PENGGUNAAN SI STEM I NFORMASI GEOGRAFI S ( SI G) CI TRA SATELI T MODI S- TERRA DALAM PERENCANAAN PRODUKSI PADI DI PROVI NSI SUMATERA UTARA Oleh: Edi/ 127003006 Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan USU
I.
PENDAHULUAN Sistim Informasi Geografis (SIG) merupakan salah satu disiplin ilmu berbasis
teknologi informasi yang berkembang begitu cepat
akhir-akhir ini. Ide
penyampaian informasi pada setiap titik koordinat bumi ini, semakin melejit seiring dengan perkembangan teknologi perekaman informasi melalui satelit. Hasil perekaman informasi terkait dengan kondisi fisik suatu wilayah melalui satelit, meskipun tidak sempurna, telah banyak digunakan untuk mensubstitusi perekaman informasi melalui survai lapangan yang butuh waktu lebih lama dan biaya yang relatif juga lebih mahal. Integrasi data satelit dan model produktivitas tanaman merupakan metode analisis kuantitatif yang penting untuk menduga hasil panen pada skala lokal dan regional. Data penginderaan jauh praktis digunakan untuk permodelan tanaman dengan kondisi kanopi yang selalu dinamis berubah dalam waktu dan ruang. Aplikasi SIG di bidang pertanian misalnya untuk prediksi produksi tanaman, pemetaan perwilayahan komoditi dan identifikasi penyebaran pupuk. Di bidang kehutanan,
untuk
pemetaan
hutan,
evaluasi
lahan
kritis,
perencanaan
penebangan pohon untuk industri hutan, perencanaan refo-restasi, dan visualisasi bentangan lahan. Untuk konservasi, SIG digunakan untuk pemetaan habitat flora dan fauna dan perencanaan kawasan konservasi. Modeling produksi tanaman merupakan salah satu contoh aplikasi SIG di bidang pertanian yang akan di uraikan lebih lanjut dalam tulisan ini. Permodelan dengan menggunakan SIG menawarkan suatu mekanisme yang mengintegrasikan berbagai jenis data (biofisik) yang dikembangkan atau digunakan dalam penelitian pertanian. Monitoring kondisi tanaman pertanian sepanjang musim tanaman serta prediksi potensi hasil panen berperan penting dalam menganalisis produksi musiman dan fase produksi padi. Informasi hasil panen yang akurat dan terkini sangat dibutuhkan
oleh
Kementerian
Pertanian/ Dinas/ Instansi
terkait.
Modeling
agroekosistem berbasis SIG merupakan metode powerful di mana dapat membantu
pengelola/ pengambil
keputusan
di
bidang
pertanian
untuk
menganalisis secara langsung bukan hanya pengaruh lingkungan biofisik terhadap produksi tanaman tetapi juga menganalisis pengaruh sistem budidaya terhadap hasil panen. Program Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang dicanangkan pemerintah
sebagai
salah
satu
strategi
mengurangi
kemiskinan
dan
pengangguran, dengan jelas telah menempatkan pertanian sebagai salah satu sektor unggulan. Perbaikan mutu, kuantitas dan kontinuitas produk pertanian merupakan target yang harus dicapai sebagai salah satu indikator keberhasilan program tersebut. Tantangan yang dihadapi dalam upaya mencapai target di atas
di
antaranya
musim
panas
yang
berkepanjangan
(kekeringan),
berkurangnya kesuburan tanah, serangan hama dan penyakit serta gulma. Dari uraian sebelumnya jelas terlihat bagaimana potensi teknologi penginderaan jauh dalam mendeteksi kondisi biofisik tanaman, tanah, bahkan memberikan informasi cuaca (satelit cuaca) yang cepat, murah, detail dan up-to-date. Selain itu, prediksi hasil panen untuk skala lokal dapat diperoleh langsung lewat data penginderaan jauh. Walaupun untuk prediksi hasil pada skala yang lebih luas (regional), dibutuhkan adanya integrasi dengan SIG karena menggunakan parameter yang lebih kompleks. Adopsi teknologi