PENGEMBANGAN MODUL TERMOMETER ELEKTRONIK MULTICHANNEL DENGAN SENSOR TERMOKOPEL UNTUK PENGAMATAN IKLIM MIKRO
HAVIEZ OCKSHANDIKA PRATAMA
MAYOR METEOROLOGI TERAPAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
i
ABSTRACT
HAVIEZ OCKSHANDIKA PRATAMA. Development of Multichannel Electronic Thermometers Module with Thermocouple Sensor for Micro Climate Observations. Supervised by BREGAS BUDIANTO. Instrumentation in meteorological sector is growing, particularly in the electronic base. Although it’s not as good as conventional equipment but the accuracy of electronic measurement can be better and the construction is more simple. Micro-climate is the climate conditions in a very limited space so the climate elements will experience a significant change in the scale of space or time. In micro-climate, especially in the air temperature observations, requires a fast response time and the output data must be avoid from the effects of thermal sensors (self heating) and can be monitored continuously. Thermocouple construction methods that have multiple channel temperature sensor with the same temperature reference and using the data logger will make temperature measurements at several observation point becomes more efficient, affordable, and can be monitored continuously. The sequence circuit and op-amp circuit are the main key in this research. T type thermocouple sensor is used because it has small form and can be connected easily, and also has affordable price and sensitivity to 40.6 μV/oC derived from the output thermoelectric effects. The use of oscillator block as a timer to send the temperature measurement data were considered not enough for fast response time observations. The use of the personal computer (PC) power supply makes the data interference (noise). The data output that resulted in sequential and follow the diurnal temperature change pattern proves the module can work well. The module still need a further research to improve the power supply to reduce noise (interference data) or by developing software to correct the data error.
Keywords: Thermocouple Sensor, Multichannel, Temperature Measurement, Micro Climate
ii
ABSTRAK
HAVIEZ OCKSHANDIKA PRATAMA. Pengembangan Modul Termometer Elektronik Multichannel dengan Sensor Termokopel untuk Pengamatan Iklim Mikro. Di bawah bimbingan BREGAS BUDIANTO. Instrumentasi dalam bidang meteorologi semakin berkembang khususnya pada basis elektronik. Meskipun tidak sebaik peralatan konvensional namun ketelitian pengukurannya dapat lebih baik dan lebih sederhana dalam pembuatannya. Iklim mikro merupakan kondisi iklim pada suatu ruang yang sangat terbatas sehingga unsur-unsur iklim akan mengalami perubahan yang mencolok dalam skala ruang maupun waktu. Pengamatan iklim mikro khususnya suhu udara membutuhkan respon waktu yang cepat, data yang dihasilkan harus terhindar dari efek thermal sensor (self heating), dan dapat dipantau secara kontinu. Metode pembuatan termokopel yang memiliki beberapa kanal sensor dengan suhu referensi yang sama dan menggunakan perangkat data logger menjadikan pengukuran suhu ilkim mikro pada beberapa titik pengamatan menjadi lebih efisien, terjangkau, dan dapat dipantau secara kontinu. Rangkaian sekuensial dan op-amp menjadi kunci utama dalam penelitian ini. Sensor termokopel tipe T digunakan karena bentuknya yang kecil, mudah disambung, harga yang terjangkau, dan mempunyai sensitifitas sebesar 40.6 µV/oC yang berasal dari keluaran efek termoelektrik. Penggunaan blok oscillator sebagai pewaktu untuk mengirimkan data pengukuran suhu dinilai belum cukup sesuai untuk pengamatan dalam respon waktu yang cepat. Pemakaian catu daya yang berasal dari personal computer (PC) membuat timbulnya gangguan data (noise). Hasil keluaran data yang bergantian dan mengikuti pola perubahan suhu diurnal membuktikan alat ini dapat bekerja dengan baik. Alat ini masih perlu adanya peninjauan untuk menyempurnakan catu daya agar mengurangi noise (gangguan data) atau agar data yang tidak sempurna (error) dapat diperbaiki dengan pengembangkan perangkat lunak.
Kata kunci : Sensor termokopel, Multichannel, Pengukuran suhu, Iklim mikro
iii
PENGEMBANGAN MODUL TERMOMETER ELEKTRONIK MULTICHANNEL DENGAN SENSOR TERMOKOPEL UNTUK PENGAMATAN IKLIM MIKRO
HAVIEZ OCKSHANDIKA PRATAMA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains pada program studi Mayor Meteorologi Terapan
MAYOR METEOROLOGI TERAPAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Pengembangan Modul Termometer Elektronik Multichannel dengan Sensor Termokopel untuk Pengamatan Iklim Mikro Nama
: Haviez Ockshandika Pratama
NIM
: G24051176
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl NIP 19640308 199403 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS NIP 19600305 198703 2 002
Tanggal Lulus :
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 Oktober 1986 sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Abdul Halim dan Evi Rosmai Ayuni. Jenjang pendidikan penulis dimulai ketika penulis memasuki Taman Kanak-Kanak Darul Ullum di Jakarta yang diselesaikan pada tahun 1992. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Dasar Negeri Duta Indah, Bekasi hingga tahun 1996, kemudian melanjutkan kembali pada tahun yang sama di Sekolah Dasar Negeri Gedong 04 Pagi, Jakarta dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 1998 kemudian pada tahun yang sama, penulis memasuki Sekolah Menengah Pertama Negeri 35 Jakarta yang lulus pada tahun 2001. Penulis kemudian melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Umum Negeri 62 Jakarta dan lulus pada tahun 2004, di tahun yang sama, penulis diterima di Universitas Indonesia program diploma jurusan Perpajakan sampai tahun 2005, kemudian penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan satu tahun kemudian penulis diterima di program studi Mayor Meteorologi Terapan serta Minor Sistem Informasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama masa kependidikan di program studi Mayor Meteorologi Terapan, penulis juga aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi dan Geofisika (HIMAGRETO). Penulis pernah menjabat sebagai staff Ketatalaksanaan Kegiatan Khusus (K3) HIMAGRETO pada tahun 2006-2008 dan pernah menjabat sebagai Ketua Fieldtrip HIMAGRETO 2007.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan nikmat-Nya. Karya ilmiah dengan judul ”Pengembangan Modul Termometer Elektronik Multichannel dengan Sensor Termokopel untuk Pengamatan Iklim Mikro” merupakan laporan hasil penelitian yang dilakukan sebagai tugas akhir dari program studi Mayor Meteorologi Terapan FMIPA IPB. Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga November 2009. Karya ilmiah ini disusun menjadi lima bab, yaitu bab (1) pendahuluan, yang menjelaskan tentang latar belakang, dan tujuan dari penelitian. Bab (2) tinjauan pustaka, yang menjelaskan teori-teori dari beberapa literatur, bab (3) bahan dan metodologi yang menjelaskan alat dan bahan, serta langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian, bab (4) hasil dan pembahasan, dan bab (5) kesimpulan yang merupakan hasil inti dari penelitian. Penulis menyadari bahwa dalam karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan, namun penulis berharap bahwa tulisan ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca, civitas program studi Mayor Meteorologi Terapan, dan pihak-pihak yang terkait. Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Bregas Budianto sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberikan saran selama penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Papah, Mamah, dan Adik-adikku tercinta yang telah memberikan semangat dan tekanan untuk segera lulus serta Anisa Isnaeni yang selalu memberikan bantuan baik moril maupun materil selama masa penelitian. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih banyak kepada Staf Workshop Instrumentasi Meteorologi, yaitu Bapak Wiranto, Fadhil, Shandi, Oky, Yasmin, Tia, dan Weni serta rekan sesama peneliti di Workshop Instrumentasi Meteorologi, yaitu Yudi, Indra, dan Franz atas bantuan dan dukungannya Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada temanteman angkatan 42, yaitu Robet, Lisa, Galih, Devita, Ghulam, Nancy, Irvan, Ningrum, Gito, Indah, Ari, Veza, Hengky, Tanjung, Victor, Wita, Dori, Dewy, Zahir, Rifa, Dhani, Cici, Anton, Hertaty, Hardi, Wahyu, Aan, Budi, Tumpal, Singgih, Nizar, Tigin, Heri, dan Ivan atas kerjasamanya serta rekan-rekan di program studi Mayor Meteorologi Terapan dan tidak lupa pula kepada kawankawan terdekat, yaitu Nie, Franco, Opep, Angga, dan Brian yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.
