Pusat Penelitian Informatika - LIPI
PENGEMBANGAN TURBIN AIR TYPE CROSS-FLOW DIAMETER RUNNER 400 MM Anjar Susatyo Pusat Penelitian Tenaga Listrik Dan Mekatronik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
ABSTRAK Pengembangan turbir Air
merupakan kegiatan penelitian guna mendapatkan suatu
prototype turbin dengan desain yang kokoh dan handal. Pada kegiatan ini di rancang turbin type cross-flow dengan diameter runner 400mm. Pada perancangan ini dilakukan tahap perrhitungan hidrodinamik untuk mendapatkan dimensi turbin khususnya dibagian runner. Dari hasil perhitungan ini dirancang konstruksi runner secara keseluruhan dan dianalisa tegangan pada beban maksimal. Setelah seluruh bagian di rancang dalam bentuk gambr desain selanjutnya dibuat prototype.
PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan turbir kompatibel merupakan kegiatan penelitian guna mendapatkan suatu prototype turbin dengan desain yang kokoh dan handal. Pada kegiatan ini di rancang turbin type cross-flow dengan diameter runner 400mm. Kegiatan ini sangat penting mengingat potensi tenaga air tersebar hampir di seluruh Indonesia dan diperkirakan mencapai 75.000 MW, sementara pemanfaatanya baru sekitar 2,5% dari potensi yang ada. Untuk memenuhi kebutuhan listrik daerah pedesaan yang belum terjangkau oleh PLN, dan mengingat tenaga air merupakan salah satu potensi sumber energi yang cukup besar namun dan pemanfaatannya masih di bawah potensinya, maka penerapan PLTMH merupakan alternatif yang paling baik. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) telah dikembangkan diberbagai daerah pedesaan di Indonesia. Pertimbangannya adalah karena PLTMH beranjak dari konsep : •
Pemanfaatan sumber daya alam yang terbarukan.
Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik
1
Bandung, 29 – 30 Juli 2003
•
Pemanfaatan energi air yang terbuang agar dapat dilakukan penghematan sumber energi lainnya seperti minyak bumi.
•
Peningkatan perekonomian dipedesaan.
Turbin cross-flow merupakan turbin impuls dengan tipe aliran radial. Awal pengembangan turbin cross-flow (turbin banki) di Nepal didasarkan pada teori profesor Donat Banki yang mempatenkan konsepnya sekitar tahun 1920. Turbin cross-flow sekarang ini sudah jarang dipakai dan digantikan oleh turbin-turbin yang lebih modern seperti turbin Pelton, Francis atau pun Kaplan. Tetapi bagaimanapun juga, turbin cross-flow mempunyai keunggulankeunggulan tersendiri yang tidak dimiliki turbin jenis lain. Tujuan kegiatan Tujuan kegiatan ini adalah mendapatkan suatu protipe turbin type cross-flow dengan desain kokoh dan handal dengan diameter runner 400mm. Metodologi Metodologi penelitian yang dilakukan adalah: Perhitungan hidrodinamik dari turbin. Perhitungan konstruksi turbin. Gambar desain turbin Pembuatan prototype turbin
TEORI DASAR Untuk mempelajari lebih jauh tentang turbin cross flow, ada beberapa hal dasar yang harus dipahami lebih dahulu. Hal-hal tersebut menyangkut kondisi aliran, persamaan-persamaan dan hubungan-hubungan dasar yang diperlukan dalam pembahasan turbin cross flow. Dan yang juga sangat penting adalah perilaku aliran pada sudu-sudu roda turbin yang dapat diketahui dengan mempelajari segitiga kecepatan,, baik saat masuk maupun keluar roda turbin. Aliran Pada Kondisi Tunak (steady state) Aliran akan berada pada kondisi steady jika hubungan antara dua harga kecepatan yang diamati pada titik yang berbeda bernilai konstan. Pada gambar 2.1, laju aliran fluida melalui dua penampang A dan B besarnya sama. Aliran air dari tangki dengan tinggi 2
Pemaparan Hasil Litbang 2003
Pusat Penelitian Informatika - LIPI
permukaan air yang konstan yang terletak lebih tinggi, melalui suatu pipa ke titik yang posisinya lebih rendah adalah konstan. Jika luas penampang pipa keluaran diubah besarnya, maka aliran akan mencapai kondisi steady setelah tercapai kondisi kesetimbangan yang baru.
