JTRISTE, Vol.1, No.1, Februari 2014, pp. 41~53 ISSN: 2355-3677
PENINGKATAN PERFORMANSI PENGKLASIFIKASIAN POLA SIDIK JARI BERBASIS JARINGAN ELM-RBF DENGAN KOMBINASI FFT DAN PCA
Muis Kamaruddin Email :
[email protected] STMIK KHARISMA Makassar
Abstract Dalam paper ini dilakukan kajian matematis yang melandasi suatu algoritma yang disebut Extreme Learning Machine (ELM) dalam melatih jaringan fungsi basis radial atau Radial Basis Function (RBF). Implementasi dari algoritma ELM pada jaringan RBF (ELM-RBF) dipadukan dengan kombinasi antara Fast Fourier Transform (FFT) dan metode Principal Component Analysis (PCA) untuk peningkatan kecepatan dan akurasi pengklasifikasian pola sidik jari dengan menggunakan fitur berbasis orientasi citra (orientation image). Pola sidik jari diklasifikasikan ke dalam lima kategori, yaitu: Whorls, Right loops, Left loops, Arch, dan Tented Arch. Hasil percobaan terhadap citra sidik jari yang diperoleh dari Database Fingerprint Verification Competition (FVC) menggunakan software Matlab 7.8 menunjukkan waktu komputasi selama proses training relatif lebih singkat dibanding algoritma lainnya seperti: Back Propagation (BP) dan Scaled Conjugate Gradient (SCG) dengan akurasi di atas 90%. Keywords: ELM-RBF, FFT, PCA, Sidik Jari.
A.
PENDAHULUAN Klasifikasi pola sidik jari merupakan salah satu bagian dalam sistem identifikasi sidik jari
otomatis atau Automated Fingerprint Identification System (AFIS). AFIS merupakan suatu metodologi identifikasi biometrik otomatis yang menggunakan perpaduan teknologi komputer dan teknologi citra digital (digital imaging) untuk mendapatkan, menyimpan, dan menganalisis data sidik jari [7]. Penggunaan AFIS sangat dibutuhkan seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi biometri khususnya sidik jari untuk keperluan identifikasi dan autentikasi baik pada bidang forensik maupun pada aplikasi sipil seperti e-commerce, e-banking sementara untuk mengidentifikasi sidik jari secara manual dari suatu database sangat tidak efektif. Penggunaan sidik jari semakin populer sebagai alternatif dan penopang dari sistem autentikasi tradisional
Received May 9th, 2010; Revised August 3rd, 2010; Accepted August 16th, 2010
42
ISSN: 2355-3677
yang telah ada seperti penggunaan password, Personal Identification Number (PIN) dan autentikasi berbasis token. Klasifikasi pola sidik jari dapat diartikan sebagai suatu prosedur membagi pola sidik jari berdasarkan ciri lokal seperti pada Gambar 1 dan 2 serta Tabel 1 meliputi jumlah dan posisi delta terhadap core yang terdapat dalam suatu sidik jari sehingga diperoleh beberapa kelas berbeda. Dalam paper ini, menggunakan sistem klasifikasi menurut aturan Henry yaitu membagi pola sidik jari ke dalam 5 kelas di antaranya: Whorl, Right loop, Left loop, Arch, dan Tented Arch [9]. Penempatan pola sidik jari ke dalam beberapa kelas yang mempunyai pola dasar yang serupa dapat mempercepat proses pencarian dari suatu query masukan. Klasifikasi seperti ini dapat pula mengurangi ukuran dari ruang pencarian yaitu membatasi pencarian hanya pada sidik jari dalam kelas yang sama selama proses identifikasi. Terdapat beberapa metode pengklasifikasian pola sidik jari, salah satunya adalah berbasis jaringan syaraf tiruan (JST) [8]. Aplikasi JST telah digunakan secara luas dalam bidang pengklasifikasian pola dan pada umumnya menunjukkan kelebihan dibandingkan dengan metode-metode pembelajaran lainnya, sifat generalisasi dan kemampuan ataptasinya, serta kekuatan khasnya dalam melakukan pemetaan secara non-linear [8]. Meskipun demikian, klasifikasi pola sidik jari merupakan salah satu masalah klasifikasi pola (Pattern Classification) yang tergolong rumit, hal ini disebabkan karena kecilnya perbedaan (variability) antar kelas. Selain itu, citra sidik jari sering mengandung derau (noise) yang membuat proses klasifisikasi menjadi lebih sulit. Oleh sebab itu, dalam mengkonstruksi
classifier berbasis JST diperlukan penentuan
