PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA MELALUI IMPLEMENTASI MODEL COOPERATIVE LEARNING

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA MELALUI IMPLEMENTASI MODEL COOPERATIVE LEARNING Umi Chotimah*) Abstrak: Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang bertujuan untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar mahasiswa melalui penerapan model Cooperative Learning tipe Think Pair Share dalam pembelajaran Telaah Kurikulum SMP dan SMA (TKSS) mahasiswa Program Studi PPKn FKIP Unsri. Selama ini perkuliahannya menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan, ternyata terdapat kelemahan di antaranya mahasiswa bersifat pasif dan hanya 15 % yang memperoleh nilai A. Subjek penelitian ini adalah seluruh mahasiswa peserta kuliah TKSS tahun akademik 2005/2006 yang berjumlah 24 orang. Prosedur pelaksanaan dilakukan dua siklus dengan empat tahap masing-masing siklus : a) perencanaan, b) pelaksanaan, c) observasi dan d) analisis data dan refleksi. Data yang diperoleh berupa keaktifan dan hasil belajar yang dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dari setiap siklus, diketahui bahwa model Cooperative Learning tipe Think Pair Share dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi mahasiswa. Kata-kata kunci: Keaktifan, Prestasi belajar, Cooperative Learning, Think-Pair-Share

kurikulum berdasarkan teori, yang ujungnya berdampak pula pada masih relatif rendahnya prestasi belajar mereka. Mengamati kondisi yang demikian (proses maupun hasil) maka peneliti melakukan refleksi mungkinkah penyebab kurang baiknya proses maupun hasil yang dicapai oleh mahasiswa tersebut disebabkan oleh kurang tepatnya metode yang digunakan? Setelah dilakukan diskusi dengan mahasiswa peserta kuliah TKSS pada semester III tahun akademik sebelumnya dan membaca beberapa literatur yang berkenaan metode pembelajaran yang dapat menumbuhkan keaktifan siswa dan meningkatkan prestasi belajar, maka peneliti menemukan model Cooperative Learning. Model pembelajaran ini merupakan salah satu cara untuk dapat mengaktifkan siswa, baik secara individu maupun kelompok. Cooperative Learning (pembelajaran kooperatif) merupakan pembelajaran berkelompok, namun bukan semua pembelajaran kelompok dapat dianggap sebagai pembelajaran koperatif (Johnson, Johnson & Holubec, 1986; Smyser, 1998 dalam Zaiwah 2004). Syaodih (2004:238), menyebutkan, “Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang bertolak dari sifat dasar manusia dan diarahkan

Salah satu matakuliah wajib dari kelompok Mata kuliah Perilaku Berkarya (MPB) bagi mahasiswa di semester III Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) adalah “Telaah Kurikulum SMP dan SMA” (disingkat TKSS) dengan kode GBM 231, bobot 3 sks. Selama ini pelaksanaan perkuliahan mata kuliah TKSS dilakukan dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Dari pelaksanaan perkuliahan yang demikian, ternyata terdapat beberapa kelemahan. Melalui metode ceramah, mahasiswa tidak terlibat secara aktif, sedangkan melalui tanya jawab, yang bertanya ataupun menjawab didominasi oleh mahasiswa yang “pintar bicara” dan yang itu-itu saja, serta kesulitan mahasiswa adalah mengaplikasikan teori-teori tersebut dalam menelaah kurikulum, mereka bingung menelaah tujuan, isi, proses maupun evaluasi. Dari proses pembelajaran yang demikian, hasil belajar mahasiswa masih rendah walaupun semua lulus, namun hanya sebagian kecil (15%) yang nilainya A. Setelah diidentifikasi, maka ditemukanlah permasalahannya yaitu sebagian besar mahasiswa kurang aktif dalam kegiatan perkuliahan. Kegagalan ini berkenaan erat dengan ketidakmampuan mahasiswa mengaplikasikan teoriteori ke dalam bentuk praktek, yaitu menelaah

