PENINGKATAN KEMURNIAN GLISEROL MINYAK SAWIT 80% MENGGUNAKAN DISTILASI VAKUM BERSKALA 25 LITER
MOHAMMAD RAFI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peningkatan Kemurnian Gliserol Minyak Sawit 80% Menggunakan Distilasi Vakum Berskala 25 Liter adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2015 Mohammad Rafi NIM F351120141
RINGKASAN MOHAMMAD RAFI. Peningkatan Kemurnian Gliserol Minyak Sawit 80% Menggunakan Distilasi Vakum Berskala 25 Liter. Dibimbing oleh ERLIZA HAMBALI dan BONAR T. H. MARBUN. Gliserol merupakan salah satu hasil samping dari produksi biodiesel yang masih dapat ditingkatkan nilai tambahnya.Gliserol dengan berbagai tingkat kualitas sangat dibutuhkan sebagai bahan baku dalam industri, diantaranya adalah sebagai bahan kosmetik maupun bahan baku industri farmasi. Selain itu, gliserol juga digunakan dalam industri makanan, pengolahan tembakau, oleokimia serta bahan pelumas.Sumber gliserol yang berasal dari minyak nabati membuat aplikasi gliserol lebih diminati dalam menjawab permasalahn lingkungan dan penggunaan bahan baku industri dari sumber terbarukan. Salah satu hal yang dapat dilakukan dalam pengembangan pemanfaatan gliserol adalah dengan menjadikannya sebagai salah satu aditif dalamdrilling fluid Water Based Mud (WBM) untuk kebutuhan pemboran sumur minyak. Drilling fluidWBM atau lumpur pemboran berbasis air adalah fluida sirkulasi yang digunakan dalam pemboran dan memiliki peranan yang penting dalam keberhasilan proses pemboran. Pada proses pembuatan biodiesel dihasilkan biodiesel dan gliserol kasar (±10%) dengan tingkat kemurnian 40-50%.Berdasarkan skenario kementerian ESDM yangmenargetkan pada tahun 2015 pemanfaatan biodiesel akan mencapai 5,3 juta kiloliter, maka jumlah gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel diperkirakan dapat mencapai 530.000 kiloliter pada tahun 2015 dan akan terus meningkat setiap tahunnya.Jika hal tersebut tidak diiringi dengan kemajuan pemanfaatan serta perluasan pasar, maka ketersediaan gliserol yang berlebih tentu akan menyebabkan penurunan harga gliserol. Saat ini telah dilakukan penelitian untuk memurnikan gliserol dari minyak sawit. Namun masih perlu dilakukan perbaikan proses pemurnian gliserol untuk meningkatkan kemurniannya di atas 95%. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi proses terbaik agar menghasilkan gliserol dengan tingkat kemurnian di atas 95% menggunakan distilasi vakum berskala 25 liter. Perlakuan proses yang dilakukan adalah dua variasi tekanan 10 inHg dan 5 inHg yang dikombinasikan dengan 3 variasi suhu 100°C, 115°C dan 130°C selama 2 jam. Hasil penelitian menunjukkan kondisi proses terbaik adalah menggunakan tekanan 5 inHg dan suhu 130°C. Kondisi proses tersebut menghasilkan gliserol dengan tingkat kemurnian 97,02%, kadar air 107 ppm, kadar abu 1,78%, kadar MONG 1,17%, nilai pH 6,28, viskositas kinematis (40°C) 252,6 cSt, densitas 1,2658 gr/cm3,specific gravity 1,2716, titik nyala 190,3°C, titik tuang -28,5°C dan titik didih 126,5°C. Kata kunci: Gliserol, Gliserol kasar, Pemurnian gliserol, Pengotor gliserol
SUMMARY MOHAMMAD RAFI. Purity Improvement of 80% Palm Based Glycerolusing25 LitreScale of Vacuum Distillation. Supervised by ERLIZA HAMBALIandBONAR T. H. MARBUN. Glycerol has a high enough value as a byproduct which is produced by biodiesel. Glycerol with its different quality levels is needed as raw material in the industry, such as cosmetics, pharmaceutical industry, food industry, tobacco processing, oleochemical and lubricating materials as well. The source of Glycerol derived from vegetable oil and the application is more desirable in responding to the environmental issues and used as industrial raw materials obtained from renewable sources. One of the thingsthatcan be donein developingthe utilization ofglycerolis by making it as one of drilling fluid additive makers Water BasedMud (WBM) additive makers needed for oil well drilling. Drilling fluid WBM is water-based drilling mud and has an important role to achieve the success in drilling process.In theprocess of makingbiodiesel to producebiodieselandglycerolcoarse(± 10%) with 40-50% purity. Based on Ministryof Energy and Mineralscenario, the use of biodieselin 2015willreach5.3millionkiloliters. In 2015, coarse glycerol was produced by biodiesel byproduct were estimated to reach 530,000 kiloliters and expected to increase annually. Ifnot supported by the progress of the utilization and expanding markets, hence, the excessiveglycerol available will certainly maketheprice drop. Currently, this research was conducted in order to purify glycerol from palm oil. But the improvement of glycerol purificationprocesstoincrease thepurityabove 95% is still needed. The aim of this research is to find thebestconditionsprocess in producingglycerolwitha puritylevel ofover95% by using 25 Liter Vacuum Distillation. The treatment process was carried out in two variations pressure that of, 10 inHg and 5 inHg, combined with 3 temperature variations of 100°C, 115°C and 130°C for 2 hours. The best condition process was by using 5 inHg pressures and at a temperature of 130°C. The processing conditions produced glycerol with purity level of 97.03%, moisture content 107 ppm, ash content 1.78%, MONG content 1.17%, pH value 6.28, kinematic viscosity (40°C) 252.6 cSt, density 1.2658 g/cm3, specific gravity 1,2716, flash point 190.3°C, pour point of -28.5°C and a boiling point of 126.5°C.
Keywords : glycerol, crude glycerol, glycerol purification, glycerol residue
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERBAIKAN PROSES PEMURNIAN GLISEROL MINYAK SAWIT 80% MENGGUNAKAN DISTILASI VAKUM BERSKALA 25 LITER
MOHAMMAD RAFI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji luar komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Ani Suryani DEA
Judul Tesis Nama NIM
:Peningkatan Kemurnian Gliserol Minyak Sawit 80% Menggunakan Distilasi Vakum Berskala 25 Liter : Mohammad Rafi : F351120141
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr. –Ing. Bonar T. H. Marbun Anggota
Prof. Dr. Erliza Hambali Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Prof. Dr. Ir. Machfud, MS
Tanggal Sidang Tesis: 17 November 2015
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc, Agr
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah Peningkatan Kemurnian Gliserol Minyak Sawit 80% Menggunakan Distilasi Vakum Berskala 25 Liter. Terima kasih penulis ucapkan kepada IbuProf. Dr. Erliza Hambali dan Bapak Dr. –Ing. Bonar T. H. Marbunselaku tim komisi pembimbing yang telah banyak memberi arahan serta saran hingga tesis ini dapat diselesaikan. Di samping itu, ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada mama tercinta Dedes Komandini Irianti, papa Mohammad Rasyid, kakak Mohammad Ichsan dan adik Mohammad Ghani, serta istri tersayang Chinthia yang sudah sabar serta mendukung setiap saat. Sahabat-sahabat yang selalu mendukung dalam penyelesaian studi di Pascasarjana TIP khususnya Eddwina Aidila Fitria, Elfa Thamrin, Elfira Febriani, Nina Hairiyah, Nova Alemina,Alfian Syukri Lubis dan Teguh Pratama. Rekan-rekan SBRC (Mas Otto, Bapak Ratno, Koko Robet, Mas Udin, Dani, Pak Dudung dan Mas Fery). Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember2015 Mohammad Rafi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar belakang Tujuan Ruang lingkup 2 TINJAUAN PUSTAKA Gliserol Pemurnian gliserol Distilasi vakum 3 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Alat dan bahan Prosedurpenelitian Persiapan sampel Peningkatan kemurnian gliserol Analisis gliserol Rancangan percobaan 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian kadar gliserol Pengujian kadar air Pengujian kadar abu Pengujian kadar MONG pengujian nilai pH Pengujian viskositas kinematis (40ºC) Pengujian densitas dan specific gravity Pengujian titik nyala (flash point) Pengujian titik tuang (pour point) Pengujian titik didih (boiling point) 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vi 1 1 2 2 3 3 4 5 6 6 6 6 6 7 7 7 9 9 10 11 12 13 13 14 15 17 18 19 19 19 20 22 42
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Penelitian terkait proses pemurnian gliserol Nilai titik didih gliserol, air dan metanol dengan berbagai variasi tekanan Nilai titik didih asam fosfat dengan berbagai variasi tekanan Sifat fisiko-kimia gliserol kasar, gliserol 80% dan gliserol technical grade Pengaruh tekanan dan suhu terhadap kadar air yang dihasilkan Pengaruh tekanan dan suhu terhadap titik tuang (pour point) yangdihasilkan
4 5 5 7 10 18
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Struktur kimia gliserol Reaksi pembentukan gliserol Grafik titik didih gliserol, asam fosfat, air dan metanol denganberbagai variasi tekanan Diagram alir proses pemurnian gliserol Pengaruh tekanan dan suhu terhadap kadar gliserol yang dihasilkan Pengaruh tekanan dan suhu terhadap kadar abu yang dihasilkan Pengaruh tekanan dan suhu terhadap kadar MONG yang dihasilkan Pengaruh tekanan dan suhu terhadap nilai pH yang dihasilkan Pengaruh tekanan dan suhu terhadap nilai viskositas kinematis yangdihasilkan Pengaruh tekanan dan suhu terhadap nilai densitas yang dihasilkan Pengaruh tekanan dan suhu terhadap nilai specific gravity yangdihasilkan Pengaruh tekanan dan suhu terhadap titik nyala (flash point) yangdihasilkan Pengaruh tekanan dan suhu terhadap titik didih (boiling point) yangdihasilkan
3 3 6 8 9 11 12 13 14 15 16 17 18
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Metode analisis gliserol Data hasil analisis sifat fisiko-kimia gliserol Data hasil analisis ragam dan uji Duncan Dokumentasi penelitian
22 28 32 39
1
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ditengah menurunnya produksi migas yang tentunya disertai meningkatnya impor BBM untuk memenuhi kebutuhan nasional, produksi biodiesel pada tahun 2014mengalami peningkatan hingga mencapai 75% dari tahun sebelumnya atau setara dengan 1,84 juta kilo liter. Pemerintah menargetkan tahun 2015 pemanfaatan biodiesel akan mencapai 5,3 juta kiloliter (Kementrian ESDM, 2015).Suryani et al (2007) menyebutkan bahwa pada proses pembuatan biodiesel dihasilkan biodiesel dan gliserol kasar (±10%) dengan tingkat kemurnian 40-50%. Berdasarkan skenario kebutuhan biodiesel tahun 2015 yang dirancang oleh Kementerian ESDM tersebut, diperkirakan dari proses produksi biodiesel menghasilkan hasil samping berupa gliserol kasar sebesar 10% maka jumlah gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel diperkirakan dapat mencapai 530.000 kiloliter gliserol kasar pada tahun 2015 dan akan terus meningkat setiap tahunnya. Jika hal tersebut tidak diiringi dengan kemajuan pemanfaatan serta perluasan pasar, maka ketersediaan gliserol yang melimpah akan menyebabkan penurunan harga. Gliserol merupakan salah satu hasil samping dari produksi biodiesel yang bernilai cukup tinggi. Gliserol dengan berbagai tingkat kemurniannya sangat dibutuhkan sebagai bahan baku dalam industri, diantaranya adalah sebagai bahan kosmetik maupun bahan baku industri farmasi. Selain itu, gliserol juga digunakan dalam industri makanan, pengolahan tembakau, oleokimia serta bahan pelumas (Suryani et al. 2007). Sumber gliserol yang berasal dari minyak nabati membuat aplikasi gliserol lebih diminati dalam menjawab permasalahan lingkungan dan penggunaan bahan baku industri dari sumber terbarukan. Salah satu hal yang dapat dilakukan dalam pengembangan pemanfaatan gliserol adalah dengan menjadikannya sebagai salah satu aditif dalamWater Based Mud (WBM)drilling fluid untuk kebutuhan pemboran sumur migas. Drilling fluidWBM atau lumpur pemboran berbasis air adalah fluida sirkulasi yang digunakan dalam pemboran dan memiliki peranan yang penting dalam keberhasilan proses pemboran (Marbun et al. 2013). Salah satu fungsi lumpur pemboran adalah sebagai stabilisator dinding lubang sumur dengan menahan partikel-partikel padatan saat sirkulasi pemboran terhenti. Untuk itu, karakteristik lumpur pemboran yang diinginkan adalah yang mampu bertahan (stabil) atau membentuk gel. Pada penelitian yang dilakukan oleh Marbun et al. (2013), pengaplikasian gliserol pada formulasi WBM masih ditemukan kekurangan. Salah satu penyebab kekurangannya adalah kemurnian gliserol yang digunakan adalah 82,15%. Maka dari itu diperlukan proses lanjutan dari pemurnian gliserol agar mencapai tingkat kemurnian di atas 95% atau standar teknis untuk industri. Proses pemurnian gliserol hasil samping industri biodiesel telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya dengan berbagai metode. Kocsisova et al. (2006), melakukan penelitian dengan berbagai macam asam kuat yaitu HCl 36%, H2SO4 40% dan H3PO4 85% dengan suhu 60°C dan pH 4,5. Proses ini menghasilkan gliserol dengan tingkat kemurnian 78-82% dimana kadar gliserol tertinggi dihasilkan menggunakan H3PO4 85%.
