WADES Vol. 2, Desember 2008 PERANAN KRATON YOGYAKARTA TERHADAP PELESTARIAN KESENIAN TRADISIONAL Dr. Salamah, M.Pd. (Staf Pengajar Universitas PGRI Yogyakarta) Abstrak Tujuan dalam penelitian ini adalah ingin mengelahui Peranan Kraton Yogyakarta terhadap pelestarian kesenian tradisional, dan peranan seniman dalam dan luar Kraton Yogyakarta dalam pelestarian kesenian tradisional. Populasi penelitian adalah semua seniman di Yogyakarta, sample penelitian sebagian seniman wayang kulit purwo, wayang orang, tari dan karawitan berjumlah 240 orang yang ditentukan dengan teknik Quota Purposive Random Sampling. Metode pengumpulan data menggunakan metode survey dan observasi serta dokumentasi, dan metode analisis data menggunakan chi kuadrat dan teknik prosentase. Hasil penelitian ditemukan bahwa Kraton Yogyakarta sangat berperanan dalam pelestarian kesenian tradisional dan tidak ada perbedaan pendapat para seniman di dalam dan di luar Kraton Yogyakarta tentang pelestarian kesenian tradisional di Yogyakarta, Kata Kunci: Kraton Yogyakarta, Pelestarian Kesenian Tradisional I. Pendahuluan Dewasa ini, pengaruh modernisasi melanda Negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Di samping berdampak positif, modernisasi mempunyai dampak-dampak negative, antara lain desakralisasi, sekularisasi dan materialisasi (Niels Mulder, 1993: 76). Untuk menanggulangi dampak negative tersebut, antara lain dengan jalan melestarikan kesenian tradisional, sebab memiliki nilai-nilai luhur dan berkepribadian Indonesia (RM. Soedarsono, 1999:59). Namun pada kenyataannya, kesenian tradisional tidak berkembang subur. Di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta, tahun 2003, memiliki 403 organisasi kesenian tradisional. Jumlah dalang wayang kulit purwa ada 188 orang, yang hidup subur hanya 5 orang saja, ada 42 organisasi wayang orang (wayang wong) yang hidup subur hanya 4 buah, 167 organisasi karawitan, yang hidup subur tidak lebih dari 6 buah. Organisasi kesenian tradisional yang masih aktif dan hidup tersebut, sebagian besar berada di dalam Kraton Yogyakarta (Sumber: Statistik Keadaan Organisasi Kesenian Tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2003, Kabid Kesenian Kanwil Depdikbud Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta). Group Wayang "Wong" Wirana Budaya di Taman Hiburan Rakyat Yogyakarta, sejak 1985 gulung tikar. Wayang "Wong" Sriwedari Surakarta dan Ngesti Pandowo Semarang, hidupnya sangat merana(RM. Soedarsono, 1999: 45-46). Di Kecamatan Pakem, Yogyakarta tercatat ada beberapa bentuk kesenian tradisional, antara lain "Jathilan", Kuntulan dan Salawatan, yang hidupnya sangat mempri-hatinkan, bahkan nyaris punah (RM. Soedarsono, 1999: 80). Kraton Yogyakarta, disebut juga sebagai Istana Sultan, merupakan tempat bertumbuhnya kesenian tradisional Jawa (Sri Hardani, 2003: 5) sampai sekarang tetap melestarikannya. Kraton
Yogyakarta mempunyai tugas mempertemukan Jawa Barat dan Jawa Timur modern dan tradisional. (Mohammad Roem, 1992: 53). Kraton sebagai pusat kegiatan dan pengembangan kebudayaan dalam harmoni tradisional adiluhung, maka Kraton mempunyai misi melestarikan dan mensejahterakan kehi-dupan social dan budaya termasuk kesenian tradisional rakyat (Damardjati Supajar, 1999: LampiranA). Kraton Yogyakarta besar sekali peranannya terhadap kehidupan rakyat, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta terbukti besarnya perhatian penduduk pada waktu pemakaman almarhum Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Senin 3 Oktober 1998, dan penobatan Sri Sultan Hamengku Buwono X, Selasa 7 Maret 1989. Dengan demikian, Kraton Yogyakarta diharapkan masyarakat untuk dapat mengatasi kesulitan pelestarian kesenian tradisional, sebab bagi masyarakat Yogyakarta, Sultan adalah "Dewa" penolong semua kesulitan dan marabahaya (G. Mudjanto, 1997: 109). Dari uraian tersebut di atas, dapat ditarik perumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah Kraton Yogyakarta berperanan positif dalam pelestarian kesenian tradisional di Yogyakarta. 