PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411 - 4216
PERANCANGAN AWAL PABRIK ACETIC ANHYDRIDE Alvin Kurniawan, Robert Cahyadi, Ronal, dan Johan Utomo Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Katolik Parahyangan Jl. Ciumbuleuit 94, Bandung, 40141 Telp. (022) 2032700 E-mail :
[email protected]
Abstrak Acetic anhydride merupakan anhidrat dari asam asetat yang struktur antar molekulnya simetris. Acetic anhydride memiliki berbagai macam kegunaan antara lain sebagai fungisida dan bakterisida, pelarut senyawa organik, berperan dalam proses asetilasi, pembuatan apirin, dan dapat digunakan untuk membuat acetylmorphine. Perancangan pebrik acetic anhydride di Indonesia bertujuan untuk memenuhi kebutuhan luar negeri maupun dalam negeri yang selama ini masih mengandalkan impor. Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi acetic anhydride adalah asam asetat dan aseton. Proses pertama yang dilakukan adalah dekomposisi aseton menjadi ketene, setelah itu ketene yang terbentuk direaksikan dengan asam asetat sehingga terbentuk acetic anhydride. Tahap terakhir dari proses produksi acetic anhydride adalah proses pemurnian acetic anhydride dengan menggunakan kolom distilasi sampai kemurniannya mencapai 99%. Dari hasil analisis ekonomi dan kelayakan pabrik, diperoleh nilai Pay Back Period selama 5 tahun, Return on Investment sebesar 23,10%, Internal Rate of Return sebesar 20,63%, Net Present Value sebesar $ 78.124.744,75 , Break Even Point kapasitas sebesar 74,55%, Break Even Point harga jual produk sebesar $ 1,87. Berdasarkan hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa pabrik acetic anhydride layak untuk didirikan. Kata kunci : acetic anhydride, perancangan pabrik
Latar Belakang Dalam era globalisasi, industri memegang peranan yang penting dalam kegiatan ekonomi. Indonesia sebagai suatu negara yang berkembang saat ini juga telah mengembangkan berbagai macam industri. Salah satu industri yang berkembang cukup pesat di Indonesia adalah industri kimia. Acetic anhydride ((CH3CO)2O) merupakan larutan aktif, tidak berwarna, serta memiliki bau yang tajam. Kapasitas produksi Amerika untuk produk acetic anhydride ini cukup besar, yaitu lebih dari 900.000 ton per tahun (Kirk othmer, 1991). Pertama-tama acetic anhydride dibuat oleh C.F. Gerhardt dari benzozyl chloride dan kalium asetat yang telah dikeringkan. Acetic anhydride merupakan suatu senyawa yang memiliki kegunaan yang sangat bervariasi. Acetic anhydride digunakan dalam pembuatan cellulose acetate, serat asetat, obat-obatan, aspirin, dan berperan sebagai pelarut dalam penyiapan senyawa organik. Di Indonesia belum terdapat pabrik yang memproduksi acetic anhydride, sehingga Indonesia masih mengandalkan impor untuk bahan kimia ini. Impor Indonesia untuk acetic anhydride dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 2002 impor acetic anhydride sebesar 750.647 kg (Statistik Indonesia). Nilai impor ini telah mengalami kenaikan sejak tahun 1999. Hal ini menunjukkan bahwa acetic anhydride mulai umum digunakan di Indonesia. Melihat potensi pasar acetic anhydride di dalam negeri yang cukup baik serta tidak adanya pabrik dalam negeri yang memproduksi acetic anhydride maka peluang pendirian pabrik acetic anhydride cukup besar. Selain dapat untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan harga yang lebih murah, peluang untuk menjamah pasar luar negeripun masih terbuka lebar. Seleksi Proses Acetic anhydride dapat dibuat menggunakan empat macam proses, yaitu 1. Oksidasi asetaldehid Acetic anhydride dapat disiapkan dengan oksidasi langsung dari asetaldehid dengan menggunakan pelarut asam asetat. Pada proses ini digunakan katalis yang mengandung tembaga. Asetaldehid teroksidasi membentuk peroxyacetic acid. Peroxyacetic acid ini akan bereaksi lagi membentuk acetaldehyde monoperoxyacetate. Zat ini kemudian akan membentuk asam asetat, anhidrida, dan air. Oksidasi mencapai JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
C-2-1
penyelesaian 96% untuk memberikan acetic anhydride banding asam asetat dengan rasio 56:44. Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah sebagai berikut: CH3CHO + O2 ! CH3COOOH CH3COOOH + CH3CHO ! CH3COOOCH(OH)CH3 CH3COOOCH(OH)CH3 ! (CH3CO)2O + H2O CH3COOOCH(OH)CH3 ! CH3COOH + CH3COOH 2. Proses karbonilasi metil asetat Acetic anhydride dapat dibuat dengan karbonilasi metil asetat dengan cara yang sama dengan karbonilasi metanol menjadi asam asetat. Langkah pertama yang dilakukan pada proses ini adalah asetilasi metanol untuk mendapatkan metil asetat, kemudian dilanjutkan dengan karbonilasi metil asetat untuk membentuk acetic anhydride. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: CH3COOH + CH3OH ! CH3COOCH3 + H2O CH3COOCH3 + CO ! (CH3CO)2O Katalis yang digunakan dalam proses ini adalah rhodium chloride trihydrate, metil yodida, bubuk logam kromium, dan sebuah alumina pendukung atau sebuah kompleks nickel carbonyl dengan triphenylphospine, metil yodida, dan chromium hexacarbonyl. 3. Proses ketene dari dekomposisi asam asetat Salah satu proses pembuatan acetic anhydride adalah dengan proses ketene. Asam asetat diuapkan dengan tekanan dibawah 150 mm, dicampur dengan katalis trietil fosfat dan dilewatkan pada pipa pirolisis yang dipanaskan sampai temperatur 550-660°C dimana asam asetat akan terdekomposisi menjadi ketene dan air. Amonia dimasukkan ke dalam aliran gas untuk menetralisasi katalis, dan campuran gas didinginkan dalam pendingin yang dijaga pada temperatur -20°C untuk membekukan air, katalis, dan agar tidak mengubah asam asetat. Gas ketene dilewatkan pada absorber yang dikombinasikan dengan asam asetat untuk memperoleh acetic anhydride. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: CH3COOH ! CH2=C=O + H2O CH2=C=O + CH3COOH ! (CH3CO)2O 4. Proses ketene dari dekomposisi aseton Selain dari asam asetat, ketene dapat dibuat dengan alternatif lain dari dekomposisi aseton berdasarkan reaksi berikut: CH3COCH3 ! CH2=C=O + CH4 CH2=C=O + CH3COOH ! (CH3CO)2O Pada proses ini dihasilkan produk samping berupa gas metana. Metana termasuk gas inert dan mempunyai berat molekul yang lebih kecil daripada air. Perancangan ini memilih proses ini, karena rute ini lebih menguntungkan secara kimia dan ekonomi. Keuntungan dari proses ini adalah produk samping metana yang bersifat inert dan mudah dipisahkan. Proses ini juga tidak memerlukan katalis seperti pada proses pembuatan ketene yang berasal dari asam asetat. Proses Produksi Acetic Anhydride Aseton cair dimasukkan ke dalam furnace sehingga terdekompisisi membentuk ketene dan gas inert metana pada suhu 700oC dan tekanan 8 atm. Reaksi dekomposisi aseton yang terjadi adalah sebagai berikut: CH3COCH3 ! CH2:C:O + CH4 Aseton ketene metana Uap ketene yang terbentuk dalam furnace, dialirkan ke quench. Dalam quench, uap ketene dikontakkan dengan asam asetat cair. Ketene bereaksi dengan asam asetat cair membentuk acetic anhydride. Reaksi pembentukan acetic anhydride adalah sebagai berikut: + CH3COOH ! CH3-CO-O-CO-CH3 H2C=C=O Ketene asam asetat glasial acetic anhydride Campuran cairan dari quench dialirkan ke kolom distilasi acetic anhydride, sementara campuran berfasa gas masuk ke absorber. Dalam absorber, aseton dalam fasa gas diambil kembali dengan asam asetat cair. Proses yang terjadi, aseton diambil kembali dengan asam asetat. Kemudian larutan aseton dan asam asetat yang keluar dari bagian bawah absorber dikirim ke kolom distilasi aseton, sementara gas-gas sisa dibakar dalam unit flare. Didalam kolom distilasi aseton akan dipisahkan aseton dari asam asetat. Aseton ini dikembalikan ke furnace. Asam asetat dibagi 2, yang pertama masuk ke dalam quench, yang kedua masuk ke dalam absorber. Acetic anhydride dan asam asetat dari quench masuk ke dalam kolom distilasi anhidrat. Pada kolom ini dipisahkan acetic anhydride dari asam asetat. Acetic anhydride yang diperoleh disimpan kedalam tangki penyimpanan. Asam asetat dikembalikan ke kolom distilasi aseton.
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
C-2-2
Asam asetat Vent gas
Aseton
Asam asetat
Kolom Absorber Aseton
Kolom Distilasi Aseton
Kolom Distilasi Anhydride
Quench
Tangki Penyimpanan
Furnace
Asam asetat
Acetic anhydride
Gambar 1 Proses produksi acetic anhydride Sistem Utilitas Utilitas yang digunakan dalam pabrik ini berupa unit penyediaan air, kukus, listrik, bahan bakar, udara tekan, dan unit flare. • Unit penyediaan air Air dalam unit ini digunakan untuk berbagai keperluan antara lain air pendingin alat proses, air umpan pembangkit steam, air untuk keperluan kantor dan rumah tangga (sanitasi), dan air untuk pemadam kebakaran. • Unit penyediaan kukus Kukus digunakan untuk media pemanas reboiler dan heat exchanger. Kukus ini dihasilkan di dalam boiler dengan tekanan 7 bar dan temperatur 175 °C. • Unit penyediaan listrik Listrik digunakan untuk menggerakkan beberapa peralatan proses dan utilitas seperti pompa dan kompresor. Listrik juga digunakan untuk penerangan di dalam gedung maupun keperluan kantor. Kebutuhan listrik disuplai dari PLN dan genset sebagai cadangan. • Unit penyediaan bahan bakar Bahan bakar yang digunakan adalah Industrial Diesel Oil (IDO) dan solar. Bahan bakar IDO ini digunakan untuk mensuplai panas furnace dan flare. Solar digunakan untuk bahan bakar generator listrik. • Unit penyediaan udara tekan Udara tekan dihasilkan dari kompresor. Kompresor menghasilkan udara tekan dengan tekanan 7 bar. Fungsi utama udara tekan adalah menggerakkan kerangan (valve) instrumen. • Unit flare Unit ini berfungsi untuk membakar limbah gas yang dihasilkan dari proses produksi acetic anhydride. Limbah gas ini berasal dari kolom absorber. Limbah ini berupa gas aseton, ketene, metana, etilen, dan CO. Di dalam flare, gas-gas tersebut akan dibakar sehingga dihasilkan gas hasil bakar berupa karbon dioksida (CO2) dan uap air (H2O). Bahan bakar yang digunakan pada unit flare ini adalah IDO. Pengolahan Limbah Limbah yang dihasilkan dari pabrik acetic anhydride ini berupa limbah gas dan limbah cair. Limbah gas dibakar dalam unit flare sehingga menghasilkan karbon dioksida dan uap air yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Limbah cair ditampung dalam bak penampungan limbah untuk diolah secara biologis menggunakan bakteri. Tujuannya untuk menguraikan senyawa-senyawa organik menjadi karbon dioksida dan air oleh bakteri sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan. Analisis Ekonomi Analisis ekonomi dalam perancangan pabrik acetic anhydride ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang kelayakan suatu penanaman modal dalam suatu kegiatan produksi. Suatu pabrik dinyatakan layak untuk didirikan apabila modal yang ditanamkan kembali dalam waktu relatif cepat serta keuntungan yang diperoleh relatif besar. Dalam evaluasi ekonomi pabrik pembuatan acetic anhydride ini akan dijabarkan dasar analisis ekonomi, penanaman modal, analisis kelayakan, dan analisis sensitivitas.
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
C-2-3
Dasar analisis ekonomi Data-data dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis ekonomi pabrik acetic anhydride adalah sebagai berikut: 1. Pembangunan fisik pabrik akan dimulai pada tahun 2004 sampai 2007, dengan masa konstruksi dan instalasi selama 3 tahun. 2. Modal yang digunakan untuk pembangunan pabrik terdiri atas modal sendiri (equity) sebesar 70 % dan pinjaman bank (debt) sebesar 30 %. Penarikan pinjaman akan dilakukan selama 3 tahun dengan perbandingan tahun I : tahun II : tahun III = 1 : 2 : 3. 3. Masa grace period (waktu membayar bunga tanpa cicilan) adalah 3 tahun. 4. Perhitungan ekonomi dilakukan dengan mempertimbangkan kurs rupiah sebesar Rp.8600 per dolar. 5. Pabrik ini beroperasi selama 335 hari dengan 3 shift setiap harinya. 6. Kapasitas produksi acetic anhydride adalah 50.000 ton/tahun. Pada tahun pertama kapasitas pabrik sebesar 80%, kemudian pada tahun kedua kapasitas pabrik sebesar 90%, dan pada tahun ketiga pabrik mulai beroperasi dengan kapasitas 100%. 7. Umur pabrik diperkirakan selama 10 tahun. 8. Nilai salvage value sebesar $ 0. 9. Angsuran pinjaman dibayar selama 3 tahun. 10. Bunga pinjaman bank sebesar 12% per tahun. 11. Depresiasi dihitung menggunakan metode straight line. 12. Nilai suku bunga deposito yang digunakan saat ini adalah 7%. 13. Tingkat inflasi pertahun sebesar 12%. 14. Tarif pajak yang digunakan dalam perhitungan rugi-laba sebesar 30%, tarif tersebut sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia (UU No. 17 pasal 17.b tahun 2000). 15. Perhitungan harga alat menggunakan grafik yang terdapat pada appendix 1, Donald E. Garrett (1989). Perhitungan tersebut dilakukan memperhitungkan faktor dari CE Equipment Index untuk tahun 2007 sebesar 454,82. 16. Perhitungan Plant Cost dan Total Investment Cost menggunakan metode pendekatan faktorial dari Tabel 3.4 hal. 39, Donald E. Garrett (1989). 17. Perhitungan Manufacturing Cost menggunakan metode pendekatan faktorial dari tabel 4.4 hal. 52, Donald E. Garrett (1989). 18. Gaji karyawan menggunakan gaji pada tahun 2017 (tahun kesepuluh), tiap tahun gaji karyawan naik sebesar 12% mengikuti tingkat inflasi. 19. Harga bahan baku menggunakan harga pada tahun 2017, dengan faktor CE index. 20. Harga produk pada tahun 2007 diperkirakan sebesar $ 2 per kg acetic anhydride. Penanaman modal Biaya investasi total (Total Investment Cost) yang diperlukan oleh pabrik acetic anhydride adalah sebesar $ 17.793.173,17. Biaya ini sudah termasuk biaya investasi pabrik (Total Plant Cost) sebesar $ 9.664.878,11, working capital sebesar $ 3.382.707,34. Seluruh biaya investasi ini diperoleh dari 70% modal sendiri dan sebanyak 30% pinjaman dari bank. Dengan pinjaman bank yang tidak terlalu besar diharapkan dapat mengurangi beban bunga. Total pinjaman bank (debt) adalah sebesar $ 5.419.171,24 dan equity sebesar $ 12.644.732,89. Perhitungan depresiasi menggunakan metode straight line. Dalam perhitungan depresisasi ini asumsi yang diambil berupa umur pabrik selama 10 tahun dan salvage value sebesar $ 0. Penggunaan salvage value sebesar $ 0 bertujuan untuk mendapatkan beban depresiasi terbesar.