Gambar 2.1. Aliran pada kondisi tunak Persamaan Kontinuitas Jika laju aliran fluida Q (m3/s) melalui suatu penampang A (m2) dengan kecepatan seragam V (m/s) pada setiap titik, maka persamaan kontinuitas akan dipenuhi pada kondisi steady : Q = A.V = konstan
( 2.1 )
Pemilihan luas penampang A harus tegak lurus terhadap arah aliran fluida. Untuk kepentingan praktis, ini adalah kasus dimana luas penampang tegak lurus terhadap axis dari suatu pipa saluran. Persamaan Bernoulli Energi yang mengalir di setiap elemen suatu aliran fluida tersusun atas tiga komponen : a. Energi Potensial, besarnya W . h dimana W (kgm/s2) adalah berat cairan dan h adalah jarak tegak lurus atau head di atas suatu titik referensi. b. Energi Tekanan , besarnya
W.p
ρ
dimana p adalah tekanan (N/m2) dan ρ adalah kerapatan fluida (kg/m3) atau dengan kata lain p / ρ adalah head tekanan c. Energi Kinetik (kecepatan) , besarnya yang diperoleh dari head kecepatan
Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik
W .V 2 2g
V2 , (hukum Toricelli, c = 2g
2 gh ),
3
Bandung, 29 – 30 Juli 2003
dimana g (m/s2) adalah konstanta gravitasi dan W adalah berat fluida. Sehingga head energi yang terkandung dalam 1 kg fluida adalah : He = h +
p
ρ
+
V2 c2 + 2g 2g
(mkg/kg)
( 2.2 )
Untuk keperluan praktis dari studi tentang aliran, kita bisa mengasumsikan bahwa semua elemen fluida mengandung jumlah energi yang sama di entry point hingga ke sistem yang diamati, sehingga persamaan (2.2) berlaku untuk seluruh sistem. Jika tidak ada energi yang dimasukkan atau diambil ke dalam sistem, maka :
h+
p
ρ
+
V2 2g
= konstan
( 2.3 )
Persamaan (2.3) dikenal dengan Persamaan Bernoulli, yang menyatakan bahwa tidak ada energi yang hilang pada sistem aliran saat steady state untuk fluida yang bebas gesekan (inviscid fluid). Untuk h = konstan dan untuk aliran tegak lurus dengan luas penampang referensi : V2 + ρ 2g p
= konstan
( 2.4 )
Dari persamaan (2.4) bisa disimpulkan bahwa titik yang bertekanan rendah, kecepatannya akan tinggi, dan sebaliknya. Pada suatu pipa saluran yang luas penampangnya secara kontinyu mengecil, sedemikian hingga kecepatan aliran naik secara proporsional, berdasarkan persamaan (2.1), dengan penurunan luas penampang, maka tekanan akan turun secara kontinyu. Tetapi jika kecepatan fluida naik terlalu tinggi akan mengakibatkan penurunan tekanan secara berlebihan sehingga menyebabkan pemisahan fluida. Pada situasi seperti ini akan terbentuk gelembung-gelembung uap sesaat setelah tekanan fluida turun hingga lebih rendah daripada tekanan jenuhnya. Fenomena ini dikenal dengan nama kavitasi dan biasanya disertai dengan suara-suara yang ditimbulkan oleh gelembung-
gelembung uap air yang membentur dinding saluran.
