PERANCANGAN BUKU PORTRAIT TENTANG TOKOH-TOKOH KESENIAN BANTENGAN BERBASIS FOTOGRAFI
Febrianto Wihanda Putra Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected]
Abstrak: Kesenian Bantengan merupakan salah satu dari sekian banyak kesenian di Indonesia yang patut untuk dilestarikan. Kesenian Bantengan merupakan kesenian dengan penyebaran di Daerah Malang raya, Mojokerto, Kota Batu dan daerah lain disekitarnya. Kesenian ini sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sejak dulu ini mulai memudar karena perkembangan jaman. Maka dari itu Buku Portrait tentang tokoh-tokoh kesenian Bantengan yang disajikan dengan media fotografi diharapkan mampu mengangkat kembali rasa kepedulian terhadap kesenian lokal karena fotografi merupakan hal yang menjadi tren di masyarakat akhir-akhir ini. Metode perancangan ini diawali dari penulisan latar belakang, pengidentifikasian tujuan, dilanjutkan dengan pengumpulan data terdiri dari observasi dan studi pustaka atau dokumentasi. Dalam buku portrait ini fotofoto yang disajikan adalah foto setiap karakter dalam permainan bantengan yang di dampingi narasi singkat yang menjelaskan setiap foto. Konsep portrait pada buku ini yaitu menunjukkan setiap tokoh bantengan dengan ciri khas ornament yang dia kenakan baik pakaian maupun gaman (senjata) yang dia pakai. Setiap foto portrait setiap tokoh ditampilkan dua foto yang berbeda untuk menunjukkan secara detail karakter setiap tokoh. Diharapkan dengan adanya buku portrait sebagai media pengenalan kesenian Bantengan terlebih setiap tokoh yang memainkannya, dapat menjadikan sebuah wawasan tentang setiap tokoh bantengan dan peran yang dimainkan dalam kesenian Bantengan dan dapat menimbulkan kepedulian terhadap kelestarian kesenian Bantengan di Indonesia. Kata kunci: Perancangan, Buku Portrait, Tokoh-Tokoh Kesenian Bantengan, Fotografi Abstract: Bantengan dance is one of the many arts in Indonesia that ought to be preserved. Bantengan art is art with the spread in regional Malang, Mojokerto, Batu City and other surrounding areas. This art has become part of peoples life since it first began to fade due to changing times. Thus the book Portrait About the art Bantengan presented with photographic media are expected to raise again a sense of concern for the local art, cause photography is a thing become a trend in society lately. The design method is started from a writing background, identifying goals, followed by data collection consisted of observation and literature study or documentation. In this portraitures book ,photographs presented of each character in the game bantengan accompanied by a brief narrative describing each photo. The concept of portrait in this book which shows each character bantengan with hallmark ornament he wore good clothes and Gaman (weapon) he wears. Each photo portrait of each character is shown two different photographs to show in detail the character of each figure. Hopefully with the introduction of the book as a medium for artistic portraiture Bantengan
advance of each character to play, can make an insight into each character bantengan and the role played in the arts Bantengan and can cause concern for the preservation of art Bantengan in Indonesia. Keywords: Designing, Portrait Book, Bantengan Dance Character, Photography.
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan- kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan merupakan suatu yang agung dan mahal, tentu saja karena ia tercipta dari hasil rasa, karya, karsa,dan cipta manusia yang kesemuanya merupakan sifat yang hanya ada pada manusia.Tak ada mahluk lain yang memiliki anugrah itu sehingga ia merupakan sesuatu yang agung dan mahal. Kesenian tradisional merupakan buah dari kebudayaan adalah sebuah kekayaan intelektual sebuah bangsa yang patut untuk dijaga kelestariannya. Indonesia merupakan negara yang kaya akan karya seni tradisional, sayang akhir-akhir ini banyak karya seni dan budaya Indonesia yang di klaim oleh negara lain, itu karena warga indonesia sendiri yang tidak mau menghargai karya seni dan budayanya, bahkan mereka cenderung menyukai produk negara lain atau luar negeri, padahal di luar sana banyak negara yang iri dengan kekayaan seni dan budaya indonesia sampai-sampai mereka berani mengklaim kesenian dan kebudayaan negara kita. Seni Tradisional Bantengan, adalah sebuah seni pertunjukan budaya tradisi yang berasal dari Jawa Timur yang menggabungkan unsur sendra tari, olah kanuragan, musik, dan syair/mantra yang sangat kental dengan nuansa magis. Pelaku Bantengan yakin bahwa permainannya akan semakin menarik apabila telah masuk tahap trans yaitu tahapan pemain pemegang kepala Bantengan menjadi kesurupan arwah leluhur Banteng (Dhanyangan). Seni Bantengan yang telah lahir sejak jaman Kerajaan Singasari (situs candi Jago – Tumpang) sangat erat kaitannya dengan Pencak Silat. Walaupun pada masa kerajaan Ken Arok tersebut bentuk kesenian bantengan belum seperti sekarang, yaitu berbentuk topeng kepala bantengan yang menari. Karena gerakan tari yang dimainkan mengadopsi dari gerakan Kembangan Pencak Silat. Walaupun berkembang dari kalangan perguruan Pencak Silat, pada saat ini Seni Bantengan telah berdiri sendiri sebagai bagian seni tradisi sehingga tidak keseluruhan perguruan Pencak Silat di Indonesia mempunyai Grup Bantengan dan begitu juga sebaliknya. Perkembangan kesenian Bantengan mayoritas berada di masyarakat pedesaan atau wilayah pinggiran kota di daerah lereng pegunungan se-Jawa Timur tepatnya Bromo-Tengger-Semeru, Arjuno-Welirang, Anjasmoro, Kawi dan Raung-Argopuro.Permainan kesenian bantengan dimainkan oleh dua orang yang berperan sebagai kaki depan sekaligus pemegang kepala bantengan dan pengontrol tari bantengan serta kaki belakang yang juga berperan sebagai ekor bantengan. Kostum bantengan biasanya terbuat dari kain hitam dan
topeng yang berbentuk kepala banteng yang terbuat dari kayu serta tanduk asli banteng. Berbagai macam keunikan dalam kesenian tradisional ini yang masih bisa dieksplor lebih dalam, namun kesenian Bantengan ini masih belum ter-ekspose sampai ke daerah lain dan masih kalah popular jika dibandingkan dengan Reog Ponorogo. Dan dalam kawasan berkembangnya kesenian Bantengan itu sendiri masyarakat masih terasa awam dan tidak banyak orang yang mengerti asal usul kesenian ini. METODE Metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya), atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. (Poerwadarminta, 1990:580). Model Perancangan Model perancangan yang digunakan dalam perancangan ini adalah model perancangan prosedural, yaitu model yang bersifat deskriptif, dimana menggariskan langkah-langkah yang harus diikuti untuk menghasilkan sebuah produk (PPKI, 2003:37). Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan “A-A Procedure” atau “From Attention to Action Procedure”. Menurut Sanyoto (2006:13) yang dimaksud dengan A-A Procedure adalah proses komunikasi persuasif yang dimulai dari usaha untuk membangkitkan perhatian (attention) kemudian berusaha untuk menggerakkan seseorang atau banyak orang agar melakukan kegiatan (action) seperti yang diharapkan. Model perancangan buku portrait ini mengembangkan dari model perancangan Drs Sadjiman Ebdi Sanyoto, selain itu pengumpulan data hanya menggunakan data pustaka karena pengambilan datanya hanya didapat dari buku, internet, dan email. Memakai model perancangan ini karena mudah dipahami oleh penulis.
