Riadi Darwis, Rr. Adi Hendraningrum, & Joko Prayitno Penggunaan bahasa publisitas program kegiatan pemerintah
PENGGUNAAN BAHASA PUBLISITAS PROGRAM KEGIATAN PEMERINTAH DAERAH TINGKAT II BANDUNG
Riadi Darwis Rr. Adi Hendraningrum Joko Prayitno Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung Jalan Dr. Setiabudhi 186, Bandung 40151 E-mail:
[email protected]
Abstract:This study is based on the phenomena of Bandung Work Program under the Municipal Ridwan Kamil. The public were informe through various printed and electronic media. The descriptivemethod is used to describe the phenomenaoccuring during January-March 2015. The findings showthat during the 4th trimester of 2014 there were three main problems most frequently exposedto the public: problem concerning Local government Work Program(34,5%),waste materials (14,3%) and smoking hazards (8,3%). The language used to publicity inform the problems were The Bahasa (59,6%), English (20,2%), andmix-code from different languages was also used for the purpose. Printed and electronic mesia were used for publicity and advertisement. The effectiveness of the language used for the message of the program activity was 96% (based on the data reported in September 2014), 9% has not been followed up, and 5% is still underway. Keywords: publicity, languge use, publicity media, effectiveness of languages used for message, Bandung Work Program.
Abstrak: Penelitian ini didasarkan atas fenomena program kerja Pemkot Bandung di bawah kepemimpinan Ridwan Kamil. Penginformasiaannya dilakukan melalui berbagai media cetak maupun lektronik. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif untuk menggambarkan fenomena yang terjadi saat ini pada periode Januari – Maret 2015. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama triwulan IV tahun 2014, tiga persoalan utama yang paling sering diketengahkan ke khalayak publik adalah permasalahan program kerja (34,5%); persoalan sampah (14,3%); dan bahaya rokok (8,3%). Mayoritas bahasa yang digunakan dalam publisitas maupun iklan adalah: bahasa Indonesia (59,6%), bahasa Inggris (20,2%), dan sisanya campuran. Media publikasi adalah media elektronik dan cetak. Keefektifan bahasa pesan program kegiatannya, berdasarkan data LAPOR per September 2014 mencapai 86%, belum ditindaklanjuti 9%, dan sedang diproses 5%. Kata-kata kunci: publisitas, penggunaan bahasa, media publisitas, efektivitas bahasa pesan, program kerja Kota Bandung
BARISTA, Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang: (1) penggunaan bahasa dalam program kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung, (2) penggunaan media untuk memublikasikan program kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung, dan (3) efektivitas bahasa pesan program kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung.
PENDAHULUAN Fenomena Kota Bandung saat ini sangat mencuat ke ruang publik dengan adanya berbagai gebrakan yang dilakukan oleh walikota terpilih periode 2013-2018, Ridwan Kamil. Profil Kang Emil, sebutan untuk Walikota Bandung sekarang, adalah sosok orang muda yang memiliki kemampuan berkomunikasi yang sangat produktif, atraktif, kreatif, intens, dan selalu terkini dalam menyosialisasikan seluruh program kerja yang ada di pemerintahan Kota Bandung.
Landasan teori yang peneliti gunakan dalam kajian ini meliputi empat unsur utama yaitu: publisitas, periklanan, kebijakan pemerintah terkait dengan penggunaan bahasa serta Undang-undang Bahasa, dan sejumlah program kegiatan Pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung.
Terkait dengan seluruh program kerjanya yang perlu diinformasikan kepada khalayak, banyak publisitas yang dilaksanakan olehnya. Penginformasiaannya dilakukan dalam berbagai media dan ruang publik seperti: spanduk, poster, baliho, papan pengumuman, radio, televisi, facebook, twitter, web site, marka-marka di jalan raya, dan marka-marka fasilitas publik termasuk di dalamnya ada sejumlah penamaan topografi dalam beragam bahasa. Di samping itu, bentuk seluruh sajian informasi yang dibuat, berdasarkan aspek estetika, menunjukkan kualitas karya seni yang indah. Di sinilah letak kemenarikan kami selaku peneliti untuk mengkaji aspek bahasa dalam seluruh bentuk publisitas yang telah dibuat oleh Pemerintah Daerah Kota Bandung yang dipimpinnya sampai saat ini.
Berikut ini penulis sajikan sejumlah teori terkait dengan publisitas. Salah satu di antaranya adalah Judith (dalam Musliadi, 2012: tersedia: https://musliadipnl. wordpress.com/2012/04/14/definisipublisitas- prinsip - dasar [28 Maret 2015] yang menyatakan bahwa publisitas adalah “penempatan berupa artikel, tulisan, foto, atau tayangan visual yang sarat nilai berita baik karena luar biasa, penting, atau mengandung unsur-unsur emosional, kemanusiaan, dan humor secara gratis dan bertujuan untuk memusatkan perhatian terhadap suatu tempat, orang, atau suatu institusi yang biasanya dilakukan melalui penerbitan umum.”
Kajian ini merupakan rangkaian penelitian lanjutan sebelumnya (Darwis, 2014) tekait dengan isu pemertahanan bahasa dalam dunia periklanan maya hotel di hotel-hotel berbintang tiga di Kota Bandung. Pada kesempatan ini, penulis memandang penting untuk mengetahui isu pemertahanan/ penggunaan bahasa (bahasa Indonesia, bahasa Sunda, dan bahasa asing (Inggris) di tataran Pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung pada lingkup program –program kerja yang dijalankan selama triwulan IV tahun 2014.
Demikian pula halnya dengan pendapat Lawrence dan Wilcox (dalam Musliadi, 2012: tersedia: https://musliadipnl. wordpress.com/ 2012/04/14/definisi-publisitas-prinsipdasar [28 Maret 2015] menyatakan bahwa
201
Riadi Darwis, Rr. Adi Hendraningrum, & Joko Prayitno Penggunaan bahasa publisitas program kegiatan pemerintah publisitas sebagai informasi yang tidak perlu membayar ruang-ruang pemberitaannya/ penyiarannya namun di saat yang sama tidak dapat dikontrol oleh individu/ perusahaan yang memberikan informasi, sebagai akibatnya informasi dapat mengakibatkan terbentuknya citra dan mempengaruhi orang banyak dan dapat berakibat aksi-di mana aksi ini dapat menguntungkan atau merugikan saat informasi dipublikasikan.
