Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi
PENINGKATAN MUTU PERGURUAN TINGGI MELALUI PENGEMBANGAN BUDAYA KAMPUS BERBASIS RISET (Research-Based University) M. Yunus Abu Bakar1 Abstract: Efforts to improve the quality of education in Indonesia is quite a positive response, although here and there, there are pros and cons. Regarding the quality of education is described in Law No. 20 of 2003 Article 1, paragraph 17, that national standards are the minimum criteria of education systems across jurisdictions unitary state of Indonesia, specifically with regard to improving the quality of delivery of Higher Education, the Government has issued Law Decree , No. 12 of 2012 on Higher Education, and then removed the Indonesian Government Regulation (PP RI) No. 4 Year 2014 on the Implementation of Higher Education and Management of Higher Education, and followed up by the Ministry of Education and Culture of the issuing Permendibud No. 49/2014 on the existence of universities have a strategic role in society. The strategic role encompasses three major discourse that university teaching (teaching university), university research (research university) and the citadel of civilization (the bastion of civilization). Colleges who want to develop competency-based university research needs to allocate more resources in research activities. On the other hand, universities that want to develop competency-based university teaching will focus on the educational process. Keywords: University, Research
1
Dosen Universitas Islam Negeri (UINS) Sunan Ampel Surabaya dan UNHASY Tebuireng Jombang MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
77
M. Yunus Abu Bakar
A. PENDAHULUAN Mutu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari segi normatif dan segi deskriptif. Dalam arti normatif, mutu ditentukan berdasarkan pertimbangan instrinsik dan ekstrinsik. Berdasarkan kriteria intrinsik, mutu pendidikan merupakan produk pendidikan yakni manusia yang terdidik sesuai standar ideal. Sedangkan berdasarkan kriteria ekstrinsik, pendidikan merupakan instrumen untuk mendidik tenaga kerja yang terlatih. Adapun dalam arti deksriptif, mutu ditentukan berdasarkan keadaan senyatanya misalnya hasil tes prestasi belajar. Dengan demikian, mutu pendidikan adalah derajat keunggulan dalam pengelolaan pendidikan secara efektif dan efisien untuk melahirkan keunggulan akademis dan ekstra kurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan pembelajaran tertentu. Salah satu strategi yang digunakan dalam pengembangan mutu pendidikan di perguruan tinggi adalah dengan menggeser paradigma pendidikan tinggi dari perguruan tinggi berbasis pengajaran (teaching university) menjadi perguruan tinggi berbasis riset (research based university).2 Implikasi dari pergeseran orientasi ini adalah terjadinya perubahan konsep tri dharma perguruan tinggi yang awalnya menempatkan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat sebagai tiga matra yang sejajar, yang seringkali tidak terhubung dan tidak terkait. Dengan menciptakan budaya research university, maka tiga matra tersebut tidak lagi sejajar, namun menempatkan aspek riset sebagai jantung dan pijakan kegiatan dua matra lainnya. Research university, secara sederhana dimaknai sebagai research based education and community services (pendidikan dan pengabdian pada masyarakat berbasis pada riset), yang bertumpu pada penguatan kultur dan atmosfer riset dalam proses kegiatan pembelajaran dan pengabdian masyarakat.3 Hanya saja, sebagian besar perguruan tinggi di Indonesia masih berpacu dalam budaya jalur perguruan tinggi sebagai “tempat pengajaran pengetahuan universal” (Teaching based University).
2
M. Healy, Linking Research and Teaching: Exploring Disciplinary Spaces and the Role of Inquiry-based Learning. (McGraw-Hill Education, 2006), hal. 127 3 UGM. Riset di Universitas Gadjah Mada, ( Yogyakarta: UGM Press, 2006), hal. 19 78
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi
Strategi yang digunakan dalam pengembangan mutu pendidikan lewat pengembangan budaya Research University, juga dikenal dengan istilah Research and Development Strategy atau popular disingkat R&D. R&D dalam pendidikan sering disebut research-based development4 atau pengembangan berbasis penelitian yaitu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk pendidikan. Sedangkan menurut penjelasan Borg & Gall, produk-produk pendidikan tidak hanya berupa materi, seperti buku pelajaran, video pembelajaran, dan lain-lain, tetapi juga merujuk pada cara-cara dan proses-proses pembelajaran yang telah ada misalnya metode pembelajaran atau metode pengorganisasian pembelajaran, yang istilahnya terkenal PBR (Pembelajaran berbasis Riset). Untuk memahami secara mendalam tentang Research based University, tentunya harus membahas konsep tentang budaya riset, menciptakan budaya Research based University dan konstruk pembelajaran berbasis riset. B. PEMBAHASAN 1. Konsep Pengembangan Budaya Kampus berbasis Riset . a. Makna Budaya
Budaya5 adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Adapun perwujudan budaya adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Sementara menurut Ahmad Sobirin menyimpulkan bahwa konsep budaya dibagi menjadi tiga madzhab, yaitu:6
4
R. Borg Walter & M. D. Gall, Educational research: An introduction, (New York: Longman, 1989), hal. 772. 5 Linda Smircich, "Concept of Culture and Organizational Analysis", Journal of Administrative Science Quarterly, 1983, ,hal. 339 6 Ahmad Sobirin, Budaya Organisasi, (Yogjakarta: YKPN, 2007), hal. 129 MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
