PERANCANGAN BUKU VISUAL KUMPULAN FORMULA DAN MOTIF BATIK SURABAYA UNTUK DEWASA AWAL DENGAN KONSEP STUNNING DECORATIVE
Nama Mahasiswa
: Yosy Zahra
NRP
: 3407100064
Jurusan
: Desain Produk Industri FTSP-ITS
Dosen Pembimbing
: Ir. Baroto Tavip Indrojarwo, M.Si
Abstrak Dewasa ini, Batik merupakan suatu topik yang sedang ramai dibicarakan oleh banyak orang. Fenomena ini muncul semenjak UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) menetapkan Batik sebagai nominasi dari kriteria Intangible Cultural Heritage of Humanity pada tanggal 2 Oktober 2009 lalu. Seiring perkembangan jaman, Batik mengalami inovasi dari motif, makna, proses pembuatan hingga penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain pada motif, penggunaan Batik dalam kehidupan sehari-hari juga mengalami perubahan. Terutama dalam hal fashion serta peminatnya. Peminat batik yang dulu kebanyakan berasal dari dewasa lanjut, kini merambah hingga ke remaja. Di kota Surabaya sendiri, adanya UKM batik semakin bertambah jumlahnya hingga kini, akan tetapi, keberadaannya masih belum banyak disadari oleh masyarakat Surabaya sendiri karena beragamnya motif batik yang ada akan tetapi masih belum dapat merepresentasikan cirri khas kota Surabaya. Oleh karena itu, akan menjadi peluang yang besar apabila dibuat suatu formula motif batik Surabaya yang mampu merepresentasikan perjalanan panjang sebuah kota Surabaya melalui ikon-ikon kotanya dan mengeksplorasi motif batiknya sesuai dengan target segmen usia, yaitu dewasa awal dan menyampaikannya dalam sebuah media buku visual. Keyword: Batik, ikon Surabaya , dewasa awal, buku visual.
DESIGNING VISUAL BOOK OF SURABAYA’S BATIK MOTIVES AND FORMULA COLLECTION FOR EARLY ADULT USING STUNNING DECORATIVE CONCEPT
Student Name
: Yosy Zahra
NRP
: 3407 100 064
Major
: Desain Produk Industri/ FTSP-ITS
Supervisor
: Ir.Baroto Tavip Indrojarwo, MSi
Today, Batik is a topic being discussed by so many people. This phenomenon has emerged since the UNESCO (United Nations Educational Scientific and Cultural Heritage of Humanity on October 2nd 2009. With the changing times, Batik experiencing innovation of motive, meaning, the process of manufacture to its use in everyday life. In addiction to the motifs, the use of batik in everyday life is also changing. Especially in terms of fashion and demand. Batik enthusiasts who first came mostly from older adults, now reaching down the teens. In Surabaya city itself, the growing number of SMEs batik up to now, however, its existence is not widely recognized by the community itself because of the diversity of Surabaya batik motifs still not able to represent the hallmark of Surabaya city. Therefore, it would be a great opportunity if it was created a formula that is able to Surabaya batik motif represents a long journey through the icons of Surabaya city and exploration of batik motifs in accordance with the target age segment, early adult and present it in a book of visual media.
Keyword : Batik , Icons Surabaya, early adult, visual book.