Dari kedua pernyataan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa publisitas berpotensi untuk mendorong penjualan maupun menyukseskan berbagai program yang dibuat oleh pihak yang memiliki nilai pemberitaan yang layak baik itu institusi publik maupun pemerintah. Adapun pemberitaan yang dilakukan melalui publisitas bisa dalam berbagai bentuk. Newsom, Truk, dan Kruckeberg (dalam Musliadi, 2012: tersedia: https://musliadipnl.wordpress.com/2012/0 4/14/definisi-publisitas-prinsip-dasar [28 Maret 2015]) menyatakan bahwa “Publisitas adalah berita-berita tentang seseorang, produk atau pelayanan yang muncul pada suatu ruang atau waktu yang media sediakan dalam bentuk berita, feature, atau konteks editorial atau program dalam dunia broadcast.” Dalam pandangan komunikasi, publisitas memiliki high veracity (kejujuran yang tinggi). Hal ini dimaksudkan bahwa publisitas dianggap pembacanya sebagai sesuatu yang benar karena pemberitaannya dianggap netral dalam berbagai media baik cetak maupun elektronik. Penciri sebagai pemilik high veracity terdiri atas dua hal yaitu off-guard (publisitas sebagai berita dalam surat kabar yang lolos dari penjaganya dan dibaca setiap orang) dan dramatization (publisitas bisa menggambarkan kondisi produk ataupun jasa institusi secara jelas melalui film, slide, dan dapat didramatisasi dalam bentuk cerita sehingga produk ataupun jasa dapat tergambarkan dengan jelas).
Selanjutnya, publisitas dalam koridor komunikasi memiliki sejumlah fungsi yang mendasar. Fungsi pertama adalah publisitas politik sebagai upaya memopulerkan diri kandidat atau institusi partai yang akan bertarung dalam pemilu atau para pejabat publik lainnya melalui media massa. Adapun bentuknya dapat berupa: (1) pure publicity melalui aktivitas masyarakat dengan setting sosial yang natural atau apa adanya seperti ucapan hari raya; (2) free ridepublicity melalui pemanfaatan akses atau menunggangi pihak lain seperti jadi pembicara dalam berbagai event; (3) tie-in publicity melalui pemanfaatan extra ordinary news (kejadian sangat luat biasa) seperti peristiwa tsunami, gempa, banjir, dan lainnya; dan (4) paid publicity melalui pembelian rubrik atau program di media massa, misalnya pemasangan advertorial, Iklan spot, iklan kolom, display atau pun juga blocking time program di media massa (sederhananya dengan menyediakan anggaran khusus untuk belanja media) (Musliadi, 2012: tersedia: https://musliadipnl.wordpress.com/2012/0 4/14/definisi-publisitas-prinsip-dasar [28 Maret 2015]). Yudkin (2009: 55-61) memberikan beberapa tips berupa enam tahapan membuat publisitas gratis. Pertama, temukan sudut pandang berita dari headline kita. Kedua, sajikan fakta-fata mendasar untuk sudur pandang headline dalam satu paragraf. Ketiga, gabungkan atau ciptakan pernyataan yang menghubungkan fakta mendasar untuk paragraf kedua. Keempat hubungkan lebih jauh fakta-fakta mendasar pada paragraf ketiga. Kelima, akhiri dengan detail (harga, alamat, tanggal, nomor telepon, URL, cara registrasi, dan sebagainya) diramu dalam satu atau dua kalimat. Keenam, mengirimkannya dengan dua prosedur (menemukan alamat media danmekanisme mana yang akan kita gunakan; pilihannya menggunakan layanan distribusi news release, membeli
BARISTA, Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
database media atau daftar media sasaran; subscribe terhadap layanan database media online; menelusuri alamat e-mail pada web; menggunakan sumber di perpustakaan publik.
129) menegaskan bahwa iklan harus dibuat dengan mempertimbangkan tiga aspek. Pertama, kreativitas (memiliki konsep pesan yang baik, menarik serta penggambaran yang melibatkan estetika dan komunikatif). Kedua, efektivitas (memiliki daya jual produk dan dapat membangun citra produk). Ketiga, normatif (memenuhi kaidah-kaidah, norma-norma, maupun aturan yang berlaku).
Periklanan secara sederhana dapat dimaknai sebagai aktivitas penyampaian informasi yang bersifat persuasi dengan tujuan memengaruhi sikap dan perilaku orang lain untuk tujuan-tujuan tertentu. Dalam pelaksanaannya, kegiatan periklanan mengupayakan berbagai cara untuk mencapai tujuan tersebut baik melalui media visual, audio, audio-visual, dan verbal atau nonverbal.
Berdasarkan keragaman, periklanan secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu iklan komersial (individual atau korporasi/kelompok usaha) dan iklan nonkomersial (iklan layanan masyarakat). Iklan komersial biasanya menggunakan media alternatif dalam komunikasi pemasaran terintegrasi,
Langkah seperti ini sangat lumrah dilakukan oleh berbagai kalangan termasuk di dalamnya adalah kalangan pemerintahan untuk menginformasikan ataupun “memasarkan” berbagai program kerja yang harus diketahui, dipahami, dan ditindaklanjuti baik secara individu maupun kolektif oleh seluruh anggota masyarakat maupun aparatnya sebagai “konsumen”. Peran periklanan jelas sangat membantu tujuan pemerintah tersebut. Hal ini didasari oleh perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat; perubahan pola pikir masyarakat yang mulai lebih baik dan kritis; dan adanya pergeseran paradigma kepemerintahan yang harus “melayani” bukan dilayani publik.
Iklan korporat didefinisikan sebagai sebuah media yang telah dibayar dan diupayakan untuk memberikan keuntungan lebih bagi citra suatu perusahaan tinimbang sekadar mempromosikan produk atau jasa yang ditawarkan. Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa iklan korporat merupakan salah satu bentuk Public Relations atau Corporate Communications sebuah organisasi yang diarahkan untuk meningkatkan citra perusahaan. Menurut Publisher Information Bureau (PIB), sebuah iklan dapat dikatakan sebagai iklan korporat jika mempunyai satu atau lebih dari ciri sebagai berikut: (1) mempunyai unusur mendidik, (2) mempunyai maksud untuk membangun opini, (3) membangun kualitas investasi, dan (4) mempunyai niat untuk “menjual” perusahaan,
Periklanan merupakan cara efektif untuk menunjang kinerja pemerintah dalam mencapai target seluruh program pembangunan yang diwacanakan. Sangat disadari kegiatan periklanan khususnya di dunia pemerintahan menjadi upaya yang dipentingkan. Alasannya adalah kegiatan tersebut berupaya untuk menggunakan berbagai cara persuasi untuk memengaruhi, membujuk masyarakat sasaran agar memercayai, meyakini, dan bertidak sesuai dengan yang diinginkan oleh pihak pemerintah selaku pemasang iklan.