79
M. Yunus Abu Bakar
Pertama, Madzhab “Ideational school”, madzhab ini lebih melihat budaya sebuah organisasi dari apa yang di-shared (dipahami, dijiwai dan dipraktikkan bersama) anggota sebuah komunitas/masyarakat. Madzhab ini diikuti oleh para organization theorists yang menggunakan pendekatan anthropologi sebagai basisnya. Kedua, Madzhab “Adaptationist school”, melihat budaya dari apa yang bisa diobservasi baik dari bangunan organisasi seperti arsitektur/tata ruang bangunan fisik sebuah organisasi maupun dari orang-orang yang terlibat di dalamnya seperti pola perilaku dan cara berkomunikasi, pada prinsipnya madzhab ini melihat budaya dari kulit luar organisasi. Pengikut mazhab ini kebanyakan para manajer dan praktisi bisnis yang memperlakukan budaya sebagai variable internal untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Ketiga, Madzhab “Realist school”, melihat budaya organisasi merupakan sesuatu yang kompleks yang tidak bisa dipahami hanya dari pola perilaku orang-orangnya saja tetapi juga sumber perilaku tersebut, karena hubungan resiprokal keduanya menjadi cukup penting dalam mempelajari budaya. Andrew Pettigrew sebagai tokoh mazhab Ideational school pertama yang secara formal menggunakan istilah budaya organisasi dengan pengertian sebagai berikut: “Culture is the system of such publicly and collectively accepted meanings operating for given group at a given time” (Budaya adalah system makna yang diterima secara terbuka dan kolektif, yang berlaku untuk waktu tertentu bagi sekelompok orang tertentu).7 Dari pengertian di atas bisa disimpulkan bahwa budaya diartikan sebagai kristalisasi dari nilai-nilai serta merupakan kepercayaan dan hasil cipta manusia dalam kehidupan.
7
Andrew Pettigrew, On Studying Organizational Culture, Administrative Science Quarterly, 1979, hal. 570 80
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi
b. Makna Budaya riset Menurut Stephen Mines dalam Paul Bate,8 budaya riset merupakan struktur yang memungkinkan seorang peneliti menghasilkan, mengkomunikasikan dan memahami ilmu pengetahuan baru. Budaya penelitian juga merupakan salah satu tahapan, yang diperlukan bagi seorang calon peneliti atau akademisi memperkenalkan diri kepada dunia publikasi. Stephen dalam Paul Bate, menjelaskan bahwa seorang peneliti penting untuk menentukan harapan dan dukungan, menyeimbangkan harapan (sebagai contoh : mengajar, administrasi dan penelitian), group membaca, dukungan dan dorongan dari teman, menulis review, program seminar, melakukan presentasi di konferensi, mempublikasikan karya tulis ilmiahnya, mencoba menentukan penghalang dan peluang dalam penelitian, peran dari sebuah pernyataan, kinerja yang diharapkan, pengajaran yang diharapkan, training ketrampilan penelitian, bahan kepustakaan dan ketrampilan, waktu, penyebaran hasil penelitian, serta mempersiapkan diri dari segi bahasa.9 b. Menciptakan budaya riset dalam rangka pengembangan Research based University Budaya riset perlu diciptakan oleh para pemimpin di suatu perguruan tinggi untuk mengembangkan Universitas berbasis Riset (Research University). Para pemimpin harus berkomitmen untuk itu dan menciptakan suasana yang memungkinkan terciptanya budaya riset. Beberapa hal yang harus dilakukan antara lain sebagai berikut:10 1) Pemimpin/institusi harus dapat menghargai kreativitas. Kreativitas memungkinkan ide-ide inovasi untuk mengalir dengan baik. 2) Pemimpin/institusi menerapkan open communication, dimana sivitas akademika dapat mengemukakan ide dan pendapatnya secara 8
Paul Bate, Strategic for Cultural Change (Oxford: Butterworth Heinemann, 1994), hal 251 9 Ibid., hal 257 10 Elaine Wilson, School-based Research, A Guide for education Students, (London : SAGE, 2010), hal 165 MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
81
M. Yunus Abu Bakar
terbuka. Birokrasi harus minimum, sehingga komunikasi dapat tercipta tanpa hambatan. 3) Pemimpin/institusi harus punya kolaborasi yang baik antar stakeholders. Dengan gabungan perspektif yang bermacam-macam dari stakeholders, maka ide inovasi akan tercipta lebih baik. 4) Budaya riset hanya dapat tercipta jika ada komitmen dari pemimpinnya. Pemimpin harus mengembangkan kemampuan (skill) yang diperlukan untuk riset, baik untuk dirinya maupun sivitas akademika. Untuk menciptakan budaya riset ada beberapa kemampuan (skill) yang harus dimiliki oleh suatu institusi/peneliti:11 1) Associating. Seorang peneliti harus dapat menggabungkan titik-titik yang merupakan informasi terpisah kemudian menjadi suatu ide yang inovatif. 2) Observing. Seorang peneliti harus punya kebiasaan mengobservasi sesuatu secara intensif. Mereka melakukan observasi yang ketat terhadap sekelilingnya, sehingga mereka kemudian dapat mengembangkan riset yang memberikan solusi yang tepat. 3) Experimenting. Peneliti harus selalu melakukan eksperimen. Bagi mereka, eksperimen adalah sebuah tantangan yang harus ditaklukkan. Mereka tidak akan berhenti sebelum eksperimennya memberikan hasil yang berarti. 4) Questioning. Semua orang bisa melakukan observasi, namun tanpa ada pertanyaan, maka observasi tersebut jadi kurang powerful, karena informasi yang diperoleh tentunya terbatas. Para peneliti adalah orang yang selalu memiliki rasa ingin tahu dan kritis. 5) Networking, Peneliti cenderung untuk bersosialisasi dengan berbagai macam orang,. sehingga dengan mengenal dan menjalin hubungan mereka kemudian dapat mendiskusikan ide-ide yang sebelumnya mungkin tidak terpikirkan.
