PERAN SERTA MODIN DALAM MANIPULASI DATA USIA CALON PENGANTIN dan PERTIMBANGAN YANG DIPAKAI (Studi Kasus di Kelurahan Sumurrejo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang) Tahun 2016
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh: LINA PUJI LESTARI NIM: 21112020
FAKULTAS SYARIAH PROGRAM STUDI AL AHWAL AL SYAKHSIYYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016 i
ii
PERAN SERTA MODIN DALAM MANIPULASI DATA USIA CALON PENGANTIN dan PERTIMBANGAN YANG DIPAKAI (Studi Kasus di Kelurahan Sumurrejo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang) Tahun 2016
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh: LINA PUJI LESTARI NIM: 21112020
FAKULTAS SYARIAH PROGRAM STUDI AL AHWAL AL SYAKHSIYYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016 iii
NOTA PEMBIMBING Lamp : 4 (eksemplar) Hal
: Pengajuan Naskah Skripsi Kepada Yth, Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga Di Salatiga Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan, dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa: Nama : Lina Puji Lestari NIM
: 21112020
Judul : Peran Serta Modin Dalam Manipulasi Data Usia Calon Pengantin dan Pertimbangan yang di Pakai (Studi Kasus di Kelurahan Sumurrejo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang) Tahun 2016. Dapat di ajukan kepada Fakultas Syariah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqasyah. Demikian nota pembimbing ini di buat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya. Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh. Salatiga, 9 September 2016 Pembimbing,
Drs. Badwan, M.Ag NIP: 19561202 198003 1005 iv
KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS SYARI’AH Jl. Nakula Sadewa V no.9 Telp (0298) 3419400 Fax 323433 Salatiga 50722 Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected]
PENGESAHAN Skripsi Berjudul: PERAN SERTA MODIN DALAM MANIPULASI DATA USIA CALON PENGANTIN dan PERTIMBANGAN YANG DI PAKAI (StudiKasus di KelurahanSumurrejo, KecamatanGunungPati, Kota Semarang) Tahun 2016 Oleh: Lina Puji Lestari NIM: 211-12-020 Telah dipertahankan di depan sidang munaqosyah skripsi Fakultas Syari’ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Senin, tanggal 26 September 2016, dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam Dewan Sidang Munaqosyah
Ketua Sidang
: Dr. H. Muh. Irfan Helmy, L.c, M.A ________________
Sekretaris Sidang
: Evi Ariyani, M.H
________________
Penguji I
: Sukron Ma’mun , M.Si
________________
Penguji II
: H. M. Yusuf Khummaini, M.H
________________
Salatiga, 26 September 2016 Dekan Fakultas Syari’ah Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. NIP. 19670115 199803 2 002
v
PERNYATAAN KEASLIAN Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Lina Puji Lestari
NIM
: 211-12-020
Jurusan
: Ahwal al Syakhshiyyah
Fakultas
: Syari’ah
Judul Skripsi
: Peran Serta Modin dalam Manipulasi Data Usia Calon Pengantin dan Pertimbangan yang di Pakai (Studi Kasus di Kelurahan Sumurrejo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang) Tahun 2016.
Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan di rujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 26 September 2016 Yang Menyatakan
Lina Puji Lestari NIM 211-12-020
vi
MOTTO
“ MAN JADDA WAJADDA”
Barang siapa yang bersungguh maka dia akan mendapatkan apa yang di inginkannya Karena tidak ada hasil yang menghianati proses.
vii
PERSEMBAHAN Skripsi ini aku persembahkan teruntuk: Ayahku Bapak Sumarno dan Ibuku Ibu Jumarti Almarhum kakak kandung ku Supriyanto Untuk seluruh keluarga besarku yang berada di desa Karang Sari dan desa Mranak Untuk seluruh sahabat-sahabatku Untuk teman-teman seperjuanganku, mahasiswa program studi Ahwal al Syakhshiyyah IAIN Salatiga angkatan 2012 Untuk teman teman Kuliah Kerja Nyata ku (Dony Armansyah, Ahmad Muzamil, Mohamad Khamim Jazuli, Siwi Puji Saraswati, Milatur Rodiyah, dan Farkhatul Jannah)
viii
Kata Pengantar Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji hanya bagi Allah SWT Tuhan semesta alam. Sholawat serta salam tak lupa penulis haturkan untuk junjungan nabi para umat islam, nabi agung Muhammad SAW yang telah membawa semua ummat nya dari jaman jahiliyah menuju jaman yang penuh peradaban. Puji syukur pada akhirnya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata 1 dalam ilmu Hukum Keluarga Islam pada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga. Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bantuan moril, spirit, dan materiil, untuk itu kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Rektor IAIN Salatiga, Bapak Dr. Rahmat Hariyadi M.Pd 2. Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga, Ibu Dra. Siti Zumrotun M,Ag. 3. Ketua Program Studi Ahwal al Syakhshiyyah IAIN Salatiga, Bapak Sukron Ma’mun S.HI, M,Si 4. Pembimbing Skripsi, Bapak Drs. Badwan, M.Ag yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, nasehat, bimbingan, sehingga skripsi ini dapat tersusun. 5. Orang tua ku tercinta, Bapak Sumarno dan Ibu Jumarti yang selalu mencurahkan kasih sayang yang tidak henti diberikan untuk anak semata wayang nya. 6. Para pemikir dan penulis yang karya-karyanya penulis gunakan untuk menyusun skripsi ini. ix
7. Para Dosen yang telah memberikan banyak ilmunya, para karyawan dan staff Fakultas Syariah IAIN Salatiga yang telah memberikan bantuan administratif bagi penulis, serta para karyawan perpustakaan IAIN Salatiga. 8. Ucapan terima kasih teruntuk teman seperjuangan ku, Putri Isnaini, Siti Karimah, Alfi Zubaidah, Yuni Setianingsih, Miftakhul Feri Sofiana, serta teman teman lain yang selalu memberikan motivasi supaya penulis tak berputus asa dalam menyusun skripsi ini. 9. Ucapan terima kasih paling istimewa untuk Nurul Fadilah yang selalu menemani dalam penyusunan skripsi ini. 10. Rekan-rekan KKN Desa Mangli Kecamatan Kaliangkrik (Doni, Zamil, Khamim, Siwi, Mila, Farkha) yang juga selalu memberikan dukungan nya. Penulis tidak dapat membalas semua kebaikan yang telah mereka berikan, penulis hanya mampu berdoa supaya kebaikan mereka di balas berlipat ganda oleh Allah SWT. Penyusun menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran penyusun harapkan dari semua pihak demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Penyusun, x
ABSTRAK Lestari, Lina Puji. 2016. Peran Serta Modin Dalam Manipulasi Data Usia Calon Pengantin dan Pertimbangan yang di Pakai (Studi Kasus di Kelurahan Sumurrejo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang) Tahun 2016. Skripsi. Fakultas Syari’ah. Program Studi Ahwal al Syakhshiyyah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Badwan, M.Ag. Pernikahan merupakan suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KetuhananYang Maha Esa. Di dalam pasal 7 UU No 1 Tahun 1974 sudah di jelaskan bahwa usia minimal menikah adalah 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi wanita. Pada zaman yang makin berkembang ini, serta dengan berkembangnya teknologihingga berakibat semakin bebas nya pergaulan yang memicu terjadinya seks bebas. Pada akhirnya apabila sudah terjadi kehamilan maka orang tua memutuskan untuk menikah kan anaknya walaupun sang anak masih di bawah umur. Orang tua meminta bantuan kepada modin untuk mendapatkan solusi dari masalah tersebut, dan dari modin memberi saran untuk usia anak tersebut di manipulasiagar pernikahan tercatat di KUA. Hal ini membuat penulis tertarik untuk meneliti: Apa saja faktor pendorong modin melakukan manipulasi usia, Apa yang menjadi faktor penyebab calon pengantin memanipulasi usia, Bagaimanakah pendapat masyarakat menyikapi pernikahan dibawah usia, Apakah dampak memanipulasi usia bagi calon pengantin dan modin. Tujuan dari penelitian ini adalah Mengetahui faktor-faktor yang menjadi pendorong modin untuk melakukan praktek manipulasi data. Mengetahui faktorfaktor yang menjadi penyebab dari calon pengantin hingga mau usia nya di manipulasi. Mengetahui bagaimana pendapat masyarakat tentang terjadinya penikahan di bawah umur. Mengetahui dampak yang akan terjadi apabila modin dan calon pengantin memanipulasi data. Jenis penelitian yang di gunakan peneliti adalah penelitian kualitatif, prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang atau pelaku yang di amati. Peneliti juga menggunakan pendekatan deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan segala aspek yang berhubungan dengan kasus yang akan di teliti, dalam penelitian ini kasusnya adalah peran serta modin dalam manipulasi data usia calon pengantin. Dalam kasus peran modin dalam manipulasi data usia calon pengantin dan pertimbangan yang di gunakan, penulis bisa menarik kesimpulan bahwa yang menjadi pertimbangan untuk modin memanipulasi data usia calon pengantin yaitu rasa toleransi antar sesama makhluk Allah SWT, rasa kasihan terhadap seseorang karena orang tersebut sudah hamil yang di akibatkan dari pergaulan dan seks bebas dan hal tersebut menjadi faktor utama yang di jadikan modin untuk memanipulasi data agar calon pengantin tersebut dapat melaksanakan pernikahan.
xi
DAFTAR ISI SAMPUL................................................................................................................i GAMBAR LOGO.................................................................................................ii JUDUL SKRIPSI .................................................................................................iii NOTA PEMBIMBING.........................................................................................iv PENGESAHAN KELULUSAN...........................................................................v PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN............................................................vi MOTTO dan PERSEMBAHAN.........................................................................vii KATA PENGANTAR...........................................................................................ix DAFTAR ISI ........................................................................................................... xii DAFTAR TABEL...............................................................................................xvi DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1 B. Fokus Penelitian ..................................................................................... 3 C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 4 D. Kegunaan Penelitian .............................................................................. 4 E. Penegasan Istilah .....................................................................................5 F. Tinjauan Pustaka .....................................................................................6 G. Metode Penelitian ....................................................................................7 H. Kerangka Teori ........................................................................................10 I. Sistematika Penulisan..............................................................................13 BAB II KERANGKA TEORI A. Pengertian Pernikahan Dan Hukum Pernikahan......................................15 xii
B. Rukun dan Syarat Menikah......................................................................17 C. Batasan Usia Pernikahan Menurut Fiqh...................................................19 D. Batasan Usia Pernikahan Menurut UU No 1 Tahun 1974........................21 E. Dispensasi Pernikahan.............................................................................30 BAB III PRAKTIK MANIPULASI UMUR OLEH MODIN DI KEL. SUMUR REJO A. Gambaran Umum Kel. Sumur Rejo ....................................................38 B. Dasar Hukum Pembentukan Kantor Urusan Agama...........................43 C. Peran Modin Serta Tugas PPN ............................................................46 D. Usia Ideal Menikah Menurut Warga Kel. Sumur Rejo .......................47 E. Wawancara Dengan Pengantin............................................................51 F. Wawancara Dengan Bapak Modin ......................................................58 G. Pandangan Masyarakat Tentang Menuakan Umur Calon Pengantin ..64 H. Dampak Manipulasi Usia Menurut Modin dan Pengantin ..................66 BAB IV TINJAUAN DAN FAKTOR PERNIKAHAN DIBAWAH UMUR YANG TERJADI DI KEL. SUMUR REJO A. Analisis Terhadap Faktor Pendorong Praktek Manipulasi Usia .........68 B. Analisis Pendapat Masyarakat Mengenai Pernikahan Dibawah Umur.....................................................................................................71 C. Dampak Manipulasi Usia .....................................................................73 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan..........................................................................................78 B. Saran ....................................................................................................79 C. Kata Penutup .......................................................................................80 xiii
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xiv
DAFTAR TABEL Tabel 3.1
Tabel tentang jenis pekerjaan masyarakat Sumurrejo
Tabel 3.2
Tabel tentang keyakinan yang di anut masyarakat Sumurrejo
Tabel 3.3
Tabel tentang jenjang pendidikan masyarakat Sumurrejo
Tabel 3.4
Tabel tentang usia ideal menikah bagi wanita menurut masyarakat Sumurrejo
Tabel 3.5
Tabel tentang usia ideal menikah bagi pria menurut masyarakat Sumurrejo
Tabel 3.6
Tabel tentang faktor yang di pertimbangkan untuk menikah
xv
Daftar Lampiran 1. Daftar Pertanyaan wawancara untuk modin. 2. Daftar pertanyaaan untuk usia ideal menikah menurut masyarakat Sumurrejo 3. Daftar pertanyaan untuk pengantin yang usia nya mau di manipulasi 4. Surat Penunjukan Pembimbing Skripsi 5. Surat Izin Penelitian 6. Lembar Konsultasi Skripsi 7. Daftar Nilai SKK
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pernikahan memiliki arti berkumpul atau menyatu, yaitu melalui suatu akad yang menghalalkan hubungan badan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Dalam Al-Qur’an Surat Ar Ruum ayat 21 di sebutkan:
ِ ِ ِِ ِ ًاجا لِتَ ْس ُكنُوا إِلَْي َها َو َج َع َل بَْي نَ ُك ْم َم َوَّدةً َوَر ْْحَة ً َوم ْن آيَاته أَ ْن َخلَ َق لَ ُك ْم م ْن أَنْ ُفس ُك ْم أ َْزَو إِ َّن ِ َلِ ي ٍت اا لَِ ْوٍت يَتَ َف َّك ُو َن َ َ Artinya : “Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istriistri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” [ArRum 21].
Dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 1 bahwa: "Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dengan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.". Jadi, pernikahan memiliki tujuan yang mulia yaitu membentuk suatu keluarga yang bahagia, kekal abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam pasal 7 UU No 1 Tahun 1974 atau Undang Undang Perkawinan di Indonesia di atur mengenai usia minimal dari seorang calon pengantin yang berbunyi: “Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilanbelas) tahun dan dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun”. Ketentuan ini juga di 1
pertegas pasal 15 ayat (1) dan (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyatakan bahwa: 1. Untuk kemaslahatan dan kerukunan rumah tangga hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang telah di tetapkan dalam pasal 7 UU No 1 tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya 16 tahun. 2. Bagi calon mempelai yang belum mencapai 21 tahun harus mendapat izin sebagaimana yang sudah di atur dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4), dan (5) UU No 1 Tahun 1974. Alasan dari penetapan batas usia minimal untuk menikah bagi laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun dapat di lihat dalam aturan penjelasan pasal 7 UU No 1 Tahun 1974 yang menyebutkan bahwa tujuan dari adanya ketentuan batas minimal untuk menikah bagi laki-laki dan perempuan
adalah
untuk
menjaga
kesehatan
suami,
istri,
dan
keturunan.Ketentuan batasan umur seperti yang di sebut dalam penjelasan pasal 7 UU no 1 Tahun 1974 di dasarkan kepada pertimbangan kemaslahatan keluarga dan rumah tangga perkawinan. (Rofiq, Ahmad: 2003: 73) . Namun dengan berbagai alasan dan faktor, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar lingkungan, ketentuan dalam pasal 7 UU No 1 Tahun 1974 seperti tidak di hiraukan hingga banyak terjadi fenomena pernikahan dini atau pernikahan dengan usia yang masih belia di 2
Kelurahan Sumurrejo pada khususnya. Banyak pasangan yang usia nya jauh dari ketentuan undang-undang sudah memiliki keinginan untuk menikah sehingga menggunakan berbagai cara supaya mereka tetap bisa melaksanakan pernikahan. Cara yang di tempuh antara lain yaitu dengan mengajukan dispensasi pernikahan yang di ajukan ke Pengadilan Agama tempat
tinggal
calon
pengantin.
