PENGEMBANGAN MODEL KLASIFIKASI KEMATANGAN BUAH MANGGIS BERDASARKAN WARNA MENGGUNAKAN FUZZY NEURAL NETWORK
RETNO NUGROHO WHIDHIASIH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengembangan Model Klasifikasi Kematangan Buah Manggis Berdasarkan Warna Menggunakan Fuzzy Neural Network” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber daya dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Februari 2012
Retno Nugroho Whidhiasih NRP G651090131/Ilkom
ABSTRACT
RETNO NUGROHO WHIDHIASIH. Development of Mangosteen Maturity Classification Model on Color Based Using Fuzzy Neural Network. Under direction of SUGI GURITMAN and PRAPTO TRI SUPRIYO. Fuzzy Neural Network (FNN) has a capability to classify a pattern located within two different classes where a classical Neural Network (NN) is failed to do so. The fuzzy pattern classification is using membership degree on output of neuron as learning target. Objective of this research is to develop an artificial intelligence system model for non-destructive classification of fresh mangosteen using Fuzzy Neural Network. Component of color result in from image processing that influential against level of mangosteen’s maturity is used as input parameter. Percentage accuracy ratio of FNN model compare to NN for five, three, and two classification classes is 70:40, 86:65 and 90:90 respectively. The best result of FNN modeling is achieved on three class target classification (unripe, export and local) with green color index, value, a* u*, v*, entropy, contrast, energy and homogeinity as predictor parameters and 15 neurons hidden layer. Comparison of percentage capability of FNN against NN to identify the class is 100:0, 100:87 and 63:75.
Keyword : classification, fuzzy neural network, mangosteen, non-destructive grading, pattern recognition.
RINGKASAN
RETNO
NUGROHO
WHIDHIASIH.
Pengembangan
Model
Klasifikasi
Kematangan Buah Manggis Berdasarkan Warna Menggunakan Fuzzy Neural Network. Dibimbing oleh SUGI GURITMAN dan PRAPTO TRI SUPRIYO.
Fuzzy Neural Network (FNN) memiliki kemampuan untuk melakukan klasifikasi terhadap suatu pola yang berada di dalam dua kelas, yang tidak dapat diklasifikasi menggunakan model klasifikasi klasik Neural Network (NN). Klasifikasi pola secara fuzzy ini menggunakan derajat keanggotaan pada neuron output sebagai target pembelajaran. Klasifikasi fuzzy ini memungkinkan untuk digunakan dalam mengklasifikasi buah manggis dimana banyak terdapat pola yang terletak diantara dua kelas. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model sistem kecerdasan buatan untuk mengklasifikasi buah manggis segar secara non-destruktif berdasarkan warna menggunakan FNN berdasarkan Standar Prosedur Operasi (SPO) manggis deptan 2004. Parameter input yang digunakan adalah komponen warna hasil dari pengolahan citra yang mempunyai pengaruh terhadap tahap kematangan buah manggis. Komponen warna yang digunakan adalah indek warna RGB, HSV, L*a*b*, L*u*v*, entropi, kontras, energi dan homogenitas yang nilai-nilainya telah ditransformasi ke dalam skala 0 sampai 1. Berdasar hasil analisis, komponen warna yang digunakan sebagai variabel penduga kematangan buah manggis adalah nilai indek merah (red), hijau (green), biru (blue) V (value), a*, u*, v*, entropi, kontras, energi dan homogenitas. Jumlah sampel data yang digunakan adalah 125 buah, yaitu citra manggis Padang yang berada pada tahap kematangan 2 sampai 6, dengan 25 citra manggis pada tiap tahap kematangannya. Sejumlah 105 data digunakan sebagai data pelatihan dan 20 data digunakan sebagai data pengujian. Untuk mendapatkan hasil pengenalan
terbaik
dilakukan
percobaan-percobaan
menggunakan
empat
kombinasi parameter input dan 6 variasi jumlah neuron pada lapisan tersembunyi.
Klasifikasi menjadi kelas buah mentah, ekspor dan lokal dalam penelitian ini mendapatkan model FNN terbaik menggunakan parameter input g, v, a*, u*, v*, entropi, kontras, energi dan homogenitas dengan 15 neuron pada lapisan tersembunyi. Model FNN backpropatation 9-15-3 ini memberikan akurasi sebesar 85%, sedangkan NN dengan struktur yang sama memberikan akurasi sebesar 65%, dengan perbandingan prosentase kemampuan model FNN dengan model NN dalam mengenali kelas buah mentah adalah 100:0, kelas buah ekspor adalah 100:87 dan kelas buah lokal adalah 63:75. Perbandingan akurasi model FNN dan NN dalam penelitian ini menunjukkan bahwa FNN mampu mengatasi pola yang berada diantara dua kelas dengan lebih baik sehingga menghasilkan klasifikasi yang lebih baik.
Kata kunci : klasifikasi manggis, fuzzy neural network, citra digital, pemutuan non-destruktif
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagain atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PENGEMBANGAN MODEL KLASIFIKASI KEMATANGAN BUAH MANGGIS BERDASARKAN WARNA MENGGUNAKAN FUZZY NEURAL NETWORK
RETNO NUGROHO WHIDHIASIH
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Komputer pada Program Studi Ilmu Komputer
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Aziz Kustiyo, S.Si., M.Kom
Judul Tesis
:
PENGEMBANGAN MODEL KLASIFIKASI KEMATANGAN BUAH MANGGIS BERDASARKAN WARNA MENGGUNAKAN FUZZY NEURAL NETWORK
Nama
: Retno Nugroho Whidhiasih
NIM
: G651090131
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Sugi Guritman Ketua
Drs. Prapto Tri Supriyo, M.Kom Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pasca Sarjana,
Ilmu Komputer
Dr. Yani Nurhadryani, S.Si., M.T.
Tanggal Ujian : 6 Februari 2012
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah kecerdasan komputasional, dengan judul Pengembangan Model Klasifikasi Tahap Kematangan Buah Manggis berdasarkan Warna menggunakan Fuzzy Neural Network. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada
Dr. Sugi Guritman, selaku ketua komisi pembimbing, Drs.
Prapto Tri Supriyo, M.Kom, selaku anggota komisi pembimbing, yang telah berkenan untuk membimbing sejak awal pemilihan tema penelitian hingga selesainya karya ilmiah ini. Prof. Dr. Ir. Roni Kastaman, MT dosen Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjajaran Bandung, yang telah berkenan membantu dalam pengumpulan data. Ungkapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada semua pihak atas doa dan dukungannya, terutama dosen Program Studi Ilmu Komputer Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, yang telah memberi wawasan pengetahuan bagi penulis. Kepada seluruh teman Pascasarjana Ilmu Komputer IPB dan keluarga tercinta atas segala doa dan dukungannya. Semoga penelitian ini bermanfaat. Kritik, saran dan masukan sangat penulis harapkan demi sempurnanya penelitian ini di kemudian hari.
Bogor, Februari 2012
Retno Nugroho Whidhiasih
RIWAYAT HIDUP
Penulis (Retno Nugroho Whidhiasih) dilahirkan di Temanggung pada tanggal 29 Maret 1976 sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Penulis memulai pendidikan di SDN Temanggung II No. 3 Temanggung. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan menengahnya ke SMP Negeri 2 Temanggung (1988 – 1991), lalu SMU Negeri 1 Temanggung (1991-1994). Setelah lulus SMU, penulis melanjutkan studi di program studi Teknik Telekomunikasi, Politeknik Negeri Semarang. Selanjutnya berkesempatan melanjutkan studi di jurusan Teknik Informatika, Universitas Dian Nuswantoro Semarang dan lulus pada tahun 1999 dan sekarang Penulis bekerja sebagai Dosen Tetap di Program Studi Teknik Komputer, Universitas Islam “45” Bekasi. Penulis berkesempatan melanjutkan ke jenjang pascasarjana (S2) Ilmu Komputer (ILKOM), Institut Pertanian Bogor sejak 2009 – sekarang.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xix DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xx LAMPIRAN ............................................................................................................. xxii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 1.1
Tujuan ........................................................................................................... 3
1.2
Ruang Lingkup .............................................................................................. 3
1.3
Manfaat ......................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 5 2.1
Manggis (Garcinia Mangostana Linn) ......................................................... 5
2.2
Pengolahan Citra ........................................................................................... 7
2.3
Model Warna................................................................................................. 8
2.4
Analisis Tekstur .......................................................................................... 12
2.5
Transformasi Data ....................................................................................... 15
2.6
Koefisien Determinasi ................................................................................. 15
2.7
Klasifikasi ................................................................................................... 16
2.8
Neural Network (NN).................................................................................. 17
2.8.1
Arsitektur Backpropagation ................................................................... 18
2.8.2
Fungsi Aktivasi ....................................................................................... 19
2.8.3
Algoritma Pelatihan Lavenberg-Marquadt ............................................ 20
2.8.4
Proses Pembelajaran Backpropagation .................................................. 21
2.9 2.9.1
Logika Fuzzy ............................................................................................... 24 Fungsi Keanggotaan (membership function) .......................................... 25
2.10 Fuzzy Neural Network (FNN) ..................................................................... 26 BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................................... 29 3.1
Tahapan Penelitian ...................................................................................... 29
3.1.1
Identifikasi Masalah ............................................................................... 30
3.1.2
Pengumpulan dan Praproses Data .......................................................... 30
3.1.3
Desain Model FNN ................................................................................. 31
3.1.4
Pembandingan Akurasi Terhadap NN .................................................... 34
3.1.5
Desain Aplikasi FNN.............................................................................. 34 xvii
3.2
Kebutuhan Alat Penelitian ........................................................................... 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 37 4.1
Pengumpulan dan Praproses Data ............................................................... 37
4.2
Hubungan Indek RGB dengan Tahap Kematangan Buah ........................... 38
4.3
Hubungan HSV dengan Tahap Kematangan Buah ..................................... 39
4.4
Hubungan L*a*b* dengan Tahap Kematangan Buah ................................. 40
4.5
Hubungan u*v* dengan Tahap Kematangan Buah ..................................... 42
4.6
Hubungan Tekstur dengan Tahap Kematangan Buah ................................. 43
4.7
Parameter Penentu Tahap Kematangan Manggis ........................................ 44
4.8
Paramater Output Tahap Kematangan Manggis .......................................... 45
4.9
Program Model Penentuan Tahap Kematangan Buah Manggis .................. 46
4.10 Analisis Hasil Pemodelan FNN ................................................................... 47 4.11 Analisis Hasil Pemodelan FNN Pembanding .............................................. 53 4.12 Analisis Hasil FNN Berdasarkan Jumlah Target Kelas Klasifikasi ............ 56 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 59 5.1
Kesimpulan .................................................................................................. 59
5.2
Saran ............................................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 61 LAMPIRAN ............................................................................................................... 65
xviii
DAFTAR TABEL
1 Tingkat/Tahap kematangan manggis berdasarkan warna ......................................... 7 2 Tipe-tipe Fuzzy Neural Network (FNN) ................................................................. 26 3 Struktur FNN........................................................................................................... 34 4 Model variabel input/masukan penentuan tahap kematangan manggis .................. 45 5 Nilai output/keluaran tahap kematangan manggis .................................................. 45 6 Hasil pelatihan pengenalan tahap kematangan ....................................................... 52
xix
DAFTAR GAMBAR 1 Kubus warna ...............................................................................................................8 2 Nilai hue, saturasi dan value .......................................................................................9 3 Model warna CIELab ...............................................................................................10 4 Model warna CIELuv ...............................................................................................11 5 Ilustrasi pembuatan matriks kookurensi, (a) Citra masukan, (b) Nilai intensitas citra masukan, (c) Hasil matriks kookurensi 0°, (d) Hasil matriks kookurensi 45°, (e) Hasil matriks kookurensi 90°, (f) Hasil matriks kookurensi 135°. ..............14 6 Model Neuron (Hermawan, 2006)............................................................................18 7 Arsitektur backpropagation (Siang 2009) ................................................................19 8 Fungsi aktivasi sigmoid biner (Kusumadewi, 2003) ................................................20 9 Fungsi aktivasi sigmoid bipolar (Kusumadewi, 2003) .............................................20 10 Supervised Learning (Rios) ....................................................................................22 11 Himpunan klasik .....................................................................................................24 12 Fungsi keanggotaan umur dengan representasi segitiga.........................................24 13 Karakteristik fungsional kurva beta (Cox, 1994) ...................................................26 14 Tahapan penelitian..................................................................................................29 15 Sebaran RGB pada tiap tahap kematangan.............................................................39 16 Rata-rata nilai RGB ................................................................................................39 17 Sebaran HSV pada tiap tahap kematangan .............................................................40 18 Rata-rata nilai HSV ................................................................................................40 19 Sebaran L*a*b* pada tiap tahap kematangan.........................................................41 20 Nilai rata-rata L*a*b* .............................................................................................41 21 Sebaran u*v* pada tiap tahap kematangan .............................................................42 22 Nilai rata-rata u*v* .................................................................................................42 23 Sebaran entropi, kontras, energi dan homogenitas pada tiap tahap kematangan ...43 24 Nilai rata-rata entropi, kontras, energi dan homogenitas........................................43 25 Antar muka model penentuan tahap kematangan manggis ....................................47 26 Pelatihan dengan 2 neuron pada lapisan tersembunyi ............................................48 27 Pelatihan dengan 5 neuron pada lapisan tersembunyi ............................................49 28 Pelatihan dengan 10 neuron pada lapisan tersembunyi ..........................................49 29 Pelatihan dengan 15 neuron pada lapisan tersembunyi ..........................................50 xx
30 Pelatihan dengan 20 neuron pada lapisan tersembunyi ......................................... 50 31 Pelatihan dengan 25 neuron pada lapisan tersembunyi ......................................... 51 32 Perbandingan FNN dan NN untuk 3 kelas target ................................................... 52 33 Perbandingan nilai target dan nilai prediksi FNN dan NN .................................... 53 34 Perbandingan nilai rata-rata validasi dan akurasi................................................... 56
xxi
LAMPIRAN 1 Algoritma NN Propagasi balik .................................................................................65 2 Citra data sampel ......................................................................................................66 3 Nilai RGB citra buah manggis .................................................................................69 4 Nilai statistik RGB ...................................................................................................71 5 Koefisien determinasi indek RGB terhadap tahap kematangan ...............................71 6 Nilai statistik HSV ....................................................................................................72 7 Koefisien determinasi HSV terhadap tahap kematangan .........................................72 8 Nilai statistik L*a*b* ...............................................................................................73 9 Koefisien determinasi L*a*b* terhadap tahap kematangan .....................................73 10 Nilai statistik u*v* ..................................................................................................74 11 Koefisien determinasi u*v* terhadap tahap kematangan .......................................74 12 Nilai statistik tekstur ...............................................................................................75 13 Koefisien determinasi tekstur berdasar tahap kematangan.....................................75 14 Pola output target pembelajaran FNN ....................................................................76 15 Source code antar muka model klasifikasi kematangan manggis ..........................77 16 Hasil pelatihan pemilihan model terbaik FNN 3 kelas target .................................81 17 Perbandingan hasil training FNN dan NN dengan 3 kelas target ..........................82 18 Nilai output/keluaran pembanding tahap kematangan manggis .............................82 19 Hasil pelatihan pemilihan model terbaik FNN 5 kelas target .................................83 20 Perbandingan hasil training FNN dan NN dengan 5 kelas target ..........................84 21 Hasil pelatihan pemilihan model terbaik FNN 2 kelas target .................................84 22 Perbandingan hasil training FNN dan NN dengan 5 kelas target ..........................86
xxii
BAB I PENDAHULUAN
Teknologi pasca panen sangat diperlukan untuk pemenuhan supply & demand, mempertahankan mutu dan meningkatkan daya saing di pasaran. Mutu buah manggis ditentukan oleh berbagai parameter diantaranya adalah parameter tingkat ketuaan dan kematangan berdasarkan indeks warna. Klasifikasi kematangan buah manggis hasil panen sesuai dengan tingkat kematangannya sangat diperlukan untuk menentukan manggis keperluan ekspor maupun untuk konsumsi lokal, mengingat terbatasnya umur konsumsi manggis karena pengaruh lingkungan (klimakterik) dan pesatnya peningkatan volume ekspor manggis dari tahun ke tahun (deptan 2004). Penggunaan metode klasifikasi yang kurang tepat akan mengakibatkan terjadinya salah klasifikasi. Kesalahan klasifikasi yang dapat terjadi adalah kesalahan dalam pengelompokan tahap kematangan. Tingkat kematangan tahap 4 merupakan buah untuk keperluan ekspor sedangkan tingkat kematangan tahap 5 merupakan buah untuk keperluan lokal/domestik. Bila terjadi salah klasifikasi sehingga manggis dengan tingkat kematangan 5 dikirim untuk diekspor, maka buah manggis akan dalam kondisi busuk pada saat masih dalam perjalanan. Hal ini dapat mengakibatkan kerugian terhadap produsen maupun konsumen untuk keperluan ekspor maupun keperluan lokal (Kastaman et al. 2008) Beberapa penelitian menggunakan pengolahan citra berdasarkan warna telah banyak dilakukan, namun dalam implementasinya, interpretasi kematangan buah manggis yang dimaksud belum memasukkan unsur standarisasi kematangan buah yang telah ditetapkan oleh Departemen Pertanian sebagaimana tercantum dalam dalam Standar Prosedur Operasi (SPO) manggis yang ada saat ini, sehingga penelitian yang dilakukan saat ini lebih menekankan pada upaya justifikasi kematangan buah manggis yang sesuai dengan SPO yang ada. (Kastaman et al. 2008). Berdasarkan permasalahan tersebut maka diperlukan suatu sistem untuk melakukan klasifikasi dengan ketepatan tinggi berdasarkan Standar Prosedur
2
Operasional (SPO) yang berlaku. Tingkat kematangan buah manggis dapat diklasifikasikan secara non destruktif berdasarkan komponen kualitas eksternal, yaitu warna kulit buahnya. Warna dianggap sebagai properti fisik dasar produk pertanian dan makanan, yang berkorelasi dengan baik terhadap sifat fisik lainnya, kimia dan indikator panca indera kualitas produk. Bahkan warna mempunyai peran utama dalam penilaian mutu eksternal dalam industri makanan dan penelitian (Segnini et al. 1999; Abdullah et al. 2009). Ruang warna yang disarankan untuk kuantifikasi makanan dengan permukaan melengkung adalah CIELab dikarenakan intensitas cahaya dalam ruang warna L*a*b* kurang terpengaruh oleh bayang-bayang pada daerah kilau pada permukaan obyek, dan HSV dikarenakan komponen V merupakan komponen yang paling dipengaruhi oleh permukaan yang melengkung (Mendoza et al. 2006). Warna komponen a*/b* buah manggis dari ruang warna CIELab meningkat sedikit pada tahap kematangan 1-3 dan meningkat tajam sampai tahap kematangan 6. Hal ini menunjukkan bahwa nilai a*/b* berkorelasi baik dengan pembentukan warna buah (Palapol et al. 2009). Peningkatan ketuaan pada buah belimbing dapat ditunjukkan oleh peningkatan komponen u* pada CIELuv (Irmansyah, 2009). Tekstur kulit buah digunakan untuk membedakan sifat-sifat permukaan suatu benda dalam citra, yaitu menggunakan fitur entropi, kontras, energi dan homogenitas. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengenalan pola, yang melakukan klasifikasi menggunakan Fuzzy Neural Network (FNN) dan Neural Network (NN), diantaranya Multilayer Perceptron, Fuzzy Sets and Classification (Pal & Mitra 1992), melakukan klasifikasi menggunakan multilayer perceptron dan himpunan fuzzy untuk mengatasi pola yang berada pada batas-batas kelas yang tumpang tindih pada kasus speech recognition dan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan klasifikasi klasik dan klasifikasi bayes, dengan akurasi rata-rata 79,8%. Backpropagation Learning Algorithms for Classification with Fuzzy Mean Square Error (Sarkar et. al 1997), melakukan klasifikasi fuzzy terhadap vokal dan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan klasifikasi klasik dan klasifikasi bayes, dengan akurasi rata-rata 89,3%. A Fuzzy Neural Network Aproach for Document Region Classification Using Human Visual
3
Perception Features (Murquia 2002), menggunakan FNN untuk melakukan klasifikasi dokumen image resolusi rendah menggunakan analisis tekstur, hasil penelitian memberikan akurasi 95,7%.. Fuzzy Backpropagation Untuk Klasifikasi Pola (Kusumadewi 2006), melakukan klasifikasi fuzzy terhadap kualitas produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa FNN memberikan hasil lebih baik dibandingkan jaringan probabilistik, dengan akurasi 100%. Pengembangan Pemutuan Buah Manggis Untuk Ekspor Secara Non Destruktif Dengan Jaringan Syaraf Tiruan (Sandra 2007), menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) manggis sebagai dasar klasifikasi dan menghasilkan akurasi 91,6%. Penelitianpenelitian tersebut mampu melakukan pengenalan dengan baik. Penelitian ini melakukan proses klasifikasi tingkat kematangan buah manggis Padang menggunakan Fuzzy Neural Network (FNN) berdasarkan citra, menggunakan ruang warna RGB, HSV, CIELab dan CIELuv serta fitur tekstur yang meliputi fitur energi, kontras, homogenitas dan entropi. Pemodelan yang dikembangkan merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya. Kebaruan yang dimaksud adalah berkenaan dengan teknik klasifikasi yang digunakan dan acuan klasifikasi yg dilakukan. Teknik yang digunakan dalam pemodelan ini adalah klasifikasi fuzzy menggunakan FNN untuk mengatasi pola yang berada dalam batas-batas kelas yang tumpang tindih atau suatu pola menjadi anggota lebih dari satu kelas, yang tidak bisa dilakukan menggunakan klasifikasi klasik. Klasifikasi yang dilakukan mengacu pada Standar Prosedur Operasional (SPO) komoditi manggis deptan 2004. 1.1
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model klasifikasi
kematangan buah manggis sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) manggis deptan 2004 berdasarkan warna menggunakan FNN. 1.2 Ruang Lingkup Model klasifikasi buah manggis berdasar warna menggunakan FNN yang dikembangkan mempunyai ruang lingkup sebagai berikut : 1. Jumlah sampel citra buah manggis yang diamati 125 buah, dengan 25 buah sampel pada tiap tahap kematangan, dari tahap kematangan 2 sampai 6.
