TESIS
PENURUNAN KADAR RHODAMIN B DALAM AIR LIMBAH DENGAN BIOFILTRASI SISTEM TANAMAN
KOMANG YOGI PURNAMAWATI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
TESIS
PENURUNAN KADAR RHODAMIN B DALAM AIR LIMBAH DENGAN BIOFILTRASI SISTEM TANAMAN
KOMANG YOGI PURNAMAWATI NIM 1391261025
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
PENURUNAN KADAR RHODAMIN B DALAM AIR LIMBAH DENGAN BIOFILTRASI SISTEM TANAMAN
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Udayana
KOMANG YOGI PURNAMAWATI NIM 1391261025
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 24 JUNI 2015
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS. NIP. 19670303 199403 1 002
Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika,MS. NIP.19600318 198503 1 001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS. NIP. 19670303 199403 1 002
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K). NIP. 19590215 198510 2 001
Tesis ini telah diuji pada Tanggal 12 Juni 2015
Panitia penguji tesis berdasarkan SK rektor Universitas Udayana, No: 1710/UN.14.4/HK/2015, Tanggal 4 Juni 2015
Ketua : Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS. Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika,MS. 2. Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS. 3. Dra. Iryanti Eka Suprihatin, M.Sc, PhD.
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Komang Yogi Purnamawati
NIM
: 1391261025
Program Studi : Magister Ilmu Lingkungan Judul Tesis
: Penurunan Kadar Rhodamin B Dalam Air Limbah Dengan Biofiltrasi Sistem Tanaman
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat: Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, Juni 2015 Hormat Saya,
Komang Yogi Purnamawati
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan atas Asung Kertha Wara Nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Penurunan Kadar Rhodamin B Dalam Air Limbah Dengan Biofiltrasi Sistem Tanaman“. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS selaku pembimbing I dan Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika,MS selaku pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyelesaian penulisan tesis ini. Ucapan yang sama juga tujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan pada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh dosen dan staf Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana, penguji tesis Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS. dan Dra. Iryanti Eka Suprihatin, M.Sc, PhD. yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan
vi
koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia Kementrian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan yang telah memberikan bantuan finansial dalam bentuk Beasiswa Unggulan sehingga meringankan beban penulis dalam menyelesaikan studi ini. Ucapan terima kasih yang tulus kepada orang tua, Ayah dan Ibu serta keluarga, sahabat penulis, keluarga besar SMP Dirga Yusa Ungasan, seluruh teman-teman angkatan 2013 Program Studi Magister Ilmu Lingkungan atas motivasi, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan selama ini. Semoga Ida Sang Hyang Widi Wasa selalau melimpahkan rahmat dan karunianya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang konstruktif guna perbaikan dan penyempurnaan tesis ini. Penulis berharap semoga tesis ini dapat manfaat bagi pembaca dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya. Atas perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih.
Denpasar, Juni 2015
Penulis
vii
ABSTRACT THE DECREASE OF RHODAMINE B IN WASTEWATER USING BIOFILTRATION SYSTEM VEGETATION The textile industry is growing rapidly and as the result it’s producing waste that can harm the environment. One of which is rhodamine B. The aim of this study determined effectiveness and capacity of Biofiltration System Vegetation in reducing concentrate of rhodamine-B, total dissolved solid (TDS), total suspended solid (TSS) and the pH stabilization in wastewater. This study contains two processes. The first process, a sample preparation. The last process is a determination of time effectiveness and capacity of Biofiltration System Vegetation in reducing rhodamine B, TSS, TDS and the pH stabilization by soaking for 0, 6, 12, 18, 24, 30, 36, 42 and 48 hours. The result showed that biofiltration effectiveness in reducing rhodamine B, TDS and TSS concetrate were 51,70%; 47,60%; 50,44% while the pH obtained at 30 hours treatment time with pH value is 7,5. Capacity of biofiltration system vegetation with volume 0,06 m3 can reduced rhodamine B, TDS and TSS by 0,2256 ppm; 278,0237 ppm and 9,4978 ppm respectively, while the optimum detention time of wastewater in the biosystem for reducing rhodamine B was 30 hours and for TSS and TDS was 36 hours. It can be concluded that biofiltration system vegetation was able to reduce rhodamine B, TDS, TSS and pH of wastewater. in the further research needs an additional microbial, use of rhodamine B sample with a neutral pH before it is processed and spread of rhodamine B in plants, natural materials, and microbial.
Key words: biofiltration system vegetation, rhodamine B, effectiveness, capacity
viii
ABSTRAK PENURUNAN KADAR RHODAMIN B DALAM AIR LIMBAH DENGAN BIOFILTRASI SISTEM TANAMAN Industri tekstil yang semakin berkembang pesat tidak hanya menghasilkan produk jasa tetapi juga limbah yang mencemari perairan. Salah satunya adalah limbah Rhodamin B. Pemanfaatan teknik biofiltrasi sistem tanaman pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dan kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dalam menurunkan kadar rhodamin B, Padatan Terlarut Total, Padatan Tersuspensi Total dan stabilisasi pH pada air limbah. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan penelitian. Tahap pertama, penyiapan sampel. Tahap kedua adalah penentuan waktu efektif dan kapasitas biosistem sistem terhadap penurunan rhodamin B, TDS, TSS dan stabilitas pH dalam air dengan merendamnya selama 0, 6, 12, 18, 24, 30, 36, 42, dan 48 jam. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa tingkat efektivitas biofiltrasi sistem tanaman dalam menurunkan kadar rhodamin B, TDS, dan TSS adalah 51,07%; 47,60% ; 50,44%. Sedangkan kestabilan pH diperoleh pada waktu perlakuan ke 30 jam dengan nilai pH sebesar 7,5. Kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dengan volume 0,06 m3, menurunkan kadar rhodamin B, TDS, TSS sebesar 0,2256 ppm; 278,0237 ppm dan 9,4978 ppm dengan waktu optimum penurunan rhodamin B ke 30 jam dan untuk TDS dan TSS pada waktu ke 36 jam. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa teknik biofiltrasi sistem tanaman mampu menurunkan kadar rhodamin B, TDS, TSS dan pH pada air limbah. Pada penelitian selanjutnya perlu penambahan jumlah mikroba, penggunaan limbah rhodamin B dengan pH netral sebelum diolah dan penyebaran rhodamin B pada tanaman, material alam, dan mikroba. Kata kunci : biofiltrasi sistem tanaman, rhodamin b, efektivitas, kapasitas
ix
RINGKASAN PENURUNAN KADAR RHODAMIN B DALAM AIR LIMBAH DENGAN BIOFILTRASI SISTEM TANAMAN Rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal, mengandung gugus amino yang bersifat basa dan inti benzen. Zat warna rhodamin B banyak digunakan oleh industri tekstil. Salah satu alternatif penanganan limbah adalah dengan teknik biofiltrasi. Teknik ini memanfaatkan kemampuan aktifitas mikroba mendegradasi/ mengeliminasi senyawa polutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas serta kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dalam menurunkan kadar rhodamin B, Padatan Terlarut Total atau Total Dissolved Solid (TDS), Padatan Tersuspensi Total atau Total Suspended Solid (TSS) dan derajat keasaman (pH). Tahapan penelitian meliputi, tahap pertama menumbuhkan koloni mikroorganisme pada sistem media tersuspensi sampai fase puncak pertumbuhan mikroorganismenya, menyiapkan tanaman pada petak penyerap (ekosistem lahan basah). Tahap berikut adalah perlakuan dengan menentukan waktu efektif biofiltrasi sistem tanaman dan kinerja sistem terhadap penurunan rhodamin B dalam air. Dalam bak tersebut larutan /air limbah diperlakukan dengan merendamnya selama 0, 6, 12, 18, 24, 30, 36, 42, dan 48 jam. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif kuantitatif berupa angka efektivitas dan kapasitas biofiltrasi sistem tanaman serta analisis regresi untuk melihat kurva penurunan konsentrasi rhodamin B terhadap lama waktu perendaman. Biofiltrasi sistem tanaman menyebabkan terjadinya penurunan rhodamin B. Waktu efektif penurunan diperoleh pada 30 jam pada sampel air limbah dengan persentase penurunan sebesar 51,07%. Penurunan kadar rhodamin B pada saat pengolahan disebabkan adanya beberapa proses yang terjadi pada biosistem tersebut. Adanya aktivitas mikroba yang ditambahkan, penyerapan oleh material alam (pasir dan koral), serta penyerapan oleh tanaman Ipomea crassicaulis. Aktivitas mikroba pendegradasi zat warna menyebabkan penurunan pada kadar rhodamin b melalui proses biodegradasi. Proses pengolahan fisika secara adsorpsi dilakukan oleh pasir dan koral, karena pasir dan koral memiliki kandungan silika. Penyerapan rhodamin B oleh tanaman Ipomea crassicaulis dengan aktivitas mikroba yang berada di sekitar akar melalui proses rhizodegradasi. Penurunan kadar TDS terlihat pada waktu perlakuan ke 36 jam dengan persentase penurunan sebesar 47,60%. Penurunan kadar TDS pada biofiltrasi sistem tanaman terjadi akibat adanya bakteri dalam air limbah menyebabkan bahan organik diubah menjadi senyawa/molekul yang lebih kecil. Peranan tanaman dalam menurunkan kadar TDS yaitu adalah proses penyerapan unsur hara oleh akar tanaman, pembusukan akar, distribusi debu dari udara ke dalam limbah. Efektivitas terbesar pada penurunan TSS terjadi pada waktu perlakuan ke 36 jam dengan persentase sebesar 50,44 %. Penurunan kadar TSS dapat disebabkan karena ketersediaan nutrien sebagai bahan makanan bagi bekteri, sehingga aktifitas metabolisme bakteri pun meningkat dan proses degradasi bisa berjalan maksimal. Selain
x
bakteri, penurunan TSS melalui fitoremediasi dapat terjadi karena padatan tersuspensi yang berupa bahan organik digunakan oleh tumbuhan. Penurunan dan kestabilan nilai pH didapatkan pada waktu perlakuan ke 30 jam dengan nilai 7,5. Penurunan nilai pH disebabkan karena perubahan pH menunjukkan terjadinya proses biodegradasi bahan organik. Kapasitas pengolahan rhodamin B sebesar 0,2256 ppm/m3jam. Jadi selama waktu tinggal air limbah 30 jam, 0,06 m3 bak pengolahan mampu menurunkan nilai rhodamin B sebanyak 0,2256 ppm. Kapasitas penurunan TDS 278,0237 ppm/m3jam, dan kapasitas penurunan TSS 9,4978 ppm/m3jam. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa biofiltrasi sistem tanaman mampu menurunkan kadar rhodamin B, TDS, TSS dan pH. Untuk penelitian selanjutnya perlu penambahan jumlah mikroba, menggunakan limbah rhodamin B dengan pH netral sebelum diolah, dan penyebaran rhodamin B pada tanaman, material alam dan mikroba
xi
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM ................................................................................... i PRASYARAT GELAR ............................................................................ ii LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ....................................................... iv PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ...................................................... v UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... vi ABSTRAK DAN RINGKASAN ............................................................. viii DAFTAR ISI ............................................................................................. xii DAFTAR TABEL .................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xvi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xvii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah ................................................................... 4 1.3. Tujuan Penelitian..................................................................... 4 1.4. Manfaat Penelitian................................................................... 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Cair Tekstil ................................................................ 6 2.2. Pengolahan Limbah Cair Tekstil ............................................. 9 2.3. Rhodamin B............................................................................. 12 2.4. Biofiltrasi ................................................................................. 14 2.5. Rhizodegradasi ........................................................................ 16 2.6. Ipomea crassicaulis ................................................................. 17 2.7. Peranan Mikroorganisme Dalam Pengolahan Biologis .......... 20 2.8. Parameter Kualitas Air ............................................................ 21 2.8.1. Total Dissolved Solid (TDS) ......................................... 21 2.8.2. Total Suspended Solid (TSS) ........................................ 22 2.8.3. pH (Derajat Keasaman) ................................................. 24 BAB III. KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka berpikir .................................................................... 26 xii
3.2. Konsep penelitian .................................................................... 28 3.3. Hipotesis penelitian ................................................................. 29 BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Percobaan ............................................................... 30 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 30 4.3. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ 31 4.4. Penentuan Sumber Data............................................................ 31 4.5. Variabel Penelitian ................................................................... 31 4.6. Bahan Percobaan ...................................................................... 32 4.7. Instrumen Penelitian ................................................................. 32 4.8. Prosedur Penelitian ................................................................... 32 4.8.1. Penyiapan sampel ........................................................... 32 4.8.2. Penyiapan mikroba yang akan ditambahkan pada biosistem ........................................................................ 33 4.8.3. Pembuatan Air Limbah dengan Kandungan Rhodamin B 5 mg/L ........................................................................... 34 4.8.4. Penentuan kemampuan biosistem menurunkan kadar .. rhodamin B .................................................................... 35 4.8.5. Penentuan efektivitas biosistem .................................... 36 4.8.6. Penentuan kapasistas biosistem..................................... 36 4.8.7. Penentuan padatan terlarut tersuspensi ......................... 37 4.8.8. Penentuan padatan terlarut total .................................... 38 4.8.9. Pengukuran pH .............................................................. 39 4.9. Analisis Data............................................................................. 39 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pembibitan Sedimen ................................................................... 40 5.2. Kemampuan Biofiltrasi Sistem Tanaman ................................... 41 5.2.1. Efektivitas Biofiltrasi Sistem Tanaman ............................ 42 5.2.2.1. Efektivitas penurunan nilai rhodamin b ................. 42 5.2.1.2. Efektivitas penurunan nilai TDS (total dissolved solid) ............................................ 48 5.2.1.3. Efektivitas penurunan nilai TSS
xiii
(total suspended solid) .......................................... 51 5.2.1.4. Penurunan pH ......................................................... 53 5.2.2. Kapasitas Biofiltrasi Sistem Tanaman.............................. 55 BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan ..................................................................................... 58 6.2. Saran ........................................................................................... 58 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 59
xiv
DAFTAR TABEL Tabel
Judul
Halaman
2.1. Karakteristik dan baku mutu limbah cair industri tekstil ........ 9 2.2. Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan ................. 25 5.1. Jumlah koloni mikroba saat pembibitan ................................. 41 5.1. Hasil pengukuran karakteristik awal limbah rhodamin B ........ 42 5.3. Kadar rhodamin B pada berbagai waktu berbeda .................... 43 5.4. Kadar TDS pada berbagai waktu berbeda ................................ 48 5.5. Kadar TSS pada berbagai waktu berbeda................................. 51 5.6. pH saat pengolahan pada waktu berbeda ................................. 53 5.7.Kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dari berbagai parameter .. 56
xv
DAFTAR GAMBAR Gambar
Judul
Halaman
2.1. Proses pencelupan kain ........................................................... 8 2.2. Reaksi pembentukan rhodamin B ........................................... 13 2.3. Proses rhizodegradasi .............................................................. 17 2.4. Ipomea crassicaulis ................................................................. 19 3.1. Kerangka konsep ..................................................................... 28 4.1. Susunan media dalam bak pengolahan biosistem tanaman..... 35 5.1.Penurunan Kadar Rhodamin B Pada Selang Waktu Perlakuan ..................................................................... 44 5.2.Grafik penurunan kadar TDS pada selang waktu berbeda ......