jenis arsitektur jaringan dan algoritma yang tepat. Dalam paper ini menggunakan jaringan Fungsi Basis Radial atau Radial basis Function (RBF) dengan algoritma pembelajaran yang disebut Extreme Learning Machine (ELM). Jaringan RBF telah dikenal luas sebagai salah satu model jaringan feedforward dengan tiga lapisan (layer) yaitu lapisan input, tersembunyi (hidden) dan lapisan output dapat diaplikasikan pada aproksimasi fungsi, peramalan dan klasifikasi pola [9]. Meskipun demikian, kendala utama dalam menggunakan jaringan RBF adalah ketika pusat (center) dan lebar (width) dari neuron Gaussian yang biasanya dihitung menggunakan metode K-mean clustering dan bobot dihitung menggunakan metode Least Square [9]. Penggunaan metode K-mean clustering dan least square untuk mendapatkan bobot yang tepat menyebabkan adanya penyesuaian bobot di setiap epoch-nya dan hal tersebut bersifat tidak efektif karena cenderung membutuhkan waktu komputasi yang lama. Penggunaan algoritma ELM merupakan salah satu alternatif untuk menghindari adanya komputasi yang lama akibat penggunaan metode K-mean clustering dan least square. Pada algoritma ELM, bobot tidak perlu diatur atau ditentukan secara khusus sebab bobot cukup di bangkitkan secara acak serta tidak adanya penyesuaian bobot selama proses training berlangsung sehingga akan berdampak terhadap waktu komputasi berlangsung relatif lebih
JTRISTE Vol. 1, No. 1, 2014
JTRISTE
ISSN: 2355-3677
43
singkat [4]. Algoritma ELM diperkenalkan oleh Guang Bin Huang dan pertama kali digunakan untuk melatih jaringan Single Hidden Layer Feedforward Neural Networks (SLFNs) dan hasilnya menunjukkan adanya kemudahan dalam pencapaian generalisasi terbaik serta kecepatan belajar yang sangat tinggi [4]. Implementasi algoritma ELM pada jaringan RBF selanjutnya disebut ELM-RBF dalam klasifikasi pola sidik jari berfungsi sebagai classifier dan dipadukan dengan kombinasi antara Fast Fourier Transform (FFT) sebagai pemroses awal (pre-processing) dan metode analisis komponen utama atau Principal Component Analysis (PCA) untuk mereduksi dimensi input dalam upaya peningkatan performansi pengklasifikasian pola sidik jari dan selanjutnya akan dibandingkan dengan algoritma lainnya seperti Scaled Conjugate Gradient pada Jaringan Two Layer Feedforward (SCG) dan Back-Propagation pad jaringan Multi-Layer Perceptron (BPMLP).
Gambar 1: Struktur dan ciri lokal sidik jari
Gambar 2: Lima klasifikasi sidik jari. (a) Whorl, (b) Right loop, (c) Left loop, (d) Arch, (e) Tented Arch
Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author)
44
ISSN: 2355-3677 Tabel 1: Klasifikasi sidik jari berdasarkan jumlah/posisi Core terhadap Delta Kelas
a.
Inti (Core)
Delta
Posisi Inti Terhadap Delta
Whorl
2
2
-
Right Loop
1
1
Kiri
Left Loop
1
1
Kanan
Arch
0
0
-
Tented Arch
1
1
Bawah
Transformasi Fourier Cepat atau Fast Fourier Transform (FFT) Transformasi Fourier cepat atau Fast Fourier Transform (FFT) adalah suatu
algoritma untuk menghitung transformasi Fourier diskrit atau Discrete Fourier Transform (DFT) dengan cepat dan efisien. Transformasi Fourier Cepat diterapkan dalam berbagai bidang, seperti pengolahan citra digital, memecahkan persamaan diferensial parsial [1],[10],[11]. Peranan FFT pada proses klasifikasi pola sidik sebagai pengolah awal (pre-processing) bertujuan meningkatkan kualitas citra sidik seperti menghubungkan beberapa titik yang rusak pada bagian ridge [12]. Pada proses ini citra sidik jari dibagi ke dalam blok pemroses yang lebih kecil (32x32) dan transformasi faurier dilakukan berdasarkan persamaan berikut: M 1 N 1 ux vy F (u, v) f ( x, y ) exp j 2 M N x 0 y 0
untuk x 0,1, 2, ,31 dan
y 0,1, 2,,31
Dalam upaya meningkatkan operasi blok yang lebih spesifik menggunakan frekuensi dominan, akan dikalikan FFT dari blok jarak, dimana jarak asal adalah:
FFT abs F u, v F u, v Diperoleh peningkatan kualitas blok menurut persamaan:
g ( x, y ) F 1 f (u , v) F (u , v) dimana
F 1 F u, v diselesaikan dengan persamaan sebagai berikut:
f ( x, y ) untuk
k
1 MN
M 1 N 1
ux
vy
F (u, v) exp j 2 M N x 0 y 0
x 0,1, 2,,31 dan y 0,1, 2,,31
JTRISTE Vol. 1, No. 1, 2014
JTRISTE b.
45
ISSN: 2355-3677
Mereduksi Dimensi menggunakan metode Principal Componen Analisis (PCA) Metode Principal Component Analysis (PCA) merupakan suatu teknik yang banyak
digunakan dalam pengolahan citra digital dan aplikasi pengenalan pola. PCA dikenal pula sebagai transformasi Karhunen-Loeve (KL-Transform) dapat digunakan untuk mereduksi dimensi suatu data berskala besar. Penggunaan PCA dalam klasifikasi pola sidik jari bertujuan untuk mereduksi fitur input sebelum fitur diproses sebagai data input dalam jaringan Radial Basis Function (RBF) sehingga dapat mengurangi kompleksitas komputasi selama proses training pada RBF. Pada paper ini, PCA dihitung menggunakan pendekatan Singular Value Decomposition (SVD). Suatu matriks X ukuran
n m , n m mempunyai dekomposisi:
X U V T Dimana U adalah matriks ukuran matriks ortonormal ukuran
nm
dengan kolom ortonormal ( U
m m ( V TV I ), dan
T
U I ), V adalah
adalah matriks diagonal
m m
dengan
elemen positif atau nol, disebut nilai singular (singular value). Selanjutnya, matriks kovarian dapat dituliskan sebagai berikut:
C
1 1 XX T U 2U T n n
Sebagaimana diketahui bahwa urutan nilai singular pada SVD diurutkan berdasarkan nilai terbesar, sehingga jika n < m, maka n kolom pertama pada U bersesuaian dengan nilai eigen yang telah diurutkan dari C dan jika
m n , maka m yang pertama bersesuaian dengan
nilai eigen tak-nol terurut pada C. Jika disimbolkan matriks dari vektor eigen yang diurutkan berdasarkan nilai eigennya sebagai
U , maka transformasi PCA dapat ditulis sebagai berikut:
Y U T X U T U V T Nilai eigen disebut komponen utama (Principal Component). Proses seleksi hanya pada d baris pertama dari Y, selanjutnya diperoleh suatu proyeksi data dari n menjadi d dimensi (d < n).
c.
Landasan Matematis pada algoritma Extreme Learning Machine
Definisi 1.1: [2]. Suatu matriks G dengan order m×n disebut Invers Generalisasi MoorePenrose pada matriks A dengan order m× n, jika: T
T
AGA A; GAG G; AG AG; GA GA Invers generalisasi Moore-Penrose dari matriks A disimbolkan dengan
A
Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author)
46
ISSN: 2355-3677
Definisi 1.2: [2]. Diberikan
A
mn
dan
terkecil (least squares) pada Ax b jika
u
vektor
m
B
. Suatu vektor
n
u
Au b Av b untuk setiap u
u adalah
disebut solusi kuadrat terkecil minimum pada Ax b jika
terkecil pada Ax b dan
disebut solusi kuadrat n
. Suatu
solusi kuadrat
u w untuk setiap solusi kuadrat terkecil w lainnya. mn
A
Teorema 1.1: Hal 28-29 pada Campbel [2]. Andaikan bahwa
dan
B
m
. Lalu
Ab adalah solusi kuadrat terkecil minimum dari Ax b , A adalah generalisasi invers Moore Penrose dari matriks A. Bukti: Dengan memperhatikan bahwa
2
Ax b ( Ax AAb) ( I AA )b 2
Ax AA b ( I AA )b
Dengan demikian
x
2
2
akan menjadi solusi kuadrat terkecil jika dan hanya jika
solusi dari sistem konsisten dari
x
adalah suatu
Ax AAb . Tetapi solusi dari Ax AAb adalah bentuk dari
x A ( AA b ) ( I A A) h A b ( I A A) h Karena yaitu
d.
2
x A b
2
terlihat bahwa hanya terdapat tepat satu solusi kuadrat terkecil minimum
x A b
Algoritma ELM-RBF Arsitektur jaringan RBF seperti ditunjukkan Gambar 3 terdiri tiga lapisan (layer) di
antara lapisan input, lapisan tersembunyi dan lapisan output. Jaringan RBF dengan kernel
N untuk suatu vektor input x R n diberikan dengan persamaan berikut: N
f N ( x) ii ( x) i 1
i [ i1 , i 2 , , im ]T adalah bobot dan
( x) adalah kernel output ke- i
yang menghubungkan kernel ke- i dengan neuron output,
dengan persamaan Guassian sebagai berikut:
x i i ( x) ( i , i , x) exp i
i [ i1 , i 2 , , im ]T adalah pusat kernel ke- i dan i
2
adalah lebar. T
n
Untuk N sampel random berbeda ( xi , ti ) , dimana xi [ xi1 , xi 2 , , xim ] R dan JTRISTE Vol. 1, No. 1, 2014
JTRISTE
47
ISSN: 2355-3677
ti [ti1 , ti 2 , , tim ]T R m , RBF dengan kernel N dapat dimodelkan secara matematis. N
( x ) o , j 1, , N i i
j
j
i 1
RBF standard dengan bernilai nol,
N j 1
N kernel dapat mengaproksimasi N sampel dengan error rata-rata
o j t j 0 , yaitu terdapat i , i ,dan i sedemikian sehingga:
x i j exp i i i 1
2
N
t j , j 1, , N
(1)
Persamaan (1) dapat dituliskan secara lengkap:
H T
(2)
dimana:
( 1 , 1 , x1 ) ( N , N , x1 ) H ( i , N , 1 , N , x1 , x N ) ( 1 , 1 , x N ) ( , , x N ) N N NN
1T t1T T T t T N N m N N m H disebut matriks output pada lapisan tersembunyi, kolom ke- i dari H adalah output dari kernel ke- i yang bersesuaian dengan input x1 , x2 , , x N
Melatih jaringan RBF pada dasarnya ekuivalen dengan menemukan solusi kuadrat terkecil
dari sistem linear H T : H ( 1 , , N , 1 , N ) ˆ T min H ( 1 , , N , 1 , N ) T
Berdasarkan Teorema 1.1, solusi norm kuadrat terkecil yang khusus
pada sistem linear di
atas adalah:
ˆ H T Di mana
H
adalah invers generalisasi Moore-Penrose pada hidden layer matriks output H.
Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author)
48
ISSN: 2355-3677
Algoritma ELM-RBF: n
m
Diberikan suatu himpunan data pelatihan {( xi , ti ) | xi R , ti R , i , N } dengan
N menyatakan banyaknya neuron tersembunyi (hidden neuron):
Langkah 1: Tentukan pusat (center)
i dan lebar (width) i , i 1, , N
Langkah 2: Hitung keluaran (output) matriks H pada lapisan tersembunyi. Langkah 3: Hitung keluaran bobot
H T dengan T [t1 , , t N ]T
Gambar 3: Arsitektur jaringan Radial Basis Function (RBF)
B.
METODE PENELITIAN
a.
Data Citra Sidik Jari Pada penelitian ini digunakan sebanyak 1300 citra sidik jari yang terdiri dari 70% atau
910 citra sebagai data training dan 30% atau 390 citra sebagai data testing. File citra sidik jari yang digunakan berformat .tif, derajat keabuan (grayscale) 8-bit dimensi 300x 300 pixel diperoleh dari Database FVC-2002 dan FVC-2004 (Fingerprint Verification and Competition) [3]. Semua citra sidik jari melalui pemrosesan awal dilanjutkan dengan proses ekstraksi ciri sehingga setiap citra sidik jari diwakili oleh satu komponen vektor ciri dengan dimensi 1x256. b.
