PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH
I.
UMUM Memasuki milenium ketiga, Indonesia menghadapi berbagai perubahan dan tantangan strategis yang mendasar baik eksternal maupun internal, yang perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan pembangunan nasional termasuk pembangunan kesehatan. Dalam konteks eksternal, perubahan dan tantangan strategis yang terjadi adalah berlangsungnya era globalisasi, perkembangan teknologi, transportasi, dan telekomunikasiinformasi yang mengarah pada terbentuknya dunia tanpa batas. Globalisasi yang ditandai oleh meningkatnya persaingan bebas, mengharuskan setiap komponen bangsa meningkatkan daya saing. Sejalan dengan itu demokratisasi, hak asasi manusia dan pelestarian lingkungan hidup telah menjadi tuntutan dunia yang semakin mendesak. Dalam konteks internal, perubahan dan tantangan strategis yang terjadi salah satunya adalah desentralisasi. Pengakuan akan pentingnya peranan daerah dalam menyelenggarakan pembangunan nasional di Indonesia ini diwujudkan melalui diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
40
Pelaksanaan kebijakan desentralisasi di Indonesia berpengaruh pada sistem kesehatan Indonesia di tingkat daerah dan pusat sebagai bagian dari reformasi sektor kesehatan. Dinas Kesehatan semakin berkembang menjadi lembaga pemerintah di sektor kesehatan yang mempunyai banyak fungsi yakni (1) sebagai pelaksana kegiatan manajerial bidang kesehatan, (2) semakin menjadi lembaga yang menyusun kebijakan dan peraturan di daerah berdasar standar nasional, memastikan aturan dijalankan, (3) memantau mutu pelayanan, (4) pemberi dana pelayanan kesehatan, (5) pemberi layanan umum, khususnya untuk preventif dan promotif, (6) pemberian ijin termasuk rumah sakit pemerintah/daerah dan rumah sakit lainnya (7) mengelola SDM dan (8) membiayai pelayanan kesehatan. RS pemerintah semakin tegas didorong menjadi lembaga pelayanan non-birokratis. RS pemerintah menjadi lembaga pelayanan yang bersifat tidak mencari untung, dan diarahkan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan dalam bentuk Badan Layanan Umum (BLU). Perubahan-perubahan ini membawa implikasi hubungan antara Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten dan berbagai lembaga lain, termasuk rumah sakit pemerintah. Pada Tahun 2009 Pemerintah meluncurkan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang merupakan penyempurnaan dari Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 1982 dan SKN tahun 2004. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2004 pada hakikatnya merupakan bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang dimutakhirkan menjadi Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2009 agar dapat mengantisipasi berbagai tantangan perubahan pembangunan kesehatan dewasa ini dan di masa depan dengan mengacu kepada arah, dasar dan strategi pembangunan kesehatan, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Bandung Tahun 20052025, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025 dan Visi Daerah.
41
Visi Pemerintah Kabupaten Bandung yaitu “ Terwujudnya Kabupaten Bandung yang maju, mandiri dan berdaya saing, melalui tata Kelola pemerintahan yang baik dan pemantapan pembangunan perdesaan, berlandaskan religius, kultural dan berwawasan lingkungan”. Visi tersebut diwujudkan melalui 7 (tujuh) misi yaitu (1) meningkatkan keamanan dan ketertiban wilayah; (2) meningkatkan profesionalisme birokrasi; (3) memulihkan keseimbangan lingkungan dan menerapkan pembangunan berkelanjutan; (4) meningkatkan kualitas SDM (pendidikan dan kesehatan) yang berlandaskan iman dan takwa serta melestarikan budaya sunda; (5) memantapkan pembangunan perdesaan; (6) meningkatkan ketersediaan infrastruktur dan keterpaduan tata ruang wilayah; (7) meningkatkan ekonomi kerakyatan yang berdaya saing. Untuk menjamin keberhasilan pembangunan kesehatan di daerah terkait dengan penyelenggaraan negara yang bersifat desentralistik serta antisipasi terhadap perubahan global, perlu dikembangkan Sistem Kesehatan di Daerah baik Sistem Kesehatan Provinsi (SKP) maupun Sistem Kesehatan Daerah (SKD). Dalam kaitan ini kedudukan SKN merupakan suprasistem dari SKP dan SKD. Sistem Kesehatan Daerah (SKD) menguraikan secara spesifik unsurunsur upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumberdaya manusia kesehatan, sumberdaya obat dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan manajemen kesehatan sesuai dengan potensi dan kondisi daerah. Sistem Kesehatan Daerah (SKD) merupakan acuan bagi berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat dan sektor swasta dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan di daerah. Sistem Kesehatan Daerah (SKD) Kabupaten Bandung adalah suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya pemerintah, masyarakat dan sektor swasta yang secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan, yaitu mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Sistem Kesehatan Daerah (SKD) juga merupakan bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan di kabupaten, mengacu kepada SKN dan SKP, disesuaikan dengan kondisi, situasi, masalah, dan potensi Kabupaten Bandung. 42
