0 Peningkatan Kemampuan Guru Pembimbing Menyusun RPBK dan Penerapannya dengan Memanfaatkan Media Koran Dan TIK melalui Diskusi teman Seprofesi Yuddo Suswanto1 Abstrak: Kemampuan guru pembimbing di SMPN 2 senduro dalam menyusun RPBK dengan memanfaatkan media cetak dan TIK dirasakan masih belum maksimal. Berkenaan dengan materi layanan yakni nilai-nilai budi pekerti luhur dengan memanfaatkan media layanan khusunya media cetak koran dan TIK hampir belum tersentuh. Media TIK yang dimaksud adalah Lap Top dan LCD. Setelah diberikan perlakuan dalam dua siklus oleh peneliti melalui diskusi memberikan hasil cukup memuaskan. Penyusunan RPBK mengalami peningkatan cukup baik. Untuk penerapan RPBK dalam layanan informasi cukup efektif. Kondisi ini ditandai dengan peningkatan persentase ketuntasan klasikal. Kata Kunci : Kemampuan, Media Koran, TIK, diskusi Pendahuluan Banyak media layanan yang dapat dimanfaatkan oleh guru Pembimbing dalam upaya memberikan bantuan kepada konseli. Mulai dari media yang bersifat konvensional sampai pada yang canggih. Mulai dari yang ada di sekitar guru pembimbing dan konseli sampai pada tingkat yang lebih luas. Persoalannya adalah mau atau mampukah para guru pembimbing memanfaatkan media tersebut pada proses layanan bimbingan dan konseling. Peningkatan guru pembimbing dalam mengemban profesinya sangat diharapkan bisa melakukan pengembangan profesi khususnya dalam pemanfaatan media layanan bimbingan dan konseling. Hal ini dilakukan agar dapat lebih mengefektifkan pemberian bantuan layanan kepada konseli. Sehingga konseli diharapkan dapat lebih mudah menyerap pesan yang diberikan atau lebih mudah menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Pada gilirannya konseli dapat menikmati belajar dengan aktif, efektip, enjoy dan mampu melakukan pengembangan diri cara belajar dan pemecahan masalah yang dihadapi. Lebih berkembang lagi diharapkan konseli mampu menemukan cara belajar sendiri dan cara memecahkan masalahnya sendiri. Pemanfaatan media cetak sebagai salah satu media yang dapat dipergunakan menyampaikan pesan bimbingan konseling dirasakan cukup efektip. Khususnya dalam upaya penanaman nilai-nilai budi pekerti. Hal ini mengingat bahwa penyimpangan perilaku yang dimuat media cetak ( koran ) merupakan kondisi nyata sebagian pergaulan yang ada di masyarakat. Ketika konseli dihadapkan pada kondisi tersebut diharapkan dapat mempengaruhi pikiran dan perasaannya untuk memilih dan memilah bagaimana sebaiknya konseli harus bergaul di tangah-tengah masyarakat, sekolah maupun keluarga. Demikian halnya dengan kondisi pergaulan positip yang dimuat di media cetak, diharapkan mampu mengubah cara berpikir dan mengembangkan cara bergaul secara positip. Diharapkan pula konseli mampu membangun pemikiran bahwa menerapkan nilai-nilai budi pekerti dalam kehidupan sehari-hari melalui pergaulan positip akan lebih memudahkan diri dalam pencapaian masa depan. Media penyampaian pesan yang dapat dimanfaatkan guru pembimbing selain media cetak dapat menggunakan media teknologi informasi komunikasi (TIK). Kemampuan guru pembimbing memanfaatkan media TIK perlu ditingkatkan dengan harapan konseli menerima pesan materi layanan bisa lebih mudah, aktif dan senang. Beberapa hal yang dapat ditangkap dari pengamatan khususnya bagi guru pembimbing di SMPN 2 Candipuro khususnya pemanfaatan TIK dalam layanan bimbingan
1
Konselor dan Kepala SMPN 2 Senduro Lumajang
1 konseling masih belum maksimal. Seperti pemanfaatan LCD, lap top, CD layanan bimbingan konseling, TV dan sebagian yang lain fasilitas TIK yang ada di sekolah. Agar pemanfaatan media TIK dapat efektip, guru diharapkan dapat mendesain konsep yang menarik dan disenangi konseli dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Bimbingan Konseling ( RPBK ) dan sekaligus penerapannya. Konsep tersebut diharapkan bernuansa kontekstual. Dengan demikian konseli akan berpikir bahwa materi layanan yang disajikan dan diterimanya ada dalam kehidupan dunia nyata manusia dan ada di sekitar kehidupannya. Selain itu guru dapat menampilkan kondisi obyektip penerapan perilaku budi pekerti baik di masyarakat, sekolah maupun keluarga sebagai model pembelajaran perilaku di hadapan konseli. Perlu dipahami bahwa kedua jenis media itu memiliki kelebihan dan kekurangan sesuai dengan karakteristiknya. Namun guru pembimbing hendaknya mampu mempertajam efektifitasnya sehingga kelemahan yang ada dapat diminimalkan dengan tidak mengabaikan harapan agar konseli dapat mengikuti layanan secara aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan. Dalam konteks itu khususnya penyampaian materi nilai-nilai budi pekerti, melalui diskusi guru pembimbing yang ada di SMP Negeri 2 Senduro Lumajang diharapkan mampu meningkatkan kemampuannya dalam