Pengembangan metode pengaturan orientasi pahat yang optimum secara dinamik berdasarkan kurvatur pada pembuatan lintasan pahat pemesinan milling 5-axis simultan berbasis model faset 3D Gandjar Kiswanto Laboratorium Teknologi Manufaktur Departemen Teknik Mesin – Universitas Indonesia Kampus Baru – UI, Depok 16424 Telp : +62 21 7270032, Fax : +62 21 7270033 e-mail :
[email protected] Abstract The tool path generation for NC multi-axis milling operations with current CAM-systems still suffers from a number of critical problems, specifically the constant tool orientation with respect to normal vector of the cutter-contact point along the tool path. In those CAM-systems generally the tool orientation, which is called inclination angle (α) in this research work, is detemined by trial-and-error process, in which the inclination angle is searched in such away (either manually or by experiences) until the value which is caused no gouging on the entire model is found. This kind of process brings two problems , 1) inefficiency in tool path generation time, and 2) inefficient milling processes since the cutter-contact width is not optimal. This paper presents the researh work on the development of algorithm/methode for tool path generation of 5axis milling with dynamic optimal inclination angle control based on faceted models. This research is part of the development of CAM-system for multi-axis milling based faceted models at the Laboratory of Manufacturing Technology, Departement of Mechanical Engineering – University of Indonesia. First, the method for tool path generation and the tool coordinate system which allows tool orientation control are explained. Then, followed by the explanation about how the inclination angle influences the milling eficiency. Types of gouging that must be avoided in order to find the optimal inclination angle are identified. The preliminary developed algorithm to find the dynamic inclination angle based on curvature of the surface models based on faceted models is explained briefly. Finally, two tool paths, one is generated with dynamic inclination angle and the other with the constant inclination angle are simulated and compared thoroughly. From this it is found clearly that the tool path with dynamic inclination angle produces less scallop height than the constant one, thus produces higher machining efficiency. Keywords :tool-path, 5-axis milling, optimal tool orientation
Abstrak Pembuatan lintasan pahat untuk proses pemesinan milling multi-axis untuk produk berkontur (sculptured part) dengan sistem-CAM yang umumnya ada saat ini memiliki beberapa kekurangan khususnya yaitu orientasi pahat yang konstan terhadap vektor normal cc-point untuk seluruh lintasan pahat selama tidak terjadi gouging (interferensi antara model pahat dengan model produk). Pada sistem-CAM tersebut umumnya orientasi pahat, dalam penelitian ini disebut dengan sudut inklinasi (α), besarnya ditentukan secara trial-and-error, yaitu mencari sudut inklinasi, baik secara manual ataupun berdasarkan pengalaman, sehingga didapatkan yang nilainya tidak menyebabkan gouging diseluruh permukaan model produk. Proses ini menyebabkan paling tidak dua kekurangan yaitu : 1) ketidak efisienan dalam pembuatan lintasan pahat karena dibutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan sudut inklinasi yang tepat, dan 2) didapatkan proses pemesinan yang tidak efisien karena lebar cutter-contact antara pahat dengan material-kerja yang tidak optimal. Pada paper ini dijelaskan penelitian mengenai pengembangan metode/algoritma untuk pembuatan lintasan pahat untuk pemesinan milling 5-axis dengan pengaturan sudut inklinasi pahat yang optimum berdasarkan kurvatur berbasis model faset 3D. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian pengembangan sistem-CAM multi-axis berbasis model faset 3D di Laboratorium Teknologi Manufaktur, Departemen Teknik Mesin – Universitas Indonesia. Pada bagian awal dijelaskan bagaimana proses pembuatan lintasan pahat (cutter-contact point) untuk model faset 3D, dan sistem-koordinat pahat yang memungkinkan pengaturan orientasi pahat (sudut inklinasi, α, dan sudut putar, β). Kemudian dijelaskan bagaimana pengaruh besar sudut inklinasi terhadap efisiensi proses pemesinan khususnya terhadap sisa material (scallop height). Kemudian dijelaskan secara garis besar algoritma yang dikembangkan untuk mendapatkan sudut inklinasi yang mengikuti kurvatur dari model produk dan karakteristiknya. Pada bagian akhir diperlihatkan secara simulasi perbedaan antara lintasan pahat dengan pengaturan sudut inklinasi dinamik dengan sudut inklinasi konstan. Dari metode yang dikembangkan ini dengan pengaturan sudut inklinasi yang tepat secara baik diperoleh scallop height yang lebih rendah dan kualitas permukaan hasil pemesinan yang lebih baik dibandingkan dengan sudut inklinasi konstan, sehingga didapat proses pemesinan yang lebih efisien. Kata-kunci : lintasan-pahat, pemesinan 5-axis, orientasi pahat optimum
1.
