PERANAN EDDIE MARZUKI NALAPRAYA DALAM IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA (IPSI) DARI LOKAL KE INTERNASIONAL (1978-2003) Aditya Charisma Permadi, Siswantari Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
[email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas peranan Eddie Marzuki Nalapraya dalam Ikatan Pencak Silat Indonesia atau IPSI pada tahun 1978-2003. IPSI sebagai organisasi induk pencak silat dibawah kepemimpinannya mampu mengembangkan beladiri pencak silat dari tingkat lokal sampai dengan ke tingkat internasional. Pencak silat sebagai beladiri asli Indonesia pada saat itu mampu berkembang dan dikenal oleh masyarakat secara luas hingga ke berbagai negara di Asia, Eropa, Amerika, Australia dan berbagai negara di sekitarnya. Selain itu, pencak silat juga mampu menjadi salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan dalam berbagai even besar, mulai dari kejuaraan di tingkat Nasional, yaitu PON dan di tingkat Internasional mampu dipertandingkan dan dipertunjukkan dalam Festival Pencak Silat Internasional, Invitasi Pencak Silat Internasional, Kejuaraan Eropa, SEA Games, dan Asian Games. Kata kunci: Eddie M. Nalapraya, IPSI, Ikatan Pencak Silat Indonesia, Pencak Silat.
The Contribution of Eddie Marzuki Nalapraya In Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) from Local to International Level on 1978 until 2003. Abstract This writing describes the contribution of Eddie Marzuki Nalapraya in Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) from local to international level on 1978 until 2003. In that period IPSI was leaded by Eddie Mardjoeki Nalapraya and within that period he has been succeeded to develop it from the local level sport defense to the world wide level. Pencak silat is original sport defense of Indonesia since it had been fantastic growth up and it had been very famous in the Asia region countries, Europe , American, Australian, etc. Pencak Silat growth to International level and to be known as one of Indonesian sport through the main organization (IPSI) which leaded by Mr. Eddie Mardjoeki and his staff, they have delivered the Pencak Silat to the world wide level with their passion and hard work. In Mr. Eddie Mardjoeki hands, Pencak Silat became one of many sports to be competed in many big events, from local until international competition. Pencak Silat had known in international after it was able compete and show in International Pencak Silat Festive, SEA Games, Pencak Silat International Competition, Europe Competition and Asian Games. Keywords: Eddie M. Nalapraya, IPSI, Ikatan Pencak Silat Indonesia, Pencak Silat.
Pendahuluan Pencak silat sebagai bagian dari warisan budaya bangsa yang berkembang di rumpun masyarakat
Melayu. Perkembangan tersebut khususnya berlangsung pada masyarakat di negara Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Keempat negara ini merupakan sumber dari beladiri
Peranan Eddie…, Aditya Charisma Permadi, FIB UI, 2013
pencak silat. Namun, dalam proses perkembangannya pencak silat mampu tumbuh dan membudaya pada masyarakat Indonesia seiring perkembangan zaman. Keadaan ini yang membuat pencak silat mampu tumbuh dan berkembang di Indonesia serta memberikan pengaruh dengan banyaknya perguruan dan aliran pencak silat di Indonesia. keadaan inilah yang menyebabkan pencak silat lebih berkembang pesat di Indonesia dibandingkan negara-negara sumber pencak silat lainnya. pencak silat memiliki arti permainan (keahlian) dalam mempertahankan diri dengan kepandaian menangkis, menyerang dan membeladiri, baik dengan atau tanpa senjata. Lebih khusus, silat diartikan sebagai permainan yang didasari ketangkasan menyerang dan membeladiri, baik dengan atau tanpa senjata, sedangkan bersilat memiliki makna menggunakan ketangkasan menyerang dan mempertahankan diri (O’ong Maryono, 2008: 3-4). Demikian pengertian pencak silat dilihat dari segi bahasa, akan tetapi para pendekar di berbagai daerah memiliki pendapat tersendiri tentang pengertian silat. Pengertian tentang pencak silat salah satu nya disampaikan oleh salah seorang Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), yaitu Andi Zulkifly Akrab. Ia berpendapat bahwa pengertian pencak silat terdiri dari dua unsur kata, yaitu pencak dan silat. Pengertian ini yang juga diambil dari pendapat Bung Hatta, yaitu pencak sebagai tarian sedangkan silat merupakan beladirinya. Jadi, pencak silat memiliki pengertian yang mengandung kedua unsur tersebut, suatu beladiri yang dikombinasikan dengan tarian-tarian atau gerakan yang memilki unsur tari atau keindahan. Setelah mengenal dan mengetahui pengertian pencak silat secara umum. Kemudian berlanjut pada perkembangan beladiri pencak silat. Pencak silat mampu berkembang di Indonesia secara bertahap mengikuti situasi dan kondisi yang terjadi pada masyarakat Indonesia. Adanya pendapat bahwa masyarakat Melayu sudah mengenal beladiri pencak silat sejak masa prasejarah. Pada masa itu bangsa melayu dalam menjalani kehidupannya dalam menghadapi keganasan alam mereka menggunakan gerak-gerak beladiri tanpa menggunakan senjata. Gerakan-gerakan yang mereka apresiasikan sebagai gerak beladiri yang terinspirasi dari gerak binatang saat berkelahi. Setelah itu pencak silat terus berkembang dan mulai mendapat pengaruh dan mengalami proses akulturasi antara berbagai beladiri lokal dengan gerak dan nama yang berbeda. Kemunculan kerajaan-kerajaan di Nusantara membawa pengaruh positif dengan kemajuan jalur perhubungan laut maupun darat. Hal ini yang kemudian membawa pengaruh terhadap interaksi
dengan dunia luar pada kebudayaan dan berbagai bentuk beladiri yang ada pada saat itu. Perkembangan pencak silat di Indonesia kemudian berlanjut hingga masa penjajahan yang dilakukan oleh bangsa asing, yaitu bangsa Belanda dan Jepang. Pada masa penjajahan Belanda, pencak silat berkembang secara sembunyi-sembunyi. Pengajaran pencak silat yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi pada saat itu dimaksudkan untuk menghindari para penjajah. Pada saat itu pelarangan terhadap pengajaran pencak silat tersebut karena pihak koloni menganggap hal tersebut akan membahayakan pemerintah Belanda sebab akan banyak masyarakat yang berani untuk melawan kekuasaan pemerintahan. Pendidikan pencak silat saat itu hanya boleh dipelajari oleh kalangan tertentu, seperti Sekolah Pendidikan Pegawai Pemerintah, Sekolah Polisi dan Pegawai Sipil. Perseberan beladiri pencak silat pada masa penjajahan Belanda ke pelosok Tanah Air melalui proses migrasi yang diakibatkan pertumbuhan hubungan darat dan perubahan ekonomi agraris (O’ong Maryono, 2008: 61). Kemudian selanjutnya pencak silat mulai dipelajari oleh berbagai kaum pergerakan politik dan organisasi nasional. Proses pengajaran ini berlangsung secara tertutup untuk menghindari pihak Belanda. Pada saat itu para guru atau pendekar silat hanya mengajarkan 23 murid saja kurang lebih selama 3-6 tahun. Berbagai usah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi inilah yang berhasil mempersiapkan kekuatan masayarakat dalam mengahadapi penjajah dengan beladiri pencak silatnya (PB. IPSI, 1989: 17-18). Setelah mampu berkembang meski secara tertutup pada masa penjajahan Belanda, perkembangan pencak silat terus berlanjut pada masa penjajahan Jepang. Pada saat itu pencak silat dapat berkembang secara terbuka, bahkan para tentara Jepang ikut mempelajari beladiri tersebut. Keadaan ini dimaksudkan untuk dijadikan alat dalam menghadapi penjajah Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Namun, seiring perjuangan bangsa dalam menghadapi penjajah, Jepang akhirnya mundur dan penjajahannya di Indonesia berakhir. Keadaan ini juga berkaitan dengan serangan Amerika Serikat terhadap negara Jepang dengan di jatuhkannya bom atom di dua kota besar di Jepang, yaitu Hiroshima dan Nagasaki. Kesempatan ini segera dimanfaatkan pihak Indonesia untuk mendapatkan kemerdekaan bangsa. Perjuangan rakyat dalam memperoleh kemerdekaan tidak terlepas dari peran para pesilat yang mampu menghadapi penjajah menggunakan ilmu beladiri yang dimilikinya. Mereka mampu mengatasi para penjajah ketika sedang melakukan pertempuran yang sifatnya berhadapan langsung satu lawan satu. Para pesilat menggunakan
Peranan Eddie…, Aditya Charisma Permadi, FIB UI, 2013
