PENUNTUN SKILLS LAB BLOK 1.2 KARDIORESPIRASI
1. Pemeriksaan tanda vital 2. Linea / regio dinding Toraks (inspeksi /proyeksi organ) 3. Toraks 1 (Jantung - Paru) 4. Jugular Venous Pressure / JVP 5. Balutan 1 : Menghentikan perdarahan akut (tekanan langsung & tekanan titik)
Edisi 4 REVISI 2012
TIM PELAKSANA SKILLS LAB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
CARA PENGGUNAAN BUKU INI: Untuk mahasiswa Bacalah penuntun skills lab ini sebelum proses pembelajaran dimulai. Hal ini akan membantu saudara lebih cepat memahami materi skills lab yang akan dipelajari dan memperbanyak waktu untuk latihan dibawah pengawasan instruktur masing-masing. Bacalah juga bahan /materi pembelajaran yang terkait dengan keterampilan yang akan dipelajari seperti: Anatomi, fisiologi, biokimia, dan ilmu lainnya. Hal ini akan membantu saudara untuk lebih memahami ilmu-ilmu tersebut dan menemukan keterkaitannya dengan skills lab yang sedang dipelajari. Saudara juga diwajibkan untuk menyisihkan waktu diluar jadwal untuk belajar / latihan mandiri. Selamat belajar dan berlatih ...
Terima kasih
Tim Penyusun
1
DAFTAR TOPIK SKILLS LAB SETIAP MINGGU
Minggu Ke
Jenis keterampilan
Topik
I II
Ketrampilan pemeriksaan fisik
III
Latihan: 1. Pemeriksaan tanda vital dan pengenalan proyeksi organ 2. Pemeriksaan Fisis Paru 3. Pemeriksaan Fisis Jantung dan JVP
Tempat
Ruang skills lab Gedung ABCD
IV V
Ujian
Ketrampilan prosedural
Latihan: Balutan 1. Ujian
VI
PENILAIAN: Nilai Akhir skills lab pada Blok 1.2 = 2F + 1 P -----------3 Keterangan: F = Nilai Ketrampilan Pemeriksaan Fisik P = Nilai Ketrampilan Prosedural Ketentuan : 1. Mahasiswa yang akan mengikuti ujian tulis/skills lab/praktikum harus mengikuti persyaratan berikut : a. Minimal kehadiran dalam kegiatan diskusi tutorial 90% b. Minimal kehadiran dalam kegiatan diskusi pleno 90% c. Minimal kehadiran dalam kegiatan skills lab 100% d. Minimal kehadiran dalam kegiatan praktikum 100% 2. Apabila tidak lulus dalam ujian tulis, mahasiswa mendapat kesempatan untuk ujian remedial satu kali pada akhir tahun akademik yang bersangkutan. Jika masih gagal, mahasiswa yang bersangkutan harus mengulang blok. 3. Batas minimal nilai kelulusan skills lab adalah 81 untuk kesemua keterampilan 4. Apabila tidak lulus ujian skills lab, mahasiswa mendapat kesempatan untuk ujian remedial satu kali di akhir blok. Jika masih gagal, mahasiswa yang bersangkutan harus mengulang blok 5. Ketentuan penilaian berdasarkan peraturan akademik program sarjana Universitas Andalas. 2
I. Seri Ketrampilan Pemeriksaan Fisik:
1. Pemeriksaan tanda vital 2. Linea / regio dinding Toraks(inspeksi /proyeksi organ). 3. Toraks 1 (Jantung - Paru) 4. Jugular Venous Pressure / JVP
Edisi 4 Oktober 2012
TIM PELAKSANA SKILLS LAB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
3
PENDAHULUAN Pada blok 1.1 mahasiswa telah diperkenalkan dengan pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan dasar sebagai prosedur utama yang harus dimiliki oleh mahasiswa sebagai calon dokter dengan standar mampu melakukan dengan baik. Pada blok 1.2 ini mahasiswa dilatih untuk lebih mahir dalam melakukan pemeriksaan tanda vital berupa penilaian
keadaan
umum, status mental, tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, nafas dan suhu. Di samping mampu memeriksa, mahasiswa juga diharapkan mampu memberikan penilaian terhadap hasil pemeriksaan dengan baik, sehingga bisa mengenal kondisi patologis dengan tepat. Pada kegiatan skills lab ketrampilan pemeriksaan fisik pada blok 1.2 merupakan kelanjutan dari keterampilan pemeriksaan fisik blok 1.1. dengan tambahan materi: 1. Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiorespirasi meliputi Regio/Linea di dinding toraks, inspeksi/ proyeksi organ-organ torak (jantung dan paru). 2. Pemeriksaan fisik paru dan jantung 3. Pemeriksaan Tekanan Vena Yugularis (Jugular Venous Pressure / JVP) Secara umum latihan yang diberikan bertujuan agar mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik sistem kardiorespirasi dan pemeriksaan JVP. Kegiatan di atas merupakan kemampuan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang mahasiswa kedokteran sehingga mereka dapat menerapkannya ketika menjadi seorang dokter. Ketrampilan pemeriksaan fisik ini ditunjang oleh ketrampilan yang sudah didapatkan oleh mahasiswa pada Blok 1.1. (Ketrampilan Berkomunikasi Sambung Rasa, Pemeriksaan Fisik). Sementara itu ketrampilan ini menunjang ketrampilan lain pada Blok berikutnya, Blok 3.2 Toraks 2 (Pemeriksaan jantung lengkap) dan EKG 2; Blok 3.3 Toraks 3 (Pemeriksaan Paru Lengkap); Blok 4.2 Resusitasi jantung paru Keterampilan ini akan bermanfaat sebagai dasar bagi keterampilan pemeriksaan fisik pada blok berikutnya. Waktu yang dibutuhkan untuk berlatih dan evaluasi formatif selama 6 x 50 menit, atau 3 kali pertemuan yang terjadwal dan 2 x 50 menit untuk ujian (minggu ke-4). Latihan ketrampilan akan diadakan di ruang skills lab FK-Unand.
4
I. PEMERIKSAAN TANDA VITAL
1. TUJUAN PEMBELAJARAN: 1.1. Tujuan Instruksional Umum: Setelah melakukan pelatihan ketrampilan klinik Pemeriksaan Fisik Tanda vital mahasiswa mampu melaksanakan pemeriksaan tanda vital dan memberikan interpretasi terhadap hasil pemeriksaan 1.2. Tujuan Instruksional Khusus: 1.2.1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan keadaan umum 1.2.2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan status mental 1.2.3. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan tingkat kesadaran (skala Glasgow) 1.2.4. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan tekanan darah , nadi, nafas dan suhu dan interpretasinya dengan benar 2. STRATEGI PEMBELAJARAN: 2.1. Responsi 2.2. Bekerja kelompok 2.3. Bekerja dan belajar mandiri 3. PRASYARAT: -
Pengetahuan yang perlu dimiliki sebelum berlatih: Anatomi, Fisiologi dan Fisika.
-
Ketrampilan yang terkait: Ketrampilan komunikasi: perkenalan, interpersonal skills Higines/Asepsis: Mencuci tangan
4. TEORI
PEMERIKSAAN FISIK TANDA VITAL Pengertian Hasil pemeriksaan tanda vital seorang dokter akan mampu menilai keadaan pasien secara umum. Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dilakukan pemeriksaan lanjutan yang lebih lengkap. Pemeriksaan tanda vital meliputi : 1. penilaian keadaan umum, 2. penilaian status mental / tingkat kesadaran 3. pemeriksaan tekanan darah 4. pemeriksaan nadi 5. pemeriksaan nafas 6. pemeriksaan suhu 5
Teori dan prosedur kerja Pemeriksaan Tanda Vital sudah dipelajari mahasiswa pada Skills Lab Blok 1.1. (Pemeriksaan fisik Umum). Sebagai tambahan pada blok 1.2 ini adalah mahasiswa akan mempelajari penilaian status mental/tingkat kesadaran,
pemeriksaan
denyut
nadi
dan
pemeriksaan
pernapasan dengan lebih lengkap
I. Penilaian keadaan umum. Penilaian keadaan umum dilakukan saat seorang dokter pertama kali bertemu dengan pasien. Secara umum pasien dapat dinilai kondisi sakitnya dalam kondisi sebagai berikut : Tidak nampak sakit, masih bisa beraktifitas biasa Sakit ringan, tampak mulai terganggu aktifitas harian Sakit sedang, memerlukan istirahat tetapi masih dapat melakukan aktifitas pribadi Sakit berat, terbaring di tempat tidur dan perlu bantuan untuk melakukan aktifitas pribadi.
II. Penilaian status mental / tingkat kesadaran Merupakan penilaian tingkat kesadaran berupa : 1.
Composmentis, sadar sepenuhnya, baik/sempurna
2.
Apatis, perhatian berkurang
3.
Somnolen, mudah tertidur walaupun sedang diajak bicara
4.
Soporous, dengan rangsangan kuat masih memberi respon gerakan
5.
Soporocomatous, hanya tinggal reflek cornea (sentuhan kapas pada kornea, akan menutup kelopak mata)
6.
Koma, tidak memberi respon sama sekali
7.
Penilaian kesadaran juga dapat dilakukan dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Tabel GCS dapat dilihat pada halaman berikut.
6
Tabel 1. Glasgow Coma Scale (GCS) No 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5.