Ini semua tentu saja memerlukan konsentrasi yang terus menerus dengan mencurahkan segala tenaga, waktu, pikiran dan pendanaan yang memadai. Segala sarana dan prasarana yang mendukung harus disediakan agar para sivitas akademika mempunyai kemampuan-kemampuan seperti yang diuraikan di atas. Tentu saja untuk menciptakan budaya riset tidak hanya pemimpin perguruan tinggi yang berkewajiban untuk itu. Setiap 11
82
Ibid., hal 176 MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi
civitas akademika sebatas kemampuan masing-masing harus terus menerus memotivasi diri untuk menciptakan budaya riset. Sinergitas antara pemimpin dan yang dipimpin sangat diperlukan, baik dari unsure dosen, mahasiswa maupun tenaga kependidikan. 2. Filosofi Pembelajaran Berbasis Riset
Pembelajaran berbasis riset didasari filosofi konstruktivisme yang mencakup 4 (empat) aspek yaitu: pembelajaran yang membangun pemahaman mahasiswa, pembelajaran dengan mengembangkan prior knowledge, pembelajaran yang merupakan proses interaksi sosial dan pembelajaran bermakna yang dicapai melalui pengalaman nyata. Riset merupakan sarana penting untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Komponen riset terdiri dari: latar belakang, prosedur, pelaksanaan, hasil riset dan pembahasan serta publikasi hasil riset. Kesemuanya itu memberikan makna penting yang dapat dilihat dari beberapa sudut pandang: formulasi permasalahan, penyelesaian permasalahan, dan mengkomunikasikan manfaat hasil penelitian. Hal tersebut diyakini mampu meningkatkan mutu pembelajaran. PBR merupakan metode pembelajaran yang menggunakan authentic learning, problem-solving, cooperative learning, contextual (hands on & minds on, daninquiry discovery approach yang dipandu oleh filosofi konstruktivisme.12 Sedangkan Menurut Borg and Gall, educational research and development is a process used to develop and validate educational product.13 Penelitian dan pengembangan pendidikan adalah sebuah proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Penelitian Pengembangan juga diartikan sebagai suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada yang dapat dipertanggung jawabkan.14 12
Roach M., Blackmore P., Dempster J, Supporting High-Level Learning Through Research-Based Methods: interim guideline for course design, (TELRI Project-University of Wrwic,2000), hal 175. 13 Walter R. Borg& M.D. Gall, Educational Research: An introduction, (New York: Longman, 1989), hal. 642 14 Sujadi, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 164. MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
83
M. Yunus Abu Bakar
Menurut L.R. Gay, penelitian dan pengembangan (Research and Development) adalah suatu usaha untuk mengembangkan suatu produk yang efektif untuk digunakan pendidikan, dan bukan untuk menguji teori. Selanjutnya, penelitian pengembangan didefinisikan sebagai suatu pengkajian sistematik terhadap pendesainan, pengembangan dan evaluasi program, proses dan produk pembelajaran yang harus memenuhi kriteria validitas, kepraktisan, dan efektifitas.15 Sejalan dengan hal tersebut, Richey and Klein mengemukakan bahwa pengembangan adalah proses penerjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik yang berkaitan dengan desain belajar sistematik, pengembangan dan evaluasi memproses dengan maksud menetapkan dasar empiris untuk mengkreasikan produk pembelajaran dan nonpembelajaran yang baru atau model peningkatan pengembangan yang sudah ada. Untuk dapat menghasilkan produk tertentu digunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan dan untuk menguji keefektifan produk tersebut agar dapat berfungsi di masyarakat luas maka diperlukan penelitian untuk menguji keefektifan produk tersebut. 16 Dan Metode penelitian dan pengembangan juga didefinisikan sebagai suatu metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut.17 Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat dipahami bahwa penelitian dan pengembangan (R&D) adalah suatu proses kajian sistematik untuk mengembangkan dan memvalidasi produk yang digunakan dalam pendidikan. Produk yang dikembangkan/dihasilkan antara lain berupa bahan pelatihan untuk guru, materi ajar, media pembelajaran, soal-soal, dan sistem pengelolaan dalam pembelajaran. Dalam bidang pendidikan, produk-produk yang dihasilkan melalui penelitian R&D diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pendidikan. Produk tersebut tidak selalu berbentuk benda atau perangkat keras (hardware), seperti buku, modul, alat bantu pembelajaran di kelas 15