4
2. Menggunakan RGB, HSV, L*u*v*, L*a*b* dan fitur tektur yang meliputi energi, kontras, homogenitas dan entropi sebagai parameter penduga. 3. Menggunakan teknik klasifikasi FNN dengan algoritma pembelajaran backpropagation dan NN sebagai pembanding akurasinya. 4. Dasar klasifikasi yang digunakan adalah SPO komoditi manggis deptan 2004. 1.3 Manfaat Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1.
Menghasilkan
sebuah
model
klasifikasi
kematangan
buah
manggis
berdasarkan warna menggunakan FNN, 2.
Dapat digunakan sebagai solusi atau referensi terhadap klasifikasi buah manggis yang dilakukan sebelumnya,
3.
Dapat digunakan sebagai dasar pengembangan instrumen dan peralatan/mesin sortasi buah manggis yang efektif dan efisien sehingga bermanfaat baik secara teknis maupun ekonomis bagi perkembangan pembangunan pertanian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manggis (Garcinia Mangostana Linn) Manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Malaysia atau Indonesia. Dari Asia Tenggara, tanaman ini menyebar ke daerah Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Srilanka, Malagasi, Karibia, Hawaii dan Australia Utara. Sentra produksi manggis di Indonesia antara lain di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Barat dan Nagroe Aceh Darussalam. Manggis di Indonesia disebut dengan berbagai macam nama lokal seperti manggu (Jawa Barat), Manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara), Manggista (Sumatera Barat) (Kastaman et al. 2008). Buah manggis berbentuk bulat, terdiri dari bagian perikarp (kulit luar) dan daging buah yang menyelimuti biji. Pada bagian pangkal buah terdapat calyx (daun buah) dan pada bagian ujung terdapat 4 – 8 tonjolan berbentuk segitiga (triangle), mencirikan jumlah daging buah. Daging buah berwarna putih susu, diameter buah berkisar antara 3,4 – 7,5 cm. Biji buah kadang-kadang tidak seluruhnya didapati pada daging buah. Daging buah ini berukuran panjang 2,5 cm dan lebar 1,6 cm, berbentuk oval. Pada buah berumur muda daging buah berasa asam, semakin matang berasa manis. Buah manggis termasuk rendah kalori, protein, lemak dan vitamin, namun jumlah seratnya termasuk cukup tinggi. Kadar gula total (sukrosa, glukosa, fruktosa) sebesar 16,42 – 16,82 % dari total karbohidrat. Selain itu, terdapat pula senyawa tanin dan resin sebesar 7 – 14 %, polyhydroxy-xanthone, dan mangostin (Morton J 1987). Manggis bermanfaat sebagai antioksidan dan berbagai obat, diantaranya sariawan, wasir, luka, anti peradangan dan nyeri, mencegah alzheimer dan arthritis, memperbaiki sistem pernafasan, mendukung tulang rawan dan sendi, serta menjaga pencernaan. Manggis merupakan salah satu komoditas ekspor yang menjadi andalan Indonesia untuk meningkatkan pendapatan devisa. Berdasarkan data volume
6
ekspor manggis Indonesia dari tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan dari 6.9 ribu ton pada tahun 2002 meningkat menjadi 7.2 ribu ton pada tahun 2003. Dengan pangsa pasar utama adalah Taiwan dan Hongkong (Departemen Pertanian 2004). Volume ekspor Manggis Indonesia meningkat nyata pada dua bulan pertama tahun 2011, hampir sama dengan volume ekspor sepanjang tahun 2009. Buah manggis merupakan buah klimakterik sehingga buah dapat matang selama masa penyimpanannya. Puncak klimakterik dicapai setelah penyimpanan 10 hari pada suhu ruang (Martin 1980). Pemanenan umumnya dilakukan setelah buah berumur 104 hari dihitung mulai bunga mekar, saat itu warna kulit buah manggis masih berwarna hijau dengan sedikit ungu muda pada permukaan kulit buahnya. Enam hari setelah dipanen warna kulit buah menjadi ungu tua (Suyanti et al. 1999a.). Buah yang dipanen saat buah berwarna merah tua (114 hari) menyebabkan daya simpannya lebih singkat dan tidak dapat memenuhi persyaratan mutu manggis untuk ekspor. Perubahan warna buah dari hijau menjadi ungu hitam setelah panen yang mencerminkan perkembangan warna kematangan tahap 1 sampai tahap 6 digunakan sebagai panduan kualitas bagi petani dan konsumen. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kualitas buah pada buah manggis yang dipanen pada salah satu tahap dari tahap yang ditetapkan (tahap 1-6), sehingga matang pada tahap 6 untuk masing-masing (Palapol et al. 2009). Hal ini menunjukkan bahwa pemeraman buah manggis yang dipetik pada salah satu tahap untuk kebutuhan ekspor tidak memiliki efek merugikan pada kualitas buah akhir. Berdasarkan SPO panen manggis departemen pertanian 2004 dinyatakan bahwa panen manggis dilakukan berdasarkan penentuan umur dan visual. Manggis layak dipanen bila telah berumur 104-110 setelah bunga mekar (SBM) atau bila secara visual sudah banyak buah yang matang, hal ini hanya bisa ditentukan oleh seseorang yang telah berpengalaman. Pemanenan buah dalam satu pohon dapat dilakukan dua sampai tiga kali sesuai dengan tingkat kematangan buah.
7
Mutu buah manggis ditentukan oleh berbagai parameter diantaranya adalah parameter tingkat ketuaan dan kematangan (indeks warna) serta ukuran (Deptan 2004). Proses grading dalam SPO komoditas manggis 2004, merupakan suatu pengelompokan buah berdasarkan kriteria/kelas dan indek kematangan manggis untuk mendapatkan ukuran, warna buah dan tingkat kematangan yang seragam. Tingkat kematangan manggis berdasarkan indek warna berdasarkan SPO manggis dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Tingkat/Tahap kematangan manggis berdasarkan warna
2.2 Pengolahan Citra Berbagai aplikasi pengolahan citra secara garis besar digunakan untuk memperbaiki kualitas suatu citra (gambar) sehingga lebih mudah diinterpretasikan oleh manusia dan mengolah informasi yang terdapat pada citra (gambar) untuk keperluan pengenalan objek secara otomatis. Citra adalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua dimensi yang kontinus menjadi gambar diskrit melalui proses sampling. Gambar analog dibagi menjadi N baris dan M kolom sehingga menjadi gambar diskrit.
8
Persilangan antara baris dan kolom tertentu disebut dengan piksel. Contohnya adalah gambar/titik diskrit pada baris n dan kolom m disebut dengan piksel[n,m]. Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi f(x,y) yaitu fungsi intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Fungsi ini berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial dalam sistem koordinat piksel, dan amplitudo f di titik koordinat (x,y). Jika nilai x, y, dan nilai amplitudo f secara keseluruhan berhingga (finite) dan bernilai diskrit maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut adalah cira digital. Matrik citra digital direpresentasikan dalam suatu koordinat piksel, yang tidak mempunyai nilai x dan y negatif. Citra digital dapat ditulis dalam bentuk matrik sebagai berikut :
Masing-masing elemen dalam matriks disebut dengan elemen citra atau piksel, f(x,y) merupakan intensitas citra, sedangkan x dan y merupakan posisi piksel dalam citra. 2.3 Model Warna Model warna RGB (Red, Green, Blue) mendefinisikan warna berdasarkan tingkat intensitas komponen warna merah, hijau dan biru atau RGB, yang disajikan dalam bentuk koordinat tiga dimensi yang disebut kubus warna, disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Kubus warna
9
Jika ketiga intensitas warna tersebut bernilai 0, maka warna yang terjadi adalah hitam, sedangkan jika ketiga intensitas warna tersebut bernilai 1, maka warna yang terjadi adalah putih. Nilai RGB didapatkan dari rata-rata keseluruhan piksel. Proses konversi dari model warna RGB ke model warna lain sebelumnya dilakukan menormalisasi nilai RGB menjadi rgb dengan membaginya dengan 255. Konsep Model Warna RGB berorientasi pada hardware dan kita jumpai di peralatan seperti : monitor computer, LCD proyektor, scanner, kamera video dan kamera digital. Model HSV (Hue, Saturation dan Value) menunjukkan ruang warna dalam bentuk tiga komponen utama, yaitu hue, saturation, dan value atau disebut juga brightness, disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Nilai hue, saturasi dan value Hue adalah sudut dari 0 sampai 360 derajat yang menunjukkan jenis warna (seperti merah, biru atau kuning) atau corak warna yaitu tempat warna tersebut ditemukan dalam spektrum warna (Putra, 2010). Saturation (saturasi) dari suatu warna adalah ukuran seberapa besar kemurnian dari warna tersebut, yang bernilai antara 0 sampai 1 (atau 0 sampai 100%) dan menunjukkan nilai keabu-abuan warna (Putra, 2010). Value disebut juga intensitas yaitu ukuran seberapa besar kecerahan dari suatu warna atau seberapa besar cahaya datang dari suatu warna. Value dapat bernilai 0 sampai 100%. Nilai HSV didapatkan dengan mengkonversi nilai rgb dengan persamaan (Putra, 2010) : 𝑉𝑉 = max(𝑟𝑟, 𝑔𝑔, 𝑏𝑏) …………………………………………. …… 𝑆𝑆 = �
0
𝑉𝑉 −
min (𝑟𝑟,𝑔𝑔,𝑏𝑏) 𝑉𝑉
, 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 𝑉𝑉 = 0 , 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 𝑉𝑉 > 0
………………………..…….
(1) (2)
10 0 , 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 𝑆𝑆 = 0 𝐻𝐻 = � 60∗(𝑔𝑔−𝑏𝑏) , 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 𝑉𝑉 = 𝑟𝑟 𝑆𝑆∗𝑉𝑉
…………………………………………..
(3)
(𝑏𝑏−𝑟𝑟)
(4)
𝑆𝑆∗𝑉𝑉
(5)
60 ∗ �2 + � , 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 𝑉𝑉 = 𝑔𝑔 𝑆𝑆∗𝑉𝑉 𝐻𝐻 = � .………………………….. (𝑟𝑟−𝑔𝑔) 60 ∗ �4 + � , 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 𝑉𝑉 = 𝑏𝑏 𝐻𝐻 = 𝐻𝐻 + 360, 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 𝐻𝐻 < 0 …………………………………….
Model warna CIE L*a*b* bekerja berdasar pada persepsi manusia atas warna, yaitu lightness A (Green-red axis) dan lightness B (Blue-yellow Axis). Model ini terdiri dari besaran Lightness/Luminance (L*), dimensi a (a*), dan dimensi b (b*), disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Model warna CIELab Nilai skala untuk Lightness/Luminance berkisar 0 sampai 100, yaitu dari warna hitam sampai warna putih (L* = 100 untuk warna putih dan L* = 0 untuk warna hitam). Dimensi a* dan b* menyimpan informasi komponen kromatik warna hijau sampai merah dan warna biru sampai kuning. Angka negatif a* mengindikasikan warna hijau dan sebaliknya a* positif mengindikasikan warna merah, sedangkan angka negatif b* mengindikasikan warna biru dan sebaliknya CIE_b* positif mengindikasikan warna kuning. Nilai L*a*b* didapatkan dengan mengkonversi nilai rgb dengan persamaan : 𝑥𝑥
…………………………………….
1,055
�
x ≤ 0,03928; 𝑓𝑓(𝑥𝑥) = 12,92
𝑥𝑥+0,055 2,4
x ≥ 0,3928; 𝑓𝑓(𝑥𝑥) = �
..…………………………….
(6) (7)
Nilai x adalah nilai R'G' atau B'. Nilai f(x) menunjukkan nilai konversi sR,
sG dan sB. Nilai sRGB selanjutnya dikonversi ke model warna CIE XYZ menggunakan persamaan :
11 0,4124 𝑋𝑋 �𝑌𝑌 � = �0,2126 0,0193 𝑍𝑍
0,3576 0,7152 0,1192
0,1805 𝑠𝑠𝑠𝑠 0,0722� �𝑠𝑠𝑠𝑠 � .……………………….. (8) 0,9505 𝑠𝑠𝑠𝑠
Untuk menghitung nilai L*a*b* dari CIE XYZ menggunakan persamaan : 𝑌𝑌
𝐿𝐿∗ = 116 ∗ 𝑓𝑓 �𝑌𝑌 � − 16 𝑛𝑛
…..…………………………………….
𝑋𝑋
𝑌𝑌
(10)
𝑌𝑌
𝑍𝑍
…………………………...… (11)
𝑎𝑎 ∗ = 500 ∗ �𝑓𝑓 �𝑋𝑋 � − 𝑓𝑓 �𝑌𝑌 �� ………………………….…… 𝑛𝑛
𝑛𝑛
𝑏𝑏 ∗ = 200 ∗ �𝑓𝑓 �𝑌𝑌 � − 𝑓𝑓 �𝑍𝑍 �� dengan f(τ) = �
𝑛𝑛
1
𝜏𝜏 3
(9)
7,7867 𝜏𝜏 +
𝑛𝑛
16
116
𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 𝜏𝜏 > 0,008856
𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 𝜏𝜏 ≤ 0,008856
Nilai Xn, Yn dan Zn adalah nilai XYZ dengan observer 2o dan illuminant D65 (easyrgb.com 2011). CIELuv (L*u*v*) merupakan model warna yang sebanding dengan persepsi mata manusia yang didefinisikan dengan menggambarkan 3 koordinat geometrik L*, u* dan v*, disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Model warna CIELuv CIE_ L* merupakan lightness atau kecerahan warna. CIE_u* merupakan kuat warna pada sumbu merah – hijau. CIE_v* merupakan kuat warna pada sumbu kuning – biru. Konversi dari sistem X, Y, Z ke sistem L*u*v* menggunakan persamaan (Lu G & Phillips J, 1998) : 𝑌𝑌
𝑌𝑌
L∗ = 116 �𝑌𝑌 � 13 − 16 untuk 𝑌𝑌 > 0,008856 ............................ (12) 0
0
12 𝑌𝑌
𝐿𝐿∗ = 903,3 �𝑦𝑦 � untuk 0
𝑌𝑌
𝑌𝑌0
≤ 0,008856 ................................... (13)
u* = 13L* (u' – u'0) ........................................................................ (14) v* = 13L* (v' – v'0) ........................................................................ (15) dengan : 4𝑋𝑋
u′ = (𝑋𝑋+15𝑌𝑌+3𝑍𝑍) = 9𝑌𝑌
v ′ = (𝑋𝑋+15𝑌𝑌+3𝑍𝑍) = 𝑢𝑢0′ = 𝑥𝑥 𝑣𝑣0′ = 𝑥𝑥
4𝑥𝑥 0
0 +15𝑦𝑦 0 +3𝑧𝑧0
9𝑦𝑦 0
0 +15𝑦𝑦 0 +3𝑧𝑧0
4𝑥𝑥
..................................................... (16)
9𝑦𝑦
.................................................... (17)
−2𝑥𝑥+12𝑦𝑦+3 −2𝑥𝑥+12𝑦𝑦+3
........................................................................ (18) ....................................................................... (19)
Dimana x0, y0 dan z0 adalah x, y dan z dengan observer 2o dan illuminant D65 (easyrgb.com 2011). 2.4 Analisis Tekstur Salah satu cara untuk mengenali suatu citra adalah dengan membedakan tekstur yang merupakan komponen dasar pembentuk citra dan dapat dimanfaatkan sebagai dasar klasifikasi citra. Tekstur citra dapat dibedakan berdasar kerapatan, keseragaman, keteraturan, kekasaran dan lain-lain. Untuk mengetahui pola suatu citra digital berdasarkan ciri yang diperoleh secara matematis digunakan analisis tekstur. Ciri atau karakteristik suatu tekstur diperoleh melalui proses ekstraksi ciri. Salah satu metode untuk mendapatkan ciri atau karakteristik suatu tekstur adalah metode co-occurrence. Secara umum tekstur mengacu pada repetisi elemen-elemen tekstur dasar yang disebut elemen tekstur. Elemen tekstur terdiri dari beberapa piksel dengan aturan posisi bersifat periodik, kuasiperiodik atau acak. Dua syarat terbentuknya tekstur (Ahmad 2005) adalah : (1) adanya pola-pola primitif yang terdiri dari satu atau lebih piksel. Bentuk-bentuk pola primitif ini dapat berupa titik, garis lurus, garis lengkung, luasan dan lain-lain yang merupakan elemen dasar dari suatu bentuk. (2) pola-pola primitif tadi muncul berulang-ulang dengan interval jarak dan arah tertentu sehingga dapat dipresiksi atau ditemukan karakteristik pengulangannya.