49
5.3.Grafik penurunan kadar TSS pada selang waktu berbeda ........ 52 5.4.Grafik penurunan pH pada selang waktu berbeda.................... 54
xvi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
1. Data Uji Pendahuluan Pembibitan Mikroba Sedimen Air Limbah Pencelupan ................................................................................ 64 2. Isolat dan Karakter Bakteri dari Rhizodegradasi Limbah Artificial Rhodamin B ............................................................................ 67 3. Analisis Data ........................................................................................... 69 4. Foto-foto penelitian ................................................................................. 72
xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal bewarna kehijauan, bewarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi dan bewarna merah terang pada konsentrasi rendah. Senyawa ini mengandung gugus amino yang bersifat basa dan memiliki inti benzen. Rhodamin B termasuk senyawa yang sulit didegradasi oleh mikroorganisme secara alami. Zat warna rhodamin B banyak digunakan oleh industri tekstil. Masuknya zat warna rhodamin B dalam perairan merupakan permasalahan lingkungan yang serius. Zat warna akan mempengaruhi pH air lingkungan yang menyebabkan terganggunya mikroorganisme dan hewan air (Laksono, 2009). Masuknya molekul rhodamin B dalam tubuh manusia dapat menimbulkan masalah serius karena dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan dan kanker hati (Trestiati, 2003). Perkembangan dunia perindustrian di Indonesia terutama industri tekstil di Indonesia
semakin
meningkat.
Dari
data
yang diperoleh
Kementerian
Perindustrian Republik Indonesia, usaha tekstil pada tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 7,51% (Kemenperin, 2011). Industri tekstil di Bali adalah salah satu sektor non migas yang menyumbang devisa terbesar. Pemerintah Kota Denpasar secara berkelanjutan meningkatkan produk ekspor salah satunya adalah pakaian jadi/industri garmen, di mana perkembangan dunia industri tekstil dan produk tekstil mengalami perkembangan yang pesat. Akibat dukungan
1
2
perkembangan teknologi yang memungkinkan pembuatan produk dengan biaya rendah serta mutu yang tinggi, maka konsekuensi persaingannya adalah untuk meningkatkan perekonomian yang berdampak pada meningkatnya permintaan. Menurut penelitian Sari (2013) jumlah perusahaan garmen di Kota Denpasar 157 buah dan yang tergabung dalam e-commerce sebanyak 44 buah. Ironisnya berkembangnya industri tekstil tidak sebanding dengan pengelohan limbah yang dihasilkan. Sangat jarang yang memperhatikan dan mengolah dihasilkan
sebelum
dibuang ke
lingkungan.
Kegiatan
limbah yang
pewarnaan
kain
(pencelupan) sangat banyak menggunakan air dan sebagian besar kemudian menjadi air limbah berwarna. Limbah tersebut telah mencemari dan banyak merubah fungsi ekosistem perairan yang menerima beban limbahnya. Pelepasan limbah ke lingkungan, dapat merusak ekosistem tanah, mencemari air tanah, meracuni dan terakumulasi dalam biota serta mengancam kesehatan manusia. Untuk mencegah timbulnya pencemaran lingkungan dan bahaya terhadap kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya, limbah bahan berbahaya dan beracun harus dikelola secara khusus agar dapat dihilangkan atau dikurangi sifat bahayanya. Salah satu alternatif penanganan limbah adalah dengan teknik biofiltrasi. Teknik
ini
memanfaatkan kemampuan
aktifitas mikroba mendegradasi/
mengeliminasi senyawa polutan. Biofiltrasi merupakan suatu reaktor biologis film-tetap (fixed-film) menggunakan kerikil, plastik atau bahan padat lainnya dimana limbah cair dilewatkan. Adanya bahan isian padat menyebabkan mikroorganisme yang terlibat tumbuh dan melekat atau membentuk lapisan tipis
3
(biofilm) pada permukaan media tersebut (MetCalf dan Eddy, 1991). Biofiltrasi berupa filter dari medium padat tersebut diharapkan dapat melakukan proses pengolahan atau penyisihan bahan organik terlarut dan tersuspensi dalam limbah cair. Untuk memberikan alternatif pengolahan limbah pencelupan kain yang higenis, unit pengolahan filtrasi berlapis dari pasir dan bebatuan yang dipadukan dengan penyerapan tanaman maupun perombakan mikroba pada risosfir akar akan memberikan hasil efektif bagi pemanfaatan kembali air limbah. Sistem yang memadukan filtrasi secara fisik serta perombakan mikroba bahan organik penyusun warna dan detergen, diterapkan untuk mengolah limbah. Aplikasi metode biofiltasi telah banyak dilaporkan khususnya dalam pengolahan limbah cair, seperti limbah cair industri tahu (Husin, 2008), limbah pabrik alkohol (Suwarno, 2003). Menurut Rittmann dan McCarty (2001), biofiltrasi juga dapat diaplikasikan dalam pengolahan limbah cair bahan-bahan kimia, domestik, bahan
makanan, soft drink, landfill leachate dan industri
farmasi. Pertimbangan digunakannya proses biofiltrasi ini disebabkan proses biofiltrasi memiliki beberapa kelebihan diantaranya sangat efektif, biaya pembuatan kolam biofiltrasi relatif murah, tanaman untuk biofiltrasi cepat tumbuh dan mudah dipelihara, serta tidak membutuhkan operator yang memiliki keahlian khusus (Ulfin, 2001). Hasil penelitian Suyasa dan Dwijani (2007) menyatakan bahwa, pengolahan limbah dengan biosistem menggunakan saringan pasirtanaman mampu menurunkan nilai BOD sebesar 93,63% dan COD sebesar 56,50% pada limbah pencelupan.
4
Adopsi dari beberapa hasil penelitian tersebut tentunya dapat dicobakan untuk menurunkan kadar rhodamin B yang biasanya terdapat pada limbah tekstil, dengan memperhatikan beberapa variabel yaitu nilai Padatan Terlarut Total atau Total Dissolved Solid (TDS), Padatan Tersuspensi Total atau Total Suspended Solid (TSS) dan derajat keasaman (pH). Sehingga dapat diketahui bagaimana efektivitas serta kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dalam menurunkan kadar rhodamin b dalam air limbah. Dari kombinasi sistem yang dirancang secara ekonomis dengan menggunakan bahan-bahan sederhana dengan teknologi yang aplikatif diharapkan sistem tersebut dapat diterapkan dengan mudah sehingga lingkungan dan pencemaran lingkungan dapat dihindari.
1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan : 1. Bagaimana efektivitas biofiltrasi sistem tanaman dalam menurunkan kadar rhodamin B, Total Dissolved Solid (TDS), Total Suspended Solid (TSS) dan derajat keasaman (pH) pada air limbah? 2. Berapa kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dalam menurunkan kadar rhodamin B, Total Dissolved Solid (TDS), dan Total Suspended Solid (TSS) pada air limbah?
5
1.3.Tujuan Penelitian 1. Untuk
menentukan
efektivitas
biofiltrasi
sistem
tanaman
dalam
menurunkan kadar rhodamin B, Total Dissolved Solid (TDS), Total Suspended Solid (TSS) dan derajat keasaman (pH) pada air limbah. 2. Untuk
menentukan
kapasitas
biofiltrasi
sistem
tanaman
dalam
menurunkan kadar rhodamin B, Total Dissolved Solid (TDS), dan Total Suspended Solid (TSS) pada air limbah.
1.4.Manfaat Penelitian 1. Manfaat ilmiah yaitu bahwa hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan ilmu pengetahuan dalam pengembangan biofiltrasi sebagai metode pengolahan limbah cair secara biologi dengan segala modifikasinya. 2. Manfaat praktis yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat bagi pengusaha industri tektil sehingga memungkinkan penerapannya untuk mengurangi limbah rhodamin B yang mencemari perairan.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Cair Tekstil Setiap aktivitas yang dijalankan selalu menghasilkan limbah, yang berupa padat, cair ataupun gas. Limbah cair adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat, terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir 0,1%-nya berupa benda benda padat yang terdiri dari zat organik dan anorganik. Limbah cair yang dihasilkan oleh proses-proses pabrik dan industri yang mempergunakan air dalam jumlah sedang sampai banyak disebut “sampah industri”. Istilah sampah industri pada umumnya terbatas pada sampel cair yang karena alasan warna, isinya yang padat, kandungan anorganik atau organik, kadar garam, keasaman dan sifat-sifat khas mereka yang dapat menimbulkan masalah pencemaran air (Mahida, 1984). Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 Pasal 1 ayat (11) tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Adapun klasifikasi mutu air menurut PP Nomor 82 tahun 2001 Pasal 8 ayat (1) ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas, yaitu
8
a. Kelas satu, air yang dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut b. Kelas dua, air yang dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman
dan
atau
peruntukan
lain
yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. c. Kelas tiga, air yang dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. d. Kelas empat, air yang dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Kandungan zat-zat pencemar dalam limbah tekstil tergantung pada proses yang dilakukan yaitu proses pemintalan benang, penenunan dan pencelupan. Pemintalan benang adalah proses pembuatan benang dari serat kapas, serat poliester atau bahan lainnya. Penenunan adalah penyusunan benang menjadi kain. Kain hasil penenunan selanjutnya mengalami proses pencelupan untuk meningkatkan nilai komersial kain. Proses pencelupan kain pada dasarnya meliputi penghilangan kanji (desizing), pelepasan wax (scouring), pengelantangan (bleaching), mercerising
9
dan pencelupan (dyeing). Secara garis besar tahapan dalam produksi tekstil disajikan pada Gambar 2.1 Kain Air, Asam, dan enzim Desizing NaOH/Na2CO3
Bahan organik Scouring
NaOCl/CaOCl2
pH tinggi, deterjen Bleaching Bahan organik
NaOH
Mercerizing Zat Warna
pH tinggi Dyeing
Silikon dan fungisida
Zat warna, bahan organik, dan panas Proses akhir Bahan organik Kain Jadi
Gambar 2.1 Proses Pencelupan Kain (Rahmacandran, 2010) Desizing merupakan penghilangan sisa-sisa bahan seperti pati dan polivinil alkohol. Proses desizing dapat menggunakan asam atau enzim. Scouring merupakan penghilangan pengotor-pengotor alami yang terdapat pada kain
10
melalui proses saponifikasi pada pH tinggi. Sabun atau detergen ditambahkan selama proses scouring untuk mengendapkan kalsium, magnesium maupun besi yang terdapat pada kain. Bleaching merupakan penghilangan zat warna alami pada kain yang tidak diinginkan. Mercerising adalah pengolahan kain menggunakan larutan alkali pekat yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan serat mengikat zat warna dan penampakan kain yang lembut (Sunarto, 2008). Karakteristik limbah cair yang dihasilkan industri tekstil sangat erat hubungannya dengan bahan-bahan yang digunakan dalam tahapan proses pembuatan tekstil. Karakteristik dan baku mutu limbah cair industri tekstil disajikan seperti pada Tabel 2.1. di bawah ini. Tabel 2.1. Karakteristik dan Baku Mutu Limbah Cair Industri Tekstil
Parameter
Satuan
Biological oxygen mg/L demand (BOD) Chemical oxygen mg/L demand (COD) Total suspended solid mg/L (TSS) pH Warna Pt-Co (Sumber : KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995)
Kadar Maksimum Menurut KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995 60,0 150,0 50,0 6,0-9,0 -
2.2. Pengolahan Limbah Cair Tekstil Pengolahan limbah cair dilakukan untuk mengurangi zat pencemar, seperti zat organik, senyawa mengandung nitrogen, padatan tersuspensi/terendapkan,
11
senyawa garam dan lain-lain. Kebayakan zat pencemar tersebut terutama zat organik, merupakan zat penyerap oksigen, sehingga mengurangi kadar oksigen terlarut di dalam air dan mengganggu kehidupan biota air. Hasil limbah cair dari penyempurnaan kapas biasanya langsung diproses secara biologi, karena proses kimia secara koagulasi dan flokulasi membutuhkan banyak koagulan untuk menghilangkan BOD yang tinggi. Limbah zat warna biasanya tidak dapat hilang pada proses biologi, maka perlu dilakukan proses koagulasi kimia atau absorpsi dengan karbon aktif. Untuk mencapai hasil yang baik secara ekonomis perlu dilakukan hal-hal berikut : a.
Perlu dilakukan pemisahan untuk limbah pencelupan yang mengandung garam-garam krom atau tembaga yang digunakan untuk tahan luntur pada zat warna. Selanjutnya diolah secara proses pengendapan garam-garam logam berat dan diberlakukan secara khusus sebagai limbah dari bahan beracun berbahaya (B3).
b.
Limbah pencelupan lainnya juga dipisahkan sebelum proses pembilasan, untuk diolah khusus secara koagulasi dan flokulasi, baru kemudian dicampur dengan limbah lain untuk di proses secara biologi atau secara proses penyerapan oleh karbon aktif.
c.
Perlu dilakukan pengkondisian terhadap limbah cair sebelum pengolahan secara biologi antara lain suhu yang sesuai dengan suhu pembiakan mikroorganisme (sekitar 35ºC), pH antara 6,5 – 9,5 (Malik, 2005). Pengolahan limbah tekstil dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan
biologi. Proses fisika yang digunakan dalam pengolahan limbah adalah proses
12
penyaringan dan adsorpsi. Penyaringan merupakan proses pemisahan padat-cair melalui suatu alat penyaring, sedangkan proses adsorpsi dilakukan dengan penambahan adsorben seperti zeolit, karbon aktif, serbuk gergaji. Pengolahan limbah cair dengan cara adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran partikel, pH dan lama waktu kontak antara adsorben dengan bahan pencemar (Mattioli et al., 2002). Pengolahan limbah secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, dan zat organik beracun dengan menambahkan bahan kimia tertentu. Salah satu contoh pengolahan limbah secara kimia adalah koagulasi. Prinsip koagulasi adalah penambahan koagulan seperti MgSO4 atau Al2(SO4)3 pada limbah sehingga terjadi interaksi antara bahan pencemar dengan koagulan membentuk endapan (Said, 2009). Pengkajian biodegradasi zat warna tekstil secara biologi lebih banyak diarahkan dengan menggunakan bakteri dan jamur. Beberapa bakteri pada kondisi anaerob dilaporkan mampu untuk mendegradasi zat warna azo di antaranya Aeromonas sp., Pseudomonas sp., dan Flavobacterium sp. Sebaliknya, ada beberapa bakteri yang dilaporkan mampu mendegradasi zat warna azo pada kondisi aerob diantaranya adalah Plesiomonas sp. dan Vibrio sp. (Sastrawidana, 2009). Pada kondisi anaerob degradasi zat warna tekstil menggunakan bakteri lebih cepat dibandingkan dengan kondisi aerob, namun kelemahannya yaitu menghasilkan amina aromatik yang bersifat lebih toksik dibandingkan dengan zat warna azo itu sendiri. Hasil uji toksisitas menunjukkan degradasi limbah tekstil
13
pada kondisi anaerob lebih toksik dibandingkan dengan limbah awal (Sastrawidana, 2009).
2.3. Rhodamin B Rhodamin B merupakan zat warna yang digunakan pada industri tekstil dan kertas, sebagai pewarna kain, kosmetika, produk pembersih mulut, dan sabun. Nama lain rhodamin B adalah D and C Red no 19. Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine, dan Brilliant Pink (O’neil, 2006). Penggunaan rhodamin B dalam industri akan mengakibatkan senyawa tersebut banyak ditemukan dalam limbah cair hasil industri. Limbah cair hasil industri tanpa pengelolaan lebih lanjut kemudian dialirkan ke sungai-sungai yang akan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk keperluan sehari-hari. Hal ini akan memberikan dampak yang fatal terhadap kehidupan masyarakat terutama dalam bidang kesehatan. Rhodamin B merupakan hasil reaksi antara satu molekul Ptalat anhidrat atau suksinat anhidrat dengan dua molekul meta dietilaminofenol seperti reaksi pada Gambar 2.2 berikut
14
CO CO
O
Ptahalat anhidrat
atau
+ OH N(C2H5)2 m-dimetilaminophenol
COOH CH2
(C2H5)2N OH Suksinat anhidrat
N+(C2H2)
O
COOH
ClRhodamin B
Gambar 2.2 Reaksi pembentukan rhodamin B (Kusuma, 2006) Sifat-sifat fisik yang dimiliki oleh rhodamin B adalah sebagai berikut : Berat molekul
: 479 gr/mol
Rumus molekul
:C28H31N2O3Cl
Titik leleh
:165°C
Kelarutan
:sangat larut dalam air dan alkohol, sedikit larut dalam asam klorid dan natrium hidroksida
15
Nama kimia
:N-[9-(2-carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-3H-xanthen-3 ylidene]-N-ethylethanaminium chloride
Nama lain
:tetraethylrhodamine; D & C Red No. 19; rhodamine B chloride; C.I. Basic Violet 10; C.I. 45170
Bentuk
:kristal bewarna hijau atau serbuk ungu kemerahan Rhodamin B berikatan dengan klorin ( Cl ). Atom klorin merupakan
senyawa halogen yang berbahaya dan reaktif. Jika tertelan, maka senyawa ini akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara mengikat senyawa lain dalam tubuh, hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh.
Reaksi untuk
mengikat ion klorida disebut sebagai sintesis zat warna. Disini dapat digunakan Reaksi Frield- Crafts untuk mensintesis zat warna seperti triarilmetana dan xentana. Reaksi antara ftalat anhidrida dengan resorsinol dengan keberadaan seng klorida menghasilkan fluoresein. Apabila resorsinol diganti dengan N-Ndietilaminofenol, reaksi ini akan menghasilkan rhodamin B (Purnamasari, 2013).
2.4. Biofiltrasi Penanganan limbah cair perlu mendapatkan perhatian yang intensif oleh semua pihak. Penanganan limbah cair setidaknya dapat meminimalisasi kandungan zat-zat polutan terutama bahan organik yang berpotensi merusak lingkungan. Biofiltrasi merupakan salah satu proses pengolahan air limbah secara biologis yang pada prinsipnya melibatkan mikroba sebagai media penghancur bahan-bahan pencemar tertentu terutama senyawa organik (Muhamad, 2010).
16
Biofiltrasi memanfaatkan material hidup untuk menangkap dan secara biologis mendegradasi polutan didalamnya. Biofiltrasi air limbah domestik merupakan proses pengolahan yang unik dibandingkan dengan pengolahan biologis lainnya dimana mikroorganisme menempel pada media kontak dan air limbah dialirkan melewatinya untuk diolah. Teknologi biofiltrasi ini secara umum dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu (a) sistem konvensional dimana mikroorganisme menempel secara alami pada media kontak dan (b) penempelan mikroorganisme secara artifisial pada material polimer. Dalam sistem biofiltrasi modern, mikroorganisme ditempelkan pada media kontak atau diperangkap dalam suatu membran sehingga dapat lebih meningkatkan penyisihan BOD dan padatan tersuspensi
dibandingkan
dengan
teknologi
biofiltrasi
konvensional.
Lebih jauh lagi, penyisihan BOD dan padatan tersuspensi dalam air limbah dapat tercapai dengan baik apabila mekanisme dan parameter yang mempengaruhi kekuatan penempelan biofilm pada permukaan artifisial dapat diketahui dan dikontrol (Djonoputro et al, 2012). Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilter dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang telah diisi dengan media penyangga untuk pengembangbiakkan mikroorganisme dengan atau tanpa aerasi. Untuk proses anaerobik dilakukan tanpa pemberian udara atau oksigen. Biofiler yang baik adalah menggunakan prinsip biofiltrasi yang memiliki struktur menyerupai saringan dan tersusun dari tumpukan media penyangga yang disusun baik secara teratur maupun acak di dalam suatu biofilter. Adapun fungsi dari media penyangga yaitu sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya bakteri yang
17
akan melapisi permukaan media membentuk lapisan massa yang tipis (biofilm) (Herlambang, 2003). Biofiltrasi telah banyak digunakan dalam pengolahan limbah cair, seperti limbah cair industri tahu, dimana COD turun hingga 62% (Husin, 2008) , limbah pabrik alkohol (Suwarno et al, 2003) serta penelitian penelitian Suyasa dan Dwijani (2007) dimana sistem biofiltrasi mampu menurunkan nilai BOD sebesar 93,63% dan COD sebesar 56,50 % pada limbah pencelupan. Menurut Rittmann dan McCarty (2001), biofiltrasi juga dapat
diaplikasikan dalam pengolahan
limbah cair bahan-bahan kimia, domestik, bahan makanan, soft drink, landfill leachate dan industri farmasi. Selain limbah cair organik, metode biofiltrasi mampu menyerap logam berat Cr hingga 92% (Ulvin, 2005).
2.5. Rhizodegradasi Rhizodegradasi merupakan bagian dari proses fitoremediasi dengan pelepasan produk ke zona akar. Rhizodegradasi yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas mikroba (ragi, fungi atau bakteri) yang berada disekitar tumbuhan. Mikroba mengkonsumsi dan menguraikan atau mengubah bahan organik untuk dipergunakan sebagai bahan nutrient (Schnoor, 2005). Beberapa jenis mikroorganisme dapat menguraikan bahan organik seperti minyak atau larutan yang berbahaya bagi manusia dan mengubah bahan-bahan berbahaya tersebut menjadi bahan kurang berbahaya melalui proses degradasi. Senyawasenyawa alami yang dilepaskan oleh akar tumbuhan seperti zat gula, alkohol dan asam yang mengandung karbon organik berfungsi sebagai sumber nutrient bagi
18
mikrobia tanah dan penambahan nutrient akan memacu aktivitas mikrobia tersebut (Sudrajat, 2010).
Gambar 2.3 Proses rhizodegradasi (EPA, 2000) Mekanisme rhizodegradasi yaitu dengan cara tumbuhan mengeluarkan dan mentransportasikan oksigen dan air ke dalam tanah. Tumbuhan juga menstimulasi biodegradasi melalui mekanisme lain seperti penyetopan metabolisme lain dan mentransportasikan oksigen atmosfer ke dalam daerah akar. Polutan diuraikan oleh mikroba dalam tanah, yang diperkuat/sinergis oleh ragi, fungi, dan zat-zat keluaran akar tumbuhan (eksudat) yaitu gula, alcohol, asam. Eksudat itu merupakan makanan mikroba yang menguraikan polutan maupun biota tanah lainnya. Proses ini adalah tepat untuk dekontaminasi zat organik (EPA, 2000).
19
2.6. Ipomea crassicaulis Ipomoea crassicaulis lebih dikenal di daerah Jawa dengan nama kangkungan. Tumbuhan yang berasal dari Amerika Tengah ini, dulunya banyak ditanam sebagai tanaman hias, namun kini telah mengalami naturalisasi dan tumbuh di sembarang tempat (Lingga, 1992). Tumbuh di daerah yang lembab, khususnya daerah yang memiliki kadar air yang tinggi. Di pinggiran sungai, pinggir jalan dan di areal persawahan. Pertumbuhannya yang cepat kadang membuat orang menganggap bahwa tanaman ini adalah tanaman pengganggu (gulma) sehingga harus dimusnahkan. Habitat Ipomea crassicaulis berupa semak, tumbuh tegak atau condong, bergetah putih seperti air susu. Tinggi dapat mencapai lebih dari 2 m., tumbuh pada ketinggian sekitar 1-1000m dpl. Akar I.crassicaulis berkayu, kompak, ulet, bentuk kerucut, memanjang ke bawah, warna putih-coklat, panjang 0,15-1,0 m, diameter 1-2,5 cm. Batang I. crassicaulis berkayu, bulat, kompak, permukaan batang banyak lentisel, bergetah, tinggi batang 1,5-2,5 m, diameter 0,5-3 cm. Tangkai daun I. crassicaulis berongga, licin, panjang 5-7 cm, diameter 3-5 mm Helai daun I.crasssicaulis bentuk jantung, ujung runcing, pangkal berlekuk, pertulangandaun menyirip, permukaan licin, tepi rata,ukuran helai 5-20x4-14 cm (Suratman, 2000). Tanaman ini memiliki warna daun hijau, dengan daun berbentuk waru atau daun pada umumnya, bentuk bunga seperti trompet dengan warna bunga ungu. Ditunjukkan dalam Gambar 2.4
20
Gambar 2.4 Ipomea crassicaulis
Tanaman ini dapat diperbanyak dengan cara mengambil sebagian rumpunnya, salah satunya dengan cara stek batang. Varietas Ipomea lainnya yang banyak dikenal yaitu Ipomoea horsfalliae, I. alba, I. leari, I. melanotricha, I. setosa, I. nil. Taksonomi tumbuhan Ipomoea crassicaulis adalah sebagai berikut :
Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dycotiledone
Bangsa
: Convolvuales
Suku
: Convolvulaceae
Jenis
: Ipomea
Spesies
: Ipomoea crassicaulis
Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan pengolahan limbah dengan sistem biofiltrasi menggunakan tanaman Ipomea crassicaulis dapat menurunkan
21
COD 83,93%, nitrat 55,54% , pH 36,43% (Angraeni, 2014), BOD 83,30 %, TDS 87,02 % dan klorida 91,67 % (Sudyadnyana, 2012).
2.7. Peranan Mikroorganisme Dalam Pengolahan Biologis Dalam dibutuhkan
pengolahan karena
biologis
proses
tidak
keberadaan akan
mikroorganisme
berlangsung
tanpa
sangat
kehadiran
mikroorganisme pengurai. Bakteri, jamur, alga, protozoa, crustacea dan virus adalah mikroorganisme yang berperan penting dalam proses pengolahan air buangan. Diantara mikroorganisme yang memegang peranan terpenting adalah bakteri dan juga yang paling banyak digunakan dalam proses pengolahan air buangan, sehingga struktur sel mikroorganisme lainnya dapat disamakan dengan bakteri (Metcalf & Eddy, 1991). Untuk memperoleh hasil yang memuaskan dari suatu proses pengolahan air limbah secara biologis diperlukan desain sistem pengolahan yang efektif. Untuk mendapatkan desain yang efektif diperlukan faktor-faktor berikut : 1. Kebutuhan nutrisi mikroorganisme. 2. faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. 3. Metabolisme mikroorganisme Hubungan antara pertumbuhan mikroorganisme dan pemakaian substrat Berdasarkan temperatur untuk tumbuh dan berkembang
biak, maka
mikroorganisme dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu : 1. Mikroorganisme Psikofilik, yaitu mikroorganisme yang hidup dan tumbuh pada temperatur (10 – 30)ºC, dengan temperatur optimal (12 –18) ºC.
22
2. Mikroorganisme Mesofilik, yaitu mikroorganisme yang hidup dan tumbuh pada temperatur (20 – 50) ºC, dengan temperatur optimal (25 –40) ºC. 3. Mikroorganisme Thermofilik, yaitu mikroorganisme yang hidup dan tumbuh pada temperatur (35 – 75) ºC, dengan temperatur optimal (55 – 65) ºC . (Kusnadi, 2003). Menurut BPPT, mikroorganisme mengalami proses metabolisme yang terdiri dari katabolisme dan anabolisme. Proses anabolisme memerlukan energi (reaksi endergonik) dan terjadi pada proses sintesa mikroorganisme. Sedangkan proses katabolisme yang terjadi pada proses oksidasi dan respirasi merupakan reaksi eksergonik karena melepaskan energi. Proses transformasi substrat berlangsung dalam suatu kelompok protein yang berperan sangat penting dalam proses biologis, yaitu enzim yang bersifat katalis.
2.8. Parameter Kualitas Air 2.8.1. Total Dissolved Solid (TDS) TDS (Total Dissolved Solid) atau padatan terlarut total adalah bahan-bahan terlarut dalam air yang tidak tersaring dengan kertas saring Milipore dengan ukuran pori-pori 0,4µm (Bambang, 1996). Total padatan terlarut dapat pula merupakan konsentrasi jumlah ion kation (bermuatan positif) dan anion (bermuatan negatif) di dalam air. Analisa padatan terlarut total merupakan pengukuran kualitatif dari jumlah ion terlarut, tetapi tidak menjelaskan sifat atau hubungan ion. Selain itu, pengujian tidak memberikan wawasan dalam masalah kualitas air yang spesifik. Padatan terlarut total digunakan sebagai uji indikator
23
untuk menentukan kualitas umum dari air. Sumber padatan terlarut total dapat mencakup semua kation dan anion terlarut (Oram, B.,2010). Sumber utama untuk TDS dalam perairan adalah limpahan dari pertanian, limbah rumah tangga, dan industri. Unsur kimia yang paling umum adalah kalsium, fosfat, nitrat, natrium, kalium dan klorida. Banyak zat terlarut yang tidak diinginkan dalam air. Mineral, gas, zat organik yang terlarut mungkin menghasilkan warna, rasa dan bau yang secara estetis tidak menyenangkan. Beberapa zat kimia mungkin bersifat racun, dan beberapa zat organik terlarut bersifat karsinogen. Dua atau lebih zat terlarut khususnya zat terlarut dan anggota golongan halogen akan bergabung membentuk senyawa yang bersifat lebih dapat diterima daripada bentuk tunggalnya (Effendi, 2003). 2.8.2. Total Suspended Solid (TSS) TSS (Total Suspended Solid) atau padatan tersuspensi total adalah bahanbahan tersuspensi dan tidak terlarut dalam air. TSS dapat juga diartika residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. TSS menyebabkan kekeruhan pada air akibat padatan tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap (Bambang, 1996). Semakin tinggi padatan tersuspensi yang terkandung dalam suatu perairan maka perairan tersebut semakin keruh. Kekeruhan pada perairan yang tergenang (lentik) lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus, sedangkan pada sungai yang sedang banjir disebabkan karena adanya larutan tersuspensi yang terbawa arus air. TSS merupakan tempat
24
berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan (Tarigan dan Edward, 2003). TSS terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya (Nasution, 2008). Yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS umumnya dihilangkan dengan flokulasi dan penyaringan. Material tersuspensi mempunyai efek yang kurang baik terhadap kualitas badan air karena dapat menyebabkan menurunkan kejernihan air dan dapat mempengaruhi kemampuan ikan untuk melihat dan menangkap makanan serta menghalangi sinar matahari masuk ke dalam air. Endapan tersuspensi dapat juga menyumbat insang ikan, mencegah telur berkembang. Ketika suspended solid tenang di dasar badan air, dapat menyembunyikan telur dan terjadi pendangkalan pada badan air sehingga memerlukan pengerukan yang memerlukan biaya operasional tinggi. Kandungan TSS dalam badan air sering menunjukan konsentrasi yang lebih tinggi pada bakteri, nutrien, pestisida, logam didalam air (Margareth, 2009). Kandungan TSS yang tinggi dapat dipengaruhi oleh kadar besi (Fe), Mangan (Mn), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan zat-zat lain yang tersuspensi dalam air.
25
2.8.3. pH (Derajat Keasaman) Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa (Effendi, 2003). Secara alamiah, pH perairan dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida (CO2) dan senyawa bersifat asam. Semakin banyak CO2 yang dihasilkan dari hasil respirasi, reaksi secara bertahap melepaskan ion H+ yang menyebabkan pH air turun. Reaksi sebaliknya terjadi pada peristiwa fotosintesis yang membutuhkan CO2, sehingga menyebabkan pH air naik. Pada peristiwa fotosintesis, fitoplankton dan tanaman air lainnya akan mengambil CO2 dari air sehingga mengakibatkan pH air meningkat pada siang hari dan menurun pada waktu malam hari. Larutan asam bersifat korosif. pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amoniak yang dapat terionisasi banyak ditemukan di perairan dengan pH rendah. Biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH. Standar baku pH untuk kehidupan biota akuatik adalah sekitar 7-8.5. (Mackereth et al, 1989). Adanya karbonat, bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan. Limbah buangan industri dan rumah tangga dapat mempengaruhi nilai pH perairan (Mahida, 1993).
26
Karena pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan tumbuhan dan hewan akuatik, maka pH suatu perairan seringkali dipakai sebagai petunjuk baik atau buruknya perairan sebagai lingkungan hidup. Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan Nilai pH
Pengaruh Umum a. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit 6,0 – 6,5 menurun. b. Kelimpahan total, biomassa dan produktivitas tidak mengalami perubahan. a. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin tampak. 5,5 – 6,0 b. Kelimpahan total, biomassa dan produktivitas masih belum mengalami perubahan yang berarti. c. Alga hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral. a. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton dan bentos semakin besar. 5,0 – 5,5 b. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos. c. Alga hijau berfilamen semakin banyak. d. Proses nitrifikasi terhambat . a. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton dan bentos semakin besar. 4,5 – 5,0 b. Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos. c. Alga hijau berfilamen semakin banyak. d. Proses nitrifikasi terhambat. (Sumber : Effendi (2003))
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Berpikir Perkembangan dunia perindustrian di Indonesia terutama industri tekstil begitu pesat di Indonesia. Industri mempunyai pengaruh besar kepada lingkungan, karena mengubah sumber alam menjadi produk baru dan menghasilkan limbah produksi yang mencemari lingkungan. Limbah produksi bisa mencemarkan bahkan merusak lingkungan, baik untuk jangka waktu yang pendek maupun jangka waktu yang panjang. Industri tekstil mengeluarkan air limbah dengan BOD, COD, dan warna yang tinggi (Sunarto, 2008). Salah satu zat warna yang sering digunakan pada industri tekstil adalah zat warna Rhodamin b. Zat warna rhodamin b pada dasarnya adalah racun bagi tubuh manusia. Pencemaran akibat zat warna ke air lingkungan perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh agar tidak sampai masuk ke dalam tubuh manusia melalui air minum. Zat warna akan mempengaruhi
pH
air
lingkungan
yang
menyebabkan
terganggunya
mikroorganisme dan hewan air (Syukri, 2007).. Untuk mencegah timbulnya pencemaran lingkungan dan bahaya terhadap kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya, limbah bahan berbahaya dan beracun harus dikelola secara khusus agar dapat dihilangkan atau dikurangi sifat bahayanya. Salah satu alternatif penanganan limbah yang mudah dan efisien adalah dengan teknik biofiltrasi. Pada dasarnya prinsip biofiltrasi melibatkan mikroba sebagai media penghancur bahan-bahan pencemar tertentu terutama senyawa organik (Muhamad 2010). Pengembangan teknik biofiltrasi juga dapat
26
27
menggunakan unit pengolahan filtrasi berlapis dari pasir dan bebatuan yang dipadukan dengan penyerapan tanaman maupun perombakan mikroba pada risosfir akar (Suyasa dan dwijani, 2007) yang selanjutnya disebut dengan kolam biosistem. Penyerapan oleh akar atau rhizodegradasi menguraikan zat-zat kontaminan oleh aktivitas mikroba (ragi, fungi atau bakteri) yang berada disekitar tumbuhan. Mikroba mengkonsumsi dan menguraikan atau mengubah bahan organik untuk dipergunakan sebagai bahan nutrient (Schnoor, 2005). Diantara mikroba yang memegang peranan terpenting dan juga yang paling banyak digunakan dalam proses pengolahan air buangan adalah bakteri sehingga struktur sel mikroba lainnya dapat disamakan dengan bakteri (Metcalf & Eddy, 1991). Percobaan ini diawali dengan penyiapan tanaman sebagai media tanam yaitu Ipomea crassicaulis dan pembibitan bakteri yang diambil dari limbah pencelupan. Setelah itu dilanjutkan dengan melakukan pengolahan air limbah. Bak biosistem yang telah diisi pasir, koral, dan tanaman dialiri limbah buatan rhodamin B. Pengamatan yang dilakukan setiap selang waktu pengolahan adalah pengukuran pH, konsentrasi rhodamin B, TSS dan TDS. Perlakuan ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dan kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dalam menurunkan kadar rhodamin B.
28
3.2. Kerangka Konsep Kerangka konsep dituangkan pada Gambar 3.1
Tidak diolah dengan baik
Limbah industri tekstil
Pencemaran Zat warna rhodamin B Kesehatan manusia Teknik pengolahan limbah biofiltrasi
Modifikasi teknik biofiltrasi
Biofiltrasi sistem tanaman (biosistem)
Kadar rhodamin B
pH
Efektivitas dan kapasitas biosistem Gambar 3.1 Kerangka Konsep
TDS dan TSS
29
3.3. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang dapat diajukan pada penelitian ini adalah: Teknik Biofiltrasi dengan sistem tanaman efektif menurunkan kadar rhodamin b, TSS, TDS, dan pH pada limbah cair.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Percobaan Percobaan ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh penggunaan biofiltrasi sistem tanaman terhadap penurunan kadar Rhodamin B. Dalam percobaan ini akan dianalisis pengujian adaptasi sistem biologis (mikroorganisme dan tanaman) terhadap penurunan kadar rhodamin B dalam air. Dengan perlakukan dalam rentang waktu tertentu akan diukur perubahan kadar rhodamin B serta analisis perubahan nilai Total Dissolved Solid (TDS) dan Total Suspended Solid (TSS). Selain itu akan dihitung pula efektivitas dan kapasitas dari biofiltrasi sistem tanaman tersebut.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Lingkungan Jurusan Kimia FMIPA Unud, Laboratorium UPT Analitik Unud dan Laboratorium FMIPA Unud di Kampus Bukit Jimbaran. Lama penelitian sesuai dengan tahapan penelitian yang meliputi tahap pertama menumbuhkan koloni mikroorganisme pada sistem media tersuspensi sampai fase puncak pertumbuhan mikroorganismenya, menyiapkan tanaman pada petak penyerap (ekosistem lahan basah). Tahap berikut adalah perlakuan dengan menentukan waktu efektif perlakuan biofiltrasi sistem tanaman dan kinerja sistem
30
31
terhadap penurunan rhodamin B dalam air. Jadi penelitian keseluruhan termasuk persiapan membutuhkan waktu 4 bulan.
4.3. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan terhadap penentuan efektivitas dan kapasitas perubahan kadar Rhodamin B dalam rentang waktu tertentu serta penentuan Total Dissolved Solid (TDS) dan Total Suspended Solid (TSS). Kondisi tersebut akan diaplikasikan untuk proses pengolahan air limbah artificial dengan kadar rhodamin B 5 mg/L sehingga dapat menurunkan kadar rhodamin B tersebut.
4.4. Penentuan Sumber Data Sampel lumpur untuk pembibitan mikroba diambil dari limbah pencelupan yang berada di Desa Pemogan Denpasar melalui metode grab. Penentuan penurunan
kadar
rhodamin
B
diukur
di
laboratorium
menggunakan
spektrofotometer uv-vis. Air limbahnya sendiri menggunakan air limbah buatan (artificial) yang telah ditentukan kadar rhodamin B nya.
4.5. Variabel Penelitian Variabel yang dianalisis pada penelitian ini adalah perubahan kadar Rhodamin B, Total Dissolved Solid (TDS), Total Suspended Solid (TSS), dan pH. Keempat variabel tersebut diukur pada selang waktu tertentu pada saat proses pengolahan terjadi.
32
4.6. Bahan Percobaan Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sampel tanah sebagai sumber bibit yang akan diambil dari selokan disekitar limbah pencelupan yang berlokasi di Denpasar Selatan. Tanaman yang akan dibibit Ipomea crassicaulis serta media campuran pasir dan koral. Beberapa bahan kimia utama yaitu rhodamin B, glukosa (KH), K2HPO4, KH2PO4, (NH4)2[Fe(SO4)2].6H2O, MgSO4, FeSO4, ekstrak ragi, H2SO4 s, aquades dan kertas saring wathman.
4.7. Instrumen Penelitian Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain : peralatan gelas untuk pembibitan, kotak kaca untuk media tanaman, pipa dan saluran sampling. Pipet volume, pH meter, timbangan analitik, desikator, oven dan spektrofotometer uv vis.
4.8. Prosedur Penelitian 4.8.1. Penyiapan sampel 4.8.1.1 Sampling sedimen Sampling sedimen dilakukan melalui metode grab yaitu dilakukan sekali pada saat pengambilan contoh dengan mengambil bagian dari suatu material yang mengandung mineral secara acak. Sampling sedimen dilakukan di selokan disekitar pembuangan limbah pencelupan yang berlokasi di Denpasar Selatan. Sedimen tercemar yaitu sedimen selokan disekitar pembuangan limbah pencelupan diambil menggunakan serokan dengan kedalaman + 10 cm dari
33
permukaan dasar sebanyak + 100 gram. Masing- masing sedimen diambil dengan menentukan tiga titik, kemudian dicampur menjadi satu dengan asumsi dapat mewakili keseluruhan kawasan tempat pengambilan sampel dari masing-masing sumber tersebut. Kemudian diletakkan sementara pada satu kantong plastik klip dan disimpan pada cooler box. 4.8.1.2 Penyediaan tanaman pada Biofiltrasi Sistem Tanaman Tanaman yang digunakan adalah tanaman liar (Ipomoea crassicaulis), ditumbuhkan dengan cara stek batang. Bibit tanaman ini diperoleh dengan mengambil secara langsung pada habitatnya di daerah Denpasar Selatan. Bibit (batang) yang diperoleh kemudian ditanam di tanah yang dicampur pasir selama ± 2 bulan. Untuk konstruksi unit rhizoekosistem pada lahan basah berupa unit pengolahan terdiri dari sebuah tempat semaian ukuran 125 cm x 58 cm x 36 cm dan dilengkapi dengan tabung tempat pengambilan sampel. Bak perlakuan diisi dengan batu koral ukuran 5 cm setinggi 10 cm kemudian diatasnya diisi campuran pasir dan sedikit koral kecil berukuran 0,5cm setinggi 20 cm. Pada lapisan pasir ini akan ditanam tumbuhan, yang banyaknya disesuaikan dengan panjang dan lebar akar yang memungkinkan sebagian besar lapisan itu terisi oleh risosfir. Tanaman ini diadaptasikan selama 1 bulan dengan jarak tanam ±10-15 cm. 4.8.2. Penyiapan mikroba yang akan ditambahkan pada Biofiltrasi Sistem Tanaman 4.8.2.1 Pembuatan media cair Ditimbang dengan menggunakan timbangan merk OHAUS Galaxy 400 sebanyak 2 g glukosa (KH); 0,1 g K2HPO4; 0,1 g KH2PO4, 0,1 g
34
(NH4)2[Fe(SO4)2].6H2O; 0,02 g MgSO4; 0,02 g FeSO4, 0,02 g ekstrak ragi dan 2 mg rhodamin b,
kemudian dilarutkan dalam 2,0 liter akuades. Selanjutnya
campuran dikocok sampai semua campuran homogen kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 2L. Erlenmeyer ditutup dengan kapas dilapisi aluminium foil. Media disterilisasi dengan menggunakan autoklaf selama 15 menit dengan tekanan 15 p.s.i dan suhu 121oC. Perhitungan waktu 15 menit dimulai sejak termometer menunjukkan suhu 121oC. Setelah sterilisasi, media didiamkan pada suhu 37oC selama 5 menit dan selanjutnya media dapat disimpan dalam refrigerator sampai saat diperlukan. 4.8.2.2 Pembibitan sedimen Pembibitan adalah tahap pertumbuhan mikroba dari sedimen yang di sampling dari selokan tercemar limbah pencelupan. Dua gelas beker 1 L dengan kondisi bersih disiapkan, sebanyak 2 L media cair dimasukkan ke dalam gelas beker, kemudian pada gelas beker ditambahkan sedimen selokan tercemar limbah pencelupan sebanyak + 1 gram. Media kemudian diaerasi dengan menggunakan aerator yang diberi selang, yang diletakkan pada dasar gelas beker. Gelas beker ditutup dengan kain kasa dan diikat dengan gelang karet didiamkan selama 1 jam agar homogen. Setelah homogen aerator dimatikan dan digenangkan beberapa saat + 10-15 menit. 4.8.3. Pembuatan Air Limbah dengan Kadar Rhodamin B 5 mg/L Air limbah artificial dibuat dengan kadar rhodamin B sebesar 5 mg/L. Untuk membuat larutan dengan kadar rhodamin B 5 mg/L dilakukan dengan menimbang 5 mg rhodamin B secara teliti kemudian dilarutkan dalam aquadest.
