Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
PENINGKATAN DEGRADASI SERAT JERAMI PADI MELALUI PROSES FERMENTASI DAN SUPLEMENTASI ZINC-METHIONIN (Improving Neutral Detergent Fiber Degradation of Rice Straw through Fermentative Process and Supplementation of Zinc Methionine) BUDI HARYANTO, C.A.V. LEMA, A. YULIANTI, SURAYAH dan ABDURAHMAN Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT A series of in vitro experiments has been carried out to investigate the degradability of neutral detergent fiber of rice straw as affected by fermentation, and subsequent supplementation of zinc-methionine into the media of incubation. The experiments were carried out in the Nutrition Laboratory of Research Institute for Animal Production, Bogor. Rice straws, either unprocessed or fermented with Probion were used as substrates. Zinc-methionine was supplemented into the media of incubation to increase microbial activity in synthesizing fiber-degrading enzymes. Duration of incubation were either for 24 or 48 hours. Neutral detergent fiber contents were analyzed. Concentrations of volatile fatty acids were determined using a Gas Chromatograph. Results indicated an increased in the neutral detergent fiber degradation as affected by fermentative process ranging from 64−78% over the non-fermented rice straw. Meanwhile, the effect of zincmethionine supplementation into the media of incubation increased the degradability of neutral fiber approximately 25% over the non-fermented rice straw. The main effect of zinc-methionine supplementation was positive on the acetic acid concentration when fermented rice straw was used as the substrate. On the contrary, zinc-methionine supplementation reduced the acetic acid concentration when the substrate was the non-fermented rice straw. Concentrations of acetic, propionic and butyric acids were greater when fermented rice straw was the substrate as compared to the non-fermented rice straw. It was concluded that the degradability of neutral detergent fiber in rice straw can be increased either by fermentative process and/or supplementation of zinc-methionine. Key words: Rice straw, fermentation, zinc-methionine, in vitro ABSTRAK Serangkaian penelitian in vitro untuk menguji nilai degradasi serat detergen netral (Neutral detergent fiber = NDF) jerami padi sebagai akibat dari proses fermentasi dan suplementasi zinc-methionin telah dilakukan di Laboratorium Makanan Ternak, Balai Penelitian Ternak Bogor. Jerami padi segar versus jerami padi yang telah mengalami proses fermentasi menggunakan Probion digunakan sebagai substrat. Zincmethionin ditambahkan dalam media inkubasi untuk meningkatkan aktivitas mikroba menghasilkan ensim pemecah serat. Inkubasi in vitro dilakukan selama 24 sampai dengan 48 jam. Analisa komponen serat detergen netral dilakukan. Konsentrasi asam lemak mudah terbang dianalisis menggunakan Gas Chromatograph. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan degradasi serat detergen netral sebesar 64−78% sebagai akibat dari proses fermentasi, sedangkan suplementasi zinc-methionin dapat meningkatkan degradasi serat detergen netral sekitar 25% dibandingkan tanpa suplementasi zinc-methionin. Konsentrasi asam asetat, propionat dan butirat lebih tinggi pada jerami fermentasi bila dibandingkan dengan jerami segar sebagai substrat. Suplementasi zinc-methionin meningkatkan konsentrasi asam asetat apabila jerami fermentasi digunakan sebagai substrat, sedangkan pada jerami segar menyebabkan penurunan konsentrasi asam asetat. Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa peningkatan degradasi serat detergen netral dapat dilakukan melalui proses fermentasi dan sumplementasi zinc-methionin. Kata kunci: Jerami padi, fermentasi, zinc-methionin, in vitro