Membuka mata ( E ) Spontan Terhadap rangsang suara Terhadap rangsangan nyeri Tidak ada reaksi Motorik ( M ) Menurut perintah Dapat melokalisir rasa nyeri Mengelak terhadap rangsangan nyeri Gerakan fleksi Gerakan ekstensi Tidak ada reaksi Verbal ( V ) Menjawab dengan benar Jawaban tidak sesuai pertanyaan Jawaban salah Suara yang tidak ada artinya Tidak ada reaksinya
Nilai 4 3 2 1 6 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1
Nilai GCS = (E+M+V).nilai terbaik = 15. Nilai terburuk = 3 III. Penilaian Tekanan Darah Saat jantung berkontraksi dan relaksasi, sirkulasi darah menyebabkan tekanan pada dinding arteri. Tekanan darah arteri merupakan tekanan atau gaya lateral darah yang bekerja pada dinding pembuluh darah. Tekanan ini berubah-ubah sepanjang siklus jantung. Bila ventrikel berkontraksi, darah akan dipompakan ke seluruh tubuh, tekanan darah saat ini disebut tekanan sistolik. Bila ventrikel relaksasi, aliran darah dari atrium menuju ke ventrikel, tekanan darah saat ini disebut tekanan diastolik. Selisih antara tekanan sistolik dan diastolik disebut tekanan nadi. Ada 5 faktor yang menentukan tingginya tekanan darah, yaitu : curah jantung, tahanan pembuluh darah tepi, volume darah total, viskositas darah, dan kelenturan dinding arteri. Faktor lain yang menentukan tekanan darah adalah aktifitas fisik, stres emosi, nyeri, dan temperatur sekitar. Teknik Mengukur Tekanan Darah Alat pengukur tekanan darah disebut sfigmomanometer, ada 2 macam manometer yaitu : manometer air raksa/merkuri dan manometer aneroid (Gambar 1). Untuk mendapatkan pengukuran yang tepat lebar manset harus sesuai dengan ukuran lengan (Gambar 2). Pengukuran dapat dilakukan pada arteri apapun, yang dapat dilingkari manset di bagian 7
proksimal dan dapat diraba di bagian distal. Pengukuran pada arteri brakhialis paling sering dilakukan karena letaknya yang tepat. Agar dihasilkan pengukuran tekanan darah yang akurat terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan : -
Hindari merokok, minum caffein, olahraga 30 menit sebelum pemeriksaan.
-
Ruang pemeriksaan tenang.
-
Ukur setelah beristirahat selama 15 menit. Pemeriksaan dapat dilakukan dalam keadaan berbaring, duduk dengan lengan diatur sedemikian rupa sehingga A. brakialis terletak setinggi jantung.
-
Lengan bebas dari baju, tidak ada arteriovenous fistula pada pasien yang dihemodialisis atau tanda-tanda lymphedema.
-
Palpasi A. brakialis.
-
Lengan pada posisi antekubiti, setinggi jantung – dekat pertemuan ruang interkostal 4 dengan sternum.
-
Bila pasien duduk, letakkan lengan pada meja; bila pasien berdiri, lengan pada posisi pertengahan dada.
Gambar 1. Manometer air raksa dan aneroid
Gambar 2. Lebar manset sesuai ukuran lengan
IV. Penilaian Denyut Nadi (Pulse) Denyut nadi merupakan pemeriksaan pada pembuluh nadi atau arteri. Diperiksa dengan cara palpasi (perabaan) pada Arteri radialis pada pergelangan tangan. Pada tempat lain dapat juga dilakukan, seperti :
Arteri brakialis pada lengan atas Arteri karotis pada leher Arteri poplitea pada belakang lutut Arteri femoralis pada lipat paha Arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior pada kaki 8
Sifat-sifat nadi yang dinilai : 1. Frekuensi (kecepatan) nadi Normal dewasa : 60-90 kali/menit, anak : 90-140 kali/menit 2. Pengisian nadi (size) Ditentukan oleh pengisian saat sistole dan pengosongan saat diastole
Gambar 2 Normal Tekanan nadi sekitar 30-40 mmHg. Kontur nadi yang normal adalah halus dan bulat. (gambar 2). 3. Gelombang nadi (wave) Ditentukan oleh kecepatan pengisian dan pengosongan nadi. Gelombang nadi sangat erat hubungannya dengan pengisian nadi, makin besar pengisian maka makin besar gelombang nadi 4. Irama nadi Pada orang normal irama nadi teratur, disebut pulsus reguler. 5. Tekanan (tension) Cara : Dengan memberi tekanan pada A. radialis kanan. Jari ke-2 menekan A. radialis makin kuat sambil jari ke-3 dan ke-4 merasakan ada atau tidak denyut jantung. 6. Dinding pembuluh darah (kontur) Diraba pada A. br.akialis. Arteri yang baik pada palpasi terasa dindingnya kenyal. 7. Pulsasi vena Pulsasi vena tidak dapat diraba seperti halnya arteri, hanya dapat dilihat (inspeksi) dan sebaiknya diperiksa pada vena jugularis eksterna.
V. Penilaian pernapasan (respirasi) Terdiri dari inspirasi dan ekspirasi, frekuensi napas normal 14-20 kali permenit (lihat gambar 3). Yang harus diperhatikan pada pernapasan adalah : kecepatan, irama, usaha bernapas (effort
of
breathing),
pola
pernapasan,
pengunaan otot-otot pernapasan tambahan. Gambar 3. Pernapasan normal
. 9
a. Kecepatan pernapasan Adalah jumlah inspirasi permenit. Kecepatan pernapasan lebih rendah dan kurang teratur dibandingkan dengan denyut nadi, maka harus dihitung semenit untuk mengurangi kesalahan. Kecepatan meningkat pada keadaan :
Emosional seperti ketakutan atau cemas
Kelainan metabolik : - Diabetes melitus - Kelainan paru-paru (emfisema)
Kelainan dinding torak yang menghalangi pelebaran dada, misalnya : miastenia gravis
Kecepatan respirasi berkurang pada keadaan : depresi sistem saraf, misalnya kelebihan sedasi dan anestesi. b. Kedalaman pernapasan Kedalaman pernapasan pada umumnya menggambarkan tidal volume, jumlah udara yan diambil setiap pernapasan. Pada dewasa normal tidal volume antara 300-500 ml. Volume udara inspirasi sebenarnya
hanya dapat ditentukan dengan spirometer. Untuk
memperkirakan kedalaman pernapasan, observasi dada ketika naik dan turun, nilai usaha yang dibutuhkan untuk bernapas. Pernapasan hendaklah agak lambat. Tentukan apakah pernapasan dangkal (superfisial), sedang atau dalam. Napas yang dangkal menunjukkan kerusakan pada dada seperti tulang iga patah. Pernapasan dalam menunjukkan kelainan saraf, seperti cerebrovascular accident. c. Jenis pernapasan - Thorakal Rongga toraks mengembang dan mengempis sesuai dengan irama inspirasi dan ekspirasi. Umumnya wanita mempunyai pernapasan torakal. - Abdominal Inspirasi seirama dengan pengembangan perut dan ekspirasi dengan pengempisan perut. Umumnya pada laki-laki dan anak-anak. - Thorakoabdominal Unsur torakal lebih dominan. Sering pada laki-laki dan anak-anak. - Abdominotorakalis Unsur abdomen lebih dominan
10
d. Perubahan bau napas - Bau alkohol : pada intoksikasi - Bau urin ; pada uremia (gagal ginjal kronk) - Bau aseton : pada koma diabetikum (ketoasidosis), kelaparan - Bau amis/terasi (fetor hepatikum) : pada koma hepatikum - Bau busuk : - oral higine buruk - Stomatitis - Periodontis - Tonsilitis - Rhinitis atrofik - Abses paru - Bronkiektasis Perhatikan simetris dinding dada pada saat mengembang waktu inspirasi. Keadaan asimetris dapat disebabkan oleh kelainan otot, tulang iga patah, atau paru-paru collap. Perhatikan otot dada atau otot abdomen yang bekerja. Wanita biasanya bernapas dengan otot dada, sedangkan laki-laki dan anak-anak memakai otot abdomen. Perhatikan juga otot lain yang bekerja pada pernapasan, misalnya otot skalenus, sternocleidomastoideus dan otot abdomen. Pemakaian otot tersebut biasanya pada keadaan penyakit paru-paru kronis atau respiratory distress. VI. Penilaian Suhu tubuh Suhu tubuh menunjukkan perbedaan antara jumlah energi yang dihasilkan oleh tubuh dengan jumlah energi yang hilang. Dalam keadaan normal suhu tubuh dipertahankan dalam batas normal, hal ini diatur oleh pusat pengaturan
panas (thermoregulatory) pada
hipotalamus. Sistem ini mengatur keseimbangan antara panas yang dihasilkan oleh sistem metabolisme pada tubuh seperti menggigil, kontraksi otot, penyakit, olahraga, peningkatan aktifitas kelenjar tiroid dengan panas yang hilang sepertu konduksi, konveksi dan evaporasi. Suhu tubuh normal 36oC-37,5 oC. Bila produksi panas berlebihan akan menyebabkan demam/ peningkatan suhu tubuh (hyperthermia). Kebalikannya, bila aktifitas berlebihan dapat menyebabkan suhu tubuh menurun disebut hypothermia. Posisi termometer: a. Oral Pemeriksaan secara oral dengan memasukkan ujung termometer kaca di bawah bagian depan lidah lalu mulut ditutup selama 3-5 menit, kemudian baca hasilnya. Letakkan kembali termometer di bawah lidah beberapa menit, baca hasilnya. Bila suhu masih bertambah, ulangi prosedur sampai temperatur tetap. Sebelum pemakaian, termometer 11
