JRL
Vol. 5
No.1
Hal 35-40
Jakarta, Januari 2009
ISSN : 2085-3866
PENINGKATAN KUALITAS LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PENAMBAHAN ASAM PROPIONAT SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN TERNAK S. Akhadiarto Peneliti di Pusat Teknologi Produksi Pertanian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Abstract Feed represent especial factors of animal husbandry because owning biggest expense from production cost. Feed efficiency must be done to increase earnings. One of effort for the matter of that is look for alternative of raw material feed of cheaper livestock that is cassava peels. Cassava peels represent waste product from cassava industry with amount 1,998 million ton in the year 2006 in Indonesia (10 percentage of corm of yielded cassava). As constraint is its amount is which have the fluctuation so that need depository effort of cassava peels. This research aim to know influence of use propionic acid as preservative to quality of nutrient of cassava peels. A period of depository observed too for its quality. Research conducted by during six-month in feed industrial laboratory of indicate that addition of 0.3% propionic acids and depository period influence quality of nutrient of cassava peels manifestly (P<0.05). Addition of 0.3% propionic acid gratuity not yet able to pursue growth of microorganism during depository. Growth of mould during depository influence to descend of water percentage, organics substance, protein, digesting of organic substance and digesting of dry substance. Key words : cassava pells, waste, propionic acids, nutrient.
I.
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Pakan merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan suatu usaha peternakan (Hanafi, 2004), dimana meningkatnya harga bahan pakan ternak dan semakin menyusutnya lahan bagi pengembangan produksi hijauan akibat penggunaan lahan merupakan kendala dalam penyediaan pakan hijauan. Pemanfaatan limbah tanaman pangan dan industri pangan mulai dilirik sebagai salah satu solusi untuk mengatasi masalah penyediaan pakan selain sebagai salah upaya untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkannya. Limbah tanaman pangan dan industri yang dapat dimanfaatkan salah satunya adalah kulit singkong.
35
Salah satu alternative bahan baku pakan tersebut adalah kulit singkong yang merupakan limbah industri pertanian. Kandungan karbohidrat kulit singkong relative tinggi dan dapat digunakan sebagai sumber energi bagi ternak. Kulit singkong dapat dengan mudah dipisahkan dari umbinya dengan ketebalan 2-3 mm. Persentase kulit singkong yang dihasilkan berkisar antara 8-25 % dari berat umbi yang dikupas, dengan kandungan karbohidrat sekitar 50% dari kandungan karbohidrat bagian umbinya. Kulit singkong terbagi atas lapisan paling luar epidermis yang berwarna coklat dan tipis serta lapisan dalam dermis yang agak tebal. Potensi limbah kulit singkong di Indonesia masih berlimpah. Data Statistik Pertanian (BPS, 2008), menunjukkan bahwa produksi singkong di Indonesia pada 2006 sebesar 19,986 juta
JRL Vol. 5 No. 1, Januari 2009 : 35-40
ton dengan konversi limbah kulit singkong sebesar 1,998 juta ton (konversi 10 % kulit singkong dari singkongnya). Ketersediaannya dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkesinambungan melalui proses penyimpanan. Kualitas nutrisi kulit singkong sebagai pakan dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah. Pemanfaatan kulit singkong sebagai pakan ternak saat ini telah dilakukan pada domba (Baah J., et.al., 1999), dan menunjukkan bahwa penggunaan kulit singkong sebagai pakan domba dapat mempercepat laju pertumbuhan sebesar 53,6 gram/hari. Pemakaian kulit sindkong terbatas dengan adanya kandungan HCN (asam sianida) dalam bentuk glukosida sianogenik. Kandungan glukosida sianogenik yang normal pada singkong adalah 15-400 ppm HCN per kg berat segar. Muller et al. (1974) menyatakan bahwa pengolahan dengan cara perendaman, pencucian, dan pengeringan dapat menurunkan kadar HCN. Racun singkong dapat dikurangi dengan cara diiris, direndam, dan dicuci dengan air mengalir (Winarno, 1980). Hilangnya HCN dari singkong tergantung pada beberapa faktor seperti ukuran potongan, kelembaban, suhu udara, dan angin yang mempengaruhi waktu pengeringan. Tabel 1. Komposisi Kimia Kulit Singkong bagian Dalam (% Bahan Kering). Bahan