memanfaatkan media bimbingan dan konseling khususnya menggunakan media cetak dan teknologi informasi dan komunikasi. Sehingga ke depan dan seiring perkembangan IPTEK guru pembimbing mampu melakukan pengembangan profesi khususnya dalam pemanfaatan media layanan bimbingan dan konseling. Memperhatikan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah yaitu (1) apakah melalui diskusi guru pembimbing dapat meningkatkan kemampuannya dalam menyusun RPBK dengan memanfaatkan media koran dan TIK ?. (2) Apakah penerapan RPBK dengan menggunakan media koran dan TIK dapat meningkatkan persentase ketuntasan klasikal ? Pembahasan Banyak ahli pembelajaran khususnya tentang media memberikan pengertian media. Di antaranya Gerlach & Ely ( 1971 ) mengemukakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat konseli mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Proses bimbingan dan konseling pada hakekatnya adalah proses pemberian bantuan kepada individu atau sekelompok individu agar ia dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi. Segala jenis media yang digunakan dalam proses bimbingan dan konseling merupakan media bimbingan dan konseling. Arief S. Sadiman seperti dikutip oleh Sukijo (2003:5) menyebutkan kegunaan media pendidikan meliputi : (1) Memperjelas penyampaian pesan; (2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera; (3) Mengatasi sikap pasif konseli dengan jalan menggunakan media secara tepat dan bervariasi; (4) Memberikan pengalaman yang integral dari yang konkrit sampai yang abstrak dan (5) Menyamakan pengalaman. Memperhatikan batasan media tersebut dapat diberikan pemahaman bahwa pada prinsipnya media merupakan alat bantu komunikasi untuk lebih memudahkan dan mengefektifkan dalam penyampaian pesan atau informasi dan bagi penerimanya lebih mudah menyerap dan memahami pesan atau informasi yang diterimanya. Dalam kontek pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah bahwa media sebagai alat bantu layanan bimbingan dan konseling agar konseli lebih mudah memahami pesan atau informasi yang diberikan oleh konselor atau guru pembimbing sehingga konseli bisa mengembangkan kemampuannya untuk menyelesaikan persoalan
2 yang dihadapinya baik pada proses belajar, pribadi dan sosialnya serta hal-hal yang berkenaan dengan karir dan masa depannya. Jika proses layanan dapat berlangsung secara efektif, semua itu sebagai akibat yang ditimbulkan oleh pemanfaatan media bimbingan yang dikemas secara efektif dan efisien oleh konselor atau guru pembimbing dengan tidak mengabaikan kesesuaian media dengan materi layanan serta kondisi yang menyertai unsur-unsur yang terlibat pada proses layanan. Jadi, menjadi sangat penting bagi guru pembimbing atau konselor dalam aplikasi layanan bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kemampuannya dalam pemanfaatan media bimbingan dan konseling di sekolah. Dalam konteks penelitian ini yaitu pemanfaatan media untuk membantu layanan informasi dengan materi nilai-nilai budi pekerti diharapkan guru pembimbing mampu mengoperasionalkan media yang dipergunakan yaitu media cetak dan media komputer yakni lap top dan layar tayangan. 1. Media Cetak Koran Surat kabar merupakan salah satu media cetak dapat dimanfaatkan sebagai media bimbingan dan konseling di sekolah. Pada surat kabar dapat ditampilkan secara terbuka berbagai fakta dan aktual yang disajikan dalam bentuk informasi. Secara khusus sering dijumpai atau disajikan penyimpangan-penyimpangan perilaku dalam pengertian perilaku yang memiliki nilai-nilai budi pekerti. Sajian ini tidak hanya terbatas pada orang tua dan dewasa tetapi juga menyajikan penyimpangan perilaku yang diakukan oleh anak pada usia sekolah. Semisal penyimpangan perilaku seks pada remaja, anak durhaka, tindakan kriminal dan masih banyak lagi yang sering disajikan dalam surat kabar yang dialami anak-anak usia sekolah. Kejadian aktual tentu sangat menarik bagi konseli untuk segera mengetahuinya secara utuh. Jika kondisi itu dijelaskan secara lisan dan abstrak maka tidak jarang mengalami kesulitan untuk dipahami. Dalam perkembangannya hal tersebut kemudian dianalisis yang hasilnya bahwa media cetak dapat memunculkan pemahaman dan keaktifan konseli untuk melakukan penyelesaian masalah yang dihadapi. Bahkan ia mampu menemukan cara memecahkan masalahnya sesuai dengan caranya sendiri. Walaupun dalam realitanya memungkinkan hasilnya berbeda antara konseli satu dengan konseli lainnya. Pemanfaatan media cetak surat kabar oleh guru pembimbing hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga dapat menarik. Desain yang bagus dan menarik diharapkan tidak hanya memudahkan konseli menerima pesan tetapi mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi secara mandiri. Melalui media cetak diharapkan konseli mampu menyusun kembali penyimpangan perilaku yang telah dialami atau yang sedang dihadapi untuk menjadi pengalaman yang tidak menguntungkan dan harus diakhiri. Kemudian ke depan ia berupaya menyusun sederetan perilaku dengan rencana masa depan cemerlangnya dengan mengimplementasikan perilaku yang memiliki nilai-nilai budi pekerti. Untuk bisa mencapai kondisi tersebut sangat diperlukan pada guru pembimbing melakukan peningkatan profesi khususnya dalam pemanfaatan media layanan bimbingn dan konseling di sekolah. 