dikocok agar kolom air raksa berada dibawah 35,5oC. Dilakukan pada pasien dewasa yang sadar. Sebelum pemeriksaan pasien tidak bernapas memalui mulut, tidak minum air panas, air dingin dan tidak merokok selama 15 menit. Faktor-faktor tersebut menyebabkan hasil pembacaan tidak tepat. Kemungkinan kesalahan yang terjadi : Penderita tidak menutup mulut dengan rapat Penderita baru minum es atau air panas (pemeriksaan diundur 10-15 menit) Penderita bernapas melalui mulut Terlalu cepat menilai Merokok (15 menit sebelumnya) Cara oral, kontra indikasi dilakukan pada pasien dengan kerusakan mulut, setelah operasi mulut, anak-anak, pasien tidak sadar, batuk-batuk, kejang dan menggigil. Keadaan ini akan menyebabkan termometer pecah. Pada pemakaian termometer elektronik, pembacaan suhu setelah 10 detik. Suhu oral ratarata 37oC (98,6oF), pada pagi hari suhu dapat mencapai 35,8 oC, siang dan sore hari 37,3 oC. b. Aksila Cara pengambilan suhu melalui aksila dengan meletakkan ujung termometer pada ketiak/aksila. Pasien memegang tangan yang lain melalui dada, sehingga posisi termometer tetap. Bila pasien tidak mampu, pemeriksa yang memegang termometer tersebut. Temperatur melalui aksila dibaca setelah 5-10 menit. Cara ini dilakukan pada pasien yang tidak bisa menutup mulut secara oral, misalnya deformitas mulut, operasi mulut, pasien yang memakai oksigen. Pengukuran dengan termometer digital dilakukan selama 30 detik. c. Rektal Penderita berbaring pada 1 sisi dengan paha difleksikan. Ujung termometer diberi pelumas, masukkan ke anus sedalam 3-4 cm, baca setelah 3 menit. Pada pemakaian termometer elektronik, pembacaan suhu setelah 10 menit. Suhu rektal lebih tinggi 0,4-0,5oC dibandingkan suhu oral. d. Membran timpani Pengukuran suhu pada membran timpani lebih praktis, cepat, aman. Pastikan kanalis auditorius eksternal tidak ada cerumen. Posisi sinar infra merah ditujukan ke membran timpani (jika tidak, pengukuran kurang valid). Tunggu 2-3 detik sampai suhu digital muncul. Cara tersebut merupakan pengukuran suhu inti tubuh, lebih tinggi 0,8oC dibandingkan suhu oral.
12
5. PROSEDUR KERJA Dalam skills lab ini, alat yang dibutuhkan dan prosedur kerja dapat dilihat pada penuntun skills lab blok 1.1.. Adapun urutan kerja adalah sebagai berikut: A. Penilaian Tingkat Kesadaran. B. Pengukuran Tekanan Darah C. Pengukuran Denyut Nadi D. Pemeriksaan pernafasan E. Pemeriksaan Suhu Tubuh A. Penilaian Tingkat Kesadaran: Alat dan bahan : kapas (refleks kornea) Prosedur kerja: 1. Pada pasien yang sadar , berikan pertanyaan seperti perjalanan penyakit, orientasi tempat dan waktu. Bila bisa dijawab dengan baik , penderita dinilai komposmentis 2. Bila tidak direspon dengan baik, berikan rangsangan nyeri kepada pasien seperti menekan daerah tulang dada atau menekan daerah betis bagian belakang, menyentuh daerah kelopak mata dengan kapas 3. Respon yang diperoleh menunjukkan tingkat kesadaran pasien. a. Apatis, bila perhatiannya berkurang b. Somnolen, mudah tertidur walaupun sedang diajak bicara c. Soporous, dengan rangsangan kuat masih memberi respon gerakan d. Soporocomatous, hanya tinggal reflek cornea (sentuhan kapas pada kornea, akan menutup kelopak mata) e. Koma, tidak memberi respon sama sekali 4. Hal yang sama dilakukan bila mengguinakan Glasgow coma scale, namun hasil dinyatakan dalam bentuk angka, yang kemudian hasil dari angka tersebut menggambarkan kondisi kesadaran pasien. B. Pengukuran tekanan Darah: Alat: spygmomanometer air raksa Cara Mengukur Tekanan Darah -
Lilitkan manset yang sudah kempis dengan ketat pada lengan atas sehingga batas bawah manset tersebut sekitar 2,5 cm diatas fosa antekubiti, manset diletakkan pada permukaan depan medial lengan.
-
Mula-mula tentukan tekanan sistolik dengan palpasi. Tekanan darah diukur dengan palpasi agar kesenjangan auskultasi (auscultatory gap = interval diam antara tekanan sistolik dan diatolik) masih dapat dideteksi. Raba denyut A. radialis dan pompalah manset sampai denyut tak teraba lagi. Perlahan-lahan kempiskan manset dan catatlah angka pada saat denyut teraba lagi. Ini adalah tekanan sistolik (gambar 3). 13
-
Letakkan stetoskop dengan ringan di atas A. brakialis (fossa cubiti).
-
Pompa manset secara cepat, sampai 20-30 mmHg diatas tekanan sistolik, kemudian turunkan
-
perlahan-lahan sekitar 2-3 mmHg perdetik.
-
Bunyi pertama yang terdengar adalah tekanan sistolik = fase Korotkoff I.
-
Saat bunyi tidak terdengar lagi adalah tekanan diastolik = fase Korotkoff II (gambar 5)
Gambar 4. Cara Mengukur Tekanan
Gambar 5. Auscultatory gap
darah
Gambar 6 Tekanan sistolik dan diastolik Cara melaporkan hasil pemeriksaan/pengukuran: Laporan disampaikan dalam bentuk berapa angka yang tertera di alat pada saat terdengar korotkoof 1 , merupakan bunyi sistolik, dan saat bunyi menghilang sebagai fase diastolik Kesalahan yang mungkin timbul pada ketrampilan tersebut: - memberikan tekanan berlebihan
14
-
saat mengurangi tekanan, dilakukan tergesa-gesa sehingga sukar menilai bunyi/ fase korotkoff Pengukuran Denyut Nadi Alat: stop watch / jam Cara pemeriksaan : -
Biasanya pada pergelangan tangan kanan.
-
Pemeriksa
berada
di
kanan,
dengan
menggunakan 2 ujung jari (jari ke-2,3) tangan kanan yang ditempelkan pada A. radialis. Tekan A. radialis sampai teraba pulsasi yang maksimal (gambar 7) -
Bila denyut nadi teratur, hitung kecepatan selama 15 detik, lalu dikalikan 4.
-
Gambar 7. Pemeriksaan nadi
Bila denyut nadi tidak teratur (aritmia), hitung selama 60 detik. Dihitung juga denyut jantung dengan menggunakan stetoskop.
-
Periksa pada lengan kanan dan kiri.
Cara melaporkan hasil pemeriksaan/pengukuran: Hasil dilaporkan berupa jumlah denyut per satu menit atau 60 detik Kesalahan yang mungkin timbul pada ketrampilan tersebut adalah penekanan nadi terlalu kuat, sehingga terlewatkan denyut pertama yang terasa C. Pemeriksaan pernapasan: Alat : stop watch Cara pemeriksaan pernapasan 1. Pasien melepaskan baju sesuai kebutuhan 2. Perhatikan gerakan pernapasan melalui gerakan dada pasien (lakukan jangan sampai pasien merasa malu) 3. Kadang-kadang diperlukan palpasi pada dinding dada untuk membandingkan gerakan kiri dan kanan. 4. Selama inspirasi, perhatikan gerakan dinding lateral dada, pembesaran sudut epigastrium dan ekstensi anterior-posterior. 5. Selama ekspirasi, perhatikan gerakan dinding dada, sudut epigastrium dan anterior-posterior kembali ke posisi semula. 6. Perhatikan otot-otot yang bekerja pada pernapasan. 7. Buat catatan mengenai irama, frekuensi dan gerakan dinding dada abnormal Cara melaporkan hasil pemeriksaan/pengukuran: Nyatakan jumlah nafas satu menit, tipe pernafasan serta ada tidaknya gerakan tambahan di dinding dada. Kesalahan yang mungkin timbul pada ketrampilan tersebut; 15
Ketepatan dalam menghitung jumlah pernafasan, Faktor kooperatif pasien sangat menentukan
D. Pemeriksaan Suhu Tubuh: Alat : termometer aksila Cara Pemeriksaan Suhu Tubuh (melalui aksila) 1. Pemeriksa berada pada sisi kanan pasien 2. Terangkan pada pasien cara pemeriksaan 3. Pasien berada pada posisi duduk atau prone position 4. Goyang termometer sampai air raksa turun 35,5oC 5. Letakkan termometer pada ketiak 6. Tunggu 5-10 menit, catat hasilnya Cara melaporkan hasil pemeriksaan/pengukuran: Dilaporkan angka yangg sesuai dengan permukaan air raksa Kesalahan yang mungkin timbul pada ketrampilan tersebut - Sebelum memulai pengukuran ,permukaan air raksa tidak berada dalam posisi terendah - permukaan aksilla tidak kering
BUKU YANG DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI RUJUKAN 1. Adams. Textbook of Physical Diagnosis.17 ed.Williams & Wilkins.1987 2. Delp MH, Manning RT. Major Diagnosis Fisik. Terjemahan Moelia Radja Siregar. EGC 1996 3
Buku Ajar Fisis Diagnostik Penyakit Dalam FK Unand. Editor Nusirwan Acang, dkk , Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas AndalasPadang, 2008
16
4. EVALUASI CHECKLIST PENILAIAN PEMERIKSAAN FISIK UMUM Nama
:
BP
:
Tanggal
:
No
Aspek Yang Dinilai
A
Persiapan Mengucapkan salam Menjelaskan tujuan pemeriksaan Menyiapkan alat yang diperlukan Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien Pasien tidur telentang dalam keadaan rileks dan dada terbuka
1. 2. 3. 4. 5.