Latar Belakang
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai dan memahami budaya bangsanya. Batik merupakan salah satu dari kebudayaan Indonesia yang berupa kain bermotif. Selain batik, masih banyak kain-kain bermotif yang tersebar di seluruh penjuru tanah air yang berbeda motif, makna dan penggunaannya tergantung pada daerah asal pembuatannya. Seperti kota-kota lainnya, Surabaya memiliki pengrajin-pengrajin usaha kecil menengah (UKM) yang berada di bawah naungan Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan, baik pemerintah kota Surabaya maupun provinsi Jawa Timur 1. Sejak berdirinya DEKRANASDA Surabaya tahun 2006 hingga sekarang, tercatat sebanyak 10 pengrajin Batik Surabaya yang telah menghasilkan Batik khas Surabaya 2. Surabaya adalah sebuah kota yang telah mengalami sebuah perjalanan panjang slama tujuh abad, tentunya memiliki beragam cirri khas. Mulai dari bangunan bersejarah, peristiwa bersejarah, tokoh sejarah, cerita rakyat, ikon kota, kuliner, bahasa, suku, kesenian hingga pembangunan kota. Namun selama ini yang digunakan paling banyak adalah ikon bergambar Suro dan Boyo, tetapi gambar tersebut kurang representatif sehingga masih banyak konsumen yang tidak menyadari bahwa itulah Batik khas Surabaya 3. Dalam motif Batik Surabaya yang telah ada, menurut hasil depth interview dengan seorang pengrajin Batik Surabaya, minimnya penggunaan motif khas Surabaya dan kurang beragamnya gaya gambar dari motif-motif yang ada 4. Selain itu, belum ditemukannya treatment gaya gambar motif yang berbeda antara batik untuk anak-anak, remaja, kekinian dan dewasa. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengrajin dan kuesioner
5
, responden berpendapat bahwa
diperlukan treatment motif yang berbeda antara segmen-segmen konsumen pemakai Batik, sehingga memperkaya motif Batik Surabaya dan dapat melestarikan budaya Batik mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Inilah yang mendasari penulis untuk mengambil fenomena ini menjadi penelitian bagi Tugas Akhir dalam perkuliahan dan membuat perancangan tentang 1
Hasil wawancara dengan sekretaris Dekranasda Surabaya, Ibu Sumik tanggal 3 Desember 2010 Op cit wawancara dengan Ibu Sumik 3 Hasil wawancara dengan ibu Putu, pemrakarsa batik Dewi Saraswati Surabaya. 4 Op cit wawancara dengan Ibu Putu Sulistyani 5 Hasil penelitian Batik oleh dosen Desain Produk Industri tahun 2010 2
Formula Motif Batik Surabaya untuk dewasa awal. Masalah Pengakuan dari UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 itu tidak bersifat selamanya, sehingga diperlukan pelestarian dan kecintaan secepatnya terhadap Batik agar keberadaannya tidak punah. 6 Semenjak pengakuan dari UNESCO, peminat Batik tidak hanya berasal dari orang tua, namun remaja juga mulai tertarik membeli dan memakai Batik. 7. Disamping itu, ciri khas Surabaya yang kurang menonjol dan tidak spesifik. Dari sekian banyaknya ciri khas Surabaya, namun hanya beberapa yang dikenal oleh masyarakatnya. Motif Batik yang ada tidak mampu memikat semua target konsumennya, karena keterbatasan gaya gambar dan kurangnya treatment desain pada motifnya. Motif batik yang beredar di tengah masyarakatpun terlalu banyak ragamnya, maka masyarakat masih belum bisa mengetahui dengan jelas seperti apakah batik Surabaya itu, terlebih lagi dengan belum kuatnya ciri khas Surabaya yang dikenal oleh masyarakat luas. 8 Belum ditemukannya Batik dengan treatment motif yang berbeda untuk target konsumennya. Selama ini, motif Batik yang ada dapat dipakai untuk semua usia, sehingga masyarakat setuju jika akan dibuat motif Batik dengan icon yang sama namun berbeda gaya gambar dan warna yang sesuai dengan target pemakainya. 9