PENDAHULUAN Saat ini proses pemesinan milling 5-axis semakin banyak digunakan untuk pembuatan benda dengan bentuk yang kompleks seperti : dies, moulds, turbine blades, marine propellers, dan komponen pesawat. Keutamaan milling 5-axis adalah pemakaian pahat yang optimal ditinjau dari bentuk produk dan proses set-up yang berkurang secara signifikan [12]. Dengan menerapkan orientasi pahat yang optimum (optimal tool orientation) dengan menggunakan informasi kurvatur lokal dari model produk dalam memposisikan pahat, milling 5-axis menjadi semakin menguntungkan, karena menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi dan kualitas permukaan hasil pemesinan yang lebih baik baik menggunakan pahat flat-end [13][4][6][7][8][9][10] atau pun pahat thoroid [11]. Namun, pengaturan orientasi pahat yang optimum tersebut masih berbasis pada model parametrik (surface model) dan model solid (solid model). Selain itu, dalam implementasinya, sistem-CAM untuk pemesinan milling 5-axis yang umumnya ada saat ini belum memiliki pengaturan orientasi pahat yang optimum, yaitu orientasi pahat di setiap cc-point (cutter contact point) terhadap vektor normalnya adalah tetap sepanjang lintasan pahat yang dibuat. Pemakaian model faset (faceted model) sebagai basis pembuatan lintasan pahat (tool path generation) 5-axis telah dikembangkan didalam penelitian pengembangan dan pembuatan sistemCAM berbasis model faset 3D di Laboratorium Teknologi Manufaktur – Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia. Pemakaian model faset 3D ini, dibandingkan dengan model parametrik ataupun solid, didasarkan karena kemudahan dalam : a) representasi produk, b) menghasilkan lintasan pahat yang robust, handal dan mudah dalam menangani interferensi antara pahat dan model produk (gouging) pada pemesinan dengan multiple surface, dan c) transfer data geometri antara sistem CAD/CAM. Pada makalah ini, dikemukakan mengenai metode baru dalam pembuatan lintasan pahat pemesinan milling 5-axis berbasis model faset 3D dengan pengaturan orientasi pahat yang optimum secara dinamik berdasarkan kurvatur dari model produk untuk menghasilkan : posisi dan orientasi pahat yang bebas interferensi dan laju pelepasan material yang maksimal. Perhatian difokuskan pada pengaturan sudut inklinasi (inclination angle).
cc-point tersebut dilakukan pengaturan orientasi pahat yang optimum. 2.1. Pembuatan cc-points cc-point dibuat dengan melakukan perpotongan antara model faset dengan serangkaian bidang vertikal (cutting plane) yang saling paralel (Gambar 1). Titik potong yang dihasillkan digunakan sebagai cc-points antara pahat dengan model faset. Untuk keperluan penghitungan dan pengaturan orientasi pahat, pada setiap cc-point terdapat sebuah Sistem Koordinat Lokal (Local Coordinate System - LCS) virtual.
Z Y X Cutting-plane
cc-curve
Model fFaset Gambar 1: Pembuatan lintasan pahat
Seperti terlihat pada Gambar 2, sistem koordinat lokal direpresentasikan oleh sumbu FL, TL dan NL. Sumbu-NL adalah vektor normal lokal pada cc-point dan sumbu-FL adalah vektor arah pemotongan yang terletak pada bidang potong (cutting plane). Sumbu-TL adalah hasil cross product antara NL dan FL (TL = NL x FL). Sebuah bidang normal (normal plane) TL-NL adalah bidang yang melalui C (ccpoint) dan normal terhadap FL.
β
NL
α
R P
2.