Profit aflet interest & tax
Proyeksi Rugi Laba $5,000,000.00 $4,000,000.00 $3,000,000.00 $2,000,000.00 $1,000,000.00 $0
2
4
6
8
10
12
Tahun
Gambar 2 Proyeksi rugi laba Proyeksi rugi laba memperlihatkan bahwa bahwa pabrik acetic anhydride mengalami kenaikan profit yang signifikan pada tiga tahun pertama, hal ini disebabkan adanya perbedaan kapasitas pada tiga tahun JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
C-2-4
pertama. Pada tahun pertama pabrik berjalan dengan kapasitas 80%, pada tahun kedua kapasitas produksi 90%, dan mulai pada tahun ketiga pabrik baru berlajan dengan kapasitas produksi 100%. Diagram Cash Flow $50,000,000.00
Net Cash Flow
$40,000,000.00 $30,000,000.00 $20,000,000.00 $10,000,000.00 $-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Tahun
Gambar 3 Diagram cash flow Diagram cash flow memperlihatkan bahwa saldo akhir pabrik acetic anhydride selalu bernilai positif dan nilainya bertambah dari tahun ke tahun, hal ini menandakan pabrik acetic anhydride mengalami keuntungan dari tahun ke tahun. Pada tahun konstruksi kedua pabrik memiliki saldo akhir yang besar kemudian turun lagi pada tahun setelahnya, hal ini terjadi karena pernarikan pinjaman dan equity dilakukan bertahap selama dua tahun. Analisis kelayakan Analisis kelayakan suatu pabrik dapat dilakukan melalui pay back period (PBP), return on investment (ROI), internal rate of return (IRR), net present value (NPV), dan break even point (BEP). Dari hasil analisis pabrik acetic anhydride ini didapatkan PBP sebesar 5 tahun, ROI sebesar 23,10%, IRR sebesar 20,63%, NPV sebesar $ 78.124.744,75, BEP kapasitas rata-rata sebesar 74,55% dan BEP harga jual produk sebesar $ 1,87. Meskipun digunakan faktor-faktor terbesar untuk biaya dan faktor terkecil untuk harga produk, namun pabrik acetic anhydride masih layak untuk didirikan karena PBP yang relatif singkat. ROI dan IRR sama-sama menggambarkan tingkat pengembalian investasi tetapi perhitungan ROI mengasumsikan tidak terjadi penurunan nilai mata uang jadi nilai ROI yang diperoleh lebih besar daripada nilai IRR. Nilai ROI dan IRR dari pabrik acetic anhydride ini lebih besar dari bunga deposito bank berarti keuntungan yang diperoleh lewat investasi di pabrik acetic anhydride ini lebih besar daripada berinvestasi di bank. NPV yang bernilai positif menunjukkan bahwa bahwa akhir usia pabrik masih memiliki nilai yang cukup besar. BEP kapasitas menunjukkan bahwa pabrik dapat mentolerir pengurangan kapasitas produksi sampai 25,45%, yaitu sampai sebesar 12.725 ton/tahun. Sedangkan BEP harga jual menunjukkan bahwa harga jual minimal dari acetic anhydride untuk menutup biaya produksi, yaitu sebesar $ 1,87. Analisis sensitivitas Untuk mengetahui seberapa jauh pabrik dapat mengatasi instabilitas yang diakibatkan pengaruh luar yang tidak terduga, dilakukan beberapa analisis sensitivitas pada faktor-faktor yang dianggap paling rawan terhadap goncangan ekonomi. Sensitivitas IRR 35.00% 30.00% Harga Bahan Baku
IRR
25.00%
Harga Produk
20.00%
Kapasitas Produksi
15.00%
Bunga Pinjaman Fixed Cost
10.00%
Working Capital 5.00%
-5.0%
-2.5%
0.00% 0.0%
2.5%
5.0%
Persen Perubahan
