Seminar Nasional Teknik Industri BKSTI 2014
Pengembangan framework untuk menentukan jasa purna jual yang akan ditawarkan sebagai pendukung dalam proses transisi menuju product service system Berry Yuliandra1, Adlina Safitri Helmi2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Andalas, Padang 25163 (
[email protected]) 2 Mahasiswi Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Andalas, Padang 25163 (
[email protected]) 1
Abstrak Perubahan lingkungan bisnis global serta perkembangan teknologi proses dan TIK telah menjadikan persaingan bisnis global semakin ketat. Peningkatan nilai tambah terhadap produk yang ditawarkan perlu dilakukan untuk menjawab tantangan tersebut. Konsep Product Service System (PSS) yang mengintegrasikan produk dan jasa dapat digunakan untuk meningkatkan nilai tambah tersebut. Untuk menentukan jenis jasa purna jual yang dapat memberikan peningkatan nilai tambah diperlukan sebuah framework yang tepat. Framework usulan terdiri atas penilaian efektifitas produk dan penetapan penawaran jasa. Penilaian efektifitas produk dilakukan berdasarkan tiga faktor, yaitu availability, performance dan quality ratio. Penetapan penawaran jasa dilakukan dengan cara membandingkan hasil penilaian ketiga faktor dengan referensi jasa. Pengujian framework dilakukan melalui contoh kasus PT. X, produsen Tubing Machine yang digunakan dalam proses produksi kantong semen. Hasil penilaian menunjukkan bahwa availability ratio adalah 78,58%, performance ratio sebesar 88,94% dan quality ratio mencapai 99,16%. Oleh sebab itu, penetapan penawaran jasa difokuskan pada usaha untuk untuk meningkatkan availability produk. Penyebab utama rendahnya availability adalah waktu henti produk yang tinggi. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa penyebab dari waktu henti dari sisi material, pekerja, mesin dan metode yang digunakan. Penawaran Jasa purna jual diperoleh berdasarkan perbandingan antara penyebab waktu henti dengan Referensi Jasa. Kata kunci: Product Service System (PSS), jasa purna jual, availability ratio, performance ratio, quality ratio 1.
PENDAHULUAN
Perusahaan manufaktur secara global mulai beralih dari model bisnis yang bersifat productoriented menjadi service-based. Penyebab terjadinya fenomena ini dapat dilihat dari tiga perspektif. Perspektif pertama adalah lingkungan bisnis global, dimana peningkatan kemampuan kompetitif negaranegara berkembang dan munculnya pasar global menambah tingkat persaingan yang ada [1]. Perspektif kedua meliputi aktor utama dari lingkungan bisnis, yaitu konsumen dan produsen. Perubahan yang terjadi dari sisi konsumen adalah permintaan yang semakin kompleks [2] dan kesadaran produk yang semakin tinggi [1], sementara dari sisi produsen adalah semakin sulitnya diferensiasi produk [3]. Perspektif ketiga terkait dengan perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang menyebabkan informasi tersebar dengan cepat dan lebih mudah diakses. Kondisi ini berdampak pada dua hal, yaitu semakin sulitnya diferensiasi produk dan semakin pendeknya siklus hidup produk karena teknologi baru yang terus bermunculan. Peningkatan nilai tambah melalui penawaran jasa pelengkap produk (Sertivization) merupakan salah satu solusi pada berbagai permasalahan tersebut. Penambahan jasa akan memperpanjang siklus hidup produk serta dapat menjadi diferensiasi antara
produsen yang berbeda, melalui keberagaman jenis dan tingkat pelayanan yang diberikan. Pemberian nilai tambah yang tepat juga mampu memenuhi kompleksitas permintaan konsumen. Salah satu bentuk khusus Sertivization adalah Product Service System (PSS), yang lebih menekankan pada performansi dan utilisasi aset [4]. Optimalisasi performansi dan utilisasi aset cenderung akan mengarah pada usaha peningkatan durabilitas aset. Hal ini akan memberikan keuntungan dari sisi lingkungan, yaitu peningkatan produktivitas sumber daya dan transisi menuju kondisi dematerialisasi [5]. Kedua kondisi tersebut dapat meminimasi total material yang menjadi input produksi sehingga mengurangi limbah yang dihasilkan. Oleh karena itu, selain usaha peningkatan nilai tambah, PSS juga merupakan langkah untuk mencapai sustainable development melalui penciptaan viable solution. Konsep PSS secara umum terbagi atas tiga klasifikasi, yaitu: product-oriented service, useoriented service dan result-oriented service [6]. Dua jenis pertama cocok diterapkan pada perusahaan manufaktur yang biasa menggunakan pendekatan product-oriented dan akan beralih pada model bisnis PSS karena peranan sentral masih dimainkan oleh produk. Salah satu permasalahan utama bagi perusahaan manufaktur yang bersifat product-oriented dalam transisi menjadi PSS adalah menentukan jenis jasa
Berry Yuliandra, Adlina Safitri Helmi, Pengembangan framework ...
II-221
Seminar Nasional Teknik Industri BKSTI 2014
yang akan ditawarkan pada pengguna. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan framework bagi penentuan jenis jasa yang akan ditawarkan bagi pengguna. Framework usulan dikhususkan bagi perusahaan manufaktur yang bersifat B2B. Pengembangan framework ini diharapkan dapat mempermudah proses transisi menuju PSS serta mendukung usaha menuju sustainable development. 2.
STUDI LITERATUR
Secara umum, PSS merupakan pendekatan yang mengintegrasikan produk dan jasa untuk memberikan nilai tambah melalui penggunaan. Secara khusus, PSS dapat memiliki makna yang berbeda-beda bagi setiap aktor yang terlibat. Bagi produsen PSS berarti penawaran nilai tambah melalui diferensiasi, bagi konsumen PSS berarti pelepasan dari kewajiban kepemilikan aset, sementara bagi lingkungan sosial PSS merupakan pendekatan yang sustainable dalam menjalankan bisnis. Tujuan PSS adalah memisahkan antara pertumbuhan ekonomi dengan konsumsi material sehingga meminimasi dampak negatif aktivitas ekonomi terhadap lingkungan. Logika dasar PSS adalah meningkatkan nilai tambah yang dihasilkan sambil mengurangi material dan biaya lainnya yang menjadi input [4]. Menentukan jenis jasa yang akan ditawarkan merupakan hal penting bagi proses transisi menuju PSS. Hal ini pada dasarnya merupakan salah satu bagian dari proses desain PSS. Oleh karena itu, metode dan tool desain PSS biasanya memiliki tahapan yang dapat mengakomodir aktivitas tersebut. Tinjauan terhadap berbagai literatur yang dilakukan oleh Yuliandra et al [7] telah mengidentifikasi beberapa pendekatan dan metode yang digunakan dalam mengembangkan konsep dan desain PSS, diantaranya adalah: Property-Driven Development (PDD), agent-based value design, system dynamics, DfX, service explorer, axiomatic design, functional modelling, service blueprint, Quality Functional Deployment (QFD) dan Framework for Strategic Sustainable Development (FSSD). Selain metode dan tool tersebut masih terdapat beberapa pendekatan lain yang bisa digunakan, seperti penerapan konsep service engineering [8, 9], functional analysis [10, 11], penggunaan metodologi TRIZ [12, 13] serta Concept Generation Support System (CGSS) [14]. Concept Generation Support System (CGSS) merupakan jenis pendekatan desan PSS yang bersifat knowledge based. Pendekatan tersebut memunculkan konsep PSS yang didasarkan dari berbagai kasus implementasi PSS. Ide ini menarik untuk dikembangkan karena pengembangan konsep bisnis berdasarkan contoh-contoh implementasi memiliki kemampuan praktis dan peluang keberhasilan yang tinggi. Konsep ini juga dapat
II-222
digunakan sebagai cara untuk menentukan jenis jasa yang akan ditawarkan. Pertanyaan selanjutnya adalah kriteria yang menjadi dasar pemilihan jenis jasa yang akan ditawarkan dari berbagai kasus implementasi PSS yang ada. Untuk menjawab pertanyaan ini fokus utama PSS dapat digunakan sebagai basis awal. Menurut Baines et al [4] salah satu karakteristik utama PSS adalah lebih terfokus pada performansi dan utilisasi aset. Overall Equipment Efectiveness (OEE) merupakan alat ukur (metrics) efektivitas penggunaan peralatan. Metode ini umumnya dianggap sebagai salah satu bagian dari implementasi Total Productive Maintenance (TPM) [15]. Pengukuran nilai OEE dilakukan dengan menggunakan tiga faktor, yaitu: availability ratio, performance ratio dan quality ratio. Penjelasan tentang ketiga faktor tersebut adalah sebagai berikut: a. Availability ratio Menggambarkan pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin atau peralatan. Pemanfaatan waktu ini tidak mempertimbangkan downtime mesin. Availability ratio dicari menggunakan persamaan [16]: ππππππ‘πππ π‘πππ π΄π£πππππππππ‘π¦ πππ‘ππ = πππππππ πππππ’ππ‘πππ π‘πππ (1) b. Performance ratio Menggambarkan kemampuan mesin atau peralatan untuk menghasilkan produk. Performance ratio dihitung menggunakan persamaan [16]: ππππ’ππ πππππ’ππ π πππ‘π’ππ πππππππππππ πππ‘ππ = ππππ’ππ πππππ’ππ π πππππ (2) c. Quality ratio Menggambarkan kemampuan mesin atau peralatan untuk menghasilkan produk yang memenuhi standar. Quality ratio diukur menggunakan persamaan [16]: ππ’πππβ πππππ’π π¦πππ ππππ ππ’ππππ‘π¦ πππ‘ππ = ππππ’ππ πππππ’ππ π πππ‘π’ππ (3) Secara konseptual bisa dikatakan bahwa konsep OEE didasarkan pada pemanfaatan waktu oleh mesin atau peralatan (availability), performansi mesin dan kualitas produk yang dihasilkan. Berdasarkan hal ini bisa dilihat bahwa konsep OEE sejalan dengan fokus utama PSS (performansi dan utilisasi aset) sehingga ketiga faktor OEE bisa digunakan sebagai kriteria untuk menentukan jenis jasa yang akan ditawarkan dalam menyusun konsep bisnis PSS. 3.
PERANCANGAN FRAMEWORK
Framework usulan didasarkan pada dua tahapan utama, yaitu: Penilaian Efektifitas Produk dan Penetapan Penawaran Jasa. Rancangan framework usulan dapat dilihat pada Gambar 1 sementara penjelasannya akan diterangkan pada masingmasing sub bab.
Berry Yuliandra, Adlina Safitri Helmi, Pengembangan framework ...
Seminar Nasional Teknik Industri BKSTI 2014 Mulai
Penilaian Efektifitas Produk
Penetapan Penawaran Jasa
Penilaian Availability
Penilaian Performance
Analisis terhadap Kriteria bernilai terendah
Penilaian Quality
Referensi jasa
Menetapkan penawaran jasa
Selesai
Gambar 1 Framework untuk Menentukan Jenis Penawaran Jasa 3.1 Penilaian Efektivitas Produk Efektivitas dicerminkan oleh performansi dan utilisasi produk. Kriteria yang digunakan untuk mengukur efektifitas adalah ketiga faktor OEE. Proses penilaian dilakukan dengan menggunakan persamaan (1), (2) dan (3). 3.2 Penetapan Penawaran Jasa Tahap kedua dilakukan dengan melakukan analisis terhadap kriteria yang memiliki nilai terendah untuk mengetahui penyebabnya. Hasil analisis kemudian dibandingkan dengan Referensi Jasa, untuk menentukan penawaran jasa yang mampu meningkatkan nilai kriteria tersebut. Referensi Jasa adalah sekumpulan best practice dari implementasi PSS. Ide dasar dari hal ini adalah menggunakan pendekatan yang bersifat knowledge based dengan cara memanfaatkan contoh yang telah berhasil diterapkan. Pendekatan ini akan mengurangi risiko kegagalan dalam mengadaptasi konsep PSS.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Kekuatan dari framework usulan sangat dipengaruhi oleh kelengkapan Referensi Jasa yang digunakan. Oleh karena itu pencarian literaturliteratur sebagai sumber Referensi Jasa harus didasarkan pada metodologi yang jelas, agar Referensi Jasa yang dihasilkan memadai untuk digunakan dan bisa dikembangkan dengan mengikuti metodologi yang sama. Metodologi yang digunakan untuk membangun Referensi Jasa dimulai dengan pencarian literatur yang relevan. Strategi pencarian literatur dilakukan berdasarkan tiga kriteria, yaitu: a. Jenis dan sumber literatur Jenis literatur yang dikumpulkan meliputi artikel jurnal ilmiah, laporan penelitian dan prosiding konferensi. b. Kata kunci Identifikasi literatur yang relevan dilakukan menggunakan kata kunci berikut: Product Service System, sertivization, servicizing, industrial services, after sales service, servicebased business strategy, case study, industrial case dan industrial practice. c. Kerangka waktu Pencarian yang dilakukan terfokus pada literatur yang dipublikasi antara tahun 1999-2013. Tahun 1999 merupakan kemunculan awal istilah PSS dalam laporan Goedkoop et al [18]. Tahun 2013 merupakan tahun saat penelitian dilaksanakan. Literatur yang terkumpul kemudian disaring untuk mendapatkan literatur yang benar-benar relevan. Proses ini menghasilkan 28 literatur yang kemudian dianalisis secara cermat. Hasil analisis kemudian disaring kembali untuk memperoleh jenis jasa bersifat product-oriented dan use-oriented yang cocok diterapkan pada perusahaan manufaktur yang bersifat B2B. Ringkasan hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Referensi jasa untuk framework usulan Jenis Jasa Sumber Leasing/ rental produk [5] [17] [18] [19] [20] [21] [22] Jasa perawatan dan perbaikan [5] [17] [18] [19] [21] [22] [24] Pelatihan staff atau operator [5] [17] [18] [19] [22] Konsultansi (seperti: jenis produk yang cocok, penilaian dan re- [17] [18] [19] [21] [22] desain proses, layout, dukungan teknis dan learning center) End-of-life management (Take-back, remanufacturing dan reuse) [17] [19] [21] Optimalisasi performansi melalui sistem kendali dan monitoring [5] [17] [22] [23] [24] yang terintegrasi Jasa instalasi peralatan [5] [10] [17] [18] [19] Pasokan komponen dan bahan habis pakai [10] [17] [19] [21] Garansi produk [18] [19] [21] Bantuan pelaksanaan usaha (pengurusan izin, bantuan finansial, [18] [19] dan sebagainya) Spesialisasi produk sesuai keinginan konsumen [20] [22] Penyediaan operator bagi produk [5] Penyediaan service center [22]
Berry Yuliandra, Adlina Safitri Helmi, Pengembangan framework ...
II-223
Seminar Nasional Teknik Industri BKSTI 2014
Untuk mempermudah pembandingan antara hasil penilaian dengan Referensi Jasa dapat dilakukan analisis lebih lanjut terhadap penyebab kriteria yang memiliki nilai terendah. Analisis dapat dilakukan dengan menggunakan Fishbone Diagram. Contoh kasus digunakan untuk mendemonstrasikan framework yang diusulkan. 4.
CONTOH KASUS
PT. X merupakan produsen Tubing Machine yang digunakan untuk memproduksi kantong semen. Model bisnis PT. X masih bersifat product-oriented, oleh karena itu pendekatan praktis untuk mengimplementasikan PSS dalam model bisnis PT. X adalah menambahkan jasa pendukung bagi produknya. Untuk menentukan jasa pendukung yang tepat digunakan framework usulan.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total
PMC (jam) 22,50 14,00 6,00 3,00 4,00 20,00 10,00 16,92 96,42
2. Perhitungan Breakdown Time Breakdown time merupakan waktu yang hilang akibat gangguan internal seperti gangguan proses dan mekanik. Rekapitulasi breakdown time dapat dilihat pada Tabel 3. 3. Perhitungan Operating Time Operating time merupakan waktu operasi cutting unit aktual. Operating time = PPT β Breakdown Time = 6.888,85 jam - 1.475,71 jam = 5.413,14 jam 4. Perhitungan Availability ππππππ‘πππ π‘πππ Availability = πππ
II-224
5.413,14 jam
6.888,85 jam
Penilaian efektifitas Tubing Machine dilakukan menggunakan tiga kriteria, yaitu availability ratio, performance ratio dan quality ratio. Perhitungan availability dilakukan dengan langkah-langkah berikut: 1. Perhitungan Planned Production Time Planned Production Time (PPT) merupakan waktu operasi bersih dari Tubing Machine. Perhitungan dilakukan dengan pengurangan total jam kerja dengan jam henti (waktu standby dan gangguan lain). Data terkait penggunaan Tubing Machine adalah sebagai berikut: Total jam kerja per hari = 24 jam Hari kerja setahun = 365 hari Total jam kerja = 365 hari x 24 jam = 8.760 jam Rekapitulasi jam henti Tubing Machine dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Rekapitulasi Jam Henti Cutting Unit PLN Pekerja Setup Alat Proses (jam) (jam) (jam) (jam) (jam) 1,73 19,50 22,57 56,58 39,69 2,33 17,75 29,67 59,34 31,49 1,58 12,59 20,50 36,58 57,68 0,92 34,00 30,92 63,74 33,75 2,33 35,00 25,42 58,33 26,75 2,25 39,00 23,50 70,83 32,92 0,25 42,83 30,25 39,59 24,25 23,50 24,50 124,41 35,76 3,75 14,50 53,74 35,51 18,00 30,00 107,58 6,50 0,58 35,00 24,44 39,55 21,01 0,67 38,00 22,75 61,99 26,59 12,64 318,92 299,02 772,26 371,90
PPT = Total jam kerja β Jam Henti = 8.760 jam β 1.871,15 jam = 6.888,85 jam
=
4.1 Penilaian Efektifitas Tubing Machine
Γ 100% = 78,58%
Standby (jam) 0,00
Total (jam) 162,57 154,58 134,92 166,33 151,83 188,50 147,17 208,17 107,50 162,08 137,50 150,00 1.871,15
Tabel 3 Rekapitulasi Breakdown Time Cutting Unit No. Bulan Breakdown Time (jam) 1. Januari 117,50 2. Februari 110,91 3. Maret 108,42 4. April 132,41 5. Mei 122,41 6. Juni 145,00 7. Juli 106,92 8. Agustus 183,67 9. September 93,00 10. Oktober 132,08 11. November 96,14 12. Desember 127,25 Total 1.475,71 Perfornance ratio dihitung berdasarkan tingkat kecepatan operasi dan waktu bersih operasi. Tingkat kecepatan operasi merupakan rasio volume produksi aktual dengan volume produksi ideal. Volume
Berry Yuliandra, Adlina Safitri Helmi, Pengembangan framework ...
Seminar Nasional Teknik Industri BKSTI 2014
produksi ideal diperoleh dari jumlah produksi kantong semen tertinggi. Data produksi kantong dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 5 Rekapitulasi Data Kantong Rusak Jumlah Kantong Rusak No. Bulan (lembar) 1. Januari 60.226 2. Februari 93.294 3. Maret 30.422 4. April 46.938 5. Mei 39.236 6. Juni 65.499 7. Juli 38.868 8. Agustus 62.833 9. September 32.741 10. Oktober 29.813 11. November 87.933 12. Desember 86.666 Total 674.469
Tabel 4 Rekapitulasi Data Produksi Kantong No. Bulan Jumlah Produksi (lembar) 1. Januari 7.407.286 2. Februari 7.141.294 3. Maret 6.684.927 4. April 6.206.938 5. Mei 7.207.296 6. Juni 5.101.499 7. Juli 7.069.318 8. Agustus 5.858.833 9. September 7.549.041 10. Oktober 6.349.813 11. November 7.017.953 12. Desember 6.974.666 Total 80.568.864
Rekapitulasi nilai untuk masing-masing kriteria adalah sebagai berikut: Availability ratio = 78,58% Performance ratio = 88,94% Quality ratio = 99,16%
Volume produksi aktual = 80.568.864 lembar Volume produksi ideal = Jumlah produksi tertinggi x 12 bulan = 7.549.041 lembar x 12 bulan = 90.588.492 lembar Performance ratio =
ππππ’ππ πππππ’ππ π πππ‘π’ππ ππππ’ππ πππππ’ππ π πππππ 80.568.864
4.2 Penetapan Penawaran Jasa Purna Jual Berdasarkan hasil penilaian yang dijelaskan dalam sub bab 4.1, diketahui bahwa kriteria dengan nilai terendah adalah availability. Penyebab utama dari rendahnya availability ini adalah waktu tunggu mesin. Analisis lebih lanjut menggunakan Fishbone Diagram menunjukkan berbagai penyebab dari terjadinya waktu tunggu tersebut. Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 2. Berbagai penyebab tersebut merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan oleh PT. X dalam menyediakan jasa terkait Tubing Machine. Jasa yang tepat dapat dipilih dari Referensi Jasa. Perbandingan antara serangkaian penyebab dan Referensi Jasa dapat dilihat pada Tabel 6.
x 100%
= 90.588.492 x 100% = 88,94%
Quality ratio menggambarkan jumlah output yang dapat diterima, berdasarkan volume produksi aktual dan jumlah produk cacat. Rekapitulasi data jumlah kantong rusak dapat dilihat pada Tabel 5. π½π’πππβ πππππ’π π¦πππ ππππ Quality ratio = x 100% ππππ’ππ πππππ’ππ π πππ‘π’ππ π.πππππ’ππ π πππ‘π’ππβπππππ’π πππππ‘
=
π£πππ’ππ πππππ’ππ π πππ‘π’ππ 80.568.864β674.469
= 80.568.864 = 99,16%
x 100%
x 100%
Metode
Material Lem kurang rekat
Cat kurang kental
Penerapan SOP Belum maksimal
Setup kurang sempurna
Benang jahit Kurang kuat
Bahan baku Kertas kraft Kurang bagus
Waktu Henti Tubing Machine Operator Kurang terlatih
Kejenuhan Dan Keletihan operator
Usia mesin Sudah tua
Kantong terjepit
Alat penghitung Kantong kurang sensitif
Kondisi operator Kurang fit Tube penuh
Manusia
Mesin
Gambar 2 Fishbone Diagram Penyebab Waktu Henti pada Tubing Machine
Berry Yuliandra, Adlina Safitri Helmi, Pengembangan framework ...
II-225
Seminar Nasional Teknik Industri BKSTI 2014
Lem kurang rekat Bahan baku kertas kraft kurang bagus Benang jahit kurang kuat Cat kurang kental Setup kurang sempurna Penerapan SOP belum maksimal Kejenuhan dan keletihan operator Kondisi operator kurang fit Operator kurang terlatih Usia mesin sudah tua Alat penghitung kantong kurang sensitif Tube penuh Kantong Terjepit
Hasil perbandingan menunjukkan bahwa jasa yang tepat untuk ditawarkan oleh PT. X adalah pengadaan komponen dan bahan habis pakai, optimalisasi performansi tubing machine melalui sistem kendali dan monitoring yang terintegrasi, pelatihan operator atau penyediaan operator bagi tubing machine, jasa perawatan dan perbaikan, konsultansi serta end-of-life management. 5.
X X X
Penyediaan Service Center
Penyediaan operator bagi produk
Spesialisasi produk
Bantuan pelaksanaan usaha
Garansi produk
Jasa instalasi peralatan
Optimalisasi performansi
Pasokan komponen & bahan habis pakai
X
X X
X X
X X
X
[4]
[5]
[6]
II-226
X X X
DAFTAR PUSTAKA [1] Lay, G., Copani, G., Jager, A. dan Biege, S., βThe Relevance of Service in European Manufacturing Industriesβ, Journal of Service Management, Vol. 21, No. 5, pp.715-726, 2010 [2] Morelli, N., βDesigning Product/Service Systems: A Methodological Explorationβ, Design Issues, Vol. 18, No. 3, pp. 3-17, 2002 [3] Tan, A.R., McAloone, T.C. dan Gall, C., βProduct/Service-System Development β An Explorative Case Study In A Manufacturing Companyβ, Paper dipresentasikan pada International Conference On Engineering
End-of-life management
X X X X
KESIMPULAN
Framework usulan yang dikembangkan terdiri atas dua tahapan utama, yaitu Penilaian efektifitas produk dan Penetapan penawaran jasa. Uji coba pada contoh kasus menunjukkan bahwa framework yang diusulkan bisa digunakan untuk menentukan jasa yang tepat.
Konsultansi
Pelatihan staff atau operator
Jasa perawatan dan perbaikan
Sistem Leasing / rental produk
Tabel 6 Perbandingan Penyebab Waktu Henti dengan Referensi Jasa
[7]
[8]
X
X
Design, ICEDβ07, 28-31 Agustus, Cite des Sciences et de L'industrie, Paris, France, 2007 Baines, T.S., Lightfoot, H., Steve, E., Neely, A., Greenough, R., Peppard, J., Roy, R., Shehab, E., Braganza, A., Tiwari, A., Alcock, J., Angus, J., Bastl, M., Cousens, A., Irving, P., Johnson, M., Kingston, J., Lockett, H., Martinez, V., Michele, P., Tranfield, D., Walton, I. dan Wilson, H., βState-of-the-Art In Product Service-Systemsβ, Journal of Engineering Manufacture, Part B, pp. 15431551, 2007 Cook, M., Maggs, H., Neame, C. dan Lemon, M., βService Orientated Product Innovation for Improved Environmental Performance: An Exploratory Case Study of the Air Conditioning and Cooling Sectorβ, Environmental Sciences, Vol. 3, No. 3, pp. 193-206, 2006 Tukker, A., βEight Types of ProductβService System: Eight Ways to Sustainability? Experiences from SusProNetβ, Business Strategy and the Environment, Vol. 13, Issue 4, pp.246-260, 2004 Yuliandra, B., Sutanto, A. dan Hadiguna, R.A., βAntara Desain dan Product-Service Systems: Suatu Tinjauan Literaturβ, Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 12, No. 1, pp. 335-342, 2013 Hara, T., Arai, T. dan Shimomura, Y., βA CAD System for Service Innovation: Integrated Representation of Function, Service Activity, and Product Behaviourβ, Journal of
Berry Yuliandra, Adlina Safitri Helmi, Pengembangan framework ...
Seminar Nasional Teknik Industri BKSTI 2014
Engineering Design, Vol. 20, No. 4, pp. 367388, 2009 [9] Kimita, K., Akasaka, F., Hosono, S. dan Shimomura, Y., βDesign Method for Concurrent PSS Developmentβ dalam Proceedings of the 2nd CIRP IPS2 Conference, LinkΓΆping, Sweden, pp. 283-290, 2010 [10] Maussang, N., Zwolinski, P. dan Brissaud, D., βA Representation of a Product-Service System During its Design Phase β A Case Study of a Helium Liquefierβ dalam Proceedings of the 13th CIRP International Conference On Life Cycle Engineering, International Institution for Production Engineering Research (CIRP), Leuven, Belgium, pp. 555-562, 2006 [11] Maussang, N., Zwolinski, P. dan Brissaud, D. βProduct-Service System Design Methodology: From the PSS Architecture Design to the Products Specificationsβ, Journal of Engineering Design, Vol. 20, No. 4, pp. 349366, 2009 [12] Ericson, Γ
., Bertoni, M. dan Larsson, T., βNeeds and Requirements β How TRIZ may be Applied in Product-Service Developmentβ, Paper dipresentasikan pada 2nd Nordic Conference on Product Lifecycle Management β NordPLMβ09. 28-29 Januari. GΓΆteborg, Sweden, 2009 [13] Chen, J. L. dan Li, H-C., βInnovative Design Method of Product Service System by Using Case Study and TRIZ Methodβ dalam Proceedings of the 2nd CIRP IPS2 Conference, LinkΓΆping, Sweden, pp. 299-305, 2010 [14] Kim, K-J., Lim, C-H., Lee, J., Lee, D-H., Hong, Y.S. dan Park, K-T., βGeneration of Concepts for Product-Service Systemβ, Proceeding of the 2nd CIRP IPS2 Conferences 2010, LinkΓΆping, Swedia, 14-15 April, pp. 203-209, 2010 [15] Betrianis, βPengukuran Nilai Overall Equipment Efectiveness sebagai Dasar Usaha Perbaikan Proses Manufaktur pada Lini Produksiβ, Jurnal Teknik Industri, Vol. 7, No. 2, pp. 91-100, 2005 [16] Nakajima, S., βTPM Development Program: Implementing Total Productive Maintenanceβ, Productivity Press Cambridge, Massachusets, 1989 [17] White, A.L., Stoughton, M. dan Feng, L., βServicizing: The Quiet Transition to Extended Product Responsibilityβ, U.S. Environmental Protection Agency, Office of Solid Waste, 1999 [18] Goedkoop, M.J., van Halen, C.J., te Riele, H.R.M. dan Rommens, P.J.M., βProduct Service Systems, Ecological and Economic Basicsβ, Dutch ministries of Environment (VROM) and Economic Affairs (EZ), The report No. 1999/36, 1999
[19] Mont, O., βProduct-Service Systemsβ, The International Institute of Industrial Environmental Economics (IIIEE), AFRREPORT 288, 2000 [20] Sundin, E., Lindahl, M., Comstock, M., Shimomura, Y. dan Sakao, T., βIntegrated Product and Service Engineering Enabling Mass Customizationβ, paper dipresentasikan pada 19th International Conference on Production Research. 29 Juli β 2 Agustus, Valparaiso, Chile, 2007 [21] Sundin, E., Lindahl, M., Ijomah, W., βProduct Design for Product/Service Systems: Design Experiences from Swedish Industryβ, Journal of Manufacturing Technology Management, Vol. 20, No. 5, pp. 723 β 753, 2009 [22] Bandinelli, R. dan Gamberi, V., βServitization in Oil and Gas Sector: Outcomes of A Case Study Researchβ, Journal of Manufacturing Technology Management, Vol. 23, No. 1, pp. 87-102, 2012 [23] Wallin, J. dan Kihlander, I., βEnabling Product-Service System Development Using Creative Workshops: Experiences from Industry Casesβ dalam DESIGN 2012: Proceeding of the International Design Conference-, The Design Society, Dubrovnik, Croatia, pp. 321-330, 2012 [24] Tan, A.R., Matzen, D., McAloone, T. dan Evans, S., βStrategies for Designing and Developing Services for Manufacturing Firmsβ, Proceeding of the 1st CIRP Industrial Product-Service Systems (IPS2) Conference, Cranfield University, Bedford, England, pp. 200-206, 2009
Berry Yuliandra, Adlina Safitri Helmi, Pengembangan framework ...
II-227