PENGEMBANGAN DASAR ALGORITMA PEMBUATAN LINTASAN PAHAT 5AXIS Algoritma yang dikembangkan dimulai dengan pembuatan titik kontak pahat (cutter contact points = cc-points) yang dijadikan sebagai posisi awal pahat (initial tool posisition). Kemudian disetiap
u
C
FL cc-point
Model Faset
Gambar 2 : Inclination angle (α) dan screw angle (β β) pada Sistem Koordinat Lokal
Pada model faset, vektor normal pada cc-point dihitung berdasarkan informasi normal dari bidang segitiga (Gambar 3). penelitian awal ini, vektor normal dihitung persamaan (1) dan (2) berikut :
sebuah vektor Dalam dengan
ai
n=
∑ An
i
i
ai
(1)
∑ An
i
i
n(s) =
(1 − s ) n j + snk (1 − s ) n j + snk
(2)
Persamaan 1 digunakan untuk menghitung vektor normal di sebuah cc-point (e.g. : n) yang terletak pada sebuah vertex dari segitiga. Persamaan 2 digunakan untuk menghitung vektor normal pada cc-point yang terletak pada sisi (edge) sebuah segitiga. n1
n2
1.
2.
perhitungan orientasi awal dari pahat (initial tool orientation) menggunakan instantaneous spline. perhitungan orientasi pahat optimum yang bebas interferensi berdasarkan vertex, sisi dan bidan segitiga.
Instantaneous spline dibuat dengan melakukan interpolasi titik-titik potong antara bidang normal (normal plane) TL NL dan model faset. Kemudian, orientasi awal pahat diperoleh dengan menyamakan, yang disebut, effective cutter shape (bentuk pahat efektif), dengan spline (Gambar 4). Orientasi awal dari pahat ini kemudian digunakan sebagai input untuk mendapatkan orientasi pahat optimum yang bebas interferensi.
Normal-plane Cutting-plane
n
E
n6
D
F
C
A
n5
n3 G n4 B
cc-curve
n1
n E
ti
Model faset
n2
(a)
D
H A
F G
Bidang TL-NL
C B
cc-curve
Titik perpotongan
Gambar 3: Vektor normal pada sebuah cc-point
2.2 Pengaturan orientasi pahat optimum Pada setiap cc-point, dilakukan perhitungan posisi pahat yang menghasilkan laju pelepasan material yang maksimum namun tetap bebas interferensi (gouging). Orientasi pahat optimum adalah perputaran pahat yang minimum terhadap suatu sumbu tertentu untuk menempatkan pahat sedekat mungkin terhadap permukaan yang dipotong tanpa terjadinya interferensi. Orientasi pahat dapat dimodelkan oleh dua sudut : sudut inklinasi (inclination angle) (α) dan sudut screw (screw angle) (β). Sudut inklinasi didefinisikan sebagai perputaran pahat terhadap sumbu-TL, sedangkan sudut screw adalah perputaran pahat terhadap sumbu-NL (Gambar 2). Pada penelitian awal ini, algoritma hanya melakukan optimasi sudut inklinasi dan dilakukan dengan pendekatan 2 fase :
ρ
NL Effective cutter shape
R
a=RsinαSTL-NL
Pi+5
Pi-5 Pi-4
Spline STL-NL(u)
Pi-3 P i-2
Pi-1 C
Pi+1
Pi+2
Pi+4 Pi+3 TL
CC-point Arah pemotongan (FL) keluar tegak lurus kertas
(b) Gambar 4 : a) Perpotongan bidang normal dengan model faset; b) Instantaneous spline pada bidang TL-NL
3.
IMPLEMENTASI DAN HASIL Dengan mempertimbangkan pengaruh keteraturan model faset, toleransi pemesinan, dan micro gouging, algoritma diimplementasi menggunakan bahasa Java. Pada tahap ini, dilakukan perbandingan antara pemesinan tanpa pengaturan orientasi pahat yang optimum dengan yang menggunakna pengaturan orientasi pahat optimum. Sebuah model faset 3D (Gambar 6) yang merupakan hasil triangluasi dari model parametrik (Gambar 5) digunakan sebagai model percobaan.
mm
ZC
Optimum = Konstan =
YC
Sumbu-Z
XC
Gambar 5 : Model parametrik A (axonometric view) ZC
Diukur sepanjang sumbu-X
mm
YC XC
Gambar 9 : Perbandingan tinggi scallop antara orientasi konstan dan orientasi optimum Table 1 : Tinggi scallop (diukur sepanjang sumbu-X) dan sudut inklinasi (α α dari dua metode orientasi pahat.