Latar Belakang Masalah Perancangan Rumusan Masalah Perancangan, Tujuan Perancangan
IDENTIFIKASI
KAJIAN PUSTAKA
ANALISA / KESIMPULAN
SINTESIS
KONSEP PERANCANGAN
PERENCANAAN MEDIA Tujuan Media Strategi Media Program Media
KONSEP TATA DESAIN Tujuan Tata Desain Strategi tata desain Program tata desain a. Idea layout b. Rough layout
PERENCANAAN KREATIF Tujuan Kreatif Strategi Kreatif Program Kreatif Biaya Kreatif
DESAIN FINAL
HASIL PERANCANGAN Sintesis Euforia fotografi yang terjadi pada masyarakat akhir- ini menjadikan fotografi menjadi sebuah hobi yang bias dinikmati dari segala kalangan. Makin menjamurnya kamera digital pada masyarakat menjadikan aktifitas semakin digemari,. Semakin banyak masyarakat yang ingin memperdalam ilmu tentang fotografi, dari mencari buku-buku tentang teknis maupun buku-buku yang berisi tentang refferensi foto. Dan dari sinilah kebutuhan baru akan wawasan fotografi menjadi peluang jika dipadukan dengan kesenian Bantengan. Hal ini dapat
membangkitkan rasa kecintaan masyarakat terhadap kebudayaan lokal melalui fotografi. Buku portrait dibuat sebagai media utama pengenalan tokoh-tokoh kesenian Bantengan, buku ini diharapkan dapat menjadi media komunikasi visual yang efektif untuk menyampaikan pesan kepada target audience. Kelebihan utama dari buku ini adalah pada teknik fotografi dan permainan pencahayaan. Disamping buku portrait, Alternatif media pendukung juga dirancang untuk untuk menginformasikan buku bergambar yang telah dibuat. Konsep Perancangan 1. Bentuk Media Buku portrait adalah buku berisi foto-foto yang dirancang untuk memberikan wawasan visual tentang detail setiap karakter yang ada dalam kesenian Bantengan. Foto-foto yang disajikan adalah foto-foto setiap karakter dalam permainan bantengan yang di dampingi narasi singkat yang menjelaskan setiap foto. Konsep portrait pada buku ini yaitu menunjukkan setiap tokoh bantengan dengan cirri khas ornament yang dia kenakan baik pakaian maupun gaman (senjata) yang dia pakai. Setiap foto portrait setiap tokoh ditampilkan dua foto yang berbeda untuk menunjukkan secara detail karakter setiap tokoh. Diharapkan dengan adanya buku portrait sebagai media pengenalan kesenian Bantengan terlebih setiap tokoh yang memainkannya, target audience dapat mengetahui informasi tentang setiap tokoh bantengan dan peran yang dimainkan dalam kesenian Bantengan dan dapat menimbulkan kepedulian peduli terhadap kelestarian kesenian Bantengan di Indonesia. 2. Konsep Teknologi Perancangan buku portrait ini menggunakan beberapa perangkat yang digunakan dalam proses produksi fotografi dan paska produksi fotografi serta beberapa perangkat yang digunakan untuk merancang layout buku portrait. Dalam proses produksi fotografi perangkat yang digunakan adalah Kamera digital Canon EOS 5OD, lensa 50mm, 17-40mm, lighting menggunakan 2 buah flash canon 430EX dengan perangkat tambahan berupa Oktagon softbox berukuran 87cm dan dua set radio trigger pixel knight TR-433. Dalam paska produksi perangkat yang digunakan adalah Komputer dengan beberapa software pendukung yaitu diantaranya menggunakan adobe lightroom untuk memproses file foto digital negative atau raw files foto jadi (jpg) untuk menyempurnaan foto menggunakan Adobe Photoshop CS3, dan untuk melayout buku software yang digunakan adalah Corel Draw X3. 3. Judul Media Judul perancangan buku bergambar ini adalah perancangan buku portrait yang berisi foto-foto portrait para tokoh pemain kesenianBantengan sebagai media untuk mengenalkan kesenian Bantengan kepada masyarakat. Judul buku yang
dipilih dalam buku ini adalah “Banteng” maksud judul dalam buku ini adalah sebuah subyek dalam kesenian Bantengan yaitu para tokoh dalam kesenian tersebuat. Dalam buku ini Tagline yang dipilih adalah “Kesenian Bantengan dalam Portrait “ mengambil kata ini agar memberikan informasi yang terarah tentang subyek . Sedangkan tema yang diangkat dalam perancangan ini adalah “Mengenal Kesenian Bantengan”, kata-kata ini dipilih karena diawali dengan mengenal, maka akhirnya kita akan ikut peduli dalam kelestarian salah satu budaya lokal Indonesia yaitu kesenian Bantengan. 4. Gaya Desain Media Gaya Desain yang dipakai dalam perancangan ini adalah menggunakan gaya foto portrait yang mengangkat karakter setiap personal yang menjadi subjek dalam foto. teknik fotografi digital dengan teknis pencahayaan menambah nilai dalam memperkuat karakter sumbyek yang di foto. Gaya desain pada layout foto menggunakan gaya layout yang sederhana dan tidak menonjol, hal ini bermaksud untuk menitik beratkan daya tarik pada fotografi, tetapi tetap menggunakan penataan tulisan yang nyaman untuk dibaca. 5. Target Market Target market merupakan kelompok konsumen yang dituju dalam pemasaran suatu produk. Target market dari buku portrait tentang kesenian Bantengan ini adalah masyarakat dengan usia diatas 25 tahun, karena pada pada usia tersebut adalah masa dimana seseorang membutuhkan sesuatu sebagai tambahan wawasan atau referensi untuk membuka pola pikir tentang kejadian social di sekitar mereka. Sehingga pada masa-masa ini dirasa sangatlah cocok untuk membuka wawasan kepada mereka bahwa masih ada sebuah kebudayaan daerah yang menghasilkan kesenian seperti Kesenian Bantengan dan membuat mereka sadar akan pentingnya menjaga kelestarian budaya lokal Indonesia. Perencanaan Media 1. Tujuan Media Kesenian Bantengan merupakan salah satu hasil dari kebudayaan lokal Indonesia yang masih jarang ter-ekspos sampai ke daerah diluar penyebaran kesenian Bantengan itu sendiri.. Kesenian Bantengan sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat karena kurangnya kesadaran akan kelestarian budaya lokal. Para pemuda lebih memilih perkembangan budaya luar yang mereka anggap lebih populer dari pada budaya lokal mereka sendiri. Dengan adanya buku portrait tentang tokoh-tokoh kesenian Bantengan yang berbasis pada media yang popular pada era ini yaitu fotografi, diharapkan mampu mengangkat kembali budaya kesenian Bantengan yang sudah mulai ditinggalkan.
2. Strategi Media Poster Poster adalah iklan warna berukuran besar yang dicetak pada selembar kertas dan ditempatkan pada panel, dinding atau ke jendela. X-Banner Banner merupakan media promosi dalam ruangan yang berukuran besar dan di cetak memanjang. Banner dapat menonjolkan unsur bentuk, warna ataupun gambar yang berfungsi untuk memperkenalkan suatu produk yang dipromosikan kepada konsumen. Undangan Launching Buku Undangan merupakan media yang sifatnya langsung kepada personal yang kita tuju. Media ini hanya bersifat momental atau sementara saja. Perencanaan Kreatif 1. Tujuan Desain Tujuan kreatif dari perancangan buku portrait tentang tokoh-tokoh kesenian Bantengan ini adalah memberikan informasi kepada target market mengenai adanya buku portrait yang memberikan wawasan tentang kesenian Bantengan melalui media fotografi. 2. Strategi Kreatif Untuk mencapai tujuan kreatif maka perlu adanya strategi kreatif. Strategi kreatif buku portrait tentang tokoh-tokoh kesenian Bantengan ini meliputi: a. Isi Pesan Isi pesan yang disampaikan dalam perancangan buku portrait ini adalah untuk memperkenalkan tokoh-tokoh serta posisi mereka dalam kesenian Bantengan. Diharapkan setelah mengetahui hal tersebut maka target audience akan timbul kesadaran dan kepedulian untuk ikut melestarikan. Memperkenalkan disini berarti menginformasikan dengan tujuan memberikan gambaran visual karakter dalam bentuk foto portrait setiap tokoh yang ada dalam kesenian Bantengan. b. Bentuk Pesan Pesan Verbal Pesan verbal yang digunakan dalam perancangan ini adalah kata-kata yang tidak terlalu panjang dengan arti mudah dimengerti. Dalam penggunaan bahasa verbal sebagai keyword digunakan bahasa yang informatif. Keyword yang dipilih adalah “kesenian Bantengan dalam portrait”, kalimat tersebut dapat diartkan bahwa buku portrait ini dibuat untuk memperkenalkan setiap karakteristik setiap penokohan dalam kesenian Bantengan.
Pesan Visual Pesan secara visual perancangan ini memanfaatkan berbagai unsur yang dapat menunjang tampilan perancangan media tersebut dan bertujuan mengkomunikasikan pesan secara efektif, sehingga dapat menjadi unsur penarik perhatian dari media. Foto yang digunakan foto portrait, foto portrait bertujuan memperlihatkan penokohan ,karakter , serta subyektifitas juru foto yang memotretnya, dengan penataan pencahayaan untuk pemperkuat kesan visual yang menggambarkan karakter setiap tokoh pada kesenian Bantengan secara detail dengan menggabungkan dengan suasana alam lokal yang masih melekat dengan kesenian bantengan.