2. Apakah ada perbedaan pendapat antara para seniman di dalam dan di luar lingkungan Kraton Yogyakarta, terhadap peranan Kraton Yogyakarta dalam pelestarian kesenian tradisional di Yogyakarta. Kajian Pustaka Peranan Kraton Yogyakarta Dalam Pelestarian Kesenian Tradisional. Kraton Yogyakarta didirikan tanggal 9 Oktober 1755, oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian naik tahta sebagai Sultan, bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I (Djoko Soekirman, dkk. 1996: 6-7). Sekarang mulai tanggal 7 Maret 1989 diperintah oleh Sri Sultan Hamengku Bowono X. Kraton Yogyakarta, sebagai pusat pengembangan seni-budaya tradisional yang mengandung nilai adiluhung (Sri Sultan Hamengku Buwono X, 1902: 6). Pengembangan senibudaya-tradisional dilakukan sejak pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I, sampai dengan sekarang (Pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono X). Pernyataan Sri Sultan Hamengku Buwono X pada pidato jumenengan 7 Maret 1989, adalah merupa-kan bukti kesanggupan Kraton membina kesenian tradisional, yakni dengan tekad "meneguhkan tahta untuk rakyat", bercita-cita Kraton sebagai pusat kegiatan dan pengembangan seni-budaya dalam harmoni tradisi adiluhung (Damardjati Supadjar, 1999: Lampiran 4). Ini merupakan bukti kuat bahwa Kraton siap melestarikan seni budaya tradisional yang bernilai adiluhung. Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai pewaris tradisi para Sultan yang mendahului, ingin melestarikan nilai-mlai lama yang dianggapnya penting dalam tatanan seni-budaya masa kini. Kesenian tradisional pada umumnya diperdelarkan Kraton untuk kepentingan ritual, seperti merayakan "Tingalan nDalem" Sri Sultan (hari lahir), "Jumenengan" (pelantikan) Sultan, ulang tahun berdirinya Kraton, dan perhelatan lain yang diselenggarakan Kraton. Sri Sultan melaksanakan pertunjukan kesenian tradisional (wayang kulit purwa, wayang orang, tari dan karawitan) baik di dalam Kraton, maupun di luar Kraton. Para wisa-tawan yang berkunjung di dalam Kraton diberi suguhan'pertunjukan kesenian tradisional (wayang kulit purwa, wayang orang, tari dan karawitan) yang diperankan oleh para kerabat Kraton dan organisasi kesenian tradisional di luar Kraton). Sejak saat pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792), kesenian wayang
kulit purwa, wayang orang, tari dan karawitan berkembang pesat. Pada saat maju perang melawan penjajah Belanda, Sri Sultan selalu membawa dalang wayang kulit purwa, dan kadangkadang diperintahkan kepada sang dalang wayang kulit purwa, dan kadang-kadang diperintahkan kepada sang dalang untuk mendalang (mengadakan pertunjukan wayang kulit purwa) di daerah peperangan. Sri Sultan Hamengku Buwono I mencipta-kan wayang orang dengan cerita Ramayana. Beliau menitipkan tari "Beksa Lawung" merupakan tari klasik tradisional, tari "Guntur Segara", tari "Bedhaya", yang masih tetap lestari sampai sekarang. Beliau menciptakan gending "Gajah Hendro" da;am seni karawitan (RM. Wasisto Suryodiningrat, 1902:9). Pada saat pemerintahan Sultan Sultan yang memenntah Kraton Yogyakarta selanjutnya baik Sri Sultan Hamengku Buwono II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX maupun X, kesenian tradisional tetap dilestarikan dan dapat berkembang pesat. Pendapat Seniman Tentang Peranan Kraton dalam Pelestarian Kesenian Tradisional. Daerah istimewa Yogyakarta mendapat sebutan "Kota Budaya", sebab kaya akan hasil kebudayaan khususnya kesenian tradisional. Peninggalan kebudayaan dan pertunjukan kesenian tradisional masih tetap dilestarikan di Yogyakarta (Djoko Soekirman, dkk. 1986: 1). Seniman seniman banyak yang tinggal di Daerah Istimewa