Gambar 4 Sensitivitas IRR Pada gambar 4 dapat dilihat bahwa harga produk, harga bahan baku, dan kapasitas produksi memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap IRR. Penurunan harga bahan baku, kenaikan harga produk, kenaikan kapasitas mengakibatkan kenaikan IRR. Sedangkan pengaruh working capital, fixed cost, dan bunga pinjaman tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan IRR. Jadi perubahan harga bahan baku, produk, maupun kapasitas produksi harus dijaga agar tetap stabil karena dengan perubahan sebesar 5% dapat menyebabkan harga IRR menjadi kecil sehingga hanya dapat bersaing dengan bunga deposito bank. Untuk menjaga harga bahan baku dan produk stabil dilakukan kontrak dengan vendor maupun
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
C-2-5
pelanggan mengenai kesepakatan harga. Untuk menjaga kapasitas yang stabil dilakukan dengan menjaga alat-alat produksi agar dapat berproduksi dengan maksimal. Sensitivitas PBP 8.00
$140.00
7.00
$120.00 Harga Bahan Baku
$100.00
Harga Produk
NPV
$80.00
Kapasitas Produksi Bunga Pinjaman
$60.00
Fixed Cost
$40.00
Bunga Pinjaman
3.00
Fixed Cost
2.00
Working Capital
1.00
$0.00%
Kapasitas Produksi
4.00
Working Capital
-2.50%
Harga Produk
5.00
$20.00
-5.00%
Harga Bahan Baku
6.00 PBP (Tahun)
Millions
Sensitivitas NPV
2.50%
5.00%
Persen Perubahan
-5.00%
-2.50%
0.00 0.00%
2.50%
5.00%
Persen Perubahan
Gambar 5 Sensitivitas NPV Gambar 6 Sensitivitas PBP Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa sensitivitas NPV memiliki kemiripan dengan sensitivitas IRR. Dengan penurunan harga bahan baku akan menyebabkan nilai pabrik menjadi kecil, demikian juga dengan kenaikan bahan baku. Pada gambar 6 dapat dilihat bahwa semua faktor memiliki sensitivitas yang tidak terlalu signifikan terhadap PBP. Hal ini berarti perubahan harga bahan baku, harga produk, kapasitas produksi, bunga pinjaman, fixed cost, dan working capital kurang berpengaruh terhadap PBP. Kesimpulan Pabrik ini memproduksi acetic anhydride dengan kemurnian 99 % (%-berat). Konsumsi energi terbesar digunakan dalam furnace. Berdasarkan analisis ekonomi dan kelayakan pabrik, diperoleh nilai Pay Back Period selama 5 tahun, Return on Investment sebesar 23,10%, Internal Rate of Return sebesar 20,63%, Net Present Value sebesar $ 78.124.744,75 , Break Even Point kapasitas sebesar 74,55%, Break Even Point harga jual produk sebesar $ 1,87. Berdasarkan hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa pabrik acetic anhydride layak untuk didirikan. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, perubahan kapasitas produksi, harga bahan baku, dan kapasitas produksi sangat sensitif terhadap parameter IRR, PBP dan NPV. Daftar Pustaka 1. Baasel, William D., (1976), “Preliminary Chemical Engineering Plant Design”, American Elsevier Publishing Co,Inc. 2. Broughton, Jack, (1994), “Process Utility Systems Introductions to Design, Operation and Maintenance”, Institution of Chemical Engineering, Warwickshire. 3. “Chemical Engineering Magazine”, January 2002. 4. Garrett, Donald E., (1989), “Chemical Engineering Economics”, Van Nostrand Reinhold, New York. 5. McKetta, J.J., (1976), “Encyclopedia of Chemical Processing and Design”, Volume 1, Marcel Dekker Inc., New York. 6. Orthmer, K., (1991), “Encyclopedia of Chemical Technology”, Volume 1, 4th ed., John Wiley & Sons. 7. Perry, T., Perry`s Chemical Engineer`s Handbook, 6 th ed., McGraw-Hill. 8. Simonds, H. R., dan James M. Church, (1972), “The Encyclopedia of Basic Materials for Plastics”, Reinhold Publishing Corporation.
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
C-2-6