1
SKOR 2 3
4
B
Anamnesis 6. Menilai status mental penderita 7. Menilai tingkat kesadaran (GCS) C Inspeksi 8. Menilai bentuk pernafasan 9. Melaporkan jumlah pernafasan permenit D Palpasi 10. Melaporkan jumlah denyut nadi permenit 11. Menilai sifat nadi 12. Melaporkan suhu tubuh pasien D
Auskultasi 13.Melaporkan posisi bunyi korotkof I 14. Melaporkan posisi bunyi korotkof II E Kesimpulan JUMLAH Penilaian: Untuk nomor 1-5: 1= tidak dilakukan 2= dilakukan
Untuk nomor 6-14: 1 = Tidak dilakukan 2 = Dilakukan dan perlu banyak perbaikan 3 = Dilakukan dan perlu sedikit perbaikan 4 = Dilakukan dengan sempurna
Nilai akhir= total skor x 100 46 Nilai akhir = .............................. Padang, ...........................2012 Instruktur,
(............................................) 17
II. LINEA / REGIO PADA DINDING TORAKS (INSPEKSI / PROYEKSI ORGAN )
2.1. TUJUAN PEMBELAJARAN: Setelah mengikuti kegiatan ketrampilan ini diharapkan mahasiswa dapat mengenali dan mengidentifikasi proyeksi organ pada dinding Toraks. 2.2.
TEORI
PROYEKSI ORGAN Rongga toraks dibentuk oleh : -
Clavicula Sternum Tulang iga (kostae) Scapula Vertebrae Thoracalis Otot-otot dinding Toraks
Besar rongga toraks bervariasi, pada orang dewasa diameter anterior – posterior lebih kecil dari diameter transversal.
Anatomi Dan Fisiologi Toraks Pelajarilah kembali anatomi dinding dada kenalilah struktur-struktur yang terdapat pada gambar di bawah ini (Gambar 1).
18
Dalam mendeskripsikan hasil pemeriksaan toraks, anda perlu dapat menghitung kosta beserta spatium interkostalis dengan benar. Angulus sternalis adalah petunjuk yang baik. Untuk menemukannya, temukanlah dahulu fossa suprasternalis, kemudian gerakkan jari anda ke bawah sejauh kurang lebih 5 cm, untuk sampai pada tonjolan tulang horisontal yang menghubungkan antara manubrium sterni dengan korpus sterni. Kemudian gerakkan jari anda ke lateral untuk menemukan kosta kedua. Spatium interkostalis yang langsung berada di bawahnya adalah spatium interkostalis ke dua. Dari sini, dengan menggunakan dua jari anda dapat menyelusuri kosta ke bawah, secara miring ke lateral sesuai dengan garis merah pada gambar. Jangan menyelusuri tepi sternum, karena di daerah ini kosta sangat rapat. Kenalilah bahwa hanya 7 buah kartilago kosta yang melekat pada sternum. Kartilago kosta ke 8, 9 dan ke 10 menempel pada kartilago kosta di atasnya, sedangkan kartilago kosta ke 11 dan ke 12 berujung bebas (Gambar 2).
Pada dinding posterior dada, kosta ke 11 dan ke 12 dapat menjadi titik awal untuk menghitung kosta dan spatium interkostalis. Biasanya ini menolong untuk mendiskripsi kelainan pada dada bagian bawah, tetapi dapat menolong juga apabila penghitungan dari depan tidak memuaskan atau meragukan. Mula-mula dengan satu jari tangan, tekanlah tepi bawah kosta ke arah dalam dan atas, temukanlah kosta ke 12. Kemudian merambatlah ke atas pada spatium interkostalis secara miring ke atas dan melingkar ke dinding depan dada (gambar 3)
19
Selain itu, ada juga tanda-tanda tulang lain yang dapat dipakai sebagai patokan. Angulus inferior scapulae biasanya terletak pada level yang sama dengan kosta ke-7. Lokasi kelainan dapat juga disebutkan dengan menggunakan letak prosesus spinosus dari vertebrae. Pada waktu seseorang menundukkan kepala, maka prosesus spinosus yang paling menonjol adalah prosesus yang sama menonjol, mereka adalah milik vertebra servikal 7 dan torakal. 1. Prosesus spinalis di bawahnya dapat dikenali dan dihitung terutama apabila vertebra dalam keadaan fleksi. Selain itu, hasil pemeriksaan dapat dilokalisir menurut garis imajiner (linea) yang ditarik pada dinding dada (Gambar 3a ). Perhatikan bentuk prekordial apakah normal, mengalami depresi atau ada penonjolan asimetris (voussure cardiaque), yang disebabkan pembesaran jantung sejak kecil. Hipertrofi dan dilatasi ventrikel kiri dan kanan dapat terjadi akibat kelainan kongenital. Garis (linea) imajiner pada permukaan badan yang penting pada permukaan dada, ialah (Gambar 3) : -
Garis tengah sternal (mid sternal line/MSL)
-
Garis tengah klavikular ( mid clavicular line/MCL)
-
Garis anterior aksilar (anterior axillary line/AAL)
-
Garis para sternal kiri dan kanan (para sternal line/PSL)
Garis-garis tersebut ini perlu untuk menentukan lokasi kelainan yang ditemukan pada permukaan badan.
20
Gambar 3. Letak Garis Anatomi Pada Permukaan Badan
Selain itu terdapat istilah lain yang biasa dipakai misalnya supraklavikuler (di atas klavikula), infraklavikuler (di bawah klavikula), interskapula (di antara dua skapula), dan infra skapula (gambar 4) 21
Proyeksi Paru Pada Dinding Dada Pada waktu memeriksa Toraks, ingatlah akan lokasi paru beserta lobus-lobusnya. Lokasi ini dapat diproyeksikan pada dinding dada. Kunci proyeksi lokasi ini terletak pada antara lain : a. Apex paru terletak kurang lebih 2-4 cm di atas sepertiga medial klavikula b. Batas bawah paru menyilang kosta ke 6 pada linea midclavikula, dan menyilang kosta ke 8 pada linea midaxilaris. c. Pada dinding belakang, batas bawah adalah pada level prosesus spinosus vertebra thorakalis ke 10. d. Batas ini dapat turun sampai ke vertebra thorakalis ke 12 pada inspirasi dalam (Gambar 5).
Tiap paru secara garis besar dibagi dua oleh fisura yang obliq, menjadi lobus superior dan lobus inferior. Pada dinding dada posterior,. lokasi fisura obliq ini kira-kira sesuai dengan garis obliq yang ditarik dari prosesus spinosus thorakalis ke 3 ke bawah lateral. Garis ini berdekatan dengan batas bawah skapula ketika lengan diangkat ke atas kepala (Gambar 6 ).
22
Paru kanan dibagi lagi oleh fisura horisontal menjadi lobus superior dan lobus medius, Fisura ini melintang dari linea mid axilaris kanan setinggi kosta ke 5 ke medial setinggi kosta ke 4 (Gambar 7).
Biasanya, anda harus mendeskripsikan hasil pemeriksaan dengan istilah: daerah paru atas, tengah, atau bawah. Suatu kelainan pada daerah paru kanan atas, misalnya, berarti berasal dari lobus kanan atas, sedangkan kelainan pada daerah paru kiri bawah berasal dari lobus inferior kiri. Sedangkan pada pemeriksaan dinding dada sisi lateral kanan, kelainan dapat berasal dari 3 lobi paru kanan. Oleh karena hasil pemeriksaan toraks dipengaruhi oleh jarak antara dinding dada dengan trakhea dan bronchi yang besar, maka lokasi dari organ-organ tersebut harus dikenali. Perhatikan bahwa trakhea bercabang di daerah setinggi angulus strenalis (di depan) atau prosesus spinalis vertebra thorakalis ke 4 (di belakang). Bernafas adalah suatu aksi otomatik yang diatur oleh batang otak dan dilakukan oleh otot-otot respirasi. Selama inspirasi, diafragma dan otot-otot interkostales berkontraksi, membesarkan volume rongga toraks, dan memekarkan paru di dalam rongga pleura. Dinding dada bergerak ke atas, depan, dan ke lateral. Selama diafragma bergerak turun. Setelah inspirasi berhenti, paru mengempis, diafragma secara pasif akan naik dan dinding 23
dada akan relax seperti semula. Apabila nafas terpacu oleh karena olahraga atau penyakit, maka ada otot lain yang ikut bekerja, yaitu otot trapezius, sternomastoid, dan otot scalenus di leher selama inspirasi, dan otot-otot abdominal selama ekspirasi. Amatilah otot-otot leher anda di depan cermin pada waktu anda menarik nafas sedalam mungkin. Suara nafas berasal dari saluran nafas besar, yang melalui paru diteruskan ke dinding dada, sehingga anda dapat mendengarnya dengan stetoscope. Jaringan yang dilalui oleh udara pernafasan, meredam dan menyaring suara nafas ini. Sehingga yang anda dengar pada waktu pemeriksaan auskultasi adalah suara lembut dengan frekuensi rendah pada waktu inspirasi, dan akan melemah dan kemudian menghilang pada awal ekspirasi.