2
Kemudian pada penelitian yang dilakukan oleh Mulia (2014), pemurnian gliserol menggunakan distilasi vakum berskala laboratorium dihasilkan kemurnian gliserol 90-94%. Kondisi proses yang digunakan dengan tekanan 15inHg serta variasi suhu 90-95oC, 120-125oC, dan 145-150oC. Dari hasil penelitian didapat kadar gliserol tertinggi dengan kondisi proses menggunakan tekanan 15inHG dan suhu 90-95oC yaitu sebesar 94,19%. Sedangkan penggunaan suhu 145-150oC menghasilkan kadar gliserol terendah yaitu 90,51%. Berdasarkan penelitian tersebut, tingginya suhu yang digunakan menyebabkan kadar gliserol menurun karena kadar abu dan kadar MONG meningkat. Penggunaan suhu tinggi membuat banyak bahan anorganik yang terbakar namun tidak menguap sehingga kadar abu meningkat. Sedangkan peningkatan kadar MONG atau kadar bahan organik bukan gliserol disebabkan karena tingginya kandungan sisa asam lemak.Pada penelitian Yong et al. (2001), kandungan MONG pada gliserol kasar adalah asam lemak bebas, oksidasi produk dan komponen polimerisasi dari gliserol. Sedangkan kadar MONG dari gliserol yang sudah di distilasi khususnya pada suhu di atas 126oC adalah rantai pendek dan menengah dari asam lemak serta oksidasi dari produk gliserol. Kemurnian gliserol yang dihasilkan dari penelitian sebelumnya menghasilkan kadar gliserol yang cukup tinggi. Namun masih perlu adanya perbaikan proses apabila pemurnian gliserol akan dilakukan dengan distilasi vakum berskala 25 liter. Penggunaan distilasi vakum bertujuan untuk memudahkan pemisahan gliserol dengan pengotor berdasarkan perbedaan titik didih. Diharapkan hasil dari penelitian dapat menghasilkan gliserol dengan tingkat kemurnian di atas 95%. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Memperoleh kondisi suhu dan tekanan pada proses pemurnian gliserol terbaik dari tingkat kemurnian 80% menjadi di atas 95% menggunakan distilasi vakum berskala 25 liter. 2. Mengetahui sifat fisiko-kimia gliserol dari kondisi proses pemurnian terbaik. Ruang Lingkup Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi : 1. Pemurnian gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel minyak kelapa sawit dengan kadar gliserol 40-50% menggunakan reaktor pemanas berskala 25 liter dengan katalis asam fosfat teknis 85% dengan konsentrasi 5% untuk meningkatkan kadar gliserol menjadi 80%. 2. Pemurnian gliserol 80% menggunakan distilasi vakum berskala 25 liter dengan variasi tekanan yaitu 10inHg dan 5inHg serta variasi suhu yaitu 100oC, 115oC dan 130oC selama 2 jam untuk meningkatkan kemurnian gliserol menjadi di atas 95%. 3. Analisis sifat fisiko kimia gliserol yang dihasilkan.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA Gliserol Gliserol merupakan senyawa golongan alkohol polihidrat dengan tiga buah gugus hidroksil dalam satu molekul. Rumus kimia gliserol adalah C3H8O3 dengan nama kimia 1,2,3-propanatriol. Adapun struktur kimianya dapat dilihat pada Gambar 1. H H C
OH
H C
OH
H C OH H Gambar 1 Struktur kimia gliserol Lindsay (1985) menyebutkan bahwa gliserol memiliki sifat mudah larut dalam air, meningkatkan viskositas larutan, mengikat air dan menurunkan aktivitas air (aw). Dalam kondisi murni, gliserol bersifat tidak beracun, tidak berwarna, tidak berbau dan berasa manis. Senyawa ini larut dalam air karena memiliki tiga gugus hidroksi (OH). Gliserol juga larut sempurna dalam alkohol, dapat terlarut dalam pelarut tertentu seperti eter dan etil asetat, namun tidak larut dalam hidrokarbon. Tyson (2003) menjelaskan bahwa produksi gliserol dari lemak dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode saponifikasi dan transesterifikasi. Kedua proses tersebut menghasilkan gliserol kasar yang masih banyak mengandung partikel-partikel pengotor seperti sisa katalis dan asam lemak bebas. Gliserol kasar dihasilkan sebanyak ±10% dari proses pembuatan biodiesel. Bahan baku biodiesel dapat dari berbagai macam minyak nabati, salah satunya adalah minyak kelapa sawit. Reaksi pembentukan gliserol yang dihasilkan dari tranesterifikasi trigliserida dengan metanol dalam produksi biodiesel dapat dilihat pada Gambar 2. O R1
C
HO
OCH2
O R2
C
O
katalis
OCH + 3 CH3OH
CH2
3R
C
OCH3 + HO
CH
O R3
C
HO
OCH2
Trigliserida
Metanol
Biodiesel
Gambar 2 Reaksi Pembentukan Gliserol
CH2
Gliserol
4
Pemurnian Gliserol Pemurnian gliserol hasilsamping biodiesel dapat diawali dengan penambahan asam untukmenetralkan residu katalis basa dan memecah sabun menjadi asam lemakbebas dan garam (Gerpen, 2005). Netralisasi basa dengan asam merupakanreaksi eksoterm.Kocsisová danCvengroś (2006) melakukan penelitian tentang netralisasi katalis basa danpemecahan sabun terhadap biodiesel telah dilakukan padasuhu reaksi 60°C menghasilkan gliserol kasar dengan kadar gliserol 78–82%.Farobie (2009) mereaksikan gliserol dari minyak jarak pagar dengan asam fosfat menghasilkan gliserolkasar dengan kadar gliserol 82,15%. Pada Tabel 1 dapat dilihat penelitian terkait proses pemurnian gliserol. Tabel 1 Penelitian Terkait Proses Pemurnian Gliserol Kondisi Proses Proses pemurnian pada skala laboratorium menggunakan proses distilasi vakum dengan kondisi proses rentang suhu 120-126°C serta tekanan antara 4,0 x 10-1 s/d 4.0 x10-2mbar.
Performa Proses yang dilakukan dapat meningkatkan kemurnian gliserol dari 50,4% menjadi 96,6%.
Pemurnian gliserol dari minyak jarak pagar pada skala laboratorium yang dicampurkan dengan larutan asam fosfat 5%. Campuran diaduk selama 30 menit dan dilajutkan dengan settling selama 60 menit serta difiltrasi.
Proses yang dilakukan menghasilkan tingkat kemurnian gliserol sebesar 82,15%.
Pemurnian gliserol pada skala laboratorium dari hasil samping biodiesel minyak jelantah pada rentang suhu 60°C, 70°C, 80°C dan lama proses 40,50,60 menit menggunakan larutan asam H3PO4 5.85%.Dilanjutkan dengan proses distilasi vakum pada rentang suhu 164°C dan 200°C.
Kemurnian tertinggi sebesar 81.2% didapat dengan suhu 70°C dan waktu selama 60 menit.Kemudian dengan dilanjutkan proses distilasi vakum kemurnian meningkat menjadi 98,10%.
Pemurnian gliserol pada skala laboratorium dari hasil samping biodiesel minyak sawit. Tahap pertama pemberian asam fosfat 85% sebanyak 5%. Dilanjutkan proses pemanasan menggunakan distilasi vakum 15inHg dengan berbagai macam suhu 90-95oC, 120125oC dan 145-150oC.
Didapat hasil terbaik dengan pemanasan suhu 90-95oC dan distilasi vakum sebesar 15inHg dapat meningkatkan kadar gliserol 40-45% menjadi 94,15%.
Rujukan Yong (2001)
Farobie (2009)
Cai (2013)
Mulia (2014)
Kelebihan asam fosfat, air dan metanol yang larut dalam gliserol dapat diambil dengan melalui distilasi vakum. Pada penelitian yang dilakukan oleh Cai(2013), penambahan pemberian asam fosfat, sodium oxalat, karbon aktif dan proses distilasi vakum pada minyak goreng bekas, dapat meningkatkan kemurnian gliserol mencapai 98,10%. Penelitian yang dilakukan Yong (2001) dengan
5
distilasi vakum sederhana pada suhu 120-126°C, tekanan 4,0 x 10-1 s/d 4.0 x10-2 mbar dan kemudian didinginkan pada suhu 80°C. Proses pemurnian ini berhasil meningkatkan kemurnian gliserol dari 50,4% menjadi 96,6%. Berikut adalah beberapa senyawa yang terdapat dalam gliserol. Distilasi Vakum Distilasi vakum merupakan proses pemisahan dua komponen yang titik didihnya sangat tinggi, dimana prosesnya berlangsung pada tekanan di bawah kondisi normal (di bawah 1 atm), dengan tujuan untuk menurunkan titik didih dari komponen-komponen yang akan dipisahkan, sehingga dapat meminimalisasi kerusakan komponen yang mudah rusak karena suhu yang tinggi.Vakum merupakan suatu kondisi dari udara/gas sekitar lingkungan tertentu dihilangkan, dimana tekanan udara dibawah tekanan atmosfir. Pada penelitian ini pemurnian yang dilakukan adalah memisahkan gliserol dari pengotornyaberdasarkan perbedaan titik didih. Pengotor lainnya yang berupa metanol, air dan asam fosfat akan dipisahkan menggunakan alat pemanas distilasi vakum reaktor berkapasitas 25 liter. Penggunaan vakum ditujukan untuk menurunkan titik didih pengotor dan menjaga kualitas dari gliserol serta persiapan produksi untuk skala industri. Berikut adalah titik didih dari gliserol, air dan metanolpada Tabel 2 dan titik didih pada asam fosfat pada Tabel 3pada berbagai macam variasi tekanan. Tabel 2 Nilai titik didih gliserol, air dan metanol dengan berbagai variasi tekanan Nama Senyawa Gliserol Air Metanol
Rumus Molekul C3H8O3 H2O CH3OH
0,08/2,4 208,0 41,5 12,1
Tekanan (atm/inHg) 0,13/3,9 0,26/7,9 0,53/15,7 Suhu (oC) 220,1 240,0 263,0 51,6 66,5 83,0 21,2 34,8 49,9
1,0/29,9 290,0 100,0 64,7
Sumber : Speight (2005)
Tabel 3 Nilai titik didih asam fosfat dengan berbagai variasi tekanan
Nama Senyawa
Rumus Molekul
Asam Fosfat 85%
H3PO4
Sumber : PhotasCorp (2012)
0,02/0,6 60
Tekanan (atm/inHg/mmHg) 0,06/1,8 0,14/4,3 0,58/17,5 Suhu (oC) 80 100 140
1,0/29,9 158,0
Tempeatur oC
6
350 300 250 200 150 100 50 0
Gliserol* Asam Fosfat** Air* Metanol* 29,9
15,7
7,9 3,9 Tekanan (inHg)
2,4
Sumber : * Speight (2005), ** PhotasCorp (2012)
Gambar 3 Grafik titik didih gliserol, asam fosfat, air dan methanol dengan berbagai variasi tekanan
3.METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium SurfactantandBioenergy Research Center LPPM Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai sejak bulan Desember 2014 hingga Juni 2015. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan terdiri atas gliserol kasar (hasil pemisahan dalam pembuatan biodiesel dari minyak sawit), asam fosfat (H3PO4) teknis 85% dan bahan-bahan analisis. Alat yang digunakan terdiri atas reaktor pemanas berpengaduk skala 25 liter, filtrasi, distilasi vakum skala 25 liter dan alat-alat laboratorium lainnya. Prosedur Penelitian Persiapan Sampel Sampel yang digunakan untuk perbaikan proses pemurnian adalah gliserol kasar hasil samping industri biodiesel minyak sawit yang diproduksi oleh Surfactant and Bionergy Research Center (SBRC-LPPM IPB). Pemurnian tahap pertama mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Farobie (2009). Gliserol kasar berkadar gliserol 40-50% dipanaskan menggunakan reaktor pemanas berpengaduk skala 25 liter (Lampiran 4.a) hingga suhu 55oC kemudian ditambahkan dengan larutan H3PO4 teknis 85% sebanyak 5% (v/v). Setelah pemberian larutan tersebut, suhu pemanasan ditingkatkan menjadi 75oC selama 2 jam. Setelah proses pemanasan selesai, mesin dimatikan dan didiamkan hingga gliserol terbentuk dalam tiga fasa, dimana lapisan teratas asam lemak bebas, lapisan tengah gliserol dan lapisan bawah garam potassium fosfat (K3PO4). Proses