3. Program Kreatif a. Pesan Pokok yang Diangkat Pesan pokok yang diangkat pada perancangan buku bergambar ini adalah memberikan informasi kepada target audience tentang karakter tokoh pada kesenian bantengan. Informasi yang termuat didalamnya berupa tokohtokoh pada kesenian Bantengan, dalam hal ini ada 3 jenis, yaitu Sesepuh,pemain, pendekar dan penjak (pemain musik pengiring) ,dimana para tokoh tersebut memuat informasi tentang asal tokoh, ciri-ciri fisik, posisi pada kesenian Bantengan dan deskripsi singkat tentang kesenian Bantengan. b. Konsep Kreatif Umum Buku Portrait Tentang Kesenian Bantengan Dalam proses pemotretan terdapat beberapa proses sampai memasuki proses layout buku.. Berikut ini adalah tahap-tahap dalam proses pemotretan: Pra Produksi Tahap ini merupakan tahap pertama dalam pemotretan. dalam tahap ini adalah sebuah persiapan dalam proses produksi nantinya dari kesiapan peralatan, pembagian tim saat produksi, pengolahan jadwal dengan lokasi yang berbeda-beda dan juga persiapan atribut dalam foto serta lokasi yang mendukung dalam foto tersebut. Penyusunan daftar tokoh kesenian Bantengan dibuat dan dikelompokkan berdasarkan lokasi, lalu jadwal pemotretan akan menyesuaikan berdasarkan estimasi jumlah tokoh jarak tempuh lokasi. Dalam tahap ini juga dirancang konsep pengambilan gambar yang akan disusun, percahayaan pada gambar yang akan diambil. Produksi Tahap ini adalah pelaksanaan kegiatan pemotretan berdasarkan jadwal yang telah disusun pada proses pra produksi. Pada tahap ini
kami mendatangi seluruh tokoh kesenian Bantengan satu per satu berdasarkan jadwal yang telah disusun. Pemotretan dilakukan di punden di wilayah para tokoh tinggal atau di sekitar tempat tinggal mereka. Pemilihan sudut pemotretan, pencahayaan dan tata gerak di lakukan untuk memperkuat kesan visual portrait kesenian bantengan dengan nuansa hitam gelap dengan beberapa latar natural pepohonan yang dominan berwarna coklat. Dalam tahap ini juga dilakukan wawancara tentang latar belakang subyek dalam kesenian Bantengan. Post Produksi Proses ini adalah proses setelah seluruh proses produksi telah dilaksanakan pada proses ini adalah proses pemilihan foto yang tepat berdasarkan para karakter tokoh Kesenian Bantengan tersebut. Dalam proses ini mayoritas dilakukan dengan proses computer yang menggunakan software Adobe Lightroom sebagai software pengolah file foto digital untuk dokonversi ke file foto yang sudah siap. Proof Print Tahap ini adalah simulasi hasil print foto dimana pada tahap ini dilakukan penyesuaian antara hasil foto yang dicetak dengan hasil foto yang tampak di komputer. Tahap ini dilakukan untuk mendapatkan hasil cetak yang sesuai dengan yang diharapkan. Proses produksi fotografi diatas berikutnya diterapkan dalam pembuatan buku portrait ini. Tipografi Tipografi yang dipilih dalam buku bergambar ini adalah model atau jenis font serif, karena jenis font ini merupakan jenis font yang mencerminkan kualitas dan ketegasan. Selain itu, serif font juga dipercaya lebih mudah dibaca, diingat, dan mudah diserap oleh otak. Jenis tipografi
yang digunakan dalam perancangan buku bergambar ini hanya terdapat 1 jenis font, yaitu fontin. Jenis tipografi tipe fontin memiliki karakteristik tegas dan jelas, yang sangat cocok digunakan sebagai font untuk memberikan informasi, akan tetapi tidak meninggalkan karakter serif yang elegan karena kaki-kaki pada font ini memiliki lekukan yang lebih halus. Perencanaan Tata Desain 1. Tujuan Tata Desain Tujuan perencanaan tata desain atau biasa disebut dengan visualisasi desain adalah memperoleh media komunikasi visual sebagai bagian dari promosi dalam hal buku bergambar dan media alternatif pendukung promosi lainnya. Media yang dirancang tidak terlepas dari ciri gaya desain white space atau ruang
kosong pada penataan layout. Desain ruang kosong pada margin tulisan berfungsi untuk memberikan fokus untuk pembaca. Desain yang memanfaatkan secara benar sebuah ruang kosong akan sangat memudahkan pembaca dalam mencerna setiap detail pesan yang disampaikan. Hal ini disebabkan karena kerapian dan ruang yang cukup untuk konten desain sehingga tidak saling berhimpit dan terlihat penuh sesak. Pada buku portrait tentang tokoh-tokoh kesenian Bantengan desain ruang kosong juga berfungsi untuk lebih menonjolkan sisi fotografi pada buku ini. Sehingga tidak ada unsur yang dalam buku yang saling beradu. Konsep dari perancangan setiap media dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Buku Bergambar Konsep Cover Pada cover buku portrait tentang tokoh-tokoh kesenian Bantengan menampilkan wajah dari salah seorang pendekar Bantengan hal ini bermaksud menunjukkan bahwa wajah merupakan identitas dalam sebuah foto portrait dan juga mewakili dari beberapa karakter wajah yang ada di dalam buku