L.R. Gay, Educational Evaluation and Measurement: Com-petencies for Analysis and Application, (New York: Macmillan Publishing Company, 1991), hal 181 16 Rita C. Klein, Design and Development Research, (London: Lawrence Erlbaum Associates Inc, 2007), hal. 1. 17 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,(Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 297. 84
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi
atau di laboratorium, tetapi bisa juga perangkat lunak (software), seperti program komputer untuk pengolahan data, pembelajaran di kelas, perpustakaan atau laboratorium, ataupun model-model pendidikan, pembelajaran, pelatihan, bimbingan, evaluasi, manajemen, dll. 3. Tujuan dan Manfaat Pembelajaran Berbasis Riset
a) Tujuan Pembelajaran Berbasis Riset Pembelajaran Berbasis Riset bertujuan untuk menciptakan proses pembelajaran yang mengarah pada aktifitas analisis, sintesis, dan evaluasi serta meningkatkan kemampuan peserta didik dan dosen dalam hal asimilasi dan aplikasi pengetahuan. Tujuan tersebut secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Meningkatkan kebermaknaan mata kuliah agar lebih bersifat kontekstual melalui pemaparan hasil-hasil penelitian 2) Memperkuat kemampuan berpikir mahasiswa sebagai peneliti 3) Melengkapi pembelajaran melalui internalisasi nilai penelitian, praktik, dan etika penelitian dengan cara melibatkan penelitian 4) Meningkatkan mutu penelitian di kampus dan melibatkan mahasiswa dalam kegiatan penelitian 5) Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang perkembangan suatu ilmu melalui penelitian yang berkelanjutan 6) Meningkatkan pemahaman tentang peran penelitian dalam inovasi sehingga mendorong mahasiswa untuk selalu berpikir kreatif di masa datang 7) Meningkatkan kualitas pembelajaran secara umum18
b) Manfaat Pembelajaran Berbasis Riset Manfaat PBR dikenal sejak beberapa dasawarsa yang lalu, beberapa literatur menyetarakan dengan project-based learning, karena hampir tidak ada proyek yang tidak melibatkan penelitian (yaitu evaluasi). Namun demikian “research in classroom”belum banyak diadopsi sebagai metode pembelajaran. Dengan PBR maka mahasiswa dapat memperoleh berbagai manfaat dalam konteks pengembangan metakognisi dan pencapaian kompetensi yang dapat dipetik selama menjalani proses pembelajaran. Manfaat yang dimaksud meliputi hal-hal sebagai berikut: 18
Griffith Institute for Higher Education, Research-based Learning: Strategies for Successfully Linking Teaching and Research. (University of Griffith, 2008), hal. 137 MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
85
M. Yunus Abu Bakar
1) Peserta didik mengalami pengembangan dan peningkatan kapabilitas dan kompetensi yang lebih tinggi, termasuk: a) Kompetensi umum, misalnya berpikir secara kritis dan analitik, mengevaluasi informasi, dan pemecahan masalah b).Kompetensi dalam hal melaksanakan dan mengevaluasi penelitian yang sangat bermanfaat dan membantu dalam pengembangan profesional yang mengedepankan inovasi dan keunggulan 2) Peserta didik memiliki motivasi belajar yang tinggi dan memiliki peluang untuk aktif di dalam proses pembelajaran yang berkaitan dengan dunia praktik . 3) Peserta didik terlatih dengan nilai-nilai disiplin, mendapatkan pengalaman praktik dan etika 4) Peserta didik lebih memahami tentang betapa pentingnya nilai-nilai disiplin bagi masyarakatPembelajaran berbasis riset (PBR) merupakan metode pembelajaran yang menggunakan authentic learning (harus ada contoh nyata), problem-solving (menjawab kasus dan konstektual), cooperative learning (bersama), contextual(hands on & minds on),dan inquiry discovery approach (menemukan sesuatu) yang didasarkan pada filosofi konstruktivisme (yaitu pengembangan diri peserta didik yang berkesinambungan dan berkelanjutan).19 4. Prinsip-prinsip Pendekatan berbasis Penelitian adalah: Adapun prinsip-prinsip pendekatan