35
Larutan dipindahkan secara kuantitatif ke labu ukur 1 L dan diencerkan dengan aquadest sampai tanda batas. Limbah artificial dibuat sebanyak 100 liter. 4.8.4.Penentuan kemampuan biofiltrasi sistem tanaman menurunkan kadar rhodamin b Larutan rhodamin b dialirkan ke dalam bak pengolahan biofiltrasi sistem tanaman. Dalam bak tersebut larutan /air limbah diperlakukan dengan merendamnya selama 0, 6, 12, 18, 24, 30, 36, 42, dan 48 jam. Kemudian sampel diambil dan dianalisis secara duplo (penetapan dua ulangan untuk satu contoh) untuk diukur kandungan rhodaminnya. Ditentukan perubahan
kandungan
rhodamin b dengan memplotnya dengan waktu perendaman. Digambarkan kurva dan ditentukan kisaran waktu efektif kerja sistem pengolahan. Kurva dibuat dengan ketentuan garis x menunjukkan waktu pengolahan (t) dan garis y menunjukkan kadar pencemar. Tanaman Ipomea crassicaulis Sampling port 5 cm Batu pasir (20 cm) c Koral (10 cm)
Gambar 4.1 Susunan media dalam bak pengolahan biofiltrasi sistem tanaman
36
Penetapan kadar rhodamin B dilakukan dengan spektrofotometri cahaya tampak pada panjang gelombang 400-800 nm. Sedangkan untuk menghitung kadar rhodamin B
dengan menggunakan kurva kalibrasi dengan persamaan
regresi : y = ax ± b. 4.8.5. Penentuan Efektivitas Biofiltrasi Sistem Tanaman Efektivitas pengolahan dari ekosistem buatan dihitung berdasarkan efektivitas proses yang terjadi, yakni penurunan persentase kadar rhodamin b pada saat proses pengolahan. Hasil pengolahan dikatakan cukup efektif apabila persentase efektivitas mencapai di bawah 50%, efektif di atas 50% dan sangat efektif apabila hasil diatas 80%. Penurunkan kadar limbah rhodamin B ditentukan berdasarkan persamaan berikut (Metcalf dan Eddy, 1991).:
% Efektivitas =
x 100%
..........................(1)
Keterangan : Ca = konsentrasi rhodamin B, TDS, TSS awal (mg/L) Ct = konsentrasi rhodamin B, TDS, TSS akhir (mg/L) (pada waktu tertentu) 4.8.6. Penentuan Kapasitas Biosistem Kapasitas pengolahan dari ekosistem buatan dalam menurunkan kadar limbah ditentukan berdasarkan persamaan berikut (Parasara, 2015): Kapasitas =
..........................(2)
Keterangan : Ca = konsentrasi rhodamin B, TDS, TSS awal (mg/L) Ct = konsentrasi rhodamin B, TDS, TSS akhir (mg/L) (dengan waktu tinggal yang paling efektif) V = volume ekosistem buatan (m3)
37
tR = waktu tinggal ( jam) 4.8.7. Penentuan padatan tersuspensi total (TSS) a. Penimbangan Kertas Saring Kosong. Kertas saring diletakkan pada alat penyaring dan dibilas tiga kali dengan akuades masing-masing sebanyak 20 mL. Alat pengisap dinyalakan untuk menghisap air yang terdapat pada kertas saring. Kertas saring Whatman 42 dengan ukuran pori 0,45 µm diambil dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 103-105˚C selama 1 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. b. Penyaringan contoh. Contoh homogen sebanyak 50,0 mL disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah diketahui bobot konstannya pada cawan Gooch yang dilengkapi dengan alat pengisap. Kemudian kertas saring dibilas tiga kali dengan akuades masing-masing sebanyak 10 mL. Setelah itu, kertas saring diambil dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 103-105˚ selama 1 jam. Kertas saring didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan (Standar Nasional Indonesia, 2004). c. Perhitungan Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: …………………….(3)
Keterangan :
38
A=Berat kertas saring berisi zat tersuspensi (mg) B=Berat kertas saring kosong (mg) 4.8.8. Penentuan Padatan Terlarut Total (TDS) a. Penimbangan kertas saring kosong. Kertas saring diletakkan pada alat penyaring dan dibilas tiga kali dengan akuades masing-masing sebanyak 20 mL. Alat pengisap dinyalakan untuk menghisap air yang terdapat pada kertas saring. Kertas saring Whatman Grade 42 dengan ukuran pori 0,45 µm diambil dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 103-105˚C selama 1 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. b. Persiapan cawan Cawan yang telah bersih dipanaskan pada suhu 180°C selama 1 jam di dalam oven. Cawan dipindahkan ke dalam desikator dengan menggunakan penjepit. Setelah dingin ditimbang dengan neraca analitik. Ulangi pemanasan dengan oven dan penimbangan hingga didapat bobot yang konstan. c. Penyaringan contoh. Contoh homogen sebanyak 50,0 mL disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah diketahui bobot konstannya pada cawan Gooch yang dilengkapi dengan alat pengisap. Filtrat dipipet sebanyak 10,0 mL, dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya. Cawan berisi filtrat dikeringkan hingga semua air telah menguap dalam oven pada suhu 180°C. Dinginkan dalam desikator selama 10 menit dan kemudian ditimbang. Ulangi pemanasan dengan
39
oven dan penimbangan hingga didapat bobot yang konstan (Standar Nasional Indonesia, 2004). d. Perhitungan Rumus untuk perhitungan TDS (mg/L) adalah sebagai berikut: ………………………(4)
Keterangan : A= Berat cawan penguap berisi zat terlarut (mg) B = Berat cawan penguap kosong (mg) 4.8.8. Pengukuran pH Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Prosedur pemeriksaan pH adalah Alat pH-meter dikalibrasi dengan menggunakan larutan buffer pH 7 dan 10. Elektroda pH-meter dibilas dengan aquadest dan dikeringkan dengan kertas tissu, lalu dibilas dengan larutan uji. Elektroda dicelupkan ke contoh uji sampai pH meter menunjukkan pembacaan yang tetap. Hasil pembacaan skala atau angka pada tampilan dari pH meter dicatat (Badan Standar Nasional, 2004).
4.9. Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif kuantitatif berupa angka efektivitas dan kapasitas biofiltrasi sistem tanaman serta analisis regresi untuk melihat kurva penurunan konsentrasi rhodamin B terhadap lama waktu perendaman.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pembibitan Sedimen Pembibitan adalah tahap pertumbuhan mikroba dari sedimen yang di sampling dari selokan tercemar limbah pencelupan. Tujuan pembibitan tersebut untuk memperoleh waktu optimal dari populasi dan aktivitas mikroba sebelum dituang ke dalam kolam biofiltrasi sistem tanaman. Penanaman mikroba dapat dilakukan dengan menambahkan bakteri ke dalam instalasi pengolahan air limbah. Mikroba yang digunakan dapat berasal dari lokasi tercemar (indigenous) atau dari luar lokasi yang tercemar (non-indigenous) (Sugiharto, 1987). Pada penelitian ini, pembibitan mikroba dilakukan secara indigenous. Pembibitan dilakukan dengan mengambil sedimen dari air limbah pencelupan yang terletak di Jalan Batas Dukuh Sari, Gg Garuda, Denpasar. Pengambilan dilakukan dengan metode grab. Lumpur sedimen yang didapatkan dari lokasi pembuangan air limbah pencelupan memiliki kondisi awal warna hitam pekat dengan bau yang menyengat. Penentuan waktu optimum pembibitan dilakukan melalui data visual, yang pertama melihat adanya perubahan warna pada larutan bibit. Saat awal pembibitan larutan tampak berwarna merah muda pekat kemudian berangsur-angsur warna mulai terlihat memudar. Hal ini disebabkan karena aktivitas dan populasi mikroba dalam larutan bertambah sehingga mampu mendegradasi zat warna rhodamin yang terdapat pada larutan bibit. Ciri fisik kedua yaitu mulai tercium bau alkohol dari larutan bibit. Menurut Muchtadi, dkk (2010), dalam keadaan anaerob mikroba
40
41
melakukan metabolisme berupa fermentasi, mikroba yang melakukan fermentasi membutuhkan energi yang umumnya diperoleh dari glukosa. Bakteri mengubah glukosa menjadi air, CO2, dan energi (ATP) yang digunakan untuk kegiatan pertumbuhan. Hasil penguraian adalah energi, CO2, air, dan sejumlah asam organik lainnya seperti asam laktat, asam asetat, etanol, serta bahan-bahan organik yang mudah menguap yakni alkohol, ester, dan sebagainya. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat larutan akibat dari pemecahan kandungan bahan tersebut. Hasil penelitian pendahuluan mendapatkan bahwa, waktu optimal pembibitan adalah pada hari ke 7 (Tabel 5.1). Hal ini dibuktikan dengan populasi mikroba tertingginya terdapat pada hari ke 7 dengan jumlah bakteri lebih dari 300 koloni sampai pengenceran ke-8. Tabel 5.1. Jumlah koloni mikroba saat pembibitan No
Pengenceran
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kontrol 10-1 10-2 10-3 10-4 10-5 10-6 10-7 10-8
H-1 >300 >300 250 193 32 5 -
Jumlah Koloni H-4 H-7 >300 >300 >300 >300 >300 >300 >300 >300 >300 >300 >300 >300 336 324
H-10 >300 >300 62 9 1 -
5.2. Kemampuan Biofiltrasi Sistem Tanaman Kemampuan dari biofiltrasi sistem tanaman dilihat dari dua aspek yaitu bagaimana efektivitas dan berapa kapasitas biofiltrasi sistem tanaman terhadap
42
penurunan kadar rhodamin B, TDS, TSS dan pH. Efektivitas biofiltrasi sistem tanaman, merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya (Hidayat, 1986). Kapasitas (capacity) adalah hasil atau volume atau jumlah unit yang dapat ditangani, diterima, disimpan oleh sebuah fasilitas dalam suatu periode waktu tertentu (Heizer dan Barry, 2006). Penelitian efektivitas dan kapasitas diawali dengan penentuan karakteristik awal limbah rhodamin B. Tujuan pengukuran karakteristik limbah buatan rhodamin B adalah untuk mengetahui nilai awal dari keempat parameter yang akan diukur. Hasil pengukuran karakteristik awal limbah buatan rhodamin B disajikan pada tabel 5.2. Tabel 5.2. Hasil pengukuran karakteristik awal limbah rhodamin B Parameter
Satuan
Kadar Parameter Rata-Rata 4,9991 1144,0801 40,5042 7,8
Standar Baku Mutu 5** 1000* 50* 6,0-9,0*
Rhodamin B mg/L TDS mg/L TSS mg/L pH Keterangan: * Baku Mutu Kualitas Air Limbah Domestik Pergub Bali No. 8 tahun 2007 kelas I. ** Baku Mutu Metilen Blue pada Baku Mutu Kualitas Air Limbah Domestik Pergub Bali No. 8 tahun 2007 Hasil pengukuran menunjukkan kadar rhodamin B, TSS, dan pH berada di bawah baku mutu air limbah dan kadar TDS berada diatas baku mutu air limbah menurut Peraturan gubernur Bali No. 8 tahun 2007 kelas I mengenai kualitas air limbah domestik.