ini. Pada cover buku ini sengaja dibuat menyambung antara halaman depan cover dengan bagian belakang dengan proporsi foto wajah yang terpotong di punggung buku, tampak depan cover adalah setengah dari foto wajah dan memanfaatkan ruang kosong foto wajah sebagai tata letak judul buku. Foto wajah sengaja dibuat tampak setengah dengan tujuan agar beban daya tetap seimbang antara foto pada cover dan judul buku. Pada cover depan terdapat judul “BANTENG, Kesenian Bantengan dalam Portrait “ yang ditulis menggunakan font dengan ukuran cukup besar, sehingga dapat terbaca langsung bagi orang yang melihatnya. Juga terdapat logo Kesenian Bantengan Nuswantara sebagai identitas para tokoh dalam buku ini. Pada cover belakang terdapat tulisan tentang deskripsi yang menjelaskan buku secara singkat. b. Konsep Naskah Naskah dalam buku ini berfungsi untuk memberi penjelasan tentang tokoh yang ada pada buku ini. Pada setiap foto di iringi dengan nama, umur, posisi pada kesenian Bantengan dan asal tokoh tersebut. Selain itu deskripsi tentang foto juga dijelaskan di bagian akhir buku ini. naskahnaskah lain juga ditampilkan guna menjelaskan beberapa hal dalam buku ini. Berikut merupakan naskah atau tulisan yang disajikan dalam buku bergambar ini. Halaman Pembuka Merupakan halaman awal dari buku. Berisi tentang pesan moral dalam simbol banteng. “Merupakan simbol dari kewibawaan dibalik sebuah kekuatan. Kesenian Bantengan merupakan sebuah pesan moral untuk kita agar memiliki jiwa banteng yang kuat namun tetap berwibawa. Simbol yang kemudian menjadi sebuah kesenian masyarakat untuk
tetap menjunjung filosofi banteng dan juga untuk menghormati arwah para leluhur.” Halaman 2 Naskah pada halaman ini berisi tentang penjelasan singkat potret para tokoh kesenian Bantengan. “Sebuah hasil dari sintesa antara kesenian Bantengan yang kental akan unsur mistis jawa dan fotografi portrait yang menjadi motivasi untuk berfikir serta mengenali tokoh-tokoh yang bergelut didalamnya. Tokoh-tokoh yang tidak lebih hanya seorang buruh tani,pegawai pabrik, pemuda yang masih bingung untuk meneruskan sekolah atau bekerja, pengusaha yang sedang berusaha, dan segala macam masyarakat marjinal lainnya, namun tetap dalam koridor kesenian bantengan sebagaimana mereka berperan sebagai sesepuh, pendekar ataupun pemain. Dengan kiasan lain dalam buku ini berisi sebuah kearifan lokal yang dibungkus dalam bingkai seni fotografi digital. Beberapa potret disajikan dengan simbol mereka sebagai kelompok Bantengan seperti sesepuh dengan cemetinya ataupun pendekar dengan ornamen banteng disekitarnya. Punden dengan pohon beringin yang kokoh sebagai tempat yang sangat lekat hubungannya dengan kesenian ini menjadi latar beberapa foto. Fotografi ini merupakan pengalaman dalam mencermati sebuah peran dan citra diri.” Halaman 4 Pada halaman ini berisi tentang petuah leluhur Eyang Jago Wido (Suryo Haryo Handoko) tentang Banteng. “Titenana yen mbesok wes ana sarpo kantaka Handoko Brang saka wetan dalane, sinuwuk ubrug wahana jati. Amedar galeh jaya pamudya kaluhuruneng partiwi. Iku kang dadi titi wanci kawitane Negara pranata utama ing arum. Gelar anggelareng hambudaya daya manunggaleng ratui adil. Ya kang dadi pamudyaneng budaya jawa. “, “Ingatlah jika nanti ada barisan, kirab, arak-arakan Banteng Merah yang sangat besar dari arah timur, kondisi ini yang sudah dinanti sejak lama. Yang sebenarnya akan menjelaskan maksud dari semua makna yang tersirat dari isi semua budaya Jawa (Nuswantara) yang nantinya akan membawa pada keagugan Tanah Pertiwi (Indonesia). Itu yang sebenarnya akan jadi cikal bakal untuk memulai negara adil dan makmur. Gelaran budaya itu merupakan simbolik dari Manunggaling Kawulo Kelawan Gusti secara vertikal, dan Manunggaling Kawulo Kalawan Panguwoso secara horizontal. Hal inilah yang disebut dengan Ratu Adil. Halaman 8 Narasi pada halaman ini membahas tentang tokoh sesepuh pada kesenian Bantengan. “Sesepuh merupakan orang yang dituakan dalam kesenian bantengan yang bertugas menelaah paweling atau petuah dari
dhayangan (arwah leluhur). Sesepuh juga berfungsi sebagai seorang yang mendatangkan dhayangan untuk merasuki pemain Bantengan dan juga mengeluarkan dhayangan dari raga pemain jika acara sudah selesai. Sesepuh merupakan wujud dari pemimpin yang memutuskan segala sesuatu tata kehidupan baik yang sifatnya horizontal dan vertical (Spiritual dan sosial). Beberapa foto di ambil dengan latar punden (makam atau petilasan leluhur yang membuka lahan kampung atau desa pertama kalinya). Punden dan kesenian Bantengan memiliki hubungan yang erat dalam kepercayaan dinamisme. Selain latar Punden juga terdapat latar berupa suasana tempat tinggal atau suasana sekitar tempat tinggal para sesepuh.” Halaman 24 Narasi pada halaman ini membahas tentang pendekar dalam