TEORI DASAR TURBIN CROSS-FLOW
Turbin cross-flow terdiri dari dua bagian utama, nosel dan roda turbin. Roda turbin terbuat dari dua piringan lingkaran yang disatukan pada rim oleh sudu-sudu. Nosel yang mempunyai penampang persegipanjang, memancarkan air masuk memenuhi seluruh lebar
4
Pemaparan Hasil Litbang 2003
Pusat Penelitian Informatika - LIPI
turbin dengan sudut absolut 160. Air membentur sudu (gambar 3.1), mengalir melalui sudu, dan meninggalkan sudu melalui suatu ruangan kosong antara rim sebelah dalam lalu masuk kembali ke rim di sisi yang lain kemudian akhirnya keluar. Lintasan Pancaran Air (jet) Melalui Turbin
Dengan asumsi bahwa pusat pancaran air masuk roda turbin pada titik A (gambar 3.1) dengan sudut absolut α1 , maka kecepatan air keluar nosel adalah : C1 = C (2gH)0.5
( 3.1 )
dimana : C1 = kecepatan absolut air H = head pada titik acuan C = koefisien nosel Kecepatan relatif air pada sisi masuk, w1, bisa diketahui jika kecepatan tangensial pada sisi masuk tersebut, u1, diketahui. Sudut yang dibentuk oleh kecepatan relatif dengan kecepatan absolut dinamai sudut relatif , β1. Untuk mencapai efisiensi maksimum , sudut sudu harus sama dengan β1. Hal yang sama berlaku pada sisi keluar rim. Jika AB merepresentasikan sudu, maka kecepatan relatif air keluar dari rim, w2’ membentuk sudut β2’ terhadap kecepatan tangensial , u2’ , dan kecepatan absolutnya dapat ditentukan dari w2’, β2 , dan u2. Sudut antara kecepatan absolut tersebut dengan kecepatan tangesial adalah α2 .
Gambar 3.1 Lintasan air melalui turbin
Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik
5
Bandung, 29 – 30 Juli 2003
Dengan asumsi tidak ada perubahan kecepatan absolut, maka titik C, melalui mana air masuk lagi ke rim bisa ditentukan. Kecepatan absolut c2’ di titik ini menjadi c1’ dan lintasan absolut air melalui sudu CD, dari titik C ke titik D bisa diketahui dengan pasti. Sehingga : α1’ = α2’ β1’ = β2’ β1 = β2
karena semuanya merupakan sudut-sudut yang saling berkaitan pada sudu yang sama.
Gambar 3.2 Aliran air dalam roda turbin saling berinterferensi Terlihat bahwa tidak semua pancaran air mengikuti lintasan tersebut, karena beberapa partikel air cenderung saling memotong di bagian dalam wheel. , seperti ditunjukkan gambar 3.2. Sudut defleksi θ dan θ1 akan mencapai maksimum pada sisi paling luar masing-masing jet. Efisiensi Turbin
Daya poros yang dihasilkan turbin cross flow dirumuskan sebagai berikut : Ps
= ρgQH (C1 cos α1 + C2 cos α2) U1
( 3.2 )
Dengan memperhatikan segitiga kecepatan pada gambar 3.3 , dimana : C2 cos α2 = W2 cos β2 – U1
( 3.3 )
Dengan mengabaikan kenaikan kecepatan air akibat tinggi h2 (gambar 3.1) yang biasanya kecil di banyak kasus, maka : W2 = ψ W1
( 3.4 )
dimana ψ adalah koefisien sudu (sekitar 0,98). Dari diagram kecepatan pada gambar 3.3, W1 = (C1 cos α1 – U1) / cos β1
6
( 3.5 )
Pemaparan Hasil Litbang 2003
Pusat Penelitian Informatika - LIPI
Substitusi persamaan (3.3), (3.4), dan (3.5) ke persamaan (3.2) diperoleh : Ps = ρgQH (C1 cos α1 – U1) . (1 + ψ cos β2 / cos β1)
( 3.6 )
Secara teoritik daya poros (mengacu pada H) adalah : P