43
5.2.1. Efektivitas biofiltrasi sistem tanaman 5.2.1.1. Efektivitas penurunan kadar rhodamin B Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri tekstil dan kertas. Rhodamin B begitu berbahaya jika dikonsumsi karena senyawa tersebut adalah senyawa yang radikal. Senyawa radikal adalah senyawa yang tidak stabil. Dalam struktur rhodamin mengandung klorin (senyawa halogen), sifat halogen adalah mudah bereaksi atau memiliki reaktivitas yang tinggi. Untuk mencapai kestabilan, klorin berikatan dengan senyawa-senyawa dalam tubuh sehingga akan memicu kanker pada manusia. Aplikasi biofiltrasi sistem tanaman untuk menurunkan kadar rhodamin B selama 48 jam dan pada jam ke 216 atau hari ke 7 disajikan pada tabel 5.3 dan gambar 5.1 Tabel 5.3. Kadar rhodamin B pada berbagai waktu berbeda
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kadar rhodamin B rata-rata
Penurunan kadar rhodamin B
Efektivitas penurunan rhodamin B
(jam)
(mg/L)
(mg/L)
(%)
0 6 12 18 24 30 36 42 48 216
0,7934 0,5960 0,5061 0,4860 0,4389 0,3882 0,3511 0,3196 0,2841 0,0944
0,1974 0,0899 0,0201 0,0471 0,0507 0,0371 0,0315 0,0355 0,1897
24,88 36,21 38,74 44,68 51,07 55,75 59,72 64,19 88,10
Waktu
44
Gambar 5.1 Grafik penurunan kadar rhodamin b pada selang waktu berbeda Biofiltrasi sistem tanaman mampu menurunkan kadar rhodamin B yang terdapat pada air limbah artificial. Biofiltrasi sistem tanaman menyebabkan terjadinya penurunan rhodamin B sangat pesat diawal perlakuan. Waktu efektif penurunan diperoleh pada waktu perlakuan ke 30 jam dengan persentase penurunan sebesar 51,07%. Penambahan pengukuran sampel sampai 7 hari setelah perlakuan yang direncanakan (48 jam) yakni jam ke 216 adalah untuk mengetahui waktu optimum biofiltrasi sistem tanaman dalam menurunkan kadar rhodamin B sehingga dalam penelitian selanjutnya waktu dari perlakuan dapat diperpanjang. Penurunan kadar rhodamin B pada saat pengolahan disebabkan adanya beberapa proses yang terjadi pada biofiltrasi sistem tanaman tersebut, yaitu aktivitas mikroba yang ditambahkan, penyerapan oleh material alam (pasir dan koral), serta penyerapan oleh tanaman Ipomea crassicaulis. Aktivitas mikroba pendegradasi zat warna menyebabkan penurunan pada kadar rhodamin b melalui proses biodegradasi. Berdasarkan hasil uji Laboratorium terdapat 5 isolat bakteri
45
dan 1 yeast yang berhasil diisolasi yaitu bakteri Pseudomonas sp., Shigella sp., Stenotrophomonas sp., Pasteurella sp., Proteus sp., dan yeast (spesies x). Adanya bakteri dan yeast tersebut berbeda-beda, hanya Pseudomonas sp yang selalu muncul pada setiap waktu perlakuan. Dominasi adanya Pseudomonas sp dapat disebabkan karena spesies ini tidak bisa hidup pada kondisi asam (pada pH 4,5) sehingga bakteri ini sering ditemukan di daerah dengan pH basa. Menurut Chen et al. (1999) Pseudomonas sp banyak dikembangkan untuk merombak zat warna azo dengan menggunakan gula sebagai sumber karbon. Pseudomonas sp mempunyai aktivitas perombakan terhadap remazol yellow, remazol red, dan remazol blue dengan efisiensi perombakan 91,16-95,17% selama 5 hari inkubasi (Sastrawidana, 2009). Waktu efektif rhodamin B yaitu pada waktu perlakuan ke 30 jam, saat itu isolat yang tampak adalah Pseudomonas sp., Stenotrophomonas sp., dan Pasteurella sp.
Mikroba yang digunakan dalam biodegradasi, memproduksi
enzim yang memodifikasi polutan toksik dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut sehingga menjadi tidak kompleks sehingga kadar toksiknya berkurang, dan menjadi metabolit yang tidak berbahaya. Enzim ekstraselular yang umumnya diproduksi oleh bakteri pendegradasi pewarna tekstil diantaranya enzim laccase, hidroksilase, dehidrogenase, dan peroksidase (Yanu, 2013). Proses pengolahan fisika secara adsorpsi dilakukan oleh pasir dan koral, karena pasir dan koral memiliki kandungan silika. Menurut El Hadi dkk., (2002) struktur kerangka silikat merupakan polimer dari tetrahedral SiO4, rantai tetrahedral ini membentuk jaringan polihedral tiga dimensi melalui ikatan antar oksigen dalam salah satu tetrahedral dengan atom silikat pada tetrahedral lainnya.
46
Polihedral yang terbentuk selanjutnya bergabung satu sama lain dengan cara yang sama membentuk kerangka silikat. Akibat pembentukan kerangka silikat tersebut, maka akan terdapat pori-pori dan saluran yang cukup terbuka, sehingga memungkinkan molekul lain dapat masuk melalui proses adsorpsi. Penurunan konsentrasi kadar rhodamin dipengaruhi oleh sifat rhodamin B yang sangat polar. Semakin polar suatu senyawa, maka semakin kuat teradsorpsi. Rhodamin B juga memiliki bobot molekul yang sangat tinggi yang menyebabkan senyawa ini mudah teradsorpsi. Salah satu metode pemulihan kualitas lingkungan tercemar adalah menggunakan teknik fitoremediasi, yaitu pemulihan lingkungan terkontaminasi menggunakan tanaman. Stowell
dalam
Yusuf (2008) menyatakan bahwa
tanaman memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisir komponenkomponen tertentu di dalam perairan. Pada penelitian ini tanaman yang digunakan sebagai fitoremediator adalah tanaman Ipomea crassicaulis atau yang biasa disebut dengan kangkungan. Tumbuhan akan menyerap unsur-unsur hara yang larut dalam air dan tanah melalui akarnya. Tumbuhan dapat menyerap kontaminan sedalam atau sejauh akar tanaman yang dapat tumbuh (Rock dalam Stefhany et al., 2013). Menurut Wolverton dan Mcknown (1975) semua tumbuhan mempunyai kemampuan menyerap yang memungkinkan pergerakan ion menembus membran sel, mulai dari unsur yang berlimpah sampai dengan unsur yang sangat kecil dibutuhkan tanaman dapat diakumulasikan. Tanaman Ipomea crassicaulis yang digunakan pada penelitian ini berumur ±3 bulan, terlihat terjadi perubahan tanaman setelah dialiri limbah rhodamin. Tanaman yang awalnya segar
47
dan memiliki daun yang lebat, menjadi layu kekuningan. Hal ini membuktikan bahwa tanaman ikut menyerap rhodamin B sehingga mampu menurunkan kadar rhodamin B dalam air limbah. Selain menyerap rhodamin B tanaman Ipomea crassicaulis menguraikan zat-zat kontaminan dengan aktivitas mikroba yang berada di sekitar akar melalui proses rhizodegradasi. Kontaminan-kontaminan organik di dalam tanah diuraikan menjadi produk-produk turunan atau secara lengkap dimineralisasi menjadi produk-produk anorganik seperti karbondioksida dan air melalui bantuan mikroorganisme. Kehadiran akar-akar tanaman akan meningkatkan ukuran dan variasi populasi mikrobia di dalam tanah mengelilingi akar (rhizosphere). Prediksi trend penurunan kadar rhodamin B terhadap waktu pada biofiltrasi sistem tanaman menggunakan aplikasi costat. Persamaan yang diperoleh Ct=0,66 e
-0,017t
dengan R2 sebesar 0,84, dimana Ct adalah konsentrasi
rhodamin B (mg/L) pada waktu ke sekian dan t adalah waktu perendaman (jam). Nilai pangkat eksponensial -0,017 menunjukkan laju penurunan rhodamin B, yang artinya kadar rhodamin B mengalami penurunan rata-rata 0.017 mg/L tiap jam. Menurut Alauddin (2006) definisi analisis regresi sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan dengan satu variabel yang menerangkan. Jika R2 mendekati 1 maka nilai X dan Y memiliki korelasi yang tinggi. Pada persamaan diatas nilai R2 sebesar 0,84 maka hubungan antara waktu dengan penurunan kadar rhodamin B memiliki korelasi yang tinggi. Dapat pula diartikan bahwa 84 % nilai-nilai Y besarnya ditentukan oleh nilai-nilai variabel X yang dimasukkan dalam model, sedangkan 16% lagi
48
ditentukan oleh variabel lain diluar model. Persamaan ini dapat digunakan untuk memprediksi konsentrasi rhodamin B pada waktu yang ditentukan. 5.2.1.2. Efektivitas penurunan kadar TDS (total dissolved solid) Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid atau TDS) merupakan bahanbahan terlarut (diameter < 10-6 mm) dan koloid (diameter 10-6 mm – 10-3 mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain, yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,4 µm (Rao, 1992 dalam Effendi, 2003). Analisis TDS dilakukan untuk mengetahui ukuran zat terlarut (baik itu zat organik maupun anorganik) yang terdapat pada larutan. TDS menggambarkan jumlah zat terlarut dalam Part Per Million (PPM) atau sama dengan milligram per Liter (mg/L). Penurunan nilai padatan terlarut total (TDS) dapat dilihat pada tabel 5.4. dan gambar 5.2 Tabel 5.4. Kadar TDS (Total Dissolve Solid) pada berbagai waktu berbeda
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu
Kadar TDS rata-rata
Penurunan kadar TDS
Efektivitas penurunan TDS
(jam) 0 6 12 18 24 30 36 42 48 216
(mg/L) 1261,5537 1103,4377 1006,8286 1106,7884 1068,3294 941,6219 661,0226 461,8431 439,7389 356,3416
(mg/L) 158,116 96,6091 -99,9598 38,459 126,7075 280,5993 199,1795 22,1042 905,2121
(%) 12,53 20,19 12,27 15,32 25,36 47,60 63,39 65,14 71,75
49
Gambar 5.2 Grafik penurunan kadar TDS pada berbagai selang waktu berbeda Penurunan kadar TDS pada tabel 5.4. dan gambar 5.2. terlihat saat awal perlakuan. Persentase penurunan paling efektif diperoleh saat waktu perlakuan ke 36 jam sebesar 47,60% dengan konsentrasi 661,0226 mg/L. Pada waktu perlakuan ke 18 jam terjadi kenaikan kadar TDS dari 1006,8286 mg/L menjadi 1106,7884 mg/L. Kenaikan kadar TDS ini menunjukkan bahwa bahan organik yang berukuran kecil ≤ 1 μm belum terdegradasi secara sempurna menjadi gas dan adanya peningkatan biomassa mikroorganisme yang berukuran lebih kecil dari kertas saring ukuran 1 μm. Faktor lain yang membuat ketidakstabilan pengukuran TDS ada suhu saat pemanasan. Suhu yang digunakan untuk mengeringkan residu sangat penting dan mempengaruhi hasil karena bobot yang hilang akibat bahan organik volatil, air, gas yang keluar akibat dekomposisi kimia sebagai bobot akibat oksidasi tergantung suhu dan waktu pemanasan. Jika dibandingkan dengan baku mutu, nilai padatan terlarut yang dicapai sudah di bawah standar baku mutu yang ditentukan.
50
Kadar TDS berpengaruh terhadap proses pengolahan secara anaerob. Pada proses pengolahan limbah secara anaerob, bahan organik komplek dihidrolisis menjadi organik sederhana (asam organik)
oleh mikroba (Seabloom, 2004).
Waktu efektif dari penurunan TDS terjadi pada waktu ke 36 jam, berdasarkan uji laboratorium
mikrobiologi,
bakteri
yang
mendominasi
saat
itu
adalah
Pseudomonas sp, Pasteurella sp dan Yeast (Spesies x). Adanya bakteri dalam air limbah menyebabkan bahan organik diubah menjadi ukuran yang lebih kecil (proses degradasi). Pada fase Methanogenic, asam organik diubah menjadi karbondioksida (CO2) dan metan (CH4) (Seabloom, 2004). Penurunan kadar TDS pada biofiltrasi sistem tanaman terjadi akibat bahan organik yang terdapat pada sampel air limbah telah dikonversi menjadi gas. Peranan tanaman dalam menurunkan kadar TDS adalah proses penyerapan unsur hara oleh akar tanaman. Prediksi trend penurunan kadar TDS terhadap waktu pada biofiltrasi sistem tanaman menggunakan aplikasi costat. Trend penurunan kadar TDS mengikuti persamaan logaritmik. Persamaan yang diperoleh Ct = 1831,89 – 315 ln t dengan nilai R2 = 0,61, dimana Ct adalah kadar TDS (mg/L) dan t adalah waktu (jam). Persamaan logaritmik menyatakan bahwa laju penurunan awalnya berjalan lambat, tapi kemudian terus meningkat. Persamaan ini dapat digunakan untuk memprediksi kadar TDS pada berbagai waktu perendaman. 5.2.1.3. Efektivitas penurunan kadar TSS (total suspended solid) Zat padat tersuspensi atau TSS adalah semua zat padat atau partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen mati (abiotik) seperti
51
detritus dan partikel-partikel anorganik (pasir, lumpur, dan tanah liat). Zat padat tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan (Tarigan, 2003). Penurunan kadar padatan suspensi total (TSS) dapat dilihat pada tabel 5.5. dan gambar 5.3 .Persentase penurunan paling efektif diperoleh saat waktu perlakuan ke 36 jam sebesar 50,44% dengan konsentrasi 20,1534 mg/L. Tabel 5.5. Kadar TSS (Total Suspended Solid) pada berbagai waktu berbeda No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu
Kadar TSS rata-rata
Penurunan kadar TSS
Efektivitas penurunan TSS
(jam)
(mg/L)
(mg/L)
(%)
0 6 12 18 24 30 36 42 48 216
40,6687 40,4764 40,3238 32,8426 30,4936 28,501 20,1534 20,1234 12,1311 10,3399
0,1923 0,1526 7,4812 2,349 1,9926 8,3476 0,03 7,9923 1,7912
0,47 0,85 19,24 25,02 29,92 50,44 50,52 70,17 74,58
52
Gambar 5.3 Grafik penurunan kadar TSS pada selang waktu berbeda Penurunan kadar TSS dapat disebabkan karena ketersediaan nutrien sebagai bahan makanan bagi bekteri, sehingga aktifitas metabolisme bakteri pun meningkat dan proses degradasi bisa berjalan maksimal. Pada waktu efektif bakteri yang berhasil diisolasi Pseudomonas sp, Pasteurella sp dan Yeast (Spesies x). Menurut penelitian Reza, dkk (2012) Pseudomonas sp mampu menghasilkan biosurfaktan yang dapat menurunkan kadar TSS dari 2,96% menjadi 1,95%. Padatan yang bisa dilisiskan oleh biosurfaktan adalah padatan organik dengan sifat non-polar, biosurfaktan mengikat padatan organik yang bersifat non-polar sehingga menyatu dengan air yang bersifat polar. Selain bakteri, penurunan TSS melalui fitoremediasi dapat terjadi dengan cara padatan tersuspensi yang berupa bahan organik digunakan oleh tumbuhan sebagai unsur hara yang menunjang pertumbuhan (Debora, 2013). Trend penurunan kadar TSS diperoleh dengan menggunaka aplikasi costat. Sama halnya dengan trend penurunan TDS, trend penurunan TSS juga mengikuti
53
persamaan logaritmik. Persamaan yang diperoleh Ct = 69,22 – 13,18 ln t dengan nilai R2 = 0,84. Ct adalah nilai TSS (mg/L) dan t adalah waktu (jam). Persamaan ini dapat digunakan untuk memprediksi kadar TSS pada berbagai waktu perendaman. Nilai regresi mendekati 1 menyatakan bahwa adanya korelasi yang baik antara penurunan kadar TSS dengan waktu. 5.2.1.3. Penurunan pH pH merupakan suatu parameter penting untuk menentukan kadar asam/basa dalam air. Penentuan pH merupakan tes yang paling penting dan paling sering digunakan pada penentuan kualitas air. pH digunakan pada penentuan alkalinitas, CO2, serta dalam kesetimbangan asam basa. Pada temperatur yang diberikan, intensitas asam atau karakter dasar suatu larutan diindikasikan oleh pH dan aktivitas ion hidrogen. Penurunan pH selama waktu perlakuan disajikan pada tabel 5.6. dan gambar 5.4 Tabel 5.6. pH saat pengolahan pada waktu berbeda No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu (jam) 0 6 12 18 24 30 36 42 48 216
Nilai pH rata-rata 7,6 7,6 7,6 7,4 7,4 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5
54
Gambar 5.4 Grafik penurunan pH pada selang waktu berbeda Hasil pengukuran pH selama 48 jam dengan selang waktu 6 jam menunjukan penurunan pH terjadi saat waktu ke 12 jam yaitu dari 7,6 menjadi 7,4 namun pada waktu ke 30 jam nilai pH kembali mengalami kenaikan menjadi 7,5. Nilai pH tersebut stabil sampai waktu ke 48 hingga waktu ke 216 jam atau 7 hari setelah hari perlakuan yang direncanakan. Ketidakstabilan pH diawal perlakuan kemungkinan disebabkan oleh degradasi bakteri akan menurunkan pH sehingga bersifat lebih asam. Selanjutnya bakteri mulai mengubah nitrogen anorganik menjadi ammonium yang mengakibatkan pH meningkat dengan cepat dan menjadi basa. Sebagian ammonia dilepaskan atau dikonversi menjadi nitrat, selanjutnya nitrat didenitrifikasi oleh bakteri sehingga pH kembali stabil. Penurunan nilai pH disebabkan karena terjadinya proses biodegradasi bahan organik. Aktivitas mikroorganisme pendegradasi memungkinkan terjadi penurunan pH karena senyawa organik telah diuraikan menjadi asam organik.