2. Media TIK Media berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi ( TIK ) merupakan salah satu dari berbagai media yang dapat dimanfaatkan dalam proses bimbingan dan konseling. Dalam proses bimbingan konseling, media TIK dapat dikembangkan secara baik. Pengembangan media TIK ini ada yang dikenal dengan media TIK “kraetif” yaitu merupakan hasil rekayasa pengombinasian media TIK. Dalam hal ini menuntut guru pembimbing lebih banyak pengembangan diri pemanfaatan media yang berbasis TIK. Seperti halnya dengan media berbasis komputer, dikemukakan Arsyad (2007;96) bahwa dewasa ini media tersebut memeiliki fungsi yang berbeda dalam bidang pendidikan dan laitihan. Komputer berperan sebagai manajer dalam proses pembelajaran yang dikenal dengan nama Computer-Managed Instruction (CMI). Ada pula komputer yang berperan sebagai pembantu tambahan dalam belajar; pemanfataannya mel;iputi penyajian
3 informasi isi materi pelajaran, latihan, atau keduanya. Modus ini dikenal sebagai Computer Assisted Instruction (CAI). Kemampuan guru pembimbing memanfaatkan TIK, ia dapat menciptakan media bimbingan dan konseling dengan baik, inovatif, kreatif sehingga dapat membangun rasa senang konseli. Ia dapat memanfaatkan softwear seperti Power Point, Flash, Aplikasi Grafis, pengolahan teks dan gambar. Agar lebih menarik dapat menggunakan Learning Compect Disk ( LCD ) dan layar tayangan. Dengan demikian secara leluasa guru dapat menyiapkan materi layanan bimbingan yang interaktif dilengkapi audio dan video. Konseli dapat dihadapkan pada dunia nyata yang sambung dengan materi layanan yang sebelumnya telah didesain dan atau disambungkan dengan internet. Tentunya suasana layanan bimbingan yang kreatif, aktif, efektif dan menyenangkan akan lebih menggairahkan konseli untuk menerima materi layanan. Konseli dapat dihadapankan pada perilaku aktual khususnya yang menggambarkan nilai-nilai budi pekerti. Melalui tayangan informasi konseli diajak untuk mengeksplorasi aneka perilaku budi pekerti. Sesekali guru memberikan tugas aggar konseli mengakses beberapa halaman website tentang budi pekerti. 3. Manfaat Media Bimbingan Konseling Bagi Guru Pembimbing Dalam proses pembelajaran dan bimbingan konseling pemanfaatan media sebagai alat bantu agar dapat berjalan efektif. Secara psikologis mempengaruhi suasana, dan lingkungan pelaksanaan belajar atau bimbingan konseling. Suasana yang menyenangkan akibat pemanfaatan media dalam proses bimbingan konsling dapat mempengaruhi konseli menumbuh-kembangkan minat dan rangsangan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Baik yang berkenaan dengan proses belajar, pribadi, sosial maupun karir. Dikemukakan Hamalik (1986) bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatakan informasi. Yunus (1942:78, dalam Arsyad) mengemukakan bahwasanya media pembelajaran paling besar pengaruhnya bagi indra dan lebih dapat mejamin pemahaman.......orang yang mendengarkan saja tidaklah sama tingkat pemahamannya dan lamanya bertahan apa yang dipahaminya dibandingkan dengan mereka yang melihat, atau melihat dan mendengarnya. Levie & Lenz ( 1982 ) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu (1) Fungsi atensi yaitu media visual merupakan inti yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi pada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks pelajaran yang ditampilkan, (2) Fungsi afektif yaitu media visual dapat terlihat dari kenikmatan siswa ketika belajar atau membaca teks yang bergambar. Gambar lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya informasi yang menyangklut masalah sosial atau ras, (3) Fungsi koqnitif yaitu media visual dari temua-temuan penelitian yang mengungkapkn bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar dan (4) Fungsi kompensatoris yaitu media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks memantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali. Memperhatikan pendapat tersebut, dengan media LCD konseli akan melihat tampilan-tampilan yang bersifat audio visual. Sesuatu yang abstrak dapat divisualisasikan dalam dunia nyata. Melalui hal yang kongkret, konseli lebih aktif untuk bisa memahami materi layanan. Melalui contoh-contoh sikap dan perilaku santun yang