kemampuan beladirinya untuk mengalahkan berbagai serangan dari penjajah. Setelah penjajahan oleh bangsa asing berakhir di Indonesia, pencak silat terus berkembang dan dipelajari oleh masyarakat Indonesia. Pada awal kemerdekaan bangsa Indonesia untuk membina dan mengembangkan beladiri pencak silat tersebut, dirasa perlu adanya organisasi induk beladiri tersebut. Organisasi ini dimaksudkan untuk mengkoordinir dan menyatukan berbagai perguruan silat yang terdapat di Indonesia. Selain itu, organisasi ini berfungsi untuk memupuk kehidupan dan perkembangan pencak silat di seluruh Indonesia (PB. IPSI, 1989: 20). Perintisan dan pembentukan organisasi induk pencak silat tersebut dilakukan pada awal tahun 1948 dengan melakukan pembentukan panitia khusus. Panitia Persiapan Persatuan Pencak Silat Indonesia sebagai peletak dasar bagi kehidupan Ikatan Pencak Silat Indonesia. Pada tanggal 18 Mei 1948 kemudian diselenggarakan kongres dari panitia khusus tersebut. Kongres yang berlangsung di Solo/Surakarta dihadiri oleh para tokoh pencak silat yang salah satunya adalah Mr. Wongsonegoro yang kemudian bertindak sebagai ketua panitia dalam kongres tersebut (PB. IPSI, 1989:20). Pada kongres tersebut menghasil keputusan penting, yaitu dengan terbentuknya Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSSI). Hasil lain dari kongres tersebut adalah dengan menunjuk Mr. Wongsonegoro sebagai Ketua Umum pertama dari induk organisasi pencak silat tersebut. Sejak saat itulah IPSSI menjadi induk organisasi pertama pencak silat di Indonesia dengan program utamanya, yaitu mempersatukan berbagai aliran-aliran pencak silat yang ada di Indonesia serta menjadikan pencak silat sebagai salah satu pelajaran di sekolah-sekolah (Nur Dyah N, 2008:10-11). Setelah Induk organisasi pencak silat tersebut terbentuk segera dilakukan kongres untuk menyusun kepengurusan. Kongres pertama IPSSI tersebut berlangsung pada 21-23 Desember 1950. Pada kongres tersebut menghasilkan beberapa keputusan yang diantaranya adalah tentang susunan kepengurusan, selain itu Ikatan Pencak Seluruh Indonesia (IPSSI) juga berubah nama menjadi Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Organisasi ini diharapkan mampu mengembangkan pencak silat hingga ke pelosokpelosok daerah sebagai bagian dari budaya bangsa. Selain mengembangkan pencak silat di berbagai daerah di Indonesia sebagai bagian budaya bangsa, IPSI juga memiliki tujuan untuk mengembangkan pencak silat di tingkat yang lebih tinggi. IPSI sebagai induk dari beladiri pencak silat melakukan standarisasi gerakan yang dimaksudkan agar pencak silat dapat menjadi
salah satu bagian atau cabang yang dipertandingkan dalam Pekan Olahraga Nasional (PON). Situasi ini mulai direalisasikan dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-I, pada 8-12 September 1948 di Solo. Namun, pada PON ke-I sampai dengan PON ke-VII tahun 1969 di Surabaya pencak silat hanya dipetunjukkan dalam demonstrasi pencak silat dengan gerakan standar. Keadaan berbeda terlihat ketika PON ke-VIII di Jakarta yang berlangsung sejak tanggl 4-15 Agustus 1973. Setelah melakukan berbagai persiapan, akhirnya pencak silat menjadi salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan pada even olahraga di tingkat nasional tersebut. Pada even tersebut baru 15 daerah yang turut berpartisipasi dengan jumlah atlit putera 106 orang dan atlit puteri 22 orang. Sejak saat itulah pencak silat kedudukannya sejajar dengan olahraga lainnya (PB. IPSI, 1989: 25). Pada tahun 1973 kepemimpinan Mr. Wongsonegoro dalam IPSI digantikan oleh Brigjen Tjokropranolo. Tjokropranono menjabat sebagai Ketua Umum IPSI pada tahun 1973-1978. Kepemimpinan Tjokropranolo dalam IPSI memperlihatkan adanya usaha untuk membina dan mempersatukan berbagai perguruan silat yang masih belum bergabung ke dalam IPSI. Pada saat ia menjabat sebagai Ketua Umum IPSI, ia dibantu perguruan silat lainnya melakukan pendekatan dengan pimpinan PPSI agar bergabung dengan IPSI. perguruan tersebut antara lain, Tapak Suci, KPS Nusantara, Perisai Diri, Prashaja Mataram, Perpi Harimurti, Perisai Putih, Putera Betawi, Setia Hati Ternate, PPSI (Nur Dyah N, 2008: 5). Usaha yang dilakukan Tjokropranolo dianggap telah berhasil mempersatukan berbagai aliran kedalam IPSI melalui pendekatan terhadap pemimpinnya. Pada masa kepemimpinan Tjokropranolo IPSI juga secara resmi telah bergabung menjadi anggota dari Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Selain itu, pencak silat menjadi salah satu cabang yang dipertandingkan dalam even olahraga nasional, yaitu PON yang dimulai pada PON Ke-VIII di Jakarta. Pada masa kepemimpinanya pembinaan dan pengembangan pencak silat dilakukan pada sekolah-sekolah sebagai kurikulum pembelajaran. Setelah melakukan berbagai langakah dan tindakan dalam usaha mengembangkan dan membina pencak silat serta kesibukkannya sebagai Gubernur Jakarta pada saat itu kepemimpinannya sebagai Ketua Umum IPSI segera digantikan. Pada tahun 1978, Kepemimpinan tersebut beralih dengan diangkatnya Eddie Marzukki Nalapraya sebagai Ketua Umum IPSI yang baru menggantikan Brigjen Tjokropranolo (O’ong Maryono, 2008: 104).
Peranan Eddie…, Aditya Charisma Permadi, FIB UI, 2013
Pada masa kepemimpinan Eddie M. Nalapraya dalam IPSI, ia segera melakukan berbagai usaha untuk terus mengembangkan dan membina pencak silat ke tingkat yang lebih tinggi. Pada masa kepemimpinannya dalam IPSI, Eddie M. Nalapraya memiliki tujuan untuk mengembangkan pencak silat hingga ke tingkat Internasional. Eddie M. Nalapraya dalam merealisasikan usaha dan tujuannya, ia terlibat secara langsung dalam pembentukan Persekutuan Pencak Silat Atarbangsa (PERSILAT) di tahun 1980. Berdirinya Persilat merupakan sebagai organisasi pencak silat di tingkat internasional. Pada oraganisasi yang memiliki tujuan menjadikan pencak silat sebagai cabang olahraga yang diminati diseluruh dunia, Eddie M. Nalaparaya ditunjuk sebagai Ketua Presidium. Misi Persilat sendiri sesuai dengan tujuan Eddie M. Nalapraya untuk mengembangkan pencak silat di tingkat yang lebih tinggi (internasional) dengan memperjuangkan pencak silat untuk dapat dipertandingkan dalam SEA Games, ASEAN Games, juga Olimpiade. Perubahan yang sangat berarti bagi perkembangan pencak silat terjadi pada masa kepemimpinan Eddie M. Nalaraya dalam IPSI. perubahan tersebut terlihat dengan pencak silat mampu berkembang dan menyebar hingga keluar dari rumpun masyarakat melayu. Berbagai usaha dan kerja kerasnya mampu memasukkan pencak silat sebagai salah satu cabang yang dipertandingkan di berbagai tingkatan mulai dari tingkat daerah, nasional dalam Pekan Olahraga Nasional (PON), serta ditingkat internasional melalui SEA Games dan Invitasi Pencak Silat Internasional. Selain itu, pencak silat mulai dipertunjukkan dalam Festival pencak silat dunia dan ASEAN Games. Pencak silat pada saat itu mulai berkembang dan dikenal oleh masyarakat di tingkat internasional. Peran besar yang dilakukan oleh Eddie M. Nalapraya dalam Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) membuat banyak perubahan pada dunia pencak silat yang kemudian mendapatkan tanggapan dan dukungan dari berbagai pihak untuk tersus mengembangkan dan melestarikan beladiri warisan leluhur bangsa. Pengembangan aspekaspek silat melalui workshop untuk pengembangan silat seni dan lain-lainnya. Kegiatan ini kemudian mendapat dukungan dana dari Bamabang Tri, Prabowo Subianto, Rossano Barrack dan juga Rachmat Gobel. Selanjutnya dalam usaha meneruskan dan menampung pesilat-pesilat dalam mempelajari pencak silat, IPSI membangun Padepokan Nasional Pencak Silat Indonesia (PNPSI) di kawasan Taman Mini Indonesia Indah
Tinjauan Literatur Dalam melakukan penyususnan penelitian mengenai Peranan Eddie M Nalapraya Dalam Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) dari Lokal Ke Internasional (19782003), penulis meperoleh beberapa tesis yang juga membahas mengenai pencak silat. Tesis yang pertama berjudul “Filosofi Pencak Silat Dan Maknanya Bagi Budi Pekerti”. Tesis tersebut memberikan penjelasan bagaimana peranan pencak silat dalam unsur pembinaan kehidupan sehari-hari dengan berbagai aspek yang terdapat dalam pencak silat. Perbedaan karya tulis ini dengan tesis tersebut terlihat pada metodologi yang digunakan dan aspek yang di bahas secara menyeluruh dalam penelitian ini. Penulis menggunakan metodologi sejarah dengan lingkup bahasan peran suatu institusi pencak silat. Selain itu penulis mendapatkan tesis lain, yaitu “Analisis Manajemen Pelatnas Pencak Silat (Studi Tentang Pelatnas Pencak Sliat Tahun 2007) karya Indro Catur Haryono dari Fakultas Ilmu Keolahragaan, UNJ. Tesis tersebut membahas bagaimana manajemen dalam pembinaan prestasi pencak silat melalui pelatnas. Hal ini tentu sangat berbeda dengan penelitian ini yang lebih mengarah kepada lingkup sejarah. Sedangkan pada tesis tersebut lebih mengarah pada lingkup keolahragaan. Penulis juga menemukan beberapa skripsi mengenai pencak silat yang juga dapat digunakan sebagai tinjauan penelitian. Pertama skripsi berjudul “Pusat Pengembangan Pencak Silat di Jawa Tengah” oleh Arti Siswoyo, skripsi ini juga memperlihatkan pembahasan mengenai suatu wadah pencak silat, namun hanya terbatas pada suatu wilayah atau daerah yaitu Jawa tengah. Sedangkan penulisan ini membahas wadah resmi dari Induk pencak silat tersebut. Skripsi lainnya yang menjadi bagian dari tinjauan berjudul “ Tinjauan Olahraga Penca Silat Dari Segi Kesegaran Jasmani” oleh Maryatno dari IKIP Bandung . Skripsi tersebut lebih mengarah pada penelitian mengenai keolahragaan dan sangat berbeda dengan penulisan ini yang mengarah pada segi sejarahnya. Selain itu skripsi lainnya berjudul ” Aplikasi Sistem Informasi Persekutuan Pencak Silat antar Bangsa (PERSILAT)” oleh Yono Maulana dari Teknik Informasi Universitas Mercubuana. Skripsi ini membahas mengenai sistem informasi pada wadah internasional pencak silat dengan metode yang mengarah pada teknik informasi. Sedangkan, penelitian ini membahas wadah resmi pencak silat dengan mengarah pada suatu penelitian yang bersifat sejarah. Beberapa penulisan ilmiah diatas dapat dijadikan sebagai gambaran umum dan tinjauan dalam penulisan ini mengenai pencak silat dan peran induk organisasi dari olahraga tersebut. Hal ini sebagai tinjauan dalam melakukan penyusunan penulisan penelitian ini.
