi perahu diukur pada pada pertengahan panjang LWL sebagai jarak vertikal anatara sisi bawah sponeng lunas dan sisi atas papan geladak pada sisi perahu. 4. Sarat air/ Draft (T) Sarat air diukur pada pertengahan panjang LWL sebagai jarak vertikal antara sisi bawah sponeng lunas dan tanda lambung timbul (water line). Untuk menentukan ukuran utama perahu dapat menggunakan nilai pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Daftar Koefisien Bentuk Dan Perbandingan Ukuran Utama
3.4. Beban Pada Konstruksi Perahu 3.4.1. Beban dari atas Beban dari atas merupakan beban yang ditimbulkan oleh berat struktur perahu dan muatan lainnya. 3.4.2. Beban dari bawah Beban dari bawah merupakan tekanan yang dialami oleh rangka perahu akibat pemindahan air (displacement) yang terjadi. Hal ini berhubungan dengan hukum Archimedes “setiap benda yang dimasukan kedalam air, benda tersebut mendapat gaya tekan keatas seberat zat cair yang dipindahkan oleh benda tersebut”. Besarnya displacement dapat dicari dengan menggunakan persamaan: (3.2) Vs = L . B . T . Cb . C Dengan diketahui besarnya displacement (Vs), maka gaya tekan keatas dapat dicari dengan menggunakan persamaan: (3.3) Fb = Vs . ρ . g 3.5. Sambungan Mekanis Kayu Perhitungan pada sambungan kayu merupakan hal yang penting dalam perancangan ini. Menurut Peraturan Konstruksi Kayu (PKKI NI-5) tahun 2002, sambungan mekanis kayu dibagi dalam beberapa kategori. Secara umum pengelompokan kategori sambungan berdasarkan jenis alat sambung yang digunakan dan arah pembebanan. 3.5.1. Sambungan Gigi Tunggal Sambungan gigi mempunyai fungsi utama untuk mendukung beban desak. Sambungan gigi diperoleh dengan cara membuat takikan pada bagian pertemuan kayu.
Gambar 3.7 Sambungan Gigi Tunggal Pada sambungan gigi tunggal, dalamnya gigi (tm) tidak boleh melebihi 1/3h, dimana h adalah tinggi komponen
struktur mendatar. Panjang kayu muka (lm) harus memenuhi lebih besar atau sama dengan 1,5h dan tidak boleh kurang dari 200 mm. Pada bagian pertemuan (coakan), kayu diagonal harus dipotong menyiku dengan sudut 90o. Tahanan geser pada bagian muka kayu dapat dihitung dengan persamaan berikut: (3.4) lm . b . F ′ v Nu . cos α ≤ λ . Φv l 1 + 0,25 em m 3.5.2. Sambungan Baut
Gambar 3.8 Sambungan Baut Alat sambung baut umumnya difungsikan untuk mendukung beban tegak lurus sumbu panjangnya. Kekuatan sambungan baut ditentukan oleh kuat tumpu kayu, tegangan lentur baut, dan angka kelangsingan (nilai banding antara panjang baut pada kayu utama dengan diameter baut). Tabel 3.2 Tahanan lateral acuan baut (Z) pada sambungan dua irisan yang menyambung tiga komponen
3.5.3. Sambungan Dengan Alat Sambung Pelat Baja Untuk menghitung tahanan lateral acuan dengan alat sambung pelat baja menggunakan persamaan seperti pada Tabel 3.3. Variabel dan faktor-faktor koreksi yang digunakan sama dengan perhitungan sambungan baut.