13
Metode co-occurrence bekerja dengan membentuk sebuah matriks kookurensi dari data citra dan menentukan ciri sebagai fungsi dari matriks tersebut. Matriks kookurensi dibentuk dari suatu citra greyscale dengan melihat pada piksel-piksel yang berpasangan yang memiliki intensitas tertentu. Penggunaan metode ini berdasar pada hipotesis bahwa dalam suatu tekstur akan terjadi perulangan pola-pola primitif. Misalkan d didefinisikan sebagai jarak antara dua posisi piksel (x1, y1) dan (x2, y2), dan θ didefinisikan sebagai sudut diantara keduanya, maka matriks kookurensi didefinisikan sebagai matriks yang menyatakan distribusi spasial antara dua piksel yang bertetangga yang memiliki intensitas i dan j, yang memiliki jarak d dan sudut θ diantara keduanya. Orientasi dibentuk dalam empat arah sudut dengan interval sudut 45°, yaitu 0°, 45°, 90°, dan 135°. Sedangkan jarak antar piksel biasanya ditetapkan sebesar 1 piksel. Matriks kookurensi dinyatakan sebagai Pdθ(i,j). Matriks kookurensi didapatkan melalui tiga tahap, yaitu : (1) mengubah citra RGB menjadi citra grayscale, (2) menghitung kookurensi matrik dalam 4 arah, masing-masing 0o, 45o, 90o dan 135o, (3) menentukan nilai untuk setiap ciri tekstur dengan merata-rata nilai dari keempat arah sudut tersebut. Langkah untuk membuat matriks kookurensi simetris ternormalisasi yaitu : (1) membuat area kerja matriks, (2) menentukan hubungan spasial antara piksel referensi dengan piksel tetangga, berapa nilai sudut θ dan jarak d, (3)
menghitung jumlah
kookurensi dan mengisikannya pada area kerja, (4) menjumlahkan matriks kookurensi dengan transposenya untuk menjadikannya simetris, dan (5) normalisasi matriks untuk mengubahna ke bentuk probabilitas. Pembuatan matriks kookurensi ditunjukkan oleh Gambar 5. Setelah memperoleh matriks kookurensi tersebut, dapat dihitung ciri yang merepresentasikan citra yang diamati. Berbagai jenis ciri tekstural dapat diekstraksi dari matriks kookurensi. Komponen yang digunakan dalam pengukuran tekstur adalah energi, kontras, homogenitas dan entropi (Haralic et al., 1973).
14
Gambar 5 Ilustrasi pembuatan matriks kookurensi, (a) Citra masukan, (b) Nilai intensitas citra masukan, (c) Hasil matriks kookurensi 0°, (d) Hasil matriks kookurensi 45°, (e) Hasil matriks kookurensi 90°, (f) Hasil matriks kookurensi 135°. Fitur energy berfungsi untuk mengukur konsentrasi pasangan grey level pada matrik co-occurance. Nilai energi didapatkan dengan memangkatkan setiap elemen dalam grey level co-occurance matrix (GLCM), kemudian dijumlahkan. Fitur kontras digunakan untuk mengukur perbedaan lokal dalam citra atau mengukur variasi derajat keabuan suatu daerah citra atau menyatakan sebaran terang (lightness) dan gelap (darkness) dalam sebuah citra. Fitur homogenitas berfungsi untuk mengukur kehomogenan variasi grey level (perbedaan lokal) dalam sebuah citra. Fitur entropi digunakan untuk mengukur keteracakan dari distribusi perbedaan lokal dari sebuah citra (Mathwork 2011).
15
Komponen pengukuran tekstur yang meliputi energi, kontras, homogenitas dan entropy dapat diambil menggunakan persamaan : 𝑚𝑚 ∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1 𝑝𝑝2 (𝑖𝑖, 𝑗𝑗) 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 = ∑𝑖𝑖=1
........................................................ (20)
𝑛𝑛 2 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 = ∑𝑚𝑚 𝑖𝑖=1 ∑𝑖𝑖=1(𝑖𝑖 − 𝑗𝑗) 𝑝𝑝(𝑖𝑖, 𝑗𝑗) 𝑝𝑝(𝑖𝑖,𝑗𝑗 )
𝑛𝑛 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 = ∑𝑚𝑚 𝑖𝑖=1 ∑𝑖𝑖=1 1+|𝑖𝑖−𝑗𝑗 |
............................................ (21) ........................................... (22)
𝑛𝑛 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 = − ∑𝑚𝑚 𝑖𝑖=1 ∑𝑖𝑖=1 𝑝𝑝(𝑖𝑖, 𝑗𝑗) log 𝑝𝑝(𝑖𝑖, 𝑗𝑗)
.................................. (23)
Dengan i dan j adalah intensitas dari resolusi 2 piksel yang berdekatan.
Sedangkan P(i, j) adalah frekuensi relatif matrik dari resolusi 2 piksel yang berdekatan. 2.5 Transformasi Data Sebelum menggunakan data dengan metode atau teknik tertentu perlu dilakukan praproses terhadap data dengan maksud agar data dapat dikenali dengan lebih baik. Salah satu praproses yang sering dipakai adalah transformasi data. Transformasi data dilakukan untuk mengubah data ke dalam rentang nilai tertentu. Rentang nilai ditentukan berdasarkan kasus dan keperluan terntentu. Sebagai misal penggunaan fungsi aktivasi sigmoid pada jaringan FNN. Untuk keperluan tersebut maka data mesti ditransformasi sehingga semua data memiliki range yang sama dengan range keluaran fungsi aktivasi sigmoid yang dipakai, yaitu [0, 1]. Data dapat ditransformasi ke interval [0,1]. Namun akan lebih baik jika ditransformasikan ke interval yang lebih kecil, misal pada interval [0.1 0.9]. Hal ini mengingat bahwa fungsi sigmoid merupakan fungsi asimtotik yang nilainya tidak pernah mencapai nilai 0 maupun 1. Berikut adalah transformasi linier yang dipakai untuk mentrasformasikan data ke interval [0.1 0.9] jika a adalah data minimum dan b adalah data maksimum. 𝑥𝑥 ′ =
0.8(𝑥𝑥−𝑎𝑎) 𝑏𝑏−𝑎𝑎
+ 0.1
...................................................................... (24)
2.6 Koefisien Determinasi Koefisien determinasi pada regresi linier sering diartikan sebagai seberapa besar kemampuan semua variabel bebas dalam menjelaskan varians dari variabel
16
terikatnya.
Secara
sederhana
koefisien
determinasi
dihitung
dengan
mengkuadratkan Koefisien Korelasi (R). Sebagai contoh, jika nilai R adalah sebesar 0,80 maka koefisien determinasi (R Square) adalah sebesar 0,80 x 0,80 = 0,64. Berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan varians dari variabel terikatnya adalah sebesar 64,0%. Berarti terdapat 36% (100%-64%) varians variabel terikat yang dijelaskan oleh faktor lain. Berdasarkan interpretasi tersebut, maka tampak bahwa nilai R Square adalah antara 0 sampai dengan 1. Berikut adalah penetapan dan interpretasi koefisien korelasi dan koefisien determinasi pada regresi linier sederhana.
𝑟𝑟 =
𝑛𝑛 ∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1 𝑥𝑥 𝑖𝑖 𝑦𝑦 𝑖𝑖 −�∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1 𝑥𝑥 𝑖𝑖 ��∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1 𝑦𝑦 𝑖𝑖 � 2
2
𝑛𝑛 𝑛𝑛 ��𝑛𝑛 ∑𝑖𝑖=1 𝑦𝑦12 −�∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1 𝑦𝑦 𝑖𝑖 � � 𝑥𝑥 12 −�∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1 𝑥𝑥 𝑖𝑖 � ��𝑛𝑛 ∑𝑖𝑖=1
𝑅𝑅 = 𝑟𝑟 2 ........................................................................................... (25) Berikut adalah koefisien determinasi untuk regresi linier berganda. 𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽
2 𝑅𝑅𝑦𝑦.12 = 1 − (𝑛𝑛−1)𝑠𝑠 2 𝑦𝑦
...................................................... (26)
Dimana JKG adalah jumlah kuadrat galat sedangkan sy2 adalah jumlah kuadrat y dengan definisi sebagai berikut :
𝑠𝑠𝑦𝑦2 =
𝑛𝑛 ∑ 𝑦𝑦 2 −(∑ 𝑦𝑦)2 𝑛𝑛(𝑛𝑛−1)
𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 = ∑ 𝑦𝑦 2 − 𝑎𝑎 ∑ 𝑦𝑦 − 𝑏𝑏1 ∑ 𝑥𝑥1 𝑦𝑦 − 𝑏𝑏2 ∑ 𝑥𝑥2 𝑦𝑦
2.7 Klasifikasi
Klasifikasi adalah tugas pembelajaran sebuah fungsi target f yang memetakan setiap himpunan atribut x ke salah satu label kelas y yang telah didefinisikan sebelumnya. Data input yang digunakan untuk klasifikasi adalah koleksi dari record. Setiap record dikenal sebagai instance atau contoh, yang ditentukan oleh sebuah tuple (x,y) dimana x adalah himpunan atribut yang disebut atribut predictor dan y adalah suatu atribut tertentu yang dinyatakan sebagai label kelas atau target.
17
Pendekatan umum yang digunakan dalam klasifikasi adalah adanya training set yang berisi record berlabel kelas, digunakan untuk membangun model klasifikasi. Selanjutnya model klasifikasi diaplikasikan ke test set yang berisi record tanpa label kelas. Hal ini merupakan proses pengenalan kembali suatu objek berdasarkan pola yang telah dikenal (Duda, Hart & Stork 1997). Teknik klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi fuzzy menggunakan neural network yang dikenal dengan fuzzy neural network. 2.8 Neural Network (NN) Neural Network (NN) atau Jaringan syaraf tiruan (JST) adalah sistem komputasi dimana arsitektur dan operasi diilhami dari pengetahuan tentang sel syaraf biologi di dalam otak (Fausett 1994). NN didasari oleh kemampuan otak manusia dalam mengorganisasikan sel-sel penyusunnya yang disebut neuron, sehingga mampu melaksanakan tugas-tugas tertentu khususnya pengenalan pola dengan efektifitas yang tinggi. Pengetahuan diperoleh jaringan melalui proses belajar dan kekuatan hubungan antar sel syaraf (neuron) yang dikenal sebagai bobot-bobot sinaptik digunakan untuk menyimpan pengetahuan (Haykin & Simon, 1994). Model syaraf ditunjukkan dengan kemampuannya dalam emulasi, analisis, prediksi dan asosiasi. NN adalah pemrosesan informasi yang mempunyai karakteristik kinerja tertentu seperti jaringan neural biologis, yang berdasarkan pada asumsi (Siang 2009) : (1) pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana yang disebut neuron, (2) sinyal diberikan antara neuron lewat jalinan koneksi, (3) setiap jalinan koneksi mempunyai bobot yang mengalikan sinyal yang ditransmisikan, (4) setiap neuron menerapkan fungsi aktivasi (yang biasannya non linier) terhadap jumlah sinyal masukan terbobot untuk menentukan sinyal keluarannya. NN dicirikan oleh (Fauset 1994) : (1) pola hubungan antara neuronneuron-nya, yang disebut arsitektur, (2) metode penentuan bobot (weight) pada hubungan, yang disebut pelatihan (training), pembelajaran (learning) atau algoritma (3) fungsi aktivasinya. Struktur jaringan neural terdiri atas sejumlah besar komponen yang disebut neuron. Setiap neuron terhubung dengan neuron lainnya dengan jalinan
18
koneksi yang berkaitan dengan bobot. Bobot mewakili informasi yang diterima jaringan dan dijadikan sebagian nilai untuk menyelesaikan masalah. Gambar 6 memperlihatkan model tiruan sebuah neuron.
Gambar 6 Model Neuron (Hermawan, 2006). Sebuah neuron menerima sejumlah n masukan, yaitu 𝑥𝑥1 , 𝑥𝑥2 , … , 𝑥𝑥𝑛𝑛 . Setiap
masukan dimodifikasi oleh bobot sinapsis 𝑤𝑤1 , 𝑤𝑤2 , … , 𝑤𝑤𝑛𝑛 sehingga masukan ke
dalam neuron adalah 𝑥𝑥𝑖𝑖 = 𝑥𝑥𝑖𝑖 𝑤𝑤𝑖𝑖 , dimana 𝑖𝑖 = 1,2, … , 𝑛𝑛. Kemudian neuron akan menghitung hasil penjumlahan seluruh masukan, dan fungsi aktivasi akan menentukan keluaran neuron : 𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 = 𝑥𝑥1 𝑤𝑤1 + 𝑥𝑥2 𝑤𝑤2 + ⋯ + 𝑥𝑥𝑛𝑛 𝑤𝑤𝑛𝑛 atau 𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 = ∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1 𝑥𝑥𝑖𝑖 𝑤𝑤𝑖𝑖
........... (27)
Dengan mengasumsikan suatu black box yang tidak tahu isinya, neural
network akan menemukan pola hubungan antara input dan output melalui fasa training. Neural network masuk dalam kategori supervised learning. Dalam kategori ini suatu network dilatih untuk menemukan parameter model yaitu w dan b yang terbaik. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain suatu neural network adalah tipe jaringan, jumlah layer, banyaknya simpul/node di tiap layer, fungsi transfer atau activation function dalam setiap layer dan jumlah epoch/iterasi yang digunakan untuk training (Santosa 2007). 2.8.1 Arsitektur Backpropagation Backpropagation adalah salah satu tipe neural network yang paling populer dan sering digunakan. Jaringan neuron yang sering digunakan dalam NN untuk pengenalan pola adalah jaringan lapis tunggal (single layer network) dan jaringan lapis banyak (multi layer network). Perbedaan kedua arsitektur ini adalah adanya lapisan tersembunyi. Pada jaringan lapis tunggal tidak ada lapisan
19
tersembunyi, sedangkan pada jaringan lapis banyak memiliki minimal satu lapisan tersembunyi (Kusumadewi, 2003). Lapisan-lapisan penyusun neural network terdiri dari lapisan input (input layer), lapisan tersembunyi (hidden layer) dan lapisan output (output layer). Gambar 7 menunjukkan arsitektur backpropagation dengan n buah masukan (dengan sebuah bias), sebuah layar tersembunyi yang terdiri dari p unit (dengan sebuah bias) serta m unit keluaran. Vji merupakan bobot garis dari unit masukan xi ke unit layar tersembunyi zj (vjo merupakan bobot garis yang menghubungkan bias di unit masukan ke layar tersembunyi zj). wkj merupakan bobot
dari layar
tersembunyi zj ke unit keluaran yk (wk0 merupakan bobot dari bias di layar tersembunyi ke unit keluaran zk).
Gambar 7 Arsitektur backpropagation (Siang, 2009). 2.8.2 Fungsi Aktivasi Fungsi aktivasi merupakan keadaan internal suatu neuron yang digunakan pada perhitungan input yang diterima neuron, setelah itu diteruskan ke neuron berikutnya. Dengan fungsi aktivasi ini neuron dapat mengambil keputusan dari pengolahan bobot-bobot yang ada dan menentukan kuat lemahnya sinyal yang dikeluarkan oleh suatu neuron. Dalam backpropagation fungsi aktivasi yang dipakai harus memenuhi beberapa syarat, yaitu kontinyu, terdiferensial dengan mudah dan merupakan fungsi yang tidak turun.
20
Fungsi aktivasi yang sering digunakan pada backpropagation neural network adalah sigmoid biner dan sigmoid bipolar. Sigmoid biner adalah fungsi biner yang memiliki rentang 0 s/d 1 dengan rumus fungsi pada persamaan 25 dan mempunyai grafik fungsi seperti pada Gambar 8. 1
𝑓𝑓(𝑥𝑥) = 1+exp (−𝑥𝑥)
................................................................... (28)
dengan turunan 𝑓𝑓 ′ (𝑥𝑥) = 𝑓𝑓(𝑥𝑥)(1 − 𝑓𝑓(𝑥𝑥))
Gambar 8 Fungsi aktivasi sigmoid biner (Kusumadewi, 2003). Sigmoid bipolar adalah fungsi yang memiliki rentang -1 s/d 1 dengan rumus fungsi pada persamaan 26 dan mempunyai grafik fungsi seperti pada Gambar 9. 2
𝑓𝑓(𝑥𝑥) = 1+exp (−𝑥𝑥) − 1
dengan turunan 𝑓𝑓 ′ (𝑥𝑥) =
............................................................. (29)
�1+𝑓𝑓(𝑥𝑥)�(1−𝑓𝑓(𝑥𝑥)) 2
Gambar 9 Fungsi aktivasi sigmoid bipolar (Kusumadewi, 2003). 2.8.3 Algoritma Pelatihan Lavenberg-Marquadt Algoritma
lavenberg-marquadt
(LM)
adalah
algoritma
pelatihan
backpropagation yang dapat mencapai nilai konvergen lebih cepat dibandingkan dengan algoritma pelatihan lainnya dan sangat direkomendasikan sebagai pilihan pertama dalam supervised learning. Konsep dari algoritma LM adalah penentuan
21
matriks hessian untuk mencari bobot-bobot dan bias koneksi (Budi & Sumiyati 2007). Matriks hessian adalah matriks yang setiap elemennya terbentuk dari turunan kedua dari fungsi kinerja terhadap setiap komponen bobot dan bias. Untuk memudahkan komputasi, matriks hessian diubah dengan pendekatan iteratif pada setiap epoch selama algoritma berjalan. Proses pengubahannya dilakukan menggunakan fungsi gradien. Berikut adalah estimasi matriks hessian jika fungsi kinerja yang digunakan berbentuk jumlah kuadrat error (SSE). 𝐻𝐻 = 𝐽𝐽𝑇𝑇 𝐽𝐽 + 𝜂𝜂𝜂𝜂
.............................................................................. (30)
Dimana η merupakan parameter marquadt, I merupakan matriks identitas
dan J adalah matriks jacobian yang terdiri dari turunan pertama error jaringan terhadap masing-masing komponen bobot bias. Nilai parameter marquadt (η) dapat berubah pada setiap epoch. Jika setelah berjalan satu epoch nilai fungsi error menjadi lebih kecil, nilai η akan dibagi oleh faktor τ. Bobot dan bias baru yang diperoleh akan dipertahankan dan pelatihan dapat dilanjutkan ke epoch berikutnya. Sebaliknya jika setelah berjalan satu epoch nilai fungsi error menjadi lebih besar maka nilai η akan dikalikan faktor τ. Nilai perubahan bobot dan bias dihitung kembali sehingga menghasilkan nilai yang baru. 2.8.4 Proses Pembelajaran Backpropagation Proses pembelajaran merupakan proses perubahan bobot-bobot yang ada pada jaringan dengan tujuan untuk meminimalkan mean square error (mse) atau toleransi galat antara keluaran yang dihasilkan dengan keluaran yang diinginkan (target). Perubahan ini dapat berkurang atau bertambah sesuai dengan informasi yang diberikan oleh neuron yang bersangkutan. Perubahan ini akan berhenti jika bobot-bobot pada jaringan sudah cukup seimbang. Kondisi ini mengindikasikan bahwa setiap input telah berhubungan dengan output yang diharapkan. Pembelajaran terawasi (supervised learning) merupakan metode yang hanya berlaku jika output yang diharapkan sudah diketahui, sehingga dalam proses pembelajaran, setiap input akan memiliki target output yang harus dicapai.
22
Jika terjadi perbedaan pola output hasil pembelajaran dengan pola target, maka akan muncul galat. Jika nilai galat ini masih cukup besar, maka perlu iterasi pembelajaran yang berikutnya (Kusumadewi, 2003). Ilustrasi supervised learning dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Supervised Learning (Rios). Backpropagation adalah salah satu algoritma yang menggunakan metode supervised learning. Pelatihan backpropagation meliputi 3 fase. Fase pertama adalah fase maju atau propagasi maju. Pola masukan dihitung maju mulai dari layar masukan hingga layar keluaran menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Fase kedua adalah fase mundur atau propagasi mundur. Selisih antara keluaran jaringan dengan target yang diinginkan
merupakan kesalahan yang
terjadi. Kesalahan tersebut dipropagasikan mundur, mulai garis yang berhubungan langsung dengan unit-unit di layar keluaran. Fase ketiga adalah modifikasi bobot untuk menurunkan kesalahan yang terjadi. Ketiga fase tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian dipenuhi. Umumnya kondisi penghentian yang dipakai adalah jumlah iterasi atau kesalahan. Berikut proses selengkapnya yang terjadi pada setiap fase (Siang 2009). Fase I : Propagasi maju Selama propagasi maju, sinyal masukan (xi) dipropagasikan ke lapisan tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Keluaran setiap unit lapisan tersembunyi (zj) tersebut selanjutnya dipropagasikan maju ke layar tersembunyi di atasnya menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Demikian seterusnya hingga menghasilkan keluaran jaringan (yk). Berikutnya keluaran
23
jaringan (yk) dibandingkan dengan target yang harus dicapai (tk). Selisih dari tk terhadap yk yaitu tk-yk adalah kesalahan yang terjadi. Jika kesalahan ini lebih kecil dari batas toleransi yang ditentukan, maka iterasi dihentikan. Tetapi apabila kesalahan masih lebih besar dari batas toleransinya, maka bobot setiap garis dalam jaringan dimodifikasi untuk mengurangi kesalahan yang terjadi. Fase II : Propagasi Mundur Berdasarkan kesalahan tk-yk, dihitung faktor δk (k = 1, 2, …, m) yang dipakai untuk mendistribusikan kesalahan di unit yk ke semua unit tersembunyi yang terhubung langsung dengan yk. Faktor δk juga dipakai untuk mengubah bobot garis yang berhubungan langsung dengan unit keluaran. Dengan cara yang sama, dihitung faktor δj (j = 1, 2, …, m) di setiap unit di lapisan tersembunyi di layar bawahnya. Demikian seterusnya hingga semua faktor δ di unit tersembunyi yang berhubungan langsung dengan unit masukan dihitung. Fase III : Perubahan Bobot Setelah semua faktor δ dihitung, bobot semua garis dimodifikasi bersamaan. Perubahan bobot satu garis didasarkan atas faktor δ neuron di lapisan atasnya. Sebagai contoh, perubahan bobot garis yang menuju lapisan keluaran didasarkan atas δk yang ada di unit keluaran. Ketiga fase tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian dipenuhi. Umumnya kondisi penghentian yang sering dipakai adalah jumlah iterasi atau kesalahan. Iterasi dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan sudah melebihi jumlah maksimum iterasi yang ditetapkan atau jika kesalahan yang terjadi sudah lebih kecil dari batas toleransi yang diijinkan. Setelah pelatihan selesai dilakukan, jaringan dapat dipakai untuk pengenalan pola. Dalam hal ini hanya propagasi maju saja yang digunakan untuk menentukan keluaran jaringan. Algoritma selengkapnya disajikan pada Lampiran 1. Berikut fungsi kinerja yang digunakan oleh backpropagation, yaitu Mean Square Error (MSE) yang didapatkan dari nilai rata-rata kuadrat error yang terjadi antara output jaringan (yk) dan target (tk). 1
𝑚𝑚
𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 = 𝑚𝑚 �𝑘𝑘=1(t k − yk )2
.................................................... (31)
24
2.9 Logika Fuzzy Teori himpunan fuzzy merupakan perluasan dari himpunan klasik (crisp). Pada teori himpunan crisp keberadaan suatu elemen pada suatu himpunan A hanya akan mempunyai dua kemungkinan nilai keanggotaan atau derajat keanggotaan, yaitu menjadi anggota A (𝜇𝜇𝐴𝐴 (𝑥𝑥) = 1) atau tidak menjadi anggota A (𝜇𝜇𝐴𝐴 (𝑥𝑥) = 0) (Chak et al. 1998), Sehingga akan mengakibatkan perbedaan
kategori yang cukup bermakna dengan himpunan klasik. Himpunan crisp diilustrasikan menggunakan Gambar 11. Pada teori himpunan fuzzy yang diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh keberadaan suatu elemen pada suatu himpunan A akan mempunyai derajat keanggotaan antara 0 dan 1. Hal ini banyak digunakan untuk membuat suatu klasifikasi sebagai solusi terhadap suatu pola yang berada diantara dua kelas yang tidak dapat diselesaikan oleh klasifikasi klasik.
Gambar 11 Himpunan klasik. Pada himpunan fuzzy seseorang akan dapat masuk dalam 2 himpunan yang berbeda. Seseorang dengan umur 40 tahun masuk dalam himpunan usia muda dengan derajat keanggotaan 0.25 dan sekaligus masuk dalam himpunan usia parobaya dengan derajat keanggotaan 0.5, hal ini diilustrasikan pada Gambar 12.
Gambar 12 Fungsi keanggotaan umur dengan representasi segitiga.
25
Beberapa hal yang berhubungan dengan sistem fuzzy adalah variabel fuzzy, himpunan fuzzy, semesta pembicaraan dan domain. Variabel fuzzy merupakan variabel yang akan dibahas di dalam fuzzy, misalnya umur, permintaan, temperatur dan sebagainya. Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili kondisi tertentu dalam variabel fuzzy, misalnya variabel umur dibagi menjadi muda, parobaya dan tua. Semesta pembicaraan adalah seluruh nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy, misalnya semesta pembicaraan variabel umur adalah 0 sampai 100. Domain adalah keseluruhan nilai yang diijinkan dalam semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam himpunan fuzzy, misalnya domain umur muda 20-45, domain umur parobaya 2565 dan domain umur tua 45-70. 2.9.1 Fungsi Keanggotaan (membership function) Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaan yang memiliki interval antara 0 - 1. Ada beberapa fungsi keanggotaan yang digunakan untuk mendapatkan fungsi keanggotaan antara lain representasi kurva sigmoid, triangular dan trapezoid. Metode popular untuk menentukan fuzzy set adalah menggunakan fungsi keanggotaan bell (lonceng), karena kehalusan dan keringkasannya (mathwork 2011). Terdapat tiga kurva berbentuk bell (lonceng) yaitu PI, beta dan Gauss, dengan perbedaan terletak pada gradien-nya. Kurva beta sama halnya dengan PI hanya saja kurva beta lebih rapat. Kurva beta didefinisikan dengan dua parameter, yaitu nilai pada domain yang menunjukkan pusat kurva (γ) dan setengah lebar kurva (β), seperti terlihat pada Gambar 13. Fungsi keanggotaan : 𝐵𝐵(𝑥𝑥; 𝛾𝛾, 𝛽𝛽) =
1
𝑥𝑥 −𝛾𝛾 2 � 1+� 𝛽𝛽
......................................... (32)
Fungsi keanggotaan akan mendekati 0 (nol) jika nilai β sangat besar.
26
Gambar 13 Karakteristik fungsional kurva beta (Cox, 1994). 2.10 Fuzzy Neural Network (FNN) Fuzzy neural network (FNN) merupakan suatu model yang dilatih menggunakan jaringan syaraf, namun struktur jaringannya diinterpretasikan dengan sekelompok aturan fuzzy (Kasabow 2002). Pada FNN parameterparameter yang dimiliki oleh neuron dan bobot-bobot penghubung yang biasanya disajikan secara numeris, dapat diganti menggunakan parameter fuzzy. Adakalanya input dan bobot bernilai crisp, sedangkan output-nya bernilai fuzzy. Terdapat tujuh tipe FNN dengan variasi jenis nilai bobot, input dan output-nya (Mashinchi & Shamsuddin, 2009), seperti dalam Tabel 2. Tabel 2 Tipe-tipe Fuzzy Neural Network (FNN) Type Case 0 of ANNs : Case 1 of FNNs : Case 2 of FNNs : Case 3 of FNNs : Case 4 of FNNs : Case 5 of FNNs : Case 6 of FNNs : Case 7 of FNNs :
weights crisp value crisp value crisp value fuzzy fuzzy crisp value fuzzy fuzzy
inputs crisp value fuzzy fuzzy crisp value fuzzy crisp value crisp value fuzzy
outputs crisp value crisp value fuzzy fuzzy fuzzy fuzzy crisp value crisp value
Pada klasifikasi klasik menggunakan jaringan backpropagation, jumlah neuron pada lapisan output sama dengan jumlah kelas. Output neuron akan bernilai 1 jika output sesuai dengan target dan bernilai 0 jika tidak sesuai, dengan
27
konsep winner take all. Namun adakalanya, suatu pola berada pada batas kelas yang tumpang tindih, sehingga berada diantara 2 kelas. Apabila hal ini terjadi, maka tidak akan bisa diselesaikan menggunakan klasifikasi klasik (Pal & Mitra, 1992). Pal dan Mitra (1992) memperkenalkan klasifikasi pola secara fuzzy menggunakan algoritma pembelajaran backpropagation. Konsep data dari model ini adalah menggunakan derajat keanggotaan pada neuron output sebagai target pembelajaran. Penghitungan derajat keanggotaan diawali dengan penghitungan jarak terbobot pola terhadap target output. Berdasar jarak terbobot tersebut selanjutnya dihitung derajat keanggotaan. Penghitungan jarak terbobot terhadap sekelompok pola xk = {x1, x2, …, xn} yang terdiri dari p kelas akan menghasilkan sejumlah p neuron pada lapisan output. Jarak terbobot dengan nilai terkecil pada tiap pola menunjukkan kelas target. Jarak terbobot pola pelatihan ke-k dari xk terhadap kelas target ke-k, dihitung sebagai berikut (Sarkar et al. 1998) :
𝑧𝑧𝑖𝑖𝑖𝑖 =
2 𝑥𝑥 𝑖𝑖𝑖𝑖 −𝑚𝑚 𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑛𝑛 �∑𝑗𝑗 =1 � � 𝑣𝑣 𝑘𝑘𝑘𝑘
; 𝑘𝑘 = 1, … , 𝑝𝑝 ..... ........................... (33)
Dengan mk dan vk adalah mean dan deviasi standar dari kelas ke-k, xij adalah nilai komponen ke-j dari pola ke-i. Derajat keanggotaan pola ke-i pada kelas ck dapat dihitung sebagai (Sarkar, 1998) :
𝜇𝜇𝑘𝑘 (𝑥𝑥𝑖𝑖 ) =
1
𝑓𝑓𝑓𝑓 𝑧𝑧 1+� 𝑖𝑖𝑖𝑖 � 𝑓𝑓 𝑑𝑑
; 𝑘𝑘 = 1, … , 𝑝𝑝 .................................... (34)
Dengan fd dan fe adalah konstanta yang akan mengendalikan tingkat kekaburan pada himpunan keanggotaan kelas tersebut. Dari sini didapatkan p vector derajat keanggotaan �𝜇𝜇1 (𝑥𝑥1 ), 𝜇𝜇2 (𝑥𝑥2 ), … , 𝜇𝜇𝑝𝑝 �𝑥𝑥𝑝𝑝 ��. Pada kasus paling fuzzy,
akan digunakan operator INT (intensified) (Sarkar et al. 1998) : 2[𝜇𝜇 𝑥𝑥 ]2 ; 0 ≤ 𝜇𝜇𝑙𝑙 (𝑥𝑥𝑖𝑖 ) ≤ 0,5 𝜇𝜇𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 𝑥𝑥𝑖𝑖 = � 𝑘𝑘 𝑖𝑖 2 1 − 2[1 − 𝜇𝜇𝑘𝑘 (𝑥𝑥𝑖𝑖 )] ; 0,5 ≤ 𝜇𝜇𝑘𝑘 (𝑥𝑥𝑖𝑖 ) ≤ 1
28
sehingga pola input ke-i, xi akan memiliki target output ke-k (Sarkar et al. 1998) : 𝑑𝑑𝑘𝑘 = �
𝜇𝜇𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼(𝑘𝑘) (𝑥𝑥𝑖𝑖 ); 𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓 𝜇𝜇𝑘𝑘 𝑥𝑥𝑖𝑖 ; 𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙
dengan 0 ≤ 𝑑𝑑𝑘𝑘 ≤ 1 untuk setiap k. Dalam tahap ini dihasilkan derajat
keanggotaan dari tiap pola yang ada terhadap kelas target, dimana nilai yang paling tinggi di setiap pola menunjukkan kelas target. Selanjutnya pola input dan output yang terbentuk akan digunakan sebagai data training menggunakan algoritma backpropagation.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan FNN, pembandingan akurasi terhadap NN dan desain model aplikasi FNN.
Gambar 14 Tahapan penelitian.
30
3.1.1 Identifikasi Masalah Identifikasi masalah merupakan tahap awal dari rangkaian penelitian yang dilakukan. Dalam tahap ini dilakukan beberapa kegiatan, yaitu identifikasi masalah, menetapkan tujuan penelitian, studi literatur dan menentukan ruang lingkup penelitian. 3.1.2 Pengumpulan dan Praproses Data Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data sekunder berupa citra buah manggis. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra buah manggis Padang berukuran 640x480 piksel, hasil dari pengambilan didalam kotak instrument tertutup yang diberi pelapis kain warna hitam, menggunakan kamera Change Couple Device (CCD) Telview tipe ST205 color, dua buah lampu PL Philips warna putih 11 watt dan bidang dasar pemotretan berwarna putih, dengan jarak rekam 30 cm dan posisi sudut pencahayaan 45. Data sekunder tersebut penulis dapatkan dari laboratorium sistem dan manajeman keteknikan pertanian Universitas Padjajaran Bandung. Populasi manggis bersifat homogen, yaitu mempunyai karakteristik yang sama, sehingga dianggap cukup menggunakan citra sampel buah manggis sebanyak 125 buah, yaitu citra buah manggis yang berada pada tahap kematangan 2 sampai 6, dengan 25 citra manggis di setiap tahap kematangan. Data citra buah manggis yang digunakan tidak mempunyai ukuran yang seragam dan tidak memperhitungkan diameter buah manggis dalam pengolahan menjadi nilai-nilai fitur yang digunakan sebagai penentu tahap kematangan buah manggis. Citra buah manggis diolah menggunakan matlab R2009b untuk mendapatkan nilai RGB. Selanjutnya nilai RGB dinormalisasi menjadi rgb dengan cara membagi masing-masing nilai dengan bilangan 255. Nilai rgb kemudian dikonversi ke dalam HSV, L*u*v*, L*a*b*
menggunakan persamaan 1-19.
Dilakukan juga ekstraksi ciri pada citra buah manggis tersebut menggunakan metode gray-level co-occurrence matrix (GLCM) untuk mendapatkan ciri tekstur berdasarkan persamaan 20-23 yang meliputi
entropi, kontras, energi dan
31
homogenitas. Langkah terakhir dalam pengolahan data ini adalah mentransformasi nilai-nilai fitur tersebut ke dalam rentang 0 sampai 1 menggunakan persamaan 24. Selanjutnya data tersebut dibagi menjadi dua kelompok data yang saling asing, yaitu data yang digunakan untuk training atau pelatihan pembentukan model dan data yang digunakan untuk testing atau pengujian. Data pelatihan diambil kurang lebih 85% disetiap tahap kematangan, yaitu berjumlah 21 data dan data
yang digunakan untuk pengujian kurang lebih15% di setiap tahap
kematangan, yaitu berjumlah 4. Total jumlah data pelatihan adalah 21 x 5 = 105 dan total jumlah data pengujian adalah 4 x 5 = 20. Hal ini dianggap cukup mengingat populasi bersifat homogen dengan mengambil tingkat presisi 20%. 3.1.3 Desain Model FNN 1) Penentuan Variabel Input atau masukan Variabel input ditentukan berdasarkan fitur penduga yang paling layak digunakan sebagai penduga kematangan buah manggis, yaitu hasil analisis dari fitur rgb, hsv, l*u*v*, l*a*b*, entropi, kontras energi dan homogenitas. Analisa dilakukan berdasarkan sebaran data tiap kelasnya dan nilai koefisien determinasi yang dicari menggunakan persamaan 25 dan 26. 2) Penentuan Pola Output Fuzzy Variasi FNN yang dipakai dalam penelitina ini adalah input bernilai crisp, sedangkan output bernilai fuzzy sesuai dengan model FNN tipe 5 (Mashinchi & Shamsuddin 2009). Pola pelatihan awal klasifikasi fuzzy ini berupa matriks, berisi pasangan nilai fitur-fitur penentu kematangan manggis yang merupakan nilai input dan target yang semuanya bernilai crisp. Sehingga pola pelatihan yang dibaca berupa matriks seperti pada Gambar 15. Sebelum proses pelatihan dimulai terlebih dahulu dilakukan pengubahan nilai target atau output menjadi pola output fuzzy. Penentuan pola output fuzzy dilakukan dengan dua tahap, tahap pertama adalah mencari jarak terbobot pola pelatihan terhadap kelas target yang didefinisikan, selanjutnya tahap kedua adalah menghitung derajat keanggotaan pola pelatihan berdasarkan hasil perhitungan jarak terbobot. Kedua tahap penentuan pola output fuzzy ini dilakukan menggunakan persamaan 29 dan 30, sehingga didapatkan nilai target bernilai
32
fuzzy dari data target yang awalnya bernilai crisp. Pola pelatihan ini yang kemudian di training oleh jaringan, pola pelatihan seperti disajikan di Gambar 16. x1
x2
0.7822 0.7287
0.7822 0.7453
…. 0.771 0.7635 .... 0.7342 0.7749
…. 0.7773 0.7749 …. 0.7502 0.7823
…. …. …. …. …. …. …. …. ….
xn
0.1525 0.4760 …. 0.303711 0.414242 …. 0.4693 0.3162
T 1 1 …. 2 2 …. 3 3
Gambar 15 Pola pelatihan awal x1
x2
0.7822 0.7287
0.7822 0.7453
…. 0.771 0.7635 .... 0.7342 0.7749
…. 0.7773 0.7749 …. 0.7502 0.7823
…. …. …. …. …. …. …. …. ….
