3
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Lampu Tabung (Tubular Lamp) Lampu adalah alat untuk menerangi atau pelita, sedangkan lampu tabung
sama halnya dengan lampu neon yaitu lampu listrik berbentuk tabung yang berisi gas (www.KamusBahasaIndonesia.org). Menurut Hindarto (2011), terdapat empat jenis lampu listrik yaitu lampu tabung atau lampu TL (tubular lamp), lampu LED (light emitting diode), lampu halogen, dan lampu pijar. Salah satu jenis lampu listrik yang banyak digunakan adalah lampu tabung karena harganya terjangkau dan mudah didapatkan. Lampu tabung atau lampu TL (tubular lamp) adalah jenis lampu pelepasan gas yang berbentuk tabung dan berisi uap raksa bertekanan rendah. Pada lampu tabung terdapat elektron yang dipancarkan dari dalam tabung dan menyebabkan atom-atom media gas di dalam tabung berpendar atau melepaskan energi cahaya berwarna putih (Pratiwi 2011). Lampu tabung memiliki radiasi sinar ultraviolet yang ditimbulkan oleh ion gas raksa dan lapisan fosfor dalam tabung yang akan dipancarkan berupa cahaya tampak (gejala fluorensensi), sedangkan elektroda yang dipasang pada ujung-ujung tabung berupa kawat lilitan pijar akan menyala bila dialiri listrik (http://www.kumpulanistilah.com/2011/06/pengertian-lamputl.html)
Gambar 1 Macam-macam lampu tabung (http://www.kumpulanistilah.com/2011/06/pengertian-lampu-tl.html)
4
Pemanfaatan lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan telah berkembang secara cepat sejak ditemukan lampu listrik. Penggunaan lampu tabung sudah banyak digunakan
baik untuk penerangan rumah, penerangan pada industri-
industri, dan penangkapan akhir-akhir ini. Lampu tabung dapat menghasilkan cahaya output per Watt lebih tinggi dibandingkan lampu bohlam biasa (incandescent lamp) (Dwimirnani 2010). Menurut Pratiwi (2011), lampu tabung lebih hemat energi dan menghasilkan cahaya yang lebih terang dibandingkan dengan lampu pijar. 2.2
Cahaya Cahaya adalah suatu bentuk energi yang dapat merambat dari suatu benda ke
benda lain tanpa memerlukan zat perantara. Transfer energi tersebut dinamakan radiasi (Cayless dan Marsden 1983). Cahaya merupakan pancaran muatan listrik yang dipercepat dan diberi kelebihan energi kalor atau melalui pengosongan muatan listrik (Fridman 1986). Iluminasi cahaya adalah jumlah pancaran cahaya dalam satu detik yang jatuh pada suatu permukaan bidang (Cayless dan Marsden 1983). Menurut Ben Yami (1987), iluminasi cahaya sangat tergantung pada jenis sumber cahaya dan jarak antara sumber cahaya dengan bidang permukaan. Iluminasi suatu cahaya akan semakin menurun jika jarak dari sumber cahaya semakin meningkat dan apabila cahaya tersebut memasuki medium air. Iluminasi suatu sumber cahaya akan menurun dengan semakin meningkatnya jarak dari sumber cahaya tersebut. Nilai iluminasinya
berkurang apabila cahaya memasuki media air. Cayless dan
Marsden (1983) mengukur ilumuminasi cahaya dengan menggunakan rumus : E= I/r2 Keterangan
:
E : Iluminasi cahaya (lux) ; I : Intensitas cahaya (candela) ; dan r : Jarak dari sumber cahaya (m).