7
selanjutnya adalah pemisahan gliserol dari asam lemak bebas dan garam fosfat dengan alat filtrasi (Lampiran 4.b) dan menghasilkan gliserol dengan kadar 80%. Pada Tabel 4 dapat dilihat sifat fisiko-kimia gliserol kasar, gliserol 80% dan gliserol technical grade. Tabel 4 Sifat fisiko-kimia gliserol kasar, gliserol 80% dan gliserol technical grade Parameter Kadar gliserol (%) Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar MONG (%) Nilai pH Viskositas Kinematis 40°C (cSt) Densitas (g/cm3) Specific gravity Titik nyala (°C) Titik tuang (°C) Titik didih (°C)
Gliserol kasar* 46,74 0,629 14,18 38,45 9,40 159,7 1,076 1,080 >90 3 108
Gliserol 80%* 83,32 6,767 2,08 7,83 6,31 64,52 1,231 1,235 >90 -42 168
Gliserol technical grade** 95 5 1,2517 199 171
Sumber : *Mulia (2014), **Chemical Associates (2013)
Peningkatan kemurnian gliserol 80% menjadi gliserol di atas 95% Pemurnian gliserol 80% menggunakan alat distilasi vakum berskala 25 liter (Lampiran 4.c) adalah penelitian utama yang dilakukan untuk memperbaiki proses pemurnian sebelumnya yang diharapkan mampu meningkatkan kadar gliserol di atas 95%. Pada penelitian ini kondisi proses pemurnian gliserol menggunakan distilasi vakum berskala 25 literdengan beberapa kombinasi perlakuan, yaitu tekanan 10 inHg + suhu 100°C, tekanan 10 inHg + suhu 115°C, tekanan 10 inHg + suhu 130°C, tekanan 5 inHg + suhu 100°C, 5 tekanan 5 inHg + suhu 115°C dan tekanan 5 inHg + suhu 130°C. Waktu proses yang digunakan pada masing-masing kombinasi perlakuan adalah selama 2 jam. Diagram alir proses pemurnian gliserol disajikan pada Gambar 4. Analisis Gliserol Analisis gliserol dilakukan pada gliserolhasil pemurnian. Analisis yang dilakukan adalah : Analisis sifat fisikokimia gliserol yang dilakukan mencakupkadar gliserol (SNI 06-1564-1995), kadar abu (SNI 06-1564-1995), kadar MONG (SNI 061564-1995), densitas, specific gravity, viskositas kinematis (40°C), pH, titik didih, titik nyala, dan titik tuang. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada gliserol adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor. Model yang digunakan terdiri atas 6 kombinasi perlakuan, yaitu tekanan 10 inHg + suhu 100°C, tekanan 10 inHg + 115°C,
8
tekanan 10 inHg + suhu 130°C, tekanan 5 inHg + suhu 100°C, 5 tekanan inHg + suhu 115°C dan tekanan 5 inHg + suhu 130°C. Setiap kombinasiperlakuan dilakukan pengulangan sebanyak dua kali. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut: Yij = μ + Ai + ε(ij) Keterangan : Yij = pengaruh kombinasi perlakuan taraf ke-i (i=1,2,3,4,5,6) pada ulangan ke-j (j=1,2) = rata-rata yang sebenarnya Ai = Pengaruh kombinasi perlakuan distilasi vakum taraf ke-i εij = galat percobaan pada ulangan ke-j karena faktor persentase taraf ke-i Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVAdan dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan pada taraf α = 5 %.
Mulai
Gliserol kasar 40-50%
Reaktor pemanas
Filtrasi
T 55oC+ H3PO4teknis sebanyak 5% (v/v). T75oC + 2 jam Terbentuk 3 fasa (ALB, gliserol dan garam-garam)
Gliserol 80-85%
ALB & garam
Distilasi vakum
P 10 inHg + T 100°C, P 10 inHg + T 115°C, P 10 inHg + T 130°C P 5 inHg + T 100°C, P 5 inHg + T 115°C, P 5 inHg + T 130°C (Masing-masing kombinasi perlakuan selama 2 jam)
Gliserol >95%
Pengotor : asam fosfat, air, metanol
Analisis Fisiko-Kimia
Selesai
Gambar 4 Diagram alir proses pemurnian gliserol
9
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian kadar gliserol
Kadar Gliserol (%)
Pengujian kadar gliserol dilakukan untuk mengetahui tingkat kemurnian dari gliserol. Metode yang digunakan untuk menguji kadar gliserol adalah menggunakan standar SNI 06-1564-1995 (Lampiran 1) yaitu dengan metode alkalimetri. Prinsip kerja dari metode tersebut adalah mereaksikan gliserol dengan natrium periodat (NaIO4) yang akan menghasilkan formaldehid dan asam format yang kemudian dititrasi dengan larutan standar natrium hidroksida (NaOH). Dari hasil analisa kadar gliserol (Lampiran 2.a) yang dihasilkan berkisar antara 90,93% –97,02%. Berdasarkan hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05 (Lampiran 3.a) menunjukkan ada pengaruh nyata pada perlakuan yang digunakan terhadap kadar gliserol yang dihasilkan. Menurut uji lanjut Duncan yang dilakukan, penggunaan tekanan 10 inHg pada suhu 130°C dibandingkan dengan kondisi proses menggunakan tekanan 5 inHg pada suhu yang sama yaitu 130°C menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Pada tekanan 5 inHg dengan suhu 130°C, menyisakan bahan organik bukan gliserol atau MONG sebesar 1,18%,sedangkan pada tekanan 10 inHg pada suhu 130°C MONG sebesar 4,79%. Penggunaan tekanan rendah secara efektif dapat meningkatkan kemurnian gliserol karena memudahkan pengotor untuk dipisahkan dari gliserol dengan menurunkan titik didih dari pengotor.Pengaruh tekanan dan suhu terhadap kadar gliserol yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5. 100 98 96 94 92 90 88 0
96,11 92,85
96,56
97,02
93,31
90,93
Gambar 5 Pengaruh tekanan dan suhu terhadap kadar gliserol yang dihasilkan Pada Gambar 5 dapat dilihat kadar gliserol tertinggi dihasilkan menggunakan perlakuan kondisi proses tekanan 5 inHg dan suhu 130°C yaitu sebesar 97,02% yang dapat dilihat pada Lampiran 4.e. Penggunaan tekanan rendah terbukti efektif memisahkan gliserol dari pengotornya seperti air, metanol dan asam fosfat dengan menurunkan titik didih dari pengotor. Semua kombinasi perlakuan proses yang digunakan mampu menghasilkan gliserol dengan kadar gliserol yang memenuhi standar mutu SNI 06-1564-1995 yaitu minimal 80%. Namun hanya ada tiga kombinasi perlakuan yang menghasilkan gliserol berstandar mutu berdasarkan Chemical Associates (2013) dengan kadar gliserol di
10
atas 95%, yaitu gliserol yang menggunakan perlakuan tekanan 5 inHg pada suhu 100°C, 115°C dan 130°C. Kombinasi perlakuan yang digunakan menghasilkan gliserol dengan tingkat kemurnian yang lebih tinggi dari penelitian Mulia (2014) yang menggunakan perlakuan tekanan 15 inHg dan suhu 90-95°C pada skala laboratorium dimana menghasilkan gliserol berkadar 94,19%. Sedangkan pada penelitian ini perlakuan tekanan yang digunakan lebih rendah serta suhu yang lebih tinggi dari penelitian tersebut, maka dalam memisahkan gliserol dengan pengotornya lebih mudah. Pengotor yang memiliki titik didih tertinggi yaitu asam fosfat sebesar 158°C pada tekanan normal menjadi lebih mudah untuk dipisahkan dengan kombinasi perlakuan yang digunakan. Pengujian kadar air Air merupakan salah satu indikator pengotor di dalam gliserol karena dapat menurunkan tingkat kemurnian gliserol. Kandungan air pada gliserol berasal dari reaksi hidrolisis maupun oksidasi gliserol pada saat proses penyimpanan, produksi dan saat proses pemurnian gliserol 80%. Pada penelitian yang dilakukan Mulia (2014) pada Tabel 4, terjadi peningkatan kadar air dari proses pemurnian gliserol kasar menjadi gliserol 80%. Di mana pada gliserol kasar terkandung air sebanyak 0,629% dan pada gliserol 80% sebesar 6,767% (Tabel 4). Dari hasil analisa kadar air (Lampiran 2.b) yang dihasilkan berkisar antara 107-119 ppm. Berdasarkan hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05 (Lampiran 3.b) menunjukkantidak ada pengaruh nyata pada setiap perlakuan yang digunakan terhadap kadar air gliserol yang dihasilkan. Pemisahan gliserol dengan air terbilang mudah pada semua proses yang dilakukan. Penggunaan perlakuan tekanan 10 inHg dan suhu 100°C sudah sangat efektif dalam menghilangkan air pada gliserol karena pada dasarnya titik didih air pada tekanan normal adalah 100°C,maka pada semua proses perlakuan dapat dengan mudah memisahkan air dengan gliserol. Pengaruh tekanan dan suhu terhadap kadar air yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel5. Tabel 5 Pengaruh tekanan dan suhu terhadap kadar air yang dihasilkan Perlakuan Tekanan (inHg) Suhu (°C) 10 100 10 115 10 130 5 100 5 115 5 130
Kadar Air (ppm) 109 ±13 109 ±11 114 ±24 116 ±16 119 ±6 107 ±8
Pada Tabel 5, semua kombinasi perlakuan yang digunakan terbilang efektif dalam mengurangi kadar air pada gliserol hasil pemurnian.Gliserol dengan kadar air terendah dihasilkan menggunakan kombinasi perlakuan tekanan 5 inHg dan suhu 130°C yaitu 107 ppm. Kadar air gliserol yang dihasilkan sudah memenuhi standar mutu SNI 06-1564-1995 yaitu maksimal 10% atau 100.000
11
ppm, standar Chemical Associates yaitu 5% atau 50.000 ppm serta sudah memenuhi standar USP (United States Pharmacopeia) yaitu maksimal 0,5% atau 5000 ppm. Pengujian kadar abu
Kadar abu (%)
Kadar abu adalah salah satu indikator yang dapat mempengaruhi tingkat kemurnian gliserol. Kadar abu menunjukkan jumlah bahan anorganik berupa sisasisa garam, logam serta mineral. Bahan-bahan anorganik tersebut merupakan pengotor yang masuk ataupun terbentuk di dalam gliserol pada saat proses produksi atau penyimpanan. Kadar abu yang tinggi tidak diharapkan karena akan mempengaruhi kualitas dari gliserol. Dari hasil analisa kadar abu (Lampiran 2.c) yang dihasilkan berkisar antara 1,58 - 1,78%. Berdasarkan hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05 (Lampiran 3.c) menunjukkan ada pengaruh nyata pada perlakuan yang digunakan terhadap kadar abu gliserol yang dihasilkan. Menurut uji lanjut Duncan yang dilakukan, kadar abu terendah dihasilkan menggunakan tekanan 10 inHg dan suhu 100°C yaitu 1,58%. Kadar abu tertinggi dihasilkan dengan menggunakan tekanan 5 inHg dan suhu 130°C yaitu sebesar 1,78%. Diduga peningkatan kadar abu disebabkan semakin tinggi suhu dan semakin rendah tekanan yang digunakan maka semakin banyak pengotor MONG yang diuapkan. Dengan semakin banyak MONG yang diuapkan, maka volume dari gliserol akan semakin berkurang namun pengotor yang terlarut di dalam gliserol tetap karena tidak menguap. Di mana gliserol yang memiliki kadar abu tertinggi yaitu sebesar 1,78% memiliki kadar MONG paling rendah yaitu 1,17%.Pengaruh tekanan dan suhu terhadap kadar abu yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 6.
1,9 1,7
1,58
1,63
1,66
1,70
1,73
1,78
Keterangan : P : Tekanan T : Temperatur
1,5 1,3 0
Gambar 6 Pengaruh tekanan dan suhu terhadap kadar abu yang dihasilkan Dari hasil analisis pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa penggunaan tekanan yang semakin rendah dan penggunaan suhu yang semakin tinggi menghasilkan kadar abu gliserol yang semakin tinggi.Pada penelitian ini kadar abu gliserol berupa K3PO4yang terbentuk pada saat proses pemberian asam fosfat 85%. Katalis KOH pada proses pembuatan biodiesel bereaksi dengan asam fosfat (H3PO4) yang membentuk K3PO4. Bahan tersebut adalah bahan anorganik yang dapat larut dalam air dan gliserol serta memiliki ikatan ion yang kuat maka nilai titik didihnya tinggi. Dengan perlakuan yang digunakan sangat sulit untuk memisahkan gliserol dengan bahantersebut. Namun semua kombinasi perlakuan
12
yang digunakan pada distilasi vakum berskala 25 liter dinilai efektif dalam memurnikan gliserol karena tidak banyak meningkatkan kadar abu. Nilai kadar abu gliserol yang dihasilkan sudah memenuhi standar mutu SNI 06-1564-1995 yaitu maksimal 10%. Pengujian kadar MONG
Kadar MONG (%)
Material Organic Non-Glycerol (MONG) atau bahan organik bukan gliserol, merupakan pengotor dari gliserol. Kandungan yang terdapat pada MONG adalah asam lemak, metanol, serta sisa dari proses produksi biodiesel dan sisa proses pemurnian gliserol 80%. Nilai kadar MONG menurut SNI 06-1564-1995 didapat dari perhitungan 100% dikurangi dengan jumlah kadar gliserol, kadar air dan kadar abu. Dari hasil analisa Kadar MONG (Lampiran 2.d) yang dihasilkan berkisar 1,17% -7,48%. Berdasarkan hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% danα = 0,05 (Lampiran 3.d) menunjukkan ada pengaruh nyata pada perlakuan yang digunakan terhadap kadar MONG gliserol yang dihasilkan. Menurut uji lanjut Duncan yang dilakukan, penggunaan tekanan 10 inHg pada suhu 100ºC menghasilkan gliserol dengan kadar MONG tertinggi yaitu 7,48% dengan hasil berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Namun penggunaan suhu 130ºC menunjukkan perlakuan yang menghasilkan gliserol dengan kadar MONG terendah yaitu 1,17% dan perlakuan tersebut menunjukkan hasil yang berbeda nyata juga dengan perlakuan yang lainnya.Pengaruh tekanan dan suhu terhadap kadar MONG yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 7. 10 8 6 4 2 0
7,48 5,52
4,79 1,96
1,70
1,17
Keterangan : P : Tekanan T : Temperatur
Gambar 7 Pengaruh tekanan dan suhu terhadap kadar MONG yang dihasilkan Kadar MONG yang dihasilkan berbanding lurus dengan perlakuan kombinasi yang digunakan. Semakin rendah tekanan vakum dan semakin tinggi suhu yang digunakan maka kadar MONG pada gliserol akan semakin menurun. Pada tekanan 5 inHg pengotor dengan titik didih tertinggi yaitu asam fosfat (158°C pada tekanan 30 inHg) dapat lebih mudah dipisahkan dengan gliserol. Maka pada tekanan 5 inHg kadar MONG pada gliserol yang dihasilkan dapat lebih rendah. Perlakuan tekanan 5 inHg terbukti efektif mengurangi kadar MONG sesuai dengan SNI 06-1564-1995 yaitu maksimum 2,5%.
13
Pengujian nilai pH
Nilai pH
Pengukuran nilai pH pada gliserol hasil pemurnian dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keasamannya. Nilai pH gliserol yang semakin mendekati netral akan semakin baik, karena lebih mudah diaplikasikan ke berbagai produk dan sesuai dengan kebutuhan industri. Dari hasil analisa nilai pH (Lampiran 2.e) yang dihasilkan berkisar 5,55 - 6,28. Berdasarkan hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05 (Lampiran 3.e) menunjukkan ada pengaruh nyata pada perlakuan yang digunakan terhadap nilai pH gliserol yang dihasilkan. Menurut uji lanjut Duncan yang dilakukan, semua perlakuan menunjukkan hasil yang saling berbeda nyata. Gliserol hasil pemurnian yang memiliki pH paling mendekati netral adalah gliserol yang menggunakan tekanan 5 inHg pada suhu 130ºC yaitu sebesar 6,28. Diduga peningkatan nilai pH gliserol mendekati netral disebabkan semakin berkurangnya kadar MONG pada gliserol. Gliserol hasil pemurnian dengan pH 6,28 memiliki kadar MONG terendah yaitu 1,17%. Sedangkan gliserol hasil pemurnian dengan nilai pH terendah yaitu 5,55 memiliki kadar MONG tertinggi yaitu 7,48%. Pengaruh tekanan dan suhu terhadap nilai pH yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 8. 6,4 6,2 6 5,8 5,6 5,4 5,2 5 0
6,07
6,18
6,28
5,80 5,55
5,61
Keterangan : P : Tekanan T : Temperatur
Gambar 8 Pengaruh tekanan dan suhu terhadap nilai pH yang dihasilkan Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa semakin rendah tekanan vakum dan semakin tinggi suhu pemanasan yang digunakan, maka nilai pH gliserol yang dihasilkan semakin mendekati netral. Menurut Cai (2013), pengotor gliserol pada tingkat kemurnian 80% adalah air, asam lemak, metanol dan asam fosfat. Dari bahan-bahan tersebut yang memiliki pH terendah adalah asam fosfatyaitu <1. Maka dengan seiring berkurangnya kadar MONG maka kadar pH gliserol juga akan semakin meningkat mendekati netral. Pengujian viskositas kinematis (40°C) Viskositas kinematis menunjukkan nilai dari kekuatan tahan atau hambatan gliserol untuk mengalir di bawah pengaruh suhu, gravitasi dan tekanan. Semakin besar nilai viskositas kinematis gliserol, maka akan semakin besar hambatan gliserol untuk mengalir karena semakin kental. Hasil viskositas kinematis yang tinggi dapat menunjukkan gliserol hasil pemurnian memiliki
14
ViskositasKine matis (cSt)
ketahanan tinggi yang diakibatkan oleh perubahan suhu apabila gliserol akan diaplikasikan pada proses yang menggunakan suhu tinggi sifatnya akan tetap. Dari hasil analisa nilai viskositas kinematis (Lampiran 2.f) yang dihasilkan berkisar 136,3-252,6 cSt. Berdasarkan hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05 (Lampiran 3.f) menunjukkan ada pengaruh nyata pada perlakuan yang digunakan terhadap viskositas kinematis gliserol yang dihasilkan. Menurut uji lanjut Duncan yang dilakukan, semua perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata satu sama lainnya.Viskositas kinematis gliserol tertinggi dihasilkan dengan penggunaan kombinasiperlakuan tekanan 5 inHg dan suhu 130°C. Pengaruh tekanan dan suhu terhadap nilai viskositas kinematis yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 9. 260 220 180 140 100 60 0
174,2
193,6
221,8
244,4 252,6
136,3
Keterangan : P : Tekanan T : Temperatur
Gambar 9 Pengaruh tekanan dan suhu terhadap nilai viskositas kinematis yangdihasilkan Dari Gambar 9, nilai viskositas kinematis dari gliserol hasil pemurnian yang dihasilkan berbanding lurus dengan kombinasi perlakuan yang digunakan. Semakin rendah tekanan dan semakin tinggi suhu yang digunakan maka viskositas kinematis dari gliserol yang digunakan semakin tinggi. Nilai viskositas kinematis pada gliserol hasil pemurnian berbanding lurus dengan tingkat kemurnian gliserol. Dimana semakin tinggi nilai viskositas kinematisnya, maka tingkat kemurnian gliserol semakin tinggi. Peningkatan nilai viskositas kinematis gliserol hasil pernurnian disebabkan semakin berkurangnya pengotor gliserol berupa MONG. Pada MONG terdapat pengotor berupa metanol dan asam fosfat yang memiliki nilai viskositas kinematis di bawah gliserol hasil pemurnian. Menurut data Methanex (2006), metanol memiliki nilai viskositas kinematis (40°C) sebesar 5,81cSt. Sedanglan asam fosfat 85% menurut data PhotasCorp (2012) memiliki nilai viskositas kinematis (40°C) sebesar 14 cSt. Seiring dengan semakin berkurangnya kadar MONG gliserol maka nilai viskositas kinematisnya semakin meningkat. Pengujian densitasdan specific gravity Densitas atau berat jenis merupakan perbandingan berat bahan dengan volumenya pada suhu tertentu. Dari hasil analisa nilai densitas (Lampiran 2.g) gliserol hasil pemurnian berkisar antara 1,2521-1,2658 gr/cm3. Nilai densitas gliserol yang dihasilkan berbanding lurus dengan perlakuan proses yang
15
Densitas 25°C (gr/cm3)
digunakan serta tingkat kemurniannya. Semakin rendah tekanan dan tinggi suhu yang digunakan, nilai densitas gliserol yang dihasilkan semakin tinggi. Berdasarkan hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05 (Lampiran 3.g) menunjukkan ada pengaruh nyata pada perlakuan yang digunakan terhadap nilai densitas gliserol yang dihasilkan. Menurut uji lanjut Duncan yang dilakukan, semua perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata satu sama lainnya. Pengaruh tekanan dan suhu terhadap nilai densitas yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 10. 1,27 1,2629
1,265 1,2571 1,2584
1,26 1,255 1,25
1,2521
1,2648 1,2658 Keterangan : P : Tekanan T : Temperatur
1,2450
Gambar 10 Pengaruh tekanan dan suhu terhadap nilai densitas yang dihasilkan Dari Gambar 10, nilai densitas gliserol hasil pemurnian yang dihasilkan berbanding lurus dengan kombinasi perlakuan yang digunakan. Semakin rendah tekanan dan semakin tinggi suhu yang digunakan serta semakin tinggi tingkat kemurnian gliserol maka nilai densitas semakin tinggi.Nilai densitas dari gliserol hasil pemurnian dinilai sudah baik. Mengacu pada standar DGR yaitu 1,26 gr/cm3 untuk nilai densitas gliserol, maka gliserol yang memenuhi standar adalah gliserol yang dihasilkan dengan menggunakan perlakuan tekanan 5 inHg pada suhu 100°C, 115°C dan 130°C. Nilai densitas gliserol dapat dipengaruhi oleh pengotor gliserol yang berupa MONG. Pada MONG terdapat air dan metanol yang memiliki densitas di bawah gliserol. Menurut data Methanex (2006), nilai densitas metanol adalah 0,7866 gr/cm3 dan air adalah 1,000 gr/cm3. Seiring dengan berkurangnya kadar MONG pada gliserol maka densitasnya meningkat. Dari gambar 10 dapat dilihat perlakuan menggunakan tekanan 5 inHg pada suhu 130°C memiliki nilai densitas tertinggi dan perlakuan tersebut memiliki MONG paling rendah diantara semua perlakuan yaitu sebesar 1,17%. Specific gravity merupakan perbandingan densitas bahan dibandingkan dengan densitas air pada suhu tertentu (Speight 2005). Dari hasil analisis nilai specific garvity (Lampiran 2.h) yang dihasilkan antara 1,2578 – 1,2716. Mengacu pada standar USP (United States Pharmacopeial) yaitu minimal 1,249, maka nilai specific gravity seluruh glierol hasil pemurnian sudah memenuhi standar. Berdasarkan hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05 (Lampiran 3.h) menunjukkan ada pengaruh nyata pada perlakuan yang digunakan terhadap nilai specific gravity gliserol yang dihasilkan. Menurut uji lanjut Duncan yang dilakukan, semua perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata satu sama lainnya.Pada Gambar 11 dapat dilihat pengaruh tekanan dan suhu terhadap nilai specific gravity yang dihasilkan.