4 mencerminkan budi pekerti, konseli dapat berimajinasi perilaku budi pekerti diri terhadap orang lain. Agar pelaksanaan pemanfaatan media layanan dapat runtun dan sistematis maka guru dituntut memiliki kemampuan untuk mendesain Rencana Pelayanan Bimbingan Konseling (RPBK). Kegiatan layanan bimbingan secara menyeluruh dituangkan dalam perencanaan dan pengorganisasian pada RPBK sesuai dengan materi layanan serta kondisi yang mengitari. Dengan demikian guru lebih mudah dan lebih efektif memberikan layanan. 4. Keaktifan Konseli Keaktifan konseli menerima materi layanan khususnya nilai-nilai budi pekerti luhur harus dibangun. Materi tersebut bukanlah pelajaran hafalan atau hitungan melainkan bentuk perilaku yang harus dibelajari untuk diperbuat. Keaktifan dalam belajar adalah berbuat; memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan nilai-nilai budi pekerti luhur. Keaktifan konseli pada materi nilai-nilai budi pekerti luhur adalah kondisi dimana konseli berperan sebagai subyek ajar dan bukan sebagai obyek ajar. Dalam kondisi tersebut memungkinkan konseli untuk menggali, mengkaji, menerapkan konsep dan nilai budi pekerti (Depdiknas Dirjen Dikdasmen, 2003 : 61) Oleh karena itu, strategi layanan informasi harus dapat mendorong aktivitas konseli. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada kativitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental. Dengan demikian proses layanan informasi budi pekerti harus diupayakan menarik dan menyenangkan konseli maupun guru. Guru dan pengelola pendidikan perlu diupayakan sebagai model perilaku budi pekerti luhur bagi konseli dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian konseli selain menerima materi juga akan bercermin pada berbagai model perilaku yang menggambarkan budi pekerti luhur dari guru bahkan orangtanya. Konseli akan lebih aktif mengidentifikasi dan melakukan pembiasaan perilaku yang baik. Lingkungan sosial budaya sekolah hendaknya ditata dengan wawasan budi pekerti yang memugkinkan konseli belajar sambil berbuat (learning by doing) melalui pembelajaran dan pembiasaan. 5. Diskusi dan Manfaatnya Diskusi ialah suatu proses penglihatan dua atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran yang sudah tertentu melalui cara tukar-menukar informasi, mempertahankan pendapatan, atau pemecahan masalah ( Hasibuan, 1986:20). Sedangkan Soekartawi, dkk. (1995:66) mengemukakan bahwa metode diskusi merupakan interaksi antara mahasiswa dengan mahasiswa atau mahasiswa dengan pengajar untuk menganalisis, mengenali atau memperdebatkan topik atau permasalahan tertentu. Selanjutnya Abu Syamsudin Makmum ( 2001 ) mengemukakan bahwa metode diskusi merupakan cara lain dalam belajar mengajar dimana guru dan siswa, antara siswa terlibat adalah dalam suatu proses interaksi secara aktif dan timbal balik dari dua arah ( two or multiways of comunication ) baik dalam perumusan masalah, penyampaian informasi, pembahasan maupun dalam pengambilan keputusan. Dari pendapat tersebut dapat diimplikasikan bahwa diskusi merupakan salah satu teknik belajar dan pembelajaran yang dapat dilakukan oleh guru maupun siswa. Dalam kontek kegiatan bimbingan konseling diskusi merupakan salah satu strategi layanan yang dapat dilakukan oleh guru pembimbing agar kondisi layanan di kelas dapat kondusif. Pada gilirannya dapat meningkatkan perolehan hasil layanan sebagai tujuan yang akan dicapai. Selain itu diskusi merupakan sebuah metode penyajian materi dimana konseli diberi kesempatan untuk melakukan perbincangan aktif dan ilmiah untuk memperoleh berbagai pendapat, penganalisaan untuk memperoleh kesimpulan sebagai bahan alternatif pemecahan masalah yang dihadapi. Walaupun demikian masih disadari bahwa metode diskusi terdapat kekurangan dan kelebihan. Untuk itu guru
5 dituntut mampu melakukan adaptasi atas penggunaan metode diskusi dengan materi dan kondisi yang mengitari. Metode Jenis penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Sekolah (PTS). Penelitian dilakukan selama 3 bulan dalam semester ganjil tahun 2008 di SMP Negeri 2 Senduro. Pengumpulan data dilakukan melalui 3 siklus. Subyek penelitian adalah guru pembimbing sebanyak 2 orang. Materi penelitian adalah pemanfaatan media koran dan TIK dalam layanan informasi bimbingan konseling dengan materi Nilai-Nilai Budi Pekerti. Teknik pengumpulan data penelitian dikumpulkan melalui observasi, catatan lapangan, tes dan review. Untuk melihat kemampuan awal guru pembimbing dalam pemanfaatan media layanan menggunakan tes tulis. Instrumen tes yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan guru dalam penggunaan media layanan dibedakan menjadi dua jenis. Pertama penggunaan media Surat Kabar dan kedua adalah TIK jenis lap top, LCD dan layar tayangan. Instrumen dan pensekoran