Namun
kurangnya
pengetahuan
masyarakat tentang kewenangan Pengadilan Agama dan kurangnya sosialisasi dari Pengadilan Agama kepada masyarakat mengenai kewenangan apa saja yang di miliki, maka masyarakat memilih jalan pintas dengan cara meminta bantuan kepada modin untuk menikahkan anaknya dengan cara memanipulasi data tentang usia agar bisa melangsungkan pernikahan tanpa berfikir lebih panjang tentang dampak apa saja yang akan di terima apabila hal tersebut di langsungkan.
B. Fokus Penelitian
a. Apa saja faktor pendorong terjadinya manipulasi usia ? b. Bagaimanakah pendapat masyarakat mengenai praktek manipulasi usia calon pengantin? c. Apakah dampak memanipulasi usia bagi calon pengantin dan modin?
C. Tujuan Penelitian Tujuan di adakanya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui faktor-faktor yang menjadi pendorong terjadinya manipulasi data? 3
2. Mengetahui bagaimana pendapat masyarakat tentang terjadinya praktek manipulasi usia calon pengantin yang terjadi. 3. Mengetahui dampak yang akan terjadi apabila modin dan calon pengantin memanipulasi data. D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan atau manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis: a) Hasil Penelitian ini
dapat bermanfaat untuk
menambah pengetahuan penulis dan pembaca. b) Dapat dijadikan referensi atau rujukan untuk penelitian sesudahnya. 2. Secara Praktis Menambah pengetahuan bagi masyarakat tentang praktek manipulasi data yang terjadi.
E. Penegasan Istilah 1. Definisi Modin Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Modin adalah juru azan; muazin; pegawai masjid; orang yang di panggil untuk
membacakan
doa.
namun masyarakat sumurrejo menyebut modin merupakan orang yang di percayai dalam hal keagamaan, contohnya dalam hal pengurusan pernikahan dan dalam hal kepengurusan jenazah. 4
Dalam hal pengurusan jenazah, modin di percayai menjadi pemandi jenazah laki-laki, membimbing dalam mengkafani, menguburkan, dan memberikan doa setelah jenazah selesai di kuburkan. Dalam hal pernikahan, modin di percayai dalam hal administrasi pendaftaran pernikahan. Mulai dari pengambilan surat-surat yang di jadikan syarat untuk mendaftar pernikahan di kelurahan, kemudian mendaftarkannya di kelurahan, kemudian memberikan berkas-berkas tersebut ke kecamatan untuk di validasi, dan kemudian membawa nya ke Kantor Urusan Agama (KUA) untuk di daftarkan supaya pernikahan tersebut di catat. 2. Definisi Merubah Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Berubah memiliki arti menjadi lain (berbeda) dari semula. Berubah dalam penelitian ini memiliki arti perbuatan modin dalam membuat perubahan usia calon pengantin dari akta kelahiran yang sudah di terbitkan sejak dia lahir. Maksud dari penelitian ini adalah mengetahui peran modin dalam memanipulasi data usia calon pengantin yang berada di kelurahan Sumurrejo serta pertimbangan apa yang di pakai dalam manipulasi data usia tersebut.
5
F. Tinjauan Pustaka Ada beberapa penelitian sebelumnya yang memiliki tema besar sama dengan penulis, namun yang menjadikan penelitian ini berbeda adalah fokus penelitian. Dalam penelitian sebelumnya seperti skripsi dari salah satu mahasiswa IAIN Antasari Banjarmasin yang mengambil judul “Pemalsuan Data Identitas Diri Dalam Hal Usia Untuk Pencatatan Nikah Di Kalangan Masyarakat Kecamatan Banjarmasin Utara”. Dalam skripsi tersebut hanya di jelaskan mengenai pencatatan perkawinan yang terjadi di lokasi yang di pilih oleh penulis tersebut. Penelitian lain adalah hasil skiripsi dari mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang bernama Zulkarnain dengan judul: “Manipulasi Identitas Dalam Perkawinan (Studi Kasus pada KUA Kecamatan Kadugede, Kuningan-Jawa Barat). Dalam skripsi tersebut fokus penelitian terletak pada pemalsuan identitas yang di lakukan oleh seseorang untuk kepentingan poligami yang di duga akibat kurangnya pengawasan dari pihak Kantor Urusan Agama (KUA). Sedangkan penulis mengambil judul “Peranserta Modin Dalam Merubah Data Usia Calon Pengantin dan Pertimbangan yang dipakai (Studi kasus di Kelurahan Sumurrejo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang), fokus penelitian adalah bagaimanakah peran mudin dalam menuakan usia calon pengantin yang terjadi di masyarakat Kelurahan 6
Sumurrejo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang. Sehingga walaupun memiliki tema besar yang sama yaitu pemalsuan identitas namun memiliki fokus penilitian yang di tuliskan dalam skripsi berbeda. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian hasil studi kasus. Oleh karena itu sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian ini bersal dari bahan observasi dan wawancara. Penelitian semacam ini disebut dengan penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis dan lisan dari orang atau pelaku yang di amati. Peneliti menggunakan metode pendekatan deskriptif yang bertujuan menggambarkan segala aspek yang berhubungan dengan peran mudin untuk memanipulasi data usia calon pengantin. 2. Sumber Data a. Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah
oleh
peneliti.
Macam-macam data primer adalah sebagai berikut: 1) Dokumen Dokumen artinya barang-barang tertulis seperti 7
buku-buku, majalah, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya (Arikunto, 2010:201). 2) Informan atau Responden Informan atau responden adalah orang yang bisa memberikan informasi dan keterangan tentang suatu fakta atau pendapat dalam bentuk tulisan (Arikunto, 2010:188) . Informan dalam penelitian ini adalah modin dan para pengantin yang usia nya pernah di manipulasi pada saat menikah yang bertempat tinggal wilayah di Kelurahan Sumurrejo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang. Selain itu para masyarakat yang bertempat
tinggal
di
Keluarahan
Sumurrejo.
b.Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumendokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi
dan
peraturan
perundang-undangan.
Dalam penelitian ini, penelitian menggunakan buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian.
8
3. Prosedur Pengumpulan Data a. Observasi Observasi di artikan sebagai pengamatan,dan pencatatan secara sistematik terhadap penelitian tersebut. b. Wawancara Tekhnik wawancara penulis gunakan sebagai penggalian data-data kajian langsung dari pihak-pihak yang berkaitan. Wawancara di lakukan kepada modin, para calon pengantin yang usianya di manipulasi, serta masyarakat Kelurahan Sumurrejo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang. c. Dokumentasi Dokumentasi adalah hasil dari
penelitian baik berupa
gambar ataupun tulisan sebagai penguat data. Dokumentasi apat berupa foto,video, atau rekaman suara dari hasil wawancara kepada narasumber. 4. Tahap-Tahap Penelitian Setelah peneliti menentukan tema dan judul yang akan diteliti, peneliti melakukan observasi pendahuluan ke Kelurahan Sumurrejo untuk mengetahui siapa modin yang berada di Kelurahan Sumurejo, selanjutnya setelah mengetahui siapa modin yang berada di Kelurahan peneliti kemudian melakukan wawancara
9
terhadap modin tersebut untuk mengumpulkan data yang di butuhkan. Selesai wawancara dengan modin, penulis mencari info tentang warga yang usia nya telah di manipulasi pada saat hendak melangsungkan penikahan terdahulu kemudian mengumpulkan data dengan cara wawancara. Data-data yang sudah terkumpul akan di olah supaya dapat di sajikan dan di analisis. H. Kerangka Teori Dengan lahirnya UU No 01 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Peraturan Pemerintah No 09 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 antara lain mengatur tentang rukun dan syarat-syarat perkawinan, hingga terciptalah kepastian hukum dalam urusan perkawinan pada khususnya, dan urusan keluarga pada umumnya. Pada dasarnya perkawinan dapat terjadi apabila terdapat sebabsebab, rukun dan syaratnya, dan sudah tidak ada hal-hal yang menjadikan penghalangan untuk berlangsungnya pernikahan. Pihakpihak yang akan melangsungkan pernikahan juga sudah mengetahui apabila terdapat penghalang maka pernikahan tersebut tidak bisa dilangsungkan. Contoh penghalang tersebut adalah calon pengantin laki-laki dan perempuan ternyata memiliki ibu susuan yang sama.
10
Syarat yang tidak kalah penting dalam melangsungkan sebuah pernikahan yaitu syarat batas usia minimal untuk seseorang tersebut bisa melangsungkan pernikahan yang tertuang dalam UU No 1 Tahun 1974 dalam pasal 7 yang berbunyi sebagai berikut: 1. Perkawinan hanya di izinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. 2. Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain, yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita. 3. Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua tersebut dalam pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi yang di maksud dalam pasal 6 ayat (6).
Tentu saja pembatasan usia tersebut memiliki alasan yang mendasar. Alasan alasan tersebut antara lain adalah mencegah terjadinya ledakan jumlah penduduk. Apabila semakin rendah usia seorang wanita melangsungkan pernikahan maka tingkat kelahiran menjadi meningkat. Apabila tidak diberikan batasan minimal untuk seseorang diperbolehkan menikah, tentu saja akan membuat Indonesia menjadi padat penduduk karena tingkat kelahiran yang meningkat. Aturan yang sudah di tetapkan oleh pemerintah ini masih saja sering di hiraukan. Berkembangnya zaman dan teknologi yang semakin mutakir membuat orang mudah mendapatkan informasi. Namun perkembangan zaman ini memiliki dampak yang kurang baik diantara nya pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang menjadi
11
semakin bebas. Dengan adanya pergaulan bebas ini timbul pula seks bebas yang menimbulkan terjadinya kehamilan di luar pernikahan. Kehamilan yang tejadi mengakibatkan seseorang melangsungkan pernikahan walaupun usianya belum mencapai batas maksimal un tuk seseorang diperbolehkan menikah secara undang-undang. Sebenarnya apabila terjadi hal seperti ini bisa diajukan dispensasi pernikahan yang diajukan ke Pengadilan Agama yang berada di wilayah tempat tinggal seseorang tersebut. Sesuai pasal 7 ayat (2) dalam UU no 1 Tahun1974. Ketidaktahuan masyarakat terhadap hal ini menjadikan masyarakat lebih memilih meminta bantuan terhadap modin supaya bisa terjadi sebuah pernikahan. Masalah yang timbul adalah modin melakukan manipulasi terhadap data usia calon pengantin. Seharusnya modin yang lebih mengetahui peraturan yang berlaku di Indonesia memberikan arahan supaya calon pengantin tersebut mendafatarkan dispensasi pernikahan di pengadilan yang berwenang di daerah tersebut. I. Sistematika Penulisan Sistematika pembahasan penelitian ini dibagi menjadi lima bab, yang berisi hal-hal pokok yang dapat dijadikan pijakan dalam memahami isi penelitian yang tercantum dalam penelitian ini. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut: BAB I
Pendahuluan yang berisi uraian tentang Latar
Belakang Masalah, Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan
12
Penelitian, Penegasan Istilah, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II berisi tentang teori mengenai pengertian dan dasar hukum pernikahan, syarat dan rukun pernikahan, usia pernikahan menurut Fiqh, usia pernikahan menurut UU No 1 Tahun 1974, dan dispensasi pernikahan. BAB III berisi hasil penelitian dan pembahasan meliputi gambaran umum tentang Kelurahan Sumurrejo, dasar hukum pembentukan KUA, peran modin serta tugas PPN (Pegawai Pencatat Nikah), usia ideal pernikahan menurut masyarakat Sumurrejo, wawancara terhadap pengantin yang usia nya di manipulasi pada saat menikah, wawancara terhadap modin dan dampak manipulasi usia menurut pengantin dan modin. BAB IV berisi analisis tentang hasil penelitian yaitu analisi tentang faktor pendorong modin melakukan manipulasi data, analisis tentang faktor pengantin yang data nya di manipulasi pada saat hendak menikah, analisis tentang pendapat masyarakt mengenai pernikahan di bawah umur, dan analisi terhadap dampak manipulasi usia. BAB V berisi kesimpulan dan saran.
13
BAB II KERANGKA TEORI A. Pengertian Pernikahan dan Dasar Hukum Pernikahan 1.
Pengertian Perkawinan Pengertian Perkawinan secara etimologis menurut Kamus Bahasa Besar Bahasa Indonesia (KBBI) , Pernikahan atau perkawinan berasal dari kata “kawin” yang berarti membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Pasal 1 ayat (2) UU No 1 Tahun 1974, berisi pengertian perkawinan yang berbunyi sebagai berikut: “ ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 2, pengertian perkawinan berbunyi sebagai berikut: “Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yang memiliki akad sangat kuat atau mitsaqon ghalizan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”. Jadi bisa disimpulkan bahwa pernikahan merupakan suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan dengan 14
tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan pernikahan merupakan suatu akad yang kuat karena pernikahan merupakan salah satu ibadah terhadap Allah SWT. b. Dasar Hukum Pernikahan Dasar hukum untuk melangsungkan pernikahan terdapat di dalam nash-nash Al-Qur’an. Ayat pertama yang menerangkan tentang dasar hukum menikah yaitu QS. An Nur ayat 32 yang berbunyi:
“dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (menikah) dari hambahamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Ayat Al-Qur’an yang juga menjelaskan tentang dasar hukum pernikahan adalah QS An-Nisa ayat 4 yang berbunyi:
15
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita lain yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya,” B. Rukun dan Syarat Pernikahan Rukun merupakan sesuatu yang di haruskan ada dan menjadi penentu suatu pekerjaan (ibadah) dan sesuatu itu menjadi rangkaian. Seperti membasuh muka dalam berwudlu, atau takbiratul ikhram dalam sholat. Sedangkan syarat adalah sesuatu yang harus ada dan menentukan syah atau tidaknya suatu pekerjaan (ibadah) tetapi sesuatu tersebut bukan termasuk dari rangkaian pekerjaaan itu, contohnya menutup aurat dalam sholat. 2. Rukun Pernikahan Dalam pasal 14 Kompilasi Hukum Islam telah di sebukan bahwa rukun dari sebuah pernikahan adalah sebagai berikut: i. Calon suami ii. Calon istri iii. Wali nikah iv. Dua orang saksi v. Ijab dan Qabul 3. Syarat Pernikahan Syarat syarat yang harus di penuhi untuk malangsungkan sebuah penikahan adalah sebagai berikut: i. Calon suami, syarat yang harus di penuhi sebagai berikut: 1. Islam 16
2. 3. 4. 5.