Bogor, Februari 2010
Haviez Ockshandika Pratama NIM G24051176
vii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................. x I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang ................................................................................................................. 1 1.2. Tujuan .............................................................................................................................. 1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suhu udara ...................................................................................................................... 2 2.2. Alat pengukur suhu ......................................................................................................... 2 2.3. Sensor suhu ..................................................................................................................... 3 2.3.1 Termokopel ............................................................................................................... 3 2.3.2 Integrated Circuit (IC) temperature sensor .............................................................. 5 2.3.3 Resistance Thermal Detector (RTD)......................................................................... 5 2.3.4 Termistor ................................................................................................................... 6 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan tempat ............................................................................................................ 7 3.2. Alat dan bahan ................................................................................................................. 7 3.3. Metode penelitian ............................................................................................................ 7 3.3.1 Penyiapan sensor ........................................................................................................ 7 3.3.2 Penyiapan rangkaian elektronika ............................................................................... 7 3.3.2.1 Blok temperatur referensi .............................................................................. 7 3.3.2.2 Blok penguat sinyal ....................................................................................... 7 3.3.2.3 Blok catu daya ............................................................................................... 7 3.3.2.4 Blok offset...................................................................................................... 8 3.3.2.5 Blok negative voltage converter .................................................................... 8 3.3.2.6 Blok oscillator astable multivibrator ............................................................ 8 3.3.2.7 Blok penanda ................................................................................................. 8 3.3.2.8 Blok multiplexer ............................................................................................ 9 3.3.2.9 Blok ADC (Analog to Digital Converter) ..................................................... 9 3.3.3 Kalibrasi dan pengujian alat ....................................................................................... 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyiapan sensor ............................................................................................................. 10 4.2. Penyiapan dan pengujian rangkaian elektronika .............................................................. 10 4.3. Kalibrasi dan pengujian alat ............................................................................................ 15 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 18 5.2 Saran ................................................................................................................................. 18 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 18 LAMPIRAN .................................................................................................................................. 19
viii
DAFTAR TABEL Halaman 1. 2. 3.
0
Sifat dari beberapa tipe termokopel pada 25 C ....................................................................... 4 Percobaan 1 dari blok sensor termokopel ............................................................................... 12 Percobaan 2 dari blok sensor termokopel ............................................................................... 12
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Pola suhu diurnal ................................................................................................................. 2 2. Termograf ............................................................................................................................ 2 3. Arah gerak elektron jika logam dipanaskan ........................................................................ 3 4. Karakteristik beberapa tipe termokopel ............................................................................... 4 5. Sensor suhu LM35 DZ ........................................................................................................ 5 6. Konstruksi RTD .................................................................................................................. 5 7. Termistor ............................................................................................................................. 6 8. Sensor termokopel ............................................................................................................... 7 9. Blok temperatur referensi .................................................................................................... 7 10. Blok penguat sinyal ............................................................................................................. 7 11. Blok catu daya ..................................................................................................................... 8 12. Blok offset ........................................................................................................................... 8 13. Blok negative voltage converter .......................................................................................... 8 14. Blok oscillator astable multivibrator .................................................................................. 8 15. Blok penanda ....................................................................................................................... 8 16. Skema termometer elektronik multichannel dengan pewaktu oscillator ............................. 9 17. Skema termometer elektronik multichannel dengan pewaktu sinyal ADC ......................... 9 18. Bagian-bagian termometer elektronik dengan satu sensor termokopel ................................. 10 19. Bagian-bagian termometer elektronik multichannel dengan satu T referensi dan satu tegangan offset ..................................................................................................................... 11 20. Bagian-bagian termometer elektronik multichannel dengan satu T referensi dan empat tegangan offset ..................................................................................................................... 11 21. Blok sensor termokopel percobaan 1 ................................................................................... 12 22. Blok sensor termokopel percobaan 2 ................................................................................... 12 23. Format rekaman data 1 ........................................................................................................ 14 24. Keluaran sensor dengan berbagai offset dan sinyal penanda ............................................... 14 25. Modul termometer elektronik multichannel ........................................................................ 15 26. Format rekaman data 2 ........................................................................................................ 16 27. Keluaran termometer elektronik multichannel terkalibrasi ................................................. 16
x
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Contoh termokopel dan data logger yang telah diproduksi di pasaran ............................... 20
1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Instrumentasi dalam bidang meteorologi dibutuhkan untuk menghasilkan data pengukuran yang tepat, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Kemajuan teknologi khususnya di bidang elektronika menyebabkan alat-alat pengukur saat ini makin berkembang baik (Budianto 1999). Peralatan dengan basis elektronik memiliki daya tahan yang tidak sebaik peralatan konvensional namun demikian ketelitian pengukurannya dapat lebih baik dan lebih sederhana dalam pembuatannya. Iklim mikro merupakan kondisi iklim pada suatu ruang yang sangat terbatas, tetapi unsurunsur iklim yang terdapat di dalamnya sangat penting bagi kehidupan tumbuhan, hewan, dan manusia karena unsur-unsur tersebut yang akan berhubungan dan mempengaruhi secara langsung makhluk-makhluk hidup yang terdapat di dalamnya. Keadaan unsur-unsur iklim ini akan mempengaruhi tingkah laku dan metabolisme yang berlangsung pada tubuh makhluk hidup, sebaliknya keberadaan makhluk hidup tersebut juga akan mempengaruhi keadaan iklim mikro di sekitarnya. Sebagian besar unsur-unsur iklim atau cuaca akan mengalami perubahan yang mencolok dalam skala ruang maupun waktu pada kondisi tersebut. Pengamatan iklim mikro khususnya suhu udara sangat penting dilakukan. Kajian berdasarkan profil vertikal suhu menunjukkan bahwa pertukaran bahang antara permukaan dengan udara di atasnya serta antar lapisan udara dekat permukaan, menyebabkan suhu udara dekat permukaan memiliki fluktuasi yang lebih besar dibandingkan dengan suhu di atasnya. Penerimaan bahang di permukaan pada siang hari akan menyebabkan suhu di permukaan akan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di lapisan atasnya. Keadaan tersebut berlangsung sampai tanah atau permukaan kehilangan bahang akibat proses pelepasan yang terjadi setelah penerimaan radiasi gelombang pendek dari matahari berhenti. Proses pelepasan bahang tersebut kemudian akan dilanjutkan dengan proses pendinginan permukaan dan lambat laun permukaan menjadi lebih dingin dibandingkan dengan udara di atasnya. Kondisi tersebut yang menyebabkan pengukuran suhu pada iklim mikro membutuhkan respon waktu yang cepat dan data yang dihasilkan harus terhindar dari efek thermal sensor (self heating). Oleh sebab itu
diperlukan alat pengukur suhu yang sesuai pada kondisi iklim tersebut. Sensor termokopel menjadi alat yang sesuai untuk pengukuran suhu pada iklim mikro karena ukurannya yang kecil, sensitifitasnya yang tinggi, dan tidak mempunyai efek thermal sensor. Pengukuran perubahan suhu pada iklim mikro membutuhkan banyak alat pengukur suhu sehingga membutuhkan biaya yang cukup besar. Jika satu titik pengamatan pada suatu ruang digunakan untuk satu termokopel maka akan ada banyak termokopel yang harus dipasang jika terdapat banyak titik pengamatan dan kabel yang dibutuhkan untuk menghubungkan termokopel dengan alat perekam akan menjadi sangat panjang. Selain itu, dengan sistem kerja termokopel yang menggunakan satu buah suhu referensi untuk satu termokopel maka akan dibutuhkan banyak suhu referensi yang digunakan, sedangkan nilai keluaran dari tiap suhu referensi itu berbeda-beda. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan penelitian mengenai alat pengukur suhu dengan termokopel sebagai sensornya yang memiliki beberapa saluran sensor hingga menjadi efisien dan hemat biaya. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan modul termometer elektronik dengan termokopel sebagai sensornya menjadi sebuah modul yang memiliki beberapa saluran (multichannel) sensor dengan harapan satu temperatur referensi dapat digunakan untuk banyak sensor dan dapat menghasilkan satu keluaran (output) sehingga dapat dihubungkan dengan sistem telemetri agar terciptanya efesiensi pengukuran suhu untuk banyak titik dalam pengamatan suhu iklim mikro.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Suhu udara merupakan ukuran energi kinetik rata-rata dari pergerakan molekulmolekul. Suhu dari suatu benda menggambarkan keadaan yang menentukan kemampuan benda tersebut untuk memindahkan (transfer) panas ke bendabenda lain atau menerima panas dari bendabenda lain. Benda yang bersuhu lebih tinggi bila dalam sistem dua benda ditunjukkan dengan benda yang kehilangan panas (Short 2004).