yang diperlukan disusun peneliti dengan merujuk teori dan instrumen yang terkait dengan harapan instrumen menjadi valid. Penilaian kemampuan guru pembimbing pada proses layanan setiap siklus menggunakan skala penilaian sendiri. Demikian halnya dengan komponen yang diamati. Pengamatan proses layanan dilakukan oleh dua orang yaitu peneliti dan seorang kolaborator. Penilaian menggunakan rentangan angka antara 10 – 100. Hasil penilaian akumulasi tiap komponen yang diperoleh rata-rata hasil pengamat ( 2 orang ) dipergunakan mengukur kemampuan guru dalam memberikan layanan. Sedang untuk mengukur kemampuan tiap komponen, dalam penelitian diabaikan. Aspek penilaian meliputi : 1) Penyusunan RPBK yang terdiri : (a) Rancangan RPBK, (b) Kronologis skenario layanan, (c) Kesesuian metode dan materi layanan, (d) Penguasaan kelas, (e) Ilustrasi materi, (f) Membimbing diskusi siswa, (g) Keaktifan siswa, (h) Menggunakan media layanan; dan (i) Kemampuan guru menyimpulkan secara umum hasil diskusi dan persentasi konseli tentang perilaku budi pekerti. Prosedur Penelitian dapat diuraikan sebagai berikut; a. Langkah awal prosedur penelitian diawali dengan menentukan metode penelitian yaitu metode penelitian tindakan sekolah bidang Bimbingan dan Konseling. b. Melakukan studi kelayakan penentuan masalah, apakah masalah yang dihadapi memungkinkan untuk diteliti atau tidak. c. Melakukan persiapan-persiapan : (1) Membuat skenario layanan informasi; (2) Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung; (3) Mempersiapkan cara merekam dan menganalisis. d. Menentukan tindakan yang dilakukan pada 2 siklus. e. Terakhir menentukan tahapan tiap siklus yang terdiri dari planning, acting, observing dan reflecting. a. Kondisi Awal Guru pembimbing memberikan layanan Informasi pada materi nilai-nilai budi pekerti luhur tidak menggunakan media cetak, suasana kurang membangkitkan motivasi belajar dan rata-rata keaktifan konseli rendah. b. Pemberian Tindakan Guru pembimbing menggunakan media cetak (koran) dan media TIK dalam memberikan layanan informasi pada materi nilai-nilai budi pekerti luhur. Tahapannya sebagai berikut :
6 a) Pada siklus pertama, guru pembimbing berdiskusi menyusun RPBK dengan memanfaatkan media koran yang bernuansa nilai-nilai budi pekerti luhur. b) Guru pembimbing memberikan layanan informasi dengan menunjukkan berbagai media berupa artikel-artikel yang bernuansa nilai-nilai budi pekerti luhur. Setiap konseli membawa artikel yang bernuansa perilaku budi pekerti luhur sebagai tugas yang dibenankan guru. c) Setelah dilakukan refleksi pada siklus pertama. untuk siklus kedua, guru pembimbing berdiskusi menyusun RPBK dengan memanfaatkan TIK berupa media Lap Top dan LCD, layar tayangan dilengkapi dengan perangkat lunak yang berisi materi layanan dan contoh gambar hidup yang menggambarkan perilaku budi pekerti luhur. d) Guru pembimbing memberikan layanan informasi dengan menayangkan gambar hidup dan nyata berbagai contoh perilaku bernuansa nilai-nilai budi pekerti luhur. 3. Kondisi Akhir Melalui upaya tindakan berupa penggunaan media cetak koran dan TIK dalam layanan informasi, maka penggunaan TIK dapat meningkatkan keaktifan belajar konseli dan melakukan perubahan perilaku secara positip dengan mengaplikasikan nilai-nilai budi pekerti luhur dalm kehidupan sehari-hari. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian Siklus I a. Perencanaan (planing) Materi siklus I : Berbuat Baik Sesama Manusia, meliputi sub topik : 1) Berbuat baik pada Guru dan 2) Berbuat Baik pada Orangtua. Sajian materi direncanakan menggunakan media koran. Layanan menggunakan metode kombinasi yakni ceramah diskusi, dan tanya jawab. Peneliti menyusun sendiri skenario layanan sesuai dengan yang telah disusun dan ditetapkan melalui diskusi. b. Pelaksanaan Tindakan siklus I dengan tahapan : 1) Pendahuluan Peneliti ( Kepala Sekolah ) memotivasi guru dan menjelaskan tujuan layanan. Kemudian diberikan apersepsi. Pada tahap apersepsi guru diharapkan mampu menyusun RPBK dengan menggunakan media koran melalui diskusi dengan teman seprofesi. 2) Kegiatan Inti Melalui ceramah guru dikenalkan contoh macam-macam media yang dapat dipergunakan dalam kegiatan layanan bimbingan dan konseling. Salah satunya adalah koran. Guru harus bisa mencari artikel yang bernuansa nilai-nilai perilaku budi pekerti luhur. Media yang dipergunakan dalam layanan harus dicantumkan pada RPBK secara jelas. Penyusunan RPBK dilakukan dengan diskusi. Peneneliti dibantu seorang kolaborator melakukan observasi kegiatan diskusi guru pembimbing. Dalam proses diskusi peneliti memberikan waktu untuk tanya jawab. Masing guru pembimbing diminta mempresentasikan hasil RPBK yang telah disusun. 3) Penutup a) Peneliti menjelaskan kembali inti materi.