PROYEKSI JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH BESAR PADA DINDING DADA Pada umumnya jantung diperiksa pada dinding depan dada. Sebagian besar dari permukaan depan jantung disusun oleh ventrikel kanan. Ventrikel ini bersama dengan arteri pulmonalius merupakan suatu bentuk baji yang terletak setinggi perbatasan antara sternum dengan processus xiphoideus. Kemudian ventrikel kanan ini menyempit ke atas dan bersatu dengan arteria pulmonalis pada daerah kartilago kosta ke 3 kiri di dekat sternum (Gambar 8).
Ventrikel kiri, yang hanya menyusun sebagian kecil dari permukaan depan jantung, terletak di sebelah kiri dan di belakang ventrikel kanan. Walaupun demikian ventrikel kiri ini penting secara klinis, karena merup akan batas kiri jantung dan menentukan iktus kordis. Iktus kordis ini adalah suatu denyutan sistolis sekilas yang biasanya ditemukan pada spatium interkosta ke- 5. 7-9 cm dari linea midsternalis (Gambar 9).
24
Batas kanan jantung disusun oleh atrium kanan. Atrium kiri terletak di belakang, dan tidak dapat diperiksa secara langsung. Walaupun demikian, sebagian kecil dari atrium ini membentuk sebagian dari batas kiri jantung dengan arteria pulmonalis dan ventrikel kiri. Di atas jantung terdapat pembuluh darah besar, arteria pulmonalis, bercabang menjadi cabang kanan dan kiri. Aorta, melengkung ke atas dari ventrikel kiri di daerah angulus sternalis, kemudian melengkung ke belakang dan ke bawah. Di sebelah kanan, vena kava superior masuk ke antrium kanan (Gambar 10).
Walaupun tidak digambarkan di atas, vena kava inferior juga masuk ke atrium kanan. Vena kava superior dan inferior membawa darah venous dari bagian tubuh atas dan bawah. 25
III. TORAKS 1 PEMERIKSAAN FISIS PARU
3.1. Pendahuluan Modul ini dibuat agar para mahasiswa dapat mencapai kemampuan tertentu di dalam pemeriksaan sistem respirasi.
3.2. Tujuan Pembelajaran 3.2.1. Tujuan pembelajaran Umum: Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik sistem respirasi meliputi : inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari sistem respirasi (paru) 3.2.2. Tujuan Pembelajaran Khusus : a. Mahasiswa mampu mempersiapkan pasien untuk dilakukan pemeriksaan b. Mahasiswa mampu memberikan salam dan memperkenalkan diri. c. Mahasiswa mampu menginformasikan kepada pasien tentang tujuan dari pemeriksaan d. Mahasiswa mampu menyuruh pasien dengan sopan untuk membuka bajunya dan melakukan apa-apa yang disuruh oleh pemeriksa e. Mahasiswa mampu menyuruh pasien dengan sopan untuk tidur terlentang dan diikuti posisi duduk untuk dilakukan pemeriksaan sistem respirasi. f. Mahasiswa dapat mengambil posisi berdiri disebelah kanan pasien g. Mahasiswa mampu melakukan inspeksi trakea h. Mahasiswa mampu melakukan inspeksi toraks dalam keadaan statis dan dinamis (untuk melihat bentuk toraks dan gerakan pernapasan)
3.2. Waktu Dan Lokasi Ruang skills lab dan 1 x pertemuan perminggu 3.3. Prasyarat Mengetahui anatomi toraks dan sistem respirasi ( anatomi)
26
3.4. Teori Dasar
Sistem Respirasi Saluran nafas bagian atas terdiri dari : -
Oropharynx
-
larynx
Saluran nafas bagian bawah terdiri dari : -
Trakhea Bronkus utama kiri dan kanan Bronkus Bronkiolus terminalis Bronkiolus respiratorius Saccus alveolaius Alveoli
Gambar 11. Anatomi paru Pembagian Regio Paru Regio paru dapat dibagi mejadi : 1. Regio Apikal 2. Regio Medial 3. Regio Basal
Pemeriksaan Fisis Paru A. PEMERIKSAAN INSPEKSI Pada pemeriksaan inspeksi Toraks harus dilakukan dalam 2 kondisi yaitu: kondisi diam (statis) dimana pasien disuruh menahan napas untuk menilai bentuk dinding toraks dan dalam 27
kondisi bernapas (dinamis) untuk menilai gerakan pernapasan. Dilakukan inspeksi dari depan, belakang, kiri dan kanan. Dalam keadaan normal secara inspeksi bentuk dan gerakan toraks adalah simetris baik dalam keadaan statis maupun dinamis. a. Beberapa Kelainan Dinding Toraks : i. Pigeon chest sternum ⅓ distal melengkung ke anterior, bagian lateral dinding Toraks kompressi ke medial (seperti dada burung), etiologi ricketsia dan kelainan congenital.(gambar 12)
Gambar 12. Pigeon chest ii. Funnel chest bagian distal dari sternum terdorong kedalam / mencekung ricketsia/congenital (gambar 13)
Gambar 13.Funnel chest
28
iii. Flat chest Ø anterior – pasterior memendek etiologi bilateral pleuro pulmonary fibrosis.(gambar 14)
Gambar 14. Flat chest iv. Barrel chest (Toraks emfisematous) (gambar 15) -
Ø ant-post memanjang
-
Iga-iga mendatar
-
Sela iga melebar
-
Sudut epigastrium tumpul
-
Diafragma mendatar
Terdapat pada Penyakit Paru Obstruktif menahun (PPOM)
Gambar 15. Barrel chest v. Scoliosis dari vertebra thoracalis perubahan bentuk dari rongga Toraks (Gambar 16 dan 17)
Gambar 16. Skoliosis
Gambar 17. skoliosis 29
vi. Kyphosis / gibbus dari vertebra thoracalis (gambar 18)
Gambar 18. Kyphosis
vii. Unilateral Flattening : salah satu hemi Toraks menjadi lebih pipih, contoh pada fibrosis paru atau fibrosis pleura (schwarte) viii. Unilateral prominence, contoh : - Efusi Pleura yang banyak - Pneumo Toraks Perlu diperhatikan bentuk badan serta tanda-tanda khas yang terdapat pada seorang pasien, antara lain astenik, hipostenik, atau hiperstenik, berat badan normal, kurus atau gemuk, tanda-tanda bekas trauma dan adanya deformitas di dada, kelainan kongenital pada bentuk badan, dan lain-lain. b. Gerakan Pernapasan (Respiratory Movement) Toraks ekspansi akibat aktivitas otot pernafasan dan secara pasif kemudian terjadi ekspirasi, frekwensi pernafasan normal 14-18/mnt, pada bayi baru lahir normal 44x/menit dan secara gradual berkurang dengan bertambahnya umur. Pada laki-laki dan anak diafragma lebih berperan, sehingga yang menonjol gerakan pernafasan bagian atas abdomen dan Toraks bagian bawah. Pada ♀ yang lebih berperan adalah musculus interkostal, gerakan pernafasan yang menonjol adalah gerakan rongga Toraks bagian atas. Dalam kondisi normal gerakan pernapasan yang terlihat dari dinding toraks adalah simetris kiri dan kanan. Sedangkan pada kondisi patologis misalnya bila terjadi kelainan pada paru atau pleura seperti pada penyakit tumor paru, atelektasis, efusi pleura, pneumotoraks dll. Maka akan terlihat gerakan pernapasan tertinggal pada sisi paru yang sakit.
30
3.5. Prosedur Pemeriksaan Fisis Paru : 1.
Mahasiswa memberikan salam dan memperkenalkan diri.
2.
Mahasiswa menginformasikan kepada pasien tentang tujuan dari pemeriksaan dan minta kesediaan pasien.
3.
Mahasiswa menyuruh pasien membuka bajunya dan menyuruh pasien agar melakukan apa-apa yang disuruh oleh pemeriksa
4.
Mahasiswa menyuruh pasien tidur terlentang dan diikuti posisi duduk untuk dilakukan pemeriksaan sistem respirasi. Posisi penderita dapat duduk, berdiri atau berbaring sesuai dengan pemeriksaan yang akan dilakukan
5.
Mahasiswa mengambil posisi berdiri disebelah kanan pasien
6.
Mahasiswa melakukan inspeksi trakea dan menujukkan linea-linea imajiner pada toraks.
7.
Mahasiswa melakukan inspeksi toraks dalam keadaan statis dan dinamis (untuk melihat bentuk toraks dan gerakan pernapasan) dari depan, belakang, samping kiri & kanan.