berbasis penelitian sebagai berikut: a) Memulai pelajaran dengan ulasan singkat pelajaran sebelumnya; b) Memulai materi pelajaran baru dengan langkah-langkah kecil bersama peserta didik setelah setiap langkah dipelajari, c) Tanyakan banyaknnya persamaan dan cek respon pada seluruh peserta didik, d) Menyediakan model; e) Membantu praktek peserta didik; f) Cek untuk pemahaman peserta didik; g) Capai perolehan tingkat keberhasilan yang tinggi; h) Sediakan perancah/tahap-tahap untuk tugas-tugas yang sulit; i) Diperlukan dan dimonitor praktek secara bebas; dan j) Melibatkan mahasiswa dalam mengkaji ulang dalam minggu dan setiap bulan.20 19
Ibid., hal. 155 Kompasiana, Prinsip-prinsip Pembelajaran Berbasis Riset, (Bandar Lampung 11April 2013), hal 146 20
86
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi
Ada empat tahapan (4 T) dalam pembelajaran berbasis riset yaitu a) Telaah: proses mengkonstruksi pengetahuan yang utuh melalui pengumpulan informasi dan studi pustaka. Daftar pertanyaan disusun bersama untuk membantu dalam langkah-langkah selanjutnya akan dirancang pada tahap ini. Disini dosen memberikan permasalahan adanya perbedaan konsep dalam teori dan praktis yang terjadi di lingkungan sekitar b) Teliti: Peserta didik diminta untuk meneliti agar perbedaan antara teori dengan praktik bisa didekatkan dengan kata lain, proses untuk mengkonformasi temuan yang diperoleh sebelumnya, berdasarkan pembuktian yang bersifat laboratorik, kerja lapangan dalam bentuk observasi, interview dan cara lain yang memnuhi persyaratan ilmiah. Hasil dari langkah ini akan berupa temuan (pengetahuan) yang telah dikonfirmasi dengan “evidence” (bukti). Peserta didik secara pribadi atau berkelompok akan melaporkan temuannya secara tertulis dengan menggunakan standar laporan ilmiah yang lazim c) Tata: Temuan dalam bentuk laporan yang telah dipersiapkan akan diperbincangkan dalam pertemuan diskusi, tutorial, dengan rekan sekelasnya. Jikalau dianggap perlu satu atau dua nara-sumber dapat diturut-sertakan. Tujuan utama langkah ini adalah untuk mengklarifikasikan asumsi-asumsi yang digunakan; memperdebatkan pendapat dan temuan ; menyempurnakan temuan berdasarkan pendapat yang benar dan obyektif dari “peer group” dan pendapat ahli lainnya. d) Tutur: Pada akhir proses pembelajaran tentang suatu ilmu/mata-pelajaran para peserta didik perlu mengkomunikasikan dalam rangka pertanggungjawaban ilmiah, temuan yang telah diverifikasi, dan ditata secara “tuntas”. Peserta didik akan menggunakan berbagai media yang dipilihnya sendiri misalnya melalui workshop, konperensi, atau seminar. Tidak tertutup kesempatan bagi pesert untua didik memilih cara yang lebih komunikatif dan ekspresif, misalnya, melalui lukisan, seni pertunjukkan, poster, dsb. Semua umpan balik yang didapat sebagai akibat mengkomunikasikan temuan pembelajaran berbasis penelitian itu mempunyai dimensi edukatif yaitu untuk membuat penemunya memilki kerendahan hati tetapi dengan integritas kepribadian yang tinggi.21
21
http://edywiyono.guru-indonesia.net diakses 21 Mei 2013
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
87
M. Yunus Abu Bakar
5. Bentuk Pembelajaran Berbasis Riset
Pembelajaran berbasis riset (PBR) merupakan salah satu metode student-centered learning (SCL) yang mengintegrasikan riset di dalam proses pembelajaran. PBR bersifat multifaset yang mengacu kepada berbagai macam metode pembelajaran. PBR memberi peluang/kesempatan kepada mahasiswa untuk mencari informasi, menyusun hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan atas data yang sudah tersusun; dalam aktivitas ini berlaku pembelajarandengan pendekatan “learning by doing”. Oleh karena itu, PBR membuka peluang bagi pengembangan metode pembelajaran, antara lain: 1) Pembaharuan pembelajaran (pengayaan kurikulum) dengan mengintegrasikan hasil riset, 2) Partisipasi aktif mahasiswa di dalam pelaksanaan riset, 3) Pembelajaran dengan menggunakan instrumen riset, dan 4) Pengembangan konteks riset secara inklusif (mahasiswa mempelajari prosedur dan hasil riset untuk memahami seluk-beluk sintesis).22 6. Beberapa Model Pembelajaran Berbasis Riset
Beberapa model RBL dapat dikembangkan sesuai dengan karakteristik kajian ilmu serta kondisi fasilitas yang tersedia di satuan pendidikan yang bersangkutan. Strategi penerapan PBR sebaiknya benar-benar dipertimbangkan agar pelaksanaan PBR efektif dan tujuan PBR tercapai. Berikut beberapa strategi dalam memadukan pembelajaran dan riset yang secara empirik dikembangkan di Griffith University:23 a) Memperkaya bahan ajar dengan hasil penelitian dosen
Pada proses pembelajaran ini hasil penelitian dosen digunakan untuk memperkaya bahan ajar. Dosen dapat memaparkan hasil penelitiannya sebagai contoh nyata dalam perkuliahan, yang diharapkan dapat berfungsi membantu peserta didik dalam memahami ide, konsep, dan teori penelitian b) Menggunakan temuan-temuan penelitian mutakhir dan melacak sejarah ditemukannya perkembangan mutakhir tersebut 22
Griffith Institute for Higher Education, Research-Based Learning: Strategies for Successfully Linking Teaching and Research, (University of Griffith,2008), hal. 198 23
88
Ibid., hal. 211 MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi
Pada proses pembelajaran ini, temuan-temuan penelitian mutakhir yang diperoleh dari pustaka didiskusikan untuk mendukung materi pokok bahasan yang sesuai. Dinamika perkembangan ilmu pengetahuan disampaikan di dalam perkuliahan sebagai rangkaian sejarah perkembangan pengetahuan tersebut. Dengan demikian peserta didik dapat memiliki pemahaman bahwa kebijakan dan praktik yang ada pada saat ini, dapat dilakukan dan dikembangkan saat ini, karena adanya kebijakan dan praktik yang telah dikembangkan sebelumnya. Hal ini semua merupakan suatu kesatuan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan. c) Memperkaya kontemporer
kegiatan
pembelajaran
dengan
isu-isu
penelitian
Pada proses pembelajaran ini dapat dimulai dengan meminta peserta didik menyampaikan isu-isu penelitian yang ada pada saat ini, yang sesuai dengan pokok bahasan. Selanjutnya peserta didik diminta mendiskusikan penerapan isu penelitian tersebut untuk penyelesaian problem nyata dalam kehidupan. Strategi ini dapat diperkaya dengan berbagai cara misalnya: 1) 2) 3)
Dengan membandingkan laporan hasil penelitian dan laporan pemberitaan yang terjadi di masyarakat. Melakukan analisis tentang metodologi penelitian serta argumentasi yang berkaitan dengan temuan penelitian tersebut yang dikemukakan dalam jurnal penelitian. Melakukan studi literatur tentang perkembangan pengetahuan terkini yang sesuai dengan pokok bahasan.
d) Mengajarkan materi metodologi penelitian di dalam proses pembelajaran. Strategi ini dapat diterapkan dengan melakukan tahapan berikut: 1) 2) 3)
Meningkatkan pemahaman peserta didik tentang metodologi penelitian Merancang materi ajar dengan menyertakan metodologi penelitian pada pokok bahasan tersebut, sehingga peserta didik dapat menerapkannya untuk menyelesaikan problem penelitian yang nyata. Merancang materi ajar dengan berbagai metodologi penelitian yang berkaitan denganbeberapa isu penelitian mutakhir, sehingga peserta didik dapat belajar melakukan evaluasi terhadap isu penelitian tersebut.
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
89
M. Yunus Abu Bakar
e) Memperkaya proses pembelajaran dengan kegiatan penelitian dalam skala kecil. Pada proses pembelajaran ini, kelompok peserta didik diberi tugas melakukan penelitian bersama. Dengan kegiatan ini budaya penelitian dapat lebih terbangun dibandingkan dengan bila penelitian tersebut diselenggarakan secara individual. Selanjutnya dapat dikembangkan kegiatan sebagai berikut misalnya: 1) Peserta didik diminta untuk melakukan analisis data dari kegiatan penelitian yang telah dilakukan 2) Dosen memberikan beberapa pertanyaan sehingga peserta didik perlu melakukan studi literatur, menentukan metodologi penelitian, mengumpulkan data, menuliskan hasil analisa, dan mengemukakan kesimpulan dari dari suatu kegiatan penelitian. Pada kegiatan ini PBR dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain: Peserta didik diberi tugas penelitian yang merupakan bagian dari penelitian besar yang dilakukan oleh institusi. Mengorganisasikan peserta didik sebagai asisten penelitian bagi peserta didik pada jenjang yang lebih tinggi atau dosen. Melakukan kunjungan ke pusat-pusat penelitian.