5
Cahaya dan semua radiasi elektromagnetik merambat dengan kecepatan (3×108) m/detik pada ruang hampa udara. Kecepatan rambatnya akan berkurang jika melewati suatu medium, seperti udara dan gas. Penyebabnya adalah indeks bias kedua medium tersebut lebih kecil dari ruang hampa udara (Cayless dan Marsden 1983). Cahaya memberikan respon atau daya tarik bagi suatu jenis ikan. Beberapa jenis ikan mempunyai daya rangsang tersendiri terhadap cahaya untuk berkumpul mendekati sumber cahaya menurut warna, posisi dan intensitas cahaya yang dipancarkan. Ben Yami (1976) mengemukakan ada enam macam warna cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda (Tabel 1). No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tabel 1 Warna dan panjang gelombang cahaya Warna cahaya Panjang gelombang (Å) Ultraviolet Lebih pendek dari 3.900 Biru 3.900 – 4.550 Hijau 4.550 – 4.920 Kuning 4.920 – 5.770 Orange 5.970 – 6.220 Merah 6.220 – 7.700 Inframerah Lebih panjang dari 7.700
Kemampuan cahaya untuk menembus air tergantung pada panjang gelombangnya. Semakin pendek gelombang cahaya, maka semakin besar kekuatannya untuk menembus air. Panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi. Semakin besar panjang gelombang maka semakin rendah frekuensi cahayanya, dan semakin pendek panjang gelombang maka frekuensi cahayanya akan semakin panjang (Nybakken 1998). Hubungan antara warna gelombang dengan kedalaman dapat dilihat pada Gambar 2. Cahaya merah dengan panjang gelombang rata-rata 6.220-7.700 Å memiliki energi lebih rendah dibandingkan warna orange dengan panjang gelombang 5.970-6.220 Å. Warna orange lebih rendah frekuensinya dibandingkan frekuensi warna kuning. Warna kuning lebih rendah frekuensinya dibandingkan ferkuensi warna hijau, dan seterusnya. Penyebabnya, panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi (Amanda 2012).
6
Gambar 2 Kedalaman warna cahaya menembus air laut (http://blakbin.matasiswa.asia/2011/08/apakah-air-laut-benarbenarberwarna.html) Warna merah dengan panjang gelombang 620-750 nm akan terserap pada kedalaman air sekitar 20 m dan sesudah itu keberadaannya tersembunyi. Warna orange terserap pada kedalaman sekitar 30 m dan cahaya warna kuning terserap pada kedalaman 50 m. Sekitar 100 meter warna hijau terserap. Pada kedalaman 125 m warna cahaya ultraviolet dan ungu terserap. Warna yang paling terakhir terserap adalah warna biru, yaitu pada kedalaman sekitar 200 m (Amanda 2012). Pada
Gambar
2
jelas
terlihat
spektrum
warna
biru
mampu
menembus air paling dalam. Itulah penyebabnya saat siang hari air laut terlihat dominan berwarna biru, karena sebagian besar terserap spektrum cahaya warna biru. Sedangkan air laut terlihat berwarna merah saat matahari terbenam karena terserap oleh cahaya merah. Warna air laut dapat berubah tergantung kedalaman dan tempatnya. Semakin dalam kedalaman laut, maka semakin berwarna kebiruan (Rusdianto 2011).
7
2.3 Reaksi Ikan terhadap Cahaya Alat tangkap yang sangat mengandalkan cahaya adalah bagan. Cahaya digunakan dalam memikat dan mengumpulkan ikan. Pemanfaatan cahaya sebagai alat bantu penangkapan ikan berkaitan dengan tingkah laku ikan terhadap cahaya. Umumnya ikan mencari makan dengan memanfaatkan indera penglihatan dan menyesuaikan ukuran makanan dengan besar mulutnya (Effendi 1997). Respon ikan terhadap sumber cahaya dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu phototaxis positif (tertarik untuk mendekati sumber cahaya) dan phototaxis negatif (menjauhi sumber cahaya). Tertariknya ikan pada cahaya disebabkan oleh beberapa hal, antara lain untuk mencari makan dan bergerombol. Peristiwa berkumpulnya ikan di bawah sumber cahaya dapat dibedakan menjadi (Ayodhoya 1981) : 1.