*) Umi Chotimah adalah dosen Program Studi Pendidikan PKn FKIP Unsri

58

59

FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 1, SEPTEMBER 2007

pada pengembangan kemampuan siswa dalam realisasi sifat dasar tersebut”. Pembelajaran kooperatif berbeda dengan metode diskusi yang biasanya dilaksanakan di kelas, karena di dalam pembelajaran kooperatif menekankan pembelajaran dalam kelompok kecil dimana siswa belajar dan bekerjasama untuk mencapai tujuan kelompok secara optimal, sehingga pada diri peserta didik tumbuh dan berkembang sikap dan perilaku saling ketergantungan secara positif. Strategi pembelajaran kooperatif melakukan tanggung jawab individu sekaligus kelompok sehingga pada diri siswa tumbuh dan berkembang sikap dan perilaku saling ketergantungan secara positif. Cooperative learning memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memaksimalkan kemampuan mereka dan belajar sesama satu sama lain. Cooperative learning yang dirancang dengan baik menekan-kan bahwa siswa-siswa yang terlibat secara aktif mengkonstruksi pengetahuan mereka, sementara pada waktu yang sama memberikan semangat pada temannya untuk mencapai tujuan. Lie (2003:53-72) menyebutkan 14 teknik yang dapat dilakukan dalam pembelajaran kooperatif. Mengingat banyaknya teknik di dalam model pembelajaran kooperatif, penelitian ini dibatasi pada model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share. Alasan menggunakan teknik ini adalah karena teknik ini memberikan kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap mahasiswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Keuntungan utama dari penggunaan Coope-

rative Learning di dalam kelas menurut Johnson, Johnson, & Smith, 1991, adalah:  para siswa dapat meningkatkan keterampilan sosial mereka  para siswa lebih mempunyai kesempatan untuk menghargai perbedaan  adanya pengajaran yang bersifat individual.  partisipasi siswa dapat meningkatkan  mengurangi kecemasan/ketakutan siswa  motivasi dan sikap positif di dalam kelas akan meningkat  harga diri dan arahan diri dapat meningkat  pencapaian akademik dapat meningkat. Lie (2003:30) menyebutkan ada lima unsur yang harus diterapkan di dalam model pembelajaran kooperatif yaitu: a) saling Ketergantungan Positif, b) tanggung Jawab Perseorangan, c) tatap Muka, d) komunikasi Antar Anggota, e) evaluasi Proses Kelompok. Mengingat penelitian ini hanya dibatasi pada penggunaan teknik Think-Pair-Share, maka berikut ini ada diuraikan mengenai teknik tersebut. Teknik Think-Pair-Share, dikembangkan oleh Frank Lyman dan Spencer Kagan. Menurut Lyman dan Kagan di dalam Lie (2003:56), bahwa teknik belajar mengajar Think-Pair-Share sebagai struktur kegiatan pembelajaran gotong royong, dimana teknik ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini memberikan kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada mahasiswa untuk dikenali dan menujukkan partisipasi mereka kepada orang lain.

Gambar 1 Alur Berpikir Model Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share

Sehubungan dengan hal tersebut, maka rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah bagaimana teknik Think-Pair-Share dapat dilak-

sanakan sehingga dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar mahasiswa? Tujuannya adalah untuk meningkatkan keaktifan dan pres-

60

FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 1, SEPTEMBER 2007

tasi belajar mahasiswa Program Studi PPKn FKIP Unsri melalui penerapan model Cooperative Learning tipe Think Pair Share dalam pembelajaran Telaah Kurikulum SMP dan SMA. METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran Telaah Kurikulum SMP dan SMA, dengan subjek penelitian adalah seluruh peserta kuliah TKSS tahun akademik 2005/2006 (23 orang semester III dan 1 orang semester V) yang berjumlah 24 orang. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam dua siklus, setiap siklus terdiri atas empat tahap: a) perencanaan tindakan, b) pelaksanaan tindakan c) observasi, d) refleksi dan perencanaan lanjutan. a) Perencanaan Tindakan. Pada tahap ini peneliti melaksanakan hal-hal sebagai berikut :  membuat skenario pembelajaran yang berisikan langkah-langkah tindakan yang akan dilakukan oleh dosen dan mahasiswa  mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan di kelas, seperti media dan alat bantu pembelajaran (LCD)  mempersiapkan pedoman observasi  melakukan simulasi untuk kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana  memberikan penjelasan mengenai model pembelajaran Think-Pair-Share. b) Pelaksanaan Tindakan Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran sesuai dengan tindakan di atas. Pelaksanaannya dilakukan dalam dua siklus dengan tindakan sebagai berikut. Siklus 1: Pembahasan materi dengan pokok bahasan