Peranan Eddie…, Aditya Charisma Permadi, FIB UI, 2013
Penggunaan sumber primer berupa dokumen dan arsip di masa kepemimpinan Eddie M. Nalapraya dalam Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) sebagai bagian acuan dan sumber penelitian dan penulisan dengan dilengkapi dengan buku-buku pengetahuan mengenai pencak silat sebagai sumber Informasi tambahan mengenai Pencak Silat dan IPSI. Selain itu juga terdapat artikel-artikel koran se-zaman yang digunakan sebagai sumber penelitian dan penulisan. Buku-buku sejarah mengenai pencak silat tersebut diantaranya Jenderal Tanpa Angkatan Memoar Eddie M. Nalapraya karya Ramadhan KH, Iskadir Chotob dan Feris Yuarsa, Pencak Silat Merentang Waktu karya O’ong Maryono, Apresiasi Generasi Muda Terhadap Pencak Silat Di Daerah Sumatera Barat karya Made Purna dan Y. Sigit Widiyanto, Apresiasi Generasi Muda terhadap Pencak Silat Di Daerah Jawa Barat karya Siti Maria dan Herliswanny R., Ibing Silat sebagai Materi Pembelajaran karya Yuliawan Kasmahidayat dan Isus Sumiaty, Olahraga Pencak Silat karya Nur Dyah Nahrsari, Sejarah Perkembangan Pencak Silat di Indonesia karya PB. IPSI, Gema Pencak Silat sebagai buletin IPSI dan sumber pendukung lainnya yang berisi Informasi yang dapat menunjang penelitian mengenai perkembangan pencak silat.
Tujuan Penelitian Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perkembangan beladiri tradisional warisan leluhur yaitu pencak silat. Perkembangan beladiri tradisional yang dimaksud adalah bagaimana pencak silat mampu berkembang hingga menjadi salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan dalam berbagai even atau kejuaraan di tingkat lokal hingga di tingkat Internasional. Selain itu, penulisan karya ilmiah ini juga dimaksudkan untuk melihat bagaimana perkembangan pencak silat dari tingkat lokal ketingkat internasional melalui peran Eddie M. Nalapraya ketika menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI).
sumber diulakukan dengan berbagai cara agar sumber tersebut mampu menunjang penulisan sejarah. Sumbersumber tersebut, antara lain buku teks, surat kabar, majalah, buletin dan sebaginya yang akan digunakan sebagai sumber penulisan. Pengumpulan sumber tersebut dilakukan dengan mengunjungi beberapa tempat yang biasa menyimpan koleksi sumber tersebut, diantaranya Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, Perpustakaan Nasional, Pondok Pustaka Padepokan Pencak Silat Indonesia, Litbang Kompas, koleksi pribadi, dan sumber Internet. Pada saat proses pengumpulan data tersebut terdapat hal penting ketika sumber sejarah sezaman masih dapat ditemui. Hal ini dilakukan dengan melakukan wawancara langsung terhadap tokoh sejarah yang mengalami peristiwa tersebut. Wawancara langsung dilakukan penulis dengan salah satu tokoh penting sekaligus tokoh utama dalam penulisan sejarah ini yang berasal dari Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), yakni Eddie M. Nalapraya yang merupakan Ketua Umum IPSI periode (1978-2003). Selain itu, wawancara langsung juga dilakukan dengan beberapa tokoh yang terlibat dalam perjalanan sejarah tersebut dan beberapa tokoh tersebut merupakan rekan kerja Eddie M. Nalapraya serta jajaran pengurus dalam IPSI. Para tokoh tersebut diantaranya, Andi Zulkifly Akrab (Pengurus PB. IPSI dan Pecinta Beladiri pencak silat), Mohammad Tafsil Rimzal (Ketua Bidang Prestasi PB. IPSI). Selain para tokoh pengurus IPSI, beberapa pesilat juga dijumpai sebagai keterangan tambahan dalam memperoleh sumber sejarah, antara lain Reni Mardani (Pesilat Puteri Perguruan KPS Nusantara dan sebagai Pelatih Pencak Silat Universitas Indonesia), Aris (Pesilat Putera KPS Nusantara dan sebagai pengelola Pondok Pustaka Padepokan Pencak Silat Indonesia).
Metode yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan penulisan ini adalah menggunakan metode sejarah yang merupakan langkah ilmiah dengan merekonstruksikan peristiwa sejarah secara sistematis dan rekonstruksi ini diharapkan dapat menjawab permasalahan yang terjadi dalam penelitian dan penulisan sejarah. Metode ini meliputi beberapa tahapan, yaitu sebuah proses yang meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.
Tahap kedua, penulis melakukan kritik terhadap sumber-sumber yang telah diperoleh. Tahap ini dibagi menjadi kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern adalah penilaian terhadap kredibilitas secara fisik dari data-data yang telah didapat untuk memperoleh faktafakta yang diperlukan. Kritik intern adalah penilaian terhadap kredibilitas isi dari data-data yang telah didapat untuk memperoleh fakta-fakta. Kritik menjadi hal yang penting dalam menyaring dan memilah sumber yang telah diperoleh agar terlihat kredibilitasnya sebagai sumber sehingga penulisan ini menghasilkan suatu karya yang ilmiah. Pada tahap ini penulis melakukan perbandingan antara sumber yang satu dengan sumber lainnya karena terkadang ditemukan berbagai versi penceritaan tentang objek yang akan diteliti oleh penulis.
Pada tahap awal penulis melakukan usaha pengumpulan sumber-sumber sejarah, baik sumber primer maupun sekunder. Pencarian dan pengumpulan
Setelah dilakukan kritik terhadap sumber kemudian dilanjutkan dengan tahap ketiga, yaitu dilakukan interpretasi. Fakta-fakta yang telah didapat harus
Metode Penelitian
Peranan Eddie…, Aditya Charisma Permadi, FIB UI, 2013
diinterpretasikan terlebih dahulu sebelum dilakukan rekonstruksi. Interpretasi ini dikmasudkan untuk membuat suatu penafsiran data yang dapat dipertanggung jawabkan untuk dijadikan sebagai fakta pendukung dalam penulisan kembali. Tahap keempat adalah historiografi. Historiografi adalah proses rekonstruksi fakta-fakta yang telah diintepretasikan menjadi sebuah bentuk penulisan. Tulisan inilah yang disebut sebagai tulisan sejarah (historiografi) yang disusun secara kronologis sesuai dengan urutan waktu terjadinya peristiwa. Sepertihalnya pada penulisan karya ilmiah ini yang merekonstruksikan Ikatan Pencak silat Indonesia (IPSI) tahun 1978-2003.