Gambar 1 Pola suhu diurnal (Sumber : Short 2004) Suhu udara yang terjadi selama 24 jam selalu mengalami perubahan-perubahan. Suhu selama 24 jam tersebut akan membentuk grafik fluktuasi suhu diurnal (Gambar 1). Fluktuasi suhu diurnal di Indonesia menyebabkan perbedaan suhu siang dan malam sampai 10 oC. Pada daerah tropis fluktuasi suhu rata-rata (harian, bulanan, tahunan) lebih kecil dibandingkan daerah subtropis atau pun kutub. Hal ini disebabkan oleh penerimaan radiasi (baik kerapatan fluksnya maupun panjang/periode penerimaannya) yang merata sehingga perbedaan suhu yang terjadi tidak terlalu besar antara musim penghujan dengan musim kemarau. Radiasi surya mencapai maksimum terjadi pada pukul 12.00 dan sebelum mencapai titik suhu maksimum, radiasi surya (yang datang berupa gelombang pendek) masih lebih besar daripada radiasi keluar atau pancaran radiasi bumi (yang berupa radiasi gelombang
panjang) sehingga pemanasan udara berlangsung terus-menerus sampai suhu udara mencapai titik maksimum. Terjadi keterlambatan waktu (time lag) antara radiasi surya maksimum dan suhu maksimum karena adanya periode penyimpanan panas oleh daratan. Suhu akan terus menurun hingga mencapai titik minimum pada pagi hari. . 2.2 Alat pengukur suhu Secara kualitatif, kita dapat mengetahui bahwa suhu adalah sensasi dingin atau hangatnya sebuah benda yang dirasakan ketika menyentuhnya. Secara kuantitatif, kita dapat mengetahuinya dengan menggunakan termometer. Kata termometer ini diambil dari dua kata yaitu thermo yang artinya panas dan meter yang artinya mengukur (to measure). Termometer dibuat dengan mendasarkan sifatsifat fisik dari suatu zat (bahan), misalnya pengembangan benda padat, benda cair, gas dan juga sifat merubahnya tahanan listrik terhadap suhu. Dalam pengukuran suhu udara terdapat dua proses, yaitu proses pertama termometer menyamakan suhunya dengan udara secara termodinamik sehingga terjadi kesetimbangan dan yang kedua suhu dari termometer terukur. Secara umum, alat pengukur temperetur terbagi menjadi dua macam, yaitu manual dan otomatis. Instrumentasi manual adalah suatu perangkat alat yang dalam hasil pengukurannya harus diamati langsung oleh pengamat, contohnya termometer air raksa sedangkan instrumentasi otomatis adalah suatu perangkat yang dapat mencatat (merekam) data suhu udara secara otomatis tanpa bantuan pengamat, contohnya adalah termograf. Kertas pias digunakan sebagai perekam data sehingga termograf dapat mengukur suhu secara otomatis. Pengukuran suhu dapat terus menerus dilakukan dengan alat perekam atau secara manual pada periode-periode tertentu.
Gambar 2 Termograf
3
Pengukuran suhu dilakukan pada udara dekat permukaan, udara lapisan atas, dalam tanah pada berbagai kedalaman, dan pada permukaan air laut atau danau. Pengukuran suhu udara agak sulit diukur karena banyak faktor yang mempengaruhinya, seperti radiasi langsung dan pantulan oleh benda yang ada disekelilingnya, tetesan air hujan, tiupan angin yang kencang, dan radiasi bumi akibat pemanasan dan pendinginan permukaan tanah setempat. Hal-hal tersebut menyebabkan suhu udara diukur di dalam sangkar cuaca. Sangkar cuaca harus memenuhi beberapa syarat sehingga sedikit mungkin mempengaruhi alat pengukur suhu. Secara ideal, suhu udara yang ada di dalam sangkar cuaca sama dengan suhu udara di luar. Namun sering kali terjadi suhu pada tengah hari terukur 1 oC lebih tinggi sedang pada malam hari 1 oC lebih rendah. Kemajuan teknologi khususnya di bidang elektronika menyebabkan alat-alat pengukur suhu saat ini semakin canggih dengan sensor sebagai alat pengukurannya. Peralatan dengan basis elektronik meskipun daya tahannya tidak sebaik peralatan konvensional tetapi ketelitian pengukurannya bisa lebih baik dan proses produksinya pun tidak terlalu rumit. Keuntungan lain dari sensor basis elektronik adalah mudah diintegrasikan menjadi suatu sistem pengukuran otomatis atau tidak lagi menggunakan kertas pias karena keluaran sensor ini dapat langsung dihubungkan dengan alat pembacaan dan pengumpulan data elektronik (Budianto 1999). Alat tersebut bekerja dengan merekam data pada penyimpanan data elektronik (data logger). Pengukuran yang dilakukan dengan alat tersebut dapat berlangsung secara kontinu (tiap jam, menit, detik). Data logger merupakan proses penyimpanan yang telah banyak diterapkan saat ini. Data logger tersebut digunakan untuk penyimpanan temperatur yang kemudian dihubungkan melalui komputer untuk display atau analisis. Berdasarkan sistem pengukuran temperatur dan penyimpanan data logger tersebut, maka dapat diketahui temperatur minimum, maksimum, rata-rata, dan pola temperatur itu sendiri yang disertai waktu dan tanggalnya (Nafira 2008). Sistem data logger dasar terdiri dari scanner atau multiplexer, voltmeter digital, dan perekam. Sistem dapat dipakai untuk merekam keluaran dari sejumlah besar transduser (100 atau lebih) pada rate sampling yang tergantung pada kapabilitas dari DVM dan resolusi yang diperlukan.
2.3 Sensor suhu Sensor adalah alat untuk mendeteksi/ mengukur sesuatu yang digunakan untuk mengubah variasi mekanis, magnetis, panas, sinar dan kimia menjadi tegangan dan arus listrik. Sensor itu sendiri terdiri dari transduser dengan atau tanpa penguat/pengolah sinyal yang terbentuk dalam satu sistem pengindera (Rano 2006). Transduser adalah sebuah alat yang bila digerakan oleh suatu energi di dalam sebuah sistem transmisi, akan menyalurkan energi tersebut dalam bentuk yang sama atau dalam bentuk yang berlainan ke sistem transmisi berikutnya. Transmisi energi ini bisa berupa listrik, mekanik, kimia, optic (radiasi) atau thermal (panas). Sensor thermal adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi gejala perubahan panas/suhu pada suatu dimensi benda atau dimensi ruang tertentu. Contohnya adalah termokopel, Resistance Thermal Detector (RTD), termistor, dan Integrated Circuit (IC) temperature sensor. Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pemilihan jenis sensor suhu adalah (Koestoer 2004) : 1. Harga 2. Jangkauan (range) temperatur kerja 3. Respon waktu perubahan suhu dari objek 4. Linieritas sensor 5. Ketahanan sensor 2.3.1 Termokopel
Gambar 3 Arah gerak elektron jika logam dipanaskan (Sumber : Gani 2009) Termokopel merupakan sebuah transduser aktif dimana ketika menerima energi panas, termokopel langsung menghasilkan tegangan listrik tanpa harus membutuhkan energi dari luar atau dapat disebut juga self generating transduser. Pembuatan termokopel didasarkan
4