xn
0.1525 0.4760 …. 0.303711 0.414242 …. 0.4693 0.3162
T1 0.9734 0.9852 …. 0.9722 0.9665 …. 0.9403 0.9183
T2 0.9457 0.9542 …. 0.9958 0.9928 …. 0.9661 0.9594
T3 0.8849 0.8756 …. 0.9871 0.9834 …. 0.9825 0.9952
Gambar 16 Pola pelatihan yang di training oleh jaringan Nilai pola output fuzzy T1, T2 dan T3 yang merupakan target pelatihan menunjukkan derajat keanggotaan dari pola input. Nilai derajat keanggotaan sangat dekat satu sama lain. Hal tersebut menunjukkan nilai ambiguitas yang tinggi jika dilakukan menggunakan klasifikasi klasik. 3) Arsitektur FNN Arsitektur yang akan dibangun adalah multilayer neural network yang terdiri dari tiga layer (lapisan), yaitu input layer (lapisan masukan), hidden layer (lapisan tersembunyi) dan output layer (lapisan keluaran). Jumlah neuron input ditentukan berdasarkan parameter penduga tahap kematangan manggis yang paling bagus. Tidak ada kepastian tentang berapa banyak jumlah neuron pada lapisan tersembunyi agar jaringan dapat dilatih dengan sempurna (Siang 2009), dan sampai saat ini belum ada formula khusus yang bisa menemukan jumlah
33
neuron pada layar tersembunyi yang optimal. Suatu formula yang bisa digunakan untuk memperkirakan jumlah neuron pada layar tersembunyi adalah akar dari jumlah variabel pola masukan dikali jumlah neuron pada layar keluaran (Suyanto 2007). Dalam penelitian ini dicoba variasi neuron di lapisan tersembunyi sejumlah 2, 5, 10, 15, 20 dan 25 untuk mendapatkan model yang optimum. Jumlah neuron pada lapisan keluaran adalah 3, sesuai dengan jumlah klasifikasi yang dilakukan. Sebagai kondisi berhenti adalah nilai ambang Mean Square Error (MSE) atau nilai toleransi minimum sebesar 10-6 atau maksimum iterasi sebesar 5000 epoch dengan learning rate (laju pembelajaran) 1. 4) Metode Pelatihan dan Pengujian Proses pelatihan dan pengujian dilakukan dalam upaya untuk mendapatkan model FNN yang optimum. Prosedur pelatihan dilakukan dengan melakukan variasi jumlah neuron pada lapisan tersembunyi dan variasi kombinasi parameter input. Kinerja dari FNN diukur dengan melihat error hasil pelatihan, validasi dan testing terhadap sekumpulan data. Pelatihan
FNN
dilakukan
menggunakan
algoritma
supervised
backpropagation. Algoritma ini telah digunakan oleh Pal & Mitra (1992), Sarkar et. a.l. (1997) dan Kusumadewi (2006), dalam mengatasi pola yang berada diantara dua kelas. Pada proses pelatihan atau training program akan memanggil data masukan dan data target yang berupa nilai-nilai penduga kematangan manggis dan pola output fuzzy yang telah terbentuk. Kemudian pola tersebut dilatih oleh FNN dengan tujuan agar FNN memiliki pengetahuan yang cukup dalam mengenali pola-pola kematangan manggis. Pada proses pelatihan ini diperoleh matrik bobot yang digunakan untuk menyimpan pengetahuan. Proses validasi akan dilakukan untuk menguji kinerja jaringan terhadap data yang telah diberikan selama proses pelatihan, dengan menggunakan 100% data input yang diberikan selama proses pelatihan. Kinerja jaringan dapat dinilai berdasarkan nilai MSE. Jika FNN telah berhasil selama proses pelatihan dan validasi maka model pendugaan kematangan manggis tersebut sudah dapat digunakan untuk proses
34
selanjutnya. Tahap selanjutnya adalah pengujian, proses ini dilakukan dengan memasukkan nilai data input untuk mendapatkan nilai output, yaitu pendugaan tahap kematangan. Pada proses pengujian FNN dilakukan proses pengambilan matriks bobot yang tersimpan sebelumnya, kemudian setelah dihitung dengan matrik input pola dapat diketahui apakah pola tersebut dapat dikenali atau tidak, yaitu berdasarkan nilai terbesar dari setiap baris matriks yang didapatkan. Struktur FNN disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Struktur FNN Karakteristik Arsitektur Hidden Neuron Output Neuron Fungsi aktivasi Training Function Matlab) Maksimum Epoch Learning rate
Spesifikasi Multilayer Perceptron 2, 5, 10, 15, 20, 25 3 Sigmoid biner Trainlm (default 3000 1
5) Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan dilakukan dengan mengambil nilai yang terbesar dari vektor baris yang didapatkan. Jika nilai terbesar dari keluaran berada di kolom pertama maka berarti pola tersebut merupakan anggota dari kelas target 1. Jika nilai terbesar dari keluaran berada di kolom kedua maka berarti pola tersebut merupakan anggota dari kelas target 2. Jika nilai terbesar dari keluaran berada di kolom ketiga maka berarti pola tersebut merupakan anggota dari kelas target 3. 3.1.4 Pembandingan Akurasi Terhadap NN Pada tahap ini dilakukan pembandingan akurasi FNN hasil pelatihan terbaik terhadap akurasi NN yang dilatih dengan struktur yang sama, sehingga dapat dilihat tingkat kelayakan dari model FNN yang terbentuk. 3.1.5 Desain Aplikasi FNN Tahap terakhir adalah membuat aplikasi FNN untuk klasifikasi kematangan buah manggis. Aplikasi ini dibuat menggunakan bobot jaringan dari model FNN terbaik yang dihasilkan dari percobaan-percobaan yang dilakukan.
35
Bobot-bobot jaringan digunakan untuk menyimpan pengetahuan hasil dari proses belajar. 3.2 Kebutuhan Alat Penelitian Perangkat lunak dan Perangkat keras yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah MS Window XP Proffesional Version 2008 SP3, Matlab R2010a versi 7.10, Ms Excel 2007, Processor intel(R) core ™ 2 duo CPU T6600, @ 2.20 Ghz, 2.19 GHz, RAM 2,99 GB.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan dan Praproses Data Kegiatan pertama dalam penelitian tahap ini adalah melakukan pengumpulan data untuk bahan penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa citra buah manggis Padang dengan tingkat ketuaan atau kematangan tahap 2, 3, 4, 5 dan 6. Jumlah dari masing-masing tahap kematangan sejumlah 25 citra, sehingga jumlah data citra keseluruhan adalah 125 citra buah manggis. Citra buah manggis ini merupakan hasil capture buah manggis pada tiap tahap kematangan, yang diambil dengan perlakuan yang sama, dari buah manggis kematangan tahap 2 yang dikembangkan sampai tahap 5. Citra yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 2. Penentuan tahap kematangan atau tingkat ketuaan yang dimaksud pada penelitian ini adalah tingkat ketuaan berdasarkan Ditjen tanaman buah dalam Standar Prosedur Operasional (SPO) manggis deptan 2004. Tahap kematangan pada SPO manggis tersebut dimulai dari kematangan tahap 0 sampai kematangan tahap 6. Ciri perubahan pada tiap tahap kematangannya adalah perubahan warna kulit manggis, yaitu perubahan dari warna kuning kehijauan yang merupakan warna kulit buah manggis pada tahap kematangan 0, berangsur-angsur berubah warna pada tiap tahap kematangannya ke warna ungu kehitaman yang merupakan warna kulit buah manggis pada tahap kematangan 6. Hal ini disajikan pada Tabel 1. Penentuan tahap kematangan yang dilakukan pada penelitian ini adalah penentuan tahap kematangan menjadi tiga kelompok/kelas, yaitu membagi buah manggis kedalam kelompok buah mentah untuk buah manggis yang berada pada kematangan tahap 2, buah ekspor untuk buah manggis yang berada pada kematangan tahap 3 dan 4, dan buah lokal/domestik untuk buah manggis yang berada pada kematangan tahap 5 dan 6.
38
Data citra buah manggis yang digunakan tidak mempunyai ukuran yang seragam dan tidak memperhitungkan diameter buah manggis dalam pengolahan menjadi nilai-nilai fitur yang digunakan sebagai penentu tahap kematangan buah manggis. Citra buah manggis yang berjumlah 125 diolah menggunakan Matlab R2009a sehingga didapatkan nilai-nilai RGB dari rata-rata semua piksel, yang disajikan pada
Lampiran 3. Nilai-nilai RGB tersebut diolah kembali untuk mendapatkan parameter-parameter yang digunakan sebagai variabel penentu tahap kematangan buah manggis, yaitu HSV, L*u*v* dan L*a*b*. Dilakukan juga ekstraksi ciri pada citra buah manggis tersebut menggunakan metode gray-level co-occurrence matrix (GLCM) untuk mendapatkan ciri tekstur yang meliputi entropi, kontras, energi dan homogenitas. Ekstraksi ciri dilakukan menggunakan orientasi sudut 0o dan level keabuan 8. Selanjutnya data ini dibagi menjadi dua kelompok data yang saling asing, yaitu data pelatihan/training sebanyak 105 data atau 85% dan data uji/testing sebanyak 20 data atau 15%, setelah sebelumnya dilakukan transformasi nilai-nilai tersebut kedalam selang 0 sampai 1. 4.2 Hubungan Indek RGB dengan Tahap Kematangan Buah Berdasarkan data penelitian, perkembangan warna R, G dan B pada tiap tahap kematangan tidak mempunyai pola yang teratur. Tidak ada pola yang jelas untuk naik atau turunnya nilai RGB pada tiap perkembangan tahap kematangan. Pada tahap perkembangan yang sama suatu data ada yang nilai RGB naik, sebagian data yang lain nilainya turun, demikian juga terjadi pada tahap-tahap perkembangan yang lain. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 17. Nilai rata-rata sebaran indek RGB pada penelitian ini menunjukkan derajat kemerahan, kehijauan dan kebiruan buah yang menurun seiring dengan tingkat ketuaan atau bertambahnya tahap kematangan. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 18 dan Lampiran 4. Perubahan nilai RGB dapat menjelaskan fenomena bertambahnya tingkat ketuaan buah manggis yang ditandai dengan perubahan dari warna kuning kehijauan menjadi ungu kehitaman.
39
Nilai
0.8000 0.7500 0.7000 0.6500
Merah Hijau Biru Fitur Penduga Tahap Kematangan
Nilai RGB
Gambar 17 Sebaran RGB pada tiap tahap kematangan 0.7800
blue
0.7600
red
0.7400
green
0.7200 1
2
3
4
5
6
7
Tahap Kematangan Gambar 18 Rata-rata nilai RGB Indek warna RGB mempunyai nilai yang overlap pada tiap tahap kematangan dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai koefisien determinasi (R2) seperti pada Lampiran 5. Model regresi yang diduga kuat memiliki keeratan hubungan antara warna dengan tahap kematangan adalah model regresi menurut warna g (hijau). Nilai R2 warna g sebesar 0.4548 mengindikasikan bahwa sebesar 45% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan warna g. 4.3 Hubungan HSV dengan Tahap Kematangan Buah Berdasarkan data penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 19, perkembangan nilai H naik turun tidak berpola pada tiap tahap kematangannya dan nilai S mempunyai nilai yang mirip pada tiap tahap kematanganannya, sehingga nilai H dan S tidak dapat digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis.
40
1.1000 0.9000
Nilai
0.7000 0.5000 0.3000 0.1000 -0.1000
H S V Fitur Penduga Tahap Kematangan
Gambar 19 Sebaran HSV pada tiap tahap kematangan Nilai rata-rata V menurun seiring dengan tingkat ketuaan buah manggis, hal ini ditunjukkan oleh Gambar 20 dan Lampiran 6. Sebaran nilai V overlap pada tiap tahap kematangan dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai koefisien determinasi (R2) seperti pada Lampiran 7. Model regresi yang diduga kuat memiliki keeratan hubungan antara warna dengan kematangan adalah model regresi menurut nilai value. Nilai R2 sebesar 0.4062 mengindikasikan bahwa
Rata-rata
sebesar 40% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan nilai value. 1.0000
H
0.5000
S
0.0000 1
2
3
4
5
6
7
V
Tahap Kematangan Gambar 20 Rata-rata nilai HSV Menurunnya nilai value menunjukkan menurunnya tingkat kecerahan manggis, yang mengakibatkan perubahan warna dari merah kearah hitam. Hal ini menjelaskan perubahan warna dari kuning kemerahan ke warna ungu kehitaman pada buah manggis. 4.4 Hubungan L*a*b* dengan Tahap Kematangan Buah Data
pada
penelitian
ini
menunjukkan
bahwa
nilai
L*
(luminance/lightness) menurun seiring dengan tingkat ketuaan buah manggis,
41
nilai a* meningkat seiring dengan tingkat ketuaan buah manggis, dan nilai b* tidak mempunyai keteraturan pola pada perkembangan tahap ketuaan buah manggis, hal ini ditunjukkan oleh Gambar 21, Gambar 22 dan Lampiran 8. Menurunnya nilai L* menunjukkan perubahan warna dari terang ke warna gelap, yaitu dari warna kuning kemerahan menjadi warna ungu kehitaman. Meningkatnya nilai a* menunjukkan terjadi perubahan kadar warna merah yaitu warna kuning kemerahan menjadi warna ungu kehitaman. Secara umum perubahan warna L*a*b* seiring dengan tingkat ketuaan buah menunjukkan perubahan warna dari kuning kemerahan menjadi warna ungu kehitaman. 1.0000
Nilai
0.8000 0.6000 0.4000 0.2000 0.0000
L* a* b* Fitur Penduga Tahap Kematangan
Rata-rata
Gambar 21 Sebaran L*a*b* pada tiap tahap kematangan 1.0000
L*
0.5000
a*
0.0000
b* 1
2
3
4
5
6
7
Tahap Kematangan Gambar 22 Nilai rata-rata L*a*b* Nilai L* dan a* mempunyai nilai yang overlap pada tiap tahap kematangan dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai koefisien determinasi (R2) seperti pada Lampiran 9. model regresi yang diduga kuat memiliki keeratan hubungan antara warna L*a*b* dengan kematangan
42
adalah model regresi menurut nilai a*. Nilai R2 sebesar 0.4808 mengindikasikan bahwa sebesar 48% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan nilai a*. 4.5 Hubungan u*v* dengan Tahap Kematangan Buah Data pada penelitian ini menunjukkan bahwa nilai u* dan v* meningkat seiring dengan tingkat ketuaan buah manggis. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 23, Gambar 24 dan Lampiran 10. 1.0000
Nilai
0.8000 0.6000 0.4000 0.2000 0.0000
u* v* Fitur Penduga Tahap Kematangan
Rata-rata
Gambar 23 Sebaran u*v* pada tiap tahap kematangan 0.4400
u*
0.2400
v* 1
2
3
4
5
6
7
Tahap Kematangan Gambar 24 Nilai rata-rata u*v* Meningkatnya nilai u* dan v* menunjukkan bahwa terjadi perubahan kuat warna merah ke hijau oleh nilai u* dan terjadi perubahan kuat warna kuning ke biru oleh nilai v*. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan warna dari kuning kemerahan menjadi warna ungu kehitaman. Nilai u* dan v* mempunyai nilai yang overlap pada tiap tahap kematangan dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai koefisien determinasi (R2) seperti pada Lampiran 11. Model regresi yang diduga kuat memiliki keeratan hubungan antara warna L*u*v* dengan kematangan adalah
43
model regresi menurut nilai u*v*. Nilai R2 sebesar 0.5856 mengindikasikan bahwa sebesar 59% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan nilai u*v*. 4.6 Hubungan Tekstur dengan Tahap Kematangan Buah Berdasarkan data penelitian, nilai entropi (keteracakan dari distribusi perbedaan lokal dari sebuah citra) semakin kecil seiring dengan bertambahnya tahap kematangan, nilai kontras dan keragamannya meningkat seiring dengan ketuaan buah manggis, nilai energi dan homogenitas tidak mempunyai keteraturan pola pada perkembangan tiap tahap kematangan, hal ini ditunjukkan oleh Gambar 25, Gambar 26 dan Lampiran 12.
Nilai
0.8500 0.6500 0.4500 0.2500 0.0500
entropi
kontras energi homogenitas Fitur Penduga Tahap Kematangan
Nilai Rata-rata
Gambar 25 Sebaran entropi, kontras, energi dan homogenitas pada tiap tahap kematangan 1.0000 0.8000 0.6000 0.4000 0.2000 0.0000
entropi kontras energi homogenitas 1
2
3
4
5
6
7
Tahap Kematangan
Gambar 26 Nilai rata-rata entropi, kontras, energi dan homogenitas Hal ini menunjukkan manggis yang lebih muda permukaan kulitnya mempunyai warna yang hampir seragam (homogen) sehingga intensitas warna yang diterima kamera lebih tinggi. Menurut Ahmad (2005) dan Harlick et al.
44
(1973) kontras merupakan fitur tekstur yang digunakan untuk mengukur kekuatan perbedaan intensitas dalam citra. Nilai entropi dan kontras mempunyai nilai yang overlap pada tiap tahap kematangan dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai koefisien determinasi (R2) seperti pada Lampiran 13. Model regresi yang diduga kuat memiliki keeratan hubungan antara warna dengan kematangan adalah model regresi menurut fitur entropi. Nilai R2 sebesar 0.3189 mengindikasikan bahwa sebesar 32% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan nilai entropi. 4.7 Parameter Penentu Tahap Kematangan Manggis Parameter yang digunakan untuk menentukan tahap kematangan manggis dalam penelitian ini adalah warna kulit manggis. Sebelum membangun sistem untuk menentukan tahap kematangan buah manggis, terlebih dahulu dicari variabel yang mempunyai korelasi dengan tingkat ketuaan atau tahap kematangan buah manggis. Variabel ini selanjutnya digunakan sebagai variabel penduga dalam penentuan tahap kematangan. Variabel-variabel yang diuji adalah RGB, HSV, l*a*b*, l*u*v* dan entropi, energi, kontras serta homogenitas. Berdasar hasil analisis, variabel penduga yang digunakan dalam penentuan tahap kematangan buah manggis adalah nilai RGB, V, a*, u*, v*, entropi, energi, kontras dan homogenitas. Dalam penelitian ini digunakan 4 model kombinasi variabel dari variabelvariabel penduga, disajikan pada Tabel 4. Empat model tersebut digunakan sebagai input/masukan pada FNN yang akan digunakan sebagai model untuk menentukan tahap kematangan buah manggis. Selanjutnya diambil hasil FNN yang terbaik dari keempat model masukan tersebut sebagai model klasifikasi kematangan buah manggis.
45
Tabel 4 Model variabel input/masukan penentuan tahap kematangan manggis Model FNN1 FNN2 FNN3 FNN4
R √ √
G
B
√ √ √ √
√ √
V
a* u* v* entropi energi kontras homogenitas
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √
√ √
√ √
4.8 Paramater Output Tahap Kematangan Manggis Parameter output yang digunakan sebagai target pembelajaran dalam penelitian ini adalah tahap kematangan manggis. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa penentuan tahap kematangan yang dilakukan pada penelitian ini adalah penentuan tahap kematangan menjadi tiga kelompok/kelas, yaitu membagi buah manggis kedalam kelas buah mentah atau belum matang untuk buah manggis yang berada pada kematangan tahap 2, kelas buah ekspor untuk buah manggis yang berada pada kematangan tahap 3 dan 4, dan kelas buah lokal/domestik untuk buah manggis yang berada pada kematangan tahap 5 dan 6. Nilai output yang digunakan adalah 1 untuk kelas manggis yang belum matang, 2 untuk kelas manggis ekspor dan 3 untuk kelas manggis lokal/domestik, disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai output/keluaran tahap kematangan manggis Output 1 2 3
Tahap kematangan 2 3 4 5 6
Keterangan mentah/belum matang ekspor domestik
Sebelum proses training, akan dilakukan pengubahan nilai target pelatihan menjadi target bernilai fuzzy terlebih dahulu, yaitu berupa derajat keanggotaan tiap pola input terhadap tiap kelas kematangan, yang nilai-nilainya disajikan pada Lampiran 14 dan grafiknya disajikan pada Gambar 27.
46
Gambar 27 Derajat keanggotaan target pelatihan Berdasarkan pembahasan sebelumnya disebutkan bahwa semua variabel yang dapat digunakan sebagai model penduga tahap kematangan buah manggis tidak dapat ditarik garis pembeda pada tiap tahap kematangannya karena terdapat nilai-nilai atau pola yang berada diantara dua kelas. Hal ini terlihat pula pada derajat keanggotaan yang terbentuk, yang mempunyai nilai sangat dekat satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat ambiguitas yang tinggi dalam penentuan kelas kematangan buah manggis jika dilakukan menggunakan klasifikasi klasik. 4.9 Program Model Penentuan Tahap Kematangan Buah Manggis Program model penentuan tahap kematangan buah manggis dalam penelitian ini mempunyai beberapa tahapan, yaitu memanggil file citra yang sudah disimpan, melakukan proses pengolahan citra untuk mendapatkan parameter penentu tahap kematangan manggis, dan menentukan tahap kematangan buah manggis dari citra tersebut. Citra buah manggis yang dipanggil akan menghasilkan nilai RGB yang merupakan parameter penentu utama, yang diperoleh dari nilai rata-rata keseluruhan piksel objek. Selanjutnya program tersebut akan menghitung parameter penduga tahap kematangan buah manggis, yaitu mengkonversi parameter warna dari model warna RGB ke nilai value, a*, u*, v*, serta menghitung nilai entropi, kontras, energi dan homogenitas. Kemudian program akan menampilkan variabel-variabel penduga penentu tahap kematangan buah
47
manggis yang digunakan sebagai input/masukan model FNN, yaitu R, V, a*, u*, v*, entropi, kontras, energi dan homogenitas. Tahap terakhir adalah menentukan tahap kematangan dari citra buah manggis tersebut berdasarkan bobot yang telah didapatkan dari hasil terbaik percobaan pelatihan menggunakan FNN. Bentuk antar muka program model ditunjukkan pada Gambar 28, sedangkan source code desain program antar muka disajikan pada Lampiran 15.
Gambar 28 Antar muka model penentuan tahap kematangan manggis 4.10 Analisis Hasil Pemodelan FNN Percobaan-percobaan dilakukan untuk mendapatkan model jaringan FNN yang terbaik dalam penentuan tahap kematangan buah manggis. Model FNN yang terbaik adalah yang memberikan akurasi optimal ketika dilakukan validasi terhadap data training maupun pengujian pada data testing. Dari empat model input yang dicobakan pada model output dengan tiga kelas target didapatkan hasil terbaik pada model FNN3. Model FNN3 menggunakan parameter g, v, a*, u*, v*, entropi, kontras, energi dan homogenitas. Maksimum epoch yang digunakan adalah 3000 dan learning rate adalah 1. Berikut adalah hasil percobaan yang dilakukan pada variasi jumlah neuron pada lapisan tersembunyi dari model FNN3. Hasil percobaan dari tiap model input lainnya disajikan pada Lampiran 16.
48
a. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 2 Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai error (MSE) sebesar 0.000179 yang diperoleh pada epoch 9, yang ditunjukkan oleh Gambar 29. Proses training selesai dengan durasi kurang dari 1 detik dengan error (MSE) terkecil sebesar 0.000175 pada epoch 15.
Gambar 29 Pelatihan dengan 2 neuron pada lapisan tersembunyi Proses validasi dilakukan dengan menguji jaringan yang terbentuk menggunakan data training. Hasil dari proses validasi mampu mengenali sebanyak 79 data dari 105 data atau 75%. Pada proses pengujian menggunakan data testing mampu mengenali sebanyak 14 data dari 20 data atau 70%. b. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 5 Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai error (MSE) sebesar 0.000210 yang diperoleh pada epoch 5, yang ditunjukkan oleh Gambar 30. Proses training selesai dengan durasi kurang dari 1 detik dengan error (MSE) terkecil sebesar 0.000200 pada epoch 11. Hasil dari proses validasi mampu mengenali sebanyak 75 data dari 105 data atau 71%. Pada proses pengujian menggunakan data testing mampu mengenali sebanyak 15 data dari 20 data atau 75%.
49
Gambar 30 Pelatihan dengan 5 neuron pada lapisan tersembunyi c. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 10 Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai error (MSE) sebesar 0.000309 yang diperoleh pada epoch 15, yang ditunjukkan oleh Gambar 31. Proses training selesai dengan durasi 1 detik dengan error (MSE) terkecil sebesar 0.000129 pada epoch 21.
Gambar 31 Pelatihan dengan 10 neuron pada lapisan tersembunyi Hasil dari proses validasi mampu mengenali sebanyak 77 data dari 105 data atau 73%. Pada proses pengujian menggunakan data testing mampu mengenali sebanyak 15 data dari 20 data atau 75%. d. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 15 Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai error (MSE) sebesar 0.0001671 yang diperoleh pada epoch 16, yang ditunjukkan oleh Gambar 32. Proses training selesai dengan durasi 1 detik dengan error (MSE) terkecil sebesar 0.000161 pada epoch 22.
50
Gambar 32 Pelatihan dengan 15 neuron pada lapisan tersembunyi Hasil dari proses validasi mampu mengenali sebanyak 76 data dari 105 data atau 72%. Pada proses pengujian menggunakan data testing mampu mengenali sebanyak 17 data dari 20 data atau 85%. e. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 20 Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai error (MSE) sebesar 4.389e-005 yang diperoleh pada epoch 14, yang ditunjukkan oleh Gambar 33. Proses training selesai dengan durasi 1 detik dengan error (MSE) terkecil sebesar 0.000199 pada epoch 20.
Gambar 33 Pelatihan dengan 20 neuron pada lapisan tersembunyi Hasil dari proses validasi mampu mengenali sebanyak 78 data dari 105 data atau 74%. Pada proses pengujian menggunakan data testing mampu mengenali sebanyak 15 data dari 20 data atau 75%. f. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 25 Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai error (MSE) sebesar 0.000429 yang diperoleh pada epoch 5, yang ditunjukkan
51
oleh Gambar 34. Proses training selesai dengan durasi 1 detik dengan error (MSE) terkecil sebesar 9.42e-05 pada epoch 11.
Gambar 34 Pelatihan dengan 25 neuron pada lapisan tersembunyi Hasil dari proses validasi mampu mengenali sebanyak 80 data dari 105 data atau 76%. Pada proses pengujian menggunakan data testing mampu mengenali sebanyak 16 data dari 20 data atau 80%. Dari gambar proses training pada Gambar 26 sampai dengan Gambar 31 diatas menunjukkan bahwa jumlah epoch yang berbeda tidak menentukan waktu pelatihan yang berbeda, bahkan justru menunjukkan waktu pelatihan yang ratarata hampir sama. Dengan kata lain bahwa secara umum jumlah epoch, waktu pelatihan dan MSE yang didapatkan secara random tidak mempunyai pengaruh satu sama lain. Bentuk grafik yang landai menunjukkan lambatnya perubahan bobot untuk mencapai konvergen, sedangkan bentuk grafik yang menukik tajam menunjukkan cepatnya perubahan bobot untuk mencapai konvergen. Dengan memperhitungkan akurasi dan waktu pada saat pengenalan tahap kematangan buah manggis hasil pelatihan pada Tabel 6, maka model jaringan yang terbaik untuk penentuan tahap kematangan buah manggis ini adalah model jaringan yang menggunakan 15 neuron lapisan tersembunyi. Untuk
mendapatkan
perbandingan
kemampuan
pengenalan
tahap
kematangan buah manggis antara FNN dan NN pada penelitian ini, maka variabel-variabel model FNN3 dicobakan ke dalam jaringan NN dengan variasi jumlah neuron pada layar tersembunyi yang sama. Hasil pelatihan NN memberikan hasil terbaik menggunakan 20 neuron pada lapisan tersembunyi dengan akurasi sebesar 65%. Perbandingan hasil percobaan pelatihan dengan 3
52
kelas target menggunakan FNN dan NN yang disajikan pada Lampiran 17, hal tersebut menunjukkan bahwa FNN mempunyai kemampuan pengenalan yang lebih baik dibandingkan NN dalam menentukan tahap kematangan buah manggis. Perbandingan hasil proses validasi dan testing dari FNN dan NN disajikan pada Gambar 35, dengan akurasi rata-rata FNN sebesar 85% dan NN sebesar 65%. Tabel 6 Hasil pelatihan pengenalan tahap kematangan FNN3 Lapisan Tersembunyi 2 neurons
Durasi Pelatihan 0
MSE
Epoch
0.000175
15
Akurasi Validasi(%) 75
Akurasi Testing(%) 70
5 neurons
0
0.000200
11
71
75
10 neurons
1
0.000129
21
73
75
15 neurons
1
0.000161
22
72
85
20 neurons
1
0.000199
20
74
75
25 neurons
1
9.42e-05
11
76
80
Gambar 35 (a) Perbandingan validasi (b) Perbandingan testing Berdasarkan matriks confussion pada Gambar 36, akurasi yang dihasilkan oleh model FNN untuk buah manggis kelas mentah dan kelas ekspor adalah 100%. Hal ini berarti untuk menjaga kualitas buah manggis mentah dan ekspor teknik ini bisa diandalkan. Untuk kelas manggis lokal teknik ini tidak bisa dipergunakan. Dengan kata lain bahwa buah manggis dikelompokkan menjadi 3 kelas, yaitu kelas mentah, kelas ekspor, kelas bukan mentah dan bukan ekspor. Jika hal tersebut yang dilakukan maka teknik mampu melakukan klasifikasi dengan baik sebesar 100%.
53
Gambar 36 Matriks confussion hasil klasifikasi (a) FNN (b) NN Kesalahan pendugaan sistem sebesar 15% pada model FNN dapat terjadi karena ukuran sampel manggis yang digunakan tidak seragam dan dalam pengambilan nilai-nilai fitur yang digunakan sebagai penentu kematangan manggis mengabaikan diameter buah manggis. Jika ukuran sampel manggis yang digunakan seragam dan atau pengambilan nilai-nilai fitur dilakukan hanya pada area kulit buah manggis yang mengalami perkembangan warna seiring dengan ketuaan atau tahap kematangan dimungkinkan akan mendapatkan nilai-nilai fitur yang lebih mencirikan buah manggis tersebut. Atau dengan kata lain, akan didapatkan nilai-nilai fitur yang mempunyai pengaruh lebih besar terhadap tahap kematangan buah manggis, sehingga kesalahan pendugaan bisa menjadi lebih kecil. Berdasarkan perbandingan pengenalan tersebut diatas, FNN mempunyai kemampuan yang lebih bagus dalam pengenalan terhadap tahap kematangan buah manggis, sehingga model FNN layak digunakan sebagai model klasifikasi kematangan buah manggis. Model FNN yang dikembangkan untuk klasifikasi kematangan buah manggis menggunakan bobot yang didapatkan dari model FNN3 dengan 15 neuron pada lapisan tersembunyi. 4.11 Analisis Hasil Pemodelan FNN Pembanding FNN pembanding yang dimaksud dalam penelitian ini adalah FNN untuk mengklasifikasi tahap kematangan manggis ke dalam 5 kelas dan 2 kelas target klasifikasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui akurasi model FNN yang dilatih menggunakan data, variasi input dan variasi jumlah neuron pada lapisan input yang sama namun menggunakan jumlah target yang berbeda. Lima kelas target klasifikasi buah manggis menunjukkan lima tahap kematangan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu kelas 1 untuk buah yang berada pada tahap kematangan 2 (mentah), kelas 2 untuk buah yang berada pada
54
tahap kematangan 3 (ekspor1), kelas 3 untuk buah yang berada pada tahap kematangan 4 (ekspor2), kelas 4 untuk buah yang berada pada tahap kematangan 5 (lokal/domestik1) dan kelas 5 untuk buah yang berada pada tahap kematangan 6 (lokal/domestik2). Dua kelas target klasifikasi buah manggis menunjukkan tahap kematangan buah untuk kelas ekspor dan lokal/domestik. Kelas 1 (ekspor) untuk buah yang berada pada tahap kematangan 2, 3 dan 4. Kelas 2 (lokal/domestik) untuk buah yang berada pada tahap kematangan 5 dan 6. Nilai output untuk penentuan tahap kematangan buah manggis ke dalam 5 kelas dan 2 kelas target disajikan dalam Lampiran 18. Seperti pada percobaan sebelumnya, percobaan-percobaan dilakukan untuk mendapatkan model jaringan FNN yang terbaik dalam penentuan tahap kematangan buah manggis. Model FNN yang terbaik adalah yang memberikan akurasi optimal ketika dilakukan validasi terhadap data training maupun pengujian pada data testing. a. Percobaan dengan 5 kelas target output Dari empat model input yang dicobakan pada 5 kelas target output didapatkan hasil terbaik pada model FNN3. Model FNN3 menggunakan parameter g, v, a*, u*, v*, entropi, kontras, energi dan homogenitas. Hasil terbaik yang didapatkan adalah testing dengan akurasi sebesar 70% dengan 15 neuron pada lapisan tersembunyi. Hasil percobaan model FNN3 dengan variasi jumlah neuron pada lapisan tersembunyi disajikan pada Lampiran 19. Untuk
mendapatkan
perbandingan
kemampuan
pengenalan
tahap
kematangan buah manggis antara FNN dan NN pada penelitian ini, maka variabel-variabel model FNN3 dicobakan ke dalam jaringan NN dengan variasi jumlah neuron pada layar tersembunyi yang sama pula. Hasil pelatihan NN memberikan hasil terbagus menggunakan 25 neuron pada lapisan tersembunyi dengan akurasi testing sebesar 40%. Pada perbandingan percobaan pelatihan dengan 5 kelas target menggunakan FNN dan NN yang disajikan pada Lampiran 20 menunjukkan bahwa FNN mempunyai kemampuan yang lebih baik dibandingkan NN dalam menentukan tahap kematangan buah manggis, yaitu
55
akurasi testing sebesar 70% untuk FNN dan akurasi testing sebesar 40% untuk NN. Perbandingan prosentase hasil proses validasi dan testing pada FNN dan NN dapat dilihat pada Gambar 37, ketepatan penentuan tahap kematangan buah manggis berdasarkan warna kulit
menggunakan FNN adalah sebesar 70%,
sedangkan menggunakan NN sebesar 40%.
Gambar 37 (a) Perbandingan validasi (b) Perbandingan pengenalan b. Percobaan dengan 2 target output Dari empat model input yang dicobakan pada 2 kelas target output didapatkan hasil terbaik pada model FNN2. Model FNN2 menggunakan parameter r, g, b, v, a*, u*, v* dan entropi. Hasil terbaik yang didapatkan adalah testing dengan akurasi sebesar 90% dengan 5 neuron pada lapisan tersembunyi. Hasil percobaan model input 2 dengan variasi jumlah neuron pada lapisan tersembunyi disajikan pada Lampiran 21. Untuk
mendapatkan
perbandingan
kemampuan
pengenalan
tahap
kematangan buah manggis antara FNN dan NN pada penelitian ini, maka variabel-variabel model FNN2 dicobakan ke dalam jaringan NN dengan variasi jumlah neuron pada layar tersembunyi yang sama pula. Hasil pelatihan NN memberikan hasil terbagus menggunakan 15 neuron pada lapisan tersembunyi dengan akurasi testing sebesar 90%. Perbandingan percobaan pelatihan dengan 2 kelas target menggunakan FNN dan NN yang disajikan pada Lampiran 22 menunjukkan bahwa FNN dan NN mempunyai kemampuan pengenalan yang sama dalam penentuan tahap kematangan buah manggis dengan 2 kelas target, yaitu memberikan akurasi testing sebesar 90%.
56
Perbandingan hasil proses validasi dan testing pada FNN dan NN disajikan pada Gambar 38, ketepatan penentuan tahap kematangan buah manggis berdasarkan warna kulit menggunakan FNN dan NN adalah sama yaitu sebesar 90%.
Gambar 38 (a) Perbandingan validasi, (b) Perbandingan testing 4.12 Analisis Hasil FNN Berdasarkan Jumlah Target Kelas Klasifikasi Berdasarkan hasil percobaan dalam penelitian ini menyatakan bahwa FNN dalam mengklasifikasi tahap kematangan buah manggis menggunakan data yang sama namun menggunakan jumlah target kelas yang berbeda memberikan hasil yang berbeda. Demikian juga halnya klasifikasi menggunakan NN, akan memberikan hasil yang berbeda jika menggunakan jumlah target kelas yang berbeda. Perbandingan rata-rata hasil validasi dan testing pada pelatihan FNN dan NN dengan jumlah kelas target yang berbeda disajikan pada Gambar 39.
Gambar 39 Perbandingan hasil pelatihan (a) Validasi (b) Akurasi rata-rata
57
Dalam penelitian ini nilai akurasi rata-rata menunjukkan bahwa penggunaan FNN dalam klasifikasi tahap kematangan buah mangis ini memberikan hasil yang lebih bagus daripada menggunakan NN. Hal ini menjelaskan bahwa himpunan fuzzy yang mempunyai derajat keanggotaan antara 0 dan 1 dapat digunakan untuk memisahkan pola yang mempunyai nilai ambigu atau berada diantara dua kelas menggunakan derajat keanggotaan, yang tidak bisa dilakukan menggunakan klasifikasi klasik pada NN.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan melalui percobaan-percobaan untuk mengembangkan model klasifikasi kematangan buah manggis berdasarkan warna ke dalam kelas manggis mentah, ekspor dan lokal/domestik dan mendapatkan hasil yang memuaskan dapat ditarik beberapa kesimpulan. 1.
Perubahan kombinasi parameter input dan perubahan jumlah neuron lapisan tersembunyi cukup berpengaruh dalam mendapatkan pola pengenalan.
2.
Model FNN terbaik untuk mengklasifikasi kematangan buah manggis ke dalam kelas mentah, ekspor dan lokal diperoleh dengan 9 neuron pada lapisan masukan, yaitu indek nilai hijau (green), value, a*, u*, v*, entropi, kontras, energi dan homogenitas, dan 15 neuron pada lapisan tersembunyi. Model ini mampu menghasilkan akurasi sebesar 85%.
3.
Model FNN yang terbentuk mampu mengenali semua kelas kematangan, sedangkan NN dengan struktur yang sama tidak mampu mengenali kelas buah mentah, dengan perbandingan prosentase pengenalan FNN dan NN kelas buah mentah 100:0, kelas buah ekspor 100:87 dan kelas buah lokal 63:75.
4.
Akurasi FNN dengan 3 kelas target lebih bagus dibandingkan akurasi NN dengan 3 kelas target. Akurasi FNN dengan 5 kelas target lebih bagus dibandingkan akurasi NN dengan 5 kelas target dan akurasi FNN dengan 2 kelas target mempunyai nilai yang sama dengan akurasi NN dengan 2 kelas target.
5.
Model klasifikasi kematangan buah manggis ke dalam kelas mentah, ekspor dan lokal menggunakan FNN layak digunakan sebagai model alternatif dalam klasifikasi tahap kematangan buah manggis berdasarkan warna.
60
5.2 Saran Agar dapat mengenali pola dengan lebih baik, sehingga diharapkan mendapatkan akurasi yang lebih tinggi, penelitian selanjutnya disarankan : 1.
Menggunakan sampel manggis dengan diameter yang seragam dan pengambilan nilai-nilai fiturnya memperhatikan diameter buah manggis, hal ini diharapkan akan mendapatkan nilai-nilai fitur yang lebih mencirikan buah manggis.
2.
Jumlah data yang digunakan diperbanyak dan menggunakan data dari tahap kematangan 1 sampai tahap kematangan 6, hal ini diharapkan agar dapat mengenali pola dengan lebih baik.
3.
Menggunakan rata-rata dari keempat sudut orientasi matriks co-occurrence pada ekstraksi ciri dalam mendapatkan nilai setiap ciri tekstur, hal ini diharapkan akan mendapatkan nilai ciri yang lebih bagus.
4.
Menggunakan FNN tipe lainnya, dengan harapan mendapatkan pengenalan yang lebih bagus.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Z., Guan, L. C., & Karim, A. A. (2001). The Application of Computer Vision System and Tomographic Radar Imaging for Asessing Phisical Properties of Food. Food Engineering 61 , 125-135. Ahmad, U. (2005). Pengolahan Citra Digital dan Teknik Pemrogramannya. Yogyakarta: Graha Ilmu. Backpropagation.
(n.d.).
Retrieved
November
23,
2011,
from
http://automatika.etf.bg.ac.rs/files/predmeti/os4nm/Materijali/03_BackPropa gation/MATLAB_nnet_BackPropagation.pdf Budi, W., & Sumiyati, S. (2007). Prediksi Curah Hujan Kota Semarang Dengan Feedforward Neural Network Menggunakan Algoritma Quasi Newton BFGS Dan Levenberg-Marquardt. Jurnal Presipitasi Vol. 3 No. 2 . Chak, C.-K., Feng, G., & Palaniswani, M. (1998). Implementation of Fuzzy Systems. In C. Leondes, Fuzzy Logic and Expert Systems Techniques and Applications. London: Academic Press. Departemen Pertanian. (2004). Standar Prosedur Operasi. Jakarta: Direktorat Tanaman Buah Departemen Pertanian. Duda, R. O., Hart, P. E., & Stork, D. G. (1997). Pattern Classification. New Jersey: Pearson Prentice Hall. EasyRGB.
(n.d.).
Retrieved
June
7,
2011,
from
EasyRGB:
http://www.easyrgb.com Fauset, L. (1994). Fundamental of Neural Network. New Jersey: Prentice Hall Inc. Gonzales, R. C., & Wood, R. E. (2002). Digital Image Processing. New jersey: Prentice Hall. Haralick, R. M., Shanmugam, K., & Dinstein, I. (1973). Textural Features for Image Classification. IEEE Transaction on Systems, Man adn Cybernetics Vol. 3 No. 6 , 610-621. Haykin, & Simon. (1994). Neural Network : A Comprehensive Foundation. New York: Macmilan Publishing Company.