Hasil Penelitian Selama kurun waktu penelitian yaitu Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) sejak tahun 1978 sampai dengan 2003 telah banyak perubahan dalam perkembangan beladiri pencak silat. Perkembangan beladiri pencak silat pada kurun waktu tersebut menunjukkan perkembangan yang terus meningkat. Pada awalnya beladiri pencak silat yang sifatnya hanya sebagai gerakan untuk mempertahankan diri dalam melangsungkan kehidupan. Beladiri pencak silat berkembang dalam masyarakat lokal dan terbatas pada kepentingan masing-masing golongan pada saat itu. Banyaknya perguruan dan aliran silat yang terdapat di Indonesia sehingga perlu adanya organisasi yang menjadi Induk dari perguruan tersebut. Pada tahun 1948 kemudian berdirilah induk organisasi pencak silat di Indonesia. Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSSI) sebagai induk organisasi beladiri tersebut. Kemudian IPSSI berubah menjadi Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) yang dimaksudkan untuk membangkitkan kembali semangat kebangsaan Indonesia dalam usaha melestarikan dan mengembangkan beladiri hasil warisan leluhur bangsa. Sejak induk organisasi pencak silat ini berdiri berbagai perguruan dan aliran pencak silat mulai bergabung dan memiliki tujuan yang sama untuk terus membina dan mengembangkan pencak silat hingga ke tingkat yang lebih tinggi. Para pendekar yang awalnya masih bersifat kedaerahan kini mulai membuka diri untuk bergabung dalam organisasi tersebut dan mengembangkan pencak silat tanpa menghilangkan ciri kedaerahannya. Kepemimpinan IPSI diawali oleh Mr. Wongsonegoro sebagai pencetus dari organisasi ini. Setelah melakukan berbagai perintisan mengenai perkembangan pencak silat. Kepemimpinannya digantikan oleh Brigjen Tjokropranolo yang juga merupakan Gubernur DKI Jakarta pada saat itu. Pada masa kepemimpinanya pencak silat mulai diusahakan dan menjadi kurikulum ajar di sekolah-sekolah. Hal ini dimaksudkan agar sejak dini pencak silat sudah diperkenalkan kepada
masyarakat. Selain itu, pencak silat mulai melakukan standarisasi gerakan yang dimaksudkan agara pencak silat mulai dapat dipertandingkan dalam suatu even kejuaraan. Sebelumnya pencak silat sudah ambil bagian dalam kejuaraan di tingkat nasional yaitu Pekan Olahraga Nasional (PON). Namun, sejak PON I sampai dengan PON ke VII bergulir, pencak silat hanya dipertunjukkan saja dan diperlombakan hanya menilai keindahan gerakan. Namun, situasi berbeda di awal kepemimpinan Tjokropranolo, pencak silat melalui berbagai persiapan dan usaha mampu menjadi salah satu cabang yang juga dipertandingkan dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-VIII, tahun 1973 di Jakarta. Setelah melakukan berbagai usaha dan pengembangan beladiri pencak silat, kepemimpinan IPSI berlanjut dengan digantikannya Tjokropranolo yang memimpin sejak 1973-1978 dengan Eddie M. Nalapraya. Pada saat Eddie M. Nalapraya menjabat sebagai Ketua Umum IPSI berbagai perubahan pada dunia pencak silat mulai terlihat. Eddie M. Nalapraya yang memiliki tujuan untuk terus mengembangkan pencak silat ke tingkat internasional mulai terlihat. Setelah menjadi cabang resmi yang dipertandingkan dalam Pekan Olahraga Nasional (PON), Eddie M. Nalapraya terus berusaha untuk meningkatkan pembinaan dan mengembangkan pencak silat agar menjadi salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan di tingkat Internasional. Keterlibatannya dan perannya untuk mengembangkan pencak silat di tingkat internasional mulai terlihat ketika ia terlibat dalam pembentukan Persekutuan Pencak Silat Antar Bangsa (PERSILAT). Persilat sebagai organisasi pencak silat yang bersifat internasional ini kemudian menunjuk Eddie M. Nalapraya sebagai Ketua Presidium. Keterlibatannya langsung dalam organisasi pencak silat dunia tersebut sebagai jalan untuk terus mengembangkan pencak silat di tingkat internasional. Kepemimpinan Eddie M. Nalapraya dalam IPSI dan juga sebagai Ketua Presidium Persilat membuat koordinasi yang baik untuk melakukan sosilisasi beladiri pencak silat di berbagai negara. Kepemimpinannya yang panjang dalam IPSI sejak 1978-2003 menunjukkan perannya yang positif sehingga mendapatkan dukukngan dari berbagai pihak. Pencak silat pada masa kepengurusannya mampu dikenal oleh masyarakat luas hingga berbagai negara di luar rumbun bangsa melayu. Pencak silat juga mulai dipertandingkan dan dipertunjukkan dalam berbagai even di tingkat internasional, seperti SEA Games, Invitasi Pencak Silat Internasional, Festival Pencak Silat Antar Bangsa dan ASEAN Games. Berbagai usaha dan tindakan yang dilakukan Eddie M. Nalaparaya dalam membina dan mengembangkan pencak silat hingga ke tingkat internasional menunjukkan hasil yang positif. Pencak silat dapat
Peranan Eddie…, Aditya Charisma Permadi, FIB UI, 2013
dikenal oleh masyarakat di berbagai negara di Asia, Eropa, Amerika maupun Australia.
Pembahasan Pencak silat terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi pada masyarakat khususnya di Indonesia. pencak silat menjadi bagian dari warisan leluhur bangsa Indonesia. Pencak silat dalam proses perkembangannya melalui berbagai proses pembentukan yang mengikuti perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masyarakat. Beladiri ini berkembang sejak zaman kerajaan dan mulai mendapat pengaruh akulturasi yang kemudian berlanjut pada masa penjajahan oleh bangsa asing. Pencak silat terus dipelajari oleh berbagai kalangan masyarakat melalui berbagai cara agar perkembangannya dan kelestariannya terus berlanjut. Kondisi ini dialami oleh para tokoh masyarakat yang mempelajari beladiri pencak silat pada masa penjajahan bangsa asing , yaitu saat Belanda dan Jepang menduduki Indonesia. Namun, semangat perjuangan yang juga bersumber dari kemampuan beladiri tersebut tidak pernah padam dari masyarakat Indonesia. Hingga pada akhirnya kemerdekaan diperoleh bangsa Indonesia. Setelah kemerdekaan Indonesia dirasakan perlu adanya suatu induk organisasi pencak silat karena pada saat itu telah banyak tumbuh berbagai aliran dan perguruan pencak silat di berbagai daerah dengan corak yang berbeda-beda sesuai dengan ciri khasnya masingmasing. Induk organisasi ini dibutuhkan untuk terus membina dan mengembangkan pencak silat hingga ke tingkat yang lebih tinggi. Perintisan dan pembentukkan organisasi tersebut dilakukan pada awal tahun 1948 dengan membentuk suatu panitia khusus. Jauh sebelum dilaksanakannya PON I, seorang tokoh pencak silat dari organisasi PERPI (Persatuan Pencak Silat Indonesia) bernama Sukowinadi, menghadap Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yakni Mr. Wongsonegoro, yang juga seorang tokoh pencak silat. Kedatangannya tersebut dimaksudkan untuk menyampaikan gagasan mengenai perlu adanya suatu organisasi nasional tunggal pencak silat. Dalam hal ini, Sukowinadi mengusulkan agar PERPI dapat ditransformasikan menjadi organisasi nasional tersebut. Menteri dapat menyetujui gagasan Sukowinadi tetapi tidak setuju dengan usulannya tersebut. Kemudian Menteri memberikan petunjuk saran agar gagasan itu dibahas melalui kongres yang menghadirkan semua tokoh pencak silat Indonesia. Menteri juga menunjuk Sukowinadi untuk membentuk panitia yang akan menyelenggarakan kongres tersebut (Notosoejitno, 1997: 1). Kemudian pada tanggal 18 Mei 1948 panitia khusus tersebut menyelenggarakan kongres di Solo/Surakarta.
Kongres tersebut dihadiri oleh berbagai tokoh pencak silat, diantaranya adalah Mr. Wongsonegoro yang juga sekaligus bertindak sebagai Ketua panitia khusus tersebut. Pada kongres tersebut kemudian mebuahkan hasil, yaitu dengan didirikannya suatu organisasi induk dari pencak silat yang diberi nama Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSSI). Selain itu, pada kongres tersebut Mr. Wongsonegoro ditunjuk sebagai Ketua Umum pertama organisasi tersebu. Pada saat Mr. Wongsonegoro menjabat sebagai Ketua Umum PB. IPSI yang pertama, ia segera mendapatkan tugas untuk membina dan mengembangkan induk organisasi silat tersebut. Berbagai usaha segera dilakukan oleh Mr. Wongsonegoro yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan yang juga sebagai tokoh pencak silat. Setelah itu, beliau diberikan haknya untuk menyusun staf dan dan mempersiapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga oleh para anggota organisasi tersebut (Moh. Djoemali, 1959: 18) Berdirinya IPSSI tersebut memiliki program dan tujuan yaitu mempersatukan aliran-aliran pencak silat yang terdapat di Indonesia serta IPSSI ingin memasukkan pencak silat sebagai salah satu kurikulum pembelajaran di sekolah-sekolah. Hal ini dimaksudkan agar pencak silat dapat diperkenalkan kepada masyarakat sejak usia dini. Kemudian Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSSI) berubah nama menjadi Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). perubahan ini dimaksudkan untuk menggalang kembali semangat juang bangsa Indonesia. Pendirian organisasi pencak silat ini juga bertujuan untuk menyebar luaskan beladiri warisan bangsa ini ke pelosok-pelosok daerah. Setelah melakukan berbagai usaha dan tindakan, kepemimpinan Mr. Wongsonegoro digantikan oleh Brigjen Tjokropranolo pada tahun 1973. Pada awal masa kepengurusannya dalam IPSI pencak silat terus dipersiapkan untuk terus berkembang di tingkat nasional, yaitu dengan melakukan standarisasi gerakan pencak silat agar menjadi salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan dalam Pekan Olahraga Nasional (PON). Pencak silat sebelumnya pada masa kepemimpinan Mr. Wongsonegoro sudah dipertunjukkan dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) ke- I sampai dengan PON ke- VII. Setelah melakukan berbagai persiapan pencak silat pada awal kepemimpinan Tjokropranolo dapat menjadi salah satu cabang olahraga yang dipertandingka dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-VIII di Jakarta tahun 1973. Pada PON tersebut baru 15 daerah yang ikut berpartisipasi dengan jumlah pesilat 128 yang terdiri dari pesilat putera 106 atlit dan pesilat puteri 22 atlit (PB. IPSI, 1989: 25).