= ρgQH C12 / C2 2g
( 3.7 )
Sehingga efisiensi dari turbin air tersebut sama dengan perbandingan daya keluaran terhadap daya masukan : E jika
:
= (2C2 U1 / W1) (1 + ψ cos β2 / cos β1) . (cos α1 – U1/C1)
( 3.8 )
β2 = β1
maka : efisiensi = (2C2 U1 / W1) (1 + ψ) . (cos α1 – U1/C1)
( 3.9 )
Gambar 3.3 Diagram kecepatan Dengan menganggap semua variabel sebagai konstanta, kecuali efisiensi dan U1/C1 dan mendiferensialkan lalu menyamakan dengan nol, diperoleh : U1/C1 = cos α1/2
( 3.10 )
Dan untuk efisiensi maksimum : emax
= ½ C2 (1 + ψ). Cos2 α1
( 3.11 )
Bisa dilihat pada gambar 3.3 bahwa arah C2 ketika U1 = ½ C1 Cos α1 adalah tidak radial. Aliran keluar akan radial dengan : U1 = [C/(1 + ψ)] . (C1 cos α1)
( 3.12 )
jika ψ dan C berharga 1, yaitu dengan menganggap tidak ada rugi head karena gesekan di nosel dan sudu. Untuk mendapatkan efisiensi mekanik yang maksimal, sudut masuk α1 harus sekecil mungkin dan besar α1 = 160 bisa dicapai tanpa banyak kesulitan. Untuk harga tersebut, cos α1 = 0,96 dan cos2 α1 = 0,92. Dengan memasukkan harga tersebut ke persamaan (3.11) dengan C = 0,98 dan ψ = 0,98 diperoleh effisiensi maksimum sebesar 87,8 %. Karena effisinsi nosel bervariasi terhadap
Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik
7
Bandung, 29 – 30 Juli 2003
kuadrat koefisien nosel, perhatian khusus harus diberikan untuk menghindari rugi di sini. Rugi hidrolik karena air menumbuk bagian dalam dan luar keliling roda turbin , tidak terlalu besar. Jumlah sudu yang tepat dan bentuknya yang setipis dan semulus mungkin memungkinkan dicapai harga ψ sebesar 0,98.
Gambar 3.4. Jarak antar sudu (blade spacing) Proporsi Bagian-Bagian Turbin Sudut sudu (blade angle) Sudut sudu (blade angle), sudut sudu β1 bisa ditentukan dari α1, C1, dan U1 seperti
terlihat pada gambar 3.1 dan 3.3. :
U1 = ½ cos α1
maka :
tan β1 = 2 tan α1
Jika
( 3.13 )
Dengan asumsi : α1 = 160 maka :
β1 = 290 50’ atau kurang lebih 300
Sudut antara sudu pada keliling dalam roda turbin dengan tangensialnya (β2) bisa ditentukan dengan cara sebagai berikut (ditunjukkan pada Gambar 3.5). Gambar dua segitiga kecepatan yang berada di sebelah dalam roda turbin dengan cara memindahkan kedua sudu secara bersama-sama sedemikian hingga titik C dan B berimpit. Dengan asumsi kecepatan absolut keluar (C2’) dan masuk (C1’) segitiga besarnya sama dan karena α2’ = α1’ maka segitiga kecepatan tersebut kongruen dan arah W2’ dan W1’ sama.
8
Pemaparan Hasil Litbang 2003
Pusat Penelitian Informatika - LIPI
Gambar 3.5 Diagram kecepatan gabungan Asumsikan tidak ada rugi goncangan pada sisi masuk (titik C) maka β2’ = 900 sehingga ujung sudu sebelah dalam harus radial. Dalam perhitungan beda ketinggian antara titik C dan titik B , kecepatan absolut C1’ mungkin berbeda dari C2’ jika tidak ada rugi-rugi antara titik-titik tersebut. C1’ = [2gH + (C1’)2]0.5
( 3.14 )
Asumsi β2’ = 900 (Gambar 3.6.a) maka W1’ tidak tepat berada pada sudut sudu dan karenanya akan timbul rugi goncangan. Untuk menghindari hal tersebut, β2 harus melebihi 900. Beda C2’ dan C1’ biasanya kecil karena h2 kecil, sehingga β2 bisa berharga 900 untuk semua kasus.