IV.
PEMERIKSAAN FISIS JANTUNG DAN JVP
4.1. Tujuan Pembelajaran 4.1.1. Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik jantung dan JVP 4.1.2. Tujuan Instruksional Khusus: 4.1.2.1. Mahasiswa mampu melakukan inspeksi dan mendeskripsikan bentuk toraks: Normal /Abnormal 4.1.2.2. Mahasiswa mampu melakukan inspeksi dan mendeskripsikan apex cordis: terlihat/tidak terlihat. 4.1.2.3. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan JVP a. Mengidentifikasi letak Vena Jugularis Eksterna b. Mengidentifikasi Angulus Sterni Ludovici c. Mengidentifikasi batas pengisian tertinggi d. Menginterpretasikan hasil JVP 4.2. Waktu Dan Lokasi Ruang skills lab dan 1 x pertemuan perminggu 4.3. Prasyarat a. Mengetahui anatomi sistem kardiovaskuler ( anatomi) b. Mengetahui fisiologi sistem kardiovaskuler (fisiologi ) c. Mengetahui hemodinamik sirkulasi jantung ( fisika ) 31
4.4. Teori Dasar
PEMERIKSAAN FISIS JANTUNG DAN JVP Pemeriksaan kardiovaskuler biasanya dimulai dengan pemeriksaan frekuensi denyut jantung dan tekanan darah. Kemudian diperiksa pulsasi arteri, pulsasi vena jugularis, dan akhirnya baru pemeriksaan jantung. Cara pemeriksaan frekuensi denyut jantung dan tekanan darah dapat dilihat kembali pada teknik pemeriksaan fisik dasar (Blok 1.1). 1. Arteri Karotis Denyut arteri karotis diraba pada pangkal leher di daerah lateral anterior, denyut ini mencerminkan kegiatan ventrikel kiri. Gambaran nadi yang terjadi menyerupai gelombang nadi yang terjadi pada arteri radialis. Pulsasi karotis yang berlebihan dapat timbul karena tekanan nadi yang besar, misalnya pada insufisiensi aorta ditandai dengan naik dan turunnya denyut berlangsung cepat. 2.
Tekanan Vena Jugularis Eksterna (JVP) Tekanan darah vena sistemik jauh lebih rendah dibandingkan dengan tekanan arterial. Ini
tergantung pada kuatnya kontraksi ventrikel kiri. Determinator penting lainnya dari tekanan vena sistemik adalah volume darah dan kapasitas jantung kanan untuk menerima darah dan memompanya ke dalam sistem arteri pulmonalis. Apabila ada faktor tersebut yang tidak normal, maka terjadi ketidaknormalan pada tekanan vena. Contohnya, tekanan vena akan turun apabila volume darah turun atau bila output ventrikel kiri menurun; tekanan vena naik apabila jantung kanan gagal, atau kenaikan tekanan pada ruang perikardium menghambat kembalinya darah ke atrium kanan. Di dalam laboratorium, tekanan vena diukur dari titik nol di atrium kanan. Karena sulit mendapatkan titik ini pada pemeriksaan fisik, maka digantikan dengan tanda yang stabil, yaitu angulus sternalis. Baik dalam posisi tegak atau berbaring, angulus sternalis kira-kira terletak 5 cm di atas atrium kanan. Walaupun pengukuran tekanan vena dapat dilakukan di mana saja pada sistema vena, perkiraan tekanan atrial kanan, dengan sendirinya berarti juga menunjukkan fungsi jantung kanan, dilakukan pada vena jugularis interna. Apabila sulit menemukan vena jugularis interna, dapat dipakai vena jugularis externa. Tingginya tekanan vena ditentukan dengan menemukan titik di mana vena jugularis externa mulai kolaps. Jarak vertikal dalam sentimeter antara titik ini dengan angulus sternalis menentukan tekanan vena. Tekanan vena jugularis externa 2 cm di atas angulus sternalis ekuivalen dengan tekanan vena sentral 7 cm.
32
3. Dada Kelainan bentuk dada seringkali berkaitan dengan anatomi dan faal jantung. Di samping itu juga mempengaruhi faal pernafasan yang kemudian secara tidak langsung mempengaruhi faal sirkulasi darah yang akan menjadi beban kerja jantung. Kelainan bentuk dada tidak selalu disertai atau mengakibatkan gangguan faal jantung. Kelainan bentuk dada dapat dibedakan antara kelainan kongenital atau kelainan yang didapat selama pertumbuhan badan. Deformitas dada dapat juga terjadi karena trauma yang menyebabkan gangguan ventilasi pernafasan berupa beban sirkulasi terutama bagi ventrikel kanan. Pada keadaan normal hanya ditemukan pulsasi apeks di apeks kordis dan dapat diraba pada jarak ± 8 cm dari garis midsternal pada ruang sela iga IV kiri dan dapat direkam dengan apeks kardiografi. Pulsasi abnormal dapat berupa pulsasi diatas ruang iga ke 3, dan ini merupakan pulsasi abnormal pembuluh darah besar. Pulsasi abnormal yang terada melebar sampai dibawah iga ke 3, berasal dari ventrikel kanan atau ventrikel kiri yang membesar.
4.5.
PROSEDUR KERJA
A. PEMERIKSAAN FISIK Inspeksi. 1. Mulai dengan melihat vena-vena servikal a) Periksa tingkat distensi vena leher dan fluktuasi tekanan vena. b) Atur posisi pasien pada tempat pemeriksaan dengan punggung lurus dan kepala ditinggikan 30 derajat dari garis horizontal c) Perhatikan puncak kolom darah berfluktuasi selama siklus jantung 2. Inspeksi Prekordium a) Perhatikan kesimetrisan dada b) Tentukan lokasi apeks jantung B. PEMERIKSAAN JVP Cara Pemeriksaan: Pemeriksaan Tekanan Vena Jugularis (Gambar 21-22): - Pemeriksa berada di sebelah kanan si penderita. - Penderita dalam posisi santai, kepala sedikit terangkat dengan bantal, dan otot strenomastoideus dalam keadaan relaks. Naikkan ujung tempat tidur setinggi 30 derajat, atau sesuaikan sehingga pulsasi vena jugularis tampak paling jelas. - Temukan titik teratas dimana pulsasi vena jugularis interna tampak, kemudian dengan penggaris ukurlah jarak vertikal antara titik ini dengan angulus sternalis.
33
- Apabila anda tak dapat menemukan pulsasi vena jugularis interna, anda dapat mencari pulsasi vena jugularis externa. - Sudut ketinggian dimana penderita berbaring harus diperhitungkan karena ini mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Gambar 21. Tekanan Vena Jugular (Ketinggian tekanan dari angulus sterni)
Gambar 22. Pengukuran Tekanan Vena Jugular (Jugular Venous Pressure/JVP) Perhatikan apakah ada bendungan pada vena jugularis. Pembendungan menunjukan adanya hipertensi vena, sehingga perlu diukur besarnya tekanan vena jugularis (Gambar 21. dan Gambar 22.). Bendungan vena bilateral, umumnya ditemukan pada gagal jantung kanan dan timbulnya bersamaan dengan pembengkakan hati, edema perifer, dan asites. Refluks hepato jugular, ditemukan pada gagal jantung kanan. Pengisisan vena jugularis paradoksal pada waktu inspirasi dapat terjadi misalnya pada pernafasan Kussmaul akibat efusi perikardial dan perikarditis konstriktif. 34
Apabila dicurigai terjadinya kegagalan jantung kongestif, periksalah adanya abdominojugular (hepatojugular) reflux. Sesuaikan posisi penderita sehingga batas atas pulsasi vena jugularis jelas terlihat pada bagian bawah leher. Tempatkan telapak tangan anda pada tengah abdomen dan pelahan tekan ke dalam, dan tahan tekanan ini sampai 30 - 60 detik. Tangan harus hangat, dan penderita harus santai dan bernafas dengan mudah. Apabila tangan anda menekan daerah yang nyeri, geser ke daerah lain. Amatilah apakah ada kenaikan tekanan vena jugularis. ------------------------------------------
REFERENSI : 1. ADAMS: Physical Diagnosis. Burnside-Mc.Glynn. 17th ed. 2. Terjemahan ke Bahasa Indonesia oleh Dr. Henny Lukmanto. Penerbit EGC. Cet. 4. tahun 1993. 3. ADAMS. Textbook of Physical Diagnosis.17ed.Williams & Wilkins.1987 4. Delp MH, Manning RT. Major Diagnosis Fisik. Terjemahan Moelia Radja Siregar. EGC 1996. 5. Acang, N dkk. Buku Ajar Fisis Diagnostik Penyakit Dalam FK Unand (2008). Padang: Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 6. Tim Pelaksana Skills lab FK-Unand (2009), Penuntun Skills lab Blok 1.1. Edisi 1.
35
PENILAIAN SKILLS LAB BLOK 1.2 PEMERIKSAAN FISIK SISTEM KARDIORESPIRASI Nama Mahasiswa
:………………………….
BP.
: …………………………..
Kelompok:…………….. Nilai
No.
Aspek Penilaian
1.
Memberikan salam dan memperkenalkan diri. Menginformasikan kepada pasien tentang tujuan dari pemeriksaan dan minta kesediaan pasien. Menyuruh pasien membuka baju, tidur terlentang atau posisi duduk sesuai dengan pemeriksaan yang akan dilakukan. Mengambil posisi berdiri disebelah kanan pasien
1 2. 3. 4.