kesenian Bantengan. “Pendekar memiliki arti sebagai murid dalam suatu perguruan pencak silat yang berilmu (kanuragan). Dalam bantengan pendekar merupakan tokoh diposisikan sebagai pengendali banteng, menyembuhkan pemain yang sedang kalap dan juga sebagai pamong dalam jalannya acara.” Halaman 52 Membahas tentang tokoh pemain dalam kesenian Bantengan. “Pemain merupakan orang yang nanainkan Kesenian Bantengan, pemain bisa berasal dari kelompok pendekar atau masyarakat umum yang mempunyai keinginan untuk memainkan Banteng. dalam Kesenian Bantengan pemain Banteng ada dua orang (sepasang) yaitu bagian kepala dan bagian badan. dan apabila jodoh maka setiap kali memainkan mereka selalu memainkan hanya dengan jodoh atau pasangan mereka sendiri-sendiri” Halaman 70 Dalam halaman ini membahas Panjak atau pemain musik pengiring dalamkesenian Bantengan.“Panjak merupakan pemain musik pengiring kesenian Bantengan terdiri dari jidor, kendang, dan pada daerah tertentu terdapat tambahan alat musik berupa kenong dan angklung karena adanya pengaruh dalam kesenian Kuda Lumping (daerah Tumpang-Malang). Pemain musik pengiring bermakna wujud dari berbagai macam perubahan dan perkembangan kehidupan, dimana kita berkewajiban untuk selalau menyesuaikan diri dari peradapan (Perkembangan jaman).” Halaman 77 dan 78 Narasi pada halaman ini mengulas deskripsi semua foto yang ada pada buku ini. “Mbah Kasmuri (hal.8) : beliau adalah penasehat dalam perkumpulan Kesenian Jaya Sakti ,Beliau memulai kesenian Bantengan ini sejak tahun 1953 latar pada foto mbah Kasmuri adalah
salah satu pohon beringin yang ada di punden Mbah Ageng desa Ngroto Pujon, dalam foto mbah Kasmuri tampak duduk diantara kepala banteng dengan tanduk yang tajam menjuntai ke atas, dengan kepulan asap rokok melewati wajah yang keras dan tatapan mata yang tajam. Bapak Wagiman (hal.9,10) : Bapak Wagiman adalah sesepuh terakhir yang ada di dusun Karas -Pujon rekan-rekan nya dalam kesenian ini telah meninggal dan jarang sekali pemuda di desa tersebut yang mau mengikuti jejak beliau. pada foto tampak beliau dengan latar langit yang kosong dan tidak ada apapun di belakang beliau selain awan halus dan langit. Pada foto kedua tampak raut beliau yang termenung dengan suasana senja. Mbah Lasim (hal. 12) : Mbah Lasim adalah sesepuh kesenian Bantengan yang ada di desa Torongrejo Batu, dia memulai aktif dalam kesenian ini sejak tahun 1998 dan sebelumnya beliau sudah akrab dengan kesenian-kesenian yang sejenisnya. Foto beliau diambil dengan latar punden Wukir yang tak jauh dari rumah beliau. Mbah Kasian (hal.13,14) : Kakek ini dekenal sangat bersemangat dalam kesenian bantengan ini memulai kesenian sejak berumur 25 tahun , beliau adalah pendiri paguyuban kesenian Setia Budaya. Dalam foto tambak beliau memegang cemeti dengan pegangan yang berbentuk kepala banteng berwarna putih yang selalu beliau pakai setiap pagelaran Bantengan. Foto tersebut diambil dengan latar sisi rumah beliau. Mbah Sarji‟un (hal.16) : Sesepuh Bantengan ini sudah aktif di dalam bantengan sejak berumur 17 tahun , beliau adalah seorang yang bijaksana di mata warga sekitar, tak jarang dia bercerita kepada pemuda-pemuda yang dia temui tentang filosofi kehidupan sekarang dan dihubungkan dengan ramalan Joyoboyo. Bapak Ismail (hal.17,18) : Bapak ismail adalah pembina dalam paguyuban silat Karya Marga, beliau memulai kesenian ini sejak tahun 1973. Dalam paguyuban binaan bapak Ismail ini memiliki anggota sebanyak 40 orang yang terdiri dari remaja dan orang tua. Mbah Sanimin (hal. 20 ) : Mbah Sanimin memulai Kesenian ini sejak tahun 1963 dengan mendirikan paguyuban bernama „Kartika Remaja‟ yang menghimpun seluruh pemuda di desa Karanganyar, Poncokusumo. Beliau dikenal dekat dengan pemuda warga setempat karena adanya ikatan dalam kesenian tersebut. Pada foto mbah lasim menggunakan latar punden Samber Nyowo di dusun Gedangan, Poncokusumo , Tumpang. Mbah Suwandi (hal. 22 ) : Mbah Suwandi adalah sesepuh yang tinggal di desa Torongrejo Kota Batu ini memulai kesenian ini sejak tahun 1975 dengan paguyuban kesenian yang bernama Satria Remaja. Foto beliau diambil di pekarangan sawah belakang rumah beliau, tampak dia sedang sedang membawa kepala banteng dan kain hitam penutup yang terikat menjadi satu dengan tali pengikat. Sutari (hal. 26) : Bapak