Specific gravity 25°C
16
1,28 1,275 1,27 1,265 1,26 1,255 1,25 1,2450
1,2628 1,2639
1,2684
1,2708 1,2716
1,2578
Keterangan : P : Tekanan T : Temperatur
Gambar 11 Pengaruh tekanan dan suhu terhadap nilai specific gravity yang dihasilkan Dari hasil analisis, nilai specific gravity gliserol hasil pemurnian yang dihasilkan berbanding lurus dengan kemurnian serta densitas gliserol. Semakin tinggi tingkat kemurnian serta densitas gliserol maka specific gravitydari gliserol juga semakin tinggi. Peningkatan nilaispecific gravity gliserol hasil pemurnian disebabkan dengan menurunnya pengotor MONG terutama berupa air dan metanol. Menurut data Methanex (2006), specific gravity dari metanol adalah 0,7866 dan specific gravity untuk air adalah 1,0000. Dengan berkurangnya pengotor MONG tersebut maka nilai specific gravity dari gliserol terus meningkat. Gliserol hasil pemurnian dengan nilai specific gravity tertinggi yaitu dengan perlakuan 5 inHg pada suhu 130°C memiliki kadar MONG terendah yaitu 1,17%. Pengujian titik nyala (flash point) Titik nyala (flash point) adalah suhu pada saat bahan dapat menguap dan menyala namun belum terbakar secara kontinyu. Yoeswono dan Tahir (2007) menjelaskan bahwa titik nyala merupakan salah satu sifat yang memberi kemudahan dalam penanganan bahan dan penyimpanan terhadap bahaya kebakaran. Dari hasil analisa nilai titik nyala (Lampiran 2.i) gliserol hasil pemurnian berkisar 149,5-190,3°C. Berdasarkan hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05 (Lampiran 3.i) menunjukkan ada pengaruh nyata pada perlakuan yang digunakan terhadap nilai flash point gliserol yang dihasilkan. Menurut uji lanjut Duncan yang dilakukan, semua perlakuan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata terhadap nilai titik nyala yang dihasilkan kecuali gliserol hasil pemurnian yang menggunakan perlakuan tekanan 10inHg pada suhu 100ºC. Pada perlakuan tersebut memiliki nilai MONG tertinggi yaitu 7,48%. Pengaruh tekanan dan suhu terhadap titik nyala (flash point) yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 12.
Titik nyala (°C)
17
200
176,3
186,2 189,6 190,1 190,3
175 150
149,5
Keterangan : P : Tekanan T : Temperatur
125 100 0
Gambar 12 Pengaruh tekanan dan suhu terhadap titik nyala (flash point) yang dihasilkan Dari Gambar 12, nilai titik nyala dari gliserol yang dihasilkan berbanding lurus dengan tingkat kemurnian dan perlakuan yang digunakan, dimana semakin rendah tekanan semakin tinggi suhu yang digunakan, maka titik nyala dari gliserol yang dihasilkan semakin tinggi. Mengacu pada standar Chemical Associates (2013) yaitu nilai titik nyala 199°C, maka titik nyala dari gliserol hasil pemurnian belum memenuhi standarteknis. Titik nyala dari gliserol dapat dipengaruhi oleh kandungan residu alkohol dalam gliserol seperti metanol. Menurut data Methanex (2006), metanol memiliki nilai titik nyala 12°C. Seiring dengan semakin berkurangnya kadar MONG maka nilai titik nyala dari gliserol semakin meningkat. Pengujian titik tuang (pour point) Titik tuang (pour point) menunjukkan nilai dari suhu terendah suatu bahan untuk dapat mengalir dibawah kondisi yang ditetapkan. Titik tuang yang rendah artinya gliserol tersebut memiliki karakteristik termal baik dengan rentang yang luas antara titik tuang dan titik nyala. Sehingga dalam penggunaannya, titik tuang yang rendah menjadi keuntungan sendiri saat gliserol tersebut digunakan pada kondisi ekstrim bersuhu rendah. Dari hasil analisa nilai titik tuang (Lampiran 2.j) gliserol hasil pemurnian berkisar -24 sampai dengan -30°C. Berdasarkan hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05 (Lampiran 3.j) menunjukkantidak ada pengaruh nyata pada setiap perlakuan yang digunakan terhadap titik tuang gliserol yang dihasilkan. Nilai titik tuang dari gliserol hasil pemurnian antara -24°C sampai dengan -30°C. Semua nilai titik tuang gliserol hasil pemurnian sudah terbilang baik karena gliserol masih dapat mengalir jauh di bawah suhu 0°C. Dengan begitu gliserol hasil pemurnian mempunyai nilai lebih apabila akan diaplikasikan pada suhu rendah. Pengaruh tekanan dan suhu terhadap titik tuang (pour point) yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 6.
18
Tabel 6 Pengaruh tekanan dan suhu terhadap titik tuang (pour point) yang dihasilkan Perlakuan Tekanan (inHg) Suhu (°C) 10 100 10 115 10 130 5 100 5 115 5 130
Titik Tuang (°C) -30 ±4,24 -27 ±0 -27 ±0 -24 ±4,24 -28,5 ±2,12 -28,5 ±2,12
Pengujian titik didih(boiling point)
Titik didih (°C)
Titik didih (boiling point) merupakan nilai suhu dimana bahan mendidih serta dapat menguap. Menurut Speight (2005), titik didih cairan merupakan suhu dimana tekanan uap cairan sama dengan tekanan normal atmosfer. Gliserol murni dengan kadar 99,99% memiliki titik didih sebesar 290°C pada 1 atm. Dari hasil analisa nilai titik didih (Lampiran 2.k) gliserol hasil pemurnian berkisar 97ºC126,5°C. Berdasarkan hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05 (Lampiran 3.k) menunjukkan ada pengaruh nyata pada perlakuan yang digunakan terhadap nilai boiling point gliserol yang dihasilkan. Menurut uji lanjut Duncan yang dilakukan, gliserol hasil pemurnian menggunakan perlakuan tekanan 10 inHg pada suhu 100°C menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan kecuali dengan perlakuan menggunakan tekanan 5 inHg pada suhu 130ºC. Pengaruh tekanan dan suhu terhadap titik didih (boiling point) yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 13 130 110 90 70
97
104
110
114
116
126,5 Keterangan : P : Tekanan T : Temperatur
50
Gambar 13 Pengaruh tekanan dan suhu terhadap titik didih (boilling point) yang dihasilkan Dari Gambar 13, nilai titik didih yang dihasilkan berbanding lurus dengan tingkat kemurnian dan perlakuan yang digunakan, dimana semakin rendah tekanan semakin tinggi suhu yang digunakan, maka titik didih dari gliserol yang dihasilkan semakin tinggi.Mengacu pada standar Chemical Associates (2013) yaitu 171ºC, maka nilai titik didih dari gliserol hasil pemurnian belum ada yang
19
memenuhi standar. Nilai titik didih gliserol dapat dipengaruhi oleh pengotor yang ada pada gliserol berupa air, metanol dan asam fosfat. Pengotor tersebut memiliki nilai titik didih di bawah gliserol. Perlakuan menggunakan tekanan 10 inHg pada suhu 100ºC memiliki nilai MONG tertinggi yaitu 7,48% dan memeiliki nilai titik terendah yaitu 97°C. Sebaliknya perlakuan menggunakan tekanan 5 inHg pada suhu 130ºC memiliki nilai MONG terendah yaitu 1,17% dan memiliki nilai titik didih tertinggi yaitu 126,5ºC. Menurut Speight (2005), metanol memiliki titik didih 64,7°C dan air 100°C pada tekanan normal. Dan mengacu pada data PhotasCorp (2012), asam fosfat 85% pada tekanan normal memiliki nilai titik didih 158°C. Dengan masih adanya kandungan MONG maka akan mempengaruhi nilai titik didih dari gliserol.Dengan masih adanya pengotor pada gliserol, maka dapat mempengaruhi titik didih dari gliserol tersebut seperti air, metanol atau asam fosfat karena memiliki titik didih jauh dibawah giserol.
5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Dari semua kondisi proses pemurnian yang telah dilakukan, kondisi proses menggunakan distilasi vakum berskala 25 liter pada tekanan vakum 5 inHg dan suhu 130°C selama 2 jam adalah perlakuan pemurnian yang terbaik. 2. Dari perlakuan pemurnian terbaik menghasilkan kadar kemurnian gliserol sebesar 97,03% dengan kadar air 0,0107%, kadar abu 1,78%, kadar MONG 1,29%, nilai pH 6,24, viskositas kinematis (40°C) 252,6 cSt, densitas 1,266 gr/cm3, titik nyala 190,3°C, titik tuang -28,5°C dan titik didih 126,5°C. Saran Pada penelitan selanjutnya perlu dicari metode proses untuk dapat meningkatkan kemurnian dari gliserol dengan menurunkan kadar abu dan MONG pada gliserol untuk mencapai tingkat kemurnian di atas 99,5%. Perlu adanya penghitungan biaya produksi proses pemurnian gliserol untuk persiapan skala industri.
20
DAFTAR PUSTAKA [ASTM] American Society for Testing and Material. 2005. Standard test method for pour point of petroleum products. Washington DC: American Society for Testing and Material. Chemical Associates, 2013. Tech Grade Glycerine. Material safety data sheet. 1270 South Cleveland – Massillon Road. Cai T, Li H, Zhao H, Liao K. 2013. Purification of crude glycerol from waste cooking oil based biodiesel production by orthogonal test method. China Petroleum Processing and Petrochemical Technology. 15 : 48-53. [DGR] Dutch Glycerin Refinery, 2014. Glycerine. Safety data sheet. Oosterhorn 10, NL – 9936 HD Farmsum. [ESDM] Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2015. Menteri ESDM luncurkan pelaksanaan pemanfaatan biodiesel 15% (B15). Siaran Pers, No:15/SJI/2015. Farobie, O. 2009. Pemanfaatan gliserol hasil samping produksi biodiesel sebagai bahan penolong penghancur semen. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Gerpen JV. 2004. Business Management for Biodiesel Producer. Subcontractor Report NREL: Iowa State University. Kern. 1966. Glycerol. Encyclopedia of Chemical Technology. 10th ed. New York: Interscience Publishers. Kocsisová T, Cvengroš J. 2006. G-phase from Methyl Ester Production-Splitting and Refining. Petroleum & Coal. 48(2): 1-5. Lindsay RC. 1985. Food Additives dalam: Fennema, O.R(ed.). Food Chemistry. New York (US): Marcel Dekker. Marbun BTH, Aristya R, Corina AN, Hutapea PA. 2013. Innovation of purified glycerol palm oil in drilling fluid system. American Journal of Oil and Chemical Technologies.Volume 1. Issue 10, December 2013. Methanex. 2006. Technical Information& Safe Handling Guidefor Methanol. Methanex Corporation. Vancouver, Canada. Mulia W. 2014. Perbaikan proses pemurnian gliserol hasil samping industri biodiesel menggunakan distilasi vakum. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor PotashCorp, 2012. Purified phosphoric acid.Technical Information Bulletin. Skokie Boulevard Northbrook, IL United States. [SDA] The Soap and Detergent Association. 1990. Glycerine:an overview. 475 Park Avenue South, New York. Speight JG. 2005. Lange’s handbook of chemistry 16th Ed. New York (US): The McGraw-Hill Companies. Suryani A, Hambali E, Rivai M. 2007. Pemanfaatan gliserin dari hasil samping produksi dari berbagai bahan baku (sawit, jarak, kelapa) biodiesel sabun transparan. Di dalam Konferensi Nasional 2007 – Pemanfaatan hasil samping industry biodiesel dan industry etanol serta peluang pengembangan industry integratednya. Jakarta. 13 Maret 2007. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI 06-1564-1995: Gliserol Kasar. Jakarta: SNI.
21
Tyson KS. 2003. Biodiesel R&D Potential. Montana: National Renewable Energy Laboratory. [USP] United States Pharmacopeial. 2015. USGlycerin: Material Safety Data Sheet. Rockville, MD 20852-1790, USA. Yoeswono T, Tahir. 2007. The use of ash of palm empty fruit bunches as a source of base catalyst for synthesis of biodiesel from palm kernel oil. Yogyakarta:Proceeding of International Conferences on Chemical Sciences (ICCS-2007). Yong KC, Ooi TL, Dzulkefly K, Wanyunus WMZ, Hazimah A.2001. Refining of crude glycerine recovered from glycerol residue by simple vacuum distillation. J Oil Palm Res. 13 : 39-44.