2
3
4
INSPEKSI 5. 6.
7.
Melakukan inspeksi trakea dan menunjukkan linea-linea imajiner pada toraks. Melakukan inspeksi toraks dalam keadaan statis (untuk melihat bentuk toraks) dari depan, belakang, samping kiri & kanan. Mendeskripsikan bentuk toraks yang terlihat normal, atau Abnormal, seperti: -
8. 9.
10.
penonjolan asimetris funnel chest juvenile ricketsia flat chest
- vossoure cardiaque - pigeon breast - barrel chest
Mendeskripsikan apex cordis: terlihat/tidak terlihat. Melakukan inspeksi toraks dalam keadaan dinamis (untuk melihat gerakan pernapasan) dari depan, belakang, samping kiri & kanan. Melakukan pengukuran tekanan vena jugularis Total Nilai
Penilaian: Untuk nomor 1-4: 1= tidak dilakukan 2= dilakukan
Untuk nomor 5-9: 1 = Tidak dilakukan 2 = Dilakukan dan perlu banyak perbaikan 3 = Dilakukan dan perlu sedikit perbaikan 4 = Dilakukan dengan sempurna
Nilai = Jumlah Total x 100 = ………. 26 Padang,.................................2012 Instruktur
(
…………………………
)
36
Seri: Ketrampilan Prosedural BALUTAN 1 : MENGHENTIKAN PERDARAHAN AKUT (TEKANAN LANGSUNG & TEKANAN TITIK)
Edisi 4 Oktober 2012
TIM PELAKSANA SKILLS LAB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 37
I. PENDAHULUAN 1.1. Definisi Tindakan penghentian perdarahan merupakan usaha untuk mengendalikan perdarahan pada pasien yang mengalami cidera yang mengakibatkan rusaknya pembuluh darah dan perdarahan aktif. Pada situasi tertentu perdarahan harus dapat dihentikan segera karena dapat mengakibatkan kematian. Perdarahan dapat terjadi internal pada organ bagian dalam, dan dapat juga terjadi perdarahan eksternal yang dapat terlihat pada permukaan tubuh. Terdapat beberapa teknik dalam menghentikan perdarahan eksternal seperti; mengelevasikan sumber perdarahan, penekanan langsung, penekanan tidak langsung, tourniquet, dan pemberian agen-agen pembekuan darah. Tiap-tiap teknik mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, namun dapat juaga dilakukan secara bersamaan untuk mengontrol perdarahan. Beberapa terminologi yang digunakan pada modul ini :
Perdarahan: keluarnya darah dari pebuluh darah akibat cidera atau akibat abnormalitas tertentu.
Arteri: merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh.
Vena: merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari bagian tubuh ke jantung.
Kassa/ dressing: merupakan material yang diletakkan pada luka. Kassa akan menyerap darah dan membentuk bekuan darah. Bekuan darah akan menyumbat sumber perdarahan. Kassa/ dressing juga akan melindungi luka dari kontaminasi dan cidera lebih lanjut.
Balutan/ bandage: merupakan material yang digunakan untuk memegang kassa/ dressing, sehingga kassa tidak bergeser dari tempat yang diharapkan, dan sekaligus memberikan tekanan pada sumber perdarahan.
Tourniquet: merupakan alat untuk menekan pembuluh darah pada ekstremitas dengan tujuan untuk menghentikan perdarahan pada bagian distal alat.
Distal : merupakan petunjuk lokasi yang lebih jauh dari titik pedoman, pada topik ini jantung merupakan titik sentral. Tangan merupakan distal dari sendi siku, karena tangan lebih jauh dari jantung dibandingkan dengan siku. Distal merupakan lawan kata dari proksimal.
1.2.
Tujuan Skills Lab Menghentikan Perdarahan Akut
Skills lab ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa untuk dapat memahami cara menghentikan perdarahan luar dengan teknik penekanan langsung/ balut tekan dan penekan tidak langsung/ penekanan titik. 38
1.3.
Waktu dan Tempat
Waktu
: 2 x 50 menit (2 kali pertemuan)
Tempat : ruang skills lab
II. TUJUAN PEMBELAJARAN 2.1 Tujuan umum Mahasiswa mampu melakukan penghentian perdarahan akut secara :
Tekanan langsung & balut tekan
Tekanan tidak langsung (tekanan titik)
2.2 Tujuan Khusus Mahasiswa mampu melakukan : 2.2.1
Identifikasi luka
2.2.2
Identifikasi sumber perdarahan
2.2.3
Memilih teknik penghentian perdarahan
2.2.4
Teknik penghentian perdarahan secara tekanan langsung
2.2.5
Teknik penghentian perdarahan secara tekanan titik
III. STRATEGI PEMBELAJARAN 3.1. Responsi 3.2. Bekerja kelompok 3.3. Bekerja dan belajar mandiri
IV. PRASYARAT 4.1 Menguasai anatomi pembuluh darah perifer 4.2 Mengetahui jenis-jenis luka 4.2 Mengetahui jenis jenis cidera pembuluh darah perifer 4.3 Mengetahui patifisiologi pembekuan darah
39
V. TEORI BALUTAN 1 : MENGHENTIKAN PERDARAHAN AKUT (TEKANAN LANGSUNG & TEKANAN TITIK)
Tindakan penghentian perdarahan pada keadaan gawat darurat merupakan langkahlangkah yang dapat dilakukan dalam mengontrol perdarahan pada pasien yang mengalami cidera atau luka yang diakibatkan oleh penyakit tertentu. Kontrol perdarahan dapat dilakukan dengan beberapa teknik, diantaranya; penekanan langsung pada pembuluh darah, balut tekan, dan penggunaan tourniquet yang dapat digunakan oleh petugas kesehatan dengan menguasai teknik penggunaan, serta komplikasi yang terjadi. Kontrol perdarahan dapat juga dilakukan dengan melakukan pengikatan, koagulasi pembuluh darah dan penggunaan bahan kimiawi untuk menghentikan perdarahan. Untuk dapat melakukan tindakan penghentian perdarahan, perlu dipahami jenis-jenis luka dan perdarahan. a. Jenis-jenis luka Luka dapat dikategorikan dengan berbagai kriteria. Luka dapat dideskripsikan berdasarkan ukuran, ketebalan, bentuk pinggir luka, serta dasar luka. Secara umum luka dapat dibagi atas :
Luka sayat (incisions/ vulnus scissum): disebabkan oleh benda tajam seperti ; pisau, bentuk metal lainnya yang tajan, atau kaca. Pinggir luka lurus, ukuran bervariasi tergantung obyek penyebabnya. Jarang terjadi kehilangan jaringan, dan pinggir luka dapat diketemukan dengan mudah.
Luka robek (laceration/ vulnus laceratum): disebabkan oleh benda dengan permukaan yang tidak rata, metal atau kaca dengan pinggir yang tidak rata. Pinggir luka tidak rata atau compang camping.
Luka tusuk (puncture/ vulnus punctum): disebabkan olah benda runcing yang menembus jaringan. Luka seperti ini dapat mendapatkan penilaian yang keliru. Pada permukaan terlihat kecil, namun menembus bagian tubuh dengan kedalaman yang dapat merusak struktur penting seperti pembuluh darah, saraf, organ pencernaan, dan lain-lain.
Luka lecet (abrasion/ ekskoriasi): luka pada permukaan kulit akibat bergesekan dengan permukaan yang kasar.
40
Luka memar (contusion): pada jenis luka ini terjadi kerusakan kapiler pada epidermis dan dermis, tanpa merusak kulit. Darah keluar dari pembuluh masuk mengisi ruang antar sel atau ruang interstisial, menyebabkan pembengkakan dan diskolorasi.
Luka avulsi (avulsion): merupakan tipe luka yang melibatkan seluruh ketebalan kulit (full thickness), dan sering berbentuk semisirkuler. Luka berbentuk flap yang jika dilepaskan akan memperlihatkan jaringan bagian dalam.
b. Jenis-jenis cidera pembuluh darah : Cidera pembuluh darah pada permukaan tubuh pada umumnya dapat dibagi berdasarkan sumber perdarahan :
Perdarahan arteri : perdarahan berasal dari arteri, dengan karakteristik darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya akan oksigen, menyembur sesuai dengan denyutan nadi, dan dapat menyebabkan kehilangan darah dengan cepat.
Perdarahan vena : perdarahan berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah gelap karena kurang oksigen, dan alirannya lambat.
Perdarahan kapiler : perdarahan kapiler biasanya terjadi akibat cidera permukaan seperti ekskoriasi. Warna darah dapat bervariasi tergantung lokasi dan kadar oksigen yang dikandung. Alirannya sangat lambat (ooze).
Penghentian perdarahan yang terjadi akibat trauma dapat dilakukan dengan beberapa metode : 1. Penekanan langsung (direct pressure) Cara yang paling efektif untuk mengontrol perdarahan luar adalah dengan melakukan penekanan langsung pada luka. Cara ini tidak hanya menghentikan perdarahan tapi juga menutup luka tanpa merusak pembuluh darah. 2. Penekanan tidak langsung (indirect/ point pressure) Penekanan tidak langsung merupakan tekini penghentian perdarahan dengan melakukan penekanan pada pembuluh darah yang memberikan aliran pada luka. Penekanan dilakukan dengan jari, jempol, atau pangkal permukaan tangan. 3. Elevasi Mempertahan kan luka lebuh tinggi dari jantung akan menurunkan tekanan darah pada luka, yang diharapkan akan mengurangi perdarahan. Teknik ini memungkinkan dilakukan apabila perdarahan terjadi pada tungkai atas, tungkai bawah, dan kepala.