Devendra (1977)
Baah (1999)
Bahan Kering
13.5
-
Protein Kasar
4.8
-
Serat Kasar
21.1
-
Lemak kasar
1.2
-
BETN
68.6
-
Abu
4.2
-
Bahan organik
-
91.1
NDF
-
57.4
ADF
-
28.4
Hemiselulosa
-
29.0
Selulosa
-
20.8
Abu larut asam
-
2.6
Penyimpanan merupakan salah satu bentuk tindakan pengamanan yang selalu terkait dengan waktu dan bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan mutu dari komoditi yang disimpan dengan cara menghindari, mengurangi maupun menghilangkan berbagai faktor yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas bahan pakan. Penyimpanan yang terlalu lama tentunya dapat berakibat buruk pada bahan pakan, sebab akan menunjang pertumbuhan kapang. Salah satu cara yang dapat mengurangi pertumbuhan kapang tersebut adalah dengan menggunakan bahan pengawet seperti asam propionat, asam cuka dan asam nira. Asam propionat saat ini banyak digunakan sebagai bahan pengawet, asam propionat dapat menghambat respirasi biji dan aktivitas mikroorganisme pada beberapa tipe butiran berkadar air tinggi (Stevenson KR, 1982). Penggunaannya dalam bahan makanan manusia dibatasi sebanyak 0,3% (Fennema, 1976). Proses penyimpanan dengan penambahan bahan pengawet akan mempengaruhi kualitas nutrisi kulit singkong. Oleh karen itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui penggunaan asam propionat yang optimal dan lama penyimpanan yang dianjurkan untuk kulit singkong. 1.2
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas nutrisi limbah kulit singkong sebagai bahan pakan ternak melalui teknik penyimpanan dengan penambahan asam propionat sebagai pengawet. 2.
Bahan dan Metode
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu mulai bulan Juli sampai dengan September 2007. Analisis dilakukan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Laboratorium Mikrobiologi Pangan PAU dan Laboratorium Nutrisi Ternak, Fakultas Peternakan IPB.
Sumber : Devendra, C., (1977) dan Baah J. et.al (1999)
36
JRL Vol. 5 No. 1, Januari 2009 : 35-40
2.1
Bahan
Bahan yang digunakan adalah kulit singkong bagian dalam yang diperoleh dari industri kecil tape singkong di Rancamaya Bogor. Analisis kimia kualitas nutrisi kulit singkong bagian dalam menggunakan bahan asam propionat dan bahan kimia lain. Kulit singkong yang digunakan adalah kulit bagian dalamnya dengan cara memisahkan kulit bagain luar singkong yang berwarna coklat. Ruang penyimpanan yang digunakan selama penelitian adalah ruang Laboratorium Bidang Peternakan, TAB di Ciampea Bogor. Selama penelitian berlangsung hydrometer dipakai untuk mengukur suhu dan kelembaban relatif. 2.2
Metoda Penelitian
Perlakuan yang dicoba dalam penelitian ini adalah masa penyimpanan (0, 1, 2, 3 dan 4 minggu) dan penambahan bahan pengawet (kontrol dan penambahan asam propionat). Setiap perlakuan terdiri dari tiga Ulangan. Pengambilan Contoh dilakukan pada setiap periode penyimpanan. Contoh dikeringkan dalam oven pada suhu 60OC selama 24 jam, kemudian digiling halus. Contoh yang sudah dalam bentuk tepung halus di analisis untuk mengetahui parameter kualitas nutrisinya yang terdiri dari : -
Analisis Kadar air, protein, bahan organik, HCN, kelarutan nutrien dan Pati menurut metode AOAC (1984).
-
Analisis Netral Degetergen Fiber (NDF), selulosa dan lignin menurut Van Soest dan Robertson (1979).
-
Analisis Kecernaan secara in vitro.
-
Analisis Mikrobiologi untuk menghitung jumlah koloni kapang dilakukan dengan metode pengenceran seri pada medium agar.
Data yang diperoleh diolah menggunakan Analisis of Variance dengan software SAS dan diuji lebih lanjut untuk mengetahui perbedaan antar unit percobaan dengan metode uji Duncan (Steel dan Torrie, 1991). 3.
Hasil Dan Pembahasan
Hasil pengamatan terhadap kadar air menunjukkan bahwa penambahan bahan pengawet dan lama penyimpanan nyata (P<0.05) mempengaruhi kadar air. Perubahan rataan kadar air kulit bagian dalam singkong yang mendapat perlakuan penambahan bahan pengawet dan lama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengaruh Lama Penyimpanan dan Penambahan Propionat terhadap Kadar Air (%). Lama simpan
Kontrol
Propionat
0 minggu
70.41 ± 0.58
68.68 ± 0.96
1 minggu
75.91 ± 0.22
73.06 ± 1.59
2 minggu
67.41 ± 1.37
68.46 ± 3.52
3 minggu
50.99 ± 1.11
53.18 ± 1.93
4 minggu
35.25 ± 0.66
51.36 ± 1.67
Kadar air bahan meningkat selama penyimpanan pada minggu ke-2, turun mulai minggu ke-3 sampai dengan minggu terakhir pengamatan. Peningkatan kadar air terjadi karena adanya produksi air metabolik hasil proses respirasi lebih banyak dibandingkan dengan air yang hilang pada proses transpirasi, sehingga terjadi akumulasi air diantara sel. Masih tetap tingginya persentase kadar air pada penambahan asam propionat disebabkan oleh keberadaan mikroorganisme yang dibuktikan dengan jumlah koloni kapang yang berbeda nyata lebih tinggi (Tabel 3).
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancanngan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial (5x2x3). Faktor 1 : masa simpan (0,1,2,3,4 minggu), dan Faktor 2 : bahan pengawet (tanpa dan dengan asam propionat)
37
JRL Vol. 5 No. 1, Januari 2009 : 35-40
Tabel 3. Pengaruh Lama Penyimpanan dan Penambahan Propionat terhadap Jumlah Koloni Kapang (105 koloni/g). Lama simpan
Kontrol
Propionat
0 minggu
5.10 ± 0.30
2.97 ± 0.15
1 minggu
6.13 ± 0.35
4.47 ± 0.15
2 minggu
7.13 ± 0.25
10.5 ± 0.6
3 minggu
7.57 ± 0.15
11.97 ± 0.51
4 minggu
8.03 ± 0.40
12.20 ± 0.62
Peningkatan jumlah koloni pada perlakuan penambahan asam propionat menunjukkan bahwa kadar asam propionat sebesar 0,3% belum mampu menahan pertumbuhan mikroorganisme selama penyimpanan. Mikroorganisme yang tumbuh dan terlihat jelas adalah jenis kapang, yang kemudian dianalisis lebih lanjut untuk menentukan jenisnya. Identifikasi jenis kapang yang tumbuh selama penyimpanan diperoleh lima spesies kapang yaitu Aspergilus niger, Aspergilus flavus, Penicillium sp, Rhizopus oligoporus dan Fusarium sp (Gambar 1) Kadar bahan organik kulit singkong bagian dalam sudah nyata mengalami penurunan pada minggu 1, hal ini juga disebabkan oleh respirasi dan kerusakan oleh mikroorganisme, karena bahan organik seperti protein, karbohidrat, lemak maupun vitamin merupakan komponen utama sel.
Gambar 1. Jenis-Jenis Kapang Yang Teridentifikasi Pada Kulit Singkong Selama Penyimpanan.