Gambar 3.6 Perbandingan dua diagram kecepatan 3.3.2
Radial Rim Width
Pada gambar 3.4, tebal s1 (jet entrance) ditentukan oleh jarak antar sudu (blade spacing) t : S1 = t sin β1
Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik
( 3.15 )
9
Bandung, 29 – 30 Juli 2003
Dengan asumsi β2 = 900 , maka jarak antar sudu bagian dalam (inner exit blade spacing) diketahui untuksetiap rim width (a) S2 = t (r1/r2)
( 3.16 )
Selama (a) kecil, maka ruang antar sudu tidak akan dipenuhi oleh pancaran air. Jika harga (a) membesar , s2 mengecil sehingga (a) harus dibatasi oleh : S2 = W1s1 / W2’
( 3.17 )
Dianjurkan untuk tidak menaikkan harga (a) sampai melebihi batas tersebut karena jumlah air yang membentur sudu tidak akan dapat mengalir melalui suatu penampang yang terlalu kecil dan juga akan menimbulkan tekanan balik. Selain itu juga menimbulkan inefisiensi karena pancaran air yang terpisah akan mengalir melalui spacing antar sudu pada lingkaran dalam. Untuk menentukan rim width (a) diperlukan W2’ yang diakibatkan oleh gaya sentrifugal (lihat gambar 3.5). (W1)2 - (W2’)2 = (U1)2 – (U2’)2 atau
(W2’)2 = (U2’)2 – (U1)2 + (W1)2
dan karena :
W2’
= W1 (s1 / s2) = W1 (r1 / r2)
U2’
= U1 (r2 / r1)
x
= (r2 / r1)2
X2 - [ 1- (W1 / U1)2 ] x – (W1 / U1)2 sin2 β1 = 0
( 3.18 ) ( 3.19 )
( 3.20 )
Jika kecepatan ideal roda turbin adalah U1 = ½ cos α1 , maka
:
W1 / U1 = 1 / cos β1
Dengan asumsi : Maka
:
( 3.21 )
α1 = 160 dan β1 = 300
W1 / U1 = 1/ 0,866 = 1,15 (W1 / U1)2 = 1,33 1 - (W1 / U1)2 = - 0,33 ; sin2 β1 = ¼
Sehingga persamaan (3.20) menjadi : X2 + 0,33 x – 0,33 = 0 x = 0,435 x0,5 = r2 / r1 = 0,66 2 r1 = D1 Sehingga a = 0,17 D1 = radial rim width , dimana D1 adalah diameter luar roda turbin. Harga (a) tersebut secara grafis diperoleh dari perpotongan dua kurva (gambar 3.4)
10
Pemaparan Hasil Litbang 2003
Pusat Penelitian Informatika - LIPI
dan
(W2’)2 = (r2 / ra) (U1)2 + (W1)2 – (U1)2
( 3.18 )
W2’ = W1 (r1 / r2) sin β1
( 3.19 )
Sudut pusat bOC (gambar 3.7) bisa ditentukan dari persamaan (3.18 ) α2’ = bOC/2
W1 = U1 / cos β1 = U1 / 0,866 R1/r2 = 0,66 W2’
= U1 [ (0,66)2 + 1.33 – 1 ] 0,5
W2’
= 0,875 U1
tan α2’ = W2’ / U2’
( 3.23 ) ( 3.24 )
= 0,875 U1 / 0,66 U1 = 1,326 α2’ = 530
sudut bOC = 1060
( 3.25 )
Tebal jet (y) di sebelah dalam roda turbin bisa dihitung dari persamaan kontinuitas aliran (gambar 3.7), C1 s0 = C2’ y C2’ cos α2’
( 3.26 ) = U2’ = (r2 / r1) U1 = (r2 / r1) C1 /2 cos α1
y
= 2 cos α2’ s0 (r2 / r1) cos α1
y
= (3,03).(0,6) s0 / 0,961
y
= 1.69 s0
( 3.27 ) ( 3.28 )
Jarak antara sisi sebelah dalam dari jet saat melalui roda turbin dan poros roda turbin adalah y1, (gambar 3.7) Y1 = r2 sin (90-α2’) – 1,89 s0 /2 – d/2 karena
:
s1 = kD1
maka
:
y1 = (o,1986-0,945k)D1 – d/2
( 3.29 ) ( 3.30 )
Secara analog, jarak antara sisi sebelah luar dari jet dengan keliling dalam, y2 , Y2 = (0,1314-0,945k)D1
(3.31 )
Untuk banyak kasus , k = 0,075 s.d 0,10 maka
y1 + d/2 = 0,128 D1 s.d 0,104 D1 Y2 = 0,0606 D1 s.d 0,0369 D1
Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik
11
Bandung, 29 – 30 Juli 2003
Gambar 3.7 Lintasan jet dalam roda turbin Diameter roda
Diameter roda bisa ditentukandari persamaan berikut : U1 = π D1 N / (12) (60)
( 3.32 )