41
4. Ligasi Merupakan tindakan pengikatan pembuluh darah dengan menggunakan material penjahitan. 5. Tourniquet Tourniquet merupakan metode penghentian perdarahan dengan melakukan pengikatan proksimal dari sumber perdarahan. Penggunaan tourniquet dapat menghentikan seluruh aliran darah ke arah distal. Penggunaan tourniquet terlalu lama dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada bagian distal tourniquet.
V. PROSEDUR KERJA 6.1 Penekanan langsung & balut tekan 6.1.1 Tahap persiapan
Perkenalan dengan pasien
Memberikan informasi kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan (pada keadaan emergensi dilakukan secara simultan)
Mempersiapkan alat balut tekan o Kassa steril o Verban elastis o Sarung tangan karet steril
6.1.2 Tahap pelaksanaan a. Identifikasi luka
Proteksi diri dengan menggunakan sarung tangan karet steril. Sarung tangan akan melindungi penolong dari cairan tubuh dan sekaligus melindungi penderita dari kontaminasi tangan penolong.
Tempatkan pasien pada lokasi yang tenang
Elevasikan tungkai atau tempat yang mengalami luka
Identifikasi lokasi dan jenis luka (sesuaikan dengan dengan teori menegai jenisjenis luka). Jika ada bekuan darah yang menutup luka jangan diangkat. Jika ada benda asing yang melekat atau menancap pada luka jangan di angkat.
Identifikasi sumber perdarahan (arteri, vena, atau kapiler)
b. Aplikasi penekanan langsung dan balut tekan (Gambar 1)
Setelah dilakukan identifikasi luka dan jenis sumber perdarahan. Lakukan penekanan langsung dengan permukaan volar tangan menggunakan kassa steril 42
dengan ketebalan yang cukup (5-10 lapis) tergantung keparahan luka. Lakukan penekanan kassa dengan tangan selama 5-10 menit. Apabila perdarahan tidak berhenti, lakukan pemasangan balut tekan, menggunakan kassa yang tebal pada luka dan dibalut dengan verban elastis dengan tekanan yang cukup. Tekanan yang diberikan harus cukup untuk menghentikan perdarahan tanpa mengganggu aliran darah ke bagian distal.
Gambar 1. Teknik pelaksanaan penekanan langsung dan balut tekan Perlu diperhatikan, apabila kassa telah dipenuhi darah jangan dilepaskan, tetapi tambah ketebalan kassa dan balutan.
6.1.3
Tahap evaluasi hasil kerja
Periksa hasil pemasangan balut tekan, jika masih terjadi perdarahan dapat diberikan kassa tambahan diatas luka dan dibalut dengan verban elastis. Balutan harus memberikan tekanan yang cukup untuk menghentikan perdarahan tapi tidak mengganggu sirkulasi di distal. Jika masih tetap berdarah, buka balutan dan evaluasi ulang luka. Pasang lagi kassa dan balutan pada posisi yang benar. 43
Periksa warna kulit di distal, pengisian kapiler, dan pulsasi arteri distal. Jika ada tanda tanda gangguan sirkulasi distal ; kulit pusat kebiruan, dingin, pengisian kapiler melambat, dan atau pulsasi arteri tidak teraba, longgarkan balutan dan pasang kembali dengan tekanan yang cukup. Periksa kembali efektifitas balutan dan sirkulasi distal.
6.1.4 Kesalahan yang mungkin timbul
Kesalahan penempatan balut tekan.
Ketebalan kassa tidak sebanding dengan kondisi luka
Tekanan balutan tidak optimal untuk menghentikan perdarahan.
6.2 Penekanan tidak langsung 6.2.1 Tahap persiapan
Perkenalan dengan pasien
Memberikan informasi kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan (pada keadaan emergensi dilakukan secara simultan)
6.2.2 Tahap pelaksanaan a. Identifikasi luka
Proteksi diri dengan menggunakan sarung tangan karet steril. Sarung tangan akan melindungi penolong dari cairan tubuh dan sekaligus melindungi penderita dari kontaminasi tangan penolong.
Tempatkan pasien pada lokasi yang tenang
Elevasikan tungkai atau tempat yang mengalami luka
Identifikasi lokasi dan jenis luka (sesuaikan dengan dengan teori mengenai jenisjenis luka). Jika ada bekuan darah yang menutup luka jangan diangkat. Jika ada benda asing yang melekat atau menancap pada luka jangan di angkat.
Identifikasi sumber perdarahan (arteri, vena, atau kapiler)
b. Aplikasi penekanan tidak langsung/ tekan titik
Teknik penekanan tidak langsung (indirect pressure/point pressure) Penggunaan penekanan titik merupakan metode penghentian perdarahan dengan menggunakan tekanan jari, jempol, atau pangkal permukaan tangan untuk menekan arteri yang menyuplai daerah luka. Arteri yang dapat ditekan dengan cara
44
ini adalah arteri yang berada di permukaan kulit atau lebih dalam namun berada diatas tulang. Tekanan ini dapat menurunkan aliran darah ke lokasi luka. Teknik dapat dikombinasi dengan penekanan langsung.
Gambar 2. Lokasi anatomis penekanan langsung pada arteri.
a. Lengan (arteri brachialis) : penekanan dengan jari untuk menghentikan perdarahan pada daerah lengan bawah dan tangan.
Identifikasi lokasi arteri brachialis dengan menekan 2 jari diatas fossa cubiti bagian medial, lekukan antara muskulus bicep brachii dengan muskulus brachialis.
gunakan jari atau jempol. Lakukan penekanan tepat diatas arteri dan tulang
b. Lipat
paha ( arteri femoralis) : penekanan langsung untuk menghentikan
perdarahan pada paha dan tungkai bawah. Penekanan langsung pada lipat bagian depan, di bagian tengah lipatan. Gunakan pangkal permukaan tangan antara arteri femoralis dan tulang. Condongkan badan ke depan untuk memberikan tekanan.
45
Pada gambar 2 dapat dilihat tempat-tempat penekanan dan lokasi perdarahan yang dapat dikontrol. Penekanan tidak langsung ini bersifat sementara sampai tersedia alat untuk balut tekan.
6.2.3 Tahap evaluasi hasil kerja Periksa lokasi penekanan arteri. Periksa efektifitas penekanan dengan melihat berhentinya aliran darah pada lokasi luka. Jika darah tetap mengalir, kembali lakukan identifikasi dan beri penekanan dengan tekanan yang lebih kuat.
6.2.4. Kesalahan yang mungkin timbul Kesalahan identifikasi lokasi arteri. Kurangnya tekanan yang diberikan untuk menghentikan aliran darah.
VII. DAFTAR KEPUSTAKAAN 1. Brunicardi F C, et al. Swartz’s Principles of Surgery. 8th eds. McGraw-Hill. 2005 2. Snell R S. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Lippincott Williams & Wilkin. 2000 3. Samsuhidajat R, Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit buku Kedokteran EGC. 2000 4. Emergency Bleeding Control. Diunduh dari http//:www.Wikipedia.com. Oktober 2009 5. Controlling
Bleeding.
Survival
and
Self
Reliance.
Diunduh
dari
http//:www.SSRSI.com. Oktober 2009..
46
CHECK LIST PENILAIAN SKILLS LAB BALUTAN 1 : MENGHENTIKAN PERDARAHAN AKUT (TEKANAN LANGSUNG & TEKANAN TITIK) Nama Mahasiswa
:………………………….
BP.
: …………………………..
No.
Kelompok:……………..
Aspek Penilaian
SKOR 1
1.
Memberikan salam pembuka dan memperkenalkan diri
2.
Menginformasikan ke pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan
3.
Proteksi diri dengan menggunakan sarung tangan karet steril
2
3
Aplikasi penekanan langsung dan balut tekan 4. Identifikasi lokasi luka 5.
Identifikasi jenis luka
6.
Identifikasi sumber perdarahan
7. 8.
Persiapan kassa steril Melakukan penekanan langsung dengan kassa dan tangan
9.
Melakukan pemasangan balut tekan
10.
Evaluasi perdarahan
11.
Evaluasi bagian distal ekstremitas
Aplikasi penekanan tidak langsung/ penekanan titik 12.
Identifikasi lokasi luka
13.
Identifikasi jenis luka
14.
Identifikasi sumber perdarahan
15.
Identifikasi lokasi arteri yang mensuplai perdarahan
16.
Melakukan penekanan pada bagian proksimal arteri
17.
Evaluasi perdarahan
18.
Evaluasi bagian distal ekstremitas Jumlah
Untuk nomor 1-2: 1= tidak dilakukan 2= dilakukan
Untuk nomor 3-18: 1 = Tidak dilakukan 2 = Dilakukan dengan perbaikan 3 = Dilakukan dengan sempurna
Nilai = Jumlah Total x 100 = ………. 52 Padang,.................................2012 Instruktur
(
…………………………
)
47