22
LAMPIRAN Lampiran 1 Metode Analisis Gliserol Kadar gliserol (SNI-06-1564-1995) Alat : Neraca analitis, Erlenmeyer 500 ml dengan tutup, pipet volumetrik 10 mldan 50 ml, biuret 50 ml Bahan :Gliserol hasil pemurnian, NaIO4, aquades, H2SO4 0,2 N, etilen glikol netral 1:1, indikator BTB 0,1%, larutan standar NaOH 0,5 N, NaOH 0,05 N Metode : Standarisasi NaOHdengan asam oksalat dihidrat [(COOH2)2 x 2 H2O] 0,5 N Pembuatan larutan asam oksalat dihidrat [(COOH2)2 x 2 H2O] 0,5 N dalam 100 ml: 𝑁=
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 (𝑔𝑟) 𝐵𝐸 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 (𝐿)
bobot (gr) = 0,5 N bobot (gr) = 3,15 gram
Jadi, sebanyak 3,15 gram asam oksalat dihidrat diencerkan dalam 100 ml akuades yang kemudian dipipetkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 10 ml dan ditambah dengan 3-5 tetes indikator PP. Setelah itu dilakukan titrasi NaOH untuk mengetahui normalitas NaOH sebenarnya.
Perhitungan normalitas NaOH terstandarisasi: V1 × N1 = V2 × N2 10 ml × N1 = 10 ml × 0,5 N N1 = 0,5 N
Keterangan : V1= Volume titrasi NaOH N1= Normalitas NaOH yang sebenarnya
V2= Volume asam oksalat N2= Normalitas asam oksalat
Pembuatan larutan NaIO4: Sebanyak 60 gram NaIO4 dimasukkan ke dalam labu ukur yang kemudian ditambahkan 500 ml air. Setelah itu ditambahkan 120 ml H2SO4 0,1 N dan tera dengan air hingga 1000 ml, larutan dikocok, bila tidak jernih, saring dengan glasswall. Simpan di dalam botol coklat dan tempat gelap. Penentuan kadar gliserol: Sebanyak 0,5 g gliserol dilarutkan dengan 50 ml air di dalam Erlenmeyer 500 ml. Kemudian ditambahkan 5-7 tetes indikator bromtimol biru dan larutan
23
diasamkan dengan H2SO4 0,2 N sampai terbentuk warna kuning kehijauan. Setelah itu, larutan dinetralkan dengan NaOH 0,5 N sampai tepat terbentuk warna biru. Buat blanko dengan 50 ml air sebagaimana perlakuan terhadap sampel. Lalu sebanyak 50 ml larutan NaIO4 dipipet ke dalam sampel dan blanko, kemudian diaduk perlahan, ditutup, dan didiamkan dalam ruangan gelap suhu kamar selama 30 menit. Setelah itu, dipipetkan 10 ml larutan etilen glikol 1:1. Larutan diaduk perlahan, ditutup, dan didiamkan dalam gelap pada suhu ruang selama 20 menit. Larutan diencerkan dengan 300 ml aquades dan ditambahkan 3 tetes indikator bromtimol biru. Kemudian larutan hasil campuran tersebut ditirasi dengan NaOH 0,5 N sampai tepat terbentuk warna biru. Berikut adalah rumus untuk perhitungan kadar gliserol. 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑜𝑙 % =
𝑇1 − 𝑇2 𝑥 𝑁 𝑥 9,209 𝑊
Keterangan: T1 = ml NaOH untuk titrasi sampel T2 = ml NaOH untuk titrasi blanko N = normalitas NaOH untuk titrasi (0,5)
W = bobot contoh (g) 9,209 = faktor gliserol
Kadar air (SNI 06-1564-1995) secara Karl Fischer Method Alat : Peralatan titrasi Karl Fischer, Erlenmeyer 300 ml, pipet volumetrik 50 ml, pengaduk listrik, biuret Bahan : Gliserol hasil pemurnian, metanoik iodine, pereaksi Karl Fischer, larutan piridin methanol belerang dioksida Metode : Pipet 25 ml larutan piridin methanol belerang dioksida ke dalam Erlenmeyer 300 ml dengan tutup. Dengan pengaduk listrik, titrasi larutan dengan metanolik iodine sampai warna merah stabil 10 detik setelah pengadukan. Angkat Erlenmeyer dari biuret. Dan timbang ke dalamnya sampel (10 g sampel untuk kadar air 0-1,5%, 5 g sampel untuk kadar air 1,5-3%, 2 g sampel untuk kadar air 3-8%). Titrasi sampai warna merah stabil selama 5 menit lalu Erlenmeyer segera ditutup setelah pembacaan titik akhir. Berikut perhitungan kadar air:
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 % = Keterangan: V = ml pereaksi untuk titrasi sampel F = faktor air
𝑉 𝑥 𝐹 𝑥 100 𝑊 W = bobot contoh (g)
Kadar abu (SNI 06-1564-1995) Alat :Neraca analitis, cawan platina atau cawan porselen, tanur listrik, pembakar bunsen, eksikator Bahan : Gliserol hasil pemurnian
24
Metode : Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dalam cawan platina yang sudah diketahui bobotnya. Cawan diuapkan di atas pembakar Bunsen dengan nyala kecil, selanjutnya nyala diperbesar hingga sampel menjadi arang. Kemudian cawan dipindahkan dalam tanur listrik pada suhu 750°C selama 10 menit. Cawan didinginkan dalam eksikator dan timbang. Ulangi ke eksikator dan timbang hingga bobot tetap. Kadar abu kemudian ditentukan dengan persamaan sebagai berikut.
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 % =
𝑊2 𝑥 100% 𝑊1
Keterangan: W1 = bobot gliserol setelah pembakaran (g) W2 = bobot gliserol sebelum pembakaran (g) Kadar MONG (SNI 06-1564-1995) MONG atau bahan organik bukan gliserol yang berupa sisa garam dan sabun didapat dari perhitungan sebagai berikut:
MONG = 100% - (Kadar gliserol + Kadar air + Kadar abu)
Derajat keasaman (pH) dengan pH meter Alat :pH meter (Schott Handylab pH 11), gelas piala Bahan : Gliserol hasilpemurnian, aquades, larutan buffer pH 4, 7, dan 10 Metode : Sampel dipipet sebanyak 30 ml ke dalam gelas piala 50 ml. Kemudian sampel yang akan dianalisa ditentukan nilai pH nya menggunakan alat pH meter yang telah dikalibrasi dengan larutan buffer untuk pH 4, 7, dan 10. Sedangkan aquades adalah untuk mencuci pH meter saat sebelum dan setelah digunakan. Densitas dan Specific Gravity dengan densitymeter DMA 4500M Anton Paar (ISO 12185) Densitas gliserol akan berpengaruh terhadap densitas lumpur pemboran yang akan dibuat. Pengukuran densitas dilakukan dengan menggunakan densitymeter DMA 4500M Anton Paar. Prosedur pemakaian alat adalah sebagai berikut: alat dihidupkan dengan tombol di bagian belakang alat, selanjutnya pilih metode yang diinginkan. Selang pompa disambungkan ke adapter dan pompa diaktifkan. Setelah itu suhu pengukuran diatur dan alat dapat digunakan dengan penyuntikan syringe yang mengandung sampel. Bila hasil pengukuran telah didapatkan, u-tube dibilas dengan pelarut yang dapat melarutkan sampel. Pembilasan dilakukan minimal 5 kali sampai benar-benar bersih. Setelah itu, selang pompa dimasukkan lagi ke dalam adapter dan pompa diaktifkan. Pompa dapat dimatikan setelah u-tube diyakini sudah bersih dan kering. Setelah pompa dimatikan, suhu ditunggu hingga mencapai 30°C dan nilai densitas udara didapatkan nilai 0,00121 g/cm3. Alat pun siap untuk digunakan untuk sampel selanjutnya.
25
Viskositas kinematis (ASTM D 445-09) Alat :Viskometer Otswald, gelas piala, penangas air, neraca, termometer Bahan :Gliserol hasilpemurnian, aquades, air suling, aseton Metode : Viskometer Otswald dibersihkan dengan cairan pembersih, kemudian dibilas hati-hati dengan air suling dan dikeringkan dengan aseton di udara terbuka. Alat dicelupkan ke dalam termostat air yang bertemperatur 25ºC agar tercapai ekuilibrium. Gelas yang berisi air diletakkan di dalam termostat tersebut. Air suling yang telah disetimbangkan temperaturnya dimasukkan ke dalam viskometer. Densitas juga dapat diukur pada alat tersebut pada kondisi yang sama. Untuk fluida nonkompresibel, viskositas dihitung dengan persamaan:
𝑑𝑉 𝛱 𝑥 𝑟 4 𝑥(𝑃1 − 𝑃2) = 𝑑𝑡 𝛿𝑥𝜂𝑥𝐿 Keterangan: η = viskositas kinematik dV = laju alir fluida melalui kapiler dt r = diameter kapiler
L = panjang kapiler P1-P2 = beda tekanan pada kedua ujung kapiler
Bila viskositas air suling dapat diketahui, maka viskosias fluida (gliserol) dapat dihitung melalui persamaan: 𝜇=
𝜇𝑠 𝑥 𝜃 𝑥 𝜌 𝜃𝑠 𝑥 𝜌𝑠
Keterangan : μ = viskositas dinamis (cP) θ = waktu yang dibutuhkan fluida untuk batas atas hingga batas bawah ρ = densitas Titik didih (ASTM D – 86-09) Alat :Gelas piala, penangas air, neraca, termometer Bahan :Gliserol hasilpemurnian, aquades Metode : Mulanya 100 ml air dipanaskan hingga mendidih. Sambil menunggu air mendidih, timbang bahan (gliserol kasar dan gliserol murni). Kemudian ukur titik didih air yaitu pada saat gelembung uap dapat terbentuk dipermukaan cairan yang diikuti penguapan yang terjadi di setiap titik dalam cairan. Kemudian masukkan sampel, lalu ukur titik didihnya dengan termometer. Titik nyala (ASTM D 92-05a) Alat :Wadah, alat uji titik nyala, termometer, pengaduk Bahan :Gliserol hasilpemurnian
26
Metode : Sampel dimasukkan ke dalam wadah hingga mencapai tanda batas pengisian. Temperatur wadah dan sampel dijaga pada 18°C di bawah titik nyala yang diharapkan. Setelah itu wadah dipasang pada alat dan ditutup dengan rapat. Kemudian baru dinyalakan api untuk pengujian dan diameternya diatur hingga mencapai 3,2-4,8 mm. Pemberian panas dilakukan dengan laju tertentu dengan kenaikan sebanyak 5-6°C per menit. Saat dilakukan pemanasan, pengadukan dilakukan pada 90-120 rpm dengan gerakan putaran ke bawah. Jika titik nyala yang diharapkan lebih dari 110°C, sumber nyala api diletakkan ketika temperatur sampel mencapai 23±5°C dibawah titik nyala dan setiap kenaikan 2°C. Pengadukan dihentikan dan api dinyalakan dengan mekanisme yang ada pada alat uji. Pencatatan temperatur dilakukan ketika terjadi nyala api didalam wadah uji. Bila pada uji pertama titik nyala segera diketahui, maka dilakukan pengujian ulang dengan sampel baru yang memiliki temperatur 23±5°C dibawah titik nyala yang diketahui pada uji sebelumnya. Bila uji nyala memiliki nilai yang lebih tinggi dari 28°C diatas titik nyala sebelumnya, perlu dilakukan uji titik nyala dengan sampel baru untuk mengetahui titik nyala sebenarnya. Perhitungan titik nyala jika terjadi dengan perbedaan tekanan atmosfer dilakukan sebagai berikut. Titik nyala = C + 0,25 (101,3 – K)
Keterangan : C = titik nyala yang diamati (dalam °C) K = tekanan barometrik ambien (dalam kPa) Titik tuang (ASTM 97 2005) Alat :Wadah, alat uji titik tuang, termometer, water bath, jaket penghalang Bahan :Gliserol hasilpemurnian Metode : Sampel dituang ke dalam wadah uji hingga mencapai tanda batas. Bila sampel memiliki sensitivitas terhadap panas, maka sampel perlu didiamkan terlebih dahulu selama 24 jam dalam suhu ruang. Kemudian wadah uji ditutup dengan menggunakan sumbat yang memiliki termometer tuang-tinggi. Pada sampel dengan titik tuang diatas -33°C, pemanasan dilakukan tanpa pengadukan hingga mencapai 9°C diatas titik tuang yang diharapkan. Setelah itu, wadah uji dipindahkan ke dalam water bath dengan suhu 24°C. Wadah uji tidak dibolehkan menyentuh langsung medium pendingin sehingga harus menggunakan jaket penghalang. Pembacaan titik tuang dilakukan pada saat sampel memiliki temperatur sebesar 9°C diatas titik tuang yang diharapkan dan dilakukan setiap terjadi penurunan temperatur sebesar 3°C. Bila temperatur sampel mencapai temperatur awal, maka jaket penghalang dilepaskan dengan tidak memberikan goncangan pada sampel. Bila sampel memiliki titik tuang lebih42rendahdari27°C, maka wadah dipindahkan ke dalam water bath dengan suhu lebih rendah sesuai dengan jadwal berikut.