Batasan Masalah Dalam perancangan Formula Motif Batik Surabaya ini, masalah-masalah yang akan diselesaikan akan dibatasi sebagai berikut: 1. Dalam perancangan ini hanya akan menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan desain dan dikaji dengan teori-teori dalam Desain Komunikasi Visual. 2. Peneliti tidak membuat inovasi motif Batik secara keseluruhan dari berbagai daerah, hanya membuat motif Batik Surabaya menggunakan ciri khas 6
Didit Pradito, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik, The Dancing Peacock: colours and motifs of Priangan Batik, 2010, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta hal 11 http:// nasional .vivanews.com /news / read/111230-unesco_ dongkrak_penjualan_batik_hingga_30_ diakses pada 10 Desember 2010 8 Wawancara pemilik Batik Saraswati, Ibu Hj. Putu Sulistyani tanggal 3 Desember 2010
7
9 Kuesioner #1, pertanyaan mengenai Batik dan batik Surabaya no. 12 dan 13 (Pertanyaan no. 12 ‘Menurut anda, apakah Batik dengan motif dan warna yang sesuai dengan kriteria umur (misal: motif Batik untuk anak, remaja, kekinian, dan dewasa) sudah diperlukan?’ sebanyak 73 dari 100 responden menjawab ‘Setuju’)
Surabaya berdasarkan hasil riset peneliti. 3. Visualisasi Motif Batik Surabaya hanya akan difokuskan untuk target dewasa awal secara keseluruhan. 4. Peneliti hanya membuat formula motif dalam bentuk digital dan hanya dieksekusi beberapa motif dalam bentuk cetak untuk keperluan pameran dan penilaian. Rumusan Masalah Bagaimana merancang buku visual yang berisi kumpulan formula dan motif Batik Surabaya untuk dewasa awal usia 19 – 24 tahun? Tujuan 1. Membuat Batik Surabaya 2. Membuat formula motif Batik khas Surabaya yang dapat dikembangkan oleh para pengrajin batik serta UKM Batik yang ada di Surabaya. 3. Menciptakan ciri khas baru bagi kota Surabaya yang masih rancu akan keberadaan Batik khas Surabaya. 4. Memperkaya motif Batik di Indonesia. 5. Merancang motif Batik sesuai dengan segmentasi target konsumen, yaitu Batik untuk dewasa awal berusia 19 – 24 tahun. 6. Menumbuhkan rasa cinta dan bangga masyarakat Surabaya terhadap produk daerahnya. 7. Target konsumen dapat memiliki dan menggunakan Batik yang sesuai dengan karakteristiknya. Metodologi Penelitian Dalam perancangan ini judul yang diangkat adalah ”Perancangan Buku Visual Kumpulan Formula dan motif batik Surabaya untuk target segmen dewasa awal usia 19 - 24 tahun”. Aspek-aspek yang ditelusuri adalah media yang berhubungan dengan batik dan elemen-elemen yang ada di dalamnya serta ciri khas kota Surabaya yang mempengaruhi motif batik itu sendiri yang sesuai untuk target segmen. Penulis melakukan depth interview kepada pembatik di Surabaya dan DEKRANASDA Surabaya, serta melakukan survey berupa pembagian kuisioner kepada target segmen untuk mengetahui selera pasar dan tanggapannya mengenai batik.
Pembahasan Seiring perkembangan jaman, Batik mengalami inovasi dari motif, makna, proses pembuatan hingga penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya dalam proses pembuatan motif Batik, beberapa tahun yang lalu ditemukan cara membuat motif dengan menggunakan software digital, yang dikenal dengan nama Batik Fractal. Batik ini ditemukan oleh beberapa peneliti yang berasal dari Bandung bernama Pixel People Project dan telah menunjukkan eksistensi Batik buatannya dalam konferensi art di Milan pada tahun 2007 lalu. 10 Selain pada motif, penggunaan Batik dalam kehidupan sehari-hari juga mengalami perubahan. Terutama dalam hal fashion serta peminatnya. Sekarang tampak euforia Batik dimana-mana. Sekolah-sekolah mulai mewajibkan siswanya untuk memakai seragam Batik di hari-hari tertentu, karyawan kantor, bank, Pegawai Negeri Sipil, petugas perpustakaan hingga penyiar televisi turut serta memakai Batik. Peminat Batik pun mulai merambah ke hampir seluruh kalangan, usia dan jenis kelamin. Ketua Dewan DEKRANASDA Jogyakarta mengatakan bahwa penjualan Batik di Jogja meningkat 30% semenjak pengakuan dari UNESCO serta peminat Batik mulai merambah pasaran orang tua hingga remaja. 