Memperkaya proses pembelajaran dengan mendorong peserta didik agar merasa menjadi bagian dari budaya penelitian di fakultas/jurusan. Pada strategi ini diusahakan agar peserta didik merasa sebagai bagian dari budaya penelitian di bagian atau fakultas yang bersangkutan. Dalam rangka itu maka beberapa hal dapat dilakukan: 1) Memberikan informasi pada peserta didik tentang kegiatan penelitian dan keunggulan penelitian dosen di jurusan atau fakultas yang bersangkutan. 2) Mengadakan kuliah umum oleh pakar atau staf dari institusi lain, untuk menyampaikan capaian penelitiannya sebagai referensi langsung bagi peserta didik. 3) Mendorong peserta didik untuk berpartisipasi pada kegiatan seminar penelitian baik sebagai peserta, penyaji makalah, ataupun sebagai penyelenggara seminar tersebut. 7. Pengembangan Kampus Berbasis Riset (Research based University)
Pengembangan Kampus Berbasis Riset harus diselenggarakan sebagai kegiatan yang komprehensif yang didukung oleh semua sivitas akademika termasuk wali mahasiswa dan tokoh 90
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi
masyarakat sekitar ((Stakeholders). Untuk dapat menerapkan konsep kampus berbasis riset, dosen dan mahasiswa sebagai motor utama harus dipersiapkan sebagai peneliti, yaitu dengan kemampuan dan bekal ilmu dasar untuk melakukan penelitian. Beberapa langkah alternatif untuk mengawali penerapan konsep kampus berbasis riset adalah sbb : a) Sosialisasi kegiatan kepada dosen. Karena beban mengajar dosen sudah cukup memberatkan, maka upaya mengajak dosen untuk melakukan penelitian bukan pekerjaan yang mudah. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pimpinan fakultas untuk memberikan space dan time kepada dosen agar dapat melangsungkan riset. Kemampuan dasar meneliti dosen lulusan S2 sebenarnya sudah memadai secara teori, namun jam terbang penelitiannya belum dapat dihitung, sebab boleh jadi penelitian pertama dan terakhir yang dilakukannya adalah ketika menulis tesis sebagai syarat kelulusan. Oleh sebab itu, program sosialisasi sekaligus sebagai upaya untuk men-charge ulang para dosen dalam bidang penelitian melalui kegiatan seminar, kajian, training penelitian atau studi banding. b) Penunjukkan penanggung jawab/koordinator. Pada tahap awal, pimpinan fakultas dapat menunjuk seorang Penanggung Jawab/Koordinator Pengembangan Penelitian yang dipilih dari kalangan dosen, dengan kriteria utama, calon harus memiliki keinginan, kecintaan, dan komitmen mengembangkan kampus melalui riset. c) Pembentukan Tim peneliti. Koordinator yang telah ditunjuk di nomor 2, dengan arahan dari pimpinan fakultas dapat mulai menyusun tim penelitian, yang diseleksi dari kalangan dosen, dan perwakilan mahasiswa dimasukkan sebagai anggota dalam tim penelitian. d) Pemetaan Permasalahan. Upaya memetakan potensi dan kelemahan/kekurangan kampus dapat dilakukan dengan riset kecil oleh Tim, atau meminta partisipasi dosen, mahasiswa dan stakeholders melalui metode survey. Hasil pemetaan permasalahan yang ingin diselesaikan kemudian diurutkan berdasarkan skala prioritas, dan diumumkan kepada dosen, mahasiswa dan stakeholders melalui pemberitahuan tertulis (surat, bulletin, atau mading). e) Penyusunan Rencana Riset . Dari hasil kegiatan nomor 4, Tim menyusun Rencana/Proposal Riset yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu (setahun, dua atau tiga tahun). f) Pelaksanaan Kegiatan Riset. Untuk melaksanakan kegiatan riset, Tim peneliti dapat memecah riset unggulan menjadi beberapa riset kecil yang akan dikerjakan oleh tim khusus dari kalangan dosen dan MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
91
M. Yunus Abu Bakar
mahasiswa. Sedapat mungkin kegiatan riset tidak dikerjakan sendiri oleh Tim peneliti, kecuali pada tahap awal saja, atau jika terjadi kebuntuan menggerakkan dosen. g) Penyampaian Hasil Riset. Hasil riset disampaikan secara tertulis dan lisan kepada semua sivitas akademika, dan follow up kegiatan berdasarkan hasil riset dirumuskan, dan selanjutnya ditetapkan sebagai kebijakan kampus oleh pimpinan institusi. h) Pengembangan Riset Berkelanjutan. Setelah hasil riset diterapkan selama beberapa waktu, penerapannya perlu dievaluasi, dan selanjutnya dikembangkan menjadi riset baru lagi. Secara bergiliran dan perlahan, dosen-dosen, mahasiswa, dan barangkali stakeholders dilibatkan dalam kegiatan riset berkelanjutan di kampus. i) Penyebaran Informasi Hasil Pengembangan kampus berbasis riset. Informasi tentang keberhasilan program pengembangan kampus berbasis riset perlu disebarluaskan kepada pihak luar. Oleh karena itu, Tim peneliti dapat mendata forum-forum ilmiah, dan memilih salah satu yang cocok untuk mempresentasikan hasil riset kampus, dan atau membuat laporan tertulis yang akan dipublikasikan di Jurnal Ilmiah atau media cetak lainnya. Publikasi juga dapat dilakukan dalam bentuk buku cetak.