geospasial merupakan salah satu management option dalam mencapai keberhasilan program revitalisasi bidang pertanian. Dari uraian di atas, jelas terlihat potensi pemanfaatan data penginderaan jauh dan SIG di bidang pertanian contohnya untuk memantau pertumbuhan dan prediksi hasil panen. Data penginderaan jauh yang di integrasikan dengan GIS berperan penting dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pertanian di mana akan menghasilkan keputusan/ kebijakan yang lebih realistik dan akurat. Vegetasi yang sehat mengandung klorofil dalam jumlah besar, substansi yang memberikan vegetasi warna hijau khas. Mengacu pada tanaman sehat, pantulan (reflektan) biru dan merah mempunyai spektrum rendah karena klorofil menyerap energi. Sebaliknya, pantulan di daerah spektral hijau dan nearinframerah tinggi. Tanaman stres atau rusak mengalami penurunan kandungan klorofil dan perubahan struktur daun internal. Penurunan kandungan klorofil juga
menyebabkan penurunan kemampuan dalam memantulkan pada bagian yang hijau dan kerusakan daun internal menurunkan kemampuan memantulkan pada near-inframerah. Penurunan pemantulan daerah spectral hijau dan inframerah merupakan deteksi dini stres tanaman. Tanaman sehat memiliki nilai TKV tinggi karena pantulan cahaya inframerah tinggi, dan memantulkan cahaya merah yang relatif
rendah.
Fenologi dan kekuatan merupakan faktor
utama dalam
mempengaruhi TKV. Contoh, perbedaan antara tanaman pada lahan irigasi dan lahan non irigasi. Tanaman yang diairi tampak hijau terang dan cerah. Semakin gelap area lahan maka semakin kering dengan indeks vegetasi yang semakin kecil (Campbell, 1987). Vegetasi dapat stres atau kurang sehat karena perubahan dalam berbagai faktor lingkungan. Faktor-faktor ini termasuk kekurangan air, konsentrasi unsurunsur beracun/ herbisida dan infestasi oleh serangga/ virus. Spektral reflektansi vegetasi berubah sesuai dengan struktur dan kesehatan tanaman. Secara khusus, pengaruh klorofil dalam pigmen daun mengontrol respon vegetasi terhadap radiasi dalam panjang gelombang terlihat. Tanaman menjadi sakit, struktur sel dari tumbuhan dan mengubah tanda tangan spektral suatu kelompok tumbuhan
atau
tanaman
akan
berubah.
Refleksi
maksimum
radiasi
elektromagnetik dari vegetasi terjadi pada panjang gelombang inframerah dekat (near-infrared). Vegetasi memiliki karakteristik tinggi pada reflektansi dekatinframerah dan pantulan merah rendah. Pemantauan udara menggunakan pita spektrum sempit antara 0,4 dan 0,9 µm merupakan petunjuk memburuknya kesehatan tanaman sebelum terlihat perubahan pada tanaman itu sendiri (Sanderson, 2006). Vegetation Index adalah ukuran empiris keberadaan suatu vegetasi pada permukaan. Indeks vegatasi diperoleh dari respon spectral merah (0.6 - 0.7µm) dan spektral inframerah dekat (0.7 – 1.1µm). Indeks vegetasi MODIS menghasilkan nilai spasial dan perbandingan temporal dari kondisi vegetasi secara global sehingga dapat digunakan untuk kegiatan pemantauan aktivitas fotosintesis vegetasi daratan dalam mendukung proses perkembangan, deteksi perubahan dan interpretasi biofisika (Huete et al, 1999). Tingkat kehijauan vegetasi ditentukan dengan melakukan Reclassification dari hasil perhitungan EVI, EVA dan TKV (Tingkat Kehijauan Vegetasi) dengan
memperhitungkan nila nilai histogram dan standart deviasi. Kerapa patan vegetasi di Sumatera Utara dikla iklasifikasikan menjadi 7 klas yaitu sangatt rrendah, rendah, sedang dan tinggi, se sedangkan yang tidak termasuk klas kehijau ijauan disebut klas bera, air dan awan..