62
Hermawan, A. (2006). Jaringan Syaraf Tiruan : Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Andi. Irmansyah. (2009). Pemutuan belimbing berdasarkan Warna dan Rasa dengan Pengolahan Citra dan Logika Fuzzy. Bogor: Desertasi Sekolah Pasca Sarjana IPB. Kasabow, N. (2002). Evolving Neuro Fuzzy Inference System. London: Prentice Hall. Kastaman, R., Marsetyo, Sunarmani, & Somantri, A. S. (2008). Aplikasi Pengolah Citra dengan Basis Fitur Warna RGB untuk Klasifikasi Buah Manggis. Bionatura Vol.10 No. 3 . Kusumadewi. (2003). Artificial Inteligence : Teknik dan Aplikasinya. Yogyakarta: Graha Ilmu. Kusumadewi, S. (2006). Fuzzy Backpropagation untuk Klasifikasi Pola (Studi kasus : klasifikasi kualitas produk). Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATI). Yogyakarta. Kusumadewi, S., & Hartati, S. (2010). Neuro-Fuzzy Integrasi Sistem Fuzzy dan Jaringan Syaraf. Yogyakarta: Graha Ilmu. Lin, C. T., & George, L. (1996). Neural Fuzzy System. London: Prentice Hall. Lu, G., & Phillip, J. (1998). Using Perceptually Weighted Histograms for Colourbased Image Retrieval. International Conference on Signal Processing IV. Beijing. Martin, W. (1980). Durian and Mangosteen, in Tropical and subtropical fruit : Composition, properties and uses. Edited by S. Nagi and P.E. Shaw. Wesport, Connecticut: AVI Publishing Inc. Masinchi, M. H., & Shamsuddin, S. H. (2009). Three-Term Fuzzy BackPropagation. Foundations of Computer Intelligent Vol. 1 No. 201 , 143-158. Mathworks. (n.d.). MathWorks. Retrieved June 5, 2011, from Create gray-cooccurence
matrix
from
image
-
MATLAB:
http://www.mathworks.com/help/toolbox/images/ref/graycomatrix.html;jses sionid=j1rnPkpL641d2wCKHQhbg9vrXvnYyVHhL8wQGVryn1JZSYT7c bv3!1501466144
63
Mendoza, F., Dejmek, P., & Aquilera, J. M. (2006). Calibrated Color Measurement of Agricultural Foods using Image Analysis. Postharvest Biology and Technology 41 , 285-295. Morton, J. (1987). Mangosteen. Miami: PL. Murquia, M. I. (2002). A Fuzzy Neural Network Approach for Document Region Classification Using Human Visual Perception Features. Computacion y Sistemas Vol. 6 No. 2 , 083-093. Pal, S. K., & Mitra, S. (1992). Multilayer Perceptron, Fuzzy Sets and Classification. IEEE Transactions On Neural Networks Vol. 3 No.5 , 683697. Palapol, Y., Ketsa, S., Stevenson, D., Cooney, J. M., Allan, A. C., & Ferguson, I. B. (2009). Colour Development and Quality of Mangosteen (Garcinia Mangostana L.) Fruit during Ripening and After Harvest. Postharvest Biology and Technology Vol.51 , 349-353. Putra, D. (2010). Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Penerbit Andi. Rios, D. (n.d.). Neural networks: A requirement for intelligent systems. Retrieved September 5, 2011, from http://www.learnartificialneuralnetworks.com/ Sandra. (2007). Pengembangan Pemutuan Buah Manggis untuk Eksport secara Non Destruktif dengan Jaringan Syaraf Tiruan. Bogor: Disertasi Sekolah Pasca Sarjana IPB. Santosa, B. (2007). Data Mining Terapan Dengan Matlab. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sarkar, M., Yegnanarayana, B., & Khemani, D. (1998). Backpropagation learning algorithms for classification with fuzzy mean square error. Pattern Recognition Letters , 43-51. Segnini, S., Dejmek, P., & Oste, R. (1999). A Low Cost Video Technique for Color Measurement of Potato Chips. Lebensm.-Wiss. U.-Technol. 32 , 216222. Siang, J. J. (2009). Jaringan Syaraf Tiruan & Pemrogramannya Menggunakan Matlab. Yogyakarta: Andi Offset.
64
Sutoyo, Mulyanto, E., Suhartono, Nurhayati, & Wijanarko. (2009). Teori Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Penerbit Andi dan Udinus Semarang. Suyanti, Roosmani, A. S., & Sjaifullah. (1999). Pengaruh Tingkat Ketuaan terhadap Mutu Pascapanen Buah Manggis Selama Penyimpanan. Hort. 9 , 51-58. Unikom. (n.d.). Analisis Tekstur. Retrieved Desember 14, 2011, from jbptunikompp-gdl-janautama-18843-3-modul3-r.doc: http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=42796 Walpole, R. E. (1993). Introduction to Statistics 3rd Edition. Alih bahasa oleh Sumantri, B. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Algoritma NN Propagasi balik Langkah 0
: inisialisasi semua bobot dengan bilangan acak kecil
Langkah 1
: jika kondisi penghentian belum terpenuhi, lakukan langkah 2-9
Langkah 2
: untuk setiap data pelatihan, lakukan langkah 3-8
Fase I : propagasi maju Langkah 3
: tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskannya ke unit
tersembunyi diatasnya. Langkah 4
: hitung semua keluaran ke unit tersembunyi zj (j=1,2,…,p) 𝑛𝑛 𝑧𝑧_𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑗𝑗 = 𝑣𝑣𝑗𝑗 0 + ∑𝑖𝑖=1 𝑥𝑥𝑖𝑖 𝑣𝑣𝑗𝑗𝑗𝑗
Langkah 5
𝑧𝑧𝑗𝑗 = 𝑓𝑓�𝑧𝑧_𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑗𝑗 � =
1+𝑒𝑒
1
−𝑧𝑧_𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑗𝑗
: hitung semua keluaran jaringan di unit yk (k=1,2,…,m) 𝑝𝑝
𝑧𝑧_𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑘𝑘 = 𝑤𝑤𝑘𝑘0 + ∑𝑗𝑗 =1 𝑧𝑧𝑗𝑗 𝑤𝑤𝑘𝑘𝑘𝑘 1
𝑦𝑦𝑘𝑘 = 𝑓𝑓(𝑧𝑧_𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑘𝑘 ) = 1+𝑒𝑒 −𝑧𝑧_𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑘𝑘
Fase II : propagasi mundur
: hitung faktor δ unit keluaran berdasarkan kesalahan di setiap unit
Langkah 6
keluaran yk (k=1,2,…,m) δk = (tk-yk) f’(y_netk) = (tk-yk) yk (1-yk) δk merupakan unit kesalahan yang akan dipakai dalam perubahan bobot layar dibawahnya (langkah 7). Hitung suku perubahan bobot wkj (yang akan dipakai untuk mengubah bobot wkj) dengan laju percepatan α Δ𝑤𝑤𝑘𝑘𝑘𝑘 = 𝛼𝛼𝛿𝛿𝑘𝑘 𝑧𝑧𝑗𝑗
Langkah 7
; 𝑘𝑘 = 1,2, … , 𝑚𝑚 ; 𝑗𝑗 = 0,1, … , 𝑝𝑝
: hitung faktor δ unit tersembunyi berdasarkan kesalahan di setiap
unit tersembunyi zj (j=1,2,…,p) 𝛿𝛿_𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑗𝑗 = ∑𝑚𝑚 𝑘𝑘=1 𝛿𝛿𝑘𝑘 𝑤𝑤𝑘𝑘𝑘𝑘
Faktor δ unit tersembunyi :
𝛿𝛿𝑗𝑗 = 𝛿𝛿_𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑗𝑗 𝑓𝑓 ′ �𝑧𝑧_𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑗𝑗 � = 𝛿𝛿_𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑗𝑗 𝑧𝑧𝑗𝑗 (1 − 𝑧𝑧𝑗𝑗 )
66
Lanjutan Lampiran 1 Hitung suku perubahan bobot vji (yang akan dipakai untuk mengubah bobot vji) Δ𝑣𝑣𝑗𝑗𝑗𝑗 = 𝛼𝛼𝛼𝛼𝛼𝛼 ; 𝑗𝑗 = 1,2, . . , 𝑝𝑝 ; 𝑖𝑖 = 0,1, … , 𝑛𝑛
Fase III : perubahan bobot Langkah 8
: hitung semua perubahan bobot
Perubahan bobot garis yang menuju ke unit keluaran : 𝑤𝑤𝑘𝑘𝑘𝑘 (𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏) = 𝑤𝑤𝑘𝑘𝑘𝑘 (𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙) + Δ𝑤𝑤𝑘𝑘𝑘𝑘
(𝑘𝑘 = 1,2, … , 𝑚𝑚 ; 𝑗𝑗 = 0,1, … , 𝑝𝑝)
Perubahan bobot garis yang menuju ke unit tersembunyi : 𝑣𝑣𝑗𝑗𝑗𝑗 (𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏) = 𝑣𝑣𝑗𝑗𝑗𝑗 (𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙) + Δ𝑣𝑣𝑗𝑗𝑗𝑗
Lampiran 2 Citra data sampel
(𝑗𝑗 = 1,2, … , 𝑝𝑝 ; 𝑖𝑖 = 0,1, … , 𝑛𝑛)
67
Lanjutan Lampiran 2
68
Lanjutan Lampiran 2
69
Lampiran 3 Nilai RGB citra buah manggis No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
red 0.7830 0.7791 0.7869 0.7772 0.7778 0.7842 0.7814 0.7687 0.7793 0.7723 0.7679 0.7748 0.7812 0.7676 0.7751 0.7758 0.7819 0.7806 0.7958 0.7757 0.7769 0.7661 0.7656 0.7762 0.7679 red 0.7833 0.7628 0.7828 0.7686 0.7542 0.7627 0.7497 0.7785 0.7754 0.7644 0.7444
tahap 2 green 0.7925 0.7822 0.7876 0.7724 0.7744 0.7844 0.7742 0.7617 0.7774 0.7760 0.7591 0.7730 0.7715 0.7660 0.7716 0.7654 0.7862 0.7863 0.7917 0.7744 0.7794 0.7613 0.7697 0.7810 0.7634 tahap 4 green 0.7679 0.7510 0.7775 0.7573 0.7431 0.7421 0.7222 0.7705 0.7647 0.7523 0.7214
blue 0.7878 0.7661 0.7772 0.7453 0.7599 0.7743 0.7565 0.7507 0.7634 0.7621 0.7435 0.7619 0.7640 0.7569 0.7574 0.7528 0.7775 0.7744 0.7813 0.7709 0.7725 0.7497 0.7604 0.7716 0.7585 blue 0.7590 0.7369 0.7638 0.7310 0.7378 0.7333 0.7069 0.7619 0.7542 0.7439 0.7095
red 0.7757 0.7773 0.7475 0.7886 0.7690 0.7749 0.7558 0.7826 0.7535 0.7671 0.7815 0.7761 0.7733 0.7535 0.7671 0.7722 0.7760 0.7538 0.7580 0.7765 0.7823 0.7701 0.7832 0.7826 0.7531 red 0.7562 0.7502 0.7442 0.7324 0.7360 0.7349 0.7278 0.7563 0.7378 0.7603 0.7229
tahap 3 green 0.7734 0.7710 0.7352 0.7821 0.7629 0.7695 0.7415 0.7781 0.7435 0.7546 0.7874 0.7668 0.7719 0.7435 0.7546 0.7653 0.7747 0.7337 0.7456 0.7734 0.7839 0.7602 0.7640 0.7858 0.7429 tahap 5 green 0.7364 0.7342 0.7223 0.7091 0.7155 0.7085 0.7003 0.7449 0.7139 0.7464 0.6959
blue 0.7564 0.7595 0.7264 0.7633 0.7529 0.7591 0.7326 0.7785 0.7326 0.7425 0.7746 0.7569 0.7679 0.7326 0.7425 0.7596 0.7691 0.7259 0.7405 0.7733 0.7790 0.7487 0.7495 0.7822 0.7410 blue 0.7298 0.7238 0.7117 0.6895 0.7156 0.7043 0.6915 0.7418 0.7052 0.7413 0.6918
70
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
0.7622 0.7631 0.7665 0.7553 0.7519 0.7846 0.7522 0.7770 0.7834 0.7745 0.7726 0.7613 0.7651 0.7418 red 0.7757 0.7360 0.7647 0.7071 0.7321 0.7387 0.7315 0.7436 0.7547 0.7420 0.7075 0.7547 0.7543 0.7688 0.7478 0.7438 0.7347 0.7695 0.7435 0.7689 0.7539 0.7657 0.7614 0.7582 0.7473
0.7451 0.7460 0.7633 0.7426 0.7349 0.7802 0.7336 0.7785 0.7699 0.7617 0.7642 0.7556 0.7508 0.7214 tahap 6 green 0.7612 0.7143 0.7441 0.6666 0.7113 0.7129 0.7093 0.7264 0.7361 0.7215 0.6839 0.7437 0.7313 0.7525 0.7316 0.7241 0.7087 0.7582 0.7262 0.7653 0.7452 0.7433 0.7396 0.7550 0.7321
0.7322 0.7431 0.7548 0.7331 0.7272 0.7730 0.7222 0.7753 0.7588 0.7605 0.7517 0.7472 0.7398 0.7157 blue 0.7599 0.7134 0.7380 0.6559 0.7101 0.7158 0.7028 0.7213 0.7369 0.7122 0.6821 0.7431 0.7313 0.7452 0.7226 0.7190 0.7038 0.7499 0.7239 0.7623 0.7440 0.7279 0.7375 0.7571 0.7306
0.7409 0.7417 0.7470 0.7385 0.7595 0.7630 0.7472 0.7591 0.7619 0.7390 0.7855 0.7597 0.7765 0.7679
0.7177 0.7196 0.7312 0.7183 0.7439 0.7490 0.7302 0.7523 0.7601 0.7191 0.7687 0.7502 0.7784 0.7634
0.7109 0.7229 0.7215 0.7107 0.7406 0.7428 0.7214 0.7517 0.7603 0.7170 0.7580 0.7456 0.7700 0.7585
71
Lampiran 4 Nilai statistik RGB Tahap Kematangan 2 3 4 5 6 Tahap Kematangan 2 3 4 5 6
Rata 0.7768 0.7701 0.7655 0.7499 0.7483
Red (Merah) Min Mak 0.7656 0.7958 0.7475 0.7886 0.7418 0.7846 0.7229 0.7855 0.7071 0.7757
stdv 0.0071 0.0118 0.0125 0.0153 0.0176
Rata 0.7639 0.7539 0.7429 0.7271 0.7259
Blue (Biru) Min Mak 0.7435 0.7878 0.7259 0.7822 0.7069 0.7753 0.6895 0.7700 0.6559 0.7623
stdv 0.0114 0.0171 0.0186 0.0230 0.0243
Green (Hijau) Rata
Min
Mak
stdv
0.7753
0.7591
0.7925
0.0095
0.7626
0.7337
0.7874
0.0163
0.7527
0.7214
0.7802
0.0175
0.7332
0.6959
0.7784
0.0220
0.7298
0.6666
0.7653
0.0234
Lampiran 5 Koefisien determinasi indek RGB terhadap tahap kematangan
R2
0.6000 0.5000 0.4000 0.3000
R
G B RG RB GB RGB Fitur Penduga Tahap Kematangan
72
Lampiran 6 Nilai statistik HSV Hue (H)
Saturasi (S)
Tahap Kematangan
Mean
Min
Max
Stdv
Mean
Min
Max
Stdv
2
0.1667
0.0727
0.4175
0.0757
0.0188
0.0062
0.0410
0.0083
3
0.1414
0.0052
0.9852
0.1884
0.0216
0.0041
0.0430
0.0109
4
0.0798
0.0143
0.2448
0.0442
0.0297
0.0041
0.0571
0.0117
5
0.1787
0.0135
0.9992
0.3203
0.0305
0.0024
0.0586
0.0140
6
0.1428
0.0000
0.9928
0.3072
0.0304
0.0042
0.0724
0.0136
Mean 0.7783 0.7705 0.7656 0.7500 0.7482
Value (V) Min Max 0.7661 0.7958 0.7475 0.7886 0.7418 0.7846 0.7229 0.7855 0.7071 0.7757
Stdv 0.0079 0.0123 0.0126 0.0155 0.0177
Tahap Kematangan 2 3 4 5 6
Lampiran 7 Koefisien determinasi HSV terhadap tahap kematangan 0.5000
R2
0.4000 0.3000 0.2000 0.1000 0.0000
H
S V HS HV SV HSV Fitur Penduga Tahap Kematangan
73
Lampiran 8 Nilai statistik L*a*b* L*
a*
Tahap Kematangan
Rata
Min
Max
Stdv
Rata
Min
Max
Stdv
2
0.7853
0.6843
0.9000
0.0600
0.2045
0.1088
0.3375
0.0657
3
0.7093
0.5301
0.8555
0.1034
0.3010
0.1000
0.4740
0.0833
4
0.6494
0.4494
0.8247
0.1112
0.3649
0.2226
0.5253
0.0891
5
0.5239
0.2850
0.8073
0.1402
0.4446
0.2431
0.5953
0.0959
6
0.5042
0.1000
0.7246
0.1510
0.4807
0.2905
0.7373
0.0977
Max 0.8759 0.6684 0.9000 0.8116 0.6964
Stdv 0.1419 0.1433 0.1446 0.1570 0.1413
b*
Tahap Kematangan
2 3 4 5 6
Rata 0.4440 0.4124 0.4759 0.3942 0.3591
Min 0.1960 0.1540 0.2080 0.1031 0.1000
Lampiran 9 Koefisien determinasi L*a*b* terhadap tahap kematangan 0.8000
R2
0.6000 0.4000 0.2000 0.0000
L*
a* b* L*a* a*b* L*b* L*a*b* Fitur Penduga Tahap Kematangan
74
Lampiran 10 Nilai statistik u*v* u*
v*
Tahap Kematangan
Rata
Min
Max
Stdv
Rata
Min
Max
Stdv
2
0.2511
0.1000
0.3691
0.0704
0.4598
0.2300
0.8935
0.1396
3
0.3258
0.1572
0.4916
0.0856
0.4121
0.1529
0.6794
0.1406
4
0.3982
0.2024
0.6026
0.0894
0.4635
0.2232
0.9000
0.1409
5
0.4439
0.1911
0.5927
0.1062
0.3690
0.1152
0.7737
0.1480
6
0.4653
0.2561
0.7739
0.1042
0.3287
0.1000
0.6552
0.1326
Lampiran 11 Koefisien determinasi u*v* terhadap tahap kematangan 0.8000
R2
0.6000 0.4000 0.2000 0.0000
u*
v* u*v* Fitur Penduga Tahap Kematangan
75
Lampiran 12 Nilai statistik tekstur Entropi
Contras
Tahap Kematangan
Rata
Min
Mak
Stdv
Rata
Min
Mak
Stdv
2
0.6913
0.4076
0.8994
0.1053
0.1646
0.1337
0.2019
0.0174
3
0.6757
0.4603
0.9000
0.0982
0.1533
0.1337
0.1993
0.0186
4
0.5694
0.4643
0.8012
0.0796
0.1689
0.1390
0.2197
0.0220
5
0.5462
0.2291
0.8469
0.1552
0.1691
0.1409
0.2223
0.0229
6
0.3404
0.1000
0.6582
0.1760
0.1673
0.1412
0.2345
0.0234
Energi
Homogenitas
Tahap Kematangan
Rata
Min
Mak
Stdv
Rata
Min
Mak
Stdv
2
0.2235
0.2050
0.2656
0.0169
0.9220
0.9506
0.9717
0.0059
3
0.2245
0.1834
0.2962
0.0255
0.9266
0.9491
0.9764
0.0070
4
0.2256
0.1994
0.2645
0.0163
0.9229
0.9485
0.9718
0.0069
5
0.2408
0.1754
0.3001
0.0279
0.9233
0.9470
0.9727
0.0069
6
0.2703
0.2352
0.3255
0.0268
0.9263
0.9449
0.9760
0.0070
Lampiran 13 Koefisien determinasi tekstur berdasar tahap kematangan 0.5
R2
0.4 0.3 0.2 0.1 0 E
k
e
h Ek Ee Eh ke kh eh Eke Ekh keh Ekeh Fitur Penduga Tahap Kematangan
76
Lampiran 14 Pola output target pembelajaran FNN NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
