PENINGKATAN PENGENALAN POLA CITRA BELAJAR BERUKURAN BESAR PADA IDENTIFIKASI POLA CITRA BATIK DENGAN METODE MATRIX CO-OCCURRENCE 1
Sari Ayu Wulandari , Baeley Yudho Hanafia 1
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro Jalan Nakula I No. 5-11 Semarang Email :
[email protected]
2
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro Jalan Nakula I No. 5-11 Semarang Email :
[email protected]
2
Abstract Each area had motive of typical batik their respective area. However, motive of developing batik is very fast, so as really was difficult to distinguish motive pattern of batik from respectively area. Identification process of batik was carried out by extraction of coocurrence characteristics and introduction to the pattern k-nearest neighbor. The image that was used as the studying image, are the measuring image big, that is dimension 200x200. Batik that will be researched was Balinese batik Cirebon, Kudus, Pekalongan, Jogja and Solo, each with 7-8 pictures. In the studying image, level of the highest introduction was at the time of value k=1, that is 100%. The introduction to studying image the hardly motive was in motive of Balinese batik and Solo, on average level of introduction to motive 75%, whereas the Cirebon motive was the motive of batik that most was easy to be known, with the value in general level of the introduction 87,5%. In the image outside studied, in general level of the introduction to motive was 48%, on average the level of the biggest introduction was in the Cirebon motive that is 75% and in general the level of the lowered introduction in the Jogja motive that is 0%. In general the level of the introduction motive in the image not learned to be 40%, on average the level of the biggest introduction was in the Pekalongan motive that is 75% and in general the level of the lowered introduction in the Jogja motive and Cirebon that is 0%. Keywords: Motif Batik, Coocurrence, k-NN
Abstrak Setiap daerah mempunyai motif batik khas daerah masing-masing. Namun motif batik berkembang sangat pesat, sehingga sangat sulit membedakan pola motif batik dari masingmasing daerah. Proses identifikasi batik dilakukan dengan menggunakan ekstraksi ciri coocurrence dan pengenalan pola k-nearest neighbour. Citra yang digunakan sebagai citra belajar adalah citra yang berukuran besar, yaitu berdimensi 200x200. Batik yang akan diteliti adalah batik Bali, Cirebon, Kudus, Pekalongan, Jogja dan Solo, masing-masing dengan 7-8 gambar. Pada citra belajar, tingkat pengenalan tertinggi adalah pada saat nilai k=1, yaitu 100%. Pengenalan citra belajar motif tersulit adalah pada motif batik Bali dan Solo, dengan rata-rata tingkat pengenalan motif 75%, sedangkan motif Cirebon adalah motif batik yang paling mudah dikenali, dengan nilai rata-rata tingkat pengenalan 87,5%. Pada citra diluar belajar, rata-rata tingkat pengenalan motif adalah 48%, dengan rata-rata tingkat pengenalan terbesar adalah pada motif Cirebon yaitu 75% dan rata-rata tingkat pengenalan terendah pada motif Jogja yaitu 0%. Rata-rata tingkat pengenalan motif pada citra bukan belajar adalah 40%, dengan rata-rata tingkat pengenalan terbesar adalah pada motif Pekalongan yaitu 75% dan rata-rata tingkat pengenalan terendah pada motif Jogja dan Cirebon yaitu 0%. Kata Kunci: Motif Batik, Coocurrence, k-Nearest neighbor
Peningkatan Pola Citra…(Sari Ayu, Baely Yudho)
644
1. PENDAHULUAN Identifikasi Tekstur sebenarnya bukan merupakan wacana baru di bidang jaringan syaraf tiruan. F. Smach, menerapkan pengklasisfikasian berdasarkan pada jaringan saraf (Multi-layer Perceptron) MLP untuk identifikasi tekstur, untuk mengklasifikasikan tekstur dan pola tekxtur. Selain itu Patrick Sebastian, melakukan pelacakan dengan menggunakan kamera video. Penelitian tekstur berbasis Back propagation juga telah diteliti oleh Cubero, Demuth, Fausets dan Haykin, namun masih terkendala dengan waktu iterasi yang panjang. Pada dasarnya, penentuan pola daerah pengrajin berdasarkan pola batiknya, sangat mudah dilakukan oleh manusia. Namun hal ini akan menjadi sulit manakala yang menentukan pola tersebuah adalah sebuah robot. Penentuan pola didasarkan pada analisis tekstur dan kontur yang terdapat pada penampang benda. Namun ada beberapa pola yang bisa di deteksi hanya dari teksturnya saja. Tekstur pada dasarnya didefinisikan sebagai distribusi spasial dari derajat keabuan didalam sekumpulan pixel-pixel yang bertetangga. Tekstur merupakan sifat atau properti yang dimiliki oleh permukaan benda. Pada lingkungan alami, permukaan objek seperti potongan kayu, rerumputan, hamparan pasir pantai, tekstil, kulit, dan sebagainya memiliki tekstur. Citra juga dapat dipandang memiliki tekstur yang terbentuk akibat variasi dan atau gradasi keabuan pada citra digital. Tekstur adalah fitur yang bergantung konteks, maksudnya, tekstur tidak dapat didefinisikan hanya dari piksel saja tetapi harus dalam kaitannya dengan piksel lain dalam suatu wilayah citra (Hauta-Kasari, 1999: 13). Metode analisis tekstur citra keabuan telah banyak diteliti. Tekstur sebenarnya sulit didefinisikan meskipun secara intuitif manusia mampu membedakan dua atau lebih citra yang berbeda penampakannya. Berbagai metode analisis tekstur diajukan, umumnya berdasar pada pendekatan statistik. Operasi konvolusi pada citra digunakan untuk membandingkan citra. Ada 2 macam operasi konvolusi yang dapat digunakan yaitu co-ocurrence dan autokorelasi. Co-ocurrence pada dasarnya adalah penngaruh pixel tetangga. Artinya operasi yang akan menghitung perbedaan antar pixel dalam satu citra. Apakah dengan operasi co-ocurrence ini, kita bisa menganalisis tekstur batik? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang dan mengimplementasikan software aplikasi sistem pendeteksi pola dalam suatu citra batik, dengan menggunakan pengenalan pola coocurrence. Menghasilkan suatu model pendeteksi yang dapat mengenali pola berdasarkan tekstur suatu benda dengan manggunakan metode matrix Co-ocurrence.
2. METODE PENELITIAN PERMASALAHAN INTERNAL · Waktu iterasi yang panjang · Perhitungan hanya pada pola masukan terakhir · Terjadi perubahan bobot yang mencolok akibat data yang berbeda · Tidak dapat melakukan penelusuran ukuran dan luas · Tidak realtime · Kurang efektif dan efisien
PERMASALAHAN EKSTERNAL · Metode ekstraksi ciri yang susah dan lama · Ukuran mask kecil · Pengenalan pola yang memiliki error yang besar HIPOTESIS · Waktu pengenalan pola yang lebih cepat, sehingga lebih efektif dan efisien · Pola pengenalan pola mendekati kebenaran · Dapat diaplikasikan secara real time · Ukuran mask Besar
DAMPAK PERMASALAHAN · Waktu pelatihan yang panjang menyebabkan seringnya terjadi error ditengah pelatihan · Ukuran mask kecil, menyebabkan data dengan ukuran yang lebih besar tidak dapat terlacak dan pengenalan pola tidak mendekati kebenaran
Ekstraksi Ciri Coocurrence berbasis k-NN OPTIMASI · Optimasi metode dengan metode k-NN · Optimasi ekstraksi ciri dengan coocurrence
Gambar 1. Alur Pemikiran
Techno Science Vol. 5 No. 1 Mei 2011
645
Penelitian ini menggunakan program Borland Delphi 7.0. Diagram alir pada Gambar 2, merupakan diagram alir pembuatan program. Start
Pilih Ukuran Matrix Coocurrence
Belajar Pilih Citra
Tampil citra aras keabuan
Ekstraksi ciri metode coocurrence
Klasifikasi k-NN
END
Gambar 2. Diagram Alir Model Penelitian
Pada metode coocurrence, ciri yang diekstraksi adalah nilai entropi, ASM, kontras, homogenitas, mean, standar deviasi, energy dan dissimilarity. Berikut ini adalah user interface dari ekstraksi ciri coocurrence. Pada citra belajar, terdiri dari 6 kelompok citra, diantaranya adalah batik bali, cirebon, jogja, kudus, pekalongan dan solo. Nilai k yang digunakan pada k-NN, maksimal masing- masing menggunakan n=7.