Laki-laki Jelas orangnya Dapat memberikan persetujuan Tidak terdapat halangan perkawinan
ii. Calon istri 1. Islam 2. Perempuan 3. Jelas orangnya 4. Dapat dimintai persetujuannya 5. Tidak terdapat halangan perkawinan iii. Wali nikah 1. Laki-laki 2. Islam 3. Dewasa 4. Mempunyai hak perwalian 5. Tidak terdapat halangan perwaliannya iv. Saksi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Minimal dua orang saksi Laki-laki Islam Dewasa Berakal sehat Hadir pada ijab qabul Dapat mengerti maksud akad Dapat mendengar dan melihat (Saabiq, Sayyid. 1981:7)
v. Ijab dan Qabul 1. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali 2. Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria 3. Memakai kata-kata nikah , tazwij atau terjemahan dari kedua kata tersebut. 4. Antara ijab dan qabul bersambungan 5. Antara ijab dan qabul jelas maksudnya 6. Orang yang sedang dalam ijab qabul tidak sedang dalam ihram (haji atau umrah) (Hasan, Ali. 2003:91). C. Batasan Usia Pernikahan Menurut Fiqh Al-Qur’an tidak menyebutkan secara kongkrit berapa usia yang diperbolehkan untuk seseorang melangsungkan pernikahan. Dalam Al17
Qur’an hanya menyebutkan seseorang diperbolehkan menikah ketika mereka sudah cukup umur, sudah cukup umur disini memiliki arti setelah timbul keinginan untuk berumah tangga, dan siap menjadi suami serta mampu memimpin keluarga. Berdasarkan ketentuan umum tersebut, para fuqoha dan ahli undang-undang sepakat menetapkan, seseorang di minta pertanggung jawaban atas perbuatan nya dan mempunyai kebebasan menentukan hidupnya setelah baligh. Balig memiliki arti sampai atau jelas. Yakni anak-anak yang telah sampai usia tertentu yang menjadi jelas baginya segala urusan atau persoalan yang dihadapi. Pikirannya telah mampu mempertimbangkan atau memperjelas mana yang baik dan mana yang buruk. (Mujieb, Abdul. 1994:37). Ulama-ulama madzhab sepakat bahwa tanda-tanda baligh untuk wanita adalah haid dan hamil. Hamil terjadi karena terjadinya pembuahan ovum
oleh
sperma,
sedangkan
kedudukan
haid
sama
dengan
mengeluarkan sperma laki-laki. (Mughniyad, Jawah. Tt:22) Untuk tanda atau ciri bagi seorang laki-laki dikatakan baligh para imam madzhab memiliki perbedaan pendapat. Imam Maliki, Syafi’i, dan Hambali menyatakan tumbuhnya bulu-bulu ketiak merupakan bukti baligh seseorang. Mereka juga menyatakan usia baligh untuk anak perempuan dan laki-laki sama yaitu 15 (lima belas) tahun. Sedangkan Imam Hanafi menolak tumbuhnya bulu ketiak sebagai bukti baligh seseorang, sebab bulu-bulu ketiak tidak ada bedanya dengan bulu lain yang tumbuh pada tubuh. Imam Hanafi menetapkan batas maksimal usia baligh seorang anak 18
laki-laki adalah 18 (delapan belas) tahun dan usia minimalnya adalah 12 (dua belas) tahun, sedangkan usia baligh bagi anak perempuan adalah maksimal 17 (tujuh belas) tahun dan minimal 9 (sembilan) tahun. (Mughniyad, Jawah. Tt:23). Pendapat para ulama tersebut merupakan ciri-ciri pubertas yang hanya berkaitan dengan kematangan seksual yang menandai awal kedewasaan seseorang. Jika kedewasaan hanya merujuk pada semua tahap kedewasaan, maka pubertas hanya berkaitan pada kedewasaan seksual. Kedewasaan seseorang akan sangat menentukan pola hidup dan rasa tanggung jawab dalam berumah tangga untuk menghadapi kehidupan yang banyak akan mengalami problematika yang akan di hadapi dan tentu saja problematika yang terjadi ketika setelah menikah berbeda dengan saat sebelum menikah. Kedewasaan seseorang dalam berfikir dan bertindak juga merupakan salah satu unsur dalam membentuk keluarga yang sakinah, mawadah, dan warahmah. Lembaga pernikahan merupakan lembaga yang penting, maka seseorang yang akan melaksanakan perkawinan maka seseorang yang akan melaksanakan perkawinan harus mempunyai persiapan yang matang dalam segala bidang. Persiapan ini berkaitan dengan kedewasaan seseorang. Pada dewasa ini, kehidupan pada zaman sekarang ini sangat jauh berbeda dengan kehidupan zaman dahulu. Maka dari itu, untuk menentukan kedewasaan anak atau cukup umur adalah kedewasaannya bukan dari banyaknya umur dan tanda-tanda fisik (tubuh), melainkan juga secara psikis atau kejiwaan. 19
D. Batasan Usia Pernikahan Menurut UU No 1 Tahun 1974 1.
Sejarah Lahirnya UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pada jaman sebelum penjajahan Belanda, Islam datang ke Indonesia selalu ada orang-orang tertentu yang ahli dalam bidang agama Islam yang di percaya oleh masyarakat Islam, dan di serahi tugas mengurus masjid dan perkawinan. Artinya, selalu ada orang yang di percaya untuk menyelesaikan persengketaan yang muncul di kalangan muslim. Penyelesaian sengketa ini dalam bentuk hakam, karena itu lembaga pertama yang muncul di Indonesia adalah lembaga Tahkim. Dari lembaga Tahkim kemudian diikuti lembaga ahl al-hill wa al-„aqd dalam bentuk peradilan adat, dimana para hakim di angkat oleh rapat marga, negeri, dan semacamnya. Setelah terbentunya Islam di Nusantara, lembaga ini berubah menjadi Peradilan Swapraja, yang kemudian berubah menjadi Peradilan Agama. (Nasution, Khoerudin. 2002:38). Di Pulau Jawa, hakim-hakim Islam sudah ada di setiap kabupaten sejak abad ke 16, dimana tugas Pengadilan Agama diselenggarakan
oleh
Penghulu,
yaitu
petugas
kemesjidan
setempat, Sidang biasanya berlangsung di masjid-masjid yang kemudian terkenal dengan sebutan “Serambi Masjid”. ( Teba, Sudirman. 1993:30). Pada masa penjajahan Belanda, hukum kawin yang berlaku adalah Compedium Freijer, yaitu kitab hukum yang berisi aturanaturan Hukum Perkawinan dan Hukum Waris menurut Islam. 20
Kitab ini di tetapkan pada tanggal 25 Mei 1760 untuk dipakai oleh Pengadilan Persatuan Kompeni Belanda di Hindia Timur (VOC). Atas usul Residen Cirebon, Mr. P.C. Hasselaar (1757-1765) di buatlah kitab Tjirebonshe Rechtsboek. Sementara untuk Landraad (sekarang Pengadilan Negeri) di Semarang tahun 1750 di buat Compendium tersendiri. Keberadaan dan berlakunya Compendium di perkuat dengan sepucuk surat VOC pada tahun 1808, yang isinya memerintahkan agar penghulu Islam di biarkan mengurus sendiri perkara-perkara perkawinan dan warisan. ( Sosroatmodjo, Arso. 1978: 12). Berdasar pada Ind.Stbl. No. 55, pada tanggal 3 Agustus 1828, Compendium Freijer diperbarui sebagian, kemudian di cabut secara berangsur-angsur pada abad ke 19. Sedangkan bagian terakhir, yaitu mengenai warisan, baru di cabut pada tanggal 17 Februari 1913 dengan Kominklink Besluit. Dengan demikian, berakhirlah riwayat Hukum Perkawinan Islam yang tertulis dan cukup dengan menumpang pada pasal 131 ayat (2) sub b Indische Staatsregelling yang merupakan kelanjutan dari pasal 75 redaksi lama Regellings Reglement tahun 1854. (Nasution, Khoerudin. 2002:40). Pada masa kekuasaan Belanda, perkawinan diatur dalam beberapa peraturan menurut golongannya, yaitu: a. Bagi orang orang Eropa berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek). 21
b. Bagi orang-orang Tionghoa secara umum, juga berlaku Burgelijk Wetboek (BW) dengan sedikit pengecualian, yakni hal-hal yang berhubungan dengan pencatatan jiwa dan acara sebelum perkawinan. c. Bagi orang Arab dan Timur Asing bukan Tionghoa berlaku, hukum adat mereka. d. Bagi orang Indonesia asli berlaku hukum adat mereka, dan untuk orang Kristen berlaku Undang-undang Perkawinan Kristen Jawa, Minahasa, dan Ambon berdasar Stbl. No. 74 Th 1933. e. Bagi orang yang tidak termasuk ke dalam empat golongan tersebut
berlaku
Peraturan
Perkawinan
Campuran.
(Sosroatmodjo, Arso. 1978:15-17). Karena itu dapat di simpulkan sebelum datangnya Belanda ke Indonesia, hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum Islam. Kemudian dengan kedatangannya ke Indonesia, pemberlakuan Hukum Islam berkurang sedikit demi sedikit yang akhirnya hanya di berlakukan untuk kasus-kasus yang sangat terbatas. Undang-undang pertama yang pertama lahir setelah kemerdekaan adalah UU No. 22 Tahun 1946. Undang-undang ini seharusnya berlaku untuk seluruh Indonesia, tetapi karena keadaan belum memungkinkan baru diberlakukan untuk Jawa dan Madura. Kemudian di berlakukan di seluruh Indonesia pada tahun 1954, 22
dengan di undangkannya UU No. 32 Tahun 1954. (Nasution, Khoeruddin. 2002:50). UU No 22 Tahun 1946 hanya mengatur tentang pencatatan perkawinan, talak dan rujuk, yang berarti hanya menyangkut hukum acara bukan materi hukum perkawinan. Padahal masyarakat Indonesia telah lama menginginkan adanya undang-undang yang mengatur perkawinan. Pada Tahun 1950, Pemerintah Indonesia membetuk sebuah panitia Penyelidik Peraturan dan Hukum Perkawinan, Talak dan Rujuk, dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Agama No B/2/4299, tanggal 1 Oktober 1950. Panitia ini bertugas meneliti dan meninjau kembali semua peraturan mengenai perkawinan serta menyusun RUU yang sesuai dengan perkembangan zaman. Panitia ini di Ketuai oleh Mr. Teuku Mohammad Hasan. Beberapa tahun setelah mengalami perubahan dan perkembangan baru, panitia berhasil merumuskan sebuah rancangan undang undang (RUU). Namun, rancangan yang pernah di ajukan ke DPR oleh pemerintah tidak dapat menjadi UU, karena DPR ketika itu menjadi beku setalah adanya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Kemudian pada tanggal 1 April 1960 di bentuk panitia baru yang di ketuai oleh Mr. M. Moeh. Noer Poerwosoetjipto. (Nasution, Khoeruddin. 2002:51). Sejak Tahun 1960 sampai dengan tahun 1963 terdapat tiga kali pertemuan penting dari organisasi-organisasi yang juga 23
membicarakan
masalah
perkawinan
dan
urgensi
lahirnya
perundang-undangan yaitu: 1) Musyawarah Nasional Kesejahteraan Keluarga yang di adakan oleh Departemen Sosial pada Tahun 1960. 2) Konferensi Badan Penasehat Perkawinan dan Penasehat Perceraian (BP4) pusat yang di selenggarakan Departemen Agama tahun 1962. 3) Seminar Hukum Nasional yang diselenggarakan oleh Lembaga
Pembinaan
Hukum
Nasional
(LPHN)
dan
Persatuan Sarjana Hukum Indonesia (PERSAHI) pada tahun 1963. (Saleh, Wantjik. 1987: 1-2) Tahun 1967 dan 1968 pemerintah menyampaikan dua buah RUU kepada DPR Gotong Royong, yaitu: a) RUU tentang Pokok-pokok Perkawinan Umat Islam. b) RUU tentang Ketentuan Pokok Perkawinan. Akan tetapi tidak mendapat persetujuan dari DPRGR berdasarkan keputusan 5 Januari 1968. Alasannya karena ada salah satu fraksi yang menolak dan dua fraksi yang abstain, meskipun sejumlah tiga belas fraksi dapat menerimanya. (Sosroatmodjo, Arso. 1978:10).
24
Tanggal 31 Juli 1973 pemerintah menyiapkan sebuah RUU baru dengan No. R. 02/PU/VII/1973 tentang perkawinan kepada DPR , yang terdiri atas 15 bab dan 73 pasal. RUU ini mempunyai tiga tujuan, yaitu: a. Memberi kepastian hukum bagi masalah-masalah perkawinan, sebab sebelum adanya UU Perkawinan hanya bersifat judge made law. b. Melindungi hak-hak kaum wanita dan sekaligus memenuhi keinginan dan harapan kaum wanita. c. Menciptkan UU yang sesuai dengan tuntutan zaman.(Nasution, Khoeruddin. 2002:53). Setelah mengalami perubahan atas usul amandemen yang masuk dalam Panitia Kerja, pada tanggal 22 Desember 1973 RUU tersebut disampaikan pada Sidang Paripurna DPR untuk disahkan menjadi UU. Akhirnya, RUU tersebut disahkan oleh DPR dan pada tanggal 2 Januari 1974 diundangkan sebagai Undang-undang No 1 Tahun 1974, terdiri dari 14 (empat belas) bab dan dibagi dalam 67 (enam puluh tujuh) pasal. (Sosroatmodjo, Arso. 1978:34) 2. Usia Perkawinan menurut UU No 1 Tahun 1974 Dalam pasal 7 UU No 1 tahun 1974 dinyatakan bahwa:
25
a. Perkawinan hanya di izinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. b. Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain, yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita. c. Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua tersebut dalam pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi yang di maksud dalam pasal 6 ayat (6). Ketentuan batasan umur ini di dasarkan pada pertimbangan kemaslahatan keluarga dan rumah tangga perkawinan. Ini sejalan dengan prinsip yang diletakkan di UU perkawinan, bahwa calon suami istri harus telah masak jiwa raga nya untuk dapat
melangsungkan
perkawinan,
agar
supaya
dapat
mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus di cegah adanya perkawinan antara calon suami dan istri yang masih di bawah umur. (Sudarsono, 2005:7).
26
Alasan lain di dalam undang-undang diatur mengenai batasan usia pernikahan adalah di khawatirkan apabila tidak di atur mengenai batasan umur minimal seseorang untuk menikah, maka akan terjadi jumlah peledakan penduduk. Batas umur yang lebih rendah untuk seorang wanita melangsungkan pernikahan, mengakibatkan laju kelahiran lebih tinggi jika di bandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi. Walaupun sudah terdapat program Keluarga Berencana pada zaman sekarang ini, namun apabila tidak di atur mengenai batasan minimal usia seseorang menikah dikhawatirkan Indonesia akan mengalami padat penduduk. (Supramono, Gatot. 1998:17). Namun meskipun telah di atur mengenai batas minimal untuk
seorang
untuk
memperbolehkan adanya
menikah,
undang-undang
seperti
penyimpangan terhadap aturan
tersebut melalui pasal 7 ayat (2) UU No 1 Tahun 1974 yang berbunyi: “Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta Dispensasi kepada Pengadilan dan Pejabat lain, yang di tunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita”, sayangnya pasal tersebut tidak di sertai dengan alasan untuk mengajukan dispensasi tersebut. Undang-undang seperti tidak konsisten. Di satu sisi , pasal 6 ayat (2) menyebutkan bahwa untuk melangsungkan perkawinan bagi seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua 27
puluh satu) tahun harus mendapat kan izin dari kedua orang tua, di sisi lain dalam pasal 7 ayat (1) menyebut bahwa perkawinan hanya di ijinkan apabila pihak laki-laki telah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun, dan pihak wanita berusia 16 (enam belas) tahun. Hal yang menjadikan perbedaan adalah, jika belum berusia 21 tahun yang dibutuhkan adalah izin dari orang tua, sedangkan yang belum mencapai usia 19 tahun dan 16 tahun yang diperlukan izin dari pengadilan.
E. Dispensasi Pernikahan 1. Pengertian Dispensasi Pernikahan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Dispensasi memiliki arti izin pembebasan dari suatu kewajiban atau larangan, jadi dispensasi memiliki arti kelonggaran terhadap sesuatu yang sebenarnya
tidak
diperbolehkan
untuk
dilakukan
atau
dilaksanakan. Sedangkan menurut Roihan A Rasyid, dispensasi nikah adalah dispensasi yang diberikan Pengadilan Agama kepada calon mempelai yang belum cukup umur untuk melangsungkan perkawinan, bagi pria yang belum mencapai usia sembilan belas tahun dan bagi wanita yang belum mencapai usia enam belas tahun. (Rasyid, Roihan. 1998:32). 2. Syarat Pengajuan Dispensasi Nikah 28
Permohonan dispensasi diajukan oleh kedua orang tua calon mempelai pria maupun calon mempelai wanita kepada Pengadilan Agama dalam wilayah hukum Pemohon. Ada beberapa syarat yang harus di penuhi dalam mengajukan permohonan dispensai nikah, antara lain: a. Surat Permohonan. b.Fotokopi akta nikah orang tua sebagai pemohon yang bermaterai. c. Surat peberitahuan penolakan perkawinan dari Kantor Urusan Agama karena belum cukup umur. d.Fotokopi akta kelahiran dari calon mempelai pria dan wanita atau fotokopi ijazah yang sah dan bermaterai. Setelah menerima surat permohonan dispensasi kawin, Pengadilan Agama yang berwenang akan memeriksa perkara tersebut dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Memanggil pihak-pihak yang berperkara. 2) Memeriksa kebenaran alasan permohonan pemohon. 3) Memeriksa alat-alat bukti. 4) Mendengarkan keterangan para saksi atau keluarga terdekat. 5) Mempertimbangkan maslahat dan mudharat. 6) Mengadili dan memutuskan perkara.
29
Permohonan dispensasi nikah bersifat voluntair dan produk pengadilan berupa penetapan. Salinan penetapan ini di buat dan di berikan kepada orang tua calon pengantin sebagai
Pemohon
sebagai
persyaratan
melangsungkan
perkawinan. Jika pemohon tidak merasa puas terhadap putusan yang telah di keluarkan hakim, maka pemohon dapat mengajukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung (MA). (Mahkamah Agung RI, 2009:197-198).
3. Pertimbangan Hakim Mengabulkan atau Tidak Permohonan Dispensasi Sebelum Ketua Majelis menetapkan penetapan, Ketua Majelis memiliki pertimbangan tersendiri apakah permohonan tersebut layak di kabulkan atau tidak. Dasar pertimbangan Majelis Hakim adalah sebagai berikut: a. Pemohon Majelis hakim di dalam persidangan akan meneliti apakah orang yang mengajukan perkara permohonan dispensasi tersebut berhak atau tidak untuk mengajukan permohonan tersebut. b.Alasan Majelis hakim dalam persidangan akan menanyakan alasan anak pemohon, dengan pemohon di dalam surat 30
permohonan yang di ajukan. Apakah alasan yang di utarakan kepada Majelis hakim antara pemohon dan anak pemohon utarakan sama atau tidak. c. Ada larangan perkawinan atau tidak Dalam Pasal 8 Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun
1974
telah
disebutkan
bahwa:
“Perkawinan dilarang antara dua orang yang: 1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun ke atas. 2. Berhubungan
darah
dalam
garis
keturunan
menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya. 3. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu, dan bapak/ibu tiri. 4. Berhubungan sesusuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan, dan bibi/paman susuan. 5. Berhubungan saudara dengan saudara istri atau sebagai bibi atau sebagai kemenakan dari istri, dalam hal suami beristri lebih dari dua orang. 6. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin”. (Direktorat
Jenderal
Islam. 2001:119) 31
Pembinaan
Kelembagaan
d.Kemaslahatan dan Kemudharatan Bila yang di jadikan alasan dalam pengajuan permohonan dispensasi adalah hamil di luar nikah, maka permohonan
tersebut
akan
di
kabulkan
karena
di
khawatirkan apabila tidak di nikahkan akan menambah dosa dan akan terjadi perkawinan di bawah tangan yang akan membuat kacau proses-proses hukum yang akan terjadi berikutnya atau mengacaukan hak-hak hukum anak yang akan di lahirkan menurut undang-undang. (Sariyanti, 2007:53).
4. Pernikahan di Bawah Umur Bisa di katakan pernikahan yang terjadi akibat mendapat dispensasi adalah pernikahan di bawah umur, karena usia calon mempelai masih di bawah usia minimal yang di tentukan oleh undang-undang untuk melaksanakan pernikahan. a. Pengertian Pernikahan di Bawah Umur Instituisi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam suatu ikatan keluarga. Sedangkan menurut Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarmono, pernikahan di bawah umur adalah sebuah nama yang lahir dari komitmen moral dan keilmuan yang sangat kuat sebagai
sebuah
solusi
32
alternatif.
(https://mahasiswa-
adm.blogspot.co.id/2012/11/makalah-pernikahan-dibawahumur.html?m=1) b.Resiko dan Bahaya dari Perkawinan di bawah umur Perkawinan di bawah umur memiliki beberapa resiko, resiko tersebut antara lain adalah: 1. Kehamilan Prematur Kehamilan yang terjadi ketika seseorang masih berusia di bawah umur mendatangkan bahaya , baik untuk ibu ataupun untuk calon anak yang akan di lahirkan. Bayi yang dilahirkan secara premature biasanya memiliki berat badan yang kurang. 2. Kematian Ibu Calon ibu yang masih berusia 10-14 tahun memiliki resiko meninggal dalam proses persalinan 5 (lima) kali lebih besar dari calon ibu yang telah berusia dewasa. 3. Hubungan
seksual
yang
tidak
aman
Mayoritas pernikahan di bawah umur terjadi karena hubungan seks yang bebas yang mengakibatkan terjadinya kehamilan di luar nikah. Seks bebas bisa terjadi karena minim nya pengetahuan anak mengenai bahaya yang terjadi akibat melakukan seks bebas, seperti bisa tertular penyakit menular seksual seperti HIV. (Hanafi, Yusuf. 2011:33). 33
c. Program yang bisa dilakukan untuk pencegahan Pernikahan di bawah umur Program
yang
bisa
dijalankan
untuk
mencegah
terjadinya pernikahan di bawah umur antara lain: 1. Pengubahan perilaku hukum masyarakat melalui program sadar hukum a) Peningkatan taraf pengetahuan dan wawasan warga masyarakat. b) Program wajib belajar bagi anak-anak usia sekolah
harus
lebih
di
perketat
pelaksanaanya. c) Program penyuluhan hukum di bidang perkawinan. 2. Sosialisasi Program pendidikan seks dan kesehatan reproduksi a) Pemerintah harus mengakui dan memajukan hak reproduksi perempuan, termasuk hak mereka untuk menentukan jumlah anak dan mengatur jarak kelahiran anak. b) Media masa perlu di mobilisasi untuk meningkatkan
kesadaran
masyarakat
mengenai bahaya dan resiko perkawinan di baawah umur dan praktek semacam ini.
34
c) Program audiovisual seperti drama, sketsa, dan pendidikan tentang praktek tradisi berbahaya yang mempengaruhi kesehatan perempuan dan anak-anak, khusus nya perkawinan di bawah umur. 3. Perbaikan manajemen dan administrasi perkawinan Pendaftaran dan pencatatan perkawinan harus di wajibkan demi mengantisipasi praktek perkawinan di bawah umur secara siri, selain itu untuk menekan resiko terjadinya pemalsuan umur dan identitas lain. 4. Perluasan
akses
pendidikan
yang
terjangkau
Pemerintah harus menghapuskan semua bentuk praktek kelahiran tradisional yang berbahaya, melalui upaya pendidikan serta melalui mekanisme pemantauan. (Hanafi, Yusuf. 2011:136-140)
35
BAB III PRAKTIK MANIPULASI UMUR CALON PENGANTIN DI KELURAHAN SUMUR REJO A. Gambaran Umum Kelurahan Sumurrejo Kelurahan Sumurrejo berada di Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang. Kelurahan Sumurrejo sendiri terbentuk pada tahun 1982. Kelurahan Sumurrejo terletak di ketinggian 308 meter dari permukaan laut. Kelurahan Sumurrejo berada di daerah dataran tinggi. Suhu maksimal di daerah Kelurahan Sumurrejo adalah 30 derajat celcius, dan suhu minimalnya adalah 26 derajat celcius, bisa di katakan Kelurahan Sumurrejo merupakan daerah yang sejuk. Kelurahan Sumurrejo sendiri memiliki luas 419,63 hektar, dengan pembagian wilayah 152,59 hektar adalah irigasi setengah teknis, 30,63 hektar irigasi sederhana, 74,70 hektar merupakan lahan untuk tadah hujan atau sawah rendengan, 94,54 hektar merupakan tanah pekarangan, dan lahan yang digunakan untuk sebagai tegal atau kebun sebesar 59,02 hektar. Sisa dari luas wilayah merupakan tanah untuk keperluan fasilitias umum, yaitu untuk lapangan olahraga 3,85 hektar dan untuk pemakaman sejumlah 4,30 hektar. Kelurahan Sumurrejo berbatasan dengan beberapa wilayah, antara lain sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan wilayah Kelurahan Mangunsari, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Keji dan Desa Kalisidi yang terletak di wilayah Kabupaten Semarang, di sebelah barat berbatasan dengan Perkebunan Karet Sidorejo, dan sebelah timur 36
berbatasan langsung dengan kelurahan Pudak Payung. (Buku Data Monografi Kelurahan Sumurrejo, 2015:3). Kelurahan Sumurrejo dibagi menjadi 5 (lima) desa, nama nama desa tersebut adalah Karang Geneng, Kaum Dampyak, Sumur Jurang, Sumur Gunung dan Karang Sari. Dari kelima desa tersebut terdapat 30 (tiga puluh) Rukun Tetangga (RT) dan 6 (enam) Rukun Warga (RW). Kantor Kelurahan Sumurrejo sendiri berada di wilayah RW 03. Desa Sumurrejo juga menjadi pusat pemerintahan dari kecamatan Gunung Pati karena Kantor Kecamatan Gunung Pati berada di Kelurahan Sumurrejo di mulai dari tahun 2014. Penduduk Kelurahan Sumurrejo berjumlah 5.830 jiwa. Penduduk berkelamin laki-laki berjumlah 2.889 jiwa dan penduduk berkelamin perempuan berjumlah 2.941 jiwa. Total jumlah penduduk tersebut terdiri dari 1847 Kepala Keluarga (KK). Sesuai yang telah di paparkan penulis dalam kondisi geografis, Kelurahan Sumurrejo berada di dataran tinggi, maka dari itu sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Petani yang juga sebagai pemilik tanah jumlah nya sangat minim, sebagian besar penduduk merupakan buruh tani, maka dari itu bisa di katakan Kelurahan Sumurrejo juga masih memiliki penduduk atau masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan menurut kategori kemiskinan yang di tetapkan oleh pemerintah Kota Semarang. Jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan di warga kelurahan Sumurrejo berjumlah 223 Kepala
37
Keluarga, apabila di hitung sesuai jumlah jiwa dari 223 kepala keluaga tersebut terdapat 668 jiwa warga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Tabel di bawah ini akan memperlihatkan jumlah penduduk berdasarkan lapangan pekerjaaan di Kelurahan Sumurrejo: TABEL 3.1 Tentang Mata Pencaharian Masyarakat Sumurrejo No
Jenis Pekerjaan
1
Petani Petani Pemilik Tanah Petani Penggarap Tanah Petani Penggarap Buruh Tani Pengrajin/ Industri Kecil Buruh Industri Buruh Bangunan Pedagang Pengangkutan Pegawai Negeri Sipil (PNS) ABRI Pensiunan (ABRI/PNS) Peternak Sapi Perah Sapi Biasa Kerbau Kambing Ayam Itik Peternak lainnya
2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jumlah
31 orang 238 orang 20 orang 1067 orang 15 orang 389 orang 436 orang 78 orang 37 orang 174 orang 29 orang 173 orang
Jumlah Keseluruhan 1.356 orang
15 orang 389 orang 436 orang 78 orang 37 orang 174 orang 29 orang 173 orang 100 orang
35 orang 22 orang 7 orang 9 orang 3 orang 4 orang 20 orang
2.787 orang Data Monografi Kelurahan Sumurrejo bulan Juni-Desember 2015
Penduduk Kelurahan Sumurrejo mayoritas memeluk agama Islam, hal ini terlihat dari data monografi yang di peroleh peniliti. Data tersebut tersaji dalam tabel berikut:
38
TABEL 3.2 Tentang Jumlah Penganut Keyakinan di Sumurrejo No 1 2 3 4 5 6
Agama Islam Katholik Protestan Hindu Budha Konghucu
Jumlah Pemeluk 5735 orang 35 orang 60 orang -
Banyak nya warga yang memeluk agama Islam di lokasi ini menjadikan banyak media yang digunakan untuk lebih memperdalam ilmu agama
yang
dianut,
baik
pengajian
yang
diadakan
melalui
musholla,masjid, maupun majelis taklim. Berdasarkan data dan informasi yang di dapat oleh penulis dari hasil pengamatan dan data-data tertulis yang di dapat, di kelurahan Sumurrejo terdapat 7 buah masjid, 26 musholla, serta 6 buah pondok pesantren. Majelis taklim yang berada di kelurahan Sumurrejo sejumlah 37 buah dengan jumlah jamaah 2500 orang dan jumlah mukimin 2838 orang. Waktu pelaksanaan kegiatan majelis taklim berbagai macam, ada yang di mulai setelah sholat maghrib dan ada pula yang di mulai selepas sholat isya. Untuk kegiatan yang ada di pondok pesantren berada di daerah kelurahan Sumurrejo tidak jauh berbeda dengan pondok pesantren yang berada di wiayah lainnya, yaitu bangun pagi untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah, setelah sholat subuh kegiatan dilanjutkan dengan membaca al quran, setelah pembacaan al qur’an selesai bagi santri yang masih mengenyam pendidikan formal kegiatan nya di lanjut dengan 39
persiapan untuk berangkat menuju ke sekolah, dan bagi santri yang sudah tidak mengenyam bangku pendidikan formal maka kegiatannya adalah masak dan bersih-bersih lingkungan pondok pesantren. Kegiatan pesantren di mulai lagi selepas sholat ashar dengan agenda mengaji kitab, setelah maghrib kegiatan membaca kitab di lanjutkan hingga sekitar pukul 21.00 malam hari. Pondok Pesantren yang berada di wilayah Kelurahan Sumurrejo memiliki santri yang justru mayoritas berasal dari luar wilayah sumurrejo seperti misalnya berasal dari Desa Pringapus, Kabupaten Semarang. Warga kelurahan Sumurrejo sendiri lebih banyak yang tidak mengenyam bangku pesantren, apabila terdapat warga yang ingin mengaji di pondok pesantren warga kelurahan Sumurrejo memilih pondok pesantren yang berada di wilayah lain seperti Magelang, Pati, Temanggung, dan daerah lain. Wilayah Sumurrejo sendiri memiliki fasilitas pendidikan formal dengan jumlah sebagai berikut: Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sejumlah 4 (empat) buah, Taman Kanak-Kanak 3 (tiga) buah, Sekolah Dasar Negeri 2 (dua) buah, Madrasah Ibtidaiyah sejumlah 1 (satu) buah, SMP Negeri 1 (satu) buah, dan Madrasah Tsanawiyah sejumlah 1 (satu) buah. Tabel di bawah ini menjelaskan tentang data jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan:
40
TABEL 3.3 Tentang Jenjang Pendidikan Masyarakat Sumurrejo No 1 2 3 4 5 6 7
Jenjang Pendidikan Belum Sekolah Tidak Tamat Sekolah Dasar Tamat Sekolah Dasar/sederajat Tamat SLTP/sederajat Tamat SMA/sederajar Tamat Akademi/sederajat Tamat Perguruan Tinggi/sederajat
Jumlah Penduduk 573 orang 1298 orang 2030 orang 387 orang 1256 orang 53 orang 238 orang
Berdasarkan data dari tabel di atas, dapat diketahui mayoritas warga kelurahan Sumurrejo hanya mengenyam pendidikan bangku Sekolah Dasar (sederajat). Rendahnya pendidikan yang di tempuh oleh masyarakat Sumurrejo menjadi salah satu penyebab pernikahan yang terjadi di bawah umur. Kurangnya informasi yang di terima masyarakat menyebabkan ketidak tahuan mengenai perkembangan zaman, salah satunya mengenai batas usia minimal untuk seseorang di perbolehkan melaksanakan pernikahan. Apabila pernikahan di bawah umur terpaksa terjadi, warga pun tidak mengetahui langkah seperti apa yang harus di tempuh sehingga memilih untuk memasrahkan urusan tersebut kepada pak modin. B.