Berdasarkan tujuannya, iklan korporat dirancang dengan dua tujuan akhir berikut. a. Menciptakan citra yang positif bagi perusahaan.
Sekaitan dengan pencapaian tujuan utama kegiatan periklanan, Adona (2006: 203
Riadi Darwis, Rr. Adi Hendraningrum, & Joko Prayitno Penggunaan bahasa publisitas program kegiatan pemerintah
b.
Mengomunikasikan sudut pandang organisasi terhadap sosial, bisnis, dan permasalahan lingkungan.
Pada bagian awal telah penulis sajikan mengenai media , pengertian, ciri dan tujuan dalam periklanan korporat. Berikut ini penulis sampaikan pula tiga jenis iklan korporat yang paling dasar yaitu: iklan citra korporat, iklan pembelaan/ sokongan, iklan berorientasi sosial (Gemar Pariwara, 2014: http://gemapariwara.blogspot.com/ search/label/Iklan%20Korporat [Januari2015]) Keberhasilan sebuah iklan untuk sebuah produk atau jasa sangat dipengaruhi oleh bahasa yang digunakan. Berdasarkan tilikan kaidah retorika, penggunaan bahasa pada iklan berpegang pada 15 kaidah. Kelima belas kaidah tersebut meliputi: 1.Kaidah pernyataan (pernyataan netral dan pernyataan yang disertai penilaian, 2.Kaidah perkaitan konsep, 3.Kaidah kealatan, 4.Kaidah pemesraan, 5.Kaidah peyakinan, 6.Kaidah kenal pasti, 7.Kaidah perbandingan, 8.Kaidah pertanyaan, 9.Kaidah peringatan, 10.Kaidah suruhan, 11.Kaidah peringatan, 12.Kaidah ajakan, 13.Kaidah nasihat, 14.Gabungan nomer 1-13, dan 15.Kaidah bahasa remaja atau santai.
(Badan Bahasa Kemendikbud, 20.(http://badanbahasa.kemdikbud.go.id /lamanbahasa/produk/ 1130 [Januari 2015]
Penggunaan bahasa iklan dalam konteks di Indonesia, pada prinsipnya telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa , dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Pengaturan bahasa secara khusus sebagai simbol identitas wujud eksistensi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dipaparkan dalam Pasal 2 (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009, 2009, hlm. 3): pengaturan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan sebagai simbol identitas wujud eksistensi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan berdasarkan asas: (1) persatuan, (2) kedaulatan, (3) kehormatan, (4) kebangsaan, (5) kebhinnekatunggalikaan, (6) ketertiban, (7) kepastian hukum, (8) keseimbangan, (9) keserasian, dan (10) keselarasan. Dalam undang-undang tersebut, dijelaskan pula kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara yaitu pada Bab III, Bagian Kesatu Umum, Pasal 25 sebagai berikut (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009, 2009: 13). Selain itu, dalam bab III, bagian kedua dijelaskan pula tentang penggunaan bahasa Indonesia (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009, 2009: 13-16). Selanjutnya dalam Undang-Undang tersebut Bab III, Bagian Ketiga disebutkan pula ihwal pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa Indonesia, serta bahasa dan sastra daerah sebagai berikut (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009, 2009:16-17). Selain itu, dalam undang-undang tersebut pun dikemukakan bahwa negara memiliki keinginan untuk meningkatkan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagai berikut pada bagian keempat pasal 44 (Undang-Undang
BARISTA, Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009: 17).
Kondisi ini diperkuat dari komitmen Ketua DPRD Kota Bandung Erwan Setiawan yang mengatakan bahwa, “. . . dengan pemberlakuan Perda Bahasa Sunda, segenap warga Kota Bandung, tak terkecuali pendatang, harus menaatinya. Dewan akan memulainya, setiap hari Rabu akan menggunakan bahasa Sunda sekalipun sedang rapat paripurna atau rapat komisi."
Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, dalam undang-undang tersebut pemerintah mengamanatkan adanya lembaga kebahasaan sebagai berikut disampaikan dalam bagian kelima pasal 25 (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009, 2009, hlm. 18). Kota Bandung sebagai salah satu kota yang ada di Provinsi Jawa Barat secara de facto termasuk wilayah pengguna bahasa Sunda. Terkait dengan keberadaannya, Pemerintah Daerah Kota Bandung memiliki tanggung jawab moral untuk memelihara, menggunakan, memelihara dan menggunakan bahasa, sastra, dan aksara Sunda. Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya Perda Kota Bandung No. 9 tahun 2012 tentang Penggunaan, Pemeliharan, dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda.
Menurutnya, walau dalam perda diwajibkan berbahasa Sunda tiap hari Rabu, tidak ada sanksi bagi yang tidak menggunakannya. "Sanksi tak diatur, tapi warga Kota Bandung memiliki tanggung jawab harus menggunakan bahasa Sunda jika ingin tinggal di Bandung. Ya, sanksi moral saja dan harus malu (Tribun Jabar (29 Mei 2012): tersedia: http://regional.kompas.com/read/2012 /05/29/15255717/Tiap.Rabu.Warga.Bandu ng.Wajib.Berbahasa.Sunda [18 Februari 2015]).” Hal lain terkait dengan permasalahan ini adalah pemertahanan bahasa (language maintenance). amenurut Richards dkk. (2002, hlm. 290) pemertahanan bahasa adalah suatu kondisi individu atau kelompok menggunakan bahasa mereka, umumnya mereka adalah para bilingual atau multilingual di antara kelompok imigran. Ada sejumlah aspek yang memengaruhinya yaitu ada tidaknya bahasa resmi; ada tidaknya penggunaan dalam media untuk tujuan keagamaan, dalam pendidikan; bagaimana para penutur bahasa dalam area yang sama. Dalam beberapa tempat ada kemungkinan bahasa mengalami penurunan. Pemertahanan bahasa sangat erat kaitannya juga dengan pergeseran bahasa (language shift), diglosia, dan program revitalisasi bahasa (Richards dkk., 2002: hlm. 291)
Secara struktur Perda tersebut terdiri atas sembilan bab dan 13 pasal. Kesembilan bab tersebut meliputi: ketentuan umum; dasar, fungsi, tujuan, dan sasaran; wewenang dan tanggung jawab; ruang lingkup penggunaan, pemeliharaan, dan pengembangan; peran serta masyarakat; strategi; pengendalian dan pengawasan; pembiayaan; dan ketentuan penutup. Dalam praktiknya, peraturan ini efektif diberlakukan setiap hari Rabu segenap warga Kota Bandung, baik pejabat maupun masyarakat, wajib menggunakan bahasa Sunda sejak 2006. Di sekolah pun pelajaran Bahasa Sunda wajib kembali dijadikan kurikulum, mulai dari SD, SMP, hingga SMA. Di beberapa kelembagaan seperti hotel-hotel, kantor pemerintahan, dan kantor swasta wajib memasang spanduk/ sign board/ running text dengan kata-kata "wilujeng sumping" untuk mengganti ucapan.