805
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
PENDAHULUAN Jerami padi merupakan limbah pertanian pertanaman padi yang dapat menghasilkan sekitar 5 ton/hektar setiap kali panen dengan kandungan bahan kering antara 60−70%, sehingga setara dengan produksi 3−3,5 ton bahan kering/hektar. Angka ini setara dengan kandungan 1,5 sampai 2 ton serat berdasarkan perhitungan bahan kering. Pemanfaatan jerami padi sebagai bahan pakan ternak ruminansia, terutama sapi, telah banyak dilakukan petani pada musim kemarau saat sulit mendapatkan hijauan pakan ternak. Namun, nilai kecernaan serat dari jerami padi segar relatif rendah karena adanya faktor fisik yang menghambat aktivitas ensimatis dalam mendegradasikan selulosa. Berbagai cara telah dilakukan untuk meningkatkan nilai hayati jerami padi, antara lain melalui proses alkalisasi, amoniasi maupun melalui pencacahan. Cara-cara tersebut dirasakan belum praktis sehingga tidak diterapkan oleh petani secara luas. Peningkatan degradabilitas serat sangat bermanfaat untuk membentuk sumber energi yang diperlukan ternak. Kecepatan degradasi serat juga akan mempengaruhi pertumbuhan bakteri didalam rumen yang pada gilirannya akan meningkatkan nilai degradasi serat dan meningkatkan sintesis protein mikroba yang dapat digunakan sebagai sumber asam amino bagi ternak. Upaya peningkatan nilai hayati jerami padi melalui proses mikrobiologis (fermentasi) mulai banyak diterapkan (diteliti) sejak 1990an sehingga berkembang produk inokulan yang dapat digunakan dalam membantu proses fermentasi (HARYANTO et al., 1997; 2000; HARYANTO, 2000; THALIB et al., 2000). Pemanfaatan direct-fed microbial atau probiotik dalam pakan ternak merupakan salah satu manifestasi dari upaya peningkatan nilai degradasi serat secara in vivo. Sementara itu, peranan Zn dalam membantu proses sintesis protein telah diketahui (MCDOWELL et al., 1993), sedangkan pemanfaatan Zn-proteinat telah dikemukakan SPAIN (1993) dan LOWE (1993). MATERI DAN METODE Jerami padi yang digunakan adalah jerami dari padi varietas IR64 yang ditanam di areal
806
Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. Proses fermentasi jerami padi dilakukan menggunakan Probion (produksi Balai Penelitian Ternak) dan urea dalam takaran masing-masing sebanyak 2,5 kg untuk setiap ton jerami padi. Proses fermentasi dilakukan selama 3 minggu kemudian dikeringmataharikan dan selanjutnya disimpan. Contoh jerami segar dan jerami yang difermentasi diambil dan digiling halus (1 mm) untuk digunakan sebagai substrat dalam penelitian in vitro (GOERING dan VAN SOEST, 1970) yang telah dimodifikasi. Dua percobaan dilakukan secara bersamaan dengan tujuan (1) untuk mengetahui pengaruh proses fermentasi terhadap nilai degradasi serat detergen netral, dan (2) untuk mengetahui pengaruh kombinasi antara proses fermentasi dan suplementasi zinc-methionin kedalam media inkubasi terhadap nilai degradasi serat detergen netral. Konsentrasi asam lemak mudah terbang (volatile fatty acids) dianalisis menggunakan gas chromatograph (Chrompack 902). Data dianalisis statistik menggunakan rancangan acak lengkap untuk percobaan (1) dan rancangan percobaan faktorial untuk percobaan (2) menurut STEEL dan TORRIE (1980). HASIL DAN PEMBAHASAN Degradasi serat detergen netral dari jerami padi segar maupun jerami padi yang difermentasi setelah