38
Unsur karbon pada bahan organik semakin berkurang karena digunakan untuk pertumbuhan sel disamping untuk kebutuhan hidup pokok melalui respirasi dan transpirasi. Tabel 4. Pengaruh Lama Penyimpanan dan Penambahan Propionat terhadap Kadar Bahan Organik (% BK) Lama simpan 0 minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 minggu
Kontrol 93.72 ± 0.78 93.19 ± 0.28 93.11 ± 0.25 92.95 ± 0.15 92.58 ± 0.08
Propionat 93.85 ± 0.11 92.97 ± 0.26 92.43 ± 0.16 88.89 ± 0.55 85.46 ± 0.06
Kadar protein kasar pada kulit singkong nyata berkurang selama penyimpanan, sedangkan pengaruh penambahan asam propionat tidak berbeda nyata mempengaruhi kadar protein kasar pada kulit singkong bagian dalam. Kapang yang tumbuh selama penyimpanan akan mendekomposisikan bahan protein menjadi senyawa-senyawa berguna untuk menghasilkan senyawa-senyawa seperti H2S, merkaptan, amin-amin, indol, dan skatol. Hal ini yang menjelaskan adanya penurunan kadar protein selama penyimpanan. Tabel 5. Pengaruh Lama Penyimpanan dan Penambahan Propionat terhadap Kadar Protein Kulit Singkong Bagian Dalam (% BK). Lama simpan 0 minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 minggu
Kontrol 5.25 ± 0.24 5.22 ± 0.71 5.05 ± 0.22 4.55 ± 0.87 4.52 ± 0.23
Propionat 5.55 ± 0.75 5.56 ± 0.04 5.42 ± 0.13 4.34 ± 0.30 4.90 ± 0.10
Hal terbaik dari penelitian ini adalah adanya pengurangan kadar HCN selama penyimpanan meskipun tidak ada perbedaan yang nyata antara penambahan asam propionat dan tanpa penambahan asam propionat. Penurunan kadar HCN bisa terjadi karena adanya penguapan HCN selama penyimpanan. Penguapan terjadi karena dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban yang tinggi dalam ruang penyimpanan. Jika dihubungkan dengan standar batas kadungan
JRL Vol. 5 No. 1, Januari 2009 : 35-40
HCN yang tidak berbahaya bagi ternak (50 mg/ kg BK), maka bahan baku kulit singkong sebagai pakan ternak dapat digunakan aman setelah umur 2 minggu penyimpanan. Tabel 6. Pengaruh Lama Penyimpanan dan Penambahan Propionat terhadap Kadar HCN Kulit Singkong Bagian Dalam (mg/kg). Lama simpan 0 minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 minggu
Kontrol 52.17 ± 1.38 50.82 ± 2.72 49.09 ± 3.09 44.51 ± 3.01 40.29 ± 1.21
Propionat 55.90 ± 1.90 50.63 ± 1.70 47.86 ± 1.69 43.00 ± 4.36 40.96 ± 1.39
Hubungan antara kadar HCN dengan lama penyimpanan bersifa linier (Y = 55,17 – 3,75X), hal ini menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan maka semakin mengalami penurunan kadar HCN. Kecernaan dapat menjadi ukuran tinggi rendahnya nilai gizi suatu makanan. Hasil penelitian Baah et.al (1999) menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering dan bahan organik kulit singkong bagian dalam adalah 78,1% dan 81,4%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan kapang selama penyimpanan nyata mengurangi kecernaan bahan kering baik pada perlakuan tanpa pengawet maupun pada perlakuan dengan pengawet (Tabel 7.) Tabel 7. Pengaruh Pertumbuhan Kapang selama Terhadap Kecernaan Bahan Kering Kulit Singkong (%). Lama simpan 0 minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 minggu
Kontrol 66.56 ± 0.14 60.59 ± 1.54 57.61 ± 1.35 57.94 ± 1.68 50.78 ± 0.89
Propionat 73.68 ± 1.60 65.63 ± 2.06 58.08 ± 5.36 57.39 ± 4.64 45.85 ± 0.86
Kapang yang tumbuh pada kulit singkong bagian dalam ini menggunakan zat makanan yang terdapat dalam substrat seperti bahan organik, pati, protein, kelarutan nutrien, dan total gula.
39
Tabel 8. Pengaruh Lama Penyimpanan dan Penambahan Propionat terhadap Kecernaan Bahan Kering Kulit Singkong (%). Lama simpan 0 minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 minggu
Kontrol 84.68 ± 0.37 82.68 ± 2.51 81.63 ± 2.15 80.11 ± 2.99 76.40 ± 1.14
Propionat 87.52 ± 0.65 85.24 ± 2.99 80.99 ± 2.22 79.09 ± 0.83 71.74 ± 2.12
Demikian pula dengan kecernaan bahan organik, nilanya cenderung turun dengan semakin lamanya penyimpanan. Kecernaan bahan organik menunjukkan adanya bahan-bahan organik seperti protein, vitamin, lemak, dan lainnya yang tidak dapat digunakan oleh ternak, dan selama penyimpanan bahan-bahan tersebut digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme. 4.