Dalam kasus bahasa Indonesia, saat ini (era global) dirinya sedang mengalami kontak budaya dan bahasa. Kondisi dan situasi tersebut menjadikan bahasa Indonesia pada posisi dilematis. Di sisi 205
Riadi Darwis, Rr. Adi Hendraningrum, & Joko Prayitno Penggunaan bahasa publisitas program kegiatan pemerintah
pertama, pengayaan mulai bertambah. Di sisi kedua, berdasarkan posisi penggunaan, ia belum dapat digunakan sebagai bahasa komunikasi dalam ranah internasional dan di ranah nasional maupun regional penggunaannya tergeserkan oleh bahasa Inggris karena berbagai alasan baik politis, ekonomis, ataupun sejumlah alasan lainnya. Di sisi ketiga, upaya pemertahanan bahasa Indonesia disikapi secara serius oleh beberapa kalangan tertentu. Fenomena tersebut muncul tidak hanya di ranah para pelaku binis ataupun masyarakat biasa, melainkan para pejabat publik (pemerintahan). Ini mengindikasikan bahwa dalam diri masyarakat pada umumnya menyimpan rasa kurang percaya diri dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai media untuk berkomunikasi atau identitas bangsanya. Indikasi ke arah itu dapat dilihat pada perilaku berbahasa masyarakat belum menempatkan bahasa Indonesia sebagai tuan di negeri sendiri. Ini diakui oleh Bambang Sudibyo, Menteri Pendidikan Nasional (dalam Hendrowicaksono, 2012: tersedia: http:// badan bahasa. kemdikbud.go.id/ lamanbahasa/node/549 [Januari 2015]). Selain itu, Wakil Menteri Pendidikan Bidang Kebudayaan, Wiendu Nuryati melalui Mujianto (dalam .Hendrowicaksono, 2012: tersedia: http://badanbahasa. kemdikbud. go.id/lamanbahasa/node/549 [Januari 2015]), mengindikasi bahwa “mahir berbahasa asing (Inggris atau Arab) bagi orang Indonesia lebih mendatangkan kebanggaan daripada mahir berbahasa Indonesia. Kemahiran berbahasa Indonesia dianggap sesuatu yang lumrah, umum, dan tidak prestatif. Inilah problem penghargaan kita terhadap bahasa Indonesia.” Kecenderungan penggunaan bahasa asing khususnya bahasa Inggris dalam konteks ini tidak bertentangan dengan hukum positif atau hukum etika yang tertuang dalam buku Etika Pariwara
Indonesia (EPI). Namun demikian, dari kajian sosiolinguistik penggunaan bahasa Inggris oleh masyarakat korporasi (pemerintahan) merupakan salah satu indikasi peralihan atau pergeseran bahasa (language shift) atau bahkan dapat dikatakan sebagai kehilangan bahasa (language loss). METODE Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Dalam penelitian sederhana ini, peneliti berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan apa yang ada di lapangan mengenai kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang sedang tumbuh, proses yang sedang berjalan, akibat atau efek yang terjadi, atau kecenderungan yang tengah berkembang saat ini (Best, 1982: 119). Adapun teknik penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi observasi, kajian pustaka/ dokumen, wawancara, dan kuesioner. Penelitian ini dilakukan di wilayah Pemerintahan Daerah Tingkat II Kota Bandung dan melalui media internet (situs) atas nama lembaga tersebut dan akun pribadi Walikota Bandung sendiri, beberapa lokus ruang publik di wilayah Kota Bandung, Language Self Acces Center, Unit Bahasa, Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung yang beralamat di Jln. Dr. Setiabudhi 186, Bandung. Populasi penelitian ini adalah sejumlah produk publisitas program kerja Pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung dalam beragam bentuk yang tersebar di seluruh ruang publik kawasan Kota Bandung dan ruang digital maya. Adapun sampelnya yang dipakai meliputi: beberapa marka jalan utama, papan pengumuman, penginformasian kegiatan program Kota Bandung dalam akun facebook Ridwan Kamil untuk Bandung, dan berbagai media promosi yang ada di beberapa lokus tertentu.
BARISTA, Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
Walikota Bandung kurang lebih sekitar 101 kegiatan telah ditetapkan. Ke-101 program tersebut dikelompokkan dalam enam kelompok besar. Berikut ini penulis sampaikan keseluruhan program tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini peneliti sajikan data mengenai program kerja dan berbagai publisitas terhadap program kerja selama periode triwulan IV. Selama masa jabatan
Tabel 1. Kelompok Kerja dan Jenis Kegiatan No. Nama Kelompok Kerja & Jenis Kegiatan Pokja Kemacetan Bandung 1. Konsep Live-Work-Play di Satu Lokasi 2. Bike-Sharing 3. Bike to Work 4. Bike to School 5. Bike to Lunch 6. Jumat Bersepeda 7. Disiplin Angkot 8. Gembok Parkir 9. Pendisiplinan Pasar Tumpah 10 Banpolantas di Perempatan Jalan 11. Unit Reaksi Cepat Tambal Jalan 12. Teknologi Lampu Lalu Lintas Baru 13. Monorel/ Aeromovel/ H-Bahn/ Guided Bus 14. Cable car di Bandung Utara 15. Urban Elevated Walkway 16. Bus Wisata 17. Bus Sekolah 18. Bus Trans Metro 19. Angkot Gaul 20. Penataran Supir Angkot dan Kartu Supir Angkot 21. Fly-Over/ Underpass (Setahun 2) 22. Gedung Parkir dengan Teknologi Lift 23. Awards untuk Individu/ Institusi yang Berpartisipasi Kurangi Kemacetan 55 Lintas 24. Media/ Brosur Kampanye Tertib Lalu Pokja PKL 25. Sub Dinas Sektor Ekonomi Informal 26. Satpol PP di Kecamatan 27. Tim Gab (Militer/ Polisi) 28. Kartu PKL 29. Forum PKL 30. Kredit PKL 31. Pasar-pasar Baru (PD Pasar) 32. Penampungan Sementara (aset) 33. Desain Jongko/ Lapak PKL 34. Spatio Temporal di Parkir-parkir Kantor 35. Media/ Brosur Kampanye Tertib PKL Pokja Sampah Bandung 36. Gerakan Zero Waste Home 37. Bank Sampah 38. Supermarket Sampah 207
Keterangan Dwibahasa Inggris Inggris Inggris Inggris
Inggris Dwibahasa Inggris
Dwibahasa Dwibahasa Dwibahasa
Dwibahasa
Dwibahasa