Dasar Hukum Pembentukan Kantor Urusan Agama (KUA) Kantor Urusan Agama (KUA) merupakan instansi pemerintah yang berada dalam naungan Departemen Agama yang bertugas menangani permasalahan dibidang agama Islam. Dasar hukum pembentukan kantor urusan agama yaitu :
41
1. Undang-undang No. 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk Sebagaimana yang telah tertera dalam pasal 1 ayat (1) dalam undang-undang ini berbunyi : “ Nikah yang dilakukan secara agama islam kemudian disebut nikah, diawasi oleh Pegawai Pencatat Nikah yang diangkat oleh Menteri Agama atau oleh pegawai yang ditunjuk olehnya......dsb”. Ayat (2) yang berbunyi : “yang berhak melakukan pengawasan atau nikah dan pemberitahuan tentang talak dan rujuk hanya pegawai yang diangkat oleh Menteri Agama atau oleh pegawai yang ditunjuk olehnya”. 2. Undang-undang No. 32 Tahun 1954 tentang penetapan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk di seluruh daerah luar Jawa dan Madura. Sebagaimana yang telah disebutkan di atas undang-undang no. 32 tahun 1954 adalah undang-undang yang menyatakan berlakunya undang-undang no. 22 tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk di seluruh daerah luar Jawa dan Madura sebagaimana yang telah tertuang pada pasal 1 undang-undang ini. 3. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Tujuan adanya undang-undang ini bagi Warga Negara Indonesia adalah untuk membina hukum nasional, selain itu undang-undang bersifat mengikat merupakan sumber hukum nasional atas berdirinya Kantor Urusan Agama (KUA) yang bertugas untuk mencatat pernikah, talak dan pendaftaran talak serta gugat cerai.Dalam pasal 2 ayat (2) 42
menyatakan bahwa : “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut undangundang yang berlaku”. 4. Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Keberadaan Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai lembaga Administrasi pencatatan perkawinan telah diakui oleh undang-undang ini. Sebagaimana yang berbunyi dalam pasal 1 ayat (4) : “Pegawai pencatatan nikah ialah Pegawai Pencatatan Nikah Pada Kantor Urusan Agama”. 5. Peraturan Pemerinta No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UndangUndang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Dengan adanya PP ini kinerja Kantor Urusan Agama (KUA) akan lebih terarah dalam pelaksanaannya karena PP ini memberikan kelancaran pada Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam ketentuna umum pasal 1 huruf (d) jo. Pasal 1 ayat (1) PP No. 9 Tahun 1975 dinyatakan bahwa : “Pegawai Pencatatan ialah Pegawai Pegawai Pencatatan Pernikahan dan Cerai”. Pencatatan
perkawinan
dari
mereka
yang
melangsungkan
perkawinannya menurut agama Islam dilakukan Pegawai Pencatat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk.
43
C. Peran Modin Serta Tugas PPN (Petugas Pencatat Nikah) 1. Peran Modin Peran bapak modin dalam urusan pernikahan di Kel. Sumur Rejo adalah membantu serta mengarahkan warga yang hendak menikah ataupun menguruskan surat – surat pernikahan calon pengantin yang tidak memiliki waktu untuk mengurus keperluan pernikahannya sendiri. Selain membantu warga dalam hal pernikahan bapak modin juga membantu warga dalam urusan lain seperti pengurusan jenazah dari awal hingga jenazah tersebut dikebumikan. PPN adalah pegawai ngeri yang diangkat oleh Menteri Agama berdasarkan Undang – Undang No 22 tahun 1946 pada tiap – tiap Kantor Urusan Agama kecamatan. PPN mempunyai kedudukan jelas dalam peraturan perundang – undangan di indonesia sejak lahirnya undang undang no 22 tahun 1946 sampai sekarang sebagai satu – satunya pejabat yang berwenang mencatat perkawinan. Peraturan menteri agama no 1 tahun 1976 menunjuk kepala kantor wilayah departemen agama provini atau setingkat sebagai pejabat yang berhak mengangkat dan memberhentikan pegawai pencatat nikah atau wakilnya, menetapkan tempat kedudukan dan wilayahnya setelah menerima usul dari kepala bidang urusan agama islam/dan penyelenggaraan haji. 44
Sejak berlakunya undang undang no 7 tahun 1989 tentang peradilan agama, maka PPN hanya mengawasi nikah dan menerima pemberitahuan rujuk saja. PPN tidak memberikan kutipan buku pendaftaran talak dan kutipan buku pendaftaran cerai kepada pihakpihak yang bersangkutan karena proses cerai talak dan cerai gugat diselesaikan didepan sidang pengadilan agama dan sekaligus pengadilan agama mengeluarkan akta cerai talak dan akta cerai gugat bagi yang bersangkutan. (Departemen Agama. tt : 5) 2. Peran PPN dalam Administrasi Perkawinan a. Menerima pemberitahuan nikah b. Mendaftar, menerima dan meneliti kehendak nikah kepada calon mempelai dan wali serta mengumumkan c. Mengamankan serta mencatat peristiwa nikah dikantor maupun diluar kantor d. Melakukan pengawasan nikah atau rujuk menurut agama islam e. Melakukan kegiatan pelayanan dan konultasi nikah atau rujuk serta pengembangan kepenghukuan f. Bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan administrasi NTCR. (Departemen Agama RI. 2004 : 346) D. Usia Ideal Menikah Menurut Warga Kel. Sumur Rejo Setelah melakukan wawancara terhadap 15 responden di Kel. Sumur Rejo mengenai usia ideal untuk melangsungkan perkawinan sebagai berikut :
45
TABEL 3.4 Usia deal menikah bagi wanita menurut pandangan masyarakat NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Usia 21 – 22 21 – 23 23 23 – 24 23 – 25 25 24 – 25 20 – 25
Jumlah 2 1 3 1 1 5 1 1
Menurut pandangan masyarakat mengenai usia ideal menikah bagi wanita sesuai tabel diatas menyatakan bahwa usia rata – rata wanita menikah adalah diantara usia 23 tahun hingga 25 tahun. Melihat dari kesiapan mental maupun sistem reproduksi wanita yang pada usia tersebut memasuki masa produktif sehingga diharapkan jika wanita menikah pada rentan usia 23 hingga 25 tahun akan segera mendapatkan keturunan. Selain itu kesiapan mental seorang wanita juga dinilai telah matang pada usia tersebut sehingga dia dapat menyelesaikan masalahnya dengan dewasa. Bukan berarti jika seorang wanita menikah pada usia sebelum 23 tahun atau setelah usia 25 tahun dikatakan mereka menikah pada usia yang tidk tepat, kesiapan baik lahir maupun batin seseorang berbeda sehingga tidak menjadi patokan seseorang menikah pada usia berapapun dikarenakan menikah bukan hanya menyangkut soal usia saja, wanita yang telah memilih untuk menikah diusianya baik itu sebelum ataupun setelah usia 25 tahun merupakan sebuah langkah besar dalam
46
hidupnya untuk mengemban tanggung jawab sebagai seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya kelak. TABEL 3.5 Usia ideal menikah bagi pria menurut pandangan masyarakat NO 1. 2. 3. 4.
Usia 21 – 25 25 – 26 25 – 30 30
Jumlah 1 1 1 2
Menurut pandangan masyarakat mengenai usia ideal menikah sesuai tabel diatas menyatakan bahwa usia rata – rata pria menikah adalah diusia 25 tahun hingga 30 tahun. Faktor kedewasaan diantara pria dan wanita memiliki perbedaan untuk mencapai kedewasaan adapula faktor finansial yang mengharuskan seorang pria memiliki pekerjaan sehingga diharapkan dapat memberikan nafkah bagi keluarganya. Jika seorang pria memutuskan untuk menikah maka dia telah sanggup menerima tanggung jawab yang besar dengan diwajibkannya dia memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya kelak. Tidak semua pria mampu untuk menerima tanggung jawab tersebut dengan mengikrarkan sumpah pernikahan, sehingga masyarakat percaya pada usia 25 tahun hingga 30 tahun seorang pria dinilai sedang berada pada masa produktif sehingga jika pria tersebut menikah diharapkan akan segera memiliki keturunan. Pada usia 25 tahun seorang pria diharapkan telah memiliki pekerjaan yang tetap dan pengahasilan yang mencukupi kebutuhannya dan keluarganya. Faktor kedewasaan pria juga dinilai telah matang pada usia tersebut sehingga 47
dinilai dapat memecahkan masalah dengan dewasa pula serta dapat menjadi kepala keluarga yang dapat diandalkan. TABEL 3.6 Faktor yang dipertimbangkan untuk menikah NO 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Alasan Faktor kedewasaan Usia produktif Faktor kesehatan bagi wanita Menghindari perbuatan dosa Telah memiliki pekerjaan Telah menyelesaikan pendidikan
Jumlah 9 8 2 2 4 4
Berdasarkan data diatas dapat diambil kesimpulan bahwa warga Kel. Sumur Rejo menilai faktor yang paling penting untuk dapat menikah adalah kedewasaan dikarenakan jika seorang telah mencaai usia dewasa baik pria maupun wanita dapat menjalani rumah tangganya dengan baik. Selain faktor kedewasaan masyarakat percaya seorang wanita jika menikah pada usia produktif maka akan segera dikaruniai keturunan sehingga masyarakat menjadikan usia antara 23 hingga 25 tahun sebagai patokan. Sselain dua faktor utama diatas bagi masyarakat menikah setelah menyelesaikan pendidikan dan telah mendapatkan pekerjaan adalah hal yang dipertimbangkan untuk berikutnya sehingga jika ada seseorang yang menikah sebelum memiliki pekerjaan maka akan terlihat sedikit aneh karena dirasa belum mampu untuk membina rumah tangga dan memikul tanggung jawab sebagai suami dan hanya akan menambah beban orang tuanya jika dia menikah dan tidak mampu menafkahi keluarganya. Kemudian faktor yang lain menyangkut usia ideal menikah 48
adalah untuk menghindari dosa dan faktor kesehatan bagi wanita, faktor ini penting dikarenakan jika seorang wanita menikah terlalu tua dikhawatirkan akan memiliki risiko yang tinggi untuk kesehatannya disaat hamil dan melahirkan sehingga menurut pandangan masyarakat seorang wanita seharusnya menikah pada usia yang pas sehingga tidak timbul masalah yang serius bagi kesehatannya saat dia hamil dan melahirkan. Faktor menghindari dosa dikarenakan pergaulan remaja yang semakin kehilangan batasannya sehingga hampir tidak ada perbedaan antara pacar dan suami – istri. Menikah pada usia yang dirasa pas ini ditujukan agar remaja tidak melakukan dosa hingga muncul masalah seperti hamil diluar nikah, HIV AIDS, dll. Selain untuk menjaga dari dosa, menikah juga dapat menjaga kesehatan bagi seseorang karena telah memiliki pasangan. E. Beberapa Kasus Manipulasi Usia yang Terjadi di Kelurahan Sumurrejo 1. Pasangan Ryana dan Darry Wawancara pada tanggal 7 Agustus 2016 bertempat di Sumur Rejo Gunung Pati Semarang. Pasangan pengantin yang menikah pada tanggal 2 Maret 2012, Riyana dan Darry mengaku memanipulasi usia untuk melengkapi syarat untuk mengajukan pernikahan di Kantor Urusan Agama. Berhubung karena usia Riyana pada saat itu masih 14 tahun 10 bulan maka belum diperbolehkan untuk menikah secara hukum, maka merekapun mendatangi bapak modin untuk meminta solusi 49
terkait permasalahan yang tengah dihadapi, pada saat sampai di kediaman bapak modin mereka menceritakan semua masalah dan mendapatkan solusi yaitu memanipulasi umur. Sesaat Riyana dan Darry tidak mengerti dengan maksud manipulasi umur yang diusulkan oleh bapak modin kemudian setelah mendapat penjelasan mengenai manipulasi umur tersebut Riyana yang saat itu tengah hamil 2 bulan pun menyetujuinya. Riyana yang saat itu masih 15 tahun kurang 2 bulan akan dituakan satu tahun karena sesuai undang – undang batas minimal seorang wanita diperbolehkan menikah adalah 16 tahun. Data yang akan diubah antara lain adalah Akta, Kartu Keluarga dan Ijazah. Karena yang diminta untuk dikupulkan utuk didaftar oleh Kantor Urusan Agama (KUA) hanya copy nya saja maka dengan mudah tahun kelahiran Riyana dapat dipalsukan pada saat mengcopy surat – surat tersebut. Untuk dapat memeperlancar proses pencatatan pernikahan bapak modin mengajukan penawaran untuk biaya, pada saat itu bapak modin meminta agar pasangan Riyana dan Darry membayar sebesar satu juta rupiah dengan rincian enam ratus ribu untuk biaya pencatatan di KUA dan empat ratus ribu untuk tanda terima kasih untuk bapak modin yang telah membantu pernikahannya tersebut. Jika pasangan pengantin ingin menggunakan wali hukum untuk pernikahannya maka akan dikenai biaya tambahan lima ratus ribu rupiah. Dengan biaya tersebut pengantin tidak perlu khawatir 50
mengenai usia yang masih dibawah umur karena segala sesuatunya telah dibantu oleh bapak modin dengan bayaran yang telah disepakati diawal. Selain uang sebagai syarat dan imbalan ada kesepakatan yang diajukan oleh bapak modin sebelum manipulasi usia yaitu agar orang yang dibantu untuk menikah dibawah umur merahasiakan aksi yang dilakukan modin yakni membantu dengan cara merubah tahun kelahiran pasangan calon pengantin. Pada kasus Riyana dan Darry mereka mendapat kelancaran karena dokumen yang mereka ajukan langsung disetujui oleh KUA sehingga mereka dapat langsung menikah, sebelumnya mereka datang ke bapak modin kemudian menceritakan masalah yang mereka hadapi kemudian bapak modin langsung menyarankan untuk
manipulasi
memberitahu
usia
Riyana,
dokumen-dokumen
kemudian yang
harus
bapak diubah
modin dan
menyertakan surat pengantar pula baik dari pria ataupun wanitanya. Kemudian untuk masalah mengurus ke KUA dan sebagainya telah di selesaikan oleh bapak modin sendiri, setelah KUA menyetujui calon pengantin dapat langsung menikah. Menurut Riyana dan Darry risiko manipulasi usia adalah : a. Mereka menikah di usia yang masih sangat muda sehingga tidak mengalami masa remaja seperti yang dialami temanteman seusianya.