11 Dari gambaran diatas, dapat disimpulkan bahwa euforia Batik merupakan salah satu pendukung utama dalam upaya inovasi, pelestarian dan peningkatan kecintaan atas Batik kepada seluruh bangsa Indonesia. Pada perancangan formula batik Surabaya untuk segmentasi dewasa awal 19 – 24 tahun, penulis bermaksud untuk membuat desain batik yang mampu merepresentasikan ciri khas kota Surabaya. Ada beberapa hal yang mendasari penulis untuk membuat penelitian ini, yaitu terus bertambahnya jumlah UKM batik di Surabaya, begitu juga dengan peminat batik itu sendiri. 12 Akan tetapi, ragam batik yang terus bertambah inilah yang membuat masyarakat Surabaya masi awam dengan batik yang berasal dari kotanya sendiri. 13 Motif-motif batik yang ada sangat beragam dan kurang dikenali oleh masyarakat. Oleh sebab itu, formula batik Surabaya ini diharapkan dapat menciptakan ciri khas baru bagi kota Surabaya yang masih rancu akan keberadaan Batik khas Surabaya, dan menambah rasa cinta masyarakat Surabaya akan produk daerahnya. Motif pada batik akan sesuai dengan hasil wawancara dan hasil kuisioner terhadap target segmen, yaitu aspek-aspek tertentu yang bisa dijadikan ikon kota 10
tekno.kompas.com/read/2008/08/09/05062775/batik.fractal.teknologi.mewariskan.ruh.batik akses September 2010 http://nasional.vivanews.com/news/read/111230-unesco_dongkrak_penjualan_batik_hingga_30_ diakses pada 10 Desember 2010 12 Hasil wawancara dengan sekretaris Dekranasda Surabaya, Ibu Sumik tanggal 3 Desember 2010 13 Hasil kuisioner I kepada 100 responden usia remaja hingga dewasa 11
Surabaya dalam pembuatan motif batik. Dalam perancangan ini, penulis menemukan permasalahan, yang pada intinya adalah di tengah-tengah maraknya batik Indonesia, apalagi sejak pengakuan UNESCO tahun 2009 lalu batik Surabaya yang memang sudah ada sejak tahun 2006 masih belum cukup dikenal, karena terlalu banyaknya Motif Batik Surabaya yang ada maka masyarakat masih belum bisa mengetahui dengan jelas seperti apakah batik Surabaya itu. 14 Sebanyak 57 orang responden kuesioner menjawab tidak tahu, 19 orang menjawab tahu dan 21 lainnya ragu-ragu Disamping itu, belum adanya motif batik yang dibuat berdasarkan segmen usia, motif Batik antara orang tua, anak-anak dan remaja cenderung sama, hanya berbeda bentuk dalam segi fashion. Sehingga, tak heran jika peminat batik hanya orang-orang dewasa dengan umur tertentu. Sebanyak 73 orang dari 100 orang responden kuesioner menyatakan setuju bahwa diperlukan treatment motif Batik yang berbeda antara segmen pasar Batik dan 69 orang responden menyatakan setuju dengan pembuatan motif Batik sesuai dengan segmen pasar. Menurut penelitian yang dilakukan oleh penulis melalui kuisioner dan wawancara, Terdapat beragam motif Batik Surabaya namun kurang mencerminkan ciri khas Surabaya juga membuat masyarakat masih rancu tentang pakem motif Surabaya yang sebenarnya. Selain itu, motif Batik yang telah ada di pasaran belum dapat memikat semua target konsumennya. Contohnya adalah motif ikon Suro dan Boyo yang hanya diminati oleh lelaki dewasa karena gambarnya yang tampak keras dan ganas. Keragaman ciri khas Surabaya juga masih belum dapat memunculkan motif yang dapat mencerminkan Surabaya. Ciri khas Surabaya yang banyak tersebut tidak spesifik dan kurang dikenal oleh banyak masyarakat 15. Dari ciri-ciri tersebut, hanya ikon Suro dan Boyo yang paling dikenal oleh masyarakat (sebanyak 51 pilihan dari 200 pilihan responden pada 10 kategori ciri khas Surabaya). Dari data di atas kita tahu bahwa responden memerlukan dan setuju akan adanya pembagian batik yang sesuai dengan segmentasi usia, sehingga selain merancang batik yang mampu merepresentasikan cirri khas Surabaya, penulis juga harus menyesuaikan desain batik sesuai dengan target segmen, baik dari segi daya beli, psikologis, sosial, gaya hidup dan kebutuhannya.