Riadi Darwis, Rr. Adi Hendraningrum, & Joko Prayitno Penggunaan bahasa publisitas program kegiatan pemerintah 39. Tempat Sampah di RW dan Jalan-jalan 40. TPS Bawah Tanah 41. Sejuta Biopori dan Sumur Resapan 42. Waste to Energy di RW (Biogas) 43. Produk Recyle ( Desain di 1 Kampung 1 Produk) 44. TPA Legok Nangka 45. Truk Sampah Bandung Juara 46. Motor Sampah 47. Mesin Pencacah 48. Mobil/ Robot Pembersih Sampah 49. Bendungan Sampah 50. Awards untuk RW/ Sekolah/ Sekolah / Hotel Terbersih 51. Award untuk Individu Inspiratif 52. Relawan Bersih Bandung 53. Media Kampanye Bandung Bersih/ Bebas Sampah Pokja Bandung Hijau 54. Rumah Sehat 55. Septic-Tank Communal/ Pipa Septictank 56. Green Building Guidelines 57. Hemat Energi 58. Hemat Air dan Daur Ulang 59. Filter Air (Permanen dan Bergerak) 60. River Floating Park/ Bridge Open Space 61. Riber Green Wall 62. Jalan Berbunga 63. Jalan Berpohon Buah-buahan 64. Jalan Bertiang Hijau/ Bunga 65. Halte Hijau (Bis/ Angkot/ Sepeda) 66. Taman Tematik 67. Satu Taman Satu Komunitas 68. Satu Kampung Satu Taman 69. Satu Kecamatan Satu Lapangan Bola 70. Gerakan Atap Hijau 71. Gerakan Pagar Hijau 72. Gerakan 1 Rumah satu Pohon 73. Perpustakaan/ Toilet Taman 74. Hutan Kota Babakan Siliwangi 75. Edukasi di Sekolah 76. Bandung Green and Clean 77. Forum Jaga Seke 78. Forum Jaga Walungan 79. Forum Cikapundung 80. Bandung Bersih 81. Award untuk RW/ Sekolah/ Kantor/ Resto/ Hotel Terhijau 82. Award untuk Individu Peduli Lingkungan 83. Medali/ Brosur Kampanye Bandung Hijau Pokja Bandung Aman (Masalah Sosial) 84. Rumah Singgah (Kontrak) 85. Bangsal Gelandangan 86. Rumah Rehabilitasi 87. Tim Razia Rutin 88. Polisi Sosial di Perempatan Jalan dan Angkum 89. Kolaborasi Komunitas Peduli Anak Jalanan
Dwibahasa Dwibahasa
Dwibahasa Dwibahasa
Dwibahasa Inggris
Inggris Inggris
Inggris
Dwibahasa Dwibahasa
BARISTA, Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 90. Pelatihan Ekonomi 91. Forum Club Motor 92. Jalan Caang Baranang 93. Gelandangan sebagai Petugas kebersihan 94. Media Kampanye Bandung Aman Pokja Banjir Bandung 95. Masterplan Drainase Bandung 96. Drainase Pintar (Multifungsi) 97. Gerakan Sejuta Biopori 98. Sumur Resapan di Daerah-daerah Banjir 99. Gerakan Jaga Sungai 100. Masterplan Danau Buatan 101. Media Kampanye Bandung Bebas Banjir
Berdasarkan data yang penulis temukan di lapangan bahwa pemberitaan sejumlah program kegiatan Pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung diliput oleh hampir berbagai media cetak maupun elektronik baik yang bersifat lokal, nasional, regional bahkan internasional. Adapun nama-nama media massa cetak yang selalu getol memberitakan adalah Pikiran Rakyat, Tribun Jabar, Sindo, Kompas, Media Indonesia, dan Republika. Untuk stasiun penyiaran televisi, TVRI, Metro TV, Trans TV, Trans 7, TV One, Net TV, dan Global TV paling tidak memberitakan beberapa program kerja Pemerintah Kota Bandung di bawah kepemimpin Ridwan Kamil.
Dwibahasa
Dwibahasa
Dwibahasa
sms blast,facebook, twitter, instagram, blog, dan path. Pemberitaannya secara mayoritas selalu bernada positif mengingat ragam kegiatan yang ditawarkan dan digagas oleh walikota adalah sesuatu yang inovatif dan belum pernah dilakukan sebelumnya. Dalam pandangan komunikasi dari aspek kejujuran yang tinggi (high veracity), pemberitaan program kegiatan Pemerintah Kota Bandung melampaui dua penciri utamanya yaitu off-guard dan dramatization. Hal ini terbukti hampir semua aktivitas program kerja tidak luput dari sorotan awak media. Selain itu, berdasarkan salah satu fungsi publisitas berupa publisitas politik, penulis melihat bahwa Pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung melakukan pula publisitas melalui bentuk paid publicity melalui penunjukan langsung dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang ada pemanfaatan jasa atau biro advertising dalam meinginformasikan seluruh program kegiatannya melalui berbagai jenis media. Adapun total anggarannya mencapai Rp 2,3 milyar setahun. Media unggulan yang dijadikan sarana publikasi selama ini lebih mengarah pada media cetak. Berdasarkan pengakuan Dinas Komunikasi dan Informasi, media cetak yang paling sering dipakai adalah Pikiran Rakyat, Tribun Jabar, Gala, dan Sindo Weekly. Adapun media elektronik yang paling sering
Selain itu, secara spesifik dan rutin yang menyiarkan pemberitaan seputar Kota Bandung adalah PR FM 107,5 Radio. Acaranya bernama “Ngabandungan” yang di dalamnya berbicara seputar persoalan yang ada di Kota Bandung. Program ini langsung disiarkan dengan penyaji utama adalah Walikota Bandung sendiri sebagai narasumber. Di samping itu, dalam ragam media internet atau media dunia maya, publisitas kegiatan Program Kerja Kota Bandung senantiasa terliput awak media baik yang disengaja ataupun tidak disengaja. Demikian pula melalui berbagai jaringan media sosial lainya seperti: you tube, papan reklame, baliho, 209
Riadi Darwis, Rr. Adi Hendraningrum, & Joko Prayitno Penggunaan bahasa publisitas program kegiatan pemerintah
dipakai adalah radio PR FM 107,5 dan PJ TV. Berikut ini penulis sajikan sejumlah contoh bentuk-bentuk informasi program Pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung yang berhasil penulis temukan di media sosial seperti facebook, merdeka online, mobil, poster, surat pengumuman, dan kaos. Di samping itu, terkait dengan penggunaan huruf Sunda, di beberapa jalan protokol dan sekitar area Pemerintahan Daerah Tingkat II Kota Bandung dan Pemerintahan Daerah Provinsi Tingkat I Jawa Barat, plang nama-nama jalan ditulis dengan aksara Latin dan disandingkan pula dengan tulisan beraksara Sunda Kaganga. Selain itu, penulis pun menginventarisasi sejumlah nama-nama taman di Kota Bandung. Berikut adalah nama-nama taman yang ada di Kota Bandung yang disertai pelabelan menggunakan marka nama berdimensi. Contohnya: (1) Taman Kota Bandung. (2) Cibeunying Park, 93) Taman Love, dsb. Berdasarkan data yang berhasil penulis himpun kalimat publisitas maupun iklan terkait dengan program kerja Pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung berjumlah 84 buah. Dari 84 kalimat yang tertuang dapat penulis kelompokkan berdasarkan topik sebagai berikut. Selama triwulan IV tahun 2014, persoalan utama yang paling sering diketengahkan ke khalayak publik adalah permasalahan program kerja lainnya (34,5%); sampah (14,3%); bahaya rokok (8,3%); gerakan bersepeda (7,1%); kuliner (6%); isu lingkungan dan bis masingmasing 4,8%; program Kamis Inggris Kamis Gratis dan gerakan antikorupsi masing-masing 3,6%; program penghijauan dan nasihat masing-masing 3,5%; serta festival, banjir, dan persib masing-masing 1,2%.
Dari aspek penggunaan bahasa dalam publisitas maupun iklan, penulis berhasil mengindikasi sebagai berikut. Pertama, secara mayoritas bahasa publisitas maupun iklan lebih didominasi oleh bahasa Indonesia (59,6%). Kedua, bahasa Inggris menempati posisi kedua setelah bahasa Indonesia dalam publisitas atau pengiklanan program kerja Pemerintah Kota Bandung (20,2%). Ketiga, campuran bahasa Inggris dan bahasa Indonesia mendapatkan porsi 19%. Keempat, campuran bahasa Indonesia dan bahasa Sunda mendapatkan porsi 1,2%. Berdasarkan kenyataan tersebut, ada sejumlah argumen kebijakan yang ditempuh Pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung berkenaan dengan penggunaan bahasa Inggris dalam mempublikasikan setiap program kerjanya. Berikut beberapa alasan yang disampaikan oleh Kepala Humas Pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung: (1) untuk menyongsong masyarakat ekonomi Asia (MEA), (2) Kota Bandung merupakan tujuan wisata bagi wisatawan mancanegara, (3) ajang pembelajaran bagi masyarakat untuk bisa dan terbiasa menggunakan bahasa asing tanpa mengesampingkan bahasa daerah (bahasa Sunda), dan (4) masyarakat harus bisa mempersiapkan diri untuk menyongsong “go international”. Namun demikian, bila kita mengkaji Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan dan Peraturan Daerah Kota Bandung No. 9 Tahun 2012 tentang Penggunaan, Pemeliharaan, dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda ada beberapa hal yang dianggap inkonsisten atau dilanggar. Sesuai amanat Undang-undang Bahasa pasal 30, bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pelayanan administrasi publik di instansi pemerintah (termasuk pemerintah daerah Kota Bandung). Demikian pula pasal 33 menguatkannya sebagai komunikasi resmi
BARISTA, Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
di lingkungan kerja pemerintah dan swasta. Pada pasal 36 ayat 1 – 3 menjelaskan kewajiban menggunakan nama geografi baik nama gedung, jalan pemukiman, dan lain-lain dalam bahasa Indonesia. Pasal 38 mengamanatkan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum.
Terkait dengan program Rebo Nyunda dan Kamis Inggris, secara keseluruhan hal ini berjalan dengan baik dan dilaksanakan oleh seluruh aparat dan sekolah-sekolah. Secara khusus selama pelayanan di hari Rabu maupun Kamis, khusus bagi tamu yang bukan penutur Sunda lebih banyak dilayani dengan menggunakan bahasa Indonesia, namun untuk standar sapaan dan sejenisnya dicampur dengan bahasa Sunda maupun Inggris. Untuk masalah pendokumenan administrasi secara keseluruhan dibuat dengan bahasa Indonesia.
Meskipun secara jelas program Rebo Nyunda sudah diberlakukan sesuai dengan perdanya, dalam kenyaataannya bahasa Sunda termasuk aksaranya relatif masih sedikit diimplementasikan di ruang publik. Hal itu terlihat dari sejumlah penamaan fasilitas umum relatif sedikit beraksara Sunda. Hanya di sejumlah plang nama jalan utama atau protokol (54 buah) yang benar-benar eksplitit diterakan selebihnya masih belum dilakukan.
Untuk urusan penggunaan bahasa publikasi seluruh program kegiatan Pemerintah Kota Bandung, menurut Kepala Humasnya, bahwa tidak ada ahli bahasa yang disertakan dalam setiap pendesainan informasi. Pemublikasian seluruh program kerja ada di kewilayahan Dinas Komunikasi dan Informasi dan dikoordinasikan dengan dinas-dinas terkait. Berdasarkan data yang penulis peroleh (lihat tabel 2), seluruh program kegiatan Pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung dilaksanakan melalui berbagai media elektronik dan cetak. Sarana atau media pemublikasian mencakup facebook, sketsa, mobil, baju, halsduk, baliho, papan pengumuman, papan reklame, poster, marka, surat pengumuman, surat edaran, stiker, dan lainnya. Data dari Dinas Komunikasi dan Informasi, menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung berlangganan koran, majalah, dan sejenisnya tidak kurang dari 150 jenis. Besaran anggaran per tahun untuk seluruh media cetak dan elektronik tidak kurang dari Rp 2,3 milyar per tahun.
Yang menarik perhatian kami adalah, penamaan taman yang secara jelas menggunakan bahasa Inggris seperti “Pet Park” maupun Taman ” Love” . Penulis menilai bahwa semangat menghadapi perubahan global tidak serta merta harus mengorbankan jati diri kita selaku bangsa Indonesia. Alangkah lebih bijak bila pemerintah konsisten dan taat terhadap undang-undang dan peraturan daerah yang ada agar menjadi panutan bagi pihak lainnya. Dari sisi penggunaan bahasa, seluruh informasi dituangkan dengan ragam bahasa yang sederhana, santai, nuansa humanis, “gaul ala anak muda”, hingga formal. Adapun untuk urusan sanksi terhadap ketidakajegan terhadap aturan penggunaan bahasa hingga saat ini belum ada. Secara mayoritas medium bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia mengingat warga Kota Bandung terdiri atas campuran dari beberapa suku di Indonesia dan oini sesuai dengan amanat undang-undang tentang bahasa.