51
b. Jika mereka hendak mencari pekerjaan mereka hanya dapat menggunkan ijazah SMP atau SMA sehingga tidak banyak lapangan pekerjaan yang dapat menjadi pilihan untuk mereka. c. Mereka sudah harus menghadapi problema rumah tangga pada usia yang masih dibilang muda. d. Mereka belum memiliki banyak pengalaman sehingga masih kaku dalam menyikapi kondesi yang berubah secara mendadak. 2. Pasangan Laras dan Cecep Wawancara pada 12 Agustus 2016 bertempat di Karang Sari Gunung Pati Semarang. Laras dan Cecep menikah pada 31 agustus 2000. Laras menikah pada usia 15 tahun 2 bulan. Setelah lulus dari Sekolah Menengah Pertama laras tidak ingin melanjutkan ke SMA sehingga dia meminta izin kepada ibunya untuk bekerja saja dan membantu ekonomi keluarganya yang saat itu sedang kesulitan karena sang ayah meninggal dunia. Laras bekerja dipabrik selama 2 bulan sebelum mengenal Cecep dan menjalin hubungan asmara. Tidak lama kemudian Cecep datang kerumah Laras untuk menyampaikan hajat untuk melamar Laras, namun dikarenakan usia laras yang belum memenuhi syarat untuk dapat menikah ibu laras tidak mengizinkan dan meminta Cecep untuk menunggu laras hingga usianya 52
mencukupi. Karena Cecep dan Laras takut jika mereka melakukan perbuatan yang melanggar syariat dan melakukan dosa besar mereka kembali meminta restu dari ibu laras untuk diperbolehkan menikah. Setelah hampir 6 minggu laras dan cecep membujuk ibu untuk mengijinkan mereka melangsungkan pernikahan pada akhirnya ibunya memberikan ijin, takut jika hal-hal buruk terjadi pada putrinya dan menjadi gunjingan tetangga. Laras diantar ibunya menemui bapak modin untuk meminta tolong mendaftarkan pernikahannya ke Kantor Urusan Agama (KUA), namun karena umur laras yang kurang dari 16 tahun bapak modin mengusulkan untuk memanipulasi usia laras 6 bulan sehingga laras dapat melangsungkan pernikahannya. Laras diminta untuk memberikan Akta, Ijazah dan KK untuk dimanipulasi tahun kelahirannya sehingga data yang akan dikumpulkan nanti telah memenuhi syarat KUA dan laras dapat segera menikah. Tidak berbeda dengan pengantin sebelumnya bapak modin meminta uang enam ratus ribu rupiah untuk mengurus keperluan nikah dan empat ratus ribu untuk tanda terima kasih kepada bapak modin. Laras memilih untuk menikah diusia dini untuk menghindari pergaulan bebas yang kini sudah lepas kendali dan untu terutama menjaga nama baik dari keluarganya terutama sang ibu. 53
Setelah minikah mulai timbul masalah seperti masalah ekonomi. Laras yang hanya bekerja di pabrik dan suaminya yang menjadi buruh serabutan mengaku kewalahan dengan harga – harga yang semakin melambung, laras yang masih belum siap dengan keadaan tersebut merasa bingung karena gaji yang didapatnya dan suami hanya cukup untuk kebutuhan sehari – hari. Namun laras telah siap dengan risiko atas keputusan yang diambilnya dahulu sebelum menikah. Laras bekata: “kalau hanya uang masih bisa diusahakan tapi kalau itu menyangkut urusan agama kan hukumya mutlak dan tidak bisa dirubah”. Menurut Laras dan Cecep risiko nikah dini selain mengenai masalah ekonomi yang dihadapi mereka juga harus siap batin dengan masalah lainnya yang tekadang datang tak terduga sehingga membutuhkan kesiapan yang benar-benar ekstra. 3. Pasangan Aldo dan Dini Aldo dan Dini menikah pada 13 Januari 2013, mereka menikah lantaran Dini telah hamil dahulu. Pada kondisi yang dialami oleh aldo dan dini ini sedikit berbeda dengan kasus – kasus sebelumnya dalam kasus ini usia dini dan aldo 17 tahun sehingga untuk dini tidak ada masalah untuk menikah namun aldo yang masih 17 tahun mengalami kendala pada usianya. Batas minimal seorang pria diperbolehkan menikah adalah 19 tahun sementara aldo masih 17 tahun. 54
Orang tua aldo meminta tolong bapak modin untuk dapat menolong aldo supaya segera menikah dengan dini dan mempertanggung jawabkan perbuatannya. Berhubung umur aldo masih kurang 2 tahun maka bapak modin menyarankan hal yang sama dengan pengantin-pengantin sebelumnya. Aldo diminta untuk memberikan akta, ijazah, kk dan ktp nya untuk dimanupulasi tahun kelahiran supaya aldo dapat segera melangsungkan pernikahan. Syarat dari bapak modin masih sama jika orang tua aldo tidak membocorkan apa yaang dilakukan bapak modin untuk menolong aldo karena hal tersebut dirasa adalah rasa toleransi kepada masyarakat. F. Hasil Wawancara Terhadap Modin 1. Modin ke – 1 Dilakukan wawancara dengan modin pertama pada hari Selasa tanggal 2 Agustus 2016 pada pukul 19.20 wib di kediaman bapak modin Sumur Gunung. Pada pertanyaan pertama pewawancara mengajukan pertanyaan mengenai hal-hal yang mendasari terjadinya pernikahan dini di Kel. Sumur Rejo dan mendapatkan jawaban dari bapak modin yang biasanya mendasari terjadinya pernikahan dini itu salah satunya adalah sex bebas yang sering terjadi biasanya anak-anak SMP atau SMA yang melakukan hal tersebut yang awalnya hanya coba-coba tapi ternyata hal tersebut kebablasan sehingga mewajibkan mereka menikah untuk mempertanggung jawabkan perbuatan mereka tersebut. 55
Pertanyaan
kedua
pewawancara
menanyakan
bagaimana
menikahkan calon pengentin yang masih dibawah umur dan mendapat jawaban dari bapak modin jika memang colon pengantin masih dibawah umur mereka dapat mengajukan dispensasi nikah untuk meminta ijin menikah dari pengadilan, namun jika dispensasi yang dibutuhkan tersebut tidak mendapat ijin maka terpaksa calon pengantin tersebut dinikahkan secara siri atau pernikahan secara agama terdahulu baru kemudian dinikahkan secara hukum setelah umur kedua pengantin
memenuhi
persyaratan
untuk
dapat
mendaftarkan
pernikahan mereka di Kantor Urusan Agama (KUA), menurut bapak modin pernikahan siri dan hukum itu yang membedakan hanya surat nikah dan jika anak yang lahir dari pernikahan siri jika akan mendapatkan akta kelahiran hanya dari ibu. Pada pertanyaan selanjutnya pewawancara menanyakan jika calon pengantin menginginkan pernikahannya tercatat pada Kantor Urusan Agama (KUA) maka apa yang harus dilakukan oleh pasangan calon pengantin. Mendapatkan jawaban dari bapak modin jika pasangan calon pengantin menginginkan pernikahannya tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) maka harus mengajukan dispensasi nikah dan tidak ada cara lain. Memang sebelum tahun 2000 ada praktik jual beli umur untuk manipulasi usia calon penganti yang masih terlalu muda untuk menikah namun setelah diberlalukan sanksi bagi oknum yang melakukan perdagangan umur maka sudah tidak praktik tersebut lagi, walaupun sanksi yang diberlalukan tersebut hanya tersirat di Kel. 56
Sumur Rejo namun modin tetap tidak akan melanggar peraturan yang diberlakukan tersebut. Menanggapi pengakuan bapak modin jika sebelum tahun 2000 pernah ada praktik perdagangan umur untuk mengelabuhi Kantor Urusan Agama (KUA) maka pewawancara menanyakan bagaimana cara merubah usia calon pengantin. Bapak modin menanggapi jika untuk merubah usia calon pengantin tersebut hanya merubah tahun lahir calon pengantin sebelum data tersebut diberikan ke Kantor urusan Agama (KUA). Pewawancara kemudian menanyakan langkah apa yang bapak modin lakukan untuk dapat membantu calon pengantin yang masih dibawah umur tersebut. Kemudian mendapat respon dari bapak modin jika memang pasangan calon pengantin masih dibawah umur tidak ada cara lain selain sidang atau melakukan nikah siri sambari menunggu usia calon pengantin memenuhi syarat menikah secara hukum. Pewawancara mengajukan pertanyaan pendapat pribadi bapak modin terdahulu melakukan transaksi jual beli umur menurut bapak modin sekarang dan mendapatkan kawaban biasanya modin terdahulu melakukan transaksi tersebut karena toleransi kepada masyarakat yang memang akan melakukan pernikahan dini, kemudian meminimalisir mudorot yang ada di kalangan anak muda agar tidak melakukan zina yang memang dilarang oleh agama serta biasanya calon pengantin telah hamil dahulu jadi untuk menutupi aib keluarga mereka anak tersebut segera dinikahkan walaupun umur mereka belum cukup. 57
Jika memang terjadi lagi praktek manipulasi umur maka dokumen yang harus dirubah adalah : a. Kartu Tanda Penduduk (KTP) b. AKTA Kelahiran c. IJAZAH d. Kartu Keluarga (KK) Namun menurut bapak modin dokumen yang paling susah untuk dirubah adalah AKTA dan IJAZAH sehingga biasanya hanya merubah AKTA Kelahiran saja. 2. Wawancara Modin Ke-2 Dilakukan wawancara dengan modin kedua pada tanggal 5 Agustus 2016 pada jam 18.30 wib di kediaman bapak modin Karang Geneng. Pada
pertanyaan
pertama
pewawancara
mengajukan
pertanyaan apa yang mendasari terjadinya pernikahan dini di Kel. Sumur Rejo adalah pergaulan anak muda zaman sekarang yang terlalu bebas hingga tidak ada batasan apapun yang akan dilakukan asalkan
sama-sama
cinta
dan
beberapa
kejadian
yang
menakibatkan terjadinya pernikahan dini adalah hamil diluar nikah dan meminta pertanggung jawaban kepada pihak laki-laki walaupun usia mereka masih dapat dibilang dibawah umur. Kemudian pewawancara mengajukan pertanyaaan jika pasangan calon pengantin masih dibawah umur maka harus meminta dispensasi namun jika dispensasi itu ditolak oleh 58
pengadilan maka ada jalan alternatif dengan cara membeli umur untuk calon pengantin menurut bapak modin risiko apa yang timbul dengan manipulasi usia calon pengantin ?. pertanyaan itu mendapat jawaban dari bapak modin menuakan usia calon pengantin itu memiliki risiko yang tidak langsung karena untuk manipulasi usia calon pengantin hanya merubah data yang akan diajukan ke Kantor Urusan Agama (KUA) dengan merubah tahun pada saat fotocopy sehingga calon pengantin dapat menikah dengan tercatat di KUA dan mendapat buku nikah. Permasalahn mulai timbul pada saat mereka (pasangan pengantin) hendak mencari pekerjaan karena tahun kelahiran antara buku nikah dan ijazah yang mereka miliki tidak cocok dan menimbulkan pertanyaan tentang keaslian data yang mereka miliki. Dari tahun 1990 di Kel. Sumur Rejo telah diberlakukan peraturan yang melarang modin melakukan praktek manipulasi umur dengan masyarakat dengan sanksi yang akan diberikan jika ketahuan melakukan trnsaksi tersebut dan kesepakatan itupun tercipta diantara para modin dan sudah tidak ada lagi praktek tersebut walaupun kesepakatan itu dibuat secara tidak tertulis. Karena sebelumnya ada kejadian yang membawa-bawa nama modin dikarenakan modin tersebut melakukan transaksi jual beli umur pada tahun 1988 dan dewasa ini pasangan yang melakukan manipulasi umur ditolak saat mendaftar pekerjaan dikarenakan tahun kelahiran pada ijazah dan buku nikah yang dia miliki tidak 59
cocok, pasangan tesebutpun menyalahkan bapak modin yang dahulu membantunya untuk melangsungkan pernikahan dini yang dilakukannya. Setelah tahun 1990 jika ada pasangan yang hendak menikah dini akan diminta mengajukan dispensasi kepengadilan jika dispensasi tersebut ditolak oleh perngadilan maka pasangan tersebut hendaknya melakukan pernikahan siri terlebih dahulu baru kemudian melakukan nikah secara hukum dan tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Untuk meminimalisir kasus pernikahan dini dikarenakan pergaulan bebas oleh anak-anak zaman sekarang maka modin memberikan masukan hendaknya diadakan sosialisasi tentang seks bebas terhadap orang tua dan para remaja di semua forum yang memungkinkan. Karena belum adanya sosialisasi dari kelurahan untuk mengurangi seks bebas dan pentingnya pembelajaran tentang bahaya seks bebas bagi remaja dan anak-anak dibawah umur. Selama ini hanya sosialisasi tentang narkoba yang sedang gencar untuk disosialisasikan, padahal bukan hanya masalah mengenai narkoba saja yang sedanga genting terjadi, seks bebas ikut dalam masalah yang harus secepatnya ditanggulangi karena hal tersebut akan merenggut masa depat para calon penerus bangsa dan menimbulkan banyak penyakit yang sangat mematikan seperti AIDS.