kedudukan dan fungsi kurikulum dalam proses pendidikan, landasan pengembangan kurikulum, anatomi kurikulum dan desain kurikulum. Siklus 2: Pembahasan materi dengan aktivitas menelaah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), KBK Kewarganegaraan untuk tingkat SMP/Tsnawiyah, KBK Kewarganegaraan untuk tingkat SMA/Madrasah Aliyah. c) Observasi Pada tahap ini dilakukan pengamatan selama tindakan berlangsung, di antaranya adalah mengamati aktifitas dari masing-masing mahasiswa, apakah pelaksanaan tindakan telah sesuai dengan rencana, adakah tandatanda akan tercapai tujuan tindakan, jika sudah maka pelaksanaan tindakan dapat diteruskan sesuai dengan rencana, apakah terjadi dampak tambahan atau lanjutan yang telah dilaksanakan. d) Analisis data dan Refleksi Analisis data dimaksudkan untuk mengetahui apakah penerapan model Cooperative Learning tipe Think-Pair-Share ini dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar mahasiswa. Pelaksanaan tindakan telah berhasil apabila ≥75% mahasiswa menunjukkan keaktifan dengan kualitas BAIK dan ≥75% mahasiswa memperoleh prestasi belajar /nilai ≥60. Apabila pelaksanaan pada siklus pertama belum menunjukan target tersebut, maka akan dilakukan refleksi. Refleksi dilakukan untuk mencermati kembali secara rinci apakah semua yang telah direncanakan telah dilakukan dan mencapai target. Untuk itu peneliti akan mendiskusikannya dengan tim pengajar dengan memunculkan pertanyaan yang berkaitan dengan kelemahan tindakan. Jika hal tersebut terjadi, maka peneliti akan melakukan perencanaan tindakan lanjutan.

Gambar 2 Alur Pelaksanaan Penelitian

61

FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 1, SEPTEMBER 2007

Data tentang keaktifan mahasiswa dikumpulkan melalui observasi dengan menggunakan lembar observasi dan angket, sedangkan untuk mengukur prestasi belajar mahasiswa digunakan seperangkat tes hasil belajar yang diberikan di setiap akhir pertemuan. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif dan kuantitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan selama 12 kali pertemuan. Pada pertemuan pertama dimulai dengan kontrak kuliah, penyampaian silabus yang meliputi penjelasan tentang deskripsi dan tujuan matakuliah, pokok bahasan, rencana perkuliahan, pendekatan dan metode pembelajaran, serta penilaian. Kemudian dilakukan simulasi pelaksanaan model Cooperative Learning tipe Think-Pair-Share. Pertemuan ke-2 membahas “kedudukan dan fungsi kurikulum dalam keseluruhan proses pendidikan”. Setelah membuka pelajaran, dosen membagi mahasiswa dalam kelompok berempat dengan kriteria dalam satu kelompok terdiri atas empat orang yang memiliki kemampuan yang beragam yaitu satu orang yang kemampuannya tinggi, satu orang yang agak tinggi, satu orang yang sedang dan satu orang lagi yang kemampuannya agak rendah. Selanjutnya dosen dibantu oleh anggota tim, membagikan bahan kajian (pokok bahasan I). Kemudian diberikan waktu 10 menit untuk memahami materi tersebut sendiri-sendiri. Kemudian diberikan waktu selama 15 menit untuk berpasangan dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika mahasiswa berdiskusi dosen mengamati kegiatan setiap kelompok aktivitas masing-masing anggota. Setelah berpasangan, setiap kelompok diminta bergabung menjadi kelompok berempat untuk membahas dan menyimpulkan. Setelah selesai, dosen meminta salah satu kelompok untuk tampil ke depan kelas. Sebelum mengakhiri pertemuan diberikan kuis dan pemantapan. Pertemuan ke-3 membahas “konsep kurikulum”, sebelumnya dosen meng-ajukan pertanyaan tentang materi yang lalu, selanjutnya memberikan permasalahan untuk dibahas selama 15 menit untuk dipelajari secara individual. Setelah itu dosen menyuruh mahasiswa untuk berpasangan dan berdiskusi selama 15 menit, kemudian selama 15 menit lagi, berdiskusi