Gambar 3. User interface metode coocurrence
Citra yang menjadi data pembelajaran maupun pengujian merupakan citra batik yang diunduh dari internet. Citra-citra tersebut adalah sebagai berikut :
Peningkatan Pola Citra…(Sari Ayu, Baely Yudho)
646
Citra belajar Batik Bali
Citra belajar Batik Cirebon
Citra belajar Batik Jogja
Citra belajar Batik Kudus
Citra belajar Batik Pekalongan
Citra belajar Batik Solo
Techno Science Vol. 5 No. 1 Mei 2011
647
Citra Bukan Belajar
Peningkatan Pola Citra…(Sari Ayu, Baely Yudho)
648
Citra Diluar Belajar
Gambar 4. Citra belajar, citra bukan belajar dan citra diluar belajar
Keterangan: Citra belajar: Citra uji yang dimasukkan kedalam daftar pembelajaran. Citra Bukan belajar: Citra uji yang tidak dimasukkan kedalam daftar pembelajaran namun tetap dalam ukuran, format dan tema yang sama. Citra Diluar belajar: Citra uji yang yang tidak dimasukkan kedalam daftar pembelajaran serta ukuran, format dan tema yang berbeda dengan citra belajar.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Citra Belajar Hasil dari identifikasi motif batik dengan menggunakan metode ekstraksi ciri coocurrence adalah sebagai berikut.
Gambar 5. Grafik Tingkat Pengenalan Citra Metode Coocurrence dari Citra Belajar
Techno Science Vol. 5 No. 1 Mei 2011
649
Tabel 1. Tabel Tingkat Pengenalan Citra Belajar Metode Coocurrence
Nama Citra
k=1
k=3
k=5
k=7
Jumlah Citra
Rata-rata
Bali
7
7
3
4
7
3
Cirebon
8
8
6
6
8
3,5
Jogja
7
5
5
5
7
3,142857
Kudus
7
6
5
5
7
3,285714
Pekalongan
8
7
6
5
8
3,25
Solo
8
6
5
5
8
3
Tingkat pengenalan citra belajar, dengan menggunakan metode coocurrence, pada motif Bali, tingkat pengenalan rata-rata adalah 75%, dimana k=1 dan k=3 diatas rata-rata, sedangkan pada k=5 dan k=7 berada dibawah rata-rata. Pada motif Cirebon, tingkat pengenalan rata-rata adalah 87,5%, dengan k=1 dan =3 diatas rata-rata, sedangkan pada k=5 dan k=7 berada dibawah rata-rata. Pada motif Jogja, tingkat pengenalan rata-rata adalah 78,5%, dengan k=1 diatas rata-rata, sedangkan pada k=3,k=5 dan k=7 berada dibawah rata-rata. Pada motif Kudus, tingkat pengenalan rata-rata adalah 82,2%, dengan k=1 dan =3 diatas rata-rata, sedangkan pada k=5 dan k=7 berada dibawah rata-rata. Pada motif Pekalongan, tingkat pengenalan rata-rata adalah 81,25%, dengan k=1 dan =3 diatas rata-rata, sedangkan pada k=5 dan k=7 berada dibawah rata-rata. Pada motif Cirebon, tingkat pengenalan rata-rata adalah 75%, dengan k=1 dan =3 diatas rata-rata, sedangkan pada k=5 dan k=7 berada dibawah ratarata. Rata-rata, tingkat pengenalan pola yang diatas rata-rata adalah pada k=1 dan k=3, kecuali motif Bali dan Solo, yaitu pada tingkat pengenalan motif 75%. Motif Bali dan Solo merupakan motif unik yang paling banyak mempunyai variasi motif, sehingga motif ini masih sulit dikenali oleh program identifikasi motif batik.