14 15
Hasil kuesioner #1 pada tanggal 28-31 Oktober 2010 Hasil wawancara dengan pemilik Batik Dewi Saraswati, Ibu Putu Sulisyani tanggal 3 Desember 2010
Kata stunning’ ini diambil dari karakteristik target audiens dewasa awal. Menurut penelitian yang dilakukan, karakteristik dewasa awal adalah ingin tampil berbeda dari yang lain, mereka ingin menjadi pribadi yang menjadi daya tarik bagi orang disekitarnya. Sedangkan kata decorative dicapai dari karakter motif batik untuk dewasa awal dengan motif utama yang detail serta penggunaan elemen batik yang lain, seperti isen-isen, motif pendukung yang tidak hanya menggunakan pakem tradisional (madura dan solo) saja, akan tetapi juga motif baru hasil turunan dari motif utama. Secara keseluruhan, arti dari kata kunci ‘Stunning Decorative’ ini adalah sebuah batik yang merupakan representasi dari Sebuah kota, yaitu Surabaya yang disampaikan melalui ikon-ikon kotanya pada motif batik untuk target segmen dewasa awal dengan elemen motif yang dekoratif dan warna-warna gelap dan pastel yang akan membuat pemakainya menjadi daya tarik tersendiri . Dalam kasus tugas akhir ini, penulis mencoba untuk lebih menyelami kerajinan yang ada di kota Surabaya, terutama pada kerajinan Batiknya. Dengan beberapa penelitian dan observasi secara langsung maupun tidak langsung pada narasumber serta memperhatikan dan mempelajari fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat, maka terkuaklah beberapa masalah batik Surabaya yang dapat dicoba untuk diselesaikan secara desain. Dengan menggunakan konsep ‘Stunning Decorative ini, akan dibuat motif-motif
batik baru yang mencerminkan ciri khas kota Surabaya yang sesuai dengan segmentasi pasar, sehingga setiap segmen usia akan memiliki treatment motif Batik yang berbeda namun mempunyai satu makna dari ciri khas Surabaya. Dengan memperkuat segi dekoratifnya, motif yang dibuat akan beragam dan memunculkan ciri khas Surabaya yang mungkin belum terekspose dan mempunyai padu padan yang harmonis pada eksplorasi motifnya yang menjadi acuan dalam pembuatan motif Batik Surabaya yang baru ini. Adapun karakteristik batik yang akan dibuat pada perancangan ini adalah 1. Motif Batik yang digunakan mempunyai skala yang bervariatif dalam satu kain, yaitu penggabungan antara skala motif besar dan kecil. 2. Jumlah motif dalam satu kain adalah 2 -5 motif. Motif ini merupakan jumlah keseluruhan, baik motif utama maupun pendukung pada satu kain batik. 3. Pada batik, elemen-elemen di dalamnya (motif utama, pendukung, isen-isen, dll) adalah dekoratif, yaitu dapat menggunakan elemen batik yang sudah ada, dan dapat menggunakan elemen batik yang baru (turunan dari motif utama yang berupa stilasi yang lebih sederhana). 4. Warna menurut hasil penelitian, yang paling mencerminkan ciri khas Surabaya adalah warna merah dan hijau. Oleh karena itu, peneliti akan menggunakan kedua warna tersebut sebagai warna utama dan kecenderungan warna pada alternative warna lain sesuai dengan hasil wawancara Surabaya.
kepada Untuk
warna
pembatik pada
di target
segmen dewasa awal, akan digunakan tone warna yang gelap dan kalem.