Peristiwa langsung, yaitu berkumpulnya ikan karena tertarik oleh cahaya lampu yang digunakan atau ikan bersifat fototaksis positif ; dan
2.
Peristiwa tidak langsung, yaitu berkumpulnya ikan karena tujuan mencari makanan (feeding) yang disebabkan oleh adanya plankton dan ikan kecil yang terpikat cahaya. Ikan yang tertarik pada cahaya umumnya menyukai cahaya terang. Hasil tangkapan bagan apung yang termasuk fototaksis positif diantaranya
rebon, teri, dan cumi-cumi. Adapun yang bersifat fototaksis negatif adalah jenis predator seperti layur dan tongkol (Subani dan Barus 1989). Ikan predator mendekat ke arah cahaya untuk mencari makan. 2.4 Bagan Bagan merupakan jenis alat tangkap tradisional yang banyak digunakan oleh nelayan Indonesia. Menurut Baskoro (1999), ada dua jenis tipe bagan yang ada di Indonesia. Jenis pertama adalah bagan tancap, yaitu bagan yang ditancapkan secara tetap di perairan dengan kedalaman 5-10 m. Jenis yang kedua adalah bagan apung yaitu bagan yang dapat berpindah dari satu daerah penangkapan ke daerah penangkapan lainnya sehingga daerah pengoperasiannya luas. Bagan apung juga merupakan jenis alat tangkap liftnet karena pengoperasiannya dengan cara mengangkat jaring.
8
Bagan dikelompokkan ke dalam jaring angkat, karena pengoperasiannya dilakukan dengan menurunkan dan mengangkat jaring secara vertikal. Jaring angkat
adalah
jaring
yang biasanya
berbentuk
empat persegi
panjang, dibentangkan di dalam air secara horizontal dengan menggunakan kayu, bambu, besi, dan tali sebagai rangkanya. Pemasangan jaring angkat ini dapat dilakukan di lapisan tengah, dasar, atau permukaan perairan. Ikan-ikan yang berkumpul di atas jaring, sebagai akibat daya tarik cahaya akan terbawa arus dan tertangkap di dalam jaring bagan (Subani dan Barus 1989). Bagan termasuk kedalam light fishing yang menggunakan lampu sebagai alat bantu untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul di bawah cahaya lampu kemudian dilakukan penangkapan dengan jaring yang telah tersedia (Ayodhyoa 1981). 2.4.1 Klasifikasi bagan International Standard Statistical Classification Fishing Gear (ISSCFG), FAO (1971) mengklasifikasikan bagan ke dalam jaring angkat atau liftnet. Hal ini didasarkan pada cara pengoperasian bagan dengan cara mengangkat jaring. Pengoperasian bagan sangat tergantung pada cahaya. Von Brandt (1984) mengklasifikasikan bagan ke dalam alat tangkap yang dalam pengoperasiannya menggunakan cahaya sebagai alat bantu untuk memikat ikan. Ikan yang menjadi tujuan penangkapannya adalah jenis-jenis ikan fototaksis positif. Bagan dikelompokkan ke dalam tiga jenis yaitu bagan tancap, bagan perahu, dan bagan rakit atau bagan apung (Subani dan Barus 1989). Bagan juga dapat diklasifikasikan menjadi bagan dengan satu perahu, bagan dua perahu, bagan rakit, bagan dengan menggunakan mesin, dan bagan rambo. Bagan rambo adalah bagan yang memiliki ukuran yang lebih besar (Baskoro 1999). Bagan rambo memiliki ukuran yang lebih besar dan konstruksinya tampak lebih kokoh serta jumlah lampu yang digunakan lebih banyak (diatas 30 unit lampu). Perahu bagan dapat dikatakan sebagai bangunan utama dari bagan Rambo karena selain untuk mengapungkan bangunan bagan juga di atasnya terkonsentrasi seluruh peralatan dan merupakan tempat kegiatan pada saat operasi penangkapan. Bentuk dan konstruksi perahu dirancang khusus, yaitu berbentuk pipih memanjang dengan dimensi utama panjang 30,0 m, lebar 2,0 m, dan dalam 3,5 m. Ukuran panjang dan lebar bangunan bagan rambo adalah (32,0 x 30,0) m,