atas sifat thermal bahan logam. Jika sebuah batang logam dipanaskan pada salah satu ujungnya maka pada ujung tersebut elektronelektron dalam logam akan bergerak semakin aktif dan akan menempati ruang yang semakin luas, elektron-elektron saling desak dan bergerak ke arah ujung batang yang tidak dipanaskan. Dengan demikian pada ujung batang yang dipanaskan akan terjadi muatan positif. Kerapatan elektron untuk setiap bahan logam berbeda tergantung dari jenis logam. Jika dua batang logam disatukan salah satu ujungnya, dan kemudian dipanaskan, maka elektron dari batang logam yang memiliki kepadatan tinggi akan bergerak ke batang yang kepadatan elektronnya rendah, dengan demikian terjadilah perbedaan tegangan diantara ujung kedua batang logam yang tidak disatukan atau dipanaskan sehingga terjadi efek termolistrik. Efek termolistrik atau disebut dengan seebeck voltage ditemukan oleh Thomas Seebeck pada tahun 1921. Perbedaan tegangan yang dihasilkan oleh kedua bahan tersebut dapat diukur dan terkait dengan gradien suhu yang sesuai. Dengan demikian, berdasarkan prinsip Seebeck, termokopel hanya dapat mengukur perbedaan suhu dan membutuhkan referensi suhu yang dikenal untuk menghasilkan bacaan yang absolut. V S T ....................................(Pers. 1) (Potter 1996) Berdasarkan persamaan 1, didapat hubungan antara tegangan dan pengaruhnya terhadap suhu masing-masing titik pertemuan dua buah kawat adalah linear untuk jangkauan suhu ruangan. ΔV adalah perubahan tegangan, S adalah koefisien seebeck, dan ΔT adalah perubahan suhu. Nilai S akan berubah dengan perubahan suhu, yang berdampak pada nilai keluaran berupa tegangan termokopel tersebut, dan nilai S akan bersifat non-linear di atas rentang tegangan dari termokopel tersebut. Termokopel diberi tanda dengan huruf besar yang mengindikasikan komposisinya berdasar pada aturan American National Standard Institute (ANSI), seperti dibawah ini: \ Tipe E : Chromel – Constantan Tipe J : Iron – Constantan Tipe K : Chromel – Alumel Tipe T : Copper – Constantan Tipe R : Platinum vs Platinum 13%Rhodium
Tipe S : Platinum vs Platinum 6% Rhodium Tipe C : Tungsten 5%-Rhenium vs Tungsten 26%-Rhenium (Sumber : Hoskins Manufacturing Company 2009)
Gambar
4
Karakteristik beberapa tipe termokopel (Sumber : Omega Engineering Inc 2008) Setiap perpaduan dua logam menunjukkan efek termoelektrik, tetapi hanya sedikit yang digunakan sebagai termokopel, misalnya tembaga dan besi, atau tembaga dan konstantan (paduan tembaga-nikel). Biasanya platinum, baik dengan rhodium atau paduan platina-rhodium, digunakan dalam suhu tinggi (Encyclopædia Britannica 2009). Tabel 1 Sifat dari beberapa tipe termokopel pada 250C Tipe E J K T R
B
C
Material ( + dan -) Ni-Cr dan Cu-Ni Fe dan Cu-Ni
Temp.Kerja (0C) -270 ~ 1000
Sensitifitas (µV/0C) 60.9
-210 ~ 1200
51.7
Ni-Cr dan NiAl Cu dan Cu-Ni
-270 ~ 1350
40.6
-270 ~ 350
40.6
Pt dan Pt(87%)Rh(13%) Pt(70%)h(30%) dan Pt(94%)Rh(6%) Tungsten 5%Rhenium vs Tungsten 26%Rhenium
-50 ~ 1750
10
-50 ~ 1750
10
-0 ~ 2760
6
(sumber : Efunda Inc 2009)
5
Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1 yang menyajikan sifat dari beberapa tipe termokopel. Untuk termokopel tipe T saat ini sangat populer digunakan dalam pengukuran suhu, karena sifatnya lembam dan sangat cocok untuk pengukuran dibawah nol derajat celcius. Kelebihan termokopel adalah waktu tanggap yang sangat cepat untuk kawat-kawat yang sangat tipis (kurang dari 0.1 detik), dapat berkontak langsung dengan objek, sederhana, tidak mahal, mempunyai daya sendiri, dan sangat mudah untuk diperbaiki bila terjadi kerusakan. Kerugiannya adalah membutuhkan suhu referensi, pada suhu tinggi hubungan antara tegangan dan pengaruh terhadap suhu menjadi tidak linier, kalibrasi harus dilakukan pada setiap kali penggunaan termokopel, dan kurang sensitif (Encyclopædia Britannica 2009). 2.3.2 Integrated Circuit (IC) Temperature Sensor
Gambar 5 Sensor suhu LM35 DZ (Sumber : National Semiconductor Corporation 1995) Suhu lingkungan di deteksi menggunakan bagian IC yang peka terhadap suhu. Sensor suhu LM35 DZ adalah komponen elektronika yang memiliki fungsi untuk mengubah besaran suhu menjadi besaran listrik dalam bentuk tegangan. Sensor Suhu tersebut memiliki keakuratan tinggi dan kemudahan perancangan jika dibandingkan dengan sensor suhu yang lain. LM35 DZ juga mempunyai keluaran impedansi yang rendah dan linieritas yang tinggi sehingga dapat dengan mudah dihubungkan dengan rangkaian kendali khusus serta tidak memerlukan penyetelan lanjutan. Meskipun tegangan yang dibutuhkan sensor ini dapat mencapai 30 volt akan tetapi
yang diberikan kesensor adalah sebesar 5 volt, sehingga dapat digunakan catu daya tunggal dengan ketentuan bahwa LM35 DZ hanya membutuhkan arus sebesar 60 µA. Hal ini menyebabkan LM35 DZ mempunyai kemampuan menghasilkan panas (selfheating) dari sensor yang dapat menyebabkan kesalahan pembacaan yang rendah yaitu kurang dari 0.5 ºC pada suhu 25 ºC. Sensor ini memiliki jangkauan maksimal operasi suhu antara -55 ºC sampai +150 ºC, waktu tanggap yang lambat, dan memiliki sensitivitas suhu dengan faktor skala linier antara tegangan dan suhu 10 mV/ºC, sehingga dapat dikalibrasi langsung dalam celcius (National Semiconductor Corporation 1996). 2.3.3 Resistance Thermal Detector (RTD) RTD adalah salah satu dari beberapa jenis sensor suhu yang sering digunakan. RTD dibuat dari bahan kawat tahan korosi, kawat tersebut dililitkan pada bahan keramik isolator. Bahan tersebut antara lain: platina, emas, perak, dan nikel. Namun yang terbaik adalah bahan platina karena dapat digunakan sampai suhu 1500 oC.
Gambar 6 Konstruksi RTD (Sumber : Gani 2009) RTD memiliki keunggulan dibanding termokopel yaitu: 1. Tidak diperlukan suhu referensi 2. Sensitivitasnya cukup tinggi, yaitu dapat dilakukan dengan cara memperpanjang kawat yang digunakan dan memperbesar tegangan eksitasi. 3. Tegangan output yang dihasilkan 500 kali lebih besar dari termokopel 4. Tegangan keluaran yang tinggi, maka bagian elektronik pengolah sinyal menjadi sederhana.
6
Kekurangannya adalah harga kawat yang mahal, memerlukan catu daya sehingga dapat menimbulkan efek thermal sensor (self heating), bentuknya besar, dan waktu tanggap yang lambat (Gani 2009). Kekurangan itulah yang menyebabkan sensor ini kurang sesuai untuk pengamatan iklim mikro. 2.3.4 Termistor
Gambar 7 Termistor (Sumber : Amwei 2008) Termistor (thermally sensitive resistor) adalah suatu jenis resistor yang sensitif terhadap perubahan suhu. Prinsipnya adalah perubahan nilai resistansi karena adanya perubahan temperatur (Ifarifa 2009). Dengan demikian dapat memudahkan kita untuk mengubah energi panas menjadi energi listrik. Perubahan resistansi yang besar terhadap perubahan suhu yang relatif kecil menjadikan termistor banyak dipakai sebagai sensor suhu yang memiliki ketelitian dan ketepatan yang tinggi sehingga sangat sesuai untuk pengukuran, pengontrolan dan kompensasi temperatur secara presisi. Termistor terbuat dari campuran oksidaoksida logam yang diendapkan seperti: mangan (Mn), nikel (Ni), cobalt (Co), tembaga (Cu), besi (Fe) dan uranium (U). Termistor dibedakan dalam 2 jenis, yaitu termistor yang mempunyai koefisien negatif, yang disebut NTC (Negative Temperature Coefisient) dan termistor yang mempunyai koefisien positif yang disebut PTC (Positive Temperature Coefisient). kedua jenis termistor ini mempunyai fungsinya masing-masing, tetapi di pasaran, yang lebih banyak digunakan adalah termistor NTC. Karena termistor NTC material penyusunnya yaitu metal oksida, dimana harganya lebih murah dari material penyusun PTC yaitu Kristal tunggal. Ukuran paling kecil berbentuk
manki-manik (beads) dengan diameter 0.15 mm sampai 1.25 mm, bentuk piringan (disk) atau cincin (washer) dengan ukuran 2.5 mm sampai 25 mm. Cincin-cincin dapat ditumpukan dan di tempatkan secara seri atau paralel guna memperbesar disipasi daya Kelebihannya adalah waktu tanggap yang cepat, akurasi tinggi, dan harga yang terjangkau. Kekurangannya adalah sensornya rapuh (mudah pecah), tidak linier, jangkauan suhunya terbatas, memerlukan catu daya sehingga dapat menimbulkan efek thermal sensor (self heating).