Konfigurasi Jaringan RBF Pada struktur jaringan RBF diatur jumlah neuron input sebanyak 256 bersesuaian
dengan ukuran dimensi input setiap vektor input sidik jari. Begitupun dengan neuron output diatur sebanyak 5 neuron dengan indeks bilangan bulat bersesuaian dengan kelas masingmasing pola sidik jari. Sementara itu, hidden neuron digunakan sebanyak 300 neuron dengan
JTRISTE Vol. 1, No. 1, 2014
JTRISTE
49
ISSN: 2355-3677
x fungsi aktivasi Gaussian ( x ) exp i2
2
. Simulasi menggunakan Software Matlab 7.8
sistem operasi Microsoft Windows XP SP3, Komputer jenis Laptop processor Core2 Duo @ 2.0 GHz Memori 2 GHz. Performansi ELM-RBF dibandingkan dengan algoritma Scaled Conjugate Gradient Two-Layer Feedforward (SCG-TLF) dan Back-Propagation Multilayer Perceptron (BPMLP) c.
Proses klasifikasi berbasis ELM-RBF menggunakan FFT dan PCA
Gambar 4: Diagram alir proses klasifikasi berbasis ELM-RBF
C.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a.
Performansi ELM-RBF tanpa Reduksi Input
Tabel 2: Confusion Matrix Algoritma HASIL KLASIFIKASI KELA
ELM- RBF Akura
S
W
R
L
A
T
si (%)
W
98
0
5
0
1
94,2
R
1
4
1
3
92,0
L
3
1
93
1
4
91,2
A
1
2
0
14
1
77,8
T
1
1
1
0
51
94,4
10 3
Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author)
50
ISSN: 2355-3677 Tabel 3: Confusion Matrix Algoritma HASIL KLASIFIKASI KELAS W R L A T
SCG- TLF Akuras i (%)
W
96
5
1
0
3
91.4
R
0
96
2
2
5
91.4
L
6
4
94
0
6
85.5
A
0
2
1
13
2
72.2
T
2
5
4
3
38
73.1
Tabel 4: Confusion Matrix Algoritma BP-MLP KELAS
HASIL KLASIFIKASI
Akuras
W
R
L
A
T
i (%)
W
3
69
1
8
23
2.9
R
4
94
8
0
6
83.9
L
8
67
8
9
10
7.8
A
0
13
1
2
2
11.1
T
4
36
4
4
6
11.1
Tabel 5: Perbandingan Performasi Algoritma ELM-RBF, SCG-TLF dan BP-MLP SAMPEL
DIMENSI
HIDDEN
WAKTU
TINGKAT
UJI
INPUT
NEURON
PELATIHAN
AKURASI
ELM-RBF
390
256
300
5,43 Detik
92,05%
SCG-TLF
390
256
100
136,00 Detik
86,40%
BP-MLP
390
256
75
13,73 Detik
28,97%
ALGORITMA
Tabel 2 merupakan tabel matriks confusion memuat infomasi mengenai kemampuan algoritma ELM dalam melakukan klasifikasi pola sidik jari. Di antara 104 kelas whorl, 98 atau 94,2% di antaranya dapat dikenali sebagai kelas whorl sementara 6 sidik jari jenis whorl dikenali
sebagai
kelas
left
loop
dan
Tented
Arc.
Demikian
pula
halnya
dalam
menginterpretasikan kelas lainnya. Di antara total 390 pola sidik jari yang diujikan ternyata 92,05% di antara dapat dikenali dan ditempatkan pada kelas yang benar. Begitu pula pada tabel 2 dan 3 masing-masing merupakan tabel confusion matriks dari algoritma SCG-TLF dan BP-MLP. Sementara itu, pada tabel 5 menunjukkan bahwa ternyata algoritma ELM-RBF memiliki kemampuan akurasi tertinggi sebesar 92,05% dan waktu training tercepat selama 5,43 detik bila dibandingkan dengan performansi dari algoritma SCG-TLF dan BP-MLP.
JTRISTE Vol. 1, No. 1, 2014
JTRISTE
51
ISSN: 2355-3677
Gambar 5 merupakan grafik performansi ELM-RBF berdasarkan jumlah hidden neuron yang digunakan selama proses training pada fitur dimensi-256. Pada grafik terlihat bahwa jumlah hidden neuron yang digunakan berbanding lurus dengan waktu training yang dibutuhkan, namun tidak berlaku pada tingkat akurasi yang dihasilkan. ELM-RBF pada fitur dimensi-256 dapat mencapai performansi terbaik yaitu sebesar 92,05% jika menggunakan hidden neuron sebesar 300, ketika hidden neuron digunakan di atas 300, maka performansi ELM-RBF akan menurun.
Gambar 5:
Grafik Performansi ELM-RBF Berdasarkan Variasi
Jumlah Hidden Neuron Pada Fitur Input Dimensi 256
b.
Performansi ELM-RBF dengan Reduksi Fitur Input
Hidden Neuron
Hidden Neuron
Gambar 7: Grafik komparasi hasil tingkat akurasi (kiri), dan lama training (kanan)
antara
fitur asli dengan fitur hasil reduksi menggunakan metode PCA
Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author)
52
ISSN: 2355-3677
Gambar 8: Grafik Tingkat Akurasi Rata-rata (kiri) dan Waktu Training Rata-rata (kanan) pada beberapa variasi dimensi input
Grafik pada Gambar 7 menunjukkan perbandingan hasil klasifikasi dan kecepatan training dari algoritma ELM-RBF antara fitur asli (D-256a) dengan beberapa fitur hasil reduksi PCA. Dari Grafik terlihat bahwa terjadi peningkatan akurasi klasifikasi dari penggunaan fitur asli ke fitur hasil transformasi/reduksi PCA dengan waktu training relatif sama untuk ukuran hidden neuron yang sama. Sementara itu, grafik pada Gambar 8 menunjukkan tingkat akurasi rata-rata dan waktu training rata-rata untuk pengaturan 50-400 hidden neuron antara fitur asli D-256a dengan beberapa fitur hasil reduksi masing D-256, D-240, D224, dan D-192. Dari grafik terlihat akurasi rata-rata tertinggi pada D-240 dan terendah D-256a masing-masing sebesar 91,01% dan 83,79% dengan waktu traning masing-masing selama 4,03 detik dan 4,14 detik.
D.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a.
Jaringan RBF yang dilatih menggunakan algoritma pembelajaran Extreme Learning
Machine tidak hanya memiliki akurasi lebih tinggi melainkan juga unggul dalam hal kecepatan training bila dibandingkan dengan algoritma SCG-TLF dan BP-MLP, yaitu tingkat akurasi 92,05% dan waktu training selama 5,43 detik. b.
Penggunaan jumlah hidden neuron berbanding lurus dengan waktu training namun
tidak berlaku pada tingkat akurasinya, sehingga penentuan jumlah hidden neuron yang tepat turut menentukan performansi jaringan ELM-RBF.
JTRISTE Vol. 1, No. 1, 2014
JTRISTE c.
ISSN: 2355-3677
53
Performansi ELM-RBF dapat ditingkatkan menggunakan PCA dengan akurasi
mencapai 94,62% pada fitur dimensi D-240, Hidden Neuron 325 dan waktu training selama 4,179 detik. d.
Tingkat akurasi rata-rata tertinggi tercapai pada fitur D-240 yaitu sebesar 91,01%
dengan waktu training rata-rata selama 4,03 detik pada pengaturan 50-400 hidden neuron.
DAFTAR PUSTAKA [1] Achrya. T, dan Rai, K.A. Image Processing:Principles and Applications, A John Wiley & Sons, Inc. Publication [2] Campbel, L.S dan Meyer, D.C. 2009. Generalized Inverses of Linear Transformations. Philadelphia: Society for Industrial and Applied Mathematics. [3] Fingerprint Verification Competition, Database http://bias/csr.unibo.it/fvc2004 [4] Huang, G.-B., Zhu, Q.-Y. dan Siew, C.-K. (2006). Extreme learning machine:theory and applications, Neurocomputing. Vol. 70 (489-501) [5] Jahne, B. (1993). Digital Image Processing - Concepts, Algorithms and Scientific Applications, Springer-Verlag. [6] Jain, L. Hong, S. P. dan Bolle, R. (1997). An identity authentication system using fingerprints, Proceedings of the IEEE, Vol. 85, pp. 365–1388. [7] Komarinski ,P. 2005. Automated Fingerprint Identification Systems(AFIS).USA: Elsevier Academic Press [8] Maltoni, D., Maio, D., Jain, A. K. dan Salil Prabhakar (2003). Handbook of Fingerprint Recognition, Springer, New York. [9] Musafi, M. dan W. Ahmed, K. C. (1992). ”On training of radial basis function classifiers”, Neural Networks 5(4). [10] Park, C. H. dan Park, H. (2004). ”Fingerprint classification using fast fourier transform and nonlinear discriminant analysis”, Journal of the pattern recognition society . [11] Thompson, C. M. dan Shure, L. (1997). Image Processing Toolbox User’s Guide,The MathWorks, Inc. [12] Wuzhili (2002). Fingerprint Recognition, Hong Kong Baptist University
Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author)