Gambar 6. Tingkat Pengenalan Pola Berdasarkan Nilai k
Peningkatan Pola Citra…(Sari Ayu, Baely Yudho)
650
Gambar 7. Tingkat Pengenalan Pola Berdasarkan Motif Batik
Gambar 8. Tingkat Pengenalan Berdasarkan Motif Batik dan nilai k
Tingkat pengenalan citra belajar, dengan menggunakan metode coocurrence, pada k=1, tingkat pengenalan rata-rata adalah 100%. Pada k=3, tingkat pengenalan rata-rata adalah 86,7%, dengan motif bali, Cirebon, kudus dan pekalongan berada diatas rata-rata, sedangkan pada motif jogja dan solo berada dibawah rata-rata. Pada k=5, tingkat pengenalan rata-rata adalah 66,67%, dengan motif Cirebon, jogja, kudus dan pekalongan diatas rata-rata, sedangkan pada motif bali dan solo berada dibawah rata-rata.
Techno Science Vol. 5 No. 1 Mei 2011
651
Pada k=7, tingkat pengenalan rata-rata adalah 66,67%, dengan motif Cirebon Jogja dan Kudus diatas rata-rata, sedangkan pada motif Bali, Pekalongan dan Solo berada dibawah ratarata. Rata-rata, tingkat pengenalan pola yang diatas rata-rata adalah pada k=1 dan k=3, kecuali motif Cirebon yang berada diatas rata-rata untuk semua nilai. Motif Cirebon merupakan motif yang minim variasi motif, sehingga motif ini sangat mudah dikenali oleh program identifikasi motif batik. Analisis Citra Diluar Belajar Tabel 2. Tabel Tingkat Pengenalan Citra Diluar Belajar
Nama Citra
Hasil klasifikasi k-NN pada setiap nilai k k=1
k=3
k=5
k=7
Pekalongan
1
1
1
0
Pekalongan
0
0
1
1
Solo
1
1
1
0
Solo
0
0
1
1
Bali
1
0
1
0
Bali
1
1
0
1
Jogja
0
0
0
0
Jogja
0
0
0
0
Kudus
1
1
0
0
Kudus
0
0
0
0
Cirebon
1
1
1
1
Cirebon
1
1
0
0
rata-rata
0,625 0,625 0,625 0 0,25 0,75
Rata-rata tingkat pengenalan motif pada citra diluar belajar adalah 48%, dengan rata-rata tingkat pengenalan terbesar adalah pada motif Cirebon yaitu 75% dan rata-rata tingkat pengenalan terendah pada motif Jogja yaitu 0%. Analisis Citra Bukan Belajar Tabel 3. Tabel Tingkat Pengenalan Citra Bukan Belajar
Nama Citra
Hasil klasifikasi k-NN pada setiap nilai k k=1
k=3
k=5
k=7
Pekalongan
1
1
1
1
Pekalongan
1
1
0
0
Solo
1
1
1
0
Solo
0
0
1
1
Bali
1
1
0
0
Bali
1
1
0
0
Jogja
0
0
0
0
Jogja
0
0
0
0
Kudus
1
1
0
0
Kudus
1
1
0
0
Cirebon
0
0
0
0
Cirebon
0
0
0
0
Peningkatan Pola Citra…(Sari Ayu, Baely Yudho)
rata-rata
0,75 0,625 0,5 0 0,5 0
652
Rata-rata tingkat pengenalan motif pada citra bukan belajar adalah 40%, dengan rata-rata tingkat pengenalan terbesar adalah pada motif Pekalongan yaitu 75% dan rata-rata tingkat pengenalan terendah pada motif Jogja dan Cirebon yaitu 0%.