5. Untuk motif utama, akan menggunakan gaya gambar dengan isian penuh (detail). Berikut merupakan contoh aplikasi formula pada kain batik Surabaya untuk target segmen dewasa awal.
Dalam penyampaian formula dan motif batik Surabaya ini, akan menggunakan media berupa buku visual. Media buku visual dipilih karena formula batik serta cara menggunakan formula ini merupakan pembelajaran kepada target segmen buku mengenai penerapannya dalam sebuah motif dan kain, yaitu target primer (dewasa awal berusia 19-24 tahun) dan target sekunder (dewasa lanjut 25-35 tahun) , khususnya masyarakat yang tinggal di Surabaya serta para pembatik. Buku visual ini akan disajikan dengan menggunakan konsep exclusive elegant. Pada konsep ini akan dibuat buku yang simple, elegan dan eksklusif yang mengangkat mengenai motif dan formula batik Surabaya dengan memadupadankan kesan elegan dan citarasa seni batik pad sebuah buku, tak lupa dengan memberi beberapa elemen pada buku berupa cirri khas kota Surabaya. Baik dari segi warna, maupun ornamen dan grafik standar di dalamnya. 1. Menggunakan bahasa Indonesia dalam penyampaiannya. 2. Bally band soft cover dan hard cover , binding jahit dan lem. Dengan ukuran buku 21 x 27 cm, orientasi landscape, menggunakan 2 grid layout. 3. Bahan kertas Art paper 120gr , Gold Dust 250 gr , Fancy paper village ivory 100 gr. 4. Visualisasi menggunakan ilustrasi pada batiknya serta fotografi untuk ikon-ikon Surabaya, cara pembuatan batik dan aplikasinya dalam fashion. 5. Tone warna yang digunakan pada buku terkait dengan hasil penelitian mengenai warna yang dapat merepresentasikan ciri khas Surabaya, maka digunakan warna merah tua yang dipadukan dengan warna ivory. 6. Huruf yang digunakan pada buku Surabaya dalam Batik.
Cover buku dan halaman pembabagan dalam buku Surabaya dalam batik.
Gambar diatas merupakan halaman informasi pada buku.
Gambar diatas merupakan halaman peletakan motif pada buku, motif landscape dan portrait. Dalam buku ini, terdapat satu babag yang berisikan mengenai penerapan motif batik pada baju, yang ditampilkan dengan modelnya.
Estimasi Biaya buku 1. 2. • • • • • • • • • 3. • •
Harga Plat = Rp. 35.000/plat Isi Fancy paper ( village)100 gram plano 76 x 100 cm dibagi ukuran buku 21x27 cm, satu plano fancy paper = 4 lembar 130 halaman = 70 lembar 70 lembar (1 buku) x 250 (eksemplar) = 17.500 lembar 17.500 lembar : 4 lembar = 4.375 plano yang dibutuhkan 4375 lembar : 500 = 8.75 rim Harga kertas fancy paper 100 gram = Rp 5.000 /lembar x 500 x 8.75 rim = Rp. 21.875.000,Cover Cover 1 Art Paper 230 gram plano 76 cm x 100 cm Dibagi ukuran cover depan belakang 21 x 27 cm
• • • • • • • • • • • • • • • • 4. • • • 5. • • • 6. • • • • • 7. • • • • • • • • • • • •
75 cm = (27 + 27 + 10 +10) + 1 cm Satu plano fancy paper = 2 lembar 250 (eksemplar) : 2 lembar = 125 lembar 125 lembar : 500 = 0.25 rim Harga kertas art paper 230 gram = Rp 5000 x (250:2) = Rp 625.000,Cover 2 Fancy Paper Gold Dust 250 gram plano 76 cm x 100 cm Dibagi ukuran cover depan belakang 21 x 27 cm 55 cm = (27 + 27 ) + 1 cm Satu plano fancy paper = 2 lembar 250 (eksemplar) : 2 lembar = 125 lembar 125 lembar : 500 = 0.25 rim Harga kertas fancy paper 250 gram = Rp 14.000 x (250:2) = Rp 1.750.000,Harga / ongkos cetak Ongkos cetak = Rp. 320.000 / rim = Rp. 320.000 x 8.75 rim = Rp. 2.800.000,Jilid