Sampel pada 27°C, dipindahkan ke 0°C water bath Sampel pada 9°C, dipindahkan ke -18°C water bath
27
Sampel pada -6°C, dipindahkan ke -33°C water bath Sampel pada -24°C, dipindahkan ke -51°C water bath Sampel pada -42°C, dipindahkan ke -69°C water bath Ketika sampel sudah tidak bergerak lagi, wadah uji ditahan selama 5 sekon dalam posisi horizontal. Bila terjadi gerakan, maka wadah uji dimasukkan kembali ke dalam water bath. Bila sudah tidak ada gerakan, pencatatan temperatur dilakukan. Perhitungan titik tuang dapat dilakukan sebagai berikut. Titik tuang = Pembacaan temperatur + 3°C
28
Lampiran 2 Data Hasil Analisis Sifat Fisiko-Kimia Gliserol 2.a Pengujian kadar gliserol (Min. 80%, SNI 06-1564-1995) Perlakuan Tekanan Suhu (inHg) (°C) 10
100
10*
100*
10
115
10*
115*
10
130
10*
130*
5
100
5*
100*
5
115
5*
115*
5
130
5*
130* Blanko
Volume NaOH (ml) 0,5 N Awal
Akhir
Terpakai
3,5 16,1 12,1 24,8 6,4 18,4 8 20,2 6,2 18,6 0 12 0,7 13,2 3,3 16 13.9 26 15.7 28,3 18,8 31,2 19,4 32 32,8 31,9
16,1 28,2 24,8 37,4 18,4 30,8 20,2 32,4 18,6 30,1 12 24,3 13,2 25,8 16 28 0,9 13,9 3,6 15,7 6,8 18,8 6,7 19,4 34,1 33,3
12,6 12,7 12,7 12,6 12 12,4 12,2 12,2 12,4 11,5 12 12,3 12,5 12.6 12,7 12 13 12,1 12,1 12,6 12 12,4 12,7 12,6 1,3 1,3
Bobot sampel (gr) 0,5652 0,5484 0,5761 0,5733 0,5263 0,5522 0,5381 0,5406 0,5418 0,5051 0,5237 0,5408 0,5352 0,5413 0,5447 0,5104 0,5568 0,5133 0,5139 0,5376 0,5060 0,5270 0,5428 0,5308
Kadar gliserol (%) 91,8365 90,4618 90,8962 90,5389 93,3876 92,3348 93,0470 92,6167 94,1072 91,8508 93,8513 93,4318 96,1260 95,8913 96,1361 96,2968 96,5218 96,6477 96,5348 96,5513 97,1342 96,7501 96,4226 97,7882
Rata-rata ± Std 90,933 ±0,7827
92,846 ±0,4646
93,310 ±0,5883
96,112 ±0,1670
96,563 ±0,0572
97,023 ±0,6830 1,3 ±0
Pada seluruh sampel mengunakan Blanko dengan nilai 1,3. dan normalitas NaOH
untuk titrasi adalah 0,4988. Contoh perhitungan kadar gliserol pada sampel teknaan 10 dan suhu 100°C : 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑜𝑙 % =
𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 − 𝑉 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 9,209 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑜𝑙 % =
12,6 − 1,3 𝑥 0,4988 𝑥 9,209 0,5652
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑜𝑙 % = 91,8365 %
29
2.b Pengujian kadar air Perlakuan Tekanan Suhu (inHg) (°C) 10 100 10* 100* 10 115 10* 115* 10 130 10* 130* 5 100 5* 100* 5 115 5* 115* 5 130 5* 130*
Kadar air (ppm) 118 99 117 101 131 97 127 105 123 115 112 101
Rata-rata ± Std 109 ±13 109 ±11 114 ±24 116 ±16 119 ±6 107 ±8
2.c Pengukuran nilai abu Perlakuan Tekanan Suhu (inHg) (°C) 10 100 10* 100* 10 115 10* 115* 10 130 10* 130* 5 100 5* 100* 5 115 5* 115* 5 130 5* 130*
NKadar abu (%) Ulangan 1
Ulangan 2
1,5594 1,5673 1,6910 1,6175 1,6365 1,6284 1,6729 1,7054 1,7123 1,7342 1,7662 1,7893
1,5999 1,5765 1,5880 1,6098 1,7044 1,6586 1,7225 1,7113 1,7104 1,7452 1,7974 1,7797
Rata-rata ± Std 1,5757 ±0,0175 1,6265 ±0,0447 1,6569 ±0,0341 1,7029 ±0,2126 1,7255 ±0,0170 1,7843 ±0,0162
2.d Perhitungan bahan organik bukan gliserol/ MONG (Max. 2,5%, SNI 061564-1995) Perlakuan Tekanan Suhu (inHg) (°C) 10 100 10* 100* 10 115 10* 115* 10 130 10* 130* 5 100 5* 100* 5 115 5* 115* 5 130 5* 130*
Kadar gliserol (%) = A 91,1491 90,7176 92,8610 92,8319 93,4337 93,6416 96,4378 96,2165 96,5848 96,5431 97,1206 96,9422
Kadar abu (%) =B 1,5797 1,5719 1,6395 1,6137 1,6705 1,6435 1,6977 1,7084 1,7114 1,7397 1,7818 1,7845
Kadar air (%) =C 0,0118 0,0099 0,0117 0,0101 0,0131 0,0097 0,0127 0,0105 0,0123 0,0115 0,0112 0,0101
MONG (%) = 100% - (A + B + C) 7,2594 7,7006 5,4878 5,5443 4,8827 4,7052 1,8518 2,0646 1,6915 1,7057 1,0864 1,2632
Rata-rata ± Std 7,4800 ±0,3120 5,5160 ±0,0310 4,7939 ±0,1255 1,9582 ±0,1505 1,6986 ±0,0100 1,1748 ±0,1250
30
2.e Pengujiankadar pH Perlakuan Tekanan Suhu (inHg) (°C) 10 100 10* 100* 10 115 10* 115* 10 130 10* 130* 5 100 5* 100* 5 115 5* 115* 5 130 5* 130*
Nilai pH Ulangan 1
Ulangan 2
5,57 5,52 5,63 5,58 5,81 5,78 6,04 6,1 6,19 6,18 6,38 6,21
5,56 5,54 5,60 5,64 5,80 5,80 6,07 6,08 6,17 6,16 6,24 6,25
Rata-rata ± Std 5,55 ±0,0222 5,61 ±0,0275 5,80 ±0,0126 6,07 ±0,0250 6,18 ±0,0129 6,28 ±0,0907
2.f Pengujian viskositas kinematis 40°C metode ASTM D 445-09 Perlakuan Tekanan Suhu (inHg) (°C) 10 100 10 115 10 130 5 100 5 115 5 130
Kadar air (%) Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata ± Std
130,7 173,8 194,3 221,6 244,6 251,9
141,8 174,5 192,8 222,0 244,2 253,3
136,25 ±7,85 174,15 ±0,50 193,55 ±1,06 221,80 ±0,28 244,40 ±0,28 252,60 ±0,99
2.g Pengujian densitas Perlakuan Tekanan Suhu (inHg) (°C) 10 100 10* 100* 10 115 10* 115* 10 130 10* 130* 5 100 5* 100* 5 115 5* 115* 5 130 5* 130*
Densitas 25°C (g/cm3) Ulangan 1
Ulangan 2
1,2523 1,2520 1,2572 1,2569 1,2583 1,2585 1,2621 1,2636 1,2653 1,2640 1,2660 1,2658
1,2521 1,2521 1,2573 1,2572 1,2830 1,2584 1,2622 1,2638 1,2656 1,2643 1,2656 1,2660
Rata-rata ± Std 1,2521 ±0,0001 1,2571 ±0,0001 1,2584 ±0,0001 1,2629 ±0,0009 1,2648 ±0,0002 1,2658 ±0,0010
31
2.h Pengujian specific gravity Perlakuan Tekanan Suhu (inHg) (°C) 10 100 10* 100* 10 115 10* 115* 10 130 10* 130* 5 100 5* 100* 5 115 5* 115* 5 130 5* 130*
Spcific Gravity Ulangan 1
Ulangan 2
1,2578 1,2581 1,2626 1,2630 1,2638 1,2640 1,2676 1,2690 1,2708 1,2706 1,2714 1,2720
1,2576 1,2579 1,2628 1,2629 1,2638 1,2641 1,2677 1,2693 1,2711 1,2707 1,2714 1,2718
Rata-rata ± Std 1,2578 ±0,0002 1,2628 ±0,0002 1,2639 ±0,0002 1,2684 ±0,0009 1,2708 ±0,0002 1,2716 ±0,0003
2.i Pengujian titik nyala (flash point) metode ASTM D 2500-11 Perlakuan Tekanan Suhu (inHg) (°C) 10 100 10 115 10 130 5 100 5 115 5 130
Flash point (°C) Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata ± Std
140 180 180 180 180 180
158,9 172,5 192,3 199,1 200,1 200,5
149,45 ±13,36 176,25 ±5,30 186,15 ±8,70 189,55 ±13,51 190,05 ±14,21 190,25 ±14,50
2.j Pengujian titik tuang (pour point) metode ASTM D 2500-11 Perlakuan Tekanan Suhu (inHg) (°C) 10 100 10 115 10 130 5 100 5 115 5 130
Pour point (°C) Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata ± Std
-33 -27 -27 -21 -30 -30
-27 -27 -27 -27 -27 -27
-30 ±4,24 -27 ±0,00 -27 ±0,00 -24 ±4,24 -28,5 ±2,12 -28,5 ±2,12
2.k Pengujian titik didih (boiling point) metode ASTM D 2500-11 Perlakuan Tekanan Suhu (inHg) (°C) 10 100 10 115 10 130 5 100 5 115 5 130
Boiling point (°C) Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata ± Std
96 98 105 108 112 109
98 110 115 120 120 144
97 ±1,41 104 ±8,49 110 ±7,07 114 ±8,49 116 ±5,66 126,5 ±24,75
32
Lampiran 3 Data Hasil Analisis ragam dan Uji Duncan 3.a Hasil analisis ragam terhadap kadar gliserol Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas (db) 5 18 23
Jumlah Kuadrat (KT) 120,370 6,042 126,412
Kuadrat tengah (KT) 24,074 0,336
F hitung
Sig.
71,725
0,000
Kesimpulan Artinya
: Karena sigma 0,0000 < 0,05. maka tolak Ho : Ada perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap kadar gliserol yang dihasilkan.
Hasil uji lanjut Duncan terhadap kadar gliserol Perlakuan Grup (α = 0,05) Jumlah Tekanan Suhu (°C) 1 2 3 (inHg) 10 10 10 5 5 5
100 115 130 100 115 130 Signifikan
4 4 4 4 4 4
4
90,933 92,846 93,310 96,112 96,563 1,000
0,272
0,285
96,563 97,023 0,276
Kesimpulan : - Perlakuan menggunakan tekanan 10 inHg pada suhu 100ºC menunjukkan kadar gliserol terendah dan berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya. - Perlakuan menggunakan tekanan 10 inHg pada suhu 115ºC menunjukkan kadar gliserol yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan tekanan 10 inHg pada suhu 130ºC. - Perlakuan menggunakan tekanan 5 inHg pada suhu 115ºC menunjukkan kadar gliserol yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan tekanan 5 inHg pada suhu 100ºC dan suhu 130ºC. Namun perlakuan menggunakan tekanan 5 inHg pada suhu 130ºC menunjukkan perbedaan nyata dengan perlakuan menggunakan tekanan 5 inHg pada suhu 100ºC - Perlakuan menggunakan tekanan 5 inHg pada suhu 115ºC menunjukkan kadar gliserol tertinggi dari semua perlakuan.
3.b Hasil analisis ragam terhadap kadar air Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas (db) 5 6 11
Jumlah Kuadrat (KT) 240,667 1221,000 1461,667
Kuadrat tengah (KT) 48,133 203,500
F hitung
Sig.
0,237
0,932
Kesimpulan Artinya
: Karena sigma 0,932> 0,05. maka terima Ho : Tidak ada perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air yang dihasilkan.