Yogyakarta. Ruang lingkup kesenian tradisional terdiri dari ruang lingkup di dalam lingkungan Kraton dan di luar lingkungan Kraton. Penelitian Haryadi (1999) menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan persepsi seniman di dalam lingkungan Kraton dengan di luar Kraton terhadap perkembangan seni tradisional di Yogyakarta. Penelitian Sugiyono (2001) menyimpulkan walaupun latar belakang kehidupan berbeda seniman di dalam dan di luar Kraton berpendapat sama, bahwa Kraton merupakan pewaris dan pelestari kesenian adiluhung. Juga disimpulkan bahwa Kraton adalah merupakan sumber inspirasi lahir-nya seni tradisional. Mempertahankan nilai-nilai tradisional dalam seni, merupakan kewajiban bagi Kraton, adalah suatu pandangan yang sama bagi para seniman di dalam dan di luar Kraton. Penelitian Sunardi Susanlo (2002) menyimpulkan bahwa kesamaan pemikiran para seniman di dalam dan di luar Kraton Yogyakarta tentang pentingnya Kraton mengatasi kesulitan pertunjukan seni tradisional. Ada kesamaan persepsi antara seniman di dalam dan luar Kraton tentang Kraton sebagai sentrum pengembangan dan pelestarian kesenian tradisional. Jadi dapat disimpulkan bahwa para seniman di dalam dan di luar Kraton Yogyakarta, tidak berbeda persepsi, pandangan dan pendapat, tentang Kraton berperanan dalam pelestarian kesenian tradisional. Cara Penelitian Populasi penelitian ini adalah semua seniman, khususnya seniman kesenian tradisional pada wayang kulit purwa, wayag orang, tari dan kerawitan di dalam dan di luar lingkungan Kraton Yogyakarta. Sampel penelitian ini adalah sebagian seniman kesenian wayang kulit purwa, wayang orang, tari dan kerawitan di dalam dan di luar lingkungan Kraton Yogyakarta, yang mewakili populasi sebagai subyek penelitian yang diambil dari teknik sampling. Teknik pengambilan sample menggunakan teknik quota purposive random sampling, yakni pengambilan sample dengan cara menentukan terlebih dahulu jumlah sampelnya (quota sampling) yakni 240 orang seniman. Metode pengumpulan data untuk mendapatkan data penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data pokok yakni metode angket dan metode pelengkap adalah metode observasi dan dokumentasi. Metode analisis data teknik
analisis statistic dengan menggunakan rumus prosentase dan analisis statistic chi kuadrat. Hasil Penelitian Kraton Yogyakarta sangat berperan dalam melestarikan kesenian tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta (85,38% setuju dan 14,62% tidak setuju). Kraton Yogyaarta sangat berperan dalam pelestarian kesenian tradisional wayang kulit purwa di Daerah Istimewa Yogyakarta (83,62% setuju, 12,38% tidak setuju). Kraton Yogyakarta sangat berperanan dalam pelestarian kesenian tradisional wayang orang Daerah Istimewa Yogyakarta (79,03% setuju, 20,97% tidak setuju). Kraton Yogyakarta sangat berperan dalam pelestarian kesenian tradisional tari di Daerah Istimewa Yogyakarta (83,33% setuju, 16,67% tidak setuju). Kraton Yogyakarta sangat berperanan dalam pelestarian kesenian tradisional kerawitan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tidak ada perbedaan pendapat para seniman di dalam dengan di luar lingkungan Kraton Yogyakarta tentang Kraton Yogyakarta berperanan dalam pelestarian kesenian tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pembahasan Pada saat "Jumenengan Sultan" pada tanggal 7 Maret 1989, Sri Sultan Hamengku Buwono X berjanji akan tetap "Menggunakan Tahta Untuk Rakyat", bagi kelestarian dan kesejahteraan kehidupan social budaya rakyat. Gamelan monggang peninggalan Majapahit berbunyi anggun pada penobatan Sri Sultan Hamengku Buwono X tanggal 7 Maret 1989. Beksan Bedaya Arjuna Wiwaha dengan sembilan dan fragmen wayang orang dengan lakon Ciptaning Mintaraga yang melibatkan 150 artis penari dari Kawedanan Hageng Punahawan Kridha Mardawa Kraton Yogyakarta, dipergelarkan di