Jilid punggung = Rp. 250.000 / rim = Rp. 250.000 x 8.75 rim = Rp. 2.187.500,Total Produksi Biaya kertas isi = Rp. 21.875.000,Biaya kertas cover = Rp. 2.375.000 (625.000+1.750.000),. Biaya cetak = Rp. 2.800.000,. Biaya jilid = Rp. 2.187.500. + Rp. 29.237.500,. (biaya cetak) Harga jual Biaya buku (harga jualx250) = Rp 29.237.500. Biaya produksi (non cetak) Biaya fotografer = Rp 10.000.000,. Biaya desain dan layout = Rp 10.000.000,. Biaya lain-lain = Rp 3.000.000,. + Rp 23.000.000,. Biaya markup penjualan 30% dari biaya total keseluruhan = Rp 15.671.250 + Rp 67.908.750,. Biaya total = Rp 67.908.750,.,. Harga per buku (biaya total:250) = Rp 67.908.750 : 250 = Rp. 271.635,-
Dibulatkan menjadi Rp. 272.000 per buku. Estimasi perhitungan diatas merupakan pembagian secara umum, sehingga harga bisa saja berubah sesuai dengan kesepakatan dengan pihak yang bersangkutan dalam prose’s produksi buku.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Perjalanan panjang kota dengan berbagai hal yang menorehkan berjuta peninggalan di dalamnya patut diapresiasi. Buku visual Surabaya dalam Batikku ini merupakan wujud sebuah apresiasi terhadap dinamika kota Surabaya yang telah ada sejak tujuh abad lamanya. Dalam buku ini, akan dipaparkan perjalanan panjang kota Surabaya dalam sebuah batik melalui ikon-ikon kotanya, yaitu bamboo runcing, semanggi, kesenian ludruk, Tugu Pahlawan, Pantai Kenjeran dan bangunan bersejarahnya. Dalam buku ini akan diulas mengenai kota Surabaya dan batik yang telah ada di kota ini. Motif batik yang ada di Surabaya sangat beragam, hal inilah yang menjadikan masyarakatnya sendiri tidak paham betul mengenai keberadaannya. Oleh sebab itu, penulis membuat penelitian dan menggali kembali cirri khas kota Surabaya untuk kemudian dijadikan dalam sebuah batik melalui ikon-ikon kota Surabaya. Dalam hal ini, penulis membagi motif batik berdasarkan atas usia target segmen, yaitu dewasa awal berusia 19 – 24 tahun. Pembagian segmen ini sangat penting karena batik-batik yang telah ada di kota Surabaya belum mempunyai treatment khusus terhadap motifnya, dan sesuai dengan riset pasar, target segmen setuju akan dibuatnya motif batk yang sesuai dengan pembagian usia. Buku visual yang berisi kumpulan formula dan motif batik Surabaya untuk dewasa awal diharapkan dapat bermanfaat bagi target segmen dalam berbusana dan mampu menginspirasi para pembatik yang ada di Surabaya untuk terus mengambangkan karya batiknya dengan segala kecintaannya.
Saran Dalam membuat suatu media berupa buku visual dan berhubungan dengan target segmen tertentu dan dalam rangka mengapresiasi sebuah kota sesungguhnya tidak hanya mengandalkan sebuah skill yang baik, akan tetai membutuhkan segenap pengetahuan mengenai kota, batik, dan yang terpenting adalah mencintai apa yang akan anda apresiasi. Karena bagaimanapun juga, embuatan buku ini merupakan cerminan dari rasa tanggung jawab kita sebagai masyarakat Indonesia dengan mengangkat salah satu kota yang ditinggali oleh arek-arek Suroboyo dengan sejuta hal di dalamnya yang telah mengalami dinamika dari sebuah perjalanan panjang sebuah kota.
Daftar Pustaka Didit Pradito, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik, The Dancing Peacock: colours and motifs of Priangan Batik, 2010, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta hal 11