Belakangan pemublikasian gencar pula dilakukan dalam sarana lain. Satu di antaranya radio PR FM 107,5 yang memiliki agenda khusus dengan acara “Ngabandungan”. dengan pemateri Walikota Bandung sendiri dengan jadwal. 211
Riadi Darwis, Rr. Adi Hendraningrum, & Joko Prayitno Penggunaan bahasa publisitas program kegiatan pemerintah
Begitupun dengan surat kabar sejumlah surat kabar berskala lokal hingga nasional seperti Tribun, Kompas, Sindo Weekly, Pikiran Rakyat, Republika, dan Media Indonesia sering menyajikan liputan baik secara langsung tau tidak langsung disajikan dalam liputan pemberitaan. Sarana lainnya adalah televisi baik televisi lokal maupun nasional. Di antara nama televisi penyiaran yang kerap memberitakan baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu: PJTV, Bandung TV, TVRI, Net TV, Trans TV, Trans 7, Kompas TV, Metro TV, ANTV, SCTV, RCTI, dan Global TV. Stasiun tersebut tidak hanya memberitakan pemberitaan mengenai program kegiatan pemerintah Kota Bandung bahkan sampai mengangkat profil Walikota Bandung, Ridwan Kamil di beberapa acara berbagai stasiun televisi. Terobosan kebijakan dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung dengan memberikan ruang kepada para sineas dan seniman untuk mengangkat Bandung sebagai latar cerita. Ini disambut dengan baik oleh para seniman maupun para pengusaha dunia perfilman. Dampaknya sangat positif, secara strategi, gaya publisitas tidak hanya di sisi pemberitaan formal saja, kini sudah mulai pemberitaan secara tidak langsung sudah masuk dalam garapan naskah cerita film serial yang disiarkan setiap hari di televisi RCTI seperti Preman Pensiun. Pemublikasian atau pengiklanan program kerja dengan menggunakan media yang variatif tersebut secara visual jauh lebih menarik dan mengena. Setiap pesan yang disampaikan disertai dengan ilustrasi visual. Hal ini mampu menyedot perhatian masyarakat dan terbukti mendapatkan respon langsung dari masyarakat dengan jumlah penyuka dalam tayangan informasi di facebook secara sampel jauh lebih banyak dan jumlah perespon (penyuka) untuk satu pemberitaan bisa mencapai 100.000-an, rerata untuk pemberitaan
lainnya berada pada kisaran 20.000-an, dan paling sedikit ada puluhan. Kelebihan penyajian ini terdukung oleh adanya tim kreatif khusus disertai dengan adanya penganggaran terpisah. Kehebatan ini karena adanya andil walikota yang merupakan seorang arsitek kelas dunia dan secara profesionalisme untuk unsur estetika komunikasi tidak perlu diragukan lagi. Kesuksesan pemanfaatan media publikasi pun didukung dengan oleh tim yang ada di lingkungan Pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung sendiri. Selanjutnya, dalam mengukur keefektifan bahasa pesan program kegiatan Pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung, penulis mencoba memadukan sejumlah informasi dari respon para anggota komunitas (terutama yang ada di facebook Ridwan Kamil untuk Bandung) maupun dari hasil wawancara dengan pihak Kepala Hubungan Masyarakat Kota Bandung. Dari setiap informasi yang diunggah melalui facebook tidak kurang dari belasan ribu penyuka, bahkan ada satu momen yang disuka hingga angka 100.000-an. Versi berikutnya adalah evaluasi dari sisi Pemerintah Daerah Kota Bandung. Untuk masalah ini, Pemkot Bandung memiliki Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR). Berdasarkan data LAPOR per September 2014 ada 4.744 laporan dengan rerata per bulannya mencapai 383 laporan. Dari data tersebut diperoleh informasi bahwa yang belum ditindaklanjuti sebanyak 422 (9%), yang sedang dalam proses 228 (5%), dan yang telah diselesaikan 4.104 (86%). Laporan tersebut terbagi atas 10 objek primer yang paling banyak diadukan, 6 objek sekunder yang perlu mendapat perhatian, dan 5 faktor yang paling banyak diadukan. Kesepuluh objek primer yang paling banyak diadukan terdiri atas (1) kerusakan jalan, (2) PKL, (3) pelanggaran IMB dan bangunan liar, (4) sampah, (5) drainase dan gorong-
BARISTA, Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
gorong, (6) angkutan umum, (7) pengurusan KTP dan KK, (8) perparkiran, (9) air bersih, dan (10) PPDB. Adapun keenam objek sekunder yang butuh perhatian meliputi: (1) kerusakan lampu PJU, (2) rambu lalu lintas, (3) biaya pendidikan, (4) anak jalanan dan gepeng, (5) kemacetan, serta (6) pengurusan perizinan. Berikutnya adalah kelima faktor yang paling banyak diadukan mencakup: (1) infrastruktur, (2) reformasi birokrasi dan tata kelola, (3) pendidikan, (4) lingkungan hidup dan penangan bencana, dan (5) keamanan dan ketertiban masyarakat.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 dan Peraturan Daerah Kota Bandung No. 9 Tahun 2012 tentang Penggunaan, Pemeliharaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda, pihak Pemerintah Kota Bandung melakukan inkonsistensi/ melanggar terhadap sejumlah pasalnya. 2. Berdasarkan data yang penulis peroleh (lihat tabel 2), seluruh program kegiatan Pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung dilaksanakan melalui berbagai media elektronik dan cetak baik skala lokal maupun nasional. Sarana atau media pemublikasian mencakup facebook, sketsa, televisi, radio, film, mobil, baju, halsduk, baliho, papan pengumuman, papan reklame, poster, marka, surat pengumuman, surat edaran, stiker, dan lainnya. Saat ini Pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung berlangganan koran, majalah, dan sejenisnya tidak kurang dari 150 jenis. Besaran anggaran per tahun untuk seluruh media cetak dan elektronik tidak kurang dari Rp 2,3 milyar per tahun.
Seluruh publikasi program kegiatan Pemerintah Kota Bandung melewati tahapan perencanaan, persiapan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Hal ini dijalankan sesuai dengan standard operational procedure (SOP). Penanggung jawab urusan publisitas berada di Dinas Komunikasi dan Informasi. Di samping itu, untuk melihat efektivitas pesan program kerja terpahami dan dilaksanakan oleh aparat terkait dan masyarakat, Pemerintah Kota Bandung menggandeng pihak ketiga untuk membantu pengevaluasian. Untuk ranah lapangan biasanya dilakukan oleh Satuan Pengamanan Polisi Pamong Praja Kota Bandung.