kelompok berempat, diakhiri dengan diskusi kelas. Dari permasalahan 1 sampai 2 berjalan lancar, namun pada permasalahan ke-3 diskusi menjadi hangat, masing-masing kelom-pok berbeda pendapat sehingga banyak menyita waktu. Pada 20 menit menjelang akhir pertemuan, diberikan kuis dan pemantapan. Pertemuan ke-4 membahas “landasan pengembangan kurikulum”. Pada pertemuan ini pelaksanaan diskusi lebih teratur dan serius, sehingga beberapa kali dosen harus menengahi dan meluruskannya. 20 menit sebelum berakhir diadakan kuis dan pemantapan. Pertemuan ke-5 membahas “anatomi kurikulum”, pada pertemuan ini mahasiswa sudah mulai terbiasa. Dari awal sampai terakhir mahasiswa cukup aktif, semua kelompok sudah terlibat, walau ada beberapa yang belum. Sebelum pemantapan, dosen memberikan penjelasan dengan contoh, akhirnya diadakan kuis. Pada akhir pertemuan ini tim peneliti menyebarkan angket kepada 15 orang mahasiswa. Pertemuan ke-6 membahas “desain kurikulum”. Sama dengan pertemuan sebelumnya, dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk membahasnya secara perseorangan selama 10 menit, kemudian selama 10-15 menit untuk mencari pasangan dalam kelompoknya, setelah selasai berdiskusi berempat. Setelah tahap-tahap dilakukan, maka dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk tampil ke depan memaparkan hasil diskusi. Namun pada pertemuan ini kelihatannya masing-masing kelompok merasa belum siap, sehingga diantara mereka saling suruh kelompok lain untuk tampil. Walaupun akhirnya ada kelompok yang tampil tidak terlalu yakin dengan jawabannya. Pemaparan permasalahan pertama dan kedua ternyata jawaban penyaji mempunyai kesamaan dengan jawaban peserta sehingga permasalahan ini tidak terlalu lama dibahas, namun pada permasalahan ketiga terjadi perdebatan. Akhirnya diskusi kelas selesai dilakukan. Seperti biasa sebelum akhir pertemuan, lebih kurang 20 menit diadakan tes dan pemantapan. Hasil pengamatan pada siklus I terhadap tingkat keaktifan mahasiswa ditunjukkan pada kolom kualitas keaktifan, sedangkan untuk prestasi dilihat pada kolom skor prestasi mahasiswa terdapat pada Tabel 2 di bawah ini.

62

FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 1, SEPTEMBER 2007

Tabel 2 Kualitas Keaktifan dan Prestasi Mahasiswa pada Siklus I

NO I.

II.

III.

IV

V

VI.

NAMA Kelompok Guru 1. Desi Amelia 2. Hesti Asmaria Santi 3. Neti Marleni 4. Rahmatdin Kelompok Ki Hajar Dewantara 1. Asep Setiawan 2. Edwar Anas 3. Elvarianti 4. Zulyadi Kelompok Demokrasi 1 Arief Rahman Hakim 2. Nur Apria Rahmah 3. Husnul Fatihah 4. Venni Indri Astuti Kelompok Pancasila 1. Agustin Darnis 2. Suci Widya Utami 3. Fidro Susanto 4. Kitri Mulyani Kelompok Tut Wuri Handayani 1. Elen Istantia 2. Fera Winda. A 3. Neti Pebriyani 4. Syahril Gunawan Kelompok B. Tunggal Ika 1. Anggun Rezki Melissa 2. Ria Kuspitah 3. Riska Aprilianti 4. Dwi Puspitasari

KUALITAS KEAKTIFAN SIKLUS I

PRESTASI MAHASISWA/NILAI KUIS 1

KUIS 2

BAIK KURANG SEDANG BAIK

75

80

70 86 75

70

SEDANG SEDANG KURANG BAIK

65 75 55 80

75 75 60

KURANG BAIK BAIK KURANG

65 75 86 55

0 70 80 50

BAIK KURANG SEDANG KURANG

86 50 60 55

KURANG KURANG

KUIS 3

KUIS 4

KUIS 5

RATARATA

80 70 80 86

86

86

65 86 75

80 86 86

81,4 71 83,6 80,4

70 75 57,5 86

75 85 60 75

80 75 60 86

73 77 59 82,6

32,5 60 80 57,5

65 80 86 60

65 86 86 70

46 74,2 83,6 59

86 55 70 60

86 52,5 65 57,5

85 60 75 60

86 70 70 60

86 58 68 59

75 50

60 60

86

80 60

75,2

SEDANG BAIK

75 86

75 86

55 75 86

80 65 86 85

86 85

58 79,4 86

KURANG KURANG SEDANG

0 0 0 55

55 60 60 60

35 50 70 57,5

60 65 70 65

70 70 80 70

44 49 56 62

Dari Tabel 2 di atas, diketahui bahwa kualitas mahasiswa rata-rata dalam berdiskusi dengan katagori BAIK sebanyak 7 orang (29,17 %), pada kategori SEDANG sebanyak 6 orang (25 %), persentase terbanyak pada kategori KURANG yaitu sebanyak 11 orang (45,83 %). Ini menunjukkan bahwa mayoritas kualitas keaktifan mahasiswa masih ”kurang. Sedangkan jika dilihat dari segi prestasi, ternyata 8 orang (33,33%) mendapat nilai 86 (BAIK), 7 orang (20,83 %) nilainya 65–85 (SEDANG), dan sebanyak 9 orang (37,50%) nilai KURANG. Ini berarti bahwa hasil tindakan pada siklus I ini tampak terjadi persamaan antara segi kualitas keaktifan dengan segi prestasi, dimana mereka yang kualitas keaktifannya baik ternyata mem-

80 80

86

peroleh prestasi yang relatif baik, demikian pula sebaliknya. Mengingat masih rendahnya jumlah mahasiswa yang memiliki keaktifan dan hasil belajar yang diharapkan, untuk itulah tim peneliti melakukan refleksi mencoba mengkaji hasil tindakan yang dicapai pada siklus I untuk dilakukan perbaikan pada siklus II. Dari hasil observasi terhadap proses pembelajaran, diperoleh informasi tentang tindakan pada siklus I adalah sebagai berikut.