9
dirangkai pada sisi kiri dan kanan perahu. Jenis lampu yang digunakan terdapat dua
fungsi,
yaitu lampu penarik dan lampu yang digunakan untuk
memgkonsentrasikan ikan-ikan yang telah tertarik oleh cahaya lampu (Sudirman 2003). Bagan tancap yaitu bagan yang ditancapkan pada kedalaman kurang lebih 15 m di dasar perairan atau bagan yang dioperasikan pada perairan yang dangkal. Bagan perahu yaitu menggunakan dua perahu sebagai penopang. Jarak antara kedua perahu digunakan sebagai tempat pengoperasian alat tangkap. Bagan rakit atau bagan apung sangat sederhana, mudah pengoperasiannya, mudah dipindah-pindahkan, dan lokasi penangkapan yang dekat dengan pantai. Oleh sebab itu, bagan apung banyak digunakan oleh nelayan (Subani dan Barus 1989). 2.4.2
Bagan apung Bagan apung adalah suatu alat penangkap ikan yang dioperasikan dengan
cara menurunkan jaring ke kolom perairan kemudian diangkat apabila sudah banyak ikan di atasnya, bagian bawah berbentuk rakit sehingga dapat berpindahpindah ke lokasi yang terdapat banyak ikan. Bagan rakit atau bagan apung diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat (lift nets).
Dalam
pengoperasiannya bagan apung mudah berpindah dari satu daerah penangkapan ke daerah penangkapan lainnya. Lokasi penangkapan bagan apung luas serta memiliki metode pengoperasian yang mudah (Subani dan Barus 1989). 1)
Konstruksi bagan apung Bagan apung terdiri atas jaring, rumah bagan, lampu, penggulung, dan
bangunan bagan. Jaring terbuat dari PE (polyethylene) dengan ukuran mata jaring (mesh size) 0,5-1 cm. Jaring tersebut diikatkan pada bingkai bambu berbentuk bujur sangkar berukuran (9 × 9) m. Penggulung berfungsi untuk mengangkat dan menurunkan jaring (Fridman 1986). Konstruksi bagan apung biasanya terbuat dari bambu. Bagan apung disebut juga dengan bagan rakit. Bagan rakit menggunakan rakit yang terbuat dari bambu yang ditempatkan pada kanan dan kiri bagian bawah rumah bagan sebagai alat apung sekaligus landasan rumah bagan (Subani dan Barus 1989).
10
Ukuran untuk alat tangkap bagan apung/rakit beragam mulai dari panjang = 13 m; lebar = 2,5 m; dan tinggi = 1,2 m hingga panjang = 29 m; lebar = 29 m; dan tinggi = 17 m. Masing-masing rakit dibuat dari 32 batang bambu yang dirangkai menjadi empat lapis tersusun dari atas ke bawah, sehingga tiap-tiap lapis terdiri dari delapan bambu. Bambu untuk rakit biasanya berdiameter 10-12 cm dan panjang 8 m. Pada tiap rakit dipasang lima buah tiang bambu ke atas, tingginya 2 m berderet dari muka ke belakang. Kedua baris tiang ini saling dihubungkan dengan bambu yang panjangnya 8 m sehingga di atas rakit ini terbentuklah sebuah pelataran (Gofar et al. 1988). Untuk menjaga keseimbangan serta memperkokoh kedua buah rakit ini, maka di sisi kiri dan kanan rakit dihubungkan dengan dua buah bambu yang berukuran agak besar atau dapat dilakukan dengan merangkapkan bambu yang menghubungkan kedua rakit tersebut (Gofar et al. 1988). 2) Kelengkapan dalam unit penangkapan bagan apung 1. Perahu Bagan apung menggunakan perahu dalam operasi penangkapannya. Perahu yang digunakan adalah jenis perahu motor tempel. Perahu motor berfungsi untuk mengantarkan nelayan menuju bagan dan mengangkut hasil tangkapan menuju ke darat. Umumnya satu perahu mengangkut 5-15 nelayan yang berasal dari 3-5 bagan apung. 2. Nelayan Nelayan yang mengoperasikan bagan rakit berjumlah 1-4 orang karena adanya spesifikasi kerja, ada yang memindahkan bagan rakit, menggulung dan ada yang bertugas melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. Pada bagan PSP, nelayan berjumlah 1 orang melakukan semua aktivitas operasi penangkapan ikan. 3. Alat bantu Alat bantu yang biasa digunakan adalah berupa sumber cahaya seperti lampu atau petromaks. Cahaya berfungsi untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul di bawah rumah bagan, kemudian dilakukan penangkapan dengan jaring yang telah tersedia (Subani dan Barus 1989). Keberhasilan operasi
11
penangkapan bagan tergantung pada intensitas cahaya yang dipancarkan pada perairan di sekitar areal bagan. Alat bantu lainnya dalam memperlancar operasional penangkapan antara lain serok, keranjang, peti, dan radio komunikasi.
Serok berfungsi untuk
mengangkat hasil tangkapan dari jaring ke atas perahu. Serok umumnya mempunyai ukuran panjang 3,2 m dengan diameter bukaan mulut 50 cm, dan tinggi jaring 60 cm dengan mesh size 0,5 cm terbuat dari bahan PE. Keranjang berfungsi sebagai wadah hasil tangkapan setelah disortir. Peti merupakan tempat penyimpanan hasil tangkapan sebelum dibawa ke darat. Radio komunikasi digunakan berkomunikasi antara juragan laut dan juragan darat (punggawa laut dan punggawa darat), sesama nelayan untuk mengetahui fishing ground, harga ikan, dan hasil tangkapan (Gofar et al. 1988). 3) Metode pengoperasian bagan apung Pengoperasian bagan apung dilakukan di daerah perairan dangkal sekitar pantai.
Sifat
bagan
apung
yang
dapat
dipindahkan
membuat
daerah
penangkapannya sangat luas. Pengoperasian bagan hanya dilakukan pada malam hari saat bulan gelap dengan menggunakan lampu sebagai alat bantu penangkapan (Subani dan Barus 1989). Operasi penangkapan dilakukan berdasarkan perhitungan bulan. Nelayan tidak melakukan operasi penangkapan selama bulan terang ditambah tujuh hari berikutnya (Monintja dan Martasuganda 1991). Hal ini dikarenakan pada masa tersebut cahaya menyebar ke seluruh permukaan laut dan ikan berada pada area yang sangat luas. Menurut Iskandar (2001), tahapan-tahapan metode pengoperasian bagan rakit adalah sebagai berikut: 1. Persiapan menuju fishing ground Sebelum berangkat menuju fishing ground terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan persiapan terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pengoperasian bagan. Pemeriksaan dan perbaikan terutama dilakukan terhadap lampu dan mesin kapal. Persiapan lain yang dianggap penting
adalah
kebutuhan perbekalan operasi penangkapan seperti bahan makanan, air tawar, solar, dan minyak tanah. Untuk mengoperasikan satu unit bagan diperlukan 6 orang yang dipimpin oleh seorang nahkoda. Perjalanan menuju fishing ground
12