Tabel 3.3. Tahanan lateral acuan baut (Z) pada sambungan dua irisan yang menyambung tiga komponen
IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Ukuran Utama Perahu 1. Panjang/ Length (L) Panjang perahu direncanakan 7 meter dan kategorinya adalah kapal motor kecil. 2. Lebar perahu/ Breadth (B) L =5 B L B= 5 7m B= = 1,40 m 5 3. Tinggi perahu/ Depth (H) L = 7,75 H L H= 7,75 7m H= = 0,90 m 7,75 4. Sarat air/ Draft (T) T = 0,40 B T = 0,40 . B T = 0,40m . 1,40m = 0,56 m 4.2. Beban Pada Rangka 4.2.1. Beban Dari Atas (Fa) Berat material kayu : 500 Kg Berat material fiberglass : 300 Kg Berat material pendukung : 100 Kg Berat mesin dan sistem propeller : 150 Kg Berat penumpang dan perlengkapannya. Dalam perancangan jumlah penumpang 4orang: 400 Kg Beban logistik dan bahan bakar : 250 Kg
Beban barang muatan dan lain-lainnya : 800 Kg Total berat dari atas sebesar : 2.500 Kg Fa = m . g = 2500Kg . 9,81 m/s2 = 24525 N = 24,52 kN Tekanan kebawah (Pa) yang terjadi pada rangka dari arah atas dapat dicari dengan persamaan; Fa Pa = Awl Awl = Cw . Lwl . B Awl = 0,75 . 6,4m .1,4m Awl = 6,72 m2 Maka, 24,52 kN Pa = = 3,65 kN/m2 6,72 m2 4.2.2. Beban Dari Bawah Vs = L . B . T . Cb . C Vs = 7 . 1,4 . 0,56 . 0,55 . 1,01 Vs = 3,05 m3 Gaya tekan keatas dapat dicari dengan menggunakan persamaan: Fb = Vs . ρ . g Fb = 3,05 .1,025 .9,81 Fb = 30,67 kN Tekanan keatas (Pb) yang terjadi pada rangka dari arah atas dapat dicari dengan persamaan; Fb Pb = Awl 30,67 kN Pb = = 4,56 kN/m2 6,72 m2 4.2.3. Beban Total Besarnya beban dari atas dan dari bawah menetukan posisi perahu didalam air. Karena nilai Pa < Pb (3,65 kN/m2 < 4,65 kN/m2), maka perahu yang dirancang akan mampu mengapung didalam air.
Gambar 4.1 Struktur Utama 4.3.1. Sambungan Pada Titik A Besarnya beban lateral yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan pada Tabel 3.2. Parameter yang ditetapkan dalam rancangan struktur utama:
Gambar 4.3 Sambungan Pada Titik A Data rancangan: Kayu yang digunakan adalah kayu resak dengan berat jenis 0,7 Jumlah baut (nf) = 4 buah Diameter baut (D) = Ø ½˝ Fakto tahanan (Φv) = 0,65 Faktor waktu (λ) = 1,00 Sudut sambungan (θ) = 12,50 Tebal kayu sekunder (ts) = 60 mm Tebal kayu utama (tm) = 60 mm Tahanan lentur baut (Fyb) = 320 N/mm2 Kuat tumpu sekunder (Fes) untuk θ = 12,50 dicari dengan cara interpolasi. θ = 100 Fes = 53,23 N/mm2 0 θ = 20 Fes = 50,95 N/mm2 12,5−10 θ = 12,50 Fes = 53,23 + . 50,95 − 53,23 20−10 Fes = 52,66 N/mm2 Kuat tumpu kayu utama (Fem) = 54,08 N/mm2. Fem 54,08 Re = = = 1,03 Fes 52,66 Tabel 4.1 Tahanan Lateral Acuan Pada Titik A
4.3. Sambungan mekanis kayu Pada perancangan struktur utama rangka perahu terdapat 4 titik sambungan mekanis kayu yang mengalami beban yang besar seperti pada gambar 4.2. Tahanan lateral acuan yang digunakan adalah yang terkecil = 24442 N
Tahanan lateral acuan ijin sambungan (Zu) Zu ≤ 𝛷v . λ . Cg . CΔ . nf . Z Zu ≤ 0,65 .1,00 . 1,00 . 1,00 . 4 . 24442 Zu ≤ 63544 N ≈ 63,5 kN Jadi linggi buritan mampu menahan beban ≤ 63,5 kN sejajar dengan arah serat kayu. 4.3.2. Sambungan Pada Titik B Besarnya beban lateral yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan pada Tabel 3.3. Parameter yang ditetapkan dalam rancangan struktur utama:
Gambar 4.4 Sambungan Pada Titik B Data rancangan: Kayu yang digunakan adalah kayu resak dengan berat jenis 0,7 Jumlah baut (nf) = 4 buah Diameter baut (D) = Ø ½˝ Fakto tahanan (Φv) = 0,65 Faktor waktu (λ) = 1,00 Sudut sambungan (θ) = 00 Tebal pelat baja (ts) = 8 mm Tebal kayu utama (tm) = 60 mm Tahanan lentur baut (Fyb) = 320 N/mm2 Kuat tumpt pelat baja (Fes) = 207 N/mm2 Kuat tumpu kayu utama (Fem) = 54,08 N/mm2 Fem 54,08 Re = = = 0,26 Fes 207 Tabel 4.2 Tahanan Lateral Acuan Pada Titik B
Tahanan lateral acuan yang digunakan adalah yang terkecil = 22707 N Tahanan lateral acuan ijin sambungan (Zu) Zu ≤ 𝛷v . λ . Cg . CΔ . nf . Z Zu ≤ 0,65 .1,00 . 0,63 . 1,00 . 4 . 22707 Zu ≤ 37194 N ≈ 37,19 kN
Jadi lunas mampu menahan beban ≤ 37,19 kN sejajar dengan arah serat kayu. 4.3.3. Sambungan Pada Titik C Besarnya gaya tekan terfaktor yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 3.4. Parameter yang ditetapkan dalam rancangan struktur utama:
Gambar 4.5 Sambungan Pada Titik C Data rancangan: Kayu yang digunakan adalah kayu resak dengan berat jenis 0,7 (kode mutu E22) Diameter baut (D) = Ø ½˝ Fakto tahanan (Φv) = 0,65 Faktor waktu (λ) = 1,00 Sudut sambungan (θ) = 22,50 Kedalam gigi (tm) = 1/3.h =1/3.120 = 40 mm Panjang kayu muka (Im) ≥ 1,5.h = 200 mm Kuat geser sejajar serat (Fv) = 6,1 N/mm2 Kuat geser terkoreksi (F′v) = Fv. λ = 6,1 . 1,00 = 6,1 N/mm2 Eksentris pada penampang (em) em = 0,5.h (h-tm)+0,5.tm = 60 mm Tahanan tekan pada permukaan kayu: 200 . 60 . 6,1 Nu . cos α ≤ 1,00 . 0,65 200 1 + 0,25 60 Nu . cos α ≤ 25952 N ≈ 25,95 kN Jadi stifener untuk linggi haluan mampu menahan beban ≤ 25,95 kN sejajar dengan arah serat kayu. 4.3.4. Sambungan Pada Titik D Besarnya gaya tekan terfaktor yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 3.4. Parameter yang ditetapkan dalam rancangan struktur utama:
Gambar 4.6 Sambungan Pada Titik D
Data rancangan: Kayu yang digunakan adalah kayu resak dengan berat jenis 0,7 (kode mutu E22) Diameter baut (D) = Ø ½˝ Fakto tahanan (Φv) = 0,65 Faktor waktu (λ) = 1,00 Sudut sambungan (θ) = 450 Kedalam gigi (tm) = 1/3.h =1/3.120 = 40 mm Panjang kayu muka (Im) ≥ 1,5.h = 200 mm Kuat geser sejajar serat (Fv) = 6,1 N/mm2 Kuat geser terkoreksi (F′v) = Fv. λ = 6,1 . 1,00 = 6,1 N/mm2 Eksentris pada penampang (em) em = 0,5.h (h-tm)+0,5.tm = 60 mm Tahanan tekan pada permukaan kayu: 200 . 60 . 6,1 Nu . cos α ≤ 1,00 . 0,65 200 1 + 0,25 60 Nu . cos α ≤ 25952 N ≈ 25,95 kN Jadi stiffener untuk linggi haluan mampu menahan beban ≤ 25,95 kN sejajar dengan arah serat kayu. 4.3.5. Kelayakan Sambungan Mekanis Kayu Ukuran kelayakan sambungan adalah kemampuan sambungan dalam menahan beban. Besarnya beban yang ditahan oleh struktur utama merupakan jumlah total dari berat struktur sendiri dan muatan lainnya (Fa) . Tabel 4.3 Kelayakan Sambungan Mekanis Struktur Utama
4.4. Sifat Mekanik Fiberglass 4.4.1. Kekuatan tarik Sifat mekanik kekuatan tarik fiberglass dapat dicari dengan persamaan: 𝑅𝑚 = 1278 . Ψ2 − 510 . Ψ + 123 (N mm2 ) Untuk perhitungan serat menggunakan mat 300 maka nilai Ψ sebesar 0,30.