1/2 C1 cos α1 = π D1 N / (12) (60) 1/2 (2gH)1/2 cos α1 = π D1 N / (12) (60) D1 = 360 C (2gH)1/2 cos α1 / π N
( 3.33 )
dimana D1 adalah diameter roda turbin (dalam inch) dan untuk α1 = 160, C = 0,98 D1 = 862 H1/2 / N
( 3.34 )
Ketebalan s0 dari pancaran air (jet) di nosel bergantung pada dua kondisi yang saling berpengaruh. Harga s0 yang besar akan menguntungkan karena rugi karena filling and emptying roda turbin kecil. Tetapi harga s0 yang besar juga akan menyebabkan angle of attack of the outer filamen roda turbin akan bervariasi tidak lagi 160. Oleh karena itu harga s0 yang memuaskan harus ditentukan melalui eksperimen. Dalam menentukan wheel breadth (L) perhatikan persamaan-persamaan di bawah ini : Q = (Cs0L / 144)(2gH)1/2
( 3.35 )
= C(kD1L / 144)(2gH)1/2 D1 = 144Q / CkL (2gH)1/2 = (862 / N) H1/2
( 3.36 )
144Q / CkL (2gH)1/2 = (862 / N) H1/2 12
Pemaparan Hasil Litbang 2003
Pusat Penelitian Informatika - LIPI
L = 144QN / 862 H1/2 C k (2gH)1/2 = 0.283 QN / H hingga 0.212 QN / H dimana :
k = 0,075 dan 0,10
Kurva sudu
Kurva sudu bisa dipilih dari suatu lingkaran yang pusatnya terletak pada perpotongan antara garis yang tegak lurus pada kecepatan relatif w1 (di titik A) dan garis yang tegak lurus pada jari-jari dan berpotongan di titik B (gambar 3.8).
Gambar 3.8 Kurva sudu Dari segitiga AOC dan BOC, (CO ) = (OB) 2 + ( BC ) 2 = ( AO) 2 + ( AC ) 2 − 2 ( AO) . ( AC ) cos β 1 karena :
AO = r1
OB = r2 AC = BC = ρ
ρ
= [(r1)2 – (r2)2] / 2 r1 cos β1
Untuk :
r2
= (0,66 r1) dan cos β1 = cos 300 = 0,866
Maka :
ρ
= 0,326 r1
Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik
( 3.37 )
13
Bandung, 29 – 30 Juli 2003
Sudut pusat
r1/r2 = sin (1800 – 1/2δ) / sin (900 – (1/2δ + β1) = sin (1/2δ) / cos (1/2δ + β1) tan (1/2δ) = cos β1 / (sin β1 + r2/r1) δ
= 730 28
Geometri sudu
Untuk dapat mendisain runner turbin cross flow dengan benar, penentuan geometri sudu menjadi sangat penting. Untuk itu diasumsikan bahwa parameter-parameter berikut ini telah dipilih berdasarkan segitiga kecepatan yang diinginkan : R1 = radius roda turbin luar R2 = radius roda turbin dalam β1 = sudut sudu luar β2 = sudut sudu dalam
Juga biasa diasumsikan pada turbin cross flow bahwa sudu merupakan suatu segmen/bagian dari suatu lingkaran. Parameter geometri yang lain yang penting adalah : Rb
radius kurva sudu
rp
radius lingkaran pitch
δ
sudut segmen sudu
Untuk menyatakan hubungan geometri antara parameter R1, R2, β1, β1, rb, rp dan δ, sejumlah parameter tambahan diperlukan seperti terlihat pada gambar 3.9, yaitu : ε, ξ, φ, c, d. Gambar tersebut menunjukkan penyelesaian secara grafis masalah geometri sudu. Urutan penggambaran sebagai berikut : Pertama-tama gambar lingkaran luar roda turbin dengan radius R1 dan lingkaran dalam dengan radius R2. Sudut (β1+β2) digambar dari pusat roda turbin sedemikian hingga satu vektor memotong lingkaran dengan radius R1 di titik A dan vektor yang lain memotong lingkaran dengan radius R2 di titik B. Garis yang menghubungkan titik perpotongan di R1 dan R2 disebut garis c. Garis c memotong lingkaran dengan radius R2 pada jarak 2d dari titik perpotongan lingkaran dengan radius R1. Dengan menarik garis melalui setengah AB dan tegak lurus, kita memperoleh garis yang merupakan lokasi pusat radius kurva sudu rb.