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
II.
KOMPONEN SI STEM I NFORMASI GEOGRAFI S Komponen utama dalam geografis information system (GIS) adalah
seperti dalam gambar dibawah ini:
Gambar 2. Komponen Sistem Informasi Geografis
2.1.
Sumberdaya Manusia Komponen manusia memegang peranan yang sangat menentukan, karena tanpa manusia maka sistem tersebut tidak dapat diaplikasikan dengan baik. Jadi manusia menjadi komponen yang mengendalikan suatu sistem sehingga menghasilkan suatu analisa yang dibutuhkan.
2.2.
Softw are Dalam pembuatan GIS di perlukan software yang menyediakan fungsi tool yang mampu melakukan penyimpanan data, analisis dan menampilkan informasi geografis. Dengan demikian, elemen yang harus terdapat dalam komponen software GIS adalah: -
Tool untuk melakukan input dan transformasi data geografis
-
Sistem Manajemen Basis Data (DBMS)
-
Tool yang mendukung query geografis, analisa dan visualisasi
-
Graphical User Interface (GUI) untuk memudahkan akses pada tool geografi.
Inti dari software GIS adalah software GIS itu sendiri yang mampu menyediakan fungsi-fungsi untuk penyimpanan, pengaturan, link, query dan
analisa data geografi. Beberapa contoh software GIS adalah ArcView, MapInfo, ArcInfo untuk SIG; CAD system untuk entry graphic data; ERDAS, ILWISS, ENVI, dan ER-MAPPER untuk proses remote sensing data. Modul dasar perangkat lunak SIG: modul pemasukan dan pembetulan data, modul penyimpanan dan pengorganisasian data, modul pemrosesan dan penyajian data, modul transformasi data, modul interaksi dengan pengguna (input query). 2.3.
Hardw are GIS membutuhkan komputer untuk penyimpanan dan pemproresan data. Ukuran dari sistem komputerisasi bergantung pada tipe GIS itu sendiri. GIS dengan skala yang kecil hanya membutuhkan PC (personal computer) yang kecil dan sebaliknya. Ketika GIS yang di buat berskala besar di perlukan spesifikasi komputer yang besar pula serta host untuk client machine yang mendukung penggunaan multiple user. Hal tersebut disebabkan data yang digunakan dalam GIS baik data vektor maupun data raster penyimpanannya membutuhkan ruang yang besar dan dalam proses analisanya membutuhkan memori yang besar dan prosesor yang cepat. Untuk mengubah peta ke dalam bentuk digital diperlukan hardware yang disebut digitizer.
2.4.
Data dan Sumber Data SIG merupakan perangkat pengelolaan basis data (DBMS = Data Base Management System) dimana interaksi dengan pemakai dilakukan dengan suatusistem antar muka dan sistem query dan basis data dibangun untuk aplikasi multiuser. SIG merupakan perangkat analisis keruangan (spatial analysis) dengan kelebihan dapat mengelola data spasial dan data nonspasial sekaligus. Syarat pengorganisasian data: Volum kecil dengan klasifikasi data yang baik; Penyajian yang akurat; Mudah dan cepat dalam pencarian kembali (data retrieval) dan penggabungan (proses komposit).
Gambar 3. Syarat pengorganisasian data
Jenis data adalah sebagai berikut: data lokasi, koordinat lokasi, nama lokasi, lokasi topologi (letak relatif: sebelah kiri danau A, sebelah kanan pertokoan B), data non-lokasi, curah hujan, jumlah panen, variabel (tanah), kelas (alluvial), nilai luas (10 ha), jenis (pasir), data dimensi waktu (temporal), data non-lokasi di lokasi bersangkutan dapat berubah dengan waktu (misal: data curah hujan bulan Desember akan berbeda dengan bulan Juli), data penginderaan jarak jauh: MODIS Terra & Aqua, Landsat,
Alos, Aster, IKONOS, Quickbird, Spot dan
Worldview.