Untuk membudayakan jiwa meneliti atau melatih kemampuan problem solving mahasiswa, program penelitian ilmiah mahasiswa dapat dimasukkan dalam kerangka kampus berbasis riset. Kegiatan riset di kampus, baik yang dilakukan oleh dosen maupun mhasiswa harus mengedepankan kerjasama. Melalui riset kerjasama, antara dosen dan mahasiswa akan dapat belajar banyak nilai-nilai keterbukaan dan mengembangkan kemampuan verbal yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, baik di kampus maupun di lingkungan luar kampus.24 C. PENUTUP
Salah satu strategis dalam Peningkatan mutu perguruan tinggi dapat dilakukan melalui pengembangan budaya kampus berbasis riset. Pendekatan berbasis riset adalah salah satu pendekatan student-centered learning (SCL) yang mengintegrasikan riset di dalam proses 24
Disarikan dari Elaine Wilson. School-based Research, A Guide for education Students, (London: SAGE, 2010), hal. 225
92
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi
pembelajaran. Pembelajaran berbasis riset bersifat multifaset yang mengacu kepada berbagai macam metode pembelajaran. Pembelajaran berbasis penelitian memberi peluang/kesempatan kepada mahasiswa untuk mencari informasi, menyusun hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan atas data yang sudah tersusun; dalam aktivitas ini berlaku pembelajaran dengan pendekatan “learning by doing”. Menciptakan kampus berbasis riset, sangat penting diwujudkan. Hal Ini semua tentu saja memerlukan konsentrasi dan dukungan yang terus menerus dengan mencurahkan segala tenaga, waktu, pikiran dan pendanaan yang memadai dari pimpinan institusi dan seluruh civitas akademika. Segala sarana dan prasarana yang mendukung harus disediakan agar para civitas akademika mempunyai kemampuankemampuan seperti yang diuraikan di atas. Tentu saja untuk menciptakan budaya riset tidak hanya pemimpin perguruan tinggi yang berkewajiban untuk itu. Setiap sivitas akademika sebatas kemampuan masing-masing harus terus menerus memotivasi diri untuk menciptakan budaya riset. Sinergitas antara pemimpin dan yang dipimpin sangat diperlukan, baik dari unsure dosen, mahasiswa maupun tenaga kependidikan. Program Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri (Rapid) Dikti yang telah bergulir sejak 2004 diharapkan dapat semakin berkembang dan memperkokoh kebutuhan sinergis tersebut. Lebih lanjut pemerintah perlu melihat kembali keseimbangan peran universitas dalam hal pengajaran dan penelitian. Ke depan kiranya akan dibutuhkan perguruan-perguruan tinggi yang lebih berfokus pada bidang penelitian (research based university). Dalam rangka peningkatan kualitas penyelenggaran Perguruan Tinggi, Pemerintah telah mengeluarkan UU RI, No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, dan selanjutnya dikeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP RI) No. 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi, dan ditindaklanjuti oleh Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan dengan mengeluarkan Permendibud No. 49 Tahun 2014 tentang Staandar Nasional Pendidikan Tinggi. Selanjutnya, harapan kita, semoga UNHASY ke depan berhasil mewujudkan perguruan tinggi menjadi research based university. .
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
93
M. Yunus Abu Bakar
BIBLIOGRAPHY Ahmad Sobirin, Budaya Organisasi (Yogjakarta: YKPN, 2007) Blackmore P Roach M., Dempster J, Supporting High-Level Learning Through Research-Based Methods: interim guideline for course design, (TELRI Project-University of Wrwic,2000) Elaine Wilson , School-based Research, A Guide for education Students. (London : SAGE,2010) Griffith Institute for Higher Education, Research-based learning: strategies for successfully linking teaching and research. (University of Griffith,2008) Healy, M. Linking Research and Teaching: Exploring Disciplinary Spaces and the Role of Inquiry-based Learning. (McGraw-Hill Education, 2006) Kompasiana, Prinsip-prinsip Pembelajaran Berbasis Riset,( Bandar Lampung 11April 2013) L.R. Gay, Educational Evaluation and Measurement: Com-petencies for Analysis and Application, (New York: Macmillan Publishing Company, 1991) Linda Smircich, Concept of Culture and Organizational Analysis, Journal of Administrative Science Quarterly, 1983 Paul Bate, Strategic for Cultural Change (Oxford: Butterworth Heinemann, 1994) Pettigrew, Andrew, On Studying Organizational Culture, Administrative Science Quarterly, 1979 Rita C Klein, Design and Development Research, (London: Lawrence Erlbaum Associates Inc, 2007) Sujadi, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003) Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,(Bandung: Alfabeta, 2011) UGM. Riset di Universitas Gadjah Mada,( UGM Press,2006) Walter R. Borg & M.D. Gall, Educational research: An introduction, (New York: Longman, 1989) Walter R. Borg & M.D. Gall, Educational research: An introduction, (New York: Longman, 1989)
94
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014