7 b) Mengharapkan kepada guru pembimbing untuk menyiapkan kebutuhan kegiatan layanan di kelas. Termasuk kesiapan psikologis. 1. Pengamatan Pengamatan terhadap guru pembimbing pada kegiatan diskusi dilakukan oleh peneliti dan kolaborator. Instrumen yang digunakan adalah lembar pengamatan diskusi dan catatan lapangan. Hasil Penelitian Tindakan pada siklus I meliputi : a) Aktifitas diskusi guru; b) Kemampuan guru menyusun RPBK meliputi : (1) Rancangan RPBK; (2) Kronologis skenario layanan; (3) Kesesuian metode dan materi layanan; (4) Penguasaan kelas; (5) Ilustrasi materi; (8) Penggunaan media layanan; c) Hasil pengamatan meiputi tiga aspek yaitu (1) Keaktifan diskusi 100 %; (2) Bertanya kepada peneliti 50% dan perilaku lain 50%. d) Kemampuan guru memberikan layanan bimbingan menggambarkan : Guru A : Akumulasi skor 62 – katagori tinggi dan Guru B : Akumulasi skor 47 – katagori cukup. e) Ketuntasan klasikal menerima materi pada guru A 57,5 %. Dan guru B mencapai 37,5 % Pembahasan Siklus I Pembahasan siklus I akan dikaji dari dua sisi. Pertama kemampuan guru pembimbing menyusun RPBK dengan pemanfaatan media koran dan penerapan layanan informasi. Kedua, hasil layanan informasi klasikal yang dikaji dari ketuntasan klasikal yang menggambarkan kemampuan konseli setelah menerima layanan. a. Kemampuan Guru A 1) Kemampuan guru menyusun RPBK Kemampuan awal guru pembimbing menyusun RPBK dalam pemanfaatan media dari hasil pretest menunjukkan “cukup” (skor 20). Setelah peneliti memberikan perlakuan tentang hal tersebut melalui diskusi bersama guru seprofesi diperoleh skor kumulatif sebesar 62. Angka tersebut memberikan pemahaman bahwa kemampuan guru pembimbing mengalami peningkatan dan masuk pada katagori “tinggi”. 2) Kemampuan guru menerapkan RPBK ditinjau dari ketuntasan klasikal Kemampuan awal konseli yang diperoleh dari pretes yakni sebelum diberikan layanan materi bimbingan, diperoleh rata-rata 5,66. Setelah layanan materi budi pekerti pada siklus I diberikan, hasil tes tulis diperoleh nilai rata-rata sebesar 7,07. Memperhatikan keadaan tersebut memberikan gambaran bahwa layanan bimbingan menggunakan media koran mengalami kenaikan pada rata-rata nilai sebesar 1.41. Jika dilihat dari ketuntasan klasikal menunjukkan bahwa pada kemampuan awal 56,41%. Setelah materi disajikan dengan menggunakan media koran mengalami kenaikan lebih dari batas kersentase ketuntasan klasikal sebesar 85 % yaitu 89,74 %. b. Kemampuan Guru B 1) Kemampuan guru menyusun RPBK dan penerapannya Kemampuan awal guru pembimbing dari hasil pretest menunjukkan “rendah” (skor 10). Setelah diberi perlakuan melalui diskusi bersama guru seprofesi diperoleh skor kumulatif sebesar 47 dan masuk pada katagori “cukup”. Angka tersebut memberikan pemahaman bahwa kemampuan guru pembimbing mengalami perubahan positip.