Sedangkan untuk serat yang menggunakan tipe roving nilai Ψ sebesar 0,50 Serat Mat 300 𝑅𝑚 = 1278 . 0,302 − 510 . 0,30 + 123 𝑅𝑚 = 85,02 [N mm2 ] Serat roving 400 𝑅𝑚 = 1278 . 0,502 . − 510 . 0,50 + 123 𝑅𝑚 = 187,5 N mm2 4.4.2. Kekuatan tekuk Sifat mekanik kekuatan tekuk fiberglass dapat dicari dengan persamaan: 𝜎𝐵 = 502 . Ψ2 + 106,8 [N mm2 ] Untuk perhitungan serat menggunakan mat 300 maka nilai Ψ sebesar 0,30. Sedangkan untuk serat yang menggunakan tipe roving nilai Ψ sebesar 0,50 Serat Mat 300 𝜎𝐵 = 191,98 N mm2 Serat roving 𝜎𝐵 = 502 . 0,502 + 106,8 𝜎𝐵 = 232,3 N mm2 4.5. Lapisan fiberglass Untuk mengetahui ketebalan satu lapisan fiberglass dapat menggunakan persamaan : t = 0,001 . WG
1 γG
+
1− Ψ Ψ
.
1 γR
(mm)
Dimana : t = tebal fiberglass per satu lapisan WG = berat serat per satuan luas (g/m2) = 300 untuk mat dan 400 untuk roving γG = massa jenis serat (ton/m3) = 2,6 ton/m3 untuk jenis E-glass γR = massa jenis resin (ton/m3) = 1,2 ton/m3 untuk unsaturated polyester resin matrix Ψ = glass content by weight = 0,30 untuk serat mat dan 0,50 untuk serat roving Tebal satu lapis fiberglass dengan serat mat 300; 1 1 − 0,30 1 t = 0,001 . 300 + . 2,6 0,30 1,2 t = 0,698 ≈ 0,70 mm Tebal satu lapis fiberglass dengan serat roving 400;
1 1 − 0,50 1 + . 2,6 0,50 1,2 t = 0,487 ≈ 0,50 mm t = 0,001 . 400
Sebelum menentukan jumlah lapisan fiberglass harus diketahui dahulu besar beban pada rancangan. Besarnya beban terbagi pada beberapa bagian, yaitu: Tabel 4.4 Total beban pada bagian bawah
Sehingga besarnya beban dapat dicari dengan menggunakan persamaan; Pt = Pa + Ps Pt = 3,65 + 88,96 = 91,36 kN/m2 Untuk menentukan jumlah lapisan fiberglass dibagi berdasarkan nilai sifat mekanik yang dimiliki fiberglass dan jenis serat yang digunakan. 4.5.1. Mat 300 Untuk menentukan jumlah lapisan (n) dapat menggunakan persamaan: Kekuatan tarik Pt n= Rm 91,36 n= 85,02 n = 1,07 ≈ 2 lapis Dengan menggunakan 2 lapis, maka tebal total lapisan fiberglass (T): T = n .t = 2 .0,70 mm = 1,40 mm Kekuatan tekuk Pt n= σB 91,36 n= 191,98 n = 0,47 ≈ 1 lapis Dengan menggunakan 1 lapis, maka tebal total lapisan fiberglass (T): T = n .t = 1 .0,7 mm = 0,70 mm
4.5.2. Roving Kekuatan tarik Pt n= Rm 91,36 n= 187,5 n = 0,48 ≈ 1 lapis Dengan menggunakan 1 lapis, maka tebal total lapisan fiberglass (T): T = n .t = 1 .0,50 mm = 0,50 mm Kekuatan tekuk Pt n= σB 91,36 n= 232,2 n = 0,39 ≈ 1 lapis Dengan menggunakan 1 lapis, maka tebal total lapisan fiberglass (T): T = n .t = 1 .0,50 mm = 0,50 mm Berdasarkan aturan yang ditetapkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) bahwa tebal minimum untuk kontruksi perahu fiberglass adalah 2,5mm. Jadi