berumur 42 tahun yang sehari-harinya bekerja sebagai petani ini adala ketua dari paguyuban kesenian „Jaya Sakti‟ di desa Ngroto Pujon, beliau memulai kesenian ini sejak tahun 2005. Foto beliau diambil di punden mbah ageng di desa Ngroto Pujon. Atim Lestari, Suwandi, dan Kosim (hal. 28) : Beberapa pemuda di desa Ngroto Pujon anggota dari paguyuban kesenian Jaya Sakti. Beberapa dari mereka selalu memainkan Banteng selalu bersama-sama dengan pasangan banteng mereka sendiri-sendiri. Atim Lestari (hal. 30) : Masuk Dalam Paguyuban Kesenian tersebut sejak berumur 25 tahun. Pemuda yang berusia 30 tahun ini kesehariannya bekerja mencari rumput untuk hewan ternaknya. Suwandi (hal.32) : Pemuda ini gabung dalam paguyuban tersebut ketika dia berumur 20 tahun. Keinginan dia untuk masuk ke kesenian tersebuat karena merupakan budaya dari keluarga untuk mempelajari pencak silat. Kosim/ Agus Efendi (hal.34) : Kosim mengikuti kesenian Bantengan sejak berumur 20 tahun. Kesehariannya kosim bekerja di ladang milik keluarganya. Darni (hal.36) : Bapak yang berasal dari desa Pandesari Pujon ini sudah akrab dengan kesenian tradisional seperti Reyog dan Kuda Lumping semenjak umur belasan. Memulai kesenian Bantengan sejak tahun 1990. Suwandi (hal.38) : Pendekar Bantengan ini tergabung dalam paguyuban kesenian Gumarang Sakti di daerah Pujon. Foto beliau diambil pada saat pagelaran slametan desa di Pujon. Kamari (hal.40) : Pendekar Bantengan ini juga berasal dari paguyuban kesenian Gumarang Sakti beliau masuk dalam kesenian ini sejak berumur 25 tahun. Agus Susanto (hal.42) : Pendekar yang lahir pada tahun 1976 ini adala ketua dari paguyuban Panca Budi dan belia adalah putra dari Mbah Lasim, sesepuh yang tinggal di desa Torongrejo Batu. Foto Agus Susanto di ambil dengan latar punden Wukir yang tidak jauh dari tempat tinggal beliau. Bandi Prayitno (hal.44) : Pendekar ini berasal dari dusun Karanganyar , kelurahan Poncokusumo Tumpang, memulai kesenian ini sejak berumur 17 tahun dan tergabung dalam paguyuban kesenian Garuda Putih. Puji Sutikno (hal.46) : Pendekar yang tergabung dalam paguyuban kesenian Kartika Remaja ini sudah gemar pada kesenian pencak sejak beliau berumur 15 tahun. Pendekar ini terkenal dengan keahliannya menggunakan clurit dalam kesenian pencak. Yohan Wahyudi (hal.48) : Pendekar berumur 38 tahun ini pada awalnya terjun di kesenian Kuda Lumping dan mula mengenal kemudian beliau juga mempelajari kesenian bantengan melalui paguyuban mbah Sanimin yaitu Kartika Remaja. Jono (hal.50) : Pendekar ini sudah akrab dengan kesenian Bantengan sejak tahun 1997 dan bergabung dengan paguyuban Kartika Remaja pada tahun 2001 . Pendekar berumur 31 tahun ini berasal dari Desa Wates kecamatan Poncokusumo. Lokasi
foto ini adalah punden Samber Nyowo di daerah Gedangan kecamatan Poncokusumo. Iwan (hal.54) : Pemain Bateng ini berasal dari Jepara – Jawa Tengah ini mulai akrab dengan kesenian Bantengan sejak dia pindah ke Poncokusumo dan bergabung dengan paguyuban Kartika Remaja. Lokasi foto ini adalah punden Samber Nyowo di daerah Gedangan kecamatan Poncokusumo. Saipul, Kusnan, Samsuri (hal.56): Saipul dan Kusnan adalah anggota dari paguyuban Kartika Remaja berasal dan Samsuri adalah anggota dari Paguyuban Galogo Jati. Saipul berasal dari desa Karanganyar kecamatan Poncokusumo, Kasnan berasal dari desa Njarsari kecamatan Pakis, dan Samsuri berasal dari Njago kecamatan Tumpang. Lokasi foto ini adalah punden Samber Nyowo di daerah Gedangan kecamatan Poncokusumo. Gowok, Menik, Dedin, Rio, dan Gembor (hal.58) : Pemuda anggota paguyuban Kartika Remaja yang berasal dari desa Karangasem kecamatan Poncokusumo mayoritas pemuda ini masih ada yang bersekolah dan ada juga yang bekerja. Lokasi foto ini adalah punden Samber Nyowo di daerah Gedangan kecamatan Poncokusumo. Pitono, Sunar, Irul, Inul, Dono (hal.60) : Seperti dia atas para pemuda ini adalah anggota paguyuban Kartika Remaja yang berasal dari desa Karangasem kecamatan Poncokusumo. Lokasi foto ini adalah punden Samber Nyowo di daerah Gedangan kecamatan Poncokusumo. Dono (hal. 62) : Pemain Bantengan memulai memasuki Kesenian Bantengan dengan bergabung di paguyuban Kartika Remaja pada tahun 2005. Sugiarto (hal.64) : Pemain Bantengan dengan wajah keras ini bertempat tinggal di desa Sidomulyo Punten Kota Batu, memulai Bantengan secara turun temurun dari keluarganya sejak berumur 20 tahun, pemain Bantengan ini tergabung dalam paguyuban kesenian Giwangkara Andaka yang berarti cahaya yang menyinari sang banteng. Pujiyono (hal.68) : Pemain Bantengan ini bertempat tinggal desa Tonggolari Punten ini memulai Kesenian Bantengan pada tahun 1990, bergabung dengan paguyuban Giwangkara Andaka. Eka (hal.70): Pemain Bantengan ini masih berumur 8 tahun, dia adalah cucu dari sesepuh Bantengan Mbah Kasian. Antusias pemain kecil ini sangat besar dan selalu hadir di setiap perayaan gebyak Bantengan di Kota Batu. Matari (hal.72) : Pemain kendang ini berusia 38 tahun , foto ini diam bil pada saat slametan desa di Pujon. Matari tergabung dalam paguyuban kesenian Gumarang Sakti. Mat Yeni (hal.74) : Pemain Jidor ini berusia 40 tahun dan bergabung dalam kesenian Bantengan Gumarang Sakti pada tahun 2005. Suwandi (hal.76) : Pendekar ini juga memainkan kendang selain menjadi Pemain Banteng.”