III.
PERMASALAHAN DAN KENDALA Berbagai permasalahan dan kendala dihadapi dalam pengembangan SIG,
sebagai berikut: 3.1.
Keterbatasan Sumberdaya Manusia Perlunya dukungan dan komitmen berbagai pihak, baik di tingkat pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten dan kota, untuk menyiapkan sumberdaya manusia yang mewadahi baik kualitas maupun
kuantitas
terkait
dengan
penyediaan
dan
pengelolaan,
pendistribusian/ penyebarluasan dan pelaksanaan data sharing serta untuk
menangani data citra satelit secara berkala dalam memberikan informasi terkait SIG. Permasalahan yang sering terjadi dibeberapa daerah adalah: -
Sumberdaya manusia yang terlatih dalam pengelolaan SIG terutama dalam mengoperasikan ER Mapper dan Arcgis 3.3 sangat terbatas. kalaupun ada yang terlatih biasanya tidak mentrasfer ilmunya kepada yang lain, sehingga ketika terjadi mutasi staf bersangkutan maka harus dilakukan pelatihan terhadap staf yang baru.
3.2.
-
Kurangnya komitmen atasan atau pimpinan.
-
Keterbatasan anggaran.
Softw are a.
ER MAPPER
Sampai saat ini telah banyak software pengolah citra, diantaranya: ER Mapper, ERDAS Imagine, Idrisi Kilimanjaro, ENVI, CVIP tools, PCI, ILLWIS, dan lain-lain. Masing-masing software tersebut
memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan ER Mapper yaitu kemampuannya menghemat tempat pada hard disk dan setiap hasil proses dapat langsung dilihat tampilannya pada layar monitor.
Selain dua hal
tersebut kelebihan ER Mapper adalah dalam fungsi koreksi geometrik, dimana terdapat fasilitas image to image rectification yang memudahkan dalam mengambil titik control bumi (GCP). ERMAPPER
didesain
khusus
untuk
pengolahan
data
masalah-
masa kebumian, dimana aplikasi dari ER MAPPER ini juga meliputi industri - industri yang bergerak di bidang kebumian.
Bidang - bidang
yang dapat menggunakan aplikasi ER MAPPER antara lain adalah : Pemantauan lingkungan Manajemen perencanaan kota Manajemen sumber daya hutan Eksplorasi kelautan ER MAPPER dan perangkat lunak pengolahan citra lainnya telah mengalami berbagai macam perkembangan. ER MAPPER didesain untuk selalu mengikuti kemajuan teknologi, baik perangkat keras, system
operasi
dan
kemajuan
IT
(Information
Technology).
Dari
segi
penyimpan data ER MAPPER membutuhkan space yang lebih kecil, yaitu sekitar 300 MB untuk data asli dan sekitar 30 KB untuk aplikasi pengolahan. Selain itu, koreksi geometric dan pembuatan komposit citra jauh lebih mudah dilakukan di ER MAPPER. Kelemahan ER Mapper adalah penggunaannya yang sulit bagi pemula karena
menggunakan
rumus-rumus
yang
relatif
rumit
dan
penggabungan data citra dengan data polygon relatif sulit dan membutuhkan pengalaman. Kelemahan lainnya dalam penggunaan software adalah
masalah
lisensi.
Mahalnya harga dan
sulitnya
mendapatkan sebagian software pengolah peta menyebabkan operator menggunakan yang tidak berlisensi dengan keterbatasan fitur dalam aplikasi.
b. ARCGI S 3.3 Kelemahan Argis 3.3 adalah tidak dapat dioperasikan pada Windows System 64 dan hanya dapat dioperasikan pada Windows System 32. Kadang-kadang terdapat permasalahan pada Windows System 32, tetapi permasalahan ini dapat diatasi dengan teknik tertentu, yaitu dengan cara
melakukan
klik
Compatibility Checklist for
kanan
pada
Run this
file
programs in compatibility mode
Checklist Windows XP (Service Pack 3)
gambar dibawah ini.