dengan menggunakan kayu yang dilapisi fiberglass maka didapatkan efisiesi penggunaan fiberglass sebesar: 𝑇𝑚𝑎𝑥 𝜀𝑓 = 𝑥 100% 𝑇𝑠 Dimana : Εf = Efisiensi fiberglass Tmax = Tebal maksimun rancangan Ts = Tebal standar minimum fiberglass 1,40 𝜀𝑓 = 𝑥 100% 2,5 𝜀𝑓 = 56% V. KESIMPULAN Dengan menggunakan software Rhinoceros (Evaluation) with Plugin Orca3D (Evaluation) didapatkan geometri perahu yang sesuai dengan regulasi Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Geometri tersebut merupakan base dari perancangan rangka perahu. Dari hasil analisa data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan:
1. Beban yang dialami oleh rangka perahu adalah 24,52 kN. Sedangkan batas ijin beban rangka yang paling rendah terletak pada sambungan lunas (posisi sambungan C dan D) sebesar 25,95 kN dengan nilai safety factor 1,06. Untuk nilai safety factor terbesar pada posisi sambungan A sebesar 2,57. 2. Untuk pelapisan fiberglass menggunakan serat mat 300 sebanyak 2 lapis (layer). 3. Efisiensi penggunaan material fiberglass pada rancangan rangka perahu ini adalah sebesar 56%. Dengan nilai efisiensi yang diperoleh, maka esensi dari perancangan ini dapat tercapai tanpa mengesampingkan kekuatan rangka perahu terhadap pembebanan yang terjadi. DAFTAR PUSTAKA ----------, 2010, Identifikasi Kapal Dan Alat Penangkap Ikan, Jakarta, Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Pertanian.
Azwar. Peningkatan Sifat Mekanik Dan Fisik Kayu Bahan Perahu Melalui Pelapisan Dengan Komposit Polyester. Politeknik Negeri Lhokseumawe. Nangro Aceh Darussalam. Biro Klasifikasi Indonesia, 2003, Regulations For The Classification And Construction Of Fibre Reinforced Plastics Workboat, Jakarta. Biro Klasifikasi Indonesia, 1989, Peraturan Konstruksi Kapal Kayu, Jakarta. Badan Standardisasi Indonesia, 2002, Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia, Jakarta. Djaya, Indra Kusna, 2008, Teknik Konstruksi Kapal Baja Jilid I, Jakarta, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Fyson, J, 1985, Design of Small Fishing Vessels, Farnham, Surrey, England Fishing News Books. Forest Products Laboratory USDA Forest Service, 1987, Wood Handbook Wood as an Engineering Material, Madison, Wisconsin. Ngumar, H. S, 2004, Identifikasi Ukuran Kapal, Jakarta, Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Laporan Kerusakan Hutan, 2010/2011, Dinas Kehutanan ProvinsiSumbar. Sherly, Klara, 2011, Mekanika Fluida, Program Studi Sistem Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Makassar. http://www.slideshare.com/ D.R. Derrett, 1990, Ship Stability for Masters and Mates, Fourth Edition, Revised, B-H Newnes