Peranan Eddie…, Aditya Charisma Permadi, FIB UI, 2013
Pencak silat pada masa kepemimpinan Tjokropranolo mulai masuk dan berkembang di tingkat nasional. Kepemimpinanya dalam IPSI Tjokropranolo mulai melakukan perubahan dengan mempersatukan kembali seluruh aliran kedalam IPSI dengan melakukan pendekatan terhadap para pemimpinnya. Selanjutnya dalam melakukan pembinaan pencak silat, Tjokropranolo beserta pengurus lainnya tidak hanya memusatkan perhatiannya pada pendidikan pencak silat di sekolah saja. Selain itu, pengembangan olahraga pencak silat dilakuakan dengan melaksanakan kejuaraan-kejuaraan di tingkat nasional. Kejuaraan yang bersifat nasional ini bertujuan untuk mencari pesilat-pesilat yang berprestasi dan mampu untuk berkembang di kejuaraan yang lebih bergengsi seperti Pekan Olahraga Nasonal (PON). Kejuaraan pencak silat sendiri merupakan sarana untuk melestarikan, mengembangkan dan memasyarakatkan pencak silat serta meningkatkan citra beladiri warisan bangsa tersebut (George F. De Groot dan Notosoejitno, 2006: 57). Dalam rangka merealisasikan rencana pengembangan pencak silat tersebut diadakan Kejuaraan Nasional Olahraga Pencak Silat (Kejurnas Dewasa I). Kejurnas ini berlangsung dari tanggal 27 April-1 Mei 1975 di Semarang. Kejurnas ini diikuti oleh 18 daerah, yang terdiri dari 141 atlit yang tebagi atas 106 atlit putera dan 35 atlit puteri (PB. IPSI, 1989: 26). Kejuaraan Nasional Dewasa pertama ini sebagai langkah yang baik dalam pembinaan pencak silat di Indonesia untuk mencari atlit-atlit terbaik dari berbagai daerah. Para pesilat yang mampu menunjukkan kualitasnya terus dilakukan pembinaan dan akan mengikuti kejuaraan di tingkat yang lebih tinggi. Kejuaraan tersebut kemudian menjadi agenda dari PB. IPSI pada masa Tjokropranolo. Perbaikan dan penyempurnaan pertandingan juga terus dilakukan agar memenuhi standar pertandingan pencak silat yang lebih baik dan layak dengan peningkatan jumlah peserta dan antusias yang datang dari masyarakat secara umum. Pada tanggal 23 Juli 1977 sampai dengan 3 Agustus 1977 juga berlangsung Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-IX di Jakarta. Pada perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) ini pencak silat kembali ambil bagian menjadi salah satu cabang yang di pertandingkan. Pada peristiwa olahraga nasional ini merupakan kedua kalinya pencak silat mulai menjadi cabang olahraga yang di pertandingkan setelah Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-VIII/1973 lalu. Pada kesempatan ini jumlah daerah yang ikut berpartisipasi sebanyak 20 daerah, meningkat dari peristiwa sebelumnya yang hanya berjumlah 15 daerah. Namun, pada kesempatan ini hanya 14 daerah yang berhasil memperoleh medali saat itu (PB. IPSI, 1989:26). Meskipun hanya 14 daerah yang berhasil memperoleh medali, telah terlihat adanya peningkatan dan antusias
dari berbagai daerah untuk berpartisipasi dengan mengirimkan pesilat wakil daerahnya. Pada Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-IX di Jakarta tersebut, pertandingan-pertandingan pencak silat yang berlangsung masih dinilai kurang baik. Para penonton menilai pertandingan-pertandingan pencak silat nyaris seperti perkelahian di jalanan (street fighters fight). Situasi pertandingan seperti ini bukanlah disebabkan oleh kurangnya penguasaan teknik pencak silat dari para pesilat. Peraturan di bidang perwasitan juga tidak dapat disalahkan, akan tetapi kalemahan dalam peraturan-peraturan teknisnya yang perlu menjadi perhatian. Misalnya saja pada karate yang mengenal pukulan-pukulan dan tendangan-tendangan yang tegas dinyatakan sah dalam pertandingan disamping gerak tipu yang dilarang dalam pertandingan (Sinar Harapan, 1978:13). Para pengurus Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) segera mengambil langkah untuk segera memperbaiki kekurangan dalam teknis pertandingan. Pertama-tama dilakukan dengan pembentukan tim peneliti teknis yang sebelumnya sudah dibicarakan dalam Musyawarah Nasional. Setelah melakukan perbaikan dalam teknis peraturan pertandingan, Kejuaraan Nasional pencak silat kembali digelar pada tahun 1978. Pada tanggal 12-18 Juni 1978 di Jakarta diselenggarakan Kejurnas Remaja I se-Indonesia. Pesilat yang berpartisipasi berjumlah 174 pesilat remaja yang berasal dari 17 daerah di Indonesia. pesilat-pesilat tersebut terdiri dari 110 pesilat remaja putera dan 64 pesilat remaja puteri. Eddy Djajang Djajaatmaja selaku Ketua Umum panitia Kejurnas tersebut mengatakan selama babak semifinal pertandingan tersebut berlangsung di Gelanggang Remaja Bulungan, Kebayoran Jakarta Selatan dan pada pertandingan puncaknya diselenggarakan di Senayan (Suara Karya, 1978). Kepemimpinan Tjokropranolo dalam IPSI memperlihatkan usaha untuk terus membina dan mengembangkan pencak silat dengan cara menyatukan berbagai aliran silat yang terdapat di Indonesia. Tjokropranolo bertindak sebagai Ketua Umum IPSI hingga tahun 1978 yang ditengah kepengurusannya ia mengundurkan diri karena kesibukkannya yang juga sebagai Gubernur Jakarta pada saat itu. Kemudian kepemimpinannya digantikan oleh Eddie Marzuki Nalapraya, yang merupakan salah seorang Ketua Umum IPSI Jakarta. Eddie M. Nalapraya yang ditunjuk langsung untuk memimpin IPSI Pusat menggantikan Tjokropranolo segera melaksanakan tugasnya dengan antusias dan tanggapan yang baik dari berbagai kalangan masyarakat. Eddie M. Nalapraya sebagai tokoh silat Betawi yang berasal dari keluarga sederhana. Beladiri pencak silat
Peranan Eddie…, Aditya Charisma Permadi, FIB UI, 2013
dikenal dirinya sejak kecil melalui kakeknya yang selalu mengajarkan beladiri tersebut (Notosoejitno, 2003: 1). Eddie M. Nalpraya mulai terlibat dalam perkembangan pencak silat yang diawali dengan keterlibatannya dalam IPSI Jakarta. Eddie M. Nalapraya tidak pernah terpikir sebelumnya untuk terlibat secara langsung dalam suatu organisasi untuk mengembangkan dan melestarikan beladiri pencak silat. Seorang tokoh silat Rustadi Effendi yang menemuinya dan mengajaknya secara langsung untuk memimpin IPSI Jakarta. Ia yang selalu ingat dengan pesan kakeknya untuk terus mengembangkan dan melestarikan beladiri warisan leluhur tersebut yang mendorong dirinya untuk terlibat dan menerima tawaran sebagai Ketua Umum IPSI Jaya. IPSI DKI Jakarta mengemban misi mempertahankan dan mengembangkan pencak silat harus mampu mengemban tugas nasional baik dalam wujud mental, gagasan maupun pembanganunan sarana fisik dan kegiatan-kegiatan yang membawa pengaruh pembinaan di daerah-daerah seluruh Indonesia. Keadaan ini pula yang menjadi pertimbangan Eddie M. Nalapraya menerima tawaran tersebut (Lap. 33 Tahun IPSI, 1981). Eddie M. Nalapraya segera melaksanakan tugasnya dengan penuh semangat dan tanggung jawab. Berbagai masalah mulai dihadapi pada masa kepemimpinannya dalam IPSI Jaya. Terbatasnya dana organisasi membuat dirinya harus bekerja ekstra untuk terus mengembangkan beladiri pencak silat. Selain itu, permasalahan internal organisasi juga terjadi dengan adanya perguruan yang kurang harmonis. Berbagai usaha pendekatan dilakukan Eddie M. Nalapraya sebagai program kerja yang konkrit dalam mengembangkan pencak silat di Indonesia. permasalahan kurang harmonisnya perguruan yang ada mulai disikapinya dengan melakukan pendekatan kepada para tokoh/pendekar silat yang ada di Jakarta, hal ini pula yang membantu Eddie M. Nalapraya dalam menjalankan program kerjanya. Selain itu ia mengeluarkan dana pribadinya untuk merealisasikan aspirasi dari berbagai perguruan untuk menyelenggarakan kejuaraan di tingkat wilayah. Selain itu Eddie M. Nalapraya mulai merealisasikan keinginnanya untuk melakukan apel bersama para pesilat yang ada di berbagai wilayah di Jakarta. Melalui usaha dan kerja kerasnya upacara yang akan dihadiri oleh pengurus pusat IPSI dan para tokoh silat lainnya akhirnya dapat terlaksana meskipun sebelumnya ide tersebut mendapat tanggapan yang kurang masuk akal. Eddie M. Nalapraya dengan dana pribadinnya dan bantuan berbagai pihak yang dekat dengan dirinya mampu merealisasikan apel bersama di lapangan Monas yang dihadiri oleh para pesilat dari berbagai wilayah di Jakarta (Notosoejitno, 2003: 109--112).