Gambar 6 : Model faset A (axonometric view)
Z Y
Metode orientasi pahat Optimum Konstan
X
Metode orientasi pahat Optimum Konstan Gambar 7 : Kurva B-spline pada pertengahan model faset A
Terlihat bahwa di daerah cekung (concave), perbedaan antara orientasi pahat konstan dan optimum adalah 20 µm dan relatif kecil dibandingkan terhadap perbedaan yang diukur di daerah cembung (convex). Pada metode orientasi konstan sudut inklinasi tetap sebesar 19.3o sepanjang lintasan pahat, namun dengan metode orientasi optimum sudut inklinasi mendekati 0 (0.18o) pada bagian convex dan mencapai nilai maximum 19.3o di daerah concave.
4.
Gambar 8 : Lintasan pahat pemesinan 5-axis berbasis model faset 3D dengan pengaturan sudut inklinasi (orientasi pahat) yang optimum (min : 0.18o dan max : 19.3o)
Untuk mengukur effisiensi dari algoritma pengatur orientasi pahat yang optimum sepanjang lintasan pahat dibandingkan dengan orientasi pahat yang statis pada permukaan model faset dan jumlah lintasan yang sama. Kemudian scallop height dari dua jenis algortima tersebut dibandingkanseperti terlihat pada gambar 9.
Daerah Convex Tinggi Sudut o Scallop (µm) Inklinasi ( ) 25.6 0.18 115 19.3 Daerah Concave Tinggi Sudut o Scallop (µm) Inklinasi ( ) 73 19.3 93 19.3
KESIMPULAN Makalh ini mempresentasikan sebuah algoritma pembuatan lintasan pahat pemesinan milling 5-axis berbasis model faset 3D dengan pengaturan orientasi pahat yang optimum. Sudut inklinasi pahat flat-end secara dinamis di optimasi di setiap ccpoint untuk memaksimumkan laju pelepasan material namun tetap bebas interferensi (gouging). Hasil implementasi simulasi memperlihatkan algoritma yang dikembangkan bekerja dengan baik dan memberikan efisiensi pemesinan yang siginifikan dibanding algoritma standar pada sistem-CAM yang ada saat ini.
REFERENSI [1]. Hwang J.S., Interference-free tool-path generation in the NC machining of parametric compound surfaces, Computer Aided Design, 1992, vol. 24, no. 12, pp. 675-676. [2]. Hwang J.S., Chang T.-C., Three-axis machining of compound surfaces using flat and filleted endmills, Computer Aided Design, 1998, vol. 30, no. 8, pp. 641-647. [3]. Jensen C.G., Mullins S.H., Anderson D.C., Scallop elimination based on precise 5-axis tool placement, orientation and step-over calculations, ASME-Advances in Design Automation, 1993, vol. 65-2, pp. 535-544. [4]. Kiswanto G., Kruth J.-P., Lauwers B., Tool path generation for 5-axis milling based on faceted models, Journal of Engineering, Vol.1., 2002. [5]. Kruth J.-P., Klewais P., Optimization and dynamic adaptation of the cutter inclination during 5-axis milling of sculptured surfaces, Annals of CIRP, 1994, vol. 43/1, pp. 443-448. [6]. Lai J.-Y., Wang D.-J., A strategy for finish cutting path generation of compound surfaces, Computer in Industry, 1994, no. 25, pp. 189209. [7]. Li, F., Wang, X.C., Gosh. S. K., Kong, D.Z., Lai, T.Q., Wu, X. T.,Gouge detection and tool position modification for five-axis NC machining of sculptured surface, journal of materials processing technology, 1995, v48 n1-4, pp. 739-745 [8]. Li, F., Wang, X.C., Gosh. S. K., Kong, D.Z., Lai, T.Q., Wu, X. T., Tool-path generation for machining sculptured surface, journal of materials processing technology, 1995, v48 n1-4, pp. 811-816 [9]. Li S.X., Jerard R.B., 5-axis machining of sculptured surfaces with flat-end cutter, Computer Aided Design, 1994, vol. 26, no. 3, pp. 165-178. [10]. Lee, Y.S., Ji H., Surface interogation and machining strip evaluation for 5-axis CNC die and mold machining, International Journal of Production Research, 1997, vol. 35, no. 1, pp. 225-252. [11]. Marciniak K., Influence of surface shape on admissable tool positions in 5-axis face milling, Computer Aided Design, 1987, vol. 19, no. 5, pp. 233-236 [12]. Sprow E.E., Step up to 5-axis programming,Manufacturing Engineering, November 1993, pp. 55-60. [13]. Vickers G.W., Quan K. W., Ball-mills versus End-mills for Curved Surface Machining, ASME Journal, 1989, vol. 111, pp. 22-26.