T1 0.9734 0.9858 0.9987 0.9476 0.9946 0.9984 0.9841 0.9938 0.9991 0.9952 0.9881 0.9770 0.9868 0.9973 0.9974 0.9880 0.9925 0.9923 0.9968 0.9849 0.9922 0.9940 0.9946 0.9821 0.9794 0.9880 0.9978 0.9756 0.9692 0.9895 0.9846 0.9919 0.9915 0.9832 0.9900 0.9846 0.9870 0.9919 0.9387 0.9715
T2 0.9457 0.9547 0.9827 0.9241 0.9882 0.9858 0.9835 0.9915 0.9851 0.9705 0.9847 0.9770 0.9992 0.9863 0.9897 0.9913 0.9732 0.9670 0.9889 0.9795 0.9779 0.9767 0.9897 0.9958 0.9651 0.9944 0.9955 0.9922 0.9766 0.9950 0.9966 0.9622 0.9985 0.9835 0.9992 0.9966 0.9958 0.9857 0.9778 0.9946
T3 0.8853 0.8765 0.9273 0.8493 0.9461 0.9364 0.9468 0.9431 0.9287 0.9073 0.9326 0.9547 0.9768 0.9333 0.9434 0.9475 0.9198 0.9065 0.9362 0.9367 0.9295 0.9139 0.9381 0.9677 0.8983 0.9715 0.9523 0.9653 0.9533 0.9559 0.9668 0.8932 0.9647 0.9560 0.9699 0.9668 0.9718 0.9428 0.9978 0.9897
NO 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93
T1 0.9608 0.9372 0.9967 0.9802 0.9650 0.9904 0.9598 0.9752 0.9790 0.9608 0.9365 0.9586 0.9426 0.9221 0.9183 0.8954 0.9115 0.9714 0.9342 0.9580 0.8950 0.8870 0.9009 0.9397 0.9510 0.9295 0.9722 0.9667 0.9710 0.9575 0.9381 0.8782 0.9253 0.9285 0.8110 0.8682 0.8296 0.8863 0.9521 0.8718
T2 0.9875 0.9750 0.9935 0.9987 0.9927 0.9937 0.9888 0.9721 0.9974 0.9855 0.9764 0.9876 0.9707 0.9534 0.9628 0.9482 0.9582 0.9919 0.9706 0.9873 0.9482 0.9359 0.9481 0.9720 0.9839 0.9665 0.9958 0.9930 0.9824 0.9663 0.9762 0.9175 0.9676 0.9708 0.8736 0.9177 0.8869 0.9342 0.9863 0.9187
T3 0.9847 0.9987 0.9541 0.9837 0.9863 0.9661 0.9847 0.9451 0.9813 0.9814 0.9992 0.9926 0.9536 0.9532 0.9935 0.9917 0.9787 0.9817 0.9692 0.9963 0.9899 0.9852 0.9815 0.9909 0.9817 0.9953 0.9874 0.9837 0.9619 0.9574 0.9873 0.9660 0.9859 0.9989 0.9290 0.9766 0.9603 0.9839 0.9974 0.9747
77
Lanjutan Lampiran 14 41 0.9721 0.9756 42 0.9881 0.9751 43 0.9648 0.9920 44 0.9830 0.9949 45 0.9976 0.9922 46 0.9486 0.9461 47 0.9663 0.9896 48 0.9515 0.9849 49 0.9041 0.9478 50 0.9899 0.9989 51 0.9862 0.9993 52 0.9759 0.9965 53 0.9353 0.9738
0.9472 0.9244 0.9930 0.9699 0.9447 0.9009 0.9916 0.9845 0.9679 0.9744 0.9778 0.9890 0.9851
94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105
0.9417 0.8662 0.8906 0.8860 0.9062 0.9462 0.9130 0.9150 0.9417 0.9192 0.9473 0.9698
0.9795 0.9193 0.9245 0.9375 0.9439 0.9789 0.9569 0.9614 0.9675 0.9602 0.9615 0.9862
0.9949 0.9800 0.9650 0.9893 0.9809 0.9950 0.9953 0.9815 0.9830 0.9955 0.9653 0.9727
Lampiran 15 Source code antar muka model klasifikasi kematangan manggis function btnbukaimage_Callback(hObject, eventdata, handles) proyek=guidata(gcbo); [namafile,direktori]=uigetfile({'*.jpg';'*.bmp';'*.png';'*.tif'},' Buka Gambar'); I=imread(namafile); set(proyek.figmanggis,'CurrentAxes',proyek.axes1); set(imshow(I));
Lanjutan Lampiran 15 info=imfinfo(namafile); set(proyek.enama,'String', info.Filename); set(proyek.figmanggis,'Userdata',I); set(proyek.enama,'Userdata',info.Filename); function btnolahimage_Callback(hObject, eventdata, handles) proyek=guidata(gcbo); I=get(proyek.figmanggis,'Userdata'); nama=get(proyek.enama,'Userdata'); %Hitung nilai green r = I (:,:,1); g = I(:,:,2); b = I(:,:,3); varr = (mean(mean(r)))/255; varg = (mean(mean(g)))/255; varb = (mean(mean(b)))/255; set(handles.egreen,'String',varg);
78
Lanjutan Lampiran 15 %Hitung Nilai value x = [varr; varg; varb]; valu=max(x); set(handles.evalue,'String',valu); %Hitung cielab if (varr>0.04045) varr=(((varr+0.055)/1.055)^2.4)*100; else varr = (varr/12.92)*100; end if (varb > 0.04045) varb = (((varb + 0.055)/1.055)^2.4)*100; else varb = (varb/12.92)*100; end if (varg>0.04045) varg=(((varg+0.055)/1.055)^2.4)*100; else varg = (varg/12.92)*100; end x = varr * 0.4124 + varg * 0.3576 + varb * 0.1805; y = varr * 0.2126 + varg * 0.7152 + varb * 0.0722; z = varr * 0.0193 + varg * 0.1192 + varb * 0.9505; varx = x/95.047; vary = y/100; varz = z/108.883; if (varx varx else varx end if (vary vary else vary end if (varz varz else varx end
> 0.008856) = varx ^ (1/3); = (7.787 * varx) + (16/116); > 0.008856) = vary ^ (1/3); = (7.787 * vary) + (16/116); > 0.008856) = varz ^ (1/3); = (7.787 * varz) + (16/116);
ciel = (116 * vary) - 16; cieaa = 500 * (varx - vary); ciea = ((0.8 * (cieaa -(-1.1052)))/4.3291)+0.1; cieb = 200 * (vary - varz); set (handles.ea,'String',ciea);
79
Lanjutan Lampiran 15 % Hitung cieluv varu = (4 * x)/(x + (15 * y) + (3*z)); varv = (9 * y)/(x + (15 * y) + (3*z)); vary = y/100; if (vary > 0.008856) vary = vary^(1/3); else vary = (7.787 * vary) + (16/116); end refu = (4*95.047)/(95.047+(15*100)+(3*108.883)); revv = (9*100)/(95.047+(15*100)+(3*108.883)); cieuu = 13 * ciel * (varu - refu); cieu =((0.8*(cieuu + 1.3070))/7.5241)+0.1; cievv = 13 * ciel * (varv - revv); ciev = ((0.8*(cievv -(-0.3272)))/5.8480)+0.1; set(handles.eu,'String',cieu); set(handles.ev,'String',ciev); %Hitung nilai tekstur gl = rgb2gray(I); std = std2(gl); en = entropy(gl); entropi = ((0.8* (en - 5.8233))/1.4075)+0.1; set(handles.eentropi,'String',entropi); glcm = graycomatrix(gl); che = graycoprops(glcm, {'contrast','homogeneity','energy'}); s = struct (che); kontras = che.Contrast; homogenitas = che.Homogeneity; energi = che.Energy; set(handles.eenergi,'String',energi); set(handles.ehomogenitas,'String',homogenitas); set(handles.ekontras,'String',kontras); function btntesting_Callback(hObject, eventdata, handles) proyek=guidata(gcbo); pp = [varg; valu; ciea; cieu; ciev; entropi; energi; kontras; homogenitas]; net = newff([0 1; 0 1; 0 1; 0 1; 0 1; 0 1; 0 1; 0 1; 0 1],[15,3],{'logsig','logsig'}); net.IW{1,1} = [ -0.340241547 -0.56645806 -2.157799578 0.655852894 -0.298832883 -0.973683181 1.166824722 1.159156811 1.351507037; -0.497996358 -0.207684205 4.594740012 1.145021083 1.035607047 -0.400875967 0.467374953 -1.446580129 0.822493886; -0.910392695 -0.055501643 -0.488325163 2.148412686 2.037918187 -0.75950204 1.967585131 1.59839367 1.840729211; 1.118374469 1.638636804 1.546497784 1.142006055 3.334143872 2.946324528 0.903232462 -0.886662086 -2.276803302;
80
Lanjutan Lampiran 15 -3.25465961 1.675506453 0.467883115 -0.819910671 -0.276557529 -3.424409362 -1.94700225 -0.448463045 -1.083393684; -0.146406401 0.458165338 -3.628985271 -4.017667319 1.988404776 2.508596809 1.688093858 0.096376088 1.073456834; -2.908067275 1.587101804 5.102061522 2.58355161 -3.467712982 -5.094408401 0.101954807 -0.287026905 -1.107718228; -0.020503262 -0.369331076 -3.015677372 -2.579502742 1.475808947 -0.929586025 -1.85379586 0.372640133 -1.106347509; -1.808449515 1.143066471 -1.0729111 -0.830116176 3.719052289 -0.246364418 0.030280018 0.18953331 0.16757748; -1.573730413 0.383701304 1.429270408 2.021520404 1.967002406 0.549523915 -3.080601147 1.371313826 -1.691594838; 1.026819937 -1.339595068 -3.239740795 -0.464001635 1.129565352 -4.570631565 0.231681596 1.68664185 0.170351434; -2.365650337 0.477132201 -1.152523145 1.001812999 5.693667656 2.676202903 -1.38076854 0.073508686 -0.856293034; 1.443433284 -0.5778969 3.239176714 3.735412207 0.428500557 2.097942447 -1.281790133 -0.923190243 -0.247902115; -1.243263757 -0.02938556 2.752660691 0.386920589 -1.715843232 -1.202126884 0.713502909 1.589380895 1.621134519; 0.142706824 2.244581211 -0.648035241 -0.395528234 0.025377886 -0.979842374 3.251285442 0.535649716 2.131826173]; net.b{1,1} = [5.189490103; 3.664268847; 0.770668514; -1.591418948; 0.295998459; -6.829957012; -6.955385344; -0.093367749; 2.894872293; -1.531340984; 3.275491865; -3.697720697; 5.547177479; 3.571287552; -3.63670483]; net.LW{2,1} = [1.242717395 -0.84764734 -0.035616552 3.778680078 -3.339695769 -0.092172489 -10.9038362 0.814404798 -2.338468673 -3.796971498 1.506242005 2.706803999 2.714020546 -1.161069912 3.392505793; 0.92244976 3.797735425 -4.02676814 -1.787393118 -1.148318123 -3.016042562 -6.90101427 1.660027042 -4.285360777 0.157417768 2.502163573 -1.48578262 -2.056380305 1.318714035 1.357410711; -2.283491593 0.027811531 0.157925329 -1.304042741 1.706974315 -8.149838136 -2.988838675 -3.243561364 1.989605615 -2.170984626 2.594033368 -6.345785002 3.567881054 -0.548017705 1.457777313]; net.b{2,1} = [-0.782133952; -1.760533107; 0.047250497]; y = sim (net, pp); if kolomm == 1 kelas = 2; ket = 'Manggis mentah'; elseif kolomm == 2 kelas = '3 atau 4'; ket = 'Manggis Ekspor'; else kelas = '5 atau 6';
81
Lanjutan Lampiran 15 ket = 'Manggis Lokal/Domestik'; end set(handles.etahapkematangan,'String',kelas); set(handles.eketerangan,'String',ket); function btnkeluar_Callback(hObject, eventdata, handles) respon=keluar('Title','Konfirmasi Keluar'); switch lower(respon) case 'tidak' case 'ya' delete(handles.figmanggis) end
Lampiran 16 Hasil pelatihan pemilihan model terbaik FNN 3 kelas target FNN1 Lapisan Tersembunyi 2 neurons
Durasi Pelatihan 1
MSE
Epoch
0.000132
51
Akurasi Validasi(%) 75
Akurasi Testing(%) 65
5 neurons
2
8.82e-05
140
76
75
10 neurons
1
9.44e-05
25
72
70
15 neurons
1
0.000158
17
73
70
20 neurons
1
0.000122
16
70
70
25 neurons
1
0.000184
16
73
75
MSE
Epoch
0.000175
26
FNN2 Lapisan Tersembunyi 2 neurons
Durasi Pelatihan 1
Akurasi Validasi(%) 73
Akurasi Testing(%) 75
5 neurons
1
0.000200
36
70
75
10 neurons
1
0.000129
17
75
75
15 neurons
1
9.98e-05
20
76
75
20 neurons
1
0.000199
22
72
75
25 neurons
1
9.42e-05
35
72
75
82
Lanjutan Lampiran 16 FNN4 Lapisan Tersembunyi 2 neurons
Durasi Pelatihan 1
MSE
Epoch
0.000153
20
Akurasi Validasi(%) 65
Akurasi Testing(%) 50
5 neurons
1
0.000252
34
73
55
10 neurons
1
0.000153
20
67
55
15 neurons
1
0.000142
13
77
50
20 neurons
1
0.000200
18
74
55
25 neurons
1
7.96e-05
12
75
50
Lampiran 17 Perbandingan hasil training FNN dan NN dengan 3 kelas target Hidden Layer 2 5 10 15 20 25
Durasi
Epoch
FNN NN FNN NN 0 0 15 15 0 1 11 17 1 1 21 11 1 1 22 13 1 1 20 20 1 1 11 13
MSE FNN 0.000175 0.000200 0.000129 9.98E-05 0.000199 9.42E-05
NN 0.0331 0.0254 0.0285 0.0357 0.0254 0.0299
Validasi Testing (%) (%) FNN NN FNN NN 75 74 70 60 71 73 75 60 73 73 75 60 72 77 85 60 74 78 75 65 76 71 80 60
Lampiran 18 Nilai output/keluaran pembanding tahap kematangan manggis Model Output
Output2
Output 3
Tahap kematangan 2 3 4 5 6 2 3 4 5 6
Output 1 2 3 4 5
Keterangan belum matang ekspor1 ekspor2 lokal/domestik1 lokal/domestik2
1
ekspor
2
domestik
83
Lampiran 19 Hasil pelatihan pemilihan model terbaik FNN 5 kelas target FNN1 Lapisan Tersembunyi 2 neurons
Durasi Pelatihan 1
MSE
Epoch
0.000255
16
Akurasi Validasi(%) 56
Akurasi Testing(%) 30
5 neurons
2
0.000144
82
66
50
10 neurons
1
0.000188
24
64
60
15 neurons
1
5.50e-05
27
65
60
20 neurons
1
8.19e-05
26
64
60
25 neurons
1
0.000130
19
63
55
MSE
Epoch
0.000182
34
FNN2 Lapisan Tersembunyi 2 neurons
Durasi Pelatihan 1
Akurasi Validasi(%) 58
Akurasi Testing(%) 55
5 neurons
1
7.31e-05
19
63
50
10 neurons
1
0.000173
31
62
60
15 neurons
1
0.000169
27
60
55
20 neurons
1
0.000181
18
63
60
25 neurons
2
0.000105
33
65
50
MSE
Epoch
0.000198
40
FNN3 Lapisan Tersembunyi 2 neurons
Durasi Pelatihan 1
Akurasi Validasi(%) 60
Akurasi Testing(%) 35
5 neurons
1
0.000148
23
62
45
10 neurons
1
0.000167
17
64
60
15 neurons
1
0.000186
15
64
70
20 neurons
1
0.000150
13
63
60
25 neurons
1
8.29e-07
18
62
60
84
Lanjutan Lampiran 19 FNN4 Lapisan Tersembunyi 2 neurons
Durasi Pelatihan 1
MSE
Epoch
0.000184
34
Akurasi Validasi(%) 61
Akurasi Testing(%) 40
5 neurons
1
0.000151
26
68
30
10 neurons
1
0.000160
19
58
40
15 neurons
1
0.000160
28
65
30
20 neurons
1
8.52e-05
19
70
35
25 neurons
1
0.000116
16
65
35
Lampiran 20 Perbandingan hasil training FNN dan NN dengan 5 kelas target Hidden Layer 2 5 10 15 20 25
Durasi
Epoch
MSE
FNN NN FNN NN FNN NN 1 1 40 15 0.000198 0.0425 1 1 23 14 0.000148 0.0452 1 1 17 15 0.000167 0.0474 1 1 15 16 0.000186 0.0316 1 0 13 8 0.000150 0.0602 1 1 18 12 8.29E-07 0.0270
Validasi Testing (%) (%) FNN NN FNN NN 60 45 35 40 62 45 45 40 64 40 60 40 64 52 70 35 63 40 60 35 62 50 60 40
Lampiran 21 Hasil pelatihan pemilihan model terbaik FNN 2 kelas target FNN1 Lapisan Tersembunyi 2 neurons
Durasi Pelatihan 1
MSE
Epoch
0.000141
45
Akurasi Validasi(%) 89
Akurasi Testing(%) 80
5 neurons
1
0.000138
14
85
85
10 neurons
1
0.000161
16
83
80
15 neurons
0
0.000141
12
84
75
20 neurons
1
3.74e-05
23
84
75
25 neurons
1
8.82e-05
20
84
80
85
Lanjutan Lampiran 21 FNN2 Lapisan Tersembunyi 2 neurons
Durasi Pelatihan 1
MSE
Epoch
0.000189
46
Akurasi Validasi(%) 85
Akurasi Testing(%) 80
5 neurons
2
0.000106
49
83
90
10 neurons
1
0.000120
17
82
75
15 neurons
1
0.000174
17
82
80
20 neurons
1
0.000101
17
86
75
25 neurons
1
0.000157
14
84
80
MSE
Epoch
0.000155
30
FNN3 Lapisan Tersembunyi 2 neurons
Durasi Pelatihan 1
Akurasi Validasi(%) 86
Akurasi Testing(%) 80
5 neurons
1
0.000123
33
84
85
10 neurons
1
0.000165
14
85
80
15 neurons
2
0.000173
12
88
85
20 neurons
2
0.000160
12
88
80
25 neurons
1
0.000184
11
83
85
MSE
Epoch
0.000155
62
FNN4 Lapisan Tersembunyi 2 neurons
Durasi Pelatihan 1
Akurasi Validasi(%) 85
Akurasi Testing(%) 70
5 neurons
0
0.000123
15
82
60
10 neurons
1
0.000165
28
86
70
15 neurons
1
0.000173
16
84
75
20 neurons
1
0.000160
15
84
80
25 neurons
1
0.000194
15
82
85
86
Lampiran 22 Perbandingan hasil training FNN dan NN dengan 5 kelas target Hidden Layer 2 5 10 15 20 25
Durasi
Epoch
FNN NN FNN NN 1 0 46 9 2 1 49 20 1 0 17 9 1 1 17 65 1 0 17 9 1 1 14 11
MSE FNN 0.000189 0.000106 0.000120 0.000174 0.000101 0.000157
NN 0.107 0.115 0.115 0.102 0.108 0.110
Validasi (%) 6 NN 85 84 83 87 82 90 82 94 86 90 84 91
Testing (%) FNN NN 80 85 90 85 75 90 80 90 75 85 80 90