diinkubasikan hingga 48 jam dari penelitian pertama digambarkan dalam Grafik 1. Nilai degradasi serat detergen netral setelah masa inkubasi 24 maupun 48 jam adalah lebih tinggi pada jerami padi yang difermentasi dibandingkan jerami segar. Degradasi NDF dapat mencapai 55% pada jerami yang difermentasikan dibandingkan 31% pada jerami segar (tanpa difermentasikan). Hal ini menunjukkan bahwa komponen serat dari jerami padi yang difermentasi menjadi lebih mudah dipecah sehingga kecepatan cernanya juga menjadi lebih tinggi. Kecepatan cerna yang lebih tinggi berarti akan menyediakan energi dalam bentuk Adenosin Tri Phosphate (ATP) atau asam lemak mudah terbang yang lebih tinggi pula pada waktu inkubasi yang sama. Secara teori, ketersediaan energi yang lebih tinggi tersebut akan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
mempunyai pengaruh pada pertumbuhan mikroba rumen, yang berarti berpengaruh pula pada sintesis protein mikroba rumen. Pada kondisi in vivo, hal ini mempunyai pengaruh positif pada respons produksi ternak yang lebih tinggi. Konsentrasi asam lemak mudah terbang seperti asetat, propionat, butirat dan valerat ditunjukkan dalam Tabel 1. Konsentrasi asam asetat (uM) lebih tinggi apabila jerami padi yang difermentasi digunakan sebagai substrat dibandingkan jerami padi segar, setelah
diinkubasi kan selama 24 jam, sedangkan konsentrasi asam propionat cenderung lebih rendah, sebagaimana ditunjukkan dalam Grafik 2. Hal ini menggambarkan adanya perbedaan efektivitas degradasi serat dan intensitas fermentasi mikrobial di dalam media inkubasi. Sementara itu, perubahan konsentrasi asam isobutirat, butirat, iso-valerat dan valerat sejalan dengan waktu inkubasi digambarkan dalam Grafik 3.
Tabel 1. Konsentrasi asam lemak mudah terbang (uM) dari substrat jerami segar vs jerami fermentasi setelah diinkubasikan selama 24 jam Perlakuan
Parameter
Rata-rata
Jerami segar
Jerami fermentasi
595,7
842,7
719,2
Propionat
76,8
136,0
106,4
Isobutirat
13,7
12,9
13,3
Asetat
31,7
50,2
41,0
Isovalerat
14,1
13,8
13,9
Valerat
8,8
8,4
8,6
Kecernaan NDF (%)
Butirat
60 50 40 30 20 10 0 0
24
48
Waktu inkubasi (jam) Jerami segar
Jerami Fermentasi
Grafik 1. Kecernaan NDF jerami segar vs fermentasi
807
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
1000 Konsentrasi
800 600 400 200 0
0
24 Waktu inkubasi (jam)
JF-Asetat JS-Asetat
JF-
48
JS-Propionat
Grafik 2. Konsentrasi asam asetat dan propionat jerami segar vs fermentasi
60
Konsentrasi (uM)
50 40 30 20 10 0 0
24
48
Waktu inkubasi (jam) JF-Isobutirat
JS-Isobutirat
JF-Butirat
JS-Butirat
JF-Isovalerat
JS-Isovalerat
JF-Valerat
JS-Valerat
Grafik 3. Konsentrasi asam lemak mudah terbang
Suplementasi zinc-methionin kedalam media inkubasi dari penelitian kedua menunjukkan adanya sifat aditif terhadap pengaruh proses fermentasi jerami padi sebagaimana ditunjukkan oleh peningkatan nilai degradasi serat dibandingkan tanpa suplementasi zinc-methionin. Peranan zincmethionin dalam metabolisme sel mikroba berkaitan dengan aktivitas polimerisasi maupun transkripsi DNA sehingga sintesis protein (antara lain ensim selulase) juga akan meningkat yang pada gilirannya dapat dilihat
808
dari adanya nilai degradasi serat yang lebih tinggi. Interaksi antara proses fermentasi dan suplementasi zinc-methionin terhadap nilai degradasi serat detergen netral (P<0,05) menggambarkan bahwa suplementasi zincmethionin memberikan pengaruh yang berbeda apabila substrat yang digunakan berbeda. Apabila jerami segar yang digunakan maka peningkatan nilai degradasi NDF terjadi dari 27.21% menjadi 39,80%, sedangkan apabila jerami fermentasi yang digunakan, peningkatan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Kecernaan NDF (%)
tersebut dari 51.32% menjadi 58.97%. Suplementasi zinc-methionin mampu mendorong aktivitas degradasi serat dengan kecepatan yang lebih tinggi pada substrat jerami padi segar dibandingkan jerami yang difermentasi. Grafik 4 menggambarkan pengaruh suplementasi zinc-methionin terhadap nilai degradasi serat detergen netral dari kedua substrat tersebut. Peningkatan nilai degradasi serat dengan adanya suplementasi zincmethionin sangat mungkin disebabkan oleh peran zinc atau/dan methionin di dalam sel mikroba dalam proses sintesis ensim selulase kompleks. Peningkatan degradabilitas bahan kering jerami padi sebagai akibat dari penambahan Zn juga dilaporkan THALIB et al. (2000). Sebagai kelanjutan proses degradasi serat detergen netral adalah proses fermentatif mikrobial yang melibatkan pemanfaatan glukosa hasil degradasi serat sebagai substrat. Proses fermentatif mikrobial ini menghasilkan asam-asam lemak mudah terbang rantai pendek seperti asetat, propionat, butirat dan valerat. Seharusnya, nilai degradasi serat detergen netral yang lebih cepat akan diikuti oleh produksi asam lemak mudah terbang yang lebih tinggi pula. Hasil analisis konsentrasi asam-asam lemak mudah terbang menunjukkan bahwa suplementasi zinc-methionin pada jerami padi fermentasi sebagai substrat mampu meningkatkan produksi asam asetat, yaitu
proporsi asam terbesar dari produk fermentasi, sedangkan pada jerami segar, suplementasi zinc-methionin cenderung menurunkan konsentrasi asam asetat sebagaimana digambarkan dalam Grafik 5. Namun, proporsi molar asam asetat mengalami penurunan dengan adanya suplementasi zinc-methionin sebagaimana digambarkan dalam Grafik 6. HUNGATE (1966) menyebutkan bahwa populasi bakteri rumen penghasil asetat yang dominan adalah Bacteroides succinogenes, Butyrivibrio fibrisolvens, Selenomonas ruminantium dan lain sebagainya. Sementara itu, bakteri penghasil asam propionat antara lain adalah Selenomonas ruminantium dan Anaerovibrio lipolytica (STEWART dan BRYANT, 1988) meskipun substrat yang tersedia juga akan mempengaruhi produk fermentasi. Ruminococcus flavefaciens juga merupakan salah satu bakteri rumen yang aktif mendegradasi serat. Sementara itu, produksi asam propionat cenderung tidak dipengaruhi oleh suplementasi zinc-methionin kedalam media inkubasi apabila jerami padi segar yang digunakan sebagai substrat. Apabila jerami padi yang difermentasi yang digunakan sebagai substrat, ternyata suplementasi zinc-methionin cenderung meningkatkan produksi asam propionat. Pola yang sama juga ditunjukkan untuk produksi asam butirat seperti terlihat pada Grafik 7.
60 50 40 30 20 10 0
0
24
48
Waktu inkubasi (Jam) JS
JS+ZnMet
JF
JF+ZnMet
Grafik 4. Pengaruh fermentasi dan suplementasi ZnMet terhadap kecernaan NDF
809
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Konsnetrasi (uM)
800 700 600 500 400 300 200 100 0
JS
JS+ZnMet
JF
JF+ZnMet
Perlakuan
Grafik 5. Konsentrasi asam asetat setelah inkubasi 24 jam
Proporsi molar (%)
82 80 78 76 74 72 70 68 66
JS
JS+ZnMet Perlakuan
JF
JF+ZnMet
Konsentrasi (uM)
Grafik 6. Perubahan proporsi molar asam asetat setelah inkubasi 24 jam
160 140 120 100 80 60 40 20 0 JS
JS+ZnMet
JF
JF+ZnMet
Perlakuan Propionat
Iso-Butirat
Butirat
Iso-Valerat
Valerat
Grafik 7. Konsentrasi asam lemak mudah terbang setelah inkubasi 24 jam
810
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Proporsi molar (%)
20 15 10
5 0 JS
JS+ZnMet
JF
JF+ZnMet