Kesimpulan
1.
Perlakuan penambahan asam propionat terhadap limbah kulit singkong, ternyata dapat meningkatkan nilai nutrisinya, sehingga limbah kulit singkong mempunyai prospek yang cukup baik untuk digunakan sebagai pakan ternak.
2.
Penggunaan bahan pengawet dan lama penyimpanan kulit singkong nyata berpengaruh terhadap kulaitas nutrisi kulit singkong sebagai pakan ternak.
3.
Kadar air, kadar protein, kadar bahan organik, kadar HCN, kecernaan bahan organik serta kecernaan bahan kering mempunyai hubungan regresi yang negatif dengan jumlah koloni kapang yang tumbuh selama penyimpanan. Semakin banyak kapang yang tumbuh maka kualitas nutrisinya semakin rendah.
4.
Hasil penelitian ini menghasilkan suatu saran dan rekomendasi untuk melakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan level asam propionat, dan jenis bahan pengawet lainnya untuk menjaga stabilitas kulitas nutrisi kulit singkong serta mempertahankan kesinambungan ketersediaannya
JRL Vol. 5 No. 1, Januari 2009 : 35-40
Daftar Pustaka 1.
Adam, MR., 1985. Vinegar. Didalam BJ. Wood. (ed) 1985. Microbiology Of Fermented Food. Elsevier Appl. Sci. Publ. Ltd., Amsterdam.
2.
Anonim. 1984. Official Method of Analysis of the Association of official Analytical Chemist. Association of Official Analysis Chemist. AOAC Washington.
3.
Anonim, 2008. Statistik Pertanian 2006. BPS, Jakarta.
4.
Balagopan C, Padmaja G, Mootry SN. 1988. Cassava Food. Feed and Industry. CRC. Press. Inc. Princeton. New Jersey.
5.
Bahri. S., 2001. Mewaspadai Cemaran Mikotoksin Pada Bahan Pangan, Pakan dan Produk Peternakan di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 20(2). Bogor.
6.
Baah J, Tait MR, Tuah KA., 1999. The Efeect of Suplementation With Ficus Leaves on the Utilization of Cassava Peels by Sheep. Biores. Tecnol. 67: 47 51.
7.
Coursey. DG. Dan Halliday. 1974. Cassava as Animal Feed. Outlook on Agriculture 8(l): 10 14
8.
Devendra. C., 1977. Cassava as a Feed Source For Ruminants. In. Nestle B and Graham M (eds). Casssava as Animal feed. IDRC. Canada. 1 07 119.
9.
Fardiaz,S.,1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen Perguruan Tinggi. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
10.
Fennema. OR., 1976. Principles of Food Science. Part 1. Marcel Dekker. Inc. New York.
40
11.
Gunawan M, Pakpahan A, Nasution A., 1992. Economic Review of Cassava Indonesia. Cassava Marketing in Indonesia. Center for Agro Socio economic Research Agency for Agricultural Recearch and Development. Jakarta.
12.
Hall DW., 1970. Handling and Storage of Food Grain in Tropical and Subtropical Areas. FAO. Rome.
13.
Hanafi, N.D. 2004. Perlakuan Silase Dan Amoniasi Daun Kelapa Sawit Sebagai Baku Pakan Domba. Fakultas Pertanian Program studi Produksi Ternak Universitas Sumatera Utara.
14.
Muctadi.D. 1989. Aspek Biokimia Dan Gizi Dalam Keamanan. Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas, Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
15.
Stevenson KR., 1982. Effect Of Processing On Nutrient Content Of Feeds Chemical Preservation. In : Handbook Of Nutritive Value Of Processed Food. Vol II. Animal Feedstuffs. Rechcigl, M. Jr. (Ed). CRC Press Inc. Boca Raton. Florida.
16.
Steel, RGD and JH., Torrie, 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan Bambang Sumantri, Cetakan Kedua. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
17.
Van Soest PJ, Robertson JB.,1979. System Analysis for Evaluating Fibrous Feeds. Proceeding of Workshop Standardization of Analytical Metodology For Feeds. 12 14 March. Ottawa: Canada.
18.
Winamo FG, Fardiaz A, Fardiaz D., 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia. Jakarta.
JRL Vol. 5 No. 1, Januari 2009 : 35-40