63

FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 1, SEPTEMBER 2007

Tabel 3 Tindakan pada Siklus I No. 1.

Aspek yang diamati Saling ketergantungan positif

Keterangan belum semua anggota kelompok

2.

Tanggung jawab perseorangan

3. 4.

Tatap muka Komunikasi antar anggota kelompok

5.

Evaluasi proses kelompok

dari tiap kelompok masih ada anggota kelompok yang belum menunjukkan tanggungjawab perorangan yang besar sudah nampak sudah ada dari tiap kelompok masih ada anggota kelompok yang belum menunjukkan tanggung jawab perorangan yang besar sudah nampak, walaupun masih belum optimal

Selain aspek di atas, informasi lain yang ditemukan adalah a) pada hampir semua kelompok, masih ada anggota yang belum terlibat aktif, b) pemberian materi dan permasalahan terlalu banyak, sehingga waktu yang diberikan untuk membaca dan memahami materi secara perorangan dirasa kurang, c) dalam pelaksanaan diskusi berpasangan, pemanfaatan waktu oleh masing-masing pasangan belum efisien, d) dalam pelaksanaan kembali ke kelompok berempat, dan beberapa kelompok yang belum selesai dalam kelompok berpasangan, sehingga waktu penyelesaian dari diskusi berempat terpaksa ditambah lagi, e) masih ada kelompok yang anggotanya belum memahami dengan baik hasil kerja kelompoknya, f) ada satu kelompok yang anggotanya sering tidak hadir. Sehubungan dengan hasil refleksi di atas, maka dalam pelaksanaan tindakan siklus kedua perlu penekanan pentingnya pemahaman materi ketika masing-masing anggota membaca materi secara perorangan, pentingnya pemanfaatan waktu untuk berdiskusi berpasangan secara efisien, pentingnya keterlibatan semua anggota kelompok dalam berdiskusi kelompok berempat, perlunya langkah-langkah yang dapat mendorong agar kelompok berempat mau tampil dengan inisiatif sendiri, perlunya suasana diskusi yang menyenangkan dengan meng-awali diskusi kelas dengan yelyel dan pada akhir diskusi dan nilai secara bersama-sama oleh rekannya dan diberikan penghargaan, perlunya penambahan waktu. Pelaksanaan tindakan pada siklus II dilakukan dalam enam kali pertemuan, yaitu pertemuan ke-7 sampai 12, materi yang dibahas adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), KBK Kewarganegaraan untuk tingkat SMP/ Tsnawiyah dan KBK Kewarganegaraan untuk tingkat SMA/Madrasah Aliyah. Pada pertemuan terakhir dilakukan tes keseluruhan materi dari awal sampai akhir. Pada pertemuan siklus II ini mahasiswa

sudah berinisiatif untuk menyusun kursi berhadap-hadapan melingkar, pada pertemuan ini mahasiswa sudah tertib mengangkat kursinya (tidak dengan cara diseret sehingga menimbulkan suara yang tidak nyaman), lalu masingmasing anggota duduk dalam kelompoknya masing-masing. Di samping itu, berbeda juga dengan situasi pada siklus I, pada diskusi ketika berpasangan maupun kelompok berempat, sudah banyak mahasiswa memberi tanggapan/pernyataan sehingga diskusi terasa lebih hidup. Dengan kata lain siklus II pelaksanaannya juga sudah baik, dimana mereka melakukan aktivitas tanpa perlu menunggu perintah, jadi pada pertemuan ini mahasiswa sudah dapat memanfaatkan waktu secara lebih efisien dibandingkan dengan pertemuan pada siklus I. Selain itu biasanya yang berbicara didominasi oleh yang pandai bicara, namun pada pertemuan ini tampak semua anggota memberikan jawaban dan penjelasan terhadap permasalahan yang dibahas, terkadang ada sedikit penambahan, namun jika berbeda dilakukan diskusi kelas dan tim peneliti juga menjelaskan, sehingga menemukan jawaban yang relevan dengan permasalahan. Misalnya ketika permasalahan kedua tim peneliti memberikan penjelasan. Pada tahap akhir kegiatan, tim bersama-sama dengan mahasiswa menyimpulkan materi yang telah dibahas. Sebagai penutup, tim memberikan kuis dan pemantapan. Jika pada pertemuan sebelumnya pada siklus 1 kurang aktif, maka pada pertemuan terakhir ini tampak semua berdiskusi aktif, sehingga tanpa terasa waktu habis. Dengan demikian kualitas keaktifan mahasiswa tampak sudah merata. Pada akhir pertemuan, tim memberikan kuis dan memberikan pemantapan. Dari hasil pelaksanaan tindakan pada siklus pertama dan siklus kedua diketahui bahwa untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi mahasiswa melalui implementasi model Cooperative Learning, diperlukan kesadaran dan tang-

64

FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 1, SEPTEMBER 2007

gung jawab mahasiswa. Artinya keaktifan mahasiswa sangat dipengaruhi oleh kemauan, ke-

sadaran dan tanggung jawab dari setiap mahasiswa, bahwa apa yang dikerjakan pada tahap

Tabel 3 Kualitas Keaktifan dan Prestasi Mahasiswa pada Siklus II

KUIS 6

KUIS 7

KUIS 8

KUIS 9

KUIS 10

KUIS 11

RATA-RATA

BAIK SEDANG BAIK BAIK

86 70 85 86

85 84 86 85

86 70 85 86

86 86 86 86

86 80 86 85

86 86 86 86

86 79,3 86 86

BAIK SEDANG SEDANG BAIK

65 75 50 86

75 75 65 86

70 75 57,5 86

86 86 86 85

75 75 90 85

86 86 86 86

76,2 78,7 72,4 86

KURANG BAIK BAIK SEDANG

65 86 85 55

0 85 86 60

55 86 86 57,5

70 85 86 80

70 86 86 86

80 86 86 86

56,7 86 86 70,8

BAIK SEDANG BAIK

86 50 60

86 55 70

86 52,5 65

86 60 75

86 75 75

86 86 86

86,0 63,1 71,8

4. Kitri Mulyani Kelompok Tut Wuri Handayani

SEDANG

55

60

57,5

90

75

86

70,6

1. Elen Istantia 2. Fera Winda. A 3. Neti Pebriyani 4. Syahril Gunawan Kelompok Bhinneka Tunggal Ika

SEDANG SEDANG BAIK BAIK

75 50 70 86

75 60 86 86

60 55 70 86

86 60 86 86

80 86 86 86

80 80 86 86

76 65,2 81 86,0

1. Anggun Rezki M. 2. Ria Kuspitah 3. Riska Aprilianti 4. Dwi Puspitasari

KURANG SEDANG BAIK SEDANG

60 65 75 60

0 60 80 57,5

60 60 80 70

60 75 80 75

60 60 80 70

70 70 86 75

51,7 60 80,2 67,9

NAMA

I.

Kelompok Guru 1. Desi Amelia 2. Hesti Asmaria Santi 3. Neti Marleni 4. Rahmatdin Kelompok Ki Hajar Dewantara 1. Asep Setiawan 2. Edwar Anas 3. Elvarianti 4. Zulyadi Kelompok Demokrasi 1 Arief Rahman Hakim 2. Nur Apria Rahmah 3. Husnul Fatihah 4. Venni Indri Astuti Kelompok Pancasila 1. Agustin Darnis 2. Suci Widya Utami 3. Fidro Susanto

II.

III.

IV

V

VI.

PRESTASI MAHASISWA / NILAI

KUALITAS KEAKTIFAN SIKLUS II

NO

menelaah masing-masing materi, akan berdampak pada rekan-rekan dalam kelompoknya begitu pula sebaliknya. Dengan kata lain jika salah seorang dari anggota kelompok tersebut tidak bertanggung jawab maka akan berdampak pada kerja kelompoknya secara umum. Salah satu efek penyerta (nurturant effect) dari model Cooperative Learning tipe Think Pair Share ini adalah mahasiwa dapat meningkatkan

keterampilan sosial, lebih mempunyai kesempatan untuk menghargai perbedaan, Adanya pengajaran yang bersifat individual, partisipasi siswa dapat meningkat, mengurangi kecemasan/ ketakutan, motivasi dan sikap positif akan meningkat, harga diri dan arahan diri dapat meningkat, pencapaian akademik dapat meningkat (Johnson, Johnson, & Smith, 1991). Dari hasil pengamatan peneliti terhadap hasil diskusi

65

FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 1, SEPTEMBER 2007

pada siklus I, masih ada beberapa mahasiswa yang belum terlibat, hal ini dikarenakan masih adanya pengaruh kebiasaan mereka melaksanakan diskusi dengan cara yang lama, yang aktif biasanya yang pandai bicara. Dari hasil angket diketahui bahwa mahasiswa merasa senang belajar dengan model ini, hal ini terbukti dari hasil angket A (Tabel 1), dimana semua mahasiswa menyatakan perasaan mereka senang selama mengikuti perkuliahan ini (pertanyaan 1). Perasaan senang tersebut dikarenakan beragam hal (pertanyaan 2) di antaranya mayoritas menjawab karena “saya menjadi aktif selama kuliah” (100%), dosen menerangkan dengan jelas (100%) tidak monoton (93%), banyak kesempatan berdiskusi (87%), banyak memperoleh kesempatan berbicara, mengeluarkan pendapat atau bertanya kepada dosen atau teman (80%) dan seterusnya. Sebaliknya (pertanyaan 3) hal apa saja yang membuat kuliah tersebut terasa tidak menyenangkan? Tidak ada yang memberi jawaban, kecuali satu masalah ruang kuliah yang panas. Selanjutnya pertanyaan yang menanyakan harapan mahasiswa, ternyata mayoritas (80%) mengharapkan “cara memberi kuliah seperti ini agar diterapkan untuk matakuliah lain. Pada siklus II, tampak sudah terjadi perbaikan dari siklus I, dimana pada siklus II mahasiswa sudah berinisiatif menyusun kursi untuk melaksanakan diskusi baik dalam berpasangan maupun untuk kelompok berempat, pada pertemuan ini mahasiswa sudah tertib mengangkat kursinya (tidak dengan cara diseret sehingga menimbulkan suara yang tidak nyaman), lalu masing-masing anggota duduk dalam kelompoknya secara melingkar. Di samping itu, berbeda juga dengan situasi pada siklus I, pada diskusi ketika berpasangan maupun ketika kelompok berempat, banyak mahasiswa memberi tanggapan/pernyataan sehingga diskusi terasa lebih ”hidup” dan adakalanya terdapat perbedaan antara kelompok penyaji dengan kelompok peserta, bahkan antara kelompok peserta dengan kelompok peserta, namun dengan perbedaan tersebut mereka menjadi aktif mengemukakan pendapat. Disini dosen memberikan penjelasan dan pemantapan. Jika dilihat pada Tabel 3 di atas ternyata, terdapat 12 orang (50 %) mahasiswa yang mempunyai kualitas keaktifan BAIK, 10 orang (41,67 %) kualitas SEDANG, dan 2 orang (8,33%) yang KURANG. Jika dilihat dari hasil angket B, ter-

nyata semua mahasiswa (100%) menjawab pertanyaan 1: menjadi lebih aktif karena memiliki banyak kesempatan untuk mengeluarkan pendapat, selebihnya adalah lebih berani mengemukakan pendapat bahkan sangat banyak, salah satunya adalah mendapat-kan keberanian untuk mengungkapkan ide/pendapat baik pada saat berpasangan maupun berkelompok, selebihnya adalah lebih memahami materi, lebih se-mangat dalam belajar sehingga bahan ajar yang diberikan dosen mudah diterima, lebih termotivasi untuk mengeluarkan ide. Ini membukti-kan bahwa dengan model pembelajaran ini telah dapat meningkatkan keaktifan mahasiswa dalam proses pembelajaran. Dari pertanyaan ke-2, diketahui separuh mahasiswa menjawab ada, tiap individu lebih aktif dalam diskusi, ada, selebihnya adalah setiap mahasiswa lebih berperan aktif banyak sekali, bahkan yang paling banyak adalah lebih termotivasi untuk ikut aktif dalam diskusi, berani mengeluarkan pendapat dan mampu menganalisis permasalahan, diskusi terarah karena bahan yang didiskusikan jelas dan selalu diarahkan dosen. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa merasakan perbedaan yang jelas ketika mereka melakukan proses pembelajaran dibanding yang selama ini. Dari pertanyaan ke-3, diketahui rata-rata jawaban mahasiswa adalah setiap individu mempunyai kesempatan mengeluarkan pendapat, materi yang diberikan mudah dipahami, karena dijelaskan secara jelas oleh dosen, menggunakan metode yang menarik, kuis yang diberikan sangat relevan dengan materi, dengan metode ini kami dapat memanfaatkan waktu seefektif mungkin. Dari sini dapat disimpulkan bahwa mayoritas mahasiswa merasakan adanya kelebihan dari penerapan model. Dari pertanyaan ke-4, diketahui bahwa mayoritas mahasiswa merasa kekurangan waktu, selebihnya adalah mereka menjawab belum semua mahasiswa terlibat aktif dalam diskusi. Jawaban ini menunjukkan bahwa mereka sangat menikmati proses pembelajaran dengan model ini sehingga mereka merasa kekurangan waktu, namun sebaliknya di-akui bahwa masih ada sebagian mahasiswa yang belum terlibat aktif dalam diskusi hal ini terbukti dari tabel 5 di atas, namun demikian kualitas keaktifannya pada siklus II ini sudah meningkat jika dibandingkan dengan kualitas pada siklus I, walaupun tidak dipungkiri masih ada 3 orang yang belum meng-