7
III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2009 hingga November 2009 di Workshop Instrumentasi Meteorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ini menggunakan alat dan bahan sebagai berikut: Kawat termokopel tipe T Komponen-komponen elektronika Perlengkapan workshop Mekatronik Alat ukur elektronika (Digital Volt Meter/DVM) Perangkat interface input/output 14 kanal (USB port) (geomet instrument) Aki /baterai kering 12 volt 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan beberapa tahap, yaitu: 3.3.1 Penyiapan Sensor Penyambungan kawat tembaga dengan kawat konstantan. Kedua ujung disatukan dengan timah solder setelah sebelumnya dapat dipastikan bagian tembaga menyentuh langsung kawat konstantan. Untuk menghindari kontak antar sensor, kawat diisolasi dengan memasukkan kedalam selang plastik kecil (plastic tubing)
diberikan menggunakan persamaan 2. Keluaran sinyal blok ini akan masuk melalui input inverting pada blok penguat sinyal. Vout = - (R2/R1) Vin ........................... (Pers. 2)
Gambar 9 Blok temperatur referensi 3.3.2.2 Blok penguat sinyal Rangkaian ini berfungsi sebagai penguat terhadap masukan sinyal berupa tegangan yang sangat kecil, masukan dibuat melalui input non-inverting. Kondisi tersebut menyebabkan tegangan keluaran rangkaian ini akan satu fasa dengan tegangan masukannya. Penguatan tegangan dapat terjadi apabila nilai R2 lebih besar daripada R1. Penguat tegangan = 1 + (R2/R1) ....... (Pers. 3)
Gambar 10 Blok penguat sinyal Gambar 8 Sensor termokopel 3.3.2 Penyiapan Rangkaian Elektronika 3.3.2.1 Blok temperatur referensi (Tref) Rangkaian ini digunakan sebagai penambah tegangan untuk blok penguat sinyal. Tegangan masukannya (Vin) akan selalu berbalikan terhadap keluarannya. Untuk penguat inverting, tegangan output (Vout)
3.3.2.3 Blok catu daya Rangkaian catu daya ini digunakan sebagai pembagi catu daya untuk menghasilkan tegangan positif, negatif, dan ground. Berdasarkan gambar 11, jika catu daya yang digunakan sebesar 12 volt maka akan dapat terlihat keluaran tegangan yang simetris yaitu +6 volt dan -6 volt dengan nilai R1 dan R2 harus sama.
8
3.3.2.6 Blok oscillator astable multivibrator Rangkaian multivibrator ini adalah rangkaian yang dapat menghasilkan sinyal kontinu yang digunakan sebagai pewaktu dari rangkaian digital sekuensial. Frekuensi oscillator astable : ........ (Pers. 4) . (Pers. 5) ............. (Pers. 6) Gambar 11 Blok catu daya 3.3.2.4 Blok offset Rangkaian ini berfungsi untuk pengkalibrasian dengan menggunakan potensiometer.
Keterangan: t : waktu f : frekuensi C : kapasitor
R1 : resistor1 R2 : resistor2
Gambar 12 Blok offset 3.3.2.5 Blok negative voltage converter Rangkaian ini berfungsi untuk menghasilkan output yang berupa tegangan negatif dan nilai nol (ground).
Gambar 14 Blok oscillator astable multivibrator (sumber : Texas Instruments Incorporated 2008) 3.3.2.7 Blok penanda Blok ini menggunakan rangkaian terpadu (IC) yang dapat menghasilkan output sinyal analog (konstan).
Gambar 13 Blok negative voltage converter Gambar 13 menunjukkan bahwa jika nilai tegangan untuk V+ bernilai 5 volt maka akan terlihat keluaran tegangan sebesar -5 volt. Low voltage digunakan hanya untuk tegangan 3.5 volt.
Gambar 15 Blok penanda
9
3.3.2.8 Blok Multiplexer Blok ini berfungsi sebagai pemindah saluran dari output tiap sensor dan sebagai Multiplexing. Multiplexing adalah teknik menggabungkan beberapa sinyal untuk dikirimkan secara bersamaan pada suatu channel transmisi. Perangkat yang melakukan Multiplexing disebut Multiplexer atau disebut juga dengan istilah Transceiver / Mux. 3.3.2.9 Blok ADC (Analog to Digital Converter) Blok ini berfungsi merubah sinyal analog menjadi digital dengan menggunakan tundaan waktu. Sifat modul yang masuk berupa sinyal analog yang nantinya akan berubah menjadi frekuensi digital.
3.3.3 Kalibrasi dan Pengujian Alat Tahap ini bertujuan untuk mengetahui apakah rangkaian elektronika dan sensor bekerja dengan baik, sehingga selanjutnya dilakukan kalibrasi. Keluaran sensor pada tahap kalibrasi harus setara dengan alat yang sudah terkalibrasi. Pengkalibrasian tersebut dapat dilakukan dengan membandingkan hasil berdasarkan alat yang sudah terkalibrasi dengan alat yang dibuat atau dengan kalibrator manual suhu yang dikenakan ke sensor. Pengujian alat dilakukan untuk memberikan informasi (data) mengenai perpindahan saluran, resolusi alat, dan fluktuasi data.
Gambar 16 Skema termometer elektronik multichannel dengan pewaktu oscillator
Gambar 17 Skema termometer elektronik multichannel dengan pewaktu sinyal ADC
10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan sensor Sensor suhu yang digunakan dalam pengembangan termometer elektronik ini adalah sensor termokopel. Pengukuran perubahan suhu pada iklim mikro membutuhkan respon waktu yang cepat dan data yang dihasilkan harus terhindar dari efek thermal sensor (self heating). Termokopel merupakan alat yang tepat dan memenuhi kriteria tersebut. Termokopel memiliki keuntungan di antaranya yaitu pada sensornya tidak perlu catu daya sehingga untuk beroperasi tidak menimbulkan tambahan panas pada lingkungan yang diukur. Selain itu, ukuran sensor dapat dibuat sangat kecil mendekati ukuran diameter kawat sehingga cukup cepat mencapai kesetimbangan termal dengan lingkungannya. Termokopel memiliki banyak jenis bila ditinjau dari jenis bahan dan penggunaannya. Termokopel yang sesuai dengan kebutuhan penelitian ini adalah termokopel tipe T yang sensornya terbuat dari kawat berbahan tembaga dan konstantan (campuran tembaga dan nikel) yang mudah didapat, jangkauan suhunya yang sesuai, kecil, dan mudah disambung dengan perangkat solder biasa. Jumlah sensor termokopel yang ditangani sebagai termometer elektronik hanya empat buah karena cukup untuk memperoleh data suhu bola basah, suhu bola kering, dan Rh (Relative humidity) pada objek dengan dua ketinggian. Penyiapan awal sensor termokopel tipe T adalah dengan menghubungkan ujung masingmasing kawat yang berdiameter 0.3 mm dengan timah sehingga membentuk suatu titik penyatuan yang disebut titik sensor (hot junction). Setelah membentuk hot junction, kawat termokopel diselimuti dengan selang pelastik (plastic tubing) untuk menghindarkan gangguan saat antar kabel sensor bersentuhan. Prinsip kerja termokopel memanfaatkan karakteristik hubungan antara tegangan (volt) dengan temperatur. Oleh karena itu, untuk dapat mengukur temperatur objek secara mutlak, temperatur salah satu junction harus terukur, yang selanjutnya disebut sebagai titik referensi (cold junction). Titik referensi diukur dengan sensor LM35 DZ yang diproduksi oleh National Semiconductor. Secara elektronik, nilai temperatur absolut objek diperoleh dari pengukuran selisih temperatur objek dengan temperatur referensi ditambah dengan keluaran temperatur referensi itu sendiri.
Setiap jenis logam, pada temperatur tertentu memiliki tegangan tertentu pula. Sensor termokopel tipe T mempunyai tingkat sensitifitas 40.6 µV/oC. Termokopel tersebut merupakan sensor yang menghasilkan keluaran berupa voltage yang akan disebut sebagai sinyal analog. 4.2 Penyiapan dan pengujian rangkaian elektronika Penelitian ini dilakukan untuk pengembangan pengukuran suhu iklim mikro yang efisien dan dapat dipantau secara kontinu. Biasanya satu sensor termokopel merupakan bagian dari satu alat pengukur suhu. Oleh karena itu, dalam penelitian ini empat buah termometer dengan sensor termokopel akan disederhanakan menjadi satu modul termometer elektronik dengan masukan empat buah sensor dan satu keluaran nilai pengukuran suhu yang bergantian. Pemanfaatkan satu keluaran nilai pengukuran suhu yang menggunakan beberepa sensor secara bergantian juga ditujukan untuk pengembangan pengiriman data dengan menggunakan telemetri yang hanya mempunyai satu saluran (channel). Termometer elektronik multichannel dengan sensor termokopel harus didukung oleh rangkaian elektronika yang sesuai agar dapat berfungsi dengan baik. Termometer elektronik multichannel terdiri dari blok-blok elektronika pendukung, diantaranya adalah blok sensor termokopel, blok oscillator, blok penanda, blok multiplexer, dan blok ADC. Blok sensor termokopel terdiri dari beberapa blok rangkaian pendukung.