8 2) Kemampuan guru ditinjau dari ketuntasan klasikal Kemampuan awal konseli yang diperoleh dari pretes rata-rata 5.02. Setelah diberikan layanan materi budi pekerti, hasil tes tulis diperoleh nilai rata-rata sebesar 5.68. Memperhatikan keadaan tersebut memberikan gambaran bahwa layanan bimbingan menggunakan media koran mengalami kenaikan rata-rata nilai sebesar 0.66. Setelah materi layanan diberikan dan selanjutnya diberikan tes tulis diperoleh angka ketuntasan klasikal 57.7 %. Angka ini mengalami kenaikan dari angka ketuntasan kemampuan awal sebesar 35,5 % walaupun masih di bawah batas minimal ketuntasan klasikal 85 %. 2. Reflekting (Reflecting) a. Guru A Analisis dan sintesis hasil pengamatan siklus I dari data yang diperoleh melalui lembar pengamatan, tanggapan guru, hasil diskusi (RPBK) dan hasil tes konseli dapat diketahui tingkat keberhasilannya. Kemampuan guru melalui proses diskusi dengan guru seprofesi diperoleh skor kumulatif sebesar 62 dan masuk pada katagori “tinggi” Jika dikaji dari ketuntasan klasikal konseli yakni setelah mengalami layanan mengalami tuntas klasikal 89,74 % dari 56,41 %. Sedangkan rata-rata hasil tes mengalami peningkatan 1.41 dari kemampuan awal. Dalam proses siklus I setelah dilakukan pengamatan peneliti bersama kolaborator diperoleh beberapa kekurangan/kelemahan yang dilakukan oleh guru pembimbing. Kekurangan itu ditemui pada penerapan RPBK dalam kontek pemanfaatan media layanan. Lebih lanjut kekurangan tersebut diperbaiki sehingga pada siklus II dapat lebih efektif dalam pemanfaatan media layanan. b. Guru B Refleksi siklus I melalui analisis dan sintesis hasil pengamatan sebagaimana guru A dapat diketahui tingkat keberhasilannya. Kemampuan guru B melalui proses diskusi dengan guru seprofesi diperoleh skor kumulatif sebesar 47 dan masuk pada katagori “cukup” Dikaji dari ketuntasan klasikal konseli yakni setelah mengalami layanan mengalami tuntas klasikal 57.5 % dari 32.5%. Untuk rata-rata hasil tes mengalami peningkatan 0.66 dari kemampuan awal. Hasil pengamatan peneliti bersama seorang kolaborator masih ditemui beberapa kekurangan utamanya penerepan RPBK pada pemanfaatan media koran. Kekurangankekurangan tersebut lebih lanjut diperbaiki dengan harapan pada siklus II proses layanan dapat lebih baik. 2. Paparan Hasil Penelitian Siklus II a. Perencanaan (planing) Sajian materi menggunakan TIK yaitu Lap Top dan LCD. Layanannya menggunakan metode kombinasi yakni ceramah diskusi, demontrasi dan tanya jawab. Skenario layanan tidak jauh berbeda pada siklus I. b. Pelaksanaan Pelaksanaan tindakan siklus II dengan tahapan : 1) Pendahuluan Peneliti (Kepala sekolah) memotivasi guru dan menjelaskan tujuan pelayanan, dilanjutkan apersepsi. Pada tahap apersepsi guru diharapkan mampu menyusun RPBK dengan memanfaatkan media TIK melalui diskusi dengan teman seprofesi.
9 2) Kegiatan Inti Untuk kegiatan inti pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan siklus I. Peneliti ( Kepala Sekolah ) menjelaskan pemanfaatan media TIK untuk pemberian layanan kepada konseli. Guru pembimbing diminta untuk berdiskusi menyusun RPBK. Media TIK agar didesain dengan jelas pada RPBK. Peneliti dengan dibantu seorang kolaborator melakukan observasi kegiatan diskusi guru pembimbing. Dalam waktu bersamaan peneliti memberikan kesempatan untuk tanya jawab. Setelah selesai penyusunan RPBK, setiap guru mempresentasikan hasil RPBK. 3) Penutup a) Peneliti mengulang kembali secara singkat inti materi. b) Guru pembimbing diharapkan menyiapkan kebutuhan kegiatan layanan di kelas, termasuk kesiapan psikologis. 1. Pengamatan a) Aktifitas diskusi guru; b) Kemampuan guru menyusun RPBK meliputi : (1) Rancangan RPBK; (2) Kronologis skenario layanan; (3) Kesesuian metode dan materi layanan; (4) Penguasaan kelas; (5) Ilustrasi materi; (6) Penggunaan media layanan; c) Hasil pengamatan meiputi tiga aspek yaitu (1) Keaktifan diskusi 100 %; (2) Bertanya kepada peneliti 100 % dan (3) perilaku lain 50 %. d) Kemampuan guru memberikan layanan bimbingan menggambarkan : Guru A : Akumulasi skor 63 – katagori tinggi dan Guru B : Akumulasi skor 50 – katagori tinggi. e) Ketuntasan klasikal menerima materi pada guru A = 98,62 %. Dan guru B mencapai 70 %. Pembahasan Siklus II Kemampuan guru pembimbing dalam pemanfaatan media TIK untuk layanan bimbingan dikaji dari dua aspek yaitu sebagaimana siklus I. Hasil kajian sebagai berikut: a. Kemampuan guru A 1) Kemampuan guru menyusun RPBK Kemampuan guru pembimbing menyusun RPBK dan penerapannya pada siklus I dalam pemanfaatan media koran mencapai skor kumulatif 62 – katagori tinggi. Setelah peneliti memberikan perlakuan tentang hal tersebut melalui diskusi bersama guru seprofesi dengan memanfaatkan media TIK diperoleh skor akumulatif sebesar 63 – katagori tinggi. Kenaikan skor sangat rendah. Dengan kata lain posisi kemampuan guru pembimbing belum mengalami perkembangan. 2) Kemampuan guru menerapkan RPBK ditinjau dari ketuntasan klasikal Kemampuan konseli pada siklus I dari hasil tes tulis diperoleh nilai rata-rata sebesar 7,07. Pada siklus II setelah diberikan perlakuan diperoleh nilai rata-rata sebesar 7.46 Memperhatikan keadaan tersebut memberikan gambaran bahwa layanan bimbingan menggunakan media TIK mengalami kenaikan pada rata-rata nilai sebesar 0.39.