14
Pemaparan Hasil Litbang 2003
Pusat Penelitian Informatika - LIPI
Selanjutnya gambar garis yang membentuk sudut β1 terhadap tangensial dari lingkaran dengan radius R1, lalu buat garis yang tegak lurus dengan garis yang baru saja kita gambar. Garis yang paling akhir kita gambar tersebut akan memotong garis yang merupakan lokasi pusat radius kurva sudu (yang sebelumnya telah kita gambar) pada jarak radius lingkaran pitch (rp) dan titik potongnya sekaligus merupakan pusat kurva sudu yang mempunyai radius rb.
Gambar 3.9 Penentuan kurva blade secara grafis Sekarang kita sudah dapat menggambar kurva sudu yang merupakan segmen dari lingkaran sudu dengan radius rb dan melalui titik A dan B. Jika dari masing-masing titik tersebut ditarik garis ke pusat lingkaran sudu maka kedua garis tersebut akan membentuk sudut δ. Selanjutnya dengan mudah dapat ditentukan sudut φ yang dibentuk oleh garis AO dan garis BO. Di bawah ini terdapat daftar rumus-rumus yang diperlukan untuk menghitung parameterparameter δ, rb, dan rp berdasarkan parameter-parameter yang telah diketahui sebelumnya,
Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik
15
Bandung, 29 – 30 Juli 2003
yaitu R1, R2, β1, dan β2. Konstruksi geometri sudu secara grafis bisa dipakai untuk mengoreksi kebenaran angka hasil perhitungan. Rumus-rumus tersebut adalah : R1 + R2 − 2 R1 R cos (β 1 + β 2 )
( 3.38)
ε = arc sin
R2 sin ( β 1 + β 2 ) c
( 3.39 )
ξ = 180 0 − ( β 1 + β 2 + ε )
( 3.40 )
µ = β 1 + β 2 − (180 0 − 2ξ )
( 3.41 )
c=
d =
2
2
R1 sin φ 2 sin (180 0 − ε )
δ = 180 0 − 2 ( β 1 + ε ) rb = rp =
d cos ( β 1 + ε ) rb + R1 − 2 rb R1 cos β 1 2
2
( 3.42 ) ( 3.43 )
( 3.44 ) ( 3.45 )
Inlet Width
Flow admission area adalah hasil perkalian antara inlet widh bo dan pangjang L dari sudut admission, seperti terlihat pada gambar 3.10 A = b0 . L
( 3.46 )
dimana panjang busur admisi L ditentukan oleh sudut busur admisi φ dan diameter roda turbin D1. D1.π .φ 0 L = 360 0
( 3.47 )
Luas admisi aliran yang diperlukan bergantung pada laju aliran yang diinginkan melalui turbin dengan kondisi head spesifik, berdasarkan persamaan : Q = A.V
( 3.48 )
dimana : Q = laju aliran melalui turbin (m3/s) A = luas admisi aliran V = kecepatan aliran tegak lurus luas admisi area
16
Pemaparan Hasil Litbang 2003
Pusat Penelitian Informatika - LIPI
Gambar 3.10 Luas admisi aliran dari Turbin Cross Flow Komponen kecepatan yang tegak lurus luas aliran admisi adalah sama dengan komponen kecepatan absolut dalam arah meridional, cm , karena itu : ( 3.49 )
Q = A . cm
Komponen kecepatan absolut dalam arah meridional, cm juga bisa dinyatakan oleh hubungan : cm = c . sin α
( 3.50 )
dimana : α = sudut kecepatan absolut c = kecepatan absolut Jika kita substitusikan komponen kecepatan absolut dengan kecepatan pancaran air dengan tidak memperhitungkan rugi karena gesekan aliran, c bisa dinyatakan dalam : c =
2g H