Sistem Kesehatan Kabupaten Bandung dilaksanakan dalam konteks pembangunan kesehatan secara keseluruhan, dengan mempertimbangkan kondisi lokal yang umum dan spesifik, dengan determinan sosial budaya seperti, kondisi kehidupan sehari-hari, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi kewenangan, keamanan, sumber daya, kesadaran masyarakat, serta kemampuan tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah-masalah tersebut. Dengan ditetapkannya Peraturan Daerah tentang Sistem Kesehatan Daerah, pembangunan bidang kesehatan lebih diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat masyarakat yang diselenggarakan berdasarkan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, pemberdayaan dan kemandirian, pengutamaan gender dan non diskriminatif, serta norma-norma agama, hukum dan etika. Komitmen yang dikembangkan dalam penyelenggaraan Sistem Kesehatan Daerah, yaitu peningkatan upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumberdaya manusia kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, yang disertai dengan peningkatan pemberdayaan masyarakat dan manajemen kesehatan.
II.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Istilah-istilah dalam pasal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya salah tafsir dan salah pengertian dalam memahami dan melaksanakan pasal-pasal dalam Peraturan Daerah ini. Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas 43
Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Yang dimaksud dengan ”asas perikemanusiaan” adalah pembangunan kesehatan harus dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang maha Esa dengan tidak membedakan golongan ras, suku, agama dan antar golongan. Yang dimaksud dengan ”asas keseimbangan” adalah pembangunan kesehatan harus dilaksanakan secara seimbang antara kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan mental, serta antara material dan spiritual. Yang dimaksud dengan ”asas manfaat” adalah pembangunan kesehatan harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dan perikehidupan yang sehat bagi seluruh masyarakat. Yang dimaksud dengan ”asas perlindungan” adalah pembangunan kesehatan harus dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada pemberi dan penerima pelayanan kesehatan. Yang dimaksud dengan ”asas penghormatan terhadap hak dan kewajiban” adalah pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan menghormati hak dan kewajiban masyarakat sebagai bentuk kesamaan kedudukan hukum. Yang dimaksud dengan ”asas keadilan” adalah penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau. Yang dimaksud dengan ”asas gender non diskriminatif” adalah pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan mengerahkan seluruh sumberdaya dengan kemandirian, mengutamakan manfaat serta tidak membedakan terhadap perempuan dan laki-laki. Yang dimaksud dengan ”asas norma-norma agama, pemberdayaan dan kemandirian hukum dan etika” adalah pembangunan kesehatan harus memperhatikan dan menghormati norma agama, pemberdayaan dan kemandirian, hukum dan etika serta tidak membedakan agama yang dianut masyarakat 44
Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Ayat (1): Penyelenggaraan kesehatan tidak hanya dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah tetapi juga harus melibatkan swasta dan masyarakat, karena keterbatasan dana, sumberdaya, sarana dan prasarana, ilmu pengetahuan dan teknologi serta manajemen kesehatan Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas
45
Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Ayat (1)
46
Penyelenggaraan pelayanan Kesehatan meliputi : A.
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang secara berjenjang dilaksanakan sebagai berikut : I. Upaya Kesehatan Tingkat Pertama
Primer/Upaya Kesehatan
1. Upaya Kesehatan Wajib, terdiri dari : a. Promosi Kesehatan b. Kesehatan Ibu dan Anak c. Pelayanan Gizi Masyarakat d. Pelayanan Pemberantasan Menular
Penyakit
e. Penyehatan Lingkungan f.
Pelayanan Pengobatan Dasar
2. Upaya Kesehatan Pengembangan : a. Upaya Kesehatan Tradisional b. Upaya Kesehatan Sekolah c. Upaya Kesehatan Gigi dan mulut d. Upaya Kesehatan Reproduksi e. Upaya Kesehatan Indera ( Penglihatan dan Pendengaran ) f. Upaya Kesehatan Jiwa g. Upaya Kesehatan Kerja h. Upaya Kesehatan Olahraga i. j.
Upaya Kesehatan Remaja Upaya Kesehatan Usila
k. Upaya Kesehatan Matra l.
Upaya Kesehatan Penyandang Cacat
m. Upaya Kesehatan Komplementer Alternatif n. Upaya Pelayanan Darah
47
o. Pelayanan Kesehatan Tumbuh Kembang Anak g. Pelayanan Kesehatan Gawat Darurat. h. Pelayanan Kesehatan Pada Bencana II. Upaya Kesehatan Sekunder/Upaya Kesehatan Tingkat Kedua 1. Upaya Kesehatan Rujukan a. Pelayanan Rujukan Spesialistik b. Pelayanan Rujukan Spesimen c. Pelayanan Rujukan IPTEK d. Pelayanan Rujukan Rawat Inap. 2. Penunjang Medik dan Diagnostik : a. Penunjang Medik : • Sediaan Farmasi • Sediaan Bahan Alat Kesehatan Habis Pakai • Alat Kesehatan • Lab. Tehnik Gigi • Layanan Optik b. Penunjang Diagnostik • Laboratorium Klinis , terdiri dari : - Pelayanan spesimen - Pemeriksaan Elektro Diagnostik (EKG, EEG, ECG, USG, MRI, CT Scan, Endoscopy dll ) • Laboratorium Patologi Anatomi • Radiologi (Radiografi dan Radio Terapi) III. Upaya Kesehatan Tersier/ Upaya Kesehatan Tingkat Ketiga 1. Pelayanan Rujukan Sub spesialistiK 2. Kasus KLB 48
3. Endemi 4. Labkes. Mas. 5. IPTEK 6. Pelayanan medik khusus : • Pelayanan Bedah Mayat • Haemodialisa • Pelayanan Penyandang Cacat B.
Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) I. Upaya Kesehatan Primer : 1. Upaya Kesehatan Wajib : a.
Pengobatan dan Rehabilitasi
b.
Pemeliharaan Kesehatan Individu dan Keluarga Home Care ( Askep Permenkes 1239 / 2001 Home Service
c. d.
2. Upaya Kesehatan Pengembangan a. Pelayanan Rawat Inap di Sarana Pelayanan Dasar (Kepmenkes 660/ 2007) b.
Pelayanan sederhana
Penunjang
Diagnostik
c.
Pelayanan Penunjang Medis, termasuk Apotek, Optik.
d.
Pelayanan Komplementer Alternatif
e.
Pelayanan Kesehatan Gawat Darurat.
II. Upaya Kesehatan Sekunder a. b.
Upaya Pelayanan Spesialistik Penunjang Diagnostik Sedang
c.
Pelayanan Penunjang Medis Sedang
49
d.
Pelayanan Kolaborasi dengan Dokter Spesialis.
Dokter
e.
Pelayanan Penyakit Khusus
Keluarga
III. Upaya Kesehatan Teriser 1. Pelayanan Sub Spesialistik 2. Pelayanan Penunjang Diagnostik Canggih 3. Pelayanan Penunjang Medis Canggih 4. Pelayanan Penyakit Khusus. 5. Pelayanan Kebugaran Perorangan 6. Pelayanan Kolaborasi Dokter Keluarga dengan Dokter Spesialis Rumah Sakit. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Ketentuan mengenai penyediaan anggaran kesehatan dalam APBD paling sedikit 10% (sepuluh persen) di luar gaji merupakan aktualisasi dari amanat UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
50
Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup Jelas Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas 51
Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 21 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas 52
Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas
53
Pasal 28 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 30 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 31 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas
54
Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 33 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas Ayat (8) Cukup jelas Pasal 34 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas 55
Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Ayat ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap tindakan malpraktek yang dilakukan oleh seseorang, tenaga kesehatan dan/atau penyelenggara kesehatan. Pasal 35 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 36 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas 56
Ayat (3) Cukup jelas Pasal 37 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 38 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 39 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 41 Cukup jelas
57
Pasal 42 Cukup jelas Pasal 43 Cukup jelas
58