10 Ketuntasan klasikal siklus I menunjukkan 89,74 % dan pada siklus II dengan memanfaatkan media TIK mengalami kenaikan 99,72 %, lebih besar dari siklus I. Kondisi ini menggambarkan bahwa layanan yang diberikan guru lebih efektif. Selain konseli merasa lebih aktif dan senang menerimma materi layanan. b. Kemampuan Guru B 1) Kemampuan guru menyusun RPBK Kemampuan guru pembimbing pada siklus I dari hasil tes menunjukkan skor akumulatif sebesar 47 dan masuk pada katagori “cukup”. Setelah diberikan perlakuan oleh peneliti pada siklus II kemampuan guru mengalami peningkatan yang ditandai skor sebesar 50 – katagori tinggi. Angka tersebut memberikan pemahaman bahwa kemampuan guru pembimbing mengalami peningkatan dari katagori cukup ke tinggi. 2) Kemampuan guru menerapkan RPBK ditinjau dari ketuntasan klasikal Ketuntasan klasikal siklus I sebesar 57.7 % masih di bawah persentase minimal ketuntasan klasikal 85 %. Nilai rata-rata 5,68. Setelah perlakuan diberikan pada siklus II dengan memanfaatkan media TIK ketuntasan klasikal sebesar 70 %. Nilai rata-rata sebesar 6,00. Angka persentase ketuntasan klasikal mengalami peningkatan
walaupun masih di bawah batas mininal 85 %. Sedang nilai rata-rata mengalami meningkatan peningkatan sebesar 2,3. 2. Reflekting (Reflecting) a. Guru A Obyek refleksi adalah guru pembimbing oleh peneliti (Kepala Sekolah) dengan menggunakan lembar pengamatan, tanggapan guru, penyusunan RPBK melalui diskusi, penerapan RPBK melalui hasil tes konseli. Hasil pengamatan bahwa : (1) Kemampuan guru pembimbing menyusun dalam proses layanan bimbingan secara akumulatif mengalami peningkatan. (2) Penerapan RPBK ditandai dengan ketuntasan klasikal mencapai 99,72 % dari 89,74 %. (3) Kekurangan yang ada pada siklus I untuk diperbaiki pada siklus II belum memberikan hasil yang maksimal sehingga masih dipandang perlu untuk dilakukan perbaikan lebih lanjut b. Guru B Selama proses pengamatan berlangsung diperoleh refleksi lalu dianalisis dan sintesis sehingga dapat diketahui kemampuan guru pembimbing dalam proses penyusunan RPBK. Skor akumulatif dicapai sebesar 50 dari skor 47 dan mengalami kenaikan dari ”cukup” menjadi ”tinggi”. Sedang penerapan RPBK diperoleh persentase ketuntasan klasikal konseli sebesar 70.00 % dari 57.5%. Nilai rata-rata siklus II mengalami peningkatan 0.32 dari kemampuan siklus I sebesar 5.68. Kekurangan yang dapat ditemui pada siklus I secara maksimal belum bisa dilaksanakan pada siklus II. Kondisi ini masih memerlukan upaya peningkatan bagi guru pada pemanfaatan media, khusunya media TIK. SIMPULAN Hasil penelitian yang telah diperoleh disimpulkan sebagai berikut : a. Pelaksanaan diskusi teman seprofesi guru pembimbing bisa meningkatkan kemampuan guru dalam pemanfaatan media surat kabar dan TIK pada pelayanan informasi dengan materi nilai-nilai budi pekerti semester ganjil di SMP Negeri 2 Senduro Kabupaten Lumajang.
11 b. Penerapan RPBK pada layanan informasi klasikal dengan memanfaatkan media koran dan TIK, mampu meningkatkan ketuntasan klasikal pada setiap guru pembimbing walaupun pemanfaatan media TIK lebih efektip dari media koran. DAFTAR ACUAN Azhar Arsyad, 2007, Media Pembelajaran, Jakarta, Raja Grafindo. Dirjen Dikdasmen. 2003. Pedoman Umum Pendidikan Budi Pekerti pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menenga,. Jakarta, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Gerlach. V.G dan Ely, D.P, 1971, Teaching and Media. A Systematyc Approach, Englewood Cliffts: Prentice-Hall, Inc. Hamalik Oemar, 2007. Media Pendidikan, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti. Levie, W. Howard dan Levie, Diane, 1975, Pictorial Memory Processes, AVCR Vol. 23, No. 1 Spring 1975. pp. 81-97. Nunung Mintarsih, Memahami TIK bagi Guru Dalam Pembelajaran, www.jawapos.co.id, 18 Jan 2008 Nursalim. M,dkk. 2005, Strategi Konseling. Surabaya, Unesa University Press. Roestiyah NK, (1982), Strategi Belajar Mengajar, Usaha Nasional. Surabaya.