Keberhasilan Eddie M. Nalapraya dalam merealisasikan idenya tersebut membuat banyak orang terharu dan menanggapi positif kegiatannya tersebut dalam usaha mengembangkan pencak silat. Keberhasilan tersebut juga mendorong Eddie M. Nalapraya untuk mengembangkan pencak silat ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu di tinggkat internasional. Keberhasilan Eddie M. Nalapraya dalam memimpin IPSI jakarta dan mampu melaksanakan program kerjanya dengan baik membuat banyak orang mulai mengenal dirinya. Tjokropranolo yang juga mengetahui keberhasilan Eddie M. Nalapraya dalam mengemban tugasnya membuat dirinya mengangkat Eddie M. Nalapraya menjadi bagian dari pengurus IPSI Pusat. Eddie M. Nalapraya kemudian diangkat sebagai Ketua Harian IPSI Pusat menggantikan Eddy Djadjang Djadjaatmadja yang sering mengalami gangguan kesehatan. Ia yang diminta kerjasamanya oleh Ketua Umum IPSI Tjokropranolo juga mampu menjalankan perannya sebagai Ketua Harian dengan baik. Cita-citanya untuk mengembangkan pencak silat di tingkat internasional mulai mendapat lampu hijau. Keinginannya untuk membentuk organisasi yang bertaraf internasional mulai mendapat tanggapan positif. Awal tahun 1980-an Eddie M. Nalapraya mendapat mandat dari Ketua Umum Tjokropranolo untuk mendirikan organisasi pencak silat internasional. Kedaan ini yang membuat dirinya semakin terpacu untuk mengembangkan pencak silat di tingkat internasional. Setelah mendapat mandat, Eddie M. Nalapraya beserta fungsionaris IPSI serta pengurus Persisi (Persekutuan Silat Singapura), Wakil dari Kementerian dan Kebudayaan, Belia, Sukan Malaysia mendirikan Persekutuan Pencak Silat Antarbangsa (PERSILAT) (Ramadhan KH dkk, 2011: 150). Persilat ini dibentuk pada pertemuan ketiga negara di Jakarta pada tanggal 7-11 Agustus 1980. Pada pertemuan tersebut juga telah menunjuk Eddie M. Nalapraya sebagai Ketua Presidium Persilat. Berdirinya organisasi pencak silat internasional di tahun 1980 merupakan tonggak awal dimana pencak silat mulai melangkah dan berkembang diluar kawasan rumpun melayu, meskipun beberapa tahun sebelumnya pencak silat sudah mulai diperkenalkan di beberapa negara Eropa, Amerika dan Australia. Setelah berhasil mendirikan organisasi pencak silat yang bersifat internasional, Eddie M. Nalapraya juga mendapat kepercayaan untuk memimpin IPSI Pusat (PB. IPSI) sebagai Ketua Umum menggantikan Tjokropranolo. Eddie M. Nalapraya terus berusaha dan bekerja keras menjalankan perannya dengan baik sebagai Ketua Umum IPSI maupun Ketua Presidium Persilat. Dalam menjalankan tugasnya Eddie M. Nalapraya melakukan perjalanan dan pertemuan dengan sejumlah perguruan pencak silat di dalam maupun luar negeri. Ia juga menjalin komunikasi dengan para pesilat yang telah
Peranan Eddie…, Aditya Charisma Permadi, FIB UI, 2013
mendirikan pencak silat di luar negeri, seperti di Eropa dan Amerika. Setelah menempati posisi penting dalam berbagai organisasi pencak silat di tingkat nasional maupun internasional Eddie M. Nalapraya terus berusaha mengembangkan pencak silat melalui berbagai kejuaraan. Pada tahun 1982 Eddie M. Nalapraya menyelenggarakan kejuaraan pencak silat internasional untuk pertama kalinya yang berlangsung di Jakarta pada 6-8 Agustus. Kejuaraan pencak silat internasional tersebut dikenal dengan “Invitasi Pertandingan Pencak Silat Pra Setya Mulya I 1982” (Suara Karya, 1982: 2). Tujuan dari diselenggarakannya invitasi pencak silat internasional ini adalah bukan sekedar prestise, namun sebagai bagian dari prestasi dalam mengembangkan pencak silat. Diselenggarakannya invitasi pencak silat ini juga diharapkan manfaatnya untuk meneruskan pengembangan pencak silat agar lebih mantap di kalangan internasional. Invitasi pencak silat internasional ini diikuti oleh 169 peserta yang berasal dari Malaysia 33 pesilat, Singapura 51 pesilat, Belanda 31 pesilat, Jerman Barat 10 pesilat, Amerika Serikat 7 pesilat, Australia 2 pesilat dan tuan rumah Indonesia 35 pesilat (Suara Karya, 1982: 2). Selain diselenggarakannya invitasi pencak silat internasional tersebut juga akan diselenggarakan pertemuan, yaitu kongres Persilat yang berlangsung tanggal 7-8 Agustus 1982. Eddie M. Nalapraya mengharapkan penyelenggaraan invitasi dan pertemuan ini dapat berjalan dengan baik dan mendapatkan antusias yang lebih dari para negara peserta. Menjelang dilangsungkannya invitasi tersebut juga direncanakan akan diselenggarakan Festival Pencak Silat Nasional yang akan diselenggarakan pada 3-4 Agustus 1982 di Cirebon. Festival pencak silat ini juga memiliki maksud dan tujuan agar para peserta yang akan mengikuti invitasi pencak silat internasional menjelaskan bagaimana perkembangan pencak silat sebagai seni beladiri asli Indonesia tersebut (Pos Kota, 1982: 3). Invitasi pencak silat internasional tersebut selalu mengalami peningkatan jumlah peserta yang berpartisipasi setiap kali kejuaraan dunia silat tersebut diselenggarakan. Kejuaraan pencak silat dunia tersebut menjadi agenda rutin dari Persilat dalam menyelenggarakan kejuaraan ditingkat internasional terutama antar negara anggota Persilat. Perkembangan pencak silat di tingkat internasional terus berkembang, masyarakat dunia telah banyak mengetahui tentang beladiri pencak silat. Selain itu, negara-negara di luar rumpun melayu mulai mempelajari dan mengenal lebih dalam beladiri pencak silat. Perkembangan pencak silat tersebut tidak terlepas dari peran PB. IPSI dan kepemimpinan Eddie M. Nalapraya. Pada saat itu kerja keras Eddie M. Nalapraya terus mendapatkan dukungan dari berbagai
pihak atas kegiatan-kegiatanya di luar negeri. seperti halnya Departemen Luar Negeri (Deplu) yang memberikan bantuan kepada PB. IPSI untuk membentuk Komisariat IPSI di negara-negara yang telah memiliki pencak silat, seperti Australia, Filipina, Thailand, Swiss, Belanda, Belgia, Luxemburg, Perancis, Denmark, Jerman Barat, Inggris, Amerika Serikat, Suriname selain Singapura dan Malaysia. Setelah berhasil menyelenggarakan berbagai kejuaraan di berbagai tingkatan mulai dari daerah, nasional maupun internasional, selanjutnya Eddie M. Nalapraya mempersiapkan pencak silat agar menjadi salah satu cabang yang dipertandingkan dalam SEA Games. Berbagai persiapan telah dilakukan oleh pihak Indonesia untuk memasukkan pencak silat sebagai salah satu cabang yang diperlombakan dalam SEA Games. Pada akhirnya, tanggal 11-15 September 1987 untuk pertama kalinya pencak silat dipertandingkan dalam even olahraga terbesar di Asia Tenggara, yakni SEA Games. Pada SEA Games tersebut diikuti oleh 5 negara yang ikut berpartisipasi memeriahkan kejuaraan tersebut, khususnya cabang pencak silat, antara lain Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam dan Thailand. Pada waktu yang sama pada pertemuan Persilat telah diresmikan Thailand dan Brunei Darussalam sebagai anggota dari Persilat. Kelima negara tersebut ambil bagian dan ikut memeriah pertandingan silat di SEA Games ke-XIV untuk pertama kalinya (PB. IPSI, 1989: 31). Terlaksananya SEA Games XIV di Jakarta dan masuknya pencak silat untuk pertama kalinya sebagai salah satu cabang yang dipertandingkan merupakan usaha untuk mengembangkan dan melestarikan bela diri pencak silat. Eddie M. Nalapraya sangat berperan penting dalam memasukkan pencak silat dalam even olahraga se-Asia Tenggara tersebut. Kini pencak silat mulai menjadi salah satu olahraga yang dipertandingkan dalam SEA Games yang sebelumnya hanya dipertunjukkan saja. Dipertandingkanya pencak silat dalam SEA Games langsung memberikan gairah yang lebih terhadap perkembangan olahraga ini. Pencak silat terus berkembang pesat bukan hanya di Indonesia, Singapura atau Malaysia saja. Pencak silat mulai berkembang di Thailand, Vietnam, Filipina, Myanmar, Laos dan Brunei Darussalam. Perkembangan pencak silat yang semakin pesat dan polpuler, IPSI membantu mengirimkan sejumlah pelatihnya ke negara-negara di Asia Tenggara yang membutuhkan tenaga pelatih. Sejak saat itulah peran dan kontribusi Indonesia beserta Ketua Umum PB. IPSI Eddie M. Nalapraya semakin terlihat dalam usaha mengembangkan pencak silat di tingkat yang lebih tinggi.