60
Pertimbangan yang digunakan untuk menikahkan pasangan nikah dini adalah : a. Sudah mendapat restu dari orang tua b. Akan segera dinikahkan setelah diketahui si wanita telah hamil diluar nikah c. Menunggu anak yang dikandung lahir terlebih dahulu baru dinikahkan Data yang dirubah untuk mengelabuhi Kantor Urusan Agama (KUA) agar pernikahan dapat tercatat dan mendapat buku buku nikah adalah: 1) Akta 2) Ijazah 3) Kartu Keluarga 4) Kartu Tanda Penduduk Data-data tersebut diubah pada saat fotocopy karena kelemahan pada KUA adalah data yang digunakan untuk mencatat pendaftaran pernikahan hanya berupa fotocopy dan data tersebut dapat dimanipulasi dengan mudah oleh oknum yang menginginkan pernikahan mereka tercatat pada KUA sedangkan umur untuk melangsungkan pernikahan mereka belum mencukupi.
61
G. Pandangan Masyarakat Tentang Praktik Manipulasi Usia Calon Pengantin Hasil dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti ada beberapa pandangan masyarakat tentang praktik manipulasi umur calon pengantin. Ada yang pro maupun kontra. Bagi masyarakat yang berpendapat pro, mereka beranggapan bahwa praktik manipulasi usia calon pengantin sah sah saja jika memang hal tersebut dibutuhkan dan calon pengantin dapat mempertanggung jawabkan apa yang menjadi keputusannya. Adapun bagi yang menganggap hal tersebut kontra berpendapat jika seorang anak terlalu bebas dalam masalah pergaulannya itu menjadi faktor penyebab yang paling banyak seseorang manipulasi usia calon pengantin karena calon pengantin wanita sudah hamil terlebih dahulu. Seharusnya masalah ini bisa diminimalisir jika anak mendapat pengawasan yang ketat dari keluarga dan dibekali ilmu agama yang mencukupi sehingga tidak tersesat hingga melakukan dosa besar tersebut. Calon pengantin hendaknya menunda
pernikahan hingga usia ideal untuk
dapat
melangsungkan pernikahan. Praktik manipulasi usia calon pengantin memang jarang digemborgemborkan oleh pihak yang bersangkutan baik yang menuakan ataupun yang dituakan sehingga banyak timbul pertanyaan di masyarakat mengenai hal tersebut. Praktik ini memang anda dan dilakukan oleh beberapa oknum yang mengaku bersih dari praktik menuakan usia ini bahkan ada yang berpendapat hal ini tidak dapat dilakukan karena melanggar hukum, 62
namun faktanya praktik ini ada dan masih dilakukan hingga sekarang secara terselubung. H. Dampak Manipulasi Usia Menurut Modin dan Pengantin 1. Dapak manipulasi usia menurut Modin Dampak menanipulasi usia menurut modin berakibat fatal bagi pasangan pengantin dikarenakan usia yang belum mencukupi namun dipaksakan untuk dapat menikah dengan mengubah data yang ia miliki. Dampak yang sering terjadi bagi calon pengantin menurut modin adalah sebagai berikut: a. Rentan terhadap dis harmonis keluarga b. Ekonomi yang tidak stabil c. Sifat egois yang dominan d. Dampak kesehatan bagi wanita dan anak Sedangkan dampak yang terjadi kepada modin menurut bapak modin adalah sebagai berikut: a. Diberhentikan dari pekerjaannya sebagai modin b. Hilang kepercayaan dari masyarakat atas dedikasinya c. Mendapatkan sanksi tegas dari Kantor Urusan Agama (KUA) 2. Dampak manipulasi usia menurut pengantin Menurut ketiga pasang pengantin dampak yang mereka alami karena menikah pada usia yang relatif muda adalah: a. Kurang dewasa dalam menyikapi masalah rumah tangga 63
b. Keadaan ekonomi yang kurang stabil c. Sifat egois yang masih dominan d. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
64
BAB IV TINJAUAN DAN FAKTOR PERNIKAHAN DIBAWAH UMURYANG TERJADI DI KEL. SUMUR REJO A. Analisis Terhadap Faktor Pendorong Terjadinya Manipulasi Usia Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan penulis di lapangan bahwa faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya manipulasi data adalah sebagai berikut: 1.
Hamil di luar nikah Perkembangan teknologi yang semakin maju dan canggih tentu memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif yang di timbulkan antara lain adalah seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain yang jaraknya berjauhan. Dampak lainnya seseorang dapat dengan mudah mendapatkan informasi yang di cari. Dampak negatif dari perkembangan adalah pergaulan yang semakin bebas diantara laki-laki dan perempuan. Pergaulan yang semakin bebas bisa mengakibatkan seseorang melakukan seks bebas yang bisa mengakibatkan kehamilan di luar ikatan perkawinan. Kehamilan bisa terjadi pada wanita yang sudah mulai menstruasi. Wanita mulai menstruasi pertama pada sekitar usia 12 tahun. Dalam UU No 1 Tahun 1974 sudah di dalam pasal 7 ayat (1) bahwa batas usia minimal untuk perempuan melangsungkan 65
pernikahan adalah 16 tahun dan untuk laki-laki adalah usia 19 tahun. Untuk wanita yang telah mengalami menstruasi pada usia 12 tahun maka kemungkinan untuk dapat hamil sudah ada. Apabila ada seorang wanita telah hamil pada usia 14 tahun maka dia harus menjalani pernikahan di bawah umur. Pernikahan di bawah umur boleh terjadi sesuai pasal 7 ayat (2) UU No 1 Tahun 1974, yaitu dengan cara mengajukan dispensasi pernikahan ke pejabat yang berwenang yaitu Pengadilan Agama. 2. Menghindari Perzinahan Bagi orang yang sudah memiliki pendidikan agama yang baik semenjak dini maka akan menjalankan kehidupan sesuai aturan yang sudah di tentukan Allah SWT di dalam Al-Qur’an dan di dalam hadist. Orang tersebut juga pasti sudah memahami hal mana saja yang boleh di lakukan dan tidak boleh di lakukan. Di dalam Al-Qur’an Surat Al- Isra ayat 32 telah di jelaskan bahwa: “dan jangan lah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji; Dan suatu jalan yang buruk”. Maka bagi orang yang taat akan perintah Allah akan menjalankan perintah dalam QS Al Isra ayat 32 tersebut. 3. Menghindari pernikahan siri Pernikahan siri merupakan suatu pernikahan yang tidak di impikan oleh seseorang apalagi untuk seorang perempuan.
66
Pernikahan siri adalah pernikahan yang hanya mendapat pengakuan secara agama, namun tidak di akui secara negara. Dalam pernikahan siri, wanita juga tidak bisa mendapatkan hak nya secara penuh. Wanita yang mau di nikah siri juga tidak bisa menerima warisan dari sang suami ketika suami tersebut meninggal. Apabila terjadi perceraian wanita dan anak nya kelak tidak akan mendapat tunjangan nafkah untuk hidup mereka kedepannya. 4. Agar tercatatnya pernikahan tersebut di KUA Pernikahan yang di dambakan oleh seseorang tentu pernikahan yang mendapatkan pengakuan baik secara agama maupun secara negara. Pernikahan yang di akui secara negara memiliki kekuatan hukum yang tetap karena memiliki bukti yaitu surat nikah suami dan surat nikah istri. Anak yang lahir dari pernikahan yang di akui secara hukum juga akan mendapatkan hak nya secara penuh karena anak yang lahir dari perkawinan yang tercatat memiliki akta dan dalam akta tersebut tertulis nama ayah dan ibunya. Keuntungan yang di miliki ketika terjadi pernikahan yang tercatat membuat semua orang ingin pernikahan nya tercatat dalam KUA setempat walaupun mungkin pernikahan tersebut terjadi di bawah umur.
67
5. Tidak mau mengajukan Dispensasi Pernikahan ke Pengadilan Pengetahuan yang dimiliki sebagian besar masyarakat kelurahan Sumurrejo tentang kewenangan pengadilan agama yaitu kewenangan pengadilan agama hanya sebatas menangani perkara perceraian yang terjadi untuk pernikahan antara sesama muslim. Sebagian masyarakat tidak mengetahui bahwa ada kewenangan lain dari pengadilan agama yaitu memberikan dispensasi pernikahan. Masyarakat juga masih enggan untuk datang ke pengadilan agama karena kesan pengadilan yang terlihat menakutkan karena terdapat persidangan dan seseorang harus bertemu dengan hakim. Dengan kesan tersebut membuat masyarakat tidak mau untuk mengajukan dispensasi pernikahan karena tidak tau syarat apa saja yang harus di bawa dan tidak ingin membuang waktu untuk datang ke persidangan yang bisa saja terjadi lebih dari satu kali. B. Analisis Pendapat Masyarakat Mengenai Praktek Manipulasi Usia Calon Pengantin Praktik memanipulasi usia yang dilakukan tentu menimbulkan berbagai pendapat dari masyarakat, baik itu pendapat yang pro maupun kontra. 1.
Pendapat Masyarakat yang Pro Warga yang beranggapan bahwa praktek manipulasi ini di perbolehkan karena jika seorang yang hendak menikah dan telah 68
memenuhi syarat nikah secara syariat agama maka lebih baik segera di nikahkan. Pendapat lain yaitu apabila orang yang akan menikah telah hamil maka dengan manipulasi data, sang pengantin tersebut dapat langung melangsungkan pernikahan karena apabila tidak di langsungkan pernikahan di khawatirkan munculnya masalah baru seperti tinggal serumah walaupun belum menikah atau yang biasa orang sebut dengan istilah kumpul kebo. 2.
Pendapat Masyarakat yang Kontra Bagi masyarakat yang tidak setuju dengan adanya praktek manipulasi ini di karenakan sebagian masyarakat mengetahui bahwa praktek manipulasi merupakan pelanggaran hukum, maka dari itu praktek manipulasi ini di tentang. Pendapat lain adalah dengan adanya praktek manipulasi maka akan muncul dampak yang akan terjadi, seperti misalnya susah mendapatkan pekerjaan karena data yang ada dalam kartu identitasnya tidak valid, selain itu pendapat lain adalah hal ini bisa saja di jadikan contoh buruk bagi masyarakat lain. Pada intinya setiap masyarakat berhak memiliki pendapat yang
beragam namun semua itu kembali lagi kepada para pihak yang telah melakukan pernikahan di bawah umur. Bagi wanita yang telah menikah di bawah umur, dia harus siap untuk membesarkan anak-anaknya dengan kondisi zaman yang makin berkembang yang jelas jauh berbeda dengan zamanya dulu. Wanita juga menjadi pendidik pertama bagi anak-anaknya 69
maka dari itu seorang wanita harus memiliki kecerdasaan emosional dan kecerdasan akal. Laki-laki yang telah memutuskan menikah muda juga harus siap untuk menghadapi masalah-masalah yang akan terjadi karena laki-laki adalah imam. Laki-laki juga akan menjadi tulang punggung keluarga dan harus mampu menafkahi istri dan calon anaknya kelak. C. Analisis Dampak Manipulasi Usia Dampak memanipulasi usia dan nekat untuk menikah walaupun usia mereka masih belum mencukupi akan menimbulkan banyak masalah dimasa depan baik untuk ibu, ayah atau anaknya kelak. Dampak yang akan timbul dari manipulasi usia adalah sebagai berikut: 1.
Mendapatkan sanksi dari Kantor Urusan Agama (KUA) Apabila ada seorang modin yang ketahuan oleh pihak kantor urusan agama melakukan tindakan manipulasi usia pada calon pengantin yang akan melangsungkan pernikahan maka modin tersebut akan mendapat sanksi. Sanksi yang di berikan antara lain adalah pemberhentian dirinya sebagai modin. Namun menjadi seorang modin tidak hanya di percaya dalam hal pengurusan administrasi perkawinan saja. Modin juga masih mempunyai wewnenang lain, yaitu dalam hal pengurusan jenazah. Jadi meskipun modin di berhentikan dalam tugasnya untuk
membantu
dalam 70
hal
pengurusan
administrasi
perkawinan, modin masih bisa menjalankan tugas lainnya yaitu pengurusan jenazah. 2.
Modin yang melekukan praktek manipulasi akan kehilangan kepercayaan dari masyarkat Modin yang sudah di percaya masyarakat dan di anggap masyarakat lebih banyak mengetahui hukum yang berlaku pada kenyataannya melakukan tindakan yang melanggar hukum. Wajar apabila bagi sebagian masyarakat yang tidak memiliki permasalahan dalam hal syarat untuk dapat menikah lebih memilih mendaftarkan pernikahannya sendiri ke KUA setempat. Untuk
urusan
pendaftaran
pernikahan
mungkin
masyarakat masih bisa saja tidak percaya lagi kepada modin, namun untuk urusan pengurusan jenazah masyarakat masih mempercayakan kepada modin karena dalam pengurusan jenazah tidak semua orang memiliki kompetensi dalam hal tersebut. 3.
Terjadinya dis harmonisasi rumah tangga Setiap orang menginginkan pernikahan yang harmonis. Pernikahan akan terasa harmonis apabila di dalamnya terdapat rasa kasih sayang. Rumah tangga yang di dalamnya terdapat kasih sayang akan sangat rendah terjadi adu pendapat. Kebanyakan dari kasus yang di teliti oleh penulis, rumah tangga dari pasangan yang usianya di manipulasi sering terjadi adu pendapat hingga membuat rumah tangga nya hampir terjadi 71
perceraian karena terlalu sering beradu pendapat. Adu pendapat juga sering terjadi karena hal-hal yang tidak begitu penting untuk di perdebatkan. 4.
Kekerasan dalam rumah tangga Keegoisan yang masih dominan dimiliki dalam diri seseorang membuat pengendalian emosi menjadi tidak baik. Apabila emosi sudah tidak stabil seperti itu apapun bisa di lakukan. Kebiasaan buruk seseorang untuk ringan tangan juga menjadi awal terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Penyebab kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga juga berasal dari pertengkaran yang terus menerus dan sudah tidak bisa di hindarkan. Kedewasaan
pemikiran
sangat
di
perlukan
dalam
menjalankan suatu pernikahan agar pernikahan tersebut tidak memiliki masalah terutama masalah kekerasan dalam rumah tangga. Dari hasil penelitian yang di lakukan penulis, kekerasan dalam rumah tangga terjadi akibat tidak bisa mengendalikan emosi secara baik. 5.
Kondisi ekonomi yang tidak stabil Dengan terjadi nya pernikahan di bawah umur, ijazah terakhir yang di miliki para pengantin yang usianya di manipulasi hanyalah ijazah Sekolah Menengah Pertama (SMP), sedangkan perusahaan mencari karyawan yang memiliki ijazah minimal lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) maka dari itu 72
para orang yang usia nya di manipulasi hanya bekerja serabutan yang tidak mengandalkan ijazah dalam bekerja. Hasil yang di terima dari bekerja serabutan tidak menentu, kadang hasil yang di dapat cukup untuk biaya hidup sehari-hari namun tidak jarang orang tersebut tidak mendapatkan hasil sama sekali. Hal ini membuat kondisi keuangan dalam keluarga tersebut tidak menentu hingga akhirnya merepotkan orang tua untuk memberikan sejumlah uang supaya tetap bisa bertahan hidup atau bahkan meminjam uang kepada tetangga atau saudara. 6.