Perlakuan Propionat
Iso-Butirat
Butirat
Iso-Valerat
Valerat
Grafik 8. Proporsi molar asam lemak mudah terbang setelah inkubasi 24 jam
Semakin cepat terjadi degradasi serat menyebabkan peningkatan ketersediaan energi yang dapat digunakan untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen. Pertumbuhan mikroba rumen berarti peningkatan populasi dan sintesis protein mikroba. Sintesis protein mikroba dapat berupa ensim pemecah serat apabila ketersediaan serat dalam media sebagai substrat masih ada. Aktivitas ensimatis mikrobial dalam mendegradasikan serat akan menyebabkan peningkatan proses fermentatif dengan hasil asam lemak mudah terbang. Asam lemak mudah terbang ini menjadi sumber energi yang diperlukan ternak. Perubahan ekosistem rumen menyebabkan stimulasi terhadap konsumsi pakan oleh ternak yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas ternak. KESIMPULAN Degradasi serat detergen netral dari jerami padi yang difermentasi meningkat sekitar 40% diatas degradasi serat detergen netral jerami padi segar. Konsentrasi asam lemak mudah terbang pada pengukuran setelah 24 jam waktu inkubasi adalah lebih tinggi, sejalan dengan peningkatan degradasi serat detergen netral. Suplementasi zinc-methionin kedalam media inkubasi mampu mendorong aktivitas degradasi serat detergen netral, sehingga proses fermentasi dan suplementasi zinc-methionin
perlu disarankan untuk aplikasi secara in vivo dengan skala yang lebih luas. DAFTAR PUSTAKA GOERING, H.K. and P.J. VAN SOEST. 1970. Forage fiber analysis. USDA Agriculture Handbook No. 39. Washington. HARYANTO, B. , A. THALIB dan ISBANDI. 1997. Pemanfaatan probiotik dalam upaya peningkatan efisiensi fermentasi pakan di dalam rumen. Balitnak, Ciawi, Bogor. HARYANTO, B. 2000. Penggunaan probiotik dalam pakan untuk meningkatkan kualitas karkas dan daging domba. JITV. 5 (4): 224−228. HARYANTO, B., D. SASTRADIPRADJA, D.A. ASTUTI and F. DWIRANTI. 2000. The use of probiotic and cellolbiose to manipulate the ruminal energetic status in sheep: in vitro and in vivo studies. In. Energy Metabolism in Animals. Proc. 15th symp. on energy metabolism in animals. EAAP Publ. no. 103. A. CHWALIBOG and K. JAKOBSEN (Eds.). Wageningen Pers. pp. 149-152 HUNGATE, R.E. 1966. The Rumen and its Microbes. Academic Press. Washington. USA. LOWE, J. 1993. Protected Minerals, an expensive luxury or a cost-effective necessity? In: . Biotechnology in The Feed Industry. T.P LYONS. (Ed) Proc. Alltech’s ninth Annual Symposium. Nicholasville. Kentucky. USA. pp. 61−69.
811
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
MCDOWELL, L.R., J.H. CONRAD and F.G. HEMBRY. 1993. Minerals for Grazing Ruminants in Tropical Regions. 2nd Ed. Animal Science Department.University of Florida. Gainesville. FL. SPAIN, J. 1993. Tissue Integrity: A key defence against Mastitis Infection: the role of zinc proteinates and a theory of mode of action. In: Biotechnology in The Feed Industry. T.P. LYONS (Ed.). Proc. Alltech’s ninth Annual Symposium. Nicholasville. Kentucky. USA. pp. 53−60.
812
STEEL, R.G.D. and J.H. TORRIE. 1980. Principles and Procedures of Statistics. McGraw-Hill Book Co. New York. STEWART, C.S. and M.P. BRYANT. 1988. The rumen bacteria. In: The Rumen Microbial Ecosystem. HOBSON, P.N. (Ed.). Elsevier Applied Science. Elsevier Science Publishers. pp. 21−75. THALIB, A., B. HARYANTO, S. KOMPIANG, I-W. MATHIUS dan A. Aini. 2000. Pengaruh mikromineral dan fenilpropionat terhadap performans bakteri selulolitik cocci dan Batang dalam mencerna serat hijauan pakan. JITV. 5(2): 92−99.