SETUP Properties Klik
OK:, sebagaiman pada
Gambar 4. Cara Mengatasi permasalahan kompatibilitas pada Arcgis 3.3 Mahalnya harga software pengolah peta berlisensi menyebabkan operator menggunakan yang tidak berlisensi dengan keterbatasan fitur dalam aplikasi. Misalnya ESRI telah merelease Argis 10.1 yang mempunyai fitur yang relatif mudah digunakan oleh operator. 3.3.
Hardw are ER Mapper dan Arcgis 3.3 pada umumnya sudah dapat dijalankan pada
workstation dengan sistem operasi unix atau PC dengan sistem operasi windows NT atau window 7, RAM 2 GB, Hardisk 500 GB. Tidak ada permasalahan hardware yang berarti dalam pengoperasian ER Mapper dan Arcgis 3.3 karena spesifikasi computer dan laptop dewasa ini sudah sangat memadai, kalaupun ada permasalahan hanya pada laptop mini (NETBOOK) prosessor Intel Atom lambat karena memang tidak diperuntukkan untuk pengelolaan gambar dan pengolah gambar terutama untuk aplikasi GIS. 3.4.
Data dan Sumber Data a.
Peta Dasar dan Tutupan Lahan Ketersediaan peta dasar sangat terbatas, khususnya peta dasar,
peta kontur, dan peta tutupan lahan (landcover) untuk provinsi, kabupaten, dan kota, terlebih apabila untuk perencanaan yang sifatnya rinci/ detail. Peta dasar yang berkualitas dan mempunyai standar yang sama akan merupakan faktor yang sangat penting untuk merealisasikan sinergi dan integrasi perencanaan pembangunan antar sektor. Bila memungkinkan, peta dasar tersebut bisa didapatkan secara gratis. Pengelola data spasial tersebar sesuai dengan wilayah provinsi, kabupaten dan kota, kondisi
ini memerlukan infrastruktur yang
memadai, terutama terkait dengan upaya distribusi dan pemutakhiran
data spasial. Oleh karena itu, pengintegrasian data spasial di seluruh wilayah menjadi sangat mahal dan lambat.
b.
Citra Satelit Terra- Modis MODIS, Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer adalah salah satu instrument utama yang dibawa Earth Observing System (EOS) Terra satellite. MODIS digunakan untuk mengamati, meneliti dan menganalisa lahan, lautan, atmosfir bumi dan interaksi di dalamnya. MODIS memiliki dua satelit yang berbeda yaitu satelit Aqua (citranya disebut dengan
Aqua MODIS) dan satelit Terra (citranya disebut
dengan Terra MODIS). Permasalahan dalam penggunaan citra ini adalah mempunyai resolusi spasial yang rendah berkisar dari 250-1000, sehingga detail permukaan bumi tidak dapat terpantau dengan baik, tutupan awan menghalangi pemantauan daratan pengolahan data lebih kompleks.
I V.