Gambar
18
Bagian-bagian termometer elektronik dengan satu sensor termokopel
11
Hal pertama yang akan dibahas pada bab ini adalah blok sensor termokopel. Pembuatan blok sensor termokopel dengan satu saluran sensor memerlukan beberapa blok pendukung seperti satu blok temperatur referensi, satu blok penguat sinyal, dan satu blok offset (Gambar 18). Masing-masing blok pendukung tersebut menggunakan rangkaian op-amp (operational amplifier) di dalamnya. Rangkaian op-amp merupakan kunci dari rangkaian pendukung untuk pembuatan termometer elektronik dengan sensor termokopel karena rangkaian ini memiliki penguatan yang sangat besar, impedansi input yang besar, dan impedansi output yang kecil (Sumardi 2009). Sensor termokopel tipe T mempunyai keluaran tegangan yang kecil, yaitu sebesar 40.6 µV/oC. Oleh karena itu, dibutuhkan penguatan sinyal atau gain sebesar 250x pada blok penguat sinyal sehingga keluaran sensor termokopel menjadi 10 mV/ oC agar dapat disetarakan dengan sensitifitas temperatur referensi dari LM35 DZ. Penguatan sebesar 250x bisa diperoleh dengan menggunakan persamaan penguat tegangan (Pers. 3) pada blok penguat sinyal dengan R1 dan R2 masing-masing sebesar 422 Ω dan 105 kΩ.
Gambar
19
Bagian-bagian termometer elektronik multichannel dengan satu T referensi dan satu offset
Gambar 20 Bagian-bagian termometer elektronik multichannel dengan satu T referensi dan empat tegangan offset
12
Proses pembuatan blok sensor termokopel dengan empat saluran sensor memiliki beberapa percobaan dan pengujian. Percobaan pertama yaitu menggabungkan satu blok temperatur referensi, satu blok tegangan offset, empat blok penguat sinyal, dan empat buah sensor. Tahap yang akan dilakukan setelah blok-blok percobaan pertama selesai digabungkan adalah pengujian empat keluaran dari percobaan tersebut, yaitu dengan cara memberikan masukan yang bernilai nol (0). Catu daya yang digunakan sebesar 9 volt. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan alat ukur elektronika (Digital Volt Meter/DVM) menunjukkan sensor 1 (Tk1) mempunyai keluaran 104.2 mv, Tk2 sebesar 512 mv, Tk3 sebesar -175.7 mv, dan Tk4 sebesar 445 mv. Hasil-hasil tersebut akan menjadi nilai offset untuk membedakan keluaran Tk1 dengan yang lainnya. Tabel 2 Percobaan 1 dari blok sensor termokopel OpOpOpKeluaran amp amp amp sensor I II III Tk1 (mV) Tk2 (mV) Tk3 (mV) Tk4 (mV)
18 723 297 633
292 990 569 902
Tabel 3 Percobaan 2 dari blok termokopel OpOpKeluaran amp amp sensor I II 309 291 Tk1 (mV) 315 296 Tk2 (mV) 314 300 Tk3 (mV) 309 293 Tk4 (mV)
yang relatif sama dengan temperatur udara. Nilai resistensi yang didapat untuk Tk1, Tk2, dan Tk4 adalah 167 kΩ, 258 kΩ, dan 238.8 kΩ. Nilai-nilai resistensi tersebut akan menjadi tetapan baku untuk setiap keluaran sensor yang menggunakan acuan Tk3. Setelah mendapatkan tetapan baku resistensi untuk setiap keluaran sensor, maka tetapan tersebut akan diuji dengan menggunakan rangkaian op-amp lain dan hasil keluarannya dapat dilihat pada Tabel 2. Perlakuan dengan tiga kali pengujian pada rangkaian op-amp yang berbeda (op-amp I, II, III) menunjukkan keluaran sensor yang tidak sama antara op-amp yang satu dengan yang lain. Hal ini menjelaskan bahwa tetapan baku resistensi pada setiap op-amp tidak sama karena setiap op-amp mempunyai output yang berbeda-beda (Berlin 1998). Oleh karena itu, tetapan baku untuk perumusan offset menjadi bervariasi antara op-amp yang satu dengan yang lainnya sehingga dapat dikatakan bahwa cara ini belum tepat.
322 525 908 820 sensor Opamp III 271 282 278 277
Penggunaan satu temperatur referensi dan satu tegangan offset akan menyebabkan adanya satu buah sensor yang akan menjadi acuan dari empat buah sensor tersebut. Sensor 3 (Tk3) mempunyai keluaran yang paling kecil dari keempat sensor tersebut. Oleh karena itu, dalam percobaan ini, Tk3 ditetapkan sebagai keluaran acuan. Tk3 dirancang untuk mempunyai nilai yang sama dengan temperatur udara sedangkan sensor yang lain akan mengeluarkan nilai yang beragam sesuai dengan offsetnya masingmasing. Sensor termokopel yang mempunyai nilai beragam akan ditambahkan resistensi yang sesuai pada blok temperatur referensi agar empat sensor tersebut mengeluarkan nilai
Gambar 21 Blok sensor percobaan 1
termokopel
Gambar 22
termokopel
Blok sensor percobaan 2
13
Percobaan yang kedua yaitu pemodifikasian dari percobaan pertama (penggabungan dengan tetap menggunakan satu blok temperatur referensi, empat blok penguat sinyal dan empat buah sensor), namun perbedaannya adalah blok tegangan offset yang digunakan sebanyak empat buah. Setiap sensor akan mempunyai masingmasing tegangan offset. Hasil dari percobaan kedua dengan menggunakan rangkaian opamp yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3. Percobaan kedua menghasilkan data yang cukup memuaskan, yaitu keluaran dari setiap sensor relatif sama dengan temperatur udara. Adanya blok tegangan offset pada masingmasing sensor menyebabkan keluaran sensor dapat lebih mudah dikalibrasi walaupun dengan keluaran nilai op-amp yang berbeda sehingga tidak perlu lagi adanya penggunaan nilai tetapan baku resistansi. Cara ini dapat digunakan untuk membuat sensor termokopel dengan empat saluran sensor yang efisien dari segi fungsi dan pemanfaatan bahan dasar. Tahap yang akan dilakukan setelah blok sensor termokopel dengan empat saluran sensor selesai adalah pembuatan blok oscillator astable multivibrator yang berfungsi sebagai pewaktu untuk mengirimkan keluaran sensor secara bergantian. Tahap ini memerlukan resistor dan kapasitor eksternal untuk membentuk sinyal multivibrator. Blok tersebut dapat menghasilkan sinyal multivibrator yang kontinu dengan memanfaatkan waktu pengisian dan pengosongan kapasitor, dimana nilai resistor dan kapasitor eksternal tersebut akan berpengaruh pada periode sinyal yang dihasilkan. Persamaan frekuensi oscillator astable (Pers. 4) pada blok oscillator astable multivibrator digunakan untuk mendapatkan pewaktu. Pewaktu yang dibutuhkan adalah sekitar ±5 menit karena untuk data logger, clock rate tidak dapat mencapai 1000 ketukan dalam periode 1 detik sehingga jika periode sinyal yaitu ±120 detik dan suatu saat terjadi keterlambatan atau error maka 1 detik pada pengukuran akan berpengaruh besar pada nilai yang semestinya terukur. Sebaliknya, apabila periode ditambahkan menjadi ±5 menit maka kesalahan 1 detik tersebut tidak akan berpengaruh banyak. Hasil simulasi dari persamaan frekuensi oscillator astable tersebut didapatkan R1 sebesar 118 kΩ, R2 sebesar 400 kΩ, dan C sebesar 470 µF agar mendapatkan pewaktu ±5 menit untuk mengirimkan keluaran sensor secara bergantian.