66

FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 1, SEPTEMBER 2007

alami peningkatan. Dari pertanyaan ke-5, diketahui bahwa mayoritas mahasiswa meminta penambahan waktu, selebihnya diharapkan bagi yang jarang berbicara, diberi kesempatan disuruh atau diajarkan berbicara dalam diskusi kelas, materi telah diberikan dari jauh hari. Terhadap dua jawaban pertama, merupakan saran yang dapat direalisasi namun pada saran ketiga (meminta materi diberikan dari jauh hari tentu tidak mungkin dipenuhi, karena kalau itu dilakukan maka tidak sesuai dengan prosedur dari Think Pair Share. Selanjutnya jika dilihat dari pengamatan dan hasil kuis pada siklus II telah terjadi peningkatan keaktifan maupun prestasi. Dari segi kualitas keaktifan terdapat tiga orang mahasiswa yang belum mengalami peningkatan, namun dari segi prestasi semua telah mengalami peningkatan. Dari perbandingan siklus I dan II dari segi kualitas keaktifan terjadi peningkatan dari KURANG ke SEDANG sebanyak 8 orang (33,33%), dari SEDANG ke BAIK 6 orang (25%). Jadi terjadi peningkatan sebanyak 14 orang (58,3%). Akan tetapi ada 7 orang (29,1%) yang dapat mempertahankan kualitas BAIK dari siklus I ke siklus II. Namun ada 1 orang (4,2 %) yang tidak mengalami peningkatan dari SEDANG, dan sebanyak 2 orang (8,33%) yang tidak mengalami peningkatan dari KURANG sampai akhir siklus II. Dua orang yang tidak mengalami peningkatan dari KURANG tersebut, jika diamati memang yang bersangkutan anak yang pendiam dan pernah absen masing-masing 2 kali. Selanjutnya, dari hasil angket diketahui terjadi peningkatan dari segi prestasi mahasiswa, di-mana peningkatan yang terbesar adalah sebanyak 11,7 poin (dari 44 ke 51,7) terjadi pada kelom-pok Bhineka Tunggal Ika, sedangkan kenaikan yang terkecil adalah 1 poin (dari 77 ke 78,7) terjadi pada kelompok Ki Hajar Dewantara. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan keaktifan maupun prestasi belajar mahasiswa. SIMPULAN DAN SARAN

Bedasarkan hasil dan pembahasan yang diperoleh dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi mahasiswa program studi PPKn. Hal ini terbukti dari jumlah mahasiswa

yang memenuhi kriteria keberhasilan yaitu terjadinya peningkatan keaktifan dan prestasi mahasiswa pada siklus kedua dari siklus pertama. Pada siklus pertama, keaktifan mahasiswa dengan kualitas baik sebesar 29,7%, pada siklus kedua jumlahnya meningkat menjadi 50%, sedangkan untuk prestasi belajar pada siklus pertama hanya 62,5% yang memperoleh nilai ≥60, sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 91,6 %. Sehubungan dengan hal di atas, disarankan agar dosen yang akan menerapkan model Cooperative Learning tipe Think-Pair-Share dapat menggerakkan partisipasi masing-masing anggota sejak tahap perorangan maupun ketika berpasangan, sehingga partisipasi tersebut akan berlanjut pada saat diskusi dalam kelompok berempat maupun diskusi kelas. Selain itu, perlu diciptakan suasana yang menyenangkan dan menumbuhkan rasa tanggung jawab perorangan dari masing-masing anggota. DAFTAR RUJUKAN

Depdiknas. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. ---------.2003. Perencanaan Pembelajaran Pengetahuan Sosial. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. ---------.2003. Praktek Belajar Pengetahuan Sosial Berbasis Portofolio. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. FKIP Universitas Sriwijaya, 2004. Buku Pedoman Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Indralaya: Unsri. Kemmis, S dan R. Mc-Taggart, 1988. The Action Research Planner. Victoria: Deakin University. Lie, Anita. 2003. Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia. Syaodih, Nana S. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Kusuma Karya Bandung. Zawiah Abd, Shukor,Suria Baba, Nadzeri Hj. Isa. 2004 Strategi Pembelajaran Kooperatif dengan Menggunakan Teknik Round Robin dan Round Table Dalam Proses Penulisan Karangan: Satu Tinjauan. Institut Bahasa Melayu Malaysia