Peranan Eddie…, Aditya Charisma Permadi, FIB UI, 2013
Perkembangan pencak silat dibawah kepemimpina Eddie M. Nalapraya dalam IPSI terus berlanjut. Pencak silat terus melesat hingga ke mancanegara, sejak tahun 1982 mulai diselenggarakan kejuaraan dunia pencak silat (Invitasi Pencak Silat Internasional) dan 1987 mulai dipertandingkan dalam SEA Games. Kejuaraan dunia pencak silat dan Sea Games yang menjadi agenda 2 tahunan tersebut terus berlangsung hingga akhir masa kepemimpinannya dalam Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Selain itu, pada tahun 2002 dalam rangka Asean Games di Busan Korea Selatan telah diselenggarakan pertandingan eksibisi yang diikuti oleh 11 negara. Pertandingan eksibisi tersebut merupakan embrio Asian Games dimana Indonesia keluar sebagai Juara utama (Mappaganty, 2006: 35). Berbagai pertandingan di tingkat Internasional yang telah dilaksanakan merupakan kerja keras Eddie M. Nalapraya beserta dukungan berbagai pihak dalam upaya mengembangkan pencak silat di tingkat yang lebih tinggi. Pada akhirnya kedudukan Eddie M. Nalapraya dalam IPSI berakhir di tahun 2003 melalui Munas IPSI yang menunjuk Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum PB. IPSI periode selanjutnya Ramadhan KH dkk, 2011: 155.
Kesimpulan Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) yang berdiri pada 18 Mei 1948 sebagai induk organisasi pencak silat pada saat itu mulai memperlihatkan perannya dalam mengembangkan pencak silat. Kepemimpinan IPSI yang di awali Mr. Wongsonegoro pada saat itu mulai menunjukkan perannya dengan menyusun standarisasi pencak silat agar pencak silat dapat menjadi bahan ajar dalam pendidikan formal. (Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas). Selain itu, pencak silat juga memilki tujuan nasional, yaitu dapat dipertandingakan dalam even olahraga nasioanal. Pada masa kepemimpinan Mr. Wongsonegoro dalam IPSI pencak silat sudah mulai dipertunjukkan dalam Pekan Olahraga Nasional (PON). Kemudian kepengurusan IPSI berganti di tahun 1973, dimana Mr. Wongsonegoro digantikan oleh Brigjen Tjokropranolo. Setelah melalui berbagai usaha dan penyusunan berbagau peraturan dan unsur lainnya, pada masa kepemimpinan Tjokropranolo pencak silat telah mampu diterima sebagai salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan dalam Pekan Olahraga Nasioanal (PON) ke- VIII tahun 1973. Pada Pekan Olahraga Nasional (PON) ke- I sampai dengan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-VII pencak silat hanya ditunjukkan sebagai ekspresi seni budaya saja. Selanjutnya kepemimpinan IPSI pada tahun 1978 berlanjut dengan diangkatnya Eddie M. Nalapraya.
Pada saat kepemimpinannya dalam IPSI, pencak silat mampu berkembang secara pesat. Kepribadiannya yang supel dan mau bekerja keras membuat banyak dukungan muncul dalam usaha mengembangkan pencak silat. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan dan mengembangkan pencak silat dari tingkat lokal sampai dengan internasional. Eddie M. Nalapraya yang kemudian juga diagkat menjadi Ketua Presidium Persatuan Pencak Silat Antarbangsa (PERSILAT) melakukan berbagai usaha untuk mengembangkan pencak silat dari tingkat lokal sampai dengan ke tingkat internasional. Eddie M. Nalapraya pada masa kerjanya mulai melaksanakan tugasnya dengan melakukan silaturahmi kepada para pemimpin dan para atlet silat di berbagai negara di Asia, Eropa, Amerika dan Australia. Hubungan silaturahmi ini yang membuat usaha mengembangkan pencak silat mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan. Kerja kerasnya mulai berbuah hasil ketika pencak silat mulai dipertunjukkan yang kemudian dipertandingkan dalam even besar seperti SEA Games, ASEAN Games. Selain itu, mulai tahun 1982 untuk pertama kalinya pencak silat dipertandingkan dalam kejuaraan pencak silat Internasional yang diselenggarakn di Jakarta. Sebelum kejuaraan tersebut dilaksanakan pencak silat juga dipertunjukkam dalam festival pencak silat Internasional. Peran besar dan kerja keras Eddie M. Nalapraya dalam perkembangan IPSI dan pencak silat terus berlanjut dengan dimasukkannya pencak silat sebagai salah satu cabang yang dipertandingkan dalam SEA Games untuk pertama kalinya tahun 1987. Berbagai tindakan dan peran Eddie M. Nalapraya terus berlanjut dan mampu mengembangkan pencak silat dari tingkat lokal sampai dengan ke tingkat Internasional. Pencak silat pada saat terus berkembang dan dapat dipertandingan dalam even besar pencak silat, seperti Pekan Olahraga Nasional (PON), kejuaraan dunia pencak silat (invitasi pencak silat), SEA Games dan beberbagai kejuaraan di negara-negara Eropa, Amerika dan lainnya. Selain itu, Sebelum kepemimpinannya berakhir dalam Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) usaha beliau juga terlihat ketika pada tahun 2002 pencak silat mulai dipertunjukkan dalam ASEAN Games di Busan, Korea Selatan. Sosok Eddie M. Nalapraya memiliki peran yang sangat besar dalam perkembangan pencak silat dari tingkat lokal hingga ke tingkat internasional. Kebahagiannya terlihat ketika pencak silat mampu dikenal masyarakat secara luas. Kecintaan dan pengabdiannya dalam membesarkan bela diri pencak silat membuahkan kenangan manis saat 13 Agustus 2010, Eddie M. Nalapraya dianugerahi Bintang Maputera Pratama oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana
Peranan Eddie…, Aditya Charisma Permadi, FIB UI, 2013
Merdeka. Penghargaan ini sebagai apresiasi terhadap berbagai usaha dan pengorbanannya dalam mengembangkan bela diri pencak silat.
Saran Proses penyusunan karya ilmiah sangat diperlukan sumber wawancara karena pada proses pencarian data
Daftar Acuan Laporan Laporan 33 tahun Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) tahun 1981. Laporan Pelaksanaan dan Hasil Kongres ke III Persilat Pada 6-7 September 1991 di Jakarta. Majalah/Koran Gema Pencak silat, vol. 6, 1997. Gema Pencak Silat, vol. 7, 1997. Gema Pencak Silat, vol. 3, 1999. Gema Pencak Silat, vol. 4, 2000. Suara Karya, Juni, Agustus 1978, Desember 1979, Juli, Agustus 1982, Februari, April 1987. Antara, November 1984, Juli-Agustus 1986. Merdeka, Juni 1978, Agustus 1986, Agustus 1987, September 1990. Cahaya Kita, Juni 1978. Pikiran Rakyat, Juni 1983. Sinar Pagi, Juni 1978, Agustus 1982, Juni 1983. Pelita, Januari 1980, Januari 1991. Kompas, Desember 1979, November 1984, September 1987, Januari 1991. Harian Terbit, Agustus 1982. Angkatan Bersenjata, Agustus 1982, Februari 1983. Suara Pembaruan, September. 1990. Pos Kota, Juli 1982, November 1984. Sinar Harapan, Januari 1987. Tribun, Desember 1984, Agustus 1987. Media Indonesia, Desember 1990.