Halaman 80 Pada halaman terakhir ini menceritakan sekilas tentang perancang buku ini. “Febrianto Wihanda Putra lahir di Kota Batu pada tahun 1984. Mengenal fotografi sejak SMU dengan kamera single lens reflect pemberian paman dan mulai serius pada bidang fotografi sejak memasuki lingkungan kuliah di Desain Komunikasi Visual Universitas Negeri Malang. Sampai sekarang masih tetap mengasah kemampuannya dalam bidang fotografi. Kecintaannya akan foto portrait terinspirasi oleh karya-karya Steve McCurry dan Annie Leibovitz” Halaman Cover Belakang Pada bagian belakang cover terdapat narasi singkat yang menjelaskan maksud dari buku ini dirancang. “Buku ini adalah kumpulan foto portrait para tokoh kesenian Bantengan di sekitar Kabupaten Malang dan Kota Batu serta daerah penyebaran lain. Kumpulan foto ini bertujuan untuk memperlihatkan penokohan ,karakter , serta subyektifitas juru foto yang memotretnya. Sebuah ajakan untuk masuk kedalam dan mengenal para tokoh kesenian Bantengan dimana kesenian ini merupakan salah satu kesenian yang masih erat hubungannya dengan masyarakat dinamisme. Buku ini merupakan sebuah sajian wawasan tentang Kesenian Nusantara yang dikemas dalam fotografi portrait, untuk anda para pecinta fotografi, buku ini merupakan sebuah wawasan visual yang menyuguhkan keunikan kesenian nusantara dalam subyektif seorang juru kamera.” c. Konsep Iluatrasi Isi Pada buku portrait ini, fotografi yang digunakan adalah foto portrait dari tokoh kesenian Bantengan yang diambil dengan menggunakan teknis pencahayaan menggunakan lampu flash dengan perangkat aksesori tambahan berupa octagon softbox yang memberikan efek gradasi pada jatuhnya cahaya ke objek. Setiap tokoh dipotret dengan pencahayaan yang seirama. Konsep pencahayaan pada foto adalah daylight lowkey yaitu mengisolasi subyek sedemikian dengan pencahayaan tambahan dan mengurangi intensitas cahaya yang ada (ambient light) dengan cara meningkatkan kecepatan rana, sehingga seluruh perhatian akan tertuju pada subyek tersebut. Kesan yang ditimbulkan oleh teknik lowkey ini sejalan dengan kesan yang timbul oleh shadow/ bayangan yaitu syahdu, mistis, sakral, mungkin juga terkesan sedih dan murung. Dengan munculnya dominasi warna gelap pada teknik foto ini membuat karakter portrait kesenian Bantengan menjadi lebih mistis. 2. Poster Dimensi : A3 32 x 48.8 cm art paper
3. X-Banner Dimensi : 160 x 60 cm 4. Undangan Launching Buku Dimensi : 18 x 8 cm
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari beberapa pokok bahasan di atas dapat disimpulkan: 1. Buku yang dihasilkan memberikan gambaran penokohan dalam kesenian Bantengan dalam bentuk fotografi portrait dan juga menampilkan informasi singkat pada setiap foto yang ditampilkan. 2. Buku portrait tentang tokoh-tokoh kesenian Bantengan ini mempunyai spesifikasi sebagai berikut : Buku portrait yang terdiri dari 42 halaman full colour dengan format buku ukuran 25 cm x 25 cm. Isi yang diangkat dalam buku portrait ini adalah fotografi portrait tentang para tokoh dalam kesenian Bantengan. Buku portrait ini menggunakan metode fotografi digital yang dipadu dengan tambahan pencahayaan yang dapat menambah nilai estetik pada foto. Tujuan perancangan buku ini adalah mengenalkan para tokoh bantengan serta menunjukkan karakter para tokoh tersebut dalam media portrait. Beberapa media pendukung yang digunakan sebagai sarana promosi launching ini antara lain adalah : 1. Poster Pada media ini unsur fotografi merupakan daya tarik utama . 2. X banner Media ini berguna sebagai pendukung dalam pameran. 3. Undangan Launching Buku Undangan ini bersifat terbatas hanya untuk kalangan tertentu. Saran 1. Buku portait tentang bantengan ini sebaiknya ditujukan kepada kalangan tertentu yang memiliki minat pada fotografi, karena buku ini memiliki daya tarik dalam unsur fotografi nya. 2. Buku portrait tentang tokoh-tokoh kesenian Bantengan ini patut dijadikan sebagai media sebagai wawasan tambahan khususnya untuk daerah diluar penyebaran kesenian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Penerbit Rineka Cinta Ajidharma, Senogumira. 2006. Kisah Mata ,Fotografi Antara Dua Subyek. Yogyakarta:Galang Press Kasali, Rhenald. 1992. Manajemen Periklanan: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti. Kriyantono, Rachmat. 2008. Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana-Prenada Media Group. Kusrianto, Adi. 2007. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi Leibovitz, Annie. 1995. Annie Leibovitz At Work. Versi pdf. Moleong, Lexy. J. 2001. Metodologi Peneltian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nuradi.1996. Kamus Istilah Periklanan Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Poerwadarminta. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Pujiyanto. 2001. Berkreatifitas Dalam Menentukan Huruf dan Tipografi. Malang: Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang. Sanyoto, Sadjiman Ebdi. 2006. Metode Perancangan Perancangan. Yogyakarta : Dimensi Press
Komunikasi Visual
Sachari, Agus. 1986. Paradigma Desain Indonesia. Jakarta: CV. Rajawali. Sarwono, Jonathan. & Lubis,Hary. 2007. Metode Riset untuk Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Penerbit Andi. Suyanto, M. 2004. Aplikasi Desain Grafis Untuk Periklanan. Yogyakarta: Andi Offset. Soelarko, R.M. 1984. Fotografi Untuk Pelajar. Jakarta: Bina Cipta. Tim Penyusun Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Edisi Kelima. Malang: Universitas Negeri Malang. Zulkifli, L. 1988. Psikologi Perkembangan. Bandung: CV Remaja Karya.
Website: http://bantengannuswantara.wordpress.com/ http://www.bantengan.com/ http://www.magnumphotos.com http://www.primaimaging.com/events.php?section=scene&scene_id=10 http://www.portrait-photos.org/ http://psd-tutorial.com/klasifikasi-font/ http://dewey.petra.ac.id/dts_directory_subdir.php?kode=778 http://www.jelajahbudaya.com/kesenian/kesenian-bantengan-buah-darikontestasi-politik-bag-2.html http://photography-on-the.net/forum/showthread.php?t=256447 http://www.photokunst.com/artists-photographers.php http://dgi-indonesia.com http://www.joeyl.com/blog/ http://www.strobist.blogspot.com/ http://www.desainstudio.com/2010/05/pentingnya-white-space-ruangkosong.html http://en.wikipedia.org/wiki/White_space_%28visual_arts%29 http://en.wikipedia.org/wiki/Portrait_photography http://id.wikipedia.org/wiki/Potret http://webdesigntuts.com/web-design/using-white-space-effectively-in-design/ http://www.focusnusantara.com/articles/memahami_white_balance http://indophoto.multiply.com/journal/item/30 http://belajarfotografi.com/memahami-pengertian-white-balance
PERANCANGAN BUKU PORTRAIT TENTANG TOKOH-TOKOH KESENIAN BANTENGAN BERBASIS FOTOGRAFI
ARTIKEL
OLEH FEBRIANTO WIHANDA PUTRA NIM 404253475917
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS SASTRA JURUSAN SENI DAN DESAIN PROGRAM STUDI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL AGUSTUS 2011