Makalah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar
PENTINGNYA UPAYA FILTERISASI NILAI DI ERA GLOBALISASI UNTUK MENJAGA EKSISTENSI PERADABAN
Dibuat oleh:
YULI ARDIKA PRIHATAMA K2308062
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008
PENTINGNYA UPAYA FILTERISASI NILAI DI ERA GLOBALISASI UNTUK MENJAGA EKSISTENSI PERADABAN Mall-mall yang megah; dealer-dealer motor dan mobil produksi Jepang, Cina, dan Jerman; papan-papan informasi dan reklame yang berbahasa Inggris; warnet-warnet yang menjamur di sana-sini; konser-konser musik rock dan metal yang rutin diselenggarakan; gadis-gadis yang bercelana jeans dan berbaju ketat; laki-laki yang berambut punk; serta anak-anak yang berkostum spiderman dan sejenisnya asyik bermain di depan layer play station atau menggenggam remot kontrol adalah pemandangan yang paling sering dijumpai untuk saat ini, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta, Semarang dan lainnya. Sulit sekali menjumpai hypermarket tradisional, dealerdealer motor asli Indonesia (mungkin karena memang tidak ada), dan iklaniklan yang lebih menekankan bahasa Indonesia-nya. Lebih memprihatinkan lagi, pagelaran wayang kulit, konser musik daerah, festival seni budaya hanya sempat dihadiri oleh sedikit penonton saja. Itu pun sebagian dari mereka adalah para seniman yang mungkin merasa “pekewuh” jika tidak menghadiri acara itu. Lebih parah lagi, anak-anak negeri ini sudah banyak yang tidak mengenal permainan tradisional seperti sundamanda, kuda-kudaan, dan sejenisnya. Mereka lebih pandai bahkan memang hanya bisa bermain dengan stick play station atau remot kontrol. Hal ini sangat kontras jika dibandingkan dengan kondisi di negeri ini sekitar 10 tahun yang lalu atau sebelummnya. Deskripsi di atas hanyalah sedikit gambaran realita saat ini, meskipun kebanyakan masih terdapat di lingkungan perkotaan. Berbagai fenomena perubahan sosial dengan perlahan tapi pasti sudah mulai terjadi dan semua terekam
dalam
catatan
statistik
virtual
anak
negeri.
Semangat
kegotongroyongan masyarakat pedesaan, lebih-lebih di lingkungan perkotaan telah menurun. Kalau pun acara-acara yang berfungsi untuk menghidupkan kebersamaan digelar, orientasinya lebih condong kepada materi yakni bagaimana meraup keuntungan yang besar dari acara tersebut. Sebagian orang desa di lingkungan masyarakat Jawa yang mengadakan hajatan, kini tidak semata-mata untuk mengekspresikan kebahagian, tetapi juga meerncanakan bisnis untuk mendapatkan keuntungan dari resepsi yang diselenggarakannya. Terlebih lagi jika mereka memiliki banyak anak perempuan. Fenomena
semacam inilah yang kemudian mendorong saya untuk mengkajinya lewat tulisan ini. Saya berkeyakinan bahwa perubahan-perubahan sosial semacam itu adalah imbas dari adanya proses globalisasi yang semakin hebat saat ini. Apakah globalisasi itu? Globalisasi adalah serangkaian proses interaksi antar budaya atau secara lebih luas adalah peradaban di seluruh dunia yang secara alami akan terjadi proses pemindahan elemen-elemen maupun produk-produk antar budaya atau peradaban itu yang secara dominan akan menimbulkan
penetrasi
dimana
suatu
budaya
atau
peradaban
dapat
meruntuhkan eksistensi yang lainnya. Secara sederhana globalisasi saat ini dapat dipahami dari fenomena-fenomena sosial yang terjadi yang merupakan akibat langsung darinya. Banyaknya produk IPTEK dari luar negeri yang membanjiri pasar dalam negeri adalah salah satunya. Ada lagi perilaku anakanak muda yang kini mulai kebarat-baratan, mulai dari cara berpakaian, cara makan, gaya hidup dan sebagainya. Sampai-sampai di beberapa sekolah menengah dan dasar, penggunaan bahasa Inggris lebih ditekankan jauh melebihi penggunaan bahasa Indonesia dan daerah. Mengapa ada globalisasi? Globalisasi adalah sebuah fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global itu sendiri. Jadi, globalisasi itu sendiri sebenarnya muncul secara alami seiring dengan semakin tingginya tingkat peradaban di muka bumi. Saya berpendapat bahwa sebenarnya proses globalisasi ini sudah mulai terjadi sejak masa kolonialisme dan imperialisme. Globalisasi kemudian seakan-akan berfungsi sebagai selektor bagi peradaban masa kini, peradaban manakah yang akan tetap eksis, dan manakah yang akan tereliminasi.