33
Hasil uji lanjut Duncan terhadap kadar air Perlakuan Grup (α = 0.05) Jumlah Tekanan Suhu (°C) 1 (inHg) 5 10 10 10 5 5
130 100 115 130 100 115 Signifikan
2 2 2 2 2 2
0,010650 0,010850 0,010900 0,011400 0,011600 0,011900 0,429
Kesimpulan : - Perlakuan menggunakan tekanan 5 inHg pada suhu 130ºC menunjukkan kadar air terendah. - Semua perlakuan menunjukkan kadar air yang tidak berbeda nyata.
3.c Hasil analisis ragam terhadap kadar abu Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas (db) 5 18 23
Jumlah Kuadrat (KT) 0,110 0,013 0,123
Kuadrat tengah (KT) 24,074 0,336
Kesimpulan Artinya
: Karena sigma 0,0000 < 0,05. maka tolak Ho : Ada perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu yang dihasilkan.
Hasil uji lanjut Duncan terhadap kadar abu Perlakuan Jumlah Tekanan Suhu (°C) 1 (inHg)
F hitung
Sig.
71,725
0,000
Grup (α = 0,05) 2
3
4
100 4 1,5757 115 4 1,6265 130 4 1,6569 100 4 1,7030 115 4 1,7255 130 4 1,7831 Signifikan 1,000 0,130 0,255 1,000 Kesimpulan : - Perlakuan menggunakan tekanan 10 inHg pada suhu 100ºC menunjukkan kadar abu terendah dan berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya. - Perlakuan menggunakan tekanan 10 inHg pada suhu 115ºC menunjukkan kadar abu yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan tekanan 10 inHg pada suhu 130ºC. - Perlakuan menggunakan tekanan 5 inHg pada suhu 100ºC menunjukkan kadar abu yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan tekanan 5 inHg pada suhu 115ºC. - Perlakuan menggunakan tekanan 5 inHg pada suhu 130ºC menunjukkan kadar abu tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya. 10 10 10 5 5 5
34
3.d Hasil analisis ragam terhadap kadar MONG Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas (db) 5 6 11
Jumlah Kuadrat (KT) 0,110 0,013 0,123
Kuadrat tengah (KT) 24,074 0,336
F hitung
Sig.
71,725
0,000
Kesimpulan Artinya
: Karena sigma 0.0000 < 0.05. maka tolak Ho : Ada perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap kadar MONG yang dihasilkan.
Hasil uji lanjut Duncan terhadap kadar MONG Perlakuan Grup (α = 0,05) Jumlah Tekanan Suhu 1 2 3 (inHg) (°C)
4
5
130 2 1,1748 115 2 1,6986 100 2 1,9582 130 2 4,7939 115 2 5,5160 100 2 7,4800 Signifikan 1,000 0,155 1,000 1,000 1,000 Kesimpulan : - Perlakuan menggunakan tekanan 5 inHg pada suhu 130ºC menunjukkan kadar MONG terendah dan berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya. - Perlakuan menggunakan tekanan 5 inHg pada suhu 115ºC menunjukkan kadar MONG yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan tekanan 5 inHg pada suhu 130ºC - Perlakuan menggunakan tekanan 10 inHg pada suhu 100ºC menunjukkan kadar MONG tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya. 5 5 5 10 10 10
3.e Hasil analisis ragam terhadap nilai pH Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas (db) 5 18 23
Jumlah Kuadrat (KT) 1,835 0,24 1,859
Kuadrat tengah (KT) 0,367 0,001
F hitung
Sig.
279,923
0,000
Kesimpulan Artinya
: Karena sigma 0,0000 < 0,05. maka tolak Ho : Ada perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadapnilai pH yang dihasilkan.
35
Hasil uji lanjut Duncan terhadap nilai pH Perlakuan Tekanan Suhu Jumlah 1 2 (inHg) (°C) 10 10 10 5 5 5
100 115 130 100 115 130 Signifikan
4 4 4 4 4 4
Grup (α = 0,05) 3
4
5
6
5,5475 5,6125 5,7975 6,0725 6,1750 1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
6,2700 1,000
Kesimpulan : - Masing-masing perlakuan menunjukkan nilai pH yang berbeda nyata. - Perlakuan menggunakan tekanan 10 inHg pada suhu 100ºC menunjukkan nilai pH terendah. - Perlakuan menggunakan tekanan 5 inHg pada suhu 130ºC menunjukkan nilai ph tertinggi atau semakin medekati netral.
3.f Hasil analisis ragam terhadap viskositas kinematis 40°C Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas (db) 5 6 11
Jumlah Kuadrat (KT) 19801,974 64,115 19866,089
Kuadrat tengah (KT) 3960,395 10,686
F hitung
Sig.
370,621
0,000
Kesimpulan Artinya
: Karena sigma 0.0000 < 0.05. maka tolak Ho : Ada perlakuan yang memberikan pengaruhnyata terhadap nilai viskositas kinemtais yang dihasilkan.
Hasil uji lanjut Duncan terhadap viskositas kinematis 40°C Perlakuan Grup (α = 0,05) Tekanan Suhu Jumlah 1 2 3 4 5 6 (inHg) (°C) 10 100 4 136,250 10 115 4 174,150 10 130 4 193,550 5 100 4 221,800 5 115 4 244,400 5 130 4 252,600 Signifikan 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Kesimpulan : - Masing-masing perlakuan menunjukkan nilai viskositas kinematis yang berbeda nyata. - Perlakuan menggunakan tekanan 10 inHg pada suhu 100ºC menunjukkan nilai viskositas kinematis terendah. - Perlakuan menggunakan tekanan 5 inHg pada suhu 130ºC menunjukkan nilai viskositas kinematis tertinggi.
36
3.g Hasil analisis ragam terhadap nilai densitas Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas (db) 5 18 23
Jumlah Kuadrat (KT) 0,001 0,000 0,001
Kuadrat tengah (KT) 0,000 0,000
F hitung
Sig.
346,186
0,000
Kesimpulan Artinya
: Karena sigma 0.0000 < 0.05. maka tolak Ho : Ada perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap densitas yang dihasilkan.
Hasil uji lanjut Duncan terhadap nilai densitas Perlakuan Grup (α = 0,05) Jumlah Tekanan Suhu 1 2 3 (inHg) (°C) 5 5 5 10 10 10
100 115 130 100 115 130 Signifikan
4 4 4 4 4 4
4
5
1,2521 1,2571 1,2584 1,2629
1,000
1,000
1,000
1,000
1,2649 1,2653 0,420
Kesimpulan : - Perlakuan menggunakan tekanan 10 inHg pada suhu 100ºC menunjukkan nilai densitas terendah dan berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. - Perlakuan menggunakan tekanan 5 inHg pada suhu 130ºC menunjukkan nilai densitas tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan menggunakan tekanan 5 inHg pada suhu 115ºC.
3.h Hasil analisis ragam terhadap nilai specific gravity Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas (db) 5 18 23
Jumlah Kuadrat (KT) 0,001 0,00 0,001
Kuadrat tengah (KT) 0,000 0,00
F hitung
Sig.
680,242
0,000
Kesimpulan Artinya
: Karena sigma 0.0000 < 0.05. maka tolak Ho : Ada perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap nilai specific gravity yang dihasilkan.
37
Hasil uji lanjut Duncan terhadap nilaispecific gravity Perlakuan Grup (α = 0,05) Tekanan Suhu Jumlah 1 2 3 4 (inHg) (°C) 5 5 5 10 10 10
100 115 130 100 115 130 Signifikan
4 4 4 4 4 4
5
6
1,2578 1,2628 1,2639 1,2684 1,2708 1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
1,2761 1,000
Kesimpulan : - Perlakuan menggunakan tekanan 10 inHg pada suhu 100ºC menunjukkan nilai densitas terendah dan berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. - Semua perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai specific gravity yang dihasilkan.
3.i Hasil analisis ragam terhadap titik nyala (flash point) Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas (db) 5 6 11
Jumlah Kuadrat (KT) 2563,947 876,910 3440,857
Kuadrat tengah (KT) 512,789 146,152
F hitung
Sig.
3,509
0,079
Kesimpulan Artinya
: Karena sigma 0.0000 < 0.05. maka tolak Ho : Ada perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap nilai titik nyalayang dihasilkan.
Hasil uji lanjut Duncan terhadap titik nyala (flash point) Perlakuan Grup (α = 0.05) Jumlah Tekanan Suhu 1 2 (inHg) (°C) 10 10 10 5 5 5
100 115 130 100 115 130 Signifikan
2 2 2 2 2 2
149,450 176,250
0,068
176,250 186,150 189,550 190,050 190,250 0,0310
Kesimpulan : - Perlakuan menggunakan tekanan 10 inHg pada suhu 100ºC menunjukkan nilai titik nyalaterendah dan hanya sama dengan perlakuan menggunakan tekanan 10 inHg pada suhu 115ºC. - Semua perlakuan menunjukkan nilai titik nyala yang tidak berbeda nyata kecuali perlakuan menggunakan tekanan 10 inHg pada suhu 100ºC.
38
3.j Hasil analisis ragam terhadap titik tuang (pour point) Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas (db) 5 6 11
Jumlah Kuadrat (KT) 42,000 45,000 87,000
Kuadrat tengah (KT) 8,400 7,500
F hitung
Sig.
1,120
0,439
Kesimpulan Artinya
: Karena sigma 0.439> 0.05. maka terima Ho : Tidak ada perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap nilai titik tuang yang dihasilkan.
Hasil uji lanjut Duncan terhadap titik tuang (pour point) Perlakuan Grup (α = 0,05) Jumlah Tekanan Suhu (°C) 1 (inHg) 10 5 5 10 10 5
100 115 130 115 130 100 Signifikan
2 2 2 2 2 2
-30,000 -28,500 -28,500 -27,000 -27,000 -24,000 0,085
Kesimpulan : - Semua perlakuan menunjukkan titik tuang yang tidak berbeda nyata.
3.k Hasil analisis ragam terhadap titik didih (boilling point) Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas (db) 5 6 11
Jumlah Kuadrat (KT) 1039,750 840,910 1880,250
Kuadrat tengah (KT) 207,950 140,083
F hitung
Sig.
1,484
0,320
Kesimpulan Artinya
: Karena sigma 0.320> 0.05. maka terima Ho : Tidak ada perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap nilai titik didih yang dihasilkan.
Hasil uji lanjut Duncan terhadap titik didih (boilling point) Perlakuan Grup (α = 0,05) Jumlah Tekanan Suhu (°C) 1 (inHg) 100 2 97,000 115 2 104,000 130 2 110,000 100 2 114,000 115 2 116,000 130 2 126,500 Signifikan 0,058 Kesimpulan : - Semua perlakuan menunjukkan titik didih yang tidak berbeda nyata. 10 10 10 5 5 5
39
Lampiran 4 Dokumentasi penelitian 4.a Rangkaian alat pemurnian gliserol berupa reaktor pemanas untuk meningkatkan keurnian gliserol dari 40%-50% menjadi 80%. Tempat masuknya bahan.
Alat pengontrol suhu dan kecepatan putaran pengaduk.
Kran keluarnya bahan. Gliserol 80% yang belum di filtrasi.
4.b Rangkaian alat pemurnian gliserol berupa alat filtrasi untuk memisahkan gliserol 80% dari asam lemak bebas dan garam-garam. Tempat menaruh bahan yang akan di filtrasi.
Keluarnya hasil filtrasi. Gliserol 80% yang sudah di filtrasi.
Selang masuknya bahan yang akan di filtrasi dengan menggunkan pompa. Alat penyaring (filter).
40
4.c Rangkaian alat pemurnian gliserol berupa distilasi vakum untuk meningkatkan kemurnian gliserol dari 80% menjadi di atas 95%. Kondensor. Alat pengontrol suhu dan kecepatan pengaduk.
Alat pembaca tekanan di dalam reaktor.
Tuas pengatur tekanan.
Kran keluarnya pengotor. Hasil pemisahan berupa MONG.
4.d Gliserol hasil pemurnian dengan perlakuan tekanan 10 inHg pada beberapa macam suhu
100°C
115°C
130°C
41
4.e Gliserol hasil pemurnian dengan perlakuan tekanan 5 inHg pada beberapa macam suhu
100°C
115°C
130°C
42
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Maret 1988 sebagai anak ke tiga dari ayah bernama Muhammad Rasyid dan ibu Dedes Komandini Irianti. Pendidikan taman kanak-kanak hingga menengah atas ditempuh di kota Jakarta. Pendidikan sekolah menengah atas ditempuh di SMA AL-Izhar Pondok Labu sejak 2003-2006. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Program Studi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Jatinangor sejak September 2006 dan lulus Januari 2012. Penulis melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor sejak September 2012.