DATA DAN METODE Alat yang digunakan dalam pengolahan citra satelit ini adalah seperangkat
laptop, data, software Modis Tools, ER-MAPPER 7.0, Arc GIS 3.3, Microsoft Office untuk pengolahan dan analisis data. Bahan yang digunakan dalam makalah ini terdiri dari data citra satelit Data citra satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) reflektan kanal 1-2 resolusi 250 m (MODQ1), reflektan kanal 3-7 resolusi 500 m (MODA1), data yang digunakan periode data tanggal 12 Desember 2012 -15 Mei 2013 dalam hal ini diambil data pada minggu kedua setiap bulannya, Data Digital Elevation Model (DEM)/ Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) resolusi spasial 3 detik atau setara dengan 90 meter yang di peroleh dari NASA, data administrasi Sumatera Utara dari Bakosurtanal. Tahap Perolehan Data MODIS-Terra dilakukan koreksi geometrik dengan metode Image to Map Registration. Kemudian dilakukan interpretasi untuk mendapatkan informasi Tingkat Kehijauan Vegetasi (TKV). Tidak semua
parameter yang digunakan dalam penelitian ini dapat disadap dari citra, ada beberapa parameter yang menggunakan data tutupan lahan (landcover) tahun 2007, dan peta dasar. Tahapan proses yang dilakukan dalam tingkat kehijauan vegetasi di Provinsi Sumatera Utara adalah: -
Pengolahan data MODIS yaitu dengan melakukan konversi data MODIS dari format HDF ke format geotiff, pemilihan kanal spektral band resampling pixel dari 500 m menjadi 250 m, ditentukan proyeksi peta Geographic dan Datum WGS84, b) Pengolahan data MODIS dengan ER-Mapper dengan beberapa tahap, yaitu a) tahap penggabungan BAND 1-7.
-
Cropping atau pemotongan citra dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah pixel, merubah koordinat atau dengan zoom langsung. Komposit Citra untuk mendapatkan tampilan yang baik dan informatif dari citra, kita dapat melakukannya dengan komposit citra. Beberapa contoh kombinasi band RGB menggunakan data MODIS yang teridir dari NCC (Natural Colour Composit), kombinasi band 6, 2, 1, TCC (True Colour Composit), kombinasi band 1, 4, 3, FCC (False Colour Composit), kombinasi band 5, 7, 1.
-
Koreksi geometric, yaitu untuk mendapatkan citra yang akurat, dimana posisinya sama dengan posisi di bumi. Koreksi geometric dilakukan dengan mengambil titik control bumi/ Ground Control Point (GCP). Pengambilan titik control bumi ini dapat dilakukan dengan mengambil titik pada peta rupa bumi, citra terkoreksi atau data lapangan.
-
Klasifikasi terbimbing (supervised classification) dengan menentukan klas berdasarkan kelas kehijauan vegetasi atau pengolahan Enhance Vegetation Index (EVI) dan Tingkat Kehijauan Vegetasi (TKV)
-
Pengolahan Data MODIS dengan Arc-Gis 3.3, yaitu: image analysis, overlay citra dan peta dasar serta layout hasil.
V.
HASI L DAN PEMBAHASAN
5.1.
Karakteristik Fase Pertumbuhan Tanaman Padi Lahan
sawah memiliki karakteristik yang khas yang membedakannya
dengan tanaman lainnya. Pada awal pertumbuhan tanaman padi, areal sawah selalu digenangi air sehingga kenampakan yang dominan yaitu air (fase air).
Seiring dengan pertumbuhannya kondisi lahan sawah akan berubah didominasi oleh daun padi. Pada saat puncak pertumbuhan vegetatif, tingkat kehijauan tinggi disebabkan oleh kandungan klorofil tinggi. Setelah masa tersebut, tingkat kehijauan akan menurun, lalu timbul bunga-bunga padi sampai menguning. Fase pertumbuhan akan diakhiri dengan masa panen dan lahan dibiarkan kosong selama jangka waktu tertentu (bera) tergantung
pada
pola
tanam
dari satu wilayah. Sehubungan dengan itu, maka fase pertumbuhan tanaman padi dapat dikelompokkan kedalam 4 kategori, yaitu fase air, fase pertumbuhan vegetatif, fase pertumbuhan generatif dan fase bera (Wahyunto 2006). Dengan mempelajari karakteristik spektral dari fase pertumbuhan tanaman padi dari awal tanam hingga fase siap panen sebagai acuan dalam mengenali pertumbuhan tanaman padi tersebut dapat dilakukan pemantauan menggunakan citra satelit. Pemantauan itu diarahkan untuk melihat umur tanaman padi, luas areal panen serta melihat pola spasial distribusi selama masa tanam. Dengan menggunakan citra
satelit
dari
beberapa
tanggal
perekaman,
pemantauan
terhadap
pertumbuhan tanaman dapat dilakukan lebih akurat dan tepat waktu. 5.2.