Sehingga
masing-masing
peradaban
harus
mampu
mempertahankan jati dirinya atau bahkan mentransfer kepada yang lainnya agar tidak tereliminasi. Jika pernyataan-pernyataan teoritis di atas digunakan sebagai kaca mata untuk melihat peradaban di wilayah timur, terutama Indonesia saat ini, maka sebenarnya negeri ini sudah berada pada posisi mundur akibat penetrasi dari peradaban asing yang telah menjamah sistem peradaban kita. Deskripsi pembuka tulisan ini adalah bukti fisik dari derap langkah globalisasi tersebut. Tidak mengherankan kalau sekarang banyak orang-orang tua yang menyatakan bahwa generasi muda sudah lupa pada budayanya sendiri. Sebagaimana orang Jawa mengatakan, “Wong Jawa ilang Jawane”.
Saat ini, produk-produk peradaban asing, baik yang konkrit maupun yang abstrak berdatangan tak terkendali menerjang tata nilai dalam masyarakat yang kian rapuh. Hasil-hasil IPTEK dari luar negeri telah menguasai pasar dalam negeri sehingga mematikan produksi
lokal. Kemewahan
dan
kecanggihan yang ditawarkan telah merubah mindset masyarakat pekerja keras menjadi pemalas yang sangat konsumtif. Etika dan budaya ketimuran yang luhur perlahan-lahan tersubstitusi oleh etika dan budaya barat yang dianggap elegan dan modern. Jika tempo dulu, anak laki-laki dan perempuan saling menghargai dan menghormati dalam pergaulan mereka, maka saat ini yang terjadi adalah sebaliknya. Pergaulan bebas terjadi di mana-mana, cipika-cipiki sudah menjadi menu sehari-hari bagi mereka. Tingkah laku tak beradab itu kini telah menjadi trend yang wajib diikuti oleh generasi muda. Dan masih banyak lagi produk-produk peradaban asing yang akan menyingkirkan budaya asli kita. Betapa menyedihkan nasib peradaban kita saat ini. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa sebuah peradaban akan berkembang ketika ia mau menyerap produk-produk peradaban lainnya yang bisa mendukung perkembangannya sendiri. Sebagai contohnya adalah proses modernisasi di Jepang. Ketika Jepang berada dalam di bawah kekuasaan rezim Shogun, pengawasan terhadap masuknya produk peradaban asing sangat ketat bahkan cenderung tertutup. Keadaan ini membuat Jepang tertinggal perkembangannya dari peradaban barat selam 200 tahun. Namun keadaan ini kemudian berubah menjadi seratus delapan puluh derajat ketika rezim Samurai berkuasa pasca Restorasi Meiji. Mereka mulai membuka diri dan menyerap produk-produk peradaban asing yang bermanfaat. Jepang berhasil menjalin kerja sama dengan Amerika Serikat untuk membangun negerinya. Hasilnya, Jepang bisa menjelma menjadi negara yang kuat, sejajar dengan negara-negara barat hanya dalam waktu kurang dari 50 tahun. Mereka bisa membuktikan diri sebagai negara penakluk tercepat dalam wilayah yang luas ketika Perang Dunia II. Uniknya, Jepang sama sekali tidak kehilangan kepribadian aslinya. Produkproduk peradaban yang mereka serap tidak kemudian menggeser jati diri mereka, tetapi jadi pendukug untuk menjadikannya semakin berkembang. Bertolak dari kisah modernisasi Jepang tersebut, ada satu hal yang bertolak belakang dengan kondisi negeri ini. Jepang menyerap nilai-nilai peradaban barat namun tidak kehilangan jati diri. Sedangkan Indonesia yang boleh dikatakan terpaksa menyerap budaya barat, malah justru kehilangan jati