55
Mikroorganisme dalam suspensi aktif cenderung menggunakan mineral terlarut dari pemecahan senyawa kimia dalam kondisi asam (Suyasa and dwijani, 2015).
Bakteri pada waktu perlakuan ke 30 adalah Pseudomonas sp., Stenotrophomonas sp., dan Pasteurella sp. Seperti diketahui Pseudomonas sp. Mampu beradaptasi pada pH yang cenderung basa. Menurut penelitian Sastrawardana (2008) kondisi pH optimum untuk berlangsungnya perombakan zat warna dengan bakteri Pseudomonas sp. Dicapai pada pH 7-8 dengan efisiensi perombakan 90-95%. Kebanyakan bakteri hidup dan beraktivitas baik pada kondisi pH netral. Bila kondisi lingkungan tidak menguntungkan, pertumbuhan mikroorganisme menjadi terganggu bahkan menyebabkan kematian. Selain peranan bakteri, tanaman juga berpengaruh terhadap stabilisasi pH. Reaksi antara CO2 dan dengan unsur yang berada dalam air menyebabkan pH air berangsurangsur mendekati 7. Mackereth et al. (1989) berpendapat bahwa pH juga berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam (pH rendah) bersifat korosif. pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia.
5.2.2. Kapasitas Biofiltrasi Sistem Tanaman Kapasitas pengolahan dari biofiltrasi sistem tanaman merupakan suatu ukuran untuk menentukan kemampuan dari suatu sistem ekosistem buatan dalam menyerap suatu pencemar. Kapasitas pengolahan didefinisikan sebagai suatu
56
kemampuan sistem dalam menurunkan kadar zat pencemar per satuan volume bak (sistem) per satuan waktu (Sugianthi, 2011). Kapasitas pengolahan dapat diketahui dengan mengukur penurunan kadar pencemar tertentu selama waktu tinggal paling efektif dan volume ekosistem buatan tersebut. Waktu efektif pada masing-masing pencemar berbeda, waktu efektif penurunan kadar rhodamin terjadi pada jam ke 30, sedangkan kadar TDS dan TSS pada jam ke 36. Perbedaan waktu efektif parameter pencemar kemungkinan disebabkan karena proses yang terjadi pada biofiltrasi sistem tanaman
dapat terlebih dahulu mendegradasi
rhodamin B menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga waktu yang yang diperlukan lebih cepat dibandingkan penurunan kadar TDS dan TSS. Volume maksimum air limbah yang dapat ditampung bak pengolahan dengan skala 125 cm x 58 cm x 36 cm, didapat dengan menuangkan air limbah sedikit demi sedikit ke dalam biosistem sampai air limbah terisi penuh dalam biosistem yang telah terisi campuran pasir dan koral serta tanaman ipomea crassicaulis. Hasil pengukuran yang didapat, volume maksimum bak pengolahan adalah 60 liter atau 0,06 m3. Hasil pengukuran kapasitas biofiltrasi sistem tanaman terhadap beberapa parameter dapat dilihat pada tabel 5.7. Tabel 5.7. Kapasitas biosistem dari berbagai parameter No 1 2 3
Parameter Rhodamin B TDS TSS
Ca (mg/L) 0,7934 1261,5537 40,6687
Ct (mg/L) 0,3874 661,0226 20,1534
V (m3) 0,06 0,06 0,06
tR kapasitas (jam) (mg/L/m3jam) 30 0,2256 36 278,0237 36 9,497824
57
Dari hasil perhitungan kapasitas rhodamin B sebesar 0,2256 mg/L/m3jam. Jadi selama waktu tinggal air limbah 30 jam, 0,06 m3 bak pengolahan mampu menurunkan kadar rhodamin B sebanyak 0,2256 mg/L. Kapasitas nilai TDS 278,0237 mg/L/m3jam, selama waktu tinggal air limbah 36 jam, 0,06 m3 bak pengolahan mampu menurunkan nilai TDS sebanyak 278,0237 mg/L. Kapasitas kadar TSS mg/L/m3jam, selama waktu tinggal air limbah 36 jam, 0,06 m3 bak pengolahan mampu menurunkan kadar TSS sebanyak 9,4978 mg/L.
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengolahan menggunakan biofiltrasi sistem tanaman efektif untuk menurunkan kadar rhodamin B dan TSS (di atas 50%), namun kurang efektif untuk menurunkan kadar TDS (di bawah 50%). 2. Kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dalam menurunkan kadar rhodamin B 0,256 mg/L/m3jam, TDS 278,0237 mg/L/m3jam, dan TSS 9,4978 mg/L/m3jam.
6.2. Saran 1. Penambahan jumlah mikroba agar efektivitas sistem pengolahan dapat berjalan maksimal. 2. Perlu penelitian menggunakan limbah rhodamin B dengan pH netral sebelum diolah. 3. Penelitian lanjutan mengenai penyebaran rhodamin B pada tanaman, material alam dan bakteri pendegradasi.
58
DAFTAR PUSTAKA
Alauddin. 2006. Regresi dan Korelasi Linier Sederhana. UIN. Bandung. Angraeni, Gina., IWB Suyasa dan Wahyu D. 2013. “Pengaruh Perlakuan Biofiltrasi Ekosistem Buatan Terhadap Penurunan Cod, Nitrat, Dan Ph Air Limbah Pencucian Rumput Laut” (skripsi). Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana. Jimbaran. Bambang, Widigdo. 1996. Limnologi. Laboratorium Limnologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. BSN. 2004. Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-6989.11-2004. Air dan Air limbah – Bagian 11: Cara Uji Derajat Keasaman (pH) Dengan Menggunakan Alat pH meter. BSN.Jakarta. BSN. 2004. Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-6989.3:2004. Air dan air limbah – Bagian 3: Cara Uji Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid , TSS) Secara Gravimetri. BSN. Jakarta. BSN. 2004. Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI 06-6989.27:2004 Air dan air limbah – Bagian 27: Cara Uji Kadar Padatan Terlarut Total (Total Dissolved Solids, TDS) Secara Gravimetri. BSN. Jakarta. BPPT. Petunjuk Teknis Pengolahan Limbah. [cited 2014 April 15]. Available from URL : http://www.kelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuPetnisLimbLH/ 04TEXTIL.pdf Chen, K., Huang, W.,Wu, J.& Houng, J. 1999. Microbial decolorization of azo dyes by Proteus mirabilis. Journal of Microbiology and Biotechnology. 23: 686-690. Debora F, Sitompul., Mumu,S., Kancitrha, P. 2013. Pengolahan Limbah Cair Hotel Aston Braga City Walk dengan Proses Fitoremediasi menggunakan Tumbuhan Eceng Gondok. Jurnal Institut Teknologi Nasional vol 2 (1). Djonoputro, ER., Isabel Blackett., Almud Weitz., Alfred Lambertus., Reini Siregar., Ikabul Arianto dan Job Supangkat. 2012. Buku Panduan : Opsi Sanitasi Yang Terjangkau Untuk Daerah Spesifik. Water and Sanitation Program - East Asia & the Pacific (WSP-EAP). Jakarta. Effendi, H. 2003. Telah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Periaran. Kanisius. Yogyakarta. El Hadi, R.M., Husniah, H., Widjajani, Rohmah, D.S., dan Purba, D.B., 2002, "Rancangan Model Simulasi Pengolahan Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit Menggunakan Serbuk Kaca Bekas dengan Sistem Daur
59
60
Ulang", Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri, Yogyakarta. EPA. 2000. Introduction to Phytoremediation. National Risk Management Research Laboratory Office of Research and Development U.S. Environmental Protection Agency Cincinnati, Ohio 45268. Herlambang, A dan R. Marsidi. 2003. Proses Denitrifikasi dengan Sistem Biofilter untuk Pengolahan Air Limbah yang Mengandung Nitrat. Jurnal Teknologi Lingkungan, 4(1): 46-55 Heizer, Jay dan Barry Render. 2006. Manajemen Operasi, Edisi tujuh. Salemba Empat. Jakarta. Hidayat. 1986. Teori Efektivitas Dalam Kinerja Karyawan. University Press. Yogyakarta.
Gajah
Mada
Husin, Amir. 2008. “Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed – Bed” (tesis). Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. Kemenperin. 2011. Laju Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas (Kumulatif). [cited 2014 March 20]. Available from URL :Http://www.Kemenperin.Go.Id/Statistik/Pdb_Growthc.Php. Kusnadi. 2003. Mikrobiologi. JICA. Malang. Kusuma, I.A. 2006. ”Pola Adsorpsi rhodamin B oleh Monmorilonit” (Skripsi) Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. Laksono, E.W. 2009. Kajian Penggunaan Adsorben Sebagai Alternatif Pengolahan Limbah Zat Pewarna Tekstil. Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. Lingga., P. 1992. Bertanam Ubi-Ubian. Penebar Swadaya. Jakarta. Mackereth FJH, Heron J and Talling JF. 1989. Water Analysis. Freshwater Biological Association, Cumbria, UK. Mahida, U. N. 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. C V Rajawali. Jakarta. Mattioli, D., Malpei, F., Bortone, G., and Rozzi, A. 2002. “Water Minization and Reuse In Textile Industry: Analysis, Technologies And Implementation”. IWA Publishing, Cornwall. Malik. 2005. Pengolahan dan Pengelolaan Limbah Cair Industri Penyempurnaan - Tekstil yang Ramah Lingkungan. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.
61
Metcalf dan Eddy. 1991. Waste Water Engineering : Treatment Disposal Reuse. 3rd Edition. Mcgraw-Hill Publishing Company Ltd. New York. Muchtadi, Tien R., dan Fitriyono A. 2010. Pangan. Alfabeta. Bandung.
Teknologi Proses Pengolahan
Muhammad, R., 2010. Biofiltrasi Limbah Perairan. [cited 2014 october]. Available from URL : http://muhammadr078. student. ipb. ac.id/ 2010 /06/ 20/biofiltrasi -limbah- perairan. Nailufary, L. 2008. “Pengolahan Air Limbah Pencelupan Tekstil Menggunakan Biofilter Tanaman Kangkungan (Ipomoea Crassicaulis) Dalam Sistem Batch (Curah) Teraerasi” (skripsi). Universitas Udayana. Jimbaran. Nasution, MI. 2008. Penentuan Jumlah Amoniak dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangkir. Universitas Sumatera Utara. O'Neil, Maryadele J. et al, 2006, The Merck Index, Merck Sharp & Dohme Corp., a subsidiary of Merck & Co., Inc. Oram, B. 2010. Total Dissolved Solids. [cited 2014 Desember 5]. Available from URL : http://www.water-research.net/totaldissolved solids.htm. Parasara, IGNB. 2015. “Pengolahan Air Limbah Domestik Dengan Biosistem Tanaman Basah (Contrusted Wetland) di Bandara Ngurah Rai” (tesis). Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana. Denpasar. Purnamasari, Dewi Sri and Saebani. 2013. “Pengaruh Rhodamine B Peroral Dosis Bertingkat Selama 12 Minggu Terhadap Gambaran Histomorfometri Limpa : Studi pada diameter folikel pulpa putih,diameter centrumgerminativum dan jarak zona marginalis limpa tikus wistar” (Undergraduate thesis). Diponegoro University. Semarang. Rahmacandran, Ganesan, P., Hariharan, S. 2010. Decolorization Of Textile Effluent-An Overview. Ei (I) Journal, 90. Reza, R.P., Masdiana C., Padaga., Dyah KW. 2012. Pengaruh Penggunaan Biosurfaktan Asal Pseudomonas sp. dengan Media Tumbuh Air Rendaman Kedelai terhadap Kadar Total Suspended Solid (TSS) dan Lemak pada Bioremediasi Limbah Cair Rumah Potong Ayam (RPA). Jurnal PKH universitas brawijaya. Rittmann, B.E., and McCarty, P.L., 2001, Environmental Biotechnology : Principles and Applications, McGraw Hill International Ed., New York. Said, Muhammad. 2009. Pengolahan Air Limbah Laboratorium dengan Menggunakan Koagulan Alum Sulfat dan Poli Aluminium Klorida (PAC). Jurnal Penelitian Sains. 09:12-08.