Buku Djoemali, Moh. Pentjak-Silat Diteropong Dari Sudut Kebangsaan Indonesia. Yogyakarta: Seksi Pentjak/Silat BAGKES DJAKB Kem. PP dan K, 1959. Hadimadja, Ramadhan K., Iskadir Chotob, Feris Yuarsa, Jenderal Tanpa Angkatan Memoar Eddie M. Nalapraya. Jakarta: Zigzag Creative, 2011. Kasmahidayat, Yuliawan dan Isus sumiaty. Ibing Silat Sebagai Materi Pembelajaran. Bandung: Wrali Artika, 2008. Lubis, Johansyah. Pencak Silat: Panduan Praktis. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004. Mappaganty, H. A. . Kultur Pencak Silat Ditengah Arus Globalisasi Jakarta: PB. IPSI, 2006.
berupa wawancara tersebut akan menemukan beberapa fakta menarik yang biasanya tidak diungkapkan. Selain itu, melalui proses wawancara akan ditemukan sumber baru yang digunakan sebagai sumber tambahan sesuai saran narasumber. Beberapa hal ini yang akan membuat karya ilmiah bisa lebih baik dengan data yang lebih tepat.
Maria, Siti dan Herliswanny R. . Apresiasi Generasi Muda terhadap Pencak Silat Di Daerah Jawa Barat Jakarta: CV. Bupara Nugraha, 1996. Naharsari, Nur Dyah. Olah Raga Pencak Silat. Jakarta: Ganeca Exact, 2008. Notosoedjitno. Kompilasi Pencak Silat. Jakarta: PnPSI, TT. Notosoejitno. Antologi Pencak Silat. Jakarta: PnPSI, TT. Notosoejitno. Biografi Eddie Mardjoeki Nalapraya. Jakarta: Graha Pustaka PnPSI, 2003. Notosoejitno. Kelahiran Dan Perkembangan IPSI. Jakarta: Graha Pustaka PnPSI, 1997. O’ong, Maryono. Pencak Silat Merentang Waktu. Yogyakarta: Benang Merah, 2008. PB. IPSI. Sejarah Perkembangan Pencak Silat di Indonesia. Jakarta: Graha Pustaka PnPSI, 1989. Purna, Made dan Y. Sigit Widiyanto. Apresiasi Generasi Muda Terhadap Pencak Silat Di Daerah Sumatera Barat. Jakarta: CV. Bupara Nugraha, 1996. Harahap, Sorip. Pekan Olahraga Nasional I-X . Jakarta: Koni Pusat, 1985. Surono. Sea Games. Jakarta: Koni Pusat, 1988. Wawancara Eddie M. Nalapraya (82), (Ketua Umum PB. IPSI Periode 1978-2003) di Padepokan Pencak Silat Indonesia, Jakarta, 18 Mei 2013. Andi Zukifly Akrab (Anggota PB. IPSI dan Pecinta Beladiri Pencak Silat) di Padepokan Pencak Silat Indonesia, Jakarta, 07 Juni 2013. Mohammad Tafsil Rimzal (Ketua Bidang Prestasi PB. IPSI) di Padepokan Pencak Silat Indonesia, Jakarta, 07 Juni 2013. Reni Murdani (Pesilat Puteri Perguruan KPS Nusantara dan Pelatih Pencak Silat Universitas Indonesia) di Padepokan Pencak Silat Indonesia, Jakarta, 07 Juni 2013. Aris (Pesilat Putera Perguruan KPS Nusantara dan Pengurus Pondok Pustaka IPSI) di Padepokan Pencak Silat Indonesia, Jakarta, 07 Juni 2013. Internet Silat Indonesia. Perjalanan Panjang IPSI. Oleh Oong Maryono. 2 April 2012
Peranan Eddie…, Aditya Charisma Permadi, FIB UI, 2013
http://silatindonesia.com/2009/08/perjalananpanjang-ipsi-oleh-oong-maryono/ Organisasi Pencak Silat Internasional. Persliat. 2 April 2012 http://www.persilat.org/persilat.htm Perguruan KPS Nusantara. Perjalanan Panjang IPSI. 13 Maret 2013 http://www.kpsnusantara.com/reflect/malay/P erjalananpanjangIPSI Eddie M. Nalapraya. 18 Juli 2013 http:// www.jakarta.go.id
Peranan Eddie…, Aditya Charisma Permadi, FIB UI, 2013
Lampiran 1.
Eddie M. Nalapraya beserta Pengurus PERSILAT dan Menpora Akbar Tanjung pada Kongres PERSILAT , 6 Juli 1991. Sumber: Ramadhan KH, Iskadir Chotob dan Feris Yuarsa, Jenderal Tanpa Angkatan Memoar Eddie M.Nalapraya (Jakarta: Zig Zag Creative, 2011), hlm. 261.
2.
Eddie M. Nalapraya menerima cinderamata sebagai kenang-kenangan usai pembukaan Kejuaraan dunia pencak silat. Sumber: Ramadhan KH, Iskadir Chotob dan Feris Yuarsa, Jenderal Tanpa Angkatan Memoar Eddie M.Nalapraya (Jakarta: Zig Zag Creative, 2011), hlm. 252.
3.
Percakapan Eddie M. Nalapraya dengan Atase Pertahanan Angkatan Udara dan Atase Pertahanan Angkatan Laut AS pada saat detikdetik proklamasi. Sumber: Ramadhan KH, Iskadir Chotob dan Feris Yuarsa, Jenderal Tanpa Angkatan Memoar Eddie M.Nalapraya (Jakarta: Zig Zag Creative, 2011), hlm. 258.
4.
Eddie M. Nalapraya menggunakan pakaian pendekar pada acara santai. Sumber: Ramadhan KH, Iskadir Chotob dan Feris Yuarsa, Jenderal Tanpa Angkatan Memoar Eddie M.Nalapraya (Jakarta: Zig Zag Creative, 2011), hlm. 260.
5.
Percakapan Eddie M. Nalapraya dengan mantan Gubernur DKI, Letjen (Purn) Soerjadi Soedirdja. Sumber: Ramadhan KH, Iskadir Chotob dan Feris Yuarsa, Jenderal Tanpa Angkatan Memoar Eddie M.Nalapraya (Jakarta: Zig Zag Creative, 2011), hlm. 253.
6.
Eddie M. Nalapraya menerima penghargaan Doctor Philosophy in Martial Art dari Penasehat Asian Pacific Open Univ. Malaysia yang juga penasihat MAGMA, Dato Seri Wan bin Wan Haji Hassan 29 Mei 2011. Sumber: Ramadhan KH, Iskadir Chotob dan Feris Yuarsa, Jenderal Tanpa Angkatan Memoar Eddie M.Nalapraya (Jakarta: Zig Zag Creative, 2011), hlm. 156.
Peranan Eddie…, Aditya Charisma Permadi, FIB UI, 2013
7.
Eddie M. Nalapraya dianugerahi Bintang Mahaputra Pratama karena dianggap berjasa dalam memajukan pencak silat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 13 Agustus 2010. Sumber: Ramadhan KH, Iskadir Chotob dan Feris Yuarsa, Jenderal Tanpa Angkatan Memoar Eddie M.Nalapraya (Jakarta: Zig Zag Creative, 2011), hlm. 158.
10. Pesilat Indonesia Slamet Latanggang dan pesilat Singapura Riduan Ahmad dalam pertandingan final kelas B ptera SEA Games XVII. Sumber: Kompas, 19 Juni 1993.
8.
9.
Wawancara langsung dengan Mohammad Tafsil Rimzal-Ketua Bidang Prestasi PB. IPSI (Kiri) dan Andi Zulkifly Akrab (abo)-pecinta pencak silat, Pengurus PB. IPSI (kanan), 07 Juni 2013 di Padepokan Pencak Silat Indonesia, Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Tjokropranolo menerima bingkisan dari utrusan pencak silat negara Malaysia. Sumber: Sinar Pagi, 22 Juni 1978.
11. Suasana peresmian oleh Menko Polkam Surono (Ketua Dewan Pembina IPSI) dan Eddie M. Nalapraya (Ketua Umum PB. IPSI) Festival dan Invitasi Pencak Silat Internasional yang diikuti 13 negara di GBB, Tim Jakarta. Suara Karya, 28 November 1984.
12. Pesilat terbaik Perancis, Frank Picot (tengah) saat berhadapan dengan Iskandar Muda dari Singapura pada Final kelas G Putera Invitasi Pencak Silat Internasional. Sumber: Tribun, 6 Desember 1984.
Peranan Eddie…, Aditya Charisma Permadi, FIB UI, 2013
13. Pembukaan Invitasi dan Festival Internasional Pencak Silat yang akan berlangsung tanggal 2628 November 1984 dan dihadiri kurang lebih 90 pesilat dari 13 negara yang bertempat di GBB, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Sumber: Merdeka, 27 November 1984.
14. Festival Seni Pencak Silat yang dihadiri oleh 13 negara di GBB, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Sumber: Suara Karya, 27 November 1984.
16. Invitasi Pencak Silat di Wina, Austria. Latar belakang lambang Garuda Bhineka Tunggal Ika selalu di gunakan dalam kejuaraan dunia pencak silat. Sumber: Merdeka, 27 Agustus 1986.
17. Pengalungan medali oleh Eddie M. Nalapraya kepada pesilat. Sumber: Merdeka, 12 Oktober 1986.
15. Pertandingan antara Ainun Mardiah (Indonesia) dengan Ernestina Desi Ree Christa (Jerman Barat) dalam Invitasi Pencak Silat Internasional II yang dimenangkan oleh Ainun Mardiah. Sumber: Bola, Desember 1984.
Peranan Eddie…, Aditya Charisma Permadi, FIB UI, 2013