dirinya. Perbedaan ini saya rasa kurang masuk akal dan sulit dipercaya. Jepang dan Indonesia boleh dikatakan sama-sama sebagai representasi budaya timur yang sudah tentu memiliki banyak kemiripan. Jadi secara logika, Indonesia lebih cepat berkembang dari pada Jepang karena potensi alam dan kuantitas SDM yang dimiliki jauh meninggalkan Jepang. Namun mengapa globalisasi ini justru menyebabkan Indonesia semakin terpuruk? Mengacu pada beberapa literatur dan pendapat para ahli, jawaban yang paling mendekati adalah bahwa itu semua terjadi karena kesalahan bangsa Indonesia sendiri dalam menyikapi globalisasi. Peradaban kita tidak mampu memilih dan memilah produk-produk peradaban lain seperti peradaban barat sebaagimana Jepang. Menurut saya, filtrasi yang dilakukan peradaban ini belum membuahkan hasil. Akibatnya struktur sosial dan tata nilai yang ada terkontaminasi oleh produk-produk peradaban asuing. Akhirnya terjadilah perubahan sosial ke arah yang lebih buruk. Persoalannya, apakah bangsa ini (peradaban ini) tidak mempunya filter yang baik? Bukankah kita sudah memiliki dasar falsafah yang disebut sebagai pancasila, yang oleh para guru Kewarganegaraan sering dikatakan sebagai sumber dari segala sumber hukum? Jawaban umum dari pertanyaanpertanyaan tersebut adalah bahwa bangasa ini sebenarnya telah memiliki instrumen filtrasi yang representatif, yakni Pancasila. Namun sangat disayangkan, bangsa ini tidak peduli dengan falsafah mereka sendiri. Entah karena mereka mengalami disorientasi dalam penafsirannya atau memang karena mereka adalah orang-orang yang skeptis. Yang jelas, penyegaran kembali wawasan terhadap Pancasila dan penafsiran yang sesuai perlu digalakkan agar proses filterisasi untuk menyambut arus globalisasi dapat dilaksanakan dengan baik. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan sebuah cara yang tepat untuk membangunkan bangsa yang tengah tertidur ini. Cara harus tetap dilakukan adalah pendidikan wawasan kebangsaan dan peradaban. Pendidikan di sini tidak hanya dalam arti formal tetapi juga dalam arti luas. Artinya seluruh komponen bangsa harus bergerak untuk membangkitkan semangat ini lewat berbagai macam cara dan media agar bangsa ini sadar bahwa mereka memiliki peradaban yang luhur yang wajib dijaga dan dipertahankan. Akhirnya, globalisasi sebenarnya bukanlah sesuatu yang harus ditakuti. Tetapi harus dihadapi dengan filterisasi yang baik dan strategi yang
tinggi. Globalisasi akan membawa peradaban ini kepada kemajuan ketika dapat menyerap nilai-nilai positif dari peradaban lainnya. Sebaliknya, peradaban ini akan runtuh ketika tidak bisa menahan laju penetrasi yang dilakukan oleh peradaban lainnya. Bagaimanakah nasib perdaban kita di masa depan? Kita semua harus menjawabnya dengan kerja keras.
REFERENSI File “Kumpulan Buku Indraganie” dalam format .chm. http://www.pakdenono.com Artikel “Problematika Peradaban Pada Kehidupan Masa Kini”. http://www.indoskripsi.com Artikel “Membangun Peradaban dengan Cara Beradab”. http://www.wordpress.com