62
Sari, YD. 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Dalam Membeli Produk Industri Garment. J.Manajement Universitas Udayana, 2 (1) : 86-105. Sastrawidana, I D. K. 2009. “Isolasi bakteri dari Lumpur Limbah Tekstil dan Aplikasinya untuk Pengolahan Limbah Tekstil Menggunakan System Kombinasi Anaerob-Aerob” (disertasi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sastrawidana, I Dewa, Bibiana, Fauzi, Anas, D.A. Santosa. 2008. Pengolahan Limbah Tekstil Sistem Kombinasi Anaerobik-Aerobik Menggunakan Biofilm Bakteri Konsorsium dari Lumpur Limbah Tekstil. J. Ecotrophic. Seabloom, R. B. 2004. University Curriculum Development for Decentralized Wastewater Management : Septic Tanks. Emeritus Professor of Civil and Environmental Engineering Dept. of Civil and Environmental Engineering. University of Washington. Washington. Schnoor, J.L and Mc Cutcheon, S. C. 2005. Phytoremediation Transformation and Control of Contaminants. Wiley-Interscience Inc. USA. Stefhany, A, Mumu Sutisna dan Kancitra Pharmawati. 2013. Fitoremediasi Phospat dengan Menggunakan Tumbuhan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) pada Limbah Cair Industri Kecil Pencucian Pakaian (Laundry). Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Itenas. Bandung. Sudrajat,S.U. 2006. FMIPA.
Fitoremidiasi.
PPLH-
Universitas
Mulawarman
Sugianthi, R.. 2011. “Pengolahan Air Limbah Pembangkit Listrik PT Indonesia Power dengan Metode Flotasi dan Biofiltrasi Saringan Pasir Tanaman” (skripsi). Universitas Udayana. Jimbaran. Sudyadnyana, Sandhika., IWB Suyasa,, Iryanti ES. 2012. Pengolahan Air Limbah Pencucian Rumput Laut Untuk Menurunkan Nilai Bod Dengan Sistem Biofiltrasi Ekosistem (Sbe). Journal chemistry universitas udayana, 6 (2). Sunarto. 2008. Teknologi Pencelupan Dan Pencapan Jilid I. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Suratman, Dwi Priyanto, Ahmad Dwi Setyawan. 2000. Analisis Keragaman Genus Ipomoea Berdasarkan Karakter Morfologi. Biodiversitas, 1 (2) : 72 – 79. Suriawiria, U. 1985. Mikrobiologi Dasar. Papas Sinar Sinanti. Jakarta.
63
Suwarno, J., Tiarsipeni, Dan Adillah, A. 2003. Penurunan Kadar Fenol Secara Biologis Dalam Reaktor Filter Anaerob Dua Tahap. Majalah Iptek, 14(2) : 65-72. Suyasa, I.W.B and Dwijani, Wahyu. 2015. Biosystem Treatment Approach For Seaweed Processing Wastewater. Journal of Environment and Waste Management., 2(2) : 059-062. Suyasa, I.W.B dan Dwijani, Wahyu. 2007. Kemampuan Sistem Saringan PasirTanaman Menurunkan Nilai BOD dan COD Air Tercemar Limbah Pencelupan. Ecotrophic., 2(1) : 1-7. Tarigan, M.S dan Edward. 2003. Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid) Di Perairan Raha, Sulawesi Tenggara. Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta 14430, Indonesia. Makara Sains., 7(3). Tortora, G.J.,et al. 2001. Microbiology an Introduction. Addison Wesley Longman Inc. San Fransisco. Trestiati, M. 2003. “Analisis Rhodamin B pada Makanan dan Minuman Jajanan Anak SD (Studi Kasus : Sekolah Dasar di Kecamatan MargaasihKabupaten Bandung)” (tesis). ITB. Bogor. Ulfin, I. 2001. Penurunan Kadar Cd dan Pb dalam Larutan dengan Kayu Apu : Pengaruh pH dan Jumlah Kayu Apu. Prosiding Senaki III, Kimia– FMIPA, ITS. Surabaya. Ulfin, I dan Widya W. 2001. Study Penyerapan Kromium Dengan Kayu Apu ( Pistia stratiotes,L)* . Akta Kimindo, 1(1) : 41-48 Waluyo, lud. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang. Wolverton, B.C. and M.M. Mcknown. 1975. Water hyacinth for removal of phenol from polluted water. Journal Aquatic Botany (10): 72721. Yusuf, G. 2008. Bioremediasi Limbah Rumah Tangga dengan Sistem Simulasi Tanaman Air-Fakultas MIPA Universitas Islam Makassar. Jurnal Bumi Lestari. 8 (2) : 136-144. Young, J.C. 1991. Factors Affecting The Design And Performance Of Upflow Anaerobic Filters, in Metcalf, Eddy. 2003. Wastewater Engineering : Treatment, Disposal And Reuse, 4th Ed. New York: Mcgraw Hill Book Co.
LAMPIRAN Lampiran 1. Data Uji Pendahuluan Pembibitan Mikroba Sedimen Air Limbah Pencelupan (Hasil Uji Laboratorium Mikrobiologi Universitas Udayana) A. DATA PENELITIAN JUMLAH KOLONI BAKTERI H1 PEMBIBITAN No. PENGENCERAN JUMLAH KOLONI Keterangan TOTAL 1 2 3 4
KONTROL 10-1 10-2 10-3
>300 >300 250 CFU/ml x 103
5
10-4
193 CFU/ml x 104
6
10-5
32 CFU/ml x 105
7
10-6
5 CFU/ml x 105
∞ ∞ 250 A: 87 B:3 C : 156 D:4 196 A: 40 B: 1 C: 153 D: 2 32 A: 4 C: 27 D: 1 <30
B. DATA PENELITIAN JUMLAH KOLONI BAKTERI H4 PEMBIBITAN No.
PENGENCERAN
JUMLAH KOLONI
Keterangan
1 2
KONTROL 10-1
>300
(1. Isolat A: >300 koloni Isolat B: 4 koloni)
3
10-2
>300
(1. Isolat A: >300 koloni Isolat B: 3 koloni Isolat C: 3 Koloni)
64
65
4
10-3
>300
5
10-4
>300
(1. Isolat A: >375 koloni Isolat B: 4 koloni) (1. Isolat A: >347 koloni Isolat B: 9 koloni)
6
7
10-5
10-6
>300
>300
(1. Isolat A: >304 koloni Isolat C: 4 koloni) ∞ (1. Isolat A: >289 koloni
C. DATA PENELITIAN JUMLAH KOLONI BAKTERI H7 PEMBIBITAN No. PENGENCERAN JUMLAH Keterangan KOLONI 1 KONTROL 2 10-1 >300 A : 13 B : 14 D : >300 3 10-2 >300 A : 10 D : >300 C:9 -3 4 10 >300 A:9 D : >300 C:8 F:4 -4 5 10 >300 A : 16 D : >300 F:5 -5 6 10 >300 C:8 D : >300 -6 7 10 >300 C:6 D : >300 -7 8 10 336 CFU/ml x C :6 107 D : >300 -8 9 10 324 CFU/ml x A : 10 108 D :>300
66
E. DATA PENELITIAN JUMLAH KOLONI BAKTERI H10 PEMBIBITAN No. PENGENCERAN JUMLAH Keterangan KOLONI 1 KONTROL 2 10-1 >300 A:5 B:4 D : >300 -2 3 10 >300 A:4 D : >300 C:1 -3 4 10 62 CFU/ml x D :62 103 5 10-4 9 CFU/ml x 104 D : 9 10-5
6
KETERANGAN NO. 1
1 CFU/ml x 105
D:1
JENIS ISOLAT ISOLAT A
CIRI-CIRI Bulat, di bagian tengah putih, bagian pinggir kuning permukaan licin warna keruh
2
ISOLAT B
Warna putih susu bentuk melebar seperti bunga, mengkilap, permukaan licin
3
ISOLAT C
Warna putih susu, mengkilap, bulat, cembung, permukaan licin
4
ISOLAT D
Bulat kecil, mengkilap, cembung permukaan licin, bening kekuningan
5
ISOLAT E
Putih, kusam, permukaan rata, tidak mengkilap,
67
Lampiran 2. Isolat dan Karakter Bakteri dari Rhizodegradasi Limbah Artificial Rhodamin B (Hasil Uji Laboratorium Mikrobiologi Universitas Udayana) A. Morfologi makroskopis isolat yang ditemukan No. 1
Kode Isolat IB1
2 3 4
IB2 IB3 IB4
5
IB5
6
IB6
Keterangan Bulat kecil, bening kekuningan, mengkilap, tepi utuh, cembung Bulat kecil, warna merah muda, mengkilap, tepi utuh Bulat, transparan, permukaan rata, tepi utuh, cembung Bulat besar, warna putih susu, mengkilap, tepi utuh, cembung Bulat, putih susu, kusam, mengkilap, permukaan rata, tepi berombak, sedikit cembung Bulat kecil, putih susu, tidak mengkilap, tepi utuh, cembung
B. Hasil Isolasi Bakteri dari Proses Rhizodegradasi Limbah Artificial Rhodamin No
Kode Isolat
Populasi Koloni Bakteri (CFU/g tanah x 108)
1 2 3
IB1 IB2 IB4
131 244 10
1 2 3 T12 1 2 3 T18 1 2 3 T24 1 2 3 T30 1 2 3
IB1 IB3 IB6
122 21 131
IB1 IB4 IB6
150 128 33
IB1 IB4 IB5
279 13 11
IB1 IB3 IB6
54 8 155
IB1 IB3 IB4
154 1 18
T0
T6
68
T36 1 2 3 T42 1 2 T48 1 2 3
IB1 IB4 IB6
106 20 188
IB1 IB6
84 213
IB1 IB4 IB6
109 10 156
69
Lampiran 3. Analisis Data A. Penentuan Kadar Rhodamin B 1. Penentuan panjang gelombang rhodamin B Penentuan panjang gelombang diukur dari panjang gelombang 400-650 nm, menggunakan larutan standar rhodamin b 1,5 ppm. Hasil pengukuran menunjukkan panjang gelombang maksimum dalah 553 nm.
0.07
Absorbansi
0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 400 430 460 490 500 520 530 540 545 550 553 555 560 570 580 600 650
Panjang gelombang (nm)
2. Pembuatan Larutan Standar dan Kurva Kalibrasi No 1 2 3 4 5 6
Larutan standar Blanko Standar 0,5 ppm Standar 1 ppm Standar 1,5 ppm Standar 2 ppm Standar 2,5 ppm
Absorbansi 0,0000 0,0187 0,0385 0,0643 0,0860 0,0990
70
0.12 y = 0.0413x - 0.0005 R² = 0.994
0.1
Absorbansi
0.08 0.06 0.04 0.02 0 0
0.5
1
-0.02
1.5
2
2.5
3
konsentrasi
3. Penentuan Kadar Rhodamin B Absorbansi sampel T(0) = 0,0322 x (kadar rhodamin B dalam sampel) = . . . . . ? Perhitungan kadar rhodamin B pada sampel : y b x a y = 0.0413x – 0,0005 0,0322 = 0,0413x – 0,0005 0,0322 + 0,0005 = 0,0413x x= Dengan cara yang sama diperoleh kadar rhodamin B dalam keseluruhan sampel yaitu: Absorbansi
Waktu (jam) 0 6 12 18 24 30 36 42 48 216
I 0,0322 0,0204 0,0193 0,019 0,021 0,0156 0,014 0,0127 0,0112 0,0034
II 0,0322 0,0204 0,0192 0,019 0,021 0,0155 0,014 0,0127 0,0112 0,0034
Konsentrasi (mg/L) III 0,0324 0,0204 0,0192 0,019 0,0211 0,0155 0,014 0,0127 0,0113 0,0034
I 0,7918 0,5960 0,5061 0,4860 0,4389 0,3898 0,3511 0,3196 0,2833 0,0944
II III 0,7918 0,7966 0,5960 0,5960 0,5061 0,5061 0,4860 0,4860 0,4389 0,4389 0,3874 0,3874 0,3511 0,3511 0,3196 0,3196 0,2833 0,2857 0,0944 0,0944
RataRata (mg/L) 0,7934 0,5960 0,5061 0,4860 0,4389 0,3882 0,3511 0,3196 0,2841 0,0944
71
B. Penentuan kadar TDS (total dissolved solid)
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu
Ulangan
(jam)
I
II
0 6 12 18 24 30 36 42 48 216
1201,5400 1101,0200 1000,5700 1100,1100 1071,4100 940,7000 661,2800 461,2400 439,4200 356,3564
1301,5231 1107,2341 1010,3412 1100,1100 1071,4100 940,9831 661,3268 462,1265 439,3450 356,3345
Rata-rata
III 1281,5981 1102,0590 1009,5747 1120,1451 1062,1682 943,1826 660,4610 462,1629 440,4518 356,3340
(mg/L) 1261,5537 1103,4377 1006,8286 1106,7884 1068,3294 941,6219 661,0226 461,8431 439,7389 356,3416
C. Penentuan kadar TSS (total suspended solid)
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu
Ulangan
(jam)
I
II
0 6 12 18 24 30 36 42 48 216
40,6740 40,4760 40,2460 32,3280 30,1580 28,1700 20,1180 20,0980 12,0700 10,3291
40,6240 40,5033 40,2177 33,1218 31,1267 28,1988 20,1789 20,1245 12,1977 10,3556
Rata-rata
III 40,7082 40,4500 40,5077 33,0781 30,1961 29,1342 20,1632 20,1478 12,1257 10,3351
(mg/L) 40,6687 40,4764 40,3238 32,8426 30,4936 28,5010 20,1534 20,1234 12,1311 10,3399
72
Lampiran 4. Foto-foto penelitian
Gambar 1. Pembibitan tanaman Ipomea crassicaulis
Gambar 2. Bak pengolahan beserta tanaman
73
Gambar 3. Lokasi pengambilan sampel sedimen
Gambar 4. Seeding mikroba yang berasal dari limbah pencelupan
74
Gambar 5. Bak pengolahan yang telah diisi limbah rhodamin B
Gambar 6. Sampel air limbah rhodamin B yang telah diolah
75
Gambar 7. Pengukuran pH dengan pH meter digital
Gambar 8. Pengukuran kadar rhodamin B menggunakan spektrofotometri uv-vis.