3. Selanjutnya, dalam mengukur keefektifan bahasa pesan program kegiatan Pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung, penulis mencoba memadukan sejumlah informasi dari respon para anggota komunitas (terutama yang ada di facebook Ridwan Kamil untuk Bandung) maupun dari hasil wawancara dengan pihak Kepala Hubungan Masyarakat Kota Bandung. Dari setiap informasi yang diunggah melalui facebook tidak kurang dari belasan ribu penyuka, bahkan ada satu momen yang disuka hingga angka 100.000-an. Berdasarkan data Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR) per September 2014 ada 4.744 laporan dengan rerata per bulannya mencapai 383 laporan. Dari data tersebut diperoleh informasi bahwa yang telah diselesaikan 4.104 (86%), yang belum ditindaklanjuti sebanyak 422 (9%), dan yang sedang dalam proses 228 (5%).
SIMPULAN Pada bagian ini peneliti sajikan simpulan dari penelitian ini sebagai berikut. 1. Dari aspek penggunaan bahasa dalam publisitas maupun iklan, penulis berhasil mengindikasi sebagai berikut. Pertama, secara mayoritas bahasa publisitas maupun iklan lebih didominasi oleh bahasa Indonesia (59,6%). Kedua, bahasa Inggris menempati posisi kedua setelah bahasa Indonesia dalam publisitas atau pengiklanan program kerja Pemerintah Kota Bandung (20,2%). Ketiga, campuran bahasa Inggris dan bahasa Indonesia mendapatkan porsi 19%. Namun demikian, bila kita mengkaji 213
Riadi Darwis, Rr. Adi Hendraningrum, & Joko Prayitno Penggunaan bahasa publisitas program kegiatan pemerintah
Berdasarkan data simpulan di atas pada akhirnya penulis merekomendasikan beberapa hal berikut ini. 1. Seyogya pihak Pemerintah Kota Bandung lebih konsisten dan proporsional untuk menjalankan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan dan Peraturan Daerah Kota Bandung No. 9 Tahun 2012 tentang Penggunaan, Pemeliharaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda.
bahasa.kemendikbud.go.id/lamanbahas a/produk/1130 [Januari 2015]. Best, J.W. (1982). Metodologi Penelitian Pendidikan. Ed. Sanapiah Faisal dan Mulyadi Guntur Wiseso. Surabaya: Usaha Nasional. Darwis, R, et al. (2014). Pemertahanan Bahasa dalam Dunia Periklanan Maya Hotel-Hotel Berbintang Tiga di Kota Bandung. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, STP Bandung.
2. Dalam pembuatan publikasi ataupu iklan layanan masyarakat sebaiknya Pemerintah Kota Bandung menggunakan pula para ahli bahasa mengingat pemerintah adalah figur masyrakat dan harus memberikan contoh penggunaan bahasa yang jauh lebih baik, teratur, dan proporsional.
Dewan Periklanan Indonesia. (2007). Etika Pariwara Indonesia: Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia. Cetakan III. Jakarta:Dewan Perikalanan Indonesia.
3. Berbagai media yang dipakai selama ini sebaiknya tetap dijaga bahkan dioptimalkan dari sisi frekuensi maupun kualitasnya agar sisi keefektifan pesan dapat terwujud secara optimal.
Dwyer, J.(1997). The Business Communication Handbook 4 Th Ed, Sydney: Prentice Hall.
4. Tim kreatif pembuat pesan tetap dipertahankan mengingat karya viasualisasinya telah mengena sasaran secara lebih baik terbukti dari tingkat penindaklanjutan setiap laporan di atas 80%. DAFTAR PUSTAKA Adona, F. (2006). Citra dan Kekerasan Simbolik Dalam Iklan Perusahaan diTelevisi. Padang: Andalas University Press.) Aldridge, D.H. (2006). The Rule of Copywriting. (Online). Tersedia: www.makeinamonth.com/update.htm [27 Februari 2014]. Badan Bahasa Kemendikbud. (20..). Laman Bahasa Produk. (online). Tersedia: http://badan
Dorneyi, Z. (2007). Research Methods in Applied Linguistics. Oxford university Press. Oxford.
Friedman, A. (2006). Writing for Visual Media. 2nd Edition. Amsterdam: Elseiver. Gemar Pariwara. (2014). Iklan Korporat. Tersedia: http://gemarpariwara. blogspot.com/search/label/iklan%20K orporat [Januari 2015] Hendrowicaksono.(2012). Pembukaan Kongres Bahasa Indonesia IX, (online). Jakarta tersedia di .http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/l amanbahasa/node/549 [Januari 2015]. Hudson R.A. (1980). Sosiolinguistics, Cambridge University Press, Cambridge. Ibad.(2011). Tamasya di Ruang Maya: Reportase Singkat Kebudayaan Massa. (online). Tersedia:http://kabartersiar.web.id/20 12/05/20/tamasya-di-ruang-mayareportase-singkat-kebudayaan-massa/
BARISTA, Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
Michieka, M. (2012).” Language Maintenance and Shift among Kenyan University Students”. In SelectedProceedings of the 41st Annual Conference on African Linguistics, ed. Bruce Connell and Nicholas Rolle, 164-170. Somerville, MA: Cascadilla Proceedings Project. www.lingref.com, document #2746.
Richards, J.C., et al. (2002). Longman Dictionary of Language Teaching and Applied Linguistics. London: Longman Robinson, P.A. (2009). Writing and Designing Manuals and Warnings. 4th ed. Boca Raton: CRC Press Wilkie, H. (2001). Writing, Speaking, and Listening: The Essentials of BusinessCommunications. Oxford: How To Books.
Musgrave, S. (2007). Language Shift and Language Maintenance in Indonesia, Monash University. Australia.
Yudkin, M. (2009). 6 Steps to free Publicity. (e-book). 3nd edition. New Jersey: Career Press.
Musliadi. (2012). Definisi Publisitas, Prinsip Dasar. (online).Tersedia: https://musliadipnl. wordpress.com/ 2012/04/14/definisi-publisitas-prinsipdasar [28 Maret 2015]) Pemerintah Kota Bandung. (2012). Peraturan Daerah Kota bandung No. 9 Tahun 2012 tentang Penggunaan, Pemeliharaan, dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda. Bandung: Pemerintah Kota Bandung. Republik Indonesia.(2009). Undangundang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Begara, serta Lagu Kebangsaan. Jakarta.
215