4. KESIMPULAN Dari sistem identifikasi motif batik dengan ekstraksi ciri menggunakan metode coocurrence, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Ekstraksi ciri identifikasi motif batik dapat dilakukan dengan menggunakan metode coocurrence yang biasanya dipakai sebagai ekstraksi ciri deteksi tekstur. 2. Tingkat pengenalan motif batik dari citra belajar dengan metode coocurrence mencapai maksimal pada saat nilai k=1, yaitu 100%. 3. Pada citra belajar, tingkat pengenalan tertinggi adalah pada saat nilai k=1, yaitu 100%, dengan motif tersulit adalah pada motif batik Bali dan Solo, dengan rata-rata tingkat pengenalan motif 75%, sedangkan motif Cirebon adalah motif batik yang paling mudah dikenali, dengan nilai rata-rata tingkat pengenalan 87,5%. 4. Pada citra diluar belajar, rata-rata tingkat pengenalan motif adalah 48%, dengan rata-rata tingkat pengenalan terbesar adalah pada motif Cirebon yaitu 75% dan rata-rata tingkat pengenalan terendah pada motif Jogja yaitu 0%. 5. Rata-rata tingkat pengenalan motif pada citra bukan belajar adalah 40%, dengan rata-rata tingkat pengenalan terbesar adalah pada motif Pekalongan yaitu 75% dan rata-rata tingkat pengenalan terendah pada motif Jogja dan Cirebon yaitu 0%.
DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11]
[12] [13] [14]
A. A, Gunadi, "The Shortcut of MATLAB", Informatika Pubs, 2006. Away, A.G.,‘’The Shortcut of MATLAB Programming’’, Informatika, Bandung, 2006. D’Hiru, ‘’Iridologi: Detection Illness with Peep the Eye’’, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005. Fadlisyah,"Computer Vision dan Pengolahan Citra",ANDI Pubs, 2007. F. Smach, M. Atri, J. Mitéran and M. Abid, Word Academy of Science Engineering and Technology, Design of a Neural Networks Classifier for Face Detection, 2005 Gonzales, R.C.and P. Wintz,’’Digital Image Processing’’, Addition Wesley,1987. Hermawan, Arief, "Jaringan Syaraf Tiruan Teori dan Aplikasi", ANDI Pubs, 2006. Jain, A.K., ‘’Fundamental of Digital Image Processing’’, Prentice Hall, New Jersey, 1989. K. Firdausy, “Digital Image Processing Technic’’, Ardi Publishing, Yogyakarta, 2005. Kusumadewi, Sri, "Membangun Jaringan Syaraf Menggunakan MATLAB dan EXCEL LINK", Graha Ilmu Pubs, 2004. Patrick Sebastian, Yap Vooi Voon, and Richard Comley, International Journal on Electrical Engineering and Informatics - Volume 2, Number 4, 2010, Colour Space Effect on Tracking in Video Surveillance, 2010 Siang, J.J, “Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya menggunakan MATLAB”, ANDI pubs, Yogyakarta, 2004. Sugiharto, Aris,"Pemograman GUI dengan MATLAB", ANDI Pubs, 2006 Sung, K.K., Poggio, T, ”Example-based Learning for View-based Human Face Detection”, Center For Biological And Computation Learning, Paper No 112, Massachusetts, 1994.
Techno Science Vol. 5 No. 1 Mei 2011
653