Pola Hubungan Nilai TKV terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Saw ah Penggunaan nilai tingkat kehijauan vegetasi (TKV) digunakan sebagai
parameter
untuk
memantau
kehijauan
tanaman
terkait
dengan tingkat
produksinya. Secara rinci sering digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai pertumbuhan tanaman, penutupan lahan, perkiraan panen pada tanaman padi, pendugaan produksi pada tanaman padi serta perkiraan luasan produksi padi. Makalah ini mencoba mengkaji penggunaan data TKV MODIS-Terra untuk menganalisis tren perubahan fenologi pada tanaman padi sawah.
Dengan
menganalisa tren fenologi pada tanaman padi, maka dapat diduga masa panen padi dan hal-hal yang terkait dengan produktivitasnya. Selain itu, dapat
juga
digunakan untuk perbandingan dua masa tanam dari tanaman padi. Berdasarkan skala klasifikasi indeks kehijauan, maka nilai tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Sumatera Utara memiliki tingkat vegetasi yang cukup tinggi. Selain untuk pemantauan vegetasi, secara spesifik data tingkat kehijauan vegetasi (TKV) juga dapat digunakan untuk menganalisis tren perubahan fenologi
tanaman padi. Nilai indeks vegetasi yang didapatkan berkisar dari 0 hingga 0.8 yang menunjukkan tingkat kehijauan vegetasi yang cukup tinggi. 1.
Perkiraan Panen Padi Nilai TKV memiliki kisaran antara -1 sampai 1.
Dimana semakin tinggi
nilai TKV, maka tanaman padi akan semakin mendekati fase siap panen. Nilai indeks vegetasi yang semakin mendekati + 1 (0.8-0.9) menunjukkan bahwa kerapatan daun yang tinggi. Nilai TKV dari saat tanaman padi berumur 3 - 4 MST (Minggu Setelah Tanam) sampai 16 MST menunjukkan bentuk kurva dengan puncaknya (parabolik) saat padi pada umur (fase) vegetatif optimum padi bunting (umur sekitar 70-80 hari setelah tanam atau sekitar 10-11 MST). Begitu juga sebaliknya, dengan semakin rendahnya nilai TKV, maka menunjukkan bahwa tanaman berada pada fase tidak produktif (bera). Berdasarkan hal tersebut, maka nilai TKV dapat digunakan untuk menentukan perkiraan panen dari tanaman padi. Berdasarkan pengolahan data TKV Deseber 2012 – Mei 2013, maka dapat dihubungkan dengan
umur
padi.
Sehingga,
dapat diketahui hubungan antara TKV dan umur padi pada saat memasuki panen. Hasil analisis terhadap pertumbuhan sawah di wilayah Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa nilai TKV dari awal tanam hingga memasuki fase vegetatif optimum berlangsung pada umur 70-90 hari setelah tanam dan mencapai fase bera pada umur 120 hari setelah tanam bahwa nilai TKV padi akan mencapai puncak sekitar 70 hari setelah tanam, kemudian nilai TKV akan menurun
seiring
dengan
bertambahnya
umur
tanaman.
Berikut
ini
perkembangan fase pertumbuhan tanaman padi di Provinsi Sumatera Utara periode Bulan Desember 2012 – Mei 2013.
Gambar 5. Tingkat Kehijauan Vegetasi di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Setelah melewati fase generatif tersebut, maka dapat diketahui bahwa masa panen akan datang satu bulan berikutnya (dengan nilai TKV yang tinggi yang berkisar antara (0.7 – 0.8). Setelah tanaman padi mengalami masa panen pada umur 90 hari, maka tren- nya akan menurun hingga umur tanaman padi 120 hari. Fase inilah yang disebut dengan fase bera. Pada saat fase ini, nilai TKVpun mengalami penurunan hingga kembali pada fase awal (fase air), hal ini disebabkan oleh jumlah tanaman padi (vegetasi) yang menurun akibat telah
dipanen,
sehingga bentukan permukaan lahan adalah non-vegetasi dan akan
kembali didominasi oleh permukaan air. 2.