Pagelaran Kraton Yogyakarta pada tanggal 29 November 1992 jam 19.30 - 23.30 dalam rangka memperingati berdirinya Kraton Yogyakarta Hadiningrat yang ke 245. Kursus dalang wayang kulit "Hibiranda" diadakan setiap hari senin, Selasa, Kamis dan Jumat sejak jam 17.00 - 20.00, di Bangsal Belebang di sebelah barat Kraton Siti Hinggil Yogyakarta. Latihan gending-gending untuk mengiringi pentas pegelaran tari, wayang orang, wayang kulit purwa dan "uyon-uyon" Adiluhung, diadakan setiap hari Senin, Rabu dan Minggu jam 17.00 -20.00 di Bangsal Ksatriyan Kraton Yogyakarta. Setiap hari Minggu jam 09.00 -13.00 diadakan pentas wayang orang dan tari oleh Kawedanan Hageng Punokawan Kridhawa Kraton Yogyakarta, bergantian dengan Perkumpulan Tari Siswa Among Bekso dan Fakultas Seni Tari ISI Yogyakarta. Setiap Selasa Wage jam 21.00 -23.00 (35 hari sekali di Bangsal Ksatrian Kraton Yogyakarta diadakan pentas "uyon-uyon" Adiluhung oleh Kawedanan Hageng Punokawan Kridha Mardawa Kraton Yogyakarta, memperingati "Tingalan nDalem" (hari kelahiran) Sri Sultan Hamengku Buwono X. Dengan demikian kesenian tradisional baik seni wayang kulit purwa, wayang orang, tari maupun kerawitan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Kraton Yogyakarta sangat berperanan dalam melestarikan kesenian tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta (85,38% setuju dan 14,62% tidak setuju). Tidak ada perbedaan pendapat para seniman di dalam dengan di luar lingkungan Kraton Yogyakarta tentang Kraton Yogyakarta berperan dalam peles-tarian kesenian tradisional di
Daerah Istimewa Yogyakarta (X2 = 0,012322 < X2. 5% 3,841). Saran Kraton Yogyakarta sebagai partner Pemerintah dan masyarakat, dapat diajak kerjasama yang lebih intensif lagi dalam mengatasi kesulitan-kesulitan pengem-bangan dan pelestarian kesenian tradisional. Para seniman pengelola kesenian tradisional perlu berkiblat kepada Kraton Yogyakarta dalam pengelolaan kesenian tradisional, sebagai usaha perwujudan nyata peranannya dalam pelestarian kesenian tradisional. Wilayah dan macam kesenian tradisional yang dilestarikan Kraton Yogyakarta lebih dapat dijadikan sentral pengembang-an dan pelestarian kesenian tradisional.
Daftar Pustaka Damardjati Supadjar. 1999. Jumenengan Sri Sultan Hamengku Buwono X, Tinjauan Kismis Filosofis. Yogyakarta: Yayasan Paninggalan. Lembaga Javanologi. Djoko Sorkirman, 1986. Sejarah Kota Yogyakarta. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Dirjen Kebudayaan, Depdikbud RI. Ferguson, George A. 1991. Statistical Analysis in Psychology and Education. Auckland: Mc. Graw Hill, International Book Company. Haryadi, 1999. Persepsi Terhadap Kesenian Jawa. Tesis. Yogyakarta: FIP IKIP Yogyakarta. Kantor Bidang Kesenian Kanwil Depdikbud Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2002. Statistik Organisasi Kesenian Tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Kabid Kesenian Kanwil Depdikbud, Propinsi DIY. Kedaulatan Rakyat, 1988. Rekaman Wafat-nya Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Yogyakarta: PT. BP Kedaulatan Rakyat. ---------, 1989. Album Agung Jemenengan nDalem Sari Sultan Hamengku Buwono X. Yogyakarta: PT. BP Kedaulatan Rakyat. Muhammad Roem, 2002. Tahta untuk Rakyat: Celah-celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX. Jakarta: Gramedia. Mudjanto, G. 1997. Konsep Kekuasaan Jawa, Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Soedarsono, RM. 2000. Sri Sultan Hamengku Buwono IX: Pengembangan dan Pembaharuan Tari Jawa Gaya Yogyakarta. Yogyakarta: Pcmerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. ----------, 1999. Kesenian: Bahasa dan Folkor Jawa. Jakarta: Dirjen Kebudayaan Depdikbud RJ. Sri Hardani, 2000. Pengasuh Modemisasi Wisata Budaya Terhadap Upacara Tradisional Sekaten, Labuhan, Gerebeg Kraton Yogyakarta. Majalah Almamater Kopertlis Wilayah DIY. Nomor 15 Tahun V.