Blok selanjutnya adalah blok penanda yang berfungsi untuk menandakan keluaran sensor setelah empat kali pengiriman data secara berurutan. Tahap ini membutuhkan keluaran tegangan yang cukup tinggi dan konstan sebagai penanda agar pergantian sensor untuk kembali ke awal lebih cepat terjadi. Penanda pada penelitian ini menggunakan IC TL317 yang mempunyai keluaran sebesar 1.25 volt yang konstan, untuk mencapai keluaran sebesar 1.25 volt maka dibutuhkan catu daya minimum sebesar 3.7 volt. Blok multiplexer (MUX) menjadi tahapan selanjutnya untuk melengkapi rangkaian elektronika dalam pembuatan termometer elektronik. Blok ini berfungsi sebagai pemindah saluran dengan teknik menggabungkan beberapa sinyal yang dikendalikan oleh sinyal logic high dari saklar otomatis blok oscillator astable multivibrator. Empat buah sensor yang digunakan mempunyai keluaran sinyal analog (kontinu) masing-masing dengan waktu yang bersamaan pada suatu channel transmisi. Oleh karena itu, blok multiplexer ini membuat masukan empat sensor yang secara bersamaan menjadi satu saluran keluaran sensor secara bergantian. Blok selanjutnya adalah blok ADC (Analog to Digital Converter) yang merupakan salah satu komponen utama dalam sistem pengolahan sinyal digital. Blok tersebut digunakan untuk merubah sinyal analog menjadi sinyal digital dengan perbandingan 1:1 atau mempunyai sensitifitas 1Hz/mV. Sinyal digital digunakan agar data dapat diteruskan ke perangkat interface input/output 14 kanal (USB port) sehingga keluaran dapat direkam oleh PC dan menghasilkan format rekaman data. Sinyal digital yang masuk keperangkat tersebut adalah pemicu logika positif atau sinyal high. Tahap yang dilakukan setelah blok-blok tersebut digabungkan, adalah melakukan percobaan untuk membuktikan bahwa terjadi perpindahan channel antar empat sensor tersebut. Pengukuran DVM akan menunjukan bahwa setiap 5 menit sensor akan mengirimkan keluaran data tegangan yang berbeda-beda. Blok-blok tersebut kemudian digabungkan dan diuji hasil kerjanya. Hal dasar yang harus diperiksa kembali adalah catu daya dari tiap blok rangkaian termometer elektronik karena catu daya merupakan kunci utama dalam setiap rangkaian elektronik. Blok ADC yang terdapat pada penelitian ini memiliki sedikit
14
kejanggalan setelah diuji dengan menggunakan DVM. Sinyal setelah terjadinya konversi pada blok ADC tidak terlihat. Setelah ditelusuri pada setiap blok, ternyata penggabungan catu daya ADC dengan rangkaian analog belum sempurna. Pada rangkaian analog, catu daya membutuhkan tegangan positif (+), negatif (-), dan ground sedangkan untuk rangkaian digital hanya membutuhkan tegangan positif (+) dan ground. Tidak berjalannya konversi pada blok ADC disebabkan karena adanya penggabungan tegangan negatif (-) rangkaian analog dengan ground rangkaian digital. Setelah diperbaiki dengan menghubungkan ground rangkaian analog dengan ground rangkaian digital seharusnya fungsi blok ADC sudah dapat berjalan kembali namun catu daya blok ADC menjadi tidak cukup kuat untuk menjalankan fungsi blok tersebut. Masalah tersebut disebabkan oleh adanya pembagian catu daya 9 volt pada blok catu daya menjadi +4.5 volt dan -4.5 volt sehingga tegangan yang sampai ke blok ADC kurang memenuhi batas minimum catu daya (low voltage). Batas minimum catu daya untuk blok ADC adalah 5 volt sedangkan catu daya yang tersedia sebesar 4.5 volt. Solusi dari permasalahan itu adalah dengan mengganti pembagi catu daya pada blok catu daya dengan blok negative voltage converter. Blok tersebut akan menghasilkan tegangan negatif dan mempunyai ground yang stabil karena ground tersebut akan langsung dihubungkan dengan tegangan negatif dari sumber catu daya. Oleh karena itu, jika catu daya yang digunakan 9 volt maka akan menghasilkan tegangan -9 volt. Adanya blok negative voltage converter memungkinkan catu daya yang dibutuhkan untuk termometer elektronik multichannel dapat diefisiensikan menjadi catu daya minimum sebesar 5 volt. Pemakaian catu daya 9 volt dapat ditanggulangi dengan menambahkan IC 7805 yang dapat berfungsi sebagai pengatur tegangan (voltage regulator). Prinsip kerjanya adalah mengatur tegangan masukan sebesar 9 volt menjadi tegangan keluaran sebesar 5 volt. Perubahan sistem catu daya menyebabkan seluruh bagian termometer elektronik multichannel dapat berjalan dengan semestinya. Pengiriman data dari sensor berjalan secara bergantian setiap 5 menit kemudian masuk melalui perangkat interface input/output 14 kanal (USB port) agar keluaran dapat direkam oleh PC (Gambar 23). Format rekaman data pada Gambar 23 menunjukkan bahwa keluaran data yang
dihasilkan berbeda-beda setiap ±5 menit dan terekam pula data yang cenderung sama dalam selang waktu ±5 menit. Hasilnya ada data yang mengalami keterlambatan dan akan berpengaruh besar pada nilai yang terukur seperti yang telah diprediksikan yaitu pada data yang dilingkar hitam. Hal itu dapat disebabkan karena input blok ADC yang bervariasi sehingga sekuen ketukan sinyal akan ikut bervariasi. Apabila perpindahan channel dijalankan berdasarkan waktu, maka akan ada sekuen yang sinyalnya tidak sesuai dengan nilai frekuensi sebenarnya. Solusinya adalah dengan mengasumsikan bahwa data awal dan akhir adalah data error sehingga data yang digunakan adalah data diantara data awal dan akhir yang kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan data suhu yang sebenarnya. Tetapi waktu pengukuran keluaran sensor Tk1 (misalnya) untuk kembali mengukur Tk1 selanjutnya akan berlangsung selama rentang waktu 25 menit karena empat sensor dan blok penanda diberikan waktu 5 menit untuk mengirimkan data.
Penanda
Tk1
Tk2
Tk3 Tk4
Gambar 23 Format rekaman data 1
15
Gambar 24 Keluaran sensor dengan berbagai offset dan sinyal penanda Rentang waktu tersebut dinilai masih terlalu lama untuk pengukuran iklim mikro yang membutuhkan respon waktu yang cukup cepat. Oleh sebab itu, blok oscillator pada astable multivibrator belum sesuai sebagai pewaktu dalam termometer elektronik multichannel ini.
Gambar 25 Modul termometer elektronik multichannel Pengganti dari blok pewaktu rangkaian termometer elektronik dapat menggunakan blok ADC karena di dalam blok tundaan waktu terdapat perangkat pencacah biner yang fungsinya adalah menghitung jumlah pulsa yang masuk melalui inputnya (analog)
sehingga terjadi tundaan waktu setiap keluaran sensor termokopel setelah terkonversi menjadi digital. Oleh karena itu, sinyal yang dijadikan sebagai pewaktu untuk blok MUX adalah sinyal output setelah konversi selesai pada blok ADC. Hasil dari penggabungan blok-blok tersebut dapat dilihat pada Gambar 25. 4.3 Kalibrasi dan Pengujian Alat Teknik yang digunakan untuk pengkalibrasian termometer elektronik multichannel ini adalah dengan memasukkan ujung sensor yang menjadi hot junction ke dalam air es sehingga keluaran termometer tersebut setara dengan 0 oC (0 mV), atau dengan cara menyamakan keluaran suhu termokopel yang menjadi hot junction dengan sensor suhu elektronik lain yang sudah terkalibrasi. Berdasarkan Gambar 24 maka diketahui masih adanya data pengamatan yang salah yang ditunjukkan adanya data yang jauh menyimpang dari sinyal rata-rata dalam kurun waktu empat hari. Hal ini disebabkan karena ground catu daya yang digunakan berasal dari ground PC. Perpindahan channel sudah terlihat jelas dengan adanya empat grafik berdampingan yaitu grafik keluaran sensor termokopel dan satu grafik dengan keluaran konstan yaitu grafik keluaran penanda.
16
Gambar 26 Format rekaman data 2
Berdasarkan permasalahan ground catu daya tersebut maka dapat ditanggulangi dengan penggantian catu daya menggunakan aki/baterai kering sehingga ground catu daya menjadi stabil yang akan menyebabkan noise analog serta data error akan menghilang. Data setelah pergantian aki/baterai kering ditunjukan pada grafik setelah garis vertikal hitam tebal (Gambar 24). Keluaran data pada gambar 26 menunjukan adanya perpindahan saluran dengan menggunakan sinyal setelah konversi selesai pada blok ADC sebagai pewaktunya. Tundaan waktu setiap keluaran jumlah pulsa sensor termokopel yang masuk ke blok ADC ±1 menit, kecuali penanda. Setiap selesai membaca data hingga data tertampung penuh, pencacah dikembalikan seperti kondisi semula (kosong) yang kemudian akan kembali melakukan pembacaan data pada sensor termokopel berikutnya. Gambar 27 merupakan keluaran data termometer elektronik multichannel yang sudah terkalibrasi, data ini diperoleh dari hasil pengamatan pada tanggal 29 September 2009 pukul 18.18 WIB hingga tanggal 30 September 2009 pukul 22.28 WIB di koridor Workshop Instrumentasi Meteorologi. Keluaran data dipisahkan atau dikelompokkan tiap channel dengan menggunakan perangkat lunak bacadataserial.
Gambar 27 Keluaran termometer elektronik multichannel terkalibrasi
17
Berdasarkan gambar 27 dapat diketahui bahwa grafik yang berwarna biru (belah ketupat), merah (persegi), hijau (segi tiga), dan ungu (silang) menunjukkan sensor termokopel (Tk) yang berurutan. Grafik tersebut membuktikan bahwa termometer elektronik multichannel berjalan cukup baik dengan data yang menunjukan pola suhu 24 jam. Fluktuasi data terjadi pada siang hari mulai pukul 11.30. Fluktuasi tersebut bisa disebabkan oleh adanya angin kencang pada siang hari atau tidak adanya sangkar cuaca pada termokopel tersebut yang dapat meminimalisir pengaruh dari faktor luar. Sensor pada termometer elektronik multichannel ini dipasang berdekatan sehingga menghasilkan data yang cenderung berpola sama. Resolusi dari termometer elektronik multichannel ini berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan didapat nilai sebesar 2.5 mv atau setara dengan 0.25 oC per 5 menit. Sedangkan akurasi mengandalkan temperatur referensi dari LM35 DZ yaitu kurang dari 0.5 oC pada suhu 25 oC. Dalam pengaplikasiannya, termometer elektronik multichannel ini dapat diletakan dimanapun objeknya berada, hanya saja karena prinsip kerja dari sensor termokopel pada termometer elektronik multichannel ini menggunakan beda potensial maka untuk pengukuran pada objek yang menghantarkan listrik sebaiknya sensor-sensor tersebut tidak diletakkan bersamaan. Jika hal tersebut dilakukan maka keluaran sensornya akan mempunyai nilai yang sama.
18
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penggunaan satu sensor temperatur referensi untuk termometer elektronik dengan beberapa sensor termokopel melalui rangkaian switch yang bekerja secara sekuensial dapat bekerja dengan cukup baik. Dengan demikian efesiensi pengukuran untuk banyak titik dapat diperbaiki dengan mengurangi kesalahan pengukuran yang disebabkan oleh keragaman sensor temperature referensi. Tersedianya satu keluaran analog dari termometer elektronik yang mempunyai beberapa sensor dapat memudahkan transmisi data jarak jauh (telemetri) dengan jalur radio yang umumnya hanya tersedia satu jalur. Uji coba alat masih menemukan ketidaknormalan hasil pengukuran yang disebabkan oleh catu daya PC yang kurang sempurna, namun hal tersebut dapat ditanggulangi dengan pergantian catu daya menggunakan aki/baterai kering. 5.2 Saran Perlu adanya peninjauan untuk menyempurnakan catu daya agar mengurangi noise (gangguan data) atau dengan mengembangkan perangkat lunak yang berfungsi sebagai filter agar dapat memperbaiki data yang tidak sempurna (error).
DAFTAR PUSTAKA Amwei. 2008. Thermistors. [http://www.amwei.com, diakses 26 Januari 2010] Berlin H M. 1998. Mendesain rangkaian opamp dan eksperimen. Yayasan Pembina Pendidikan dan hobi Elektonika “Binatronika”. Terjemahan dari : The design of op-amp circuits, with experiments. Budianto B. 1999. Instrumentasi Meteorologi Elektronik. Di dalam: Pelatihan Dosendosen Perguruan Tinggi Negri Indonesia Bagian Barat dalam Bidang Agroklimatologi; Bogor, 1-12 Feb 1999. Bogor: Departemen Geofisika dan Meteorologi. hlm 112 Efunda Inc. 2009. Thermocouple. Sensors temperature. [http:// www.efunda.com, diakses 15 Agustus 2009] Encyclopædia Britannica. 2009. Thermocouple. Science & Technology.
[http://www.britannica.com, diakses 30 Desember. 2009] Gani H S. 2009. Sensor dan Transduser. [http://www.docstoc.com, diakses 23 Desember 2009] Hoskins Manufacturing Company. 2009. Thermocouples & Thermocouple Wire. Temperature Measurement. [http://www.graphicsdept.com, diakses 15 Agustus 2009] Ifarifa. 2009. Termistor. [http://www.scribd.com, diakses diakses 23 Desember 2009] Koestoer R A. 2004. Pengukuran teknik. Jakarta: Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia Nafira. 2008. Portable Data Logger Temperatur dengan RTC Berbasis MCS-51. [http :/ / digilib. stikom. edu/ Index.php, diakses 17 Desember 2009] National Semiconductor Corporation. 1995. Precision Centigrade Temperature Sensors. RRD-B30M75. Santa Clara, CA: USA[www.datasheetcatalog.com, diakses 15 Juni 2009] Omega Engineering Inc. 2008. Reference Temperatures. 1-888-TC-OMEGA. [http:// www.omega .com, diakses 15 Agustus 2009] Potter D. 1996. Measuring Temperature with Thermocouples – a Tutorial. Application Note 043. National Instruments Corporation. Rano. 2009. Elektronik Industri. Petruzella [http://www.caltron.co.id, diakses 19 Desember 2009] Short N M. 2004. Meteorology - Weather And Climate: A Condensed Primer. The Water Planet - Meteorological, Oceanographic and Hydrologic Applications of Remote Sensing. [http://www.fas.org/irp/imint/docs/rst/ Sect14/Sect14_1a.html, diakses 26 Januari 2010] Sumardi. 2009. Komponen Sistem Kontrol. Semarang: Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Texas Instruments Incorporated. 2008. Precision Timers NE555. SLFS022G [www.ti.com, diakses 15 Juni 2009]
19
LAMPIRAN
20
Lampiran 1 Contoh termokopel dan data logger yang telah diproduksi di pasaran Nama Barang Thermocouple type-T
Spesifikasi Respon cepat dan akurasi tinggi
Harga $11.40
Thermocouple type-T
Panjang 50 ft, temperatur maksimum 500 oF
$55.00
Lascar USB Thermocouple Data Logger
Menggunakan Termokopel tipe Type K, J atau T Cakupan pengukuran -200°C sampai 1300°C Beserta Perangkat lunak, 1/2AA Battery
$83.00
Lascar Thermocouple Data Logger w/ LCD Display
Merekam dengan menggunakan Termokopel tipe J, K, atau T Akurasi ±1 oC Dapat menyimpan 32,000 temperatur yang terbaca Menggunakan LCD Menggunakan penghubung USB untuk data Beserta Perangkat lunak PC dan 1/2 AA Baterai Mendukung 7 jenis termokopel (J,K,T,E,R,S,H) Real-time Monitoring (LCD atau PC) Hemat baterai Data logging otomatis Beserta Perangkat lunak, kabel Rs-2332, dan 6 AAA Baterai
$100.00
Extech 7 Thermocouple Datalogger
Gambar
$249.00
21
8-Channel Temperature Data Logger
Masukan 8 channel Mendukung termokopel, RTD, termistor dan semiconductor temperature sensors Beserta 64 MB CompactFlash® Card, USB Power Adapter, US Plug and Software
$729.00
SmartReader Plus 6 Data Logger
Masukan 7 channel Resolusi 12 bit Bisa menyimpan 1,000,000 data Baterai tahan sampai 10 tahun Memungkinkan pengambilan data yang cepat
$1,275.00
Graphtec High Speed Isolated Data Logger
8 channel multifungsi Data Logger dengan kecepatan tinggi Mengukur bersamaan terhadap Voltage, Temperature, Humidity, Pulse dan Logic Penyimpanan data pada USB Memory Sticks atau Internal RAM Mencakup 100 sampai 240 Volts AC Power Supply Menyediakan Bentuk gelombang Pengukuran Voltase Built-in 5.7" TFT LCD Display Dipantau melalui Built-in Ethernet Web dan FTP Server Beserta Software, Power Supply dan kabel USB
$3,995.00