Pendugaan Produksi Padi Tanaman padi akan mengalami pertumbuhan optimum pada umur 9-12
minggu setelah tanam. Pada tahap inilah yang disebut sebagai fase generatif, dimana mulai bermunculan butir-butir padi yang menguning. Berdasarkan fase pertumbuhan padi seperti gambar dibawah, dapat diketahui bahwa padi mulai berproduksi umur 60 hari. Hal ini membuktikan bahwa padi mengalami fase generatif pada umur 9 – 12 minggu. Fase air terjadi apabila nilai TKV negatif. Hal ini menunjukkan bahwa nilai TKV akan negatif jika permukaan lahan berupa air atau tidak bervegetasi. Sedangkan nilai TKV tertinggi menunjukkan bahwa wilayah memiliki tingkat kehijauan yang tinggi yang menutupi seluruh lahan sawah. Pada fase
ini,
penutupan lahan didominasi oleh warna biru. Fase pertumbuhan vegetatif, ditandai dengan semakin lebatnya daun tanaman padi yang menutupi seluruh lahan sawah. Pada fase ini, penutupan lahan didominasi oleh warna hijau. Berdasarkan gambar, dapat diketahui bahwa sebagian besar telah beranjak dari fase air, dimana mulai terbentuk kehijauan dari tanaman. pertumbuhan
Fase inilah yang disebut sebagai fase generatif,
vegetatif.
Fase
dimana lahan sawah yang semula didominasi daun
yang berwarna biru laut akan digantikan dengan warna hijau tua. Fase panen atau bera merupakan fase dimana lahan sawah menjadi bera dibiarkan kosong selama jangka waktu tertentu. Berikut ini perkembangan fase pertumbuhan tanaman padi di Provinsi Sumatera Utara periode Bulan Desember 2012 – Mei 2013.
Gambar 6. Fase Pertumbuhan Padi di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013
VI .
KESI MPULAN 1.
Melalui analisis citra satelit khususnya MODIS-Terra, maka dapat diestimasi
umur
tanaman
padi
yang
bermanfaat
dalam
memperkirakan waktu panen serta luas arealnya. 2.
Dari data yang diperoleh terlihat bahwa tingkat kehijauan (nilai TKV) mempunyai korelasi yang positif dengan fase pertumbuhan tanaman
padi, sehingga hasil pemetaan dari nilai sebaran indeks tersebut dapat dijadikan acuan
dalam
analisis visual
pertumbuhan padi
dalam satu musim tanam. 3.
Fase pertumbuhan padi menunjukkan bahwa masa tanam terjadi sekitar bulan Oktober dan masa panen sebagian besar terjadi pada bulan April dan Mei.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 2012. Modul Pengenalan ER-Mapper dan Arcgis untuk Pengelolaan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana Kededeputian Bidang Penginderaan Jauh. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Jakarta. Campbell, J.B. 1987. Introduction to Remote Sensing. The Guilford Press, New York. Huete A, Didan K, Miura T, Rodriquez E, Gao X, Ferreira L, 2002. Overview of the radiometric and biophysical performance of the MODIS vegetation indices. Rem Sens Environ 83:195–213. Pradipta, D., 2012. Analisis Data Time Series Ndvi-Spot Vegetation Untuk Tanaman Padi (Studi Kasus: Kabupaten Karawang). Skripsi IPB Bogor. Sanderson, R. 2006. Introduction to Temote Sensing. New Mexico State University. Wahyunto, W dan B Heryanto, 2006. Pendugaan Produktivitaas Tanaman Padi Sawah Melalui Analisis Citra Satelit. IPB Bogor.