Dampak kesehatan Kehamilan yang terjadi pada seseorang yang masih dini memiliki banyak resiko antara lain yaitu kelahiran bayi secara prematur. Bukan hanya lahir secara prematur bahkan bisa saja calon ibu tersebut mengalami keguguran. Dari para orang yang tealah di teliti penulis, orang yang hamil pada masa usia muda mengalami tekanan psikologis yang di dapat dari masyarakat sekitar, karena mendapat gunjingan yang tidak ada hentinya sehingga merasa malu dan merasa sendirian menghadapi kenyataan yang terjadi.
73
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Faktor penyebab terjadinya praktek manipulasi adalah sebagai berikut: a. Hamil di luar nikah b.Menghindari perzinahan c. Menghindari pernikahan siri d.Agar perkawinan tersebut tercatat di KUA setempat e. Tidak
mau
mengajukan
dispensasi
pernikahan
ke
Pengadilan Agama 2. Pandangan masyarakat mengenai praktek manipulasi data usia calon pengantin adalah sebagai berikut: a. Pendapat masyarakat yang pro 1) Praktek manipulasi di perbolehkan karena orang tersebut secara syariat agama sudah memenuhi syarat untuk melangsungkan pernikahan. 2) Untuk kasus telah hamil di luar pernikahan, praktek manipulasi di perbolehkan karena apabila tidak di langsungkan pernikahan di khawatirkan akan menimbulkan masalah baru. b. Pendapat masyarakat yang kontra 74
1) Praktek manipulasi usia merupakan pelanggaran hukum. 2)
Dengan
adanya
menimbulkan
praktek
dampak
manipulasi
antara
lain
akan susah
mendapatkan pekerjaan karena ada yang ada dalam kartu identitas tidak valid. 3)
Akan menjadi contoh buruk bagi masyarakat lain, apabila tidak ada sanksi yang di berlakukan bagi pelaku praktek manipualasi.
3. Dampak yang di timbulkan apabila terdapat praktek manipulasi a. Mendapat sanksi dari KUA b. Modin yang ketahuan melakukan praktek manipulasi data tentang usia akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat. c. Terjadi dis harmonisasi keluarga. d. Kekerasaan dalam rumah tangga. e. Kondisi ekonomi yang tidak stabil. f. Dampak kesehatan. B. Saran 1. Modin Sebaiknya orang yang menjadi modin melaksanakan tugasnya dengan baik dan jujur, serhingga tidak ada pelanggaran hukum 75
yang terjadi dan akan menimbulkan kerugian baik untuk dirinya ataupun untuk orang lain. 2. Pelaku Nikah yang usianya di manipulasi Semoga para pelaku nikah yang usianya di manipulasi dapat memberikan contoh
rumah tangga harmonis walaupun mereka
masih muda, selain itu agar para pelaku dapat lebih dewasa dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam rumah tangga yang dijalani. 3. Lingkungan Diharapkan lingkungan yang memiliki kasus seperti yang di jadikan penelitian oleh penulis agar tidak mengucilkan pelaku pernikahan yang melakukan praktek manipulasi, karena setiap orang memiliki jalan kehidupan yang mereka pilih sendiri. 4. Pembaca Menjadikan sebuah wacana yang dan ilmu pengetahuan bagi para pembaca yang budiman. 5. Pengadilan Agama Untuk lebih mempermudah prosedur pengajuan dispensasi pernikahan sehingga praktek manipulasi tidak akan terjadi lagi. C. Kata Penutup Demikian skripsi ini penulis buat, semoga dapat di jadikan pelajaran serta sarana ilmu pengetahuan bagi semua pihak.
76
suatu
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.Rineka Cipta. Buku Data Monografi Kelurahan Sumurrejo Tahun 2015 Semester II (bulan Juni sampai dengan bulan Desember). Departemen Agama. Tt. Pedoman Pengawas Pencatat Nikah. Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia. Departemen Agama Republik Indonesia. 2004. Pedoman Pejabat Urusan Agama Islam. Jakarta: Ditjen Binmas Islam dan Penyelenggaraan Haji. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. 2001. Bahan Penyuluhan Hukum. Jakarta: Departemen Agama RI. Dr. Yusuf Hanafi, M.Fil. 2011. Kontroversi Perkawinan Anak di Bawah Umur. Bandung: Mandar Maju. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kompilasi Hukum Islam. https://mahasiswa-adm.blogspot.co.id/2012/11/makalah-pernikahan-di-bawahumur.html?m=1. Diakses pada tanggal 27 Juni 2016 pada jam 19.45. Mahkamah Agung RI. 2009. Pedoman Tekhnis Administrasi dan Tekhnis Peradilan Agama, Buku II. Jakarta: Mahkamah Agung RI. M. Hasan, Ali. 2003. Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam. Jakarta: Persada Media. Mughniyah, Muhammad Jawad. Tt. Fiqh Lima Mazhab. Tkp: Basrie Press. Mujieb, M.Abdul et.al. 1994. Kamus Istilah Fiqih. Jakarta: Pustaka Firdaus. Nasution, Khoiruddin. 2002. Status Wanita Di Asia Tenggara: Studi Terhadap Perundang-Undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia Dan Malaysia. Jakarta: INIS. Rasyid, Roihan A. 1998. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Rofiq, Ahmad. 2003. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Saleh, Wantjik. 1987. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta: Balai Aksara. Sabbiq, sayyid. 1981. Fikih Sunnah 7 cetakan ke 1. Bandung: PT. Al-Maarif.
77
Sariyanti. 2007. Dispensasi Kawin Karena Hubungan Luar Nikah (Studi Penetapan Hakim di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2005). Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Fakultas Syariah IAIN Salatiga. Sosroatmodjo, Arso dan Wasit Aulawi. 1978. Hukum Perkawinan Di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang. Sudarsono. 2005. Hukum Perkawinan Nasional cet III.Jakarta: Rineka Cipta. Supramono, Gatot. 1998. Segi-Segi Hukum Hubungan Luar Nikah. Jakarta: Djambatan. Tebba, Sudirman. 1993. Perkembangan Mutahir Hukum Islam Di Asia Tenggara. Bandung: Mizan. UU No 1 Tahun 1974
78
LAMPIRAN
Pertanyaan Wawancara untuk Modin 1. Apa yang mendasari pernikahan dini terjadi ? 2. Usia yang di ijinkan oleh hukum untuk dapat menikah adalah 16 bagi perempuan dan 19 bagi laki-laki. Jika pasangan yang akan menikah salah satu atau keduanya masih dibawah umur, lalu bagaimana cara menikahkan mereka ? 3. Jika pernikahan yang terjadi tidak tercatat di KUA karena belum memenuhi kreteria (umur) lalu apakah mereka melakukan nikah siri ? 4. Jika pasangan pengantin ingin pernikahannya tercatat walaupun masih dibawah umur maka apa yang harus dilakukan ? 5. Bagaimana cara menuakan usia calon pengantin ? 6. Apakah ada syarat atau ketentuan khusus untuk menuakan usia ? 7. Apakah hal tersebut tidak melanggar hukum ? 8. Bagaimana menurut bapak dengan peristiwa nikah muda yang kini telah marak terjadi ? 9. Apa yang dapat dibantu oleh modin dalam menangani kasus/masalah ini ? 10. Kemudian pertimbangan apa saja yang digunakan untuk mengubah usia calon pengantin ? 11. Apakah masalah yang sering timbul dalam pernikahan dini ? 12. Apakah ada data atau dokumen yang dirubah untuk menuakan usia ?
Pertanyaan untuk Responden tentang usia ideal menikah
1. Berapakah usia yang ideal untuk seorang laki-laki melangsungkan pernikahan? 2. Berapakah usia yang ideal untuk seorang wanita melangsungkan pernikahan? 3. Apa alasan anda menyebut usia tadi adalah usia ideal bagi seseorang menikah?
Pertanyaan untuk Pengantin yang usia nya di manipulasi 1. Pada usia berapakah anda menikah? 2. Bagaimana anda dapat menikah walaupun usia anda masih di bawah umur? 3. Dokumen apa sajakah yang akan di rubah tahun kelahirannya? 4. Apakah ada kesepakatan antara anda atau keluarga anda dengan bapak modin ketika akan merubah data usia? 5. Berapakah biaya yang anda keluarkan untuk mendaftar nikah dan merubah usia? 6. Kepada siapa anda atau keluarga anda meminta saran agar dapat menikah walaupun usia anda pada saat itu belum cukup menurut UU? 7. Bagaimana proses dari awal anda ingin mendaftar menikah hingga pada akhirnya anda dapat menikah ? 8. Menurut anda resiko apa yang anda alami ketika usia anda di rubah menjadi lebih tua dari seharusnya?
DAFTAR NILAI SKK NAMA
: Lina Puji Lestari
NIM
: 211-12-020
FAKULTAS
: Syari’ah
PROGRAM STUDI : Ahwal al Syakhshiyyah
NO Tanggal 1 05-07 September 2012 2 08-09 September 2012 3 10 September 2012 4 11 September 2012
5 6
12 September 2012 13 September 2012
7
06 Oktober 2012
8
29 Desember 2012
9
27 Januari 2013
10
20 April 2013
Kegiatan Penyelenggara Sebagai OPAK STAIN DEMA Stain Peserta Salatiga 2012 Salatiga
Nilai 3
OPAK Jurusan Syariah STAIN Salatiga Orientasi Dasar Keislaman Seminar Entrepreneurship dan Perkoperasian
3
HMJ Syariah Peserta STAIN Salatiga
CEC dan ITTAQO MAPALA MITAPASA dan KSEI STAIN SALATIGA Achievment JQH dan LDK Motivation Training Stain Salatiga Library User UPT Education Perpustakaan STAIN Salatiga SEMINAR Pra KAMMI Youth Leadership Salatiga Training dengan Tema “Surat Cinta Pembasmi Galau” Refleksi Akhir IKMD Depok Tahun dan Dialog Kedaerahan dengan Tema “Peran Mahasiswa dalam Pemerintahan Untuk Menuju Kota Depok yang Bermartabat” Peringatan Maulid KSEI STAIN Nabi Muhammad Salatiga SAW tahun 1434 H Seminar Nasional HMJ Syari’ah dan Dialog Publik dan Ekonomi
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
Panitia
6
11
12
13
14
15
16
dengan Tema: “Minimnya Pasokan Energi Dalam Negeri, Pembatasan Subsidi BBM Dan Peran Masyarakat Dalam Penghematan Energi” 27 Juni 2013 Seminar Nasional dan Dialog Publik dengan Tema “Penyesuaian Harga BBM bersubsidi” 29 April 2014 Kuliah umum dan Sosialisasi BNN Jawa Barat dengan Tema ”Pemberdayaan dan Peran Serta Perguruan Tinggi dalam Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN)” 23-24 Mei Pelatihan Advokasi 2014 dengan Tema “Membangun Mahasiswa Cerdas, Peduli, Sadar, Sebagai Agent Of Change” 20-21 OPAK Jurusan Agustus 2014 Syari’ah dan Ekonomi Islam 2014 10-11 Capacity Building September pada kegiatan 2014 Penyelenggaraan Festival Film Iklan Nasional (FFIN) 24-25 Workshop November Pendidikan Anti 2014 Korupsi Dengan Tema “Membangun Kembali Urgensi Mahasiswa Sebagai Kader Anti Korupsi”
Islam dan HMJ Tarbiyah STAIN Salatiga
HMJ STAIN Peserta Salatiga
6
BNN Provinsi Peserta Jawa Barat dan Universitas Ibn Kholdun Bogor
2
HMJ Syari’ah
Panitia
3
HMJ Syariah
Panitia
3
Direktorat Peserta Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Media
3
HMJ dan Islam
3
Syariah Panitia Ekonomi
17
21 Mei 2015
Seminar Nasional dengan Tema: “Meningkatkan Kreatifitas Mahasiswa bagi Intelektual yang Berwawasan Luas” Seminar Nasional dengan Tema : “Peluang dan Tantangan Hukum di Indonesia”
BEM Fakultas Peserta Ekonomi Universitas Semarang (USM)
6
18
20 Juni 2015
BEM Fakultas Peserta Hukum Universitas Semarang (USM)
8
19
14 Juli 2015
Seminar Nasional dengan Tema: “Ancaman Kedaulatan Negara di Wilayah Perbatasan”
BEM Fakultas Peserta Hukum Universitas Semarang
6
20
23 Mei 2016
HMJ IAT IAIN Peserta Salatiga
6
21
26 Mei 2016
PIK SAHAJASA
Peserta
6
22
02 Juni 2016
Seminar Nasional dengan Tema “Metodologi Penafsiran Kontemporer; AlQur’an dalam Problematika Kemanusiaan” Seminar Nasional PIK SAHAJASA dengan Tema “LGBT dalam Perspektif Psikologi dan Kesehatan” Kuliah Umum Fakultas Syariah IAIN Salatiga dengan Tema “Gerakan Revivalis Islam Modern dan Perkembangan Hukum di Indonesia”
Fakultas Syariah Peserta IAIN Salatiga
2
23
02 Juni 2016
Seminar Nasional dengan Tema “Analisis Metode Imsakiyah yang berkembang di Indonesia” Seminar Nasional Budaya Indonesia dengan tema “ Indoneisa Budaya ku, Indonesia bahasaku”
DEMA Fakultas Peserta Syariah
6
24
02 Juni 2016
HMJ PGMI Peserta IAIN Salatiga
6
25
06 September Seminar Nasional SEMA 2016 Sinau Politik Salatiga Mengembangkan Kader Politik yang Profesional.
IAIN Peserta
6
Surat Keputusan No 1 Surat Keputusan Ketua Jurusan Syari’ah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga No: Sti.24/JS.0/PP.009/0352/2014 Tentang Susunan Pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Syari’ah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga Periode 2014 Sebagai Divisi Pemberdayaan Perempuan dan Kesetaraan Gender.
Nilai 4
Jumlah Nilai Keseluruhan = 102 Salatiga, 20 September 2016 a.n Dekan Wakil Dekan Jurusan Syar’iah
Dr. Illya Muhsin, S.HI, M.Si NIP 19790930 200312 1001
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Lina Puji Lestari
NIM
: 211-12-020
Tempat, tanggal Lahir
: Semarang, 09 MEI 1994
Alamat
: Karang Sari, RT 04, RW 06, Kelurahan Sumurrejo. Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang, Kode Pos 50226
Nama Ayah
: Sumarno
Nama Ibu
: Jumarti
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD Negeri Sumur Gunung 01, Lulus tahun 2006 SMP Negeri 24 Kota Semarang, Lulus tahun 2009 SMK Bina Nusantara Ungaran, Lulus tahun 2012 S1- IAIN SALATIGA