dimana : g = konstanta gravitasi H = head bersih Dengan mempertimbangkan hal-hal di atas maka laju aliran melalui turbin bisa ditulis dengan cara yang berbeda : Q = A . cm Q = b0 . L . cm b0 . D1.π .φ 0 . c m Q = 360 0 Q =
b0 . D1.π .φ 0 . c sin α 1 360 0
Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik
( 3.51 )
17
Bandung, 29 – 30 Juli 2003
HASIL Hasil Perhitungan Hidrodinamik
Hasil perhitungan ditabelkan sebagai berikut : Data Teknis 1. Net Head 2. Total discharge 3. Nozzle efficiency 4. Blade efficiency 5. Mechanical efficiency 6. Rotation speed 7. Absolut velocity angle 8. Admission angle 9. Shaft diameter 10. Eff. Generator Constants 1. Density of water 2. Constant of gravity 3. PI 4. Contant 5. Diameter runner Calculation Result 1. Power available 2. Total efficiency 3. Power developed 4. Absolut velocity 5. Relative velocity angle 6. Tangensial velocity 7. Runner outside diameter 8. Runner inside diameter 9. Rim width 10. Number of blade 11. Blade spacing 14. Original thickness of jet 15. Thickness of jet 16. The distance 1-shaft 17. The distance 2
18
Symbol Value
Unit
Hnet Q C
40,0 0,400 98,0 98,0 75,0 630,0 16,0 70,0 0,100 0,980
m m^3/s % % % rpm deg deg m %
Do'
1000,0 9,810 3,140 0,1 0,400
kg/m^3 m/s^2 meter
Pav tot Ps C1 U1 D1 D2 a z t s0 y y1 y2
156,96 72,03 113,06 27,45 30,00 13,195 0,400 0,264 0,068 29,000 0,244 0,070 0,132 0,001 0,024
kW % kW m/s deg m/s m m m m m m m m
N 1 ds
g
Pemaparan Hasil Litbang 2003
Pusat Penelitian Informatika - LIPI
Hasil Perancangan Konstruksi Turbin
Hasil perancangan berdasarkan hasil perhitungan hidrodinamik turbin dituangkan dalam laporan gambardesain. Untuk komponen runner dilakukan analisis tegangan menggunakan software Nastran.
gambar 4.2. Perhitungan pada runner turbin Pembuatan prototipe
Setelah dihitung secara hidrodinamik dan analisis kekuatan struktur dan dibuat blue print/ gambar desain dibuatlah prototipe.
Gambar 4.3.1. Prototipe runner turbin
Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik
Gambar 4.3.2 Prototipe turbin
19
Bandung, 29 – 30 Juli 2003
Gambar 4.3.3 Prototipe susunan pembangkit listrik tenaga mikro Hidro 100KW
KESIMPULAN
Dari hasil perhitungan hidrodinamik dan perhitungan konstruksi di peroleh prototipe turbin dengan konstruksi handal dan kokoh terutama pada bagian sistem bearing, hal ini merupakan perbaikan dari sistem yang ada dilapangan dimana sistem ini dirancang untuk mempermudah pebaikan. Saran :
Konstruksi ini perlu diuji lapangan agar benar-benar dapat diuji kehandalanya. Perbaikan perbaikan desain berdasarkan pengalaman lapangan sangat diperlukan. Selain dari kekuatan dan effisiensi masalah pemasangan dan perakitan sangat penting sebagai pertimbangan perancangan turbin
DAFTAR PUSTAKA
Alex Arter. (1990), “Hydraulic Engineering Manual”, SKAT, Switzerland A.T. Sayers. (1992), “Hydraulic and Compressible Flow Turbomachines”, McGraw-Hill Book Company, London. T.R. Banga. (1977), “Hydraulic Machines”, Khanna Publishers, New Delhi. M.M. Dandekar. (1991), “Pembangkit Listrik Tenaga Air”, Penerbit UI, Jakarta.
20
Pemaparan Hasil Litbang 2003