berkisar antara 2-3 jam. Penentuan fishing ground dilakukan oleh nahkoda berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya. 2. Pengumpulan ikan Ketika tiba di lokasi fishing ground dan hari menjelang malam, maka lampu dinyalakan dan jaring biasanya tidak langsung diturunkan hingga tiba saatnya ikan terlihat berkumpul di lokasi bagan atau ingin masuk ke dalam area cahaya lampu. Namun ada juga nelayan yang langsung menurunkan jaring setelah lampu dinyalakan. 3. Setting Setelah menunggu beberapa jam dan ikan mulai terlihat berkumpul di lokasi penangkapan, maka jaring diturunkan ke perairan. Jaring biasanya diturunkan secara perlahan-lahan dengan memutar roller. Penurunan jaring beserta tali penggantung dilakukan hingga jaring mencapai kedalaman yang diinginkan. Banyaknya setting tergantung pada keadaan cuaca dan situasi hasil tangkapan, serta kondisi perairan pada saat operasi penangkapan. 4. Perendaman jaring (soaking) Selama jaring berada di dalam air, nelayan
melakukan pengamatan terhadap
keberadaan ikan di sekitar areal jaring bagan. Lama jaring berada di dalam perairan (perendaman jaring) bukan bersifat ketetapan, karena nelayan tidak pernah menentukan dan menghitung lamanya jaring di dalam perairan dan kapan jaring akan diangkat namun hanya berdasarkan penglihatan dan pengamatan adanya ikan yang berkumpul di bawah cahaya lampu. 5. Pengangkatan jaring (lifting) Lifting dilakukan setelah kawanan ikan terlihat berkumpul di lokasi penangkapan. Kegiatan lifting ini diawali dengan pemadaman lampu secara bertahap. Hal ini dimaksudkan agar ikan tidak terkejut dan tetap terkosentrasi pada di sekitar lampu yang masih menyala. Ketika ikan sudah berkumpul di tengah-tengah jaring, jaring tersebut mulai ditarik ke permukaan hingga akhirnya ikan akan tertangkap oleh jaring. 6. Brailing Setelah bingkai jaring naik ke atas permukaan air, maka tali penggantung pada ujung dan bagian tengah rangka dilepas dan dibawa ke satu sisi kapal, tali
13
kemudian dilewatkan pada bagian bawah kapal beserta jaringnya. Tali pemberat ditarik ke atas agar mempermudah penarikan jaring dan lampu dihidupkan lagi. Jaring kemudian ditarik sedikit demi sedikit dari salah satu sisi kapal ke atas kapal. Hasil tangkapan yang telah terkumpul diangkat ke atas dek kapal dengan menggunakan serok. 7. Sorting Hasil tangkapan bagan apung biasanya terdiri dari beberapa jenis ikan. Oleh karena itu untuk memudahkan penjualan ikan hasil tangkapan maka ikan hasil tangkapan disortir menurut jenis dan ukurannya. Ikan yang disortir ditampung untuk sementara waktu dalam keranjang yang terbuat dari bambu. Ikan yang telah disortir langsung dimasukkan ke dalam wadah atau peti untuk memudahkan pengangkutan. 4) Daerah pengoperasian bagan apung Pada umumnya daerah pengoperasian alat tangkap bagan apung adalah perairan yang subur, perairan yang tenang, dan tidak banyak adanya gelombang besar, angin kencang maupun arus yang kuat. Umumnya terdapat di perairan teluk (Subani dan Barus 1989). Sifat bagan apung yang mudah dipindahkan membuat daerah penangkapannya sangat luas. 5) Hasil tangkapan bagan apung Hasil tangkapan bagan apung adalah jenis-jenis ikan pelagis kecil seperti teri (Stolephorus sp), cumi-cumi (Loligo sp), tembang (Sardinella fimbriata), pepetek (Leiognathus sp), sotong (Sepia sp), dan kembung (Rastrelliger sp). Jenis ikan hasil tangkapan sampingan bagan antar lain adalah layur (Trichiurus sp) dan tongkol (Auxis thazard) (Subani dan Barus 1989). Jenis hasil tangkapan bagan apung yang bersifat fototaksis positif diantaranya tembang, teri, rebon, dan kembung. Hasil tangkapan lainnya bersifat fototaksis negatif seperti cumi, layur, dan tongkol.