PENGEMBANGAN BIOGAS BERBAHAN BAKU KOTORAN TERNAK UPAYA MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI DI TINGKAT RUMAH TANGGA1 Oleh : Albertus Hendri Setyawan Pendahuluan Perkembangan sistem keenergian di Indonesia selama ini menunjukkan bahwa sumber daya energi fosil masih menjadi penopang utama sumber energi dalam memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri. Energi fosil yang menjadi andalan adalah minyak bumi, gas bumi, dan batubara. Selama puluhan tahun, minyak bumi mendominasi penyediaan dan pemanfaatan energi final di dalam negeri berupa bahan bakar minyak (BBM) dan listrik. BBM dan listrik merupakan bentuk energi final yang sangat penting peranannya dalam aktivitas di sektor industri, sektor transportasi, maupun sektor rumah tangga. Menipisnya cadangan minyak bumi di dalam negeri dan meningkatnya konsumsi BBM di dalam negeri telah mengantarkan Indonesia menjadi negara net oil importir sejak tahun 2004. Kondisi demikian menyebabkan Indonesia tidak dapat lagi menggantungkan penyediaan energi bersumber dari minyak bumi karena harga minyak mentah dunia sangat fluktuatif sehingga dapat menguras devisa negara dan mengancam ketahanan energi nasional. Menipisnya cadangan minyak bumi di dalam negeri, berfluktuasinya harga minyak mentah dunia, dan tersedianya potensi energi alternatif yang beragam di dalam negeri menjadi beberapa pertimbangan yang melatarbelakangi perlunya pengembangan energi alternatif di dalam negeri. Namun saat ini, porsi energi alternatif yang dikembangkan masih bertumpu pada energi fosil, yaitu meningkatkan penyediaan dan pemanfaatan gas bumi dan batubara sebagaimana yang diisyaratkan dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Sementara itu, pengembangan energi alternatif terbarukan dan bersifat ramah lingkungan masih mendapatkan porsi yang relatif kecil meskipun porsinya telah mengalami peningkatan.
1
Makalah disusun dalam rangka tugas akhir mata kuliah Ketahanan Energi dalam Pembangunan, di Magister Studi Pembangunan Institut Teknologi Bandung (ITB), tahun 2010.
1
Gambar 1. Blue Print Kebijakan Energi Nasional Berdasarkan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional
Energi tidak dapat dilepaskan dari isu lingkungan. Isu lingkungan yang sedang mengemuka di tataran global saat ini adalah pemanasan global dan perubahan iklim. Pengembangan energi alternatif terbarukan dan ramah lingkungan merupakan hal yang sangat relevan dengan isu energi dan isu lingkungan dewasa ini. Hal ini dikarenakan sektor energi sangat terkait dengan lingkungan dimana sektor energi dapat memberikan dampak terhadap lingkungan, mulai dari produksi energi sampai dengan pemanfaatan energi semuanya memberikan kontribusi terhadap perubahan lingkungan. Pengembangan energi alternatif terbarukan yang bersifat ramah lingkungan dan tersedia di tingkat lokal dapat menjadi instrumen yang bermanfaat ganda, yaitu mampu mengurangi kebergantungan kepada energi fosil, mewujudkan keberlanjutan lingkungan, dan menyediakan energi yang mudah diakses oleh masyarakat lokal baik secara kuantitas, kualitas, maupun daya beli. Terdapat banyak energi alternatif terbarukan yang bersifat ramah lingkungan dan tersedia di tingkat lokal yang dapat dikembangkan, salah satu di antaranya adalah biogas yang bersumber dari kotoran ternak yang dapat dikembangkan di rumah tangga peternak. Nantinya pengembangan biogas dapat diintegrasikan dengan kegiatan peternakan dan pertanian setempat sehingga keseluruhan aktivitas tersebut dapat saling bersinergi.
2
Potensi Pengembangan Biogas di Indonesia Indonesia memiliki potensi peternakan yang sangat besar yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Ternak yang diusahakan beraneka ragam, antara lain sapi perah, sapi potong, kerbau, kuda, kambing, domba, babi, ayam buras, ayam ras pedaging, ayam ras petelur, itik, dan sebagainya. Data statistik menunjukkan bahwa perkembangan populasi berbagai jenis ternak di Indonesia memiliki trend yang meningkat. Tabel 1. Populasi Ternak di Indonesia Tahun 2000 – 2008 (dalam Ribu Ekor) Jenis Ternak
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Sapi potong
11.108
11.137
11.298
10.504
10.533
10.569
10.875
11.515
11.869
354
347
358
374
364
361
369
374
408
2.405
2.333
2.403
2.459
2.403
2.128
2.167
2.086
2.192
412
422
419
413
397
387
398
401
411
12.566
12.464
12.549
12.722
12.781
13.409
13.790
14.470
15.806
Sapi perah Kerbau Kuda Kambing Domba
7.427
7.401
7.641
7.811
8.075
8.327
8.980
9.514
10.392
Babi
5.357
5.369
5.927
6.151
5.980
6.801
6.218
6.711
7.376
259.257
268.039
275.292
277.357
276.989
278.954
291.085
272.251
290.803
69.366
70.254
78.039
79.206
93.416
84.790
100.202
111.489
116.474
530.874
621.870
865.075
847.744
778.970
811.189
797.527
891.659
1.075.885
29.035
32.068
46.001
33.863
32.573
32.405
32.481
35.867
36.931
Ayam buras Ayam ras petelur Ayam ras pedaging Itik
Sumber : http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=24¬ab=12
Dengan adanya program mewujudkan swasembada daging pada tahun 2014 di Indonesia oleh Kementerian Pertanian, maka populasi ternak penghasil daging diproyeksikan akan terus meningkat di masa-masa mendatang guna mencapai swasembada daging yang ditargetkan oleh pemerintah. Peningkatan populasi ternak tentunya tidak hanya berimplikasi pada peningkatan produksi daging, tetapi juga peningkatan produk samping yaitu kotoran ternak yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pengembangan biogas. Kondisi ini sangat mendukung ketersediaan bahan baku biogas secara kontinu dalam jumlah yang cukup untuk memproduksi biogas. Biogas dapat dipertimbangkan sebagai energi alternatif terbarukan yang dapat dikembangkan di Indonesia karena di samping potensi sumber daya ternak yang besar, sebagian besar masyarakat Indonesia masih mengandalkan sektor pertanian dan peternakan sebagai penggerak perekonomian. Rumah tangga peternak di Indonesia terbilang cukup besar. Dengan demikian, apabila biogas dapat dikembangkan dengan sukses, maka akan banyak masyarakat peternak yang mendapatkan manfaat dari biogas ini. Di samping itu, pemanfaatan biogas akan mengurangi dan menghemat pemanfaatan energi fosil yang ketersediaannya di Indonesia semakin terbatas apabila jumlah rumah tangga peternak di Indonesia yang cukup 3
besar telah mengalihkan sebagian pemenuhan kebutuhan energinya dari energi fosil ke biogas. Jika diversifikasi energi tersebut terjadi, maka akan memberikan keuntungan bagi pemerintah berupa penurunan subsidi BBM sehingga anggaran pemerintah dapat dialokasikan untuk mengembangkan energi terbarukan lainnya. Tabel 2 berikut menyajikan data mengenai jumlah rumah tangga peternak beberapa jenis ternak di Indonesia berdasarkan sensus pertanian tahun 2003, tetapi belum memasukkan seluruh rumah tangga peternak. Namun data tersebut telah menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga peternak di Indonesia pada tahun 2003 cukup besar dan diperkirakan jumlahnya sudah meningkat pada tahun 2010 ini. Tabel 2. Jumlah Rumah Tangga Peternak Beberapa Jenis Ternak di Indonesia Berdasarkan Sensus Pertanian Tahun 2003 Jenis Ternak
Jumlah Rumah Tangga Peternak (Rumah Tangga) 4.572.766 118.752 450.605 3.465.721 920.169 9.528.013
Sapi potong Sapi perah Kerbau Kambing Domba Jumlah Sumber : http://ditjennak.go.id/bank%5CTabel_10_3.pdf
Biogas dari Kotoran Ternak Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Pada umumnya hampir semua jenis bahan organik dapat diolah menjadi biogas, antara lain kotoran dan urin hewan, kotoran manusia, sampah organik, sisa proses pembuatan tahu, dan sebagainya. Terkait dengan pengembangan biogas di rumah tangga peternak, maka bahan organik yang dapat dipergunakan adalah kotoran ternak, baik sapi, kambing, ayam, babi, dan lainnya. Biogas mengandung beberapa gas dengan komposisi sebagaimana ditunjukkan pada tabel 3. Tabel 3. Komposisi Gas dalam Biogas Jenis Gas
Volume (%) 40 – 70 30 – 60 0–1 0–3
Metana (CH4) Karbondioksida (CO2) Hidrogen (H2) Hidrogen Sulfida (H2S) Sumber : Rahayu dkk. (2009)
4
Berdasarkan komposisi gas dalam biogas, terlihat bahwa metana (CH4) adalah gas yang memiliki kandungan paling tinggi dalam biogas. Metana inilah yang dimanfaatkan sebagai sumber energi. Metana termasuk gas yang menimbulkan efek rumah kaca yang menyebabkan terjadinya fenomena pemanasan global. Demikian pula dengan karbondioksida yang juga termasuk ke dalam gas rumah kaca. Metana memiliki dampak terhadap terjadinya efek rumah kaca 20 kali lebih tinggi dibandingkan karbondioksida. Pengurangan metana secara lokal dengan memanfaatkannya sebagai biogas dapat berperan positif dalam upaya mengatasi persoalan lingkungan global, yaitu efek rumah kaca yang berakibat pada pemanasan global dan perubahan iklim global. Pada umumnya peternak menangani limbah secara sederhana, yaitu membuat kotoran ternak menjadi kompos maupun menyebarkan secara langsung di lahan pertanian. Pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas diharapkan dapat memberikan nilai tambah pada usaha peternakan. Penggunaan biogas memiliki keuntungan ganda, yaitu gas metana yang dihasilkan dapat berfungsi sebagai sumber energi, sedangkan limbah cair dan limbah padat yang dihasilkan dapat digunakan sebagai pupuk organik. Potensi produksi biogas dari beberapa kotoran ternak ditunjukkan pada tabel 4. Sementara itu, produksi kotoran dari beberapa jenis ternak ditunjukkan pada tabel 5. Tabel 4. Potensi Produksi Biogas dari Berbagai Kotoran Ternak Produksi Biogas per Kg Kotoran (m3) 0,010 – 0,031 0,020 – 0,035 0,023 – 0,040 0,040 – 0,059 0,065 – 0,116
Kotoran Ternak Domba/kambing Kuda Sapi/kerbau Babi Ayam Sumber : Wahyuni (2008) dan Suyitno dkk. (2010)
Tabel 5. Bobot Ternak dan Produksi Kotoran Beberapa Jenis Ternak Jenis Ternak Sapi potong Sapi perah Ayam petelur Ayam pedaging Babi dewasa Domba
Bobot Ternak (Kg/Ekor) 520 640 2 1 90 40
Sumber : United Nations (1984) dalam Wahyuni (2008)
5
Produksi Kotoran (Kg/Hari) 29 50 0,1 0,06 7 2
Pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber energi, tidak mengurangi jumlah pupuk organik yang bersumber dari kotoran ternak. Hal ini karena pada pembuatan biogas, kotoran ternak yang sudah diproses dikembalikan ke kondisi semula karena yang diambil hanya gas metana yang digunakan sebagai bahan bakar. Teknologi Pembuatan Biogas Secara teknologis, prinsip pembuatan biogas adalah memanfaatkan gas metana –gas yang mudah terbakar – yang terdapat di dalam kotoran sapi sebagai bahan bakar, terutama untuk konsumsi rumah tangga. Untuk itu, selain diperlukan adanya ternak sebagai pemasok kotoran, juga diperlukan sarana penampungan kotoran itu agar dapat berproses menghasilkan gas metana. Tangki penampung kotoran hewan yang digunakan sebagai tempat pembentukan biogas disebut digester. Di dalam digester yang tertutup rapat, kotoran ternak diencerkan dengan air. Hal ini dilakukan untuk mempercepat proses keluarnya gas dari kotoran ternak. Dengan memanfaatkan tekanan gas di dalam digester, gas metana yang terbentuk dialirkan ke penampungan gas. Tempat penampungan gas dapat berupa kantong plastik berukuran besar, tetapi ada pula berbentuk tabung dari fiberglass. Dari tempat penampungan ini, gas metana dapat dialirkan langsung melalui pipa menuju kompor yang ada di dapur. Instalasi biogas dapat dibuat dengan teknologi sederhana yang akan mampu dikuasai oleh rumah tangga peternak atau masyarakat setempat setelah sebelumnya diberikan sosialisasi dan pelatihan dalam membuat instalasi biogas. Instalasi inti biogas meliputi : a. digester (reaktor biogas), berfungsi untuk menampung material organik (dalam hal ini kotoran ternak) dan sebagai tempat terjadinya proses penguraian material organik menjadi biogas; b. penampung biogas, berfungsi untuk menampung biogas yang dihasilkan dari digester; c. pipa saluran gas, berfungsi untuk mengalirkan biogas yang dihasilkan dari digester; d. katup pengaman tekanan, berfungsi untuk mengamankan digester dari lonjakan tekanan biogas yang berlebihan dimana bila tekanan biogas dalam tempat penampung gas melebihi tekanan yang diijinkan maka biogas akan dibuang ke luar. Digester terdiri dari tiga komponen utama sebagai berikut. a. Saluran pemasukan (inlet) Saluran ini digunakan untuk memasukkan campuran kotoran ternak dan air ke dalam ruang fermentasi.
6
b. Ruang digestion (ruang fermentasi) Ruang fermentasi berfungsi sebagai tempat terjadinya proses fermentasi yang menghasilkan biogas. Ruang ini dibuat kedap terhadap udara. c. Saluran pembuangan (outlet) Saluan ini digunakan untuk mengeluarkan kotoran/residu dari digester yang telah mengalami proses fermentasi oleh bakteri. Residu sudah tidak mengandung biogas. Residu yang keluar pertama kali adalah kotoran yang pertama kali dimasukkan melalui saluran pemasukan.
Gambar 2. Instalasi Biogas
Dari segi kontruksi, digester dibedakan menjadi dua sebagai berikut. a. Fixed dome (kubah tetap) Digester jenis ini dinamakan kubah tetap karena bentuknya menyerupai kubah dan mempunyai volume yang tetap. Seiring dengan dihasilkannya biogas, terjadi peningkatan tekanan gas dalam digester. Oleh karena itu, dalam konstruksi digester jenis kubah tetap, gas yang terbentuk akan segera dialirkan ke pengumpul gas di luar reaktor. Indikator produksi gas dapat dilakukan dengan memasang indikator tekanan. b. Floating dome (kubah terapung) Pada digester jenis ini terdapat bagian yang dapat bergerak seiring dengan kenaikan tekanan gas dalam digester. Pergerakan bagian kubah dapat dijadikan indikasi bahwa produksi biogas sudah dimulai atau sudah terjadi. Bagian yang bergerak tadi berfungsi sebagai pengumpul gas.
7
Gambar 3. Digester Kubah Tetap
Gambar 4. Digester Kubah Terapung
Gambar 5. Penampung Biogas yang Terbuat dari Plastik
Digester dapat dibuat dari berbagai macam bahan. Bahan-bahan yang umum digunakan, antara lain batu bata/semen/beton, fiber, plastik, dan drum. Digester yang terbuat dari fiber dan plastik saat ini telah banyak disediakan oleh produsen sehingga pemasangan instalasi biogas menjadi lebih praktis tanpa harus dilakukan pembuatan digester lagi.
Gambar 6. Digester Biogas yang Dibuat dari Fiber, Plastik, dan Semen
Proses pengolahan kotoran ternak dalam digester akan menghasilkan biogas, residu padat, dan residu cair. Biogas ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan bahar memasak di rumah tangga. Sementara itu, residu padat dapat diolah menjadi pupuk organik padat dan residu cair diolah menjadi pupuk organik cair. Pupuk organik yang berasal dari residu fermentasi kotoran
8
ternak menjadi biogas ini kaya akan unsur hara sehingga sangat baik diaplikasikan untuk pemupukan pada lahan-lahan pertanian.
Gambar 7. Residu Pengolahan Biogas
Gambar 8. Pupuk Organik Hasil Pengolahan Residu
Diagram proses produksi biogas dan pemanfaatannya ditunjukkan pada gambar 9 berikut. Kotoran ternak + air
Bak penampungan sementara
Digester
Biogas
Residu/ampas
Pengolahan residu Rumah tangga untuk memasak
Pupuk organik padat
Pupuk organik cair
Pertanian Gambar 9. Proses Produksi Biogas dan Pemanfaatannya Keterangan : : Input : Proses : Output : Pemanfaatan 9
Biogas dan Ketahanan Energi Memasak merupakan aktivitas rutin yang dilaksanakan oleh sebagian besar rumah tangga. Energi final yang dahulu lazim dimanfaatkan oleh sebagian besar rumah tangga untuk menjalankan aktivitas memasak adalah minyak tanah. Dengan dicabutnya subsidi terhadap minyak tanah oleh pemerintah, maka minyak tanah tidak lagi menjadi energi yang harganya terjangkau bagi masyarakat kecil. Sebagai substitusi terhadap minyak tanah, pemerintah telah melaksanakan program berupa konversi minyak tanah ke LPG. Bagi masyarakat yang kurang mampu, pemerintah memberikan subsidi terhadap LPG dengan ukuran tabung 3 kg. LPG 3 kg ini terbilang murah dibandingkan minyak tanah yang saat ini harganya telah melambung menjadi Rp 8.000 per liter. Sementara itu, LPG ukuran 3 kg yang harganya sekitar Rp 14.000/tabung kurang lebih dapat dimanfaatkan untuk memasak selama satu minggu. Bagi rumah tangga peternak, biogas dapat menjadi energi alternatif yang dapat dimanfaatkan dalam aktivitas rumah tangga, terutama memasak. Meskipun tersedia LPG subsidi yang cukup terjangkau, pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas dapat menjadi pilihan energi yang lebih ekonomis bagi rumah tangga peternak. Investasi pembuatan instalasi biogas relatif mahal, namun hal tersebut masih lebih ekonomis dibandingkan pemanfaatan minyak tanah atau LPG sebagai sumber energi di rumah tangga. Pada tabel 6 berikut ini ditunjukkan komparasi biaya penggunaan bahan bakar minyak tanah, LPG subsidi, dan biogas di tingkat rumah tangga.
Gambar 10. Kompor Biogas
10
Tabel 6. Komparasi Biaya Penggunaan Bahan Bakar Minyak Tanah, LPG Subsidi, dan Biogas di Tingkat Rumah Tangga Jenis Bahan Bakar
Harga Bahan Bakar
Periode Penggunaan
Biaya Bahan Bakar per Hari
Biaya Bahan Bakar per Tahun
Biaya Peralatan
Jenis Peralatan
Minyak Tanah
Rp 8.000/liter
2 liter/hari
Rp 16.000
Rp 5.840.000
Rp 50.000
Kompor
LPG subsidi 3 kg
Rp 14.000/ tabung
1 tabung/ 7 hari
Rp 2.000
Rp 730.000
Rp 200.000
Kompor gas
Biogas opsi 1
-
-
-
-
Rp 3.000.000*
Biogas opsi 2
-
-
-
-
Rp 1.500.000*
Digester biogas dari fiber** (asumsi umur ekonomis = 10 tahun) Digester biogas dari plastik*** (asumsi umur ekonomis = 4 tahun)
Keterangan : *
: hasil pengamatan penulis ke produsen instalasi biogas Cipta Tani Lestari di Kampung Lapan, Desa Cikole, Kecamatan Lembang;
** : digester biogas untuk jumlah pengguna 1 rumah tangga ukuran 2,5 m3; *** : digester biogas untuk jumlah pengguna 1 rumah tangga ukuran 3 m3.
Melihat tabel 6 di atas, pemanfaatan biogas sebagai sumber energi di tingkat rumah tangga lebih ekonomis dibandingkan pemanfaatan minyak tanah maupun LPG subsidi. Pengembangan biogas hanya membutuhkan biaya investasi berupa pemasangan digester biogas yang terbuat dari fiberglass lengkap dengan segala perlengkapannya dengan biaya sebesar Rp 3.000.000 untuk masa pemakaian sepuluh tahun atau sebesar Rp 300.000 untuk per tahunnya. Dapat pula dengan melakukan pemasangan digester biogas yang terbuat dari plastik lengkap dengan segala perlengkapannya dengan biaya sebesar Rp 1.500.000 untuk masa pemakaian empat tahun atau sebesar Rp 375.000 untuk per tahunnya. Biaya investasi untuk pemasangan instalasi biogas dapat bervariasi tergantung bahan yang dipilih dan volume digester. Untuk itu dapat dipilih bahan-bahan yang terjangkau untuk pembuatan digester maupun perlengkapan lainnya, misalnya plastik atau fiberglass yang harganya relatif terjangkau. Salah satu komponen dari ketahanan energi adalah affordability, yaitu harga energi dapat terjangkau oleh masyarakat. Dengan demikian, berdasarkan aspek affordability ini biogas telah memenuhinya. Ditinjau dari aspek availability, kotoran ternak sebagai komponen utama penghasil biogas tersedia di rumah tangga peternak dimana kotoran ternak dihasilkan ternak setiap harinya. Di samping itu, kotoran ternak mudah diakses oleh rumah tangga peternak sehingga memenuhi aspek accessability. Ditinjau dari aspek acceptability, penerimaan masyarakat
11
terhadap biogas masih perlu dibangun. Aspek acceptability ini sangat penting karena pengembangan biogas harus diawali dengan penerimaan masyarakat dalam hal ini rumah tangga peternak terhadap biogas. Ada sebagian masyarakat yang merasa jijik terhadap kotoran ternak sebagai bahan baku pembuatan biogas maupun risih terhadap masakan yang dimasak dengan menggunakan biogas. Ada pula sebagian masyarakat yang hanya ingin memanfaatkan energi secara instan yang langsung tersedia sehingga kurang tertarik terhadap pengembangan biogas yang memang membutuhkan ketelatenan dalam proses pembentukan biogas, dari pemasukan kotoran ternak ke dalam digester, pengontrolan tekanan gas, hingga pengolahan residu yang keluar dari digester. Apabila sikap masyarakat telah dibangun untuk bersedia memanfaatkan potensi-potensi lokal yang ada di sekitar mereka, maka biogas dapat dikembangkan sebagai energi alternatif yang dapat dibuat secara mandiri dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Pengembangan biogas yang berbasis pada peternakan dapat memberikan nilai tambah bagi peternak. Selama ini peternak hanya mengandalkan pada daging dan anakan sebagai sumber pendapatan dari usaha peternakan. Dengan memanfaatkan kotoran ternak untuk pengembangan biogas, maka hal tersebut dapat mengurangi biaya rumah tangga peternak yaitu biaya energi. Di samping itu, pengembangan biogas dapat menghasilkan produk lain yang memiliki nilai ekonomis yaitu pupuk organik yang diolah dari residu biogas. Bagi peternak yang juga memiliki usaha pertanian, maka pupuk organik yang dihasilkan dapat mengurangi sebagian atau seluruh penggunaan pupuk kimia pada lahan pertanian. Namun bagi peternak yang tidak memiliki usaha pertanian, maka pupuk organik dapat diperdagangkan yang saat ini memiliki kisaran harga sebesar Rp 500/kg. Seiring dengan meningkatnya tren pertanian organik, maka permintaan pupuk organik ada kecenderungan mengalami peningkatan. Untuk menjalankan biogas skala rumah tangga, diperlukan kotoran ternak dari 2 – 3 ekor sapi, atau 6 ekor babi, atau 400 ekor ayam yang akan menghasilkan biogas sekitar 4 m3/hari. Biogas sebesar 4 m3/hari ini setara dengan 2,5 liter minyak tanah/hari sehingga telah mencukupi untuk aktivitas memasak sehari-hari. Kesetaraan nilai kalori biogas dibandingkan dengan bahan bakar lainnya ditunjukkan pada tabel 7 berikut.
12
Tabel 7. Kesetaraan Nilai Kalori Biogas dengan Bahan Bakar Lain Biogas
1 m3 biogas =
Bahan Bakar Lain LPG 0,46 kg Minyak tanah 0,62 liter Solar 0,52 liter Bensin 0,80 liter Gas kota 1,50 m3 Kayu bakar 3,50 kg
Sumber : Wahyuni (2008)
Implikasi Pengembangan Biogas terhadap Lingkungan Berdasarkan laporan Food and Agriculture Organization yang berjudul “Livestock’s Long Shadow : Environmental Issues and Options” yang dirilis pada bulan November 2006, dinyatakan bahwa peternakan melepaskan 9% gas karbondioksida dan 37% gas metana. Karbondioksida dan metana merupakan beberapa gas yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca yang kemudian berdampak pada terhadap pemanasan global. Terkait dengan hal tersebut, peternakan merupakan penghasil gas metana terbesar dibandingkan sektor-sektor lain. Emisi gas metana dihasilkan dari hewan ternak jenis ruminansia (memamah biak) melalui proses metanogenesis di dalam sistem pencernaan. Seekor sapi dewasa diperkirakan dapat mengemisi 80 hingga 110 kilogram metana per tahunnya. Apabila dihitung secara global, estimasi emisi gas metana dari hewan ternak ruminansia diperkirakan mencapai 65 juta hingga 85 juta ton per tahun dari emisi total gas metana global, yakni 400 juta sampai 600 juta ton per tahun. Jumlah gas metana di atmosfer masih relatif kecil yaitu sebesar 0,5% dari jumlah gas karbondioksida. Meskipun demikian, koefisiensi daya tangkap gas metana terhadap panas jauh lebih tinggi daripada gas karbondioksida. Berdasarkan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) diketahui secara molekuler efek rumah kaca gas metana 20 kali lebih kuat daripada gas karbondioksida. Situasinya sekarang, konsentrasi gas metana terus meningkat dari tahun ke tahun. Sumber gas metana 60% berasal dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia seperti eksploitasi bahan bakar fosil, aktivitas peternakan, pertanian, pembakaran biomassa dan sampah organik rumah tangga. Sisanya berasal dari sumbersumber alamiah, contohnya pembusukan bahan-bahan organik di rawa-rawa, danau, dan sungai. Dengan daya tangkap yang besar terhadap panas, maka metana menjadi gas yang memiliki kontribusi signifikan terhadap terjadinya efek rumah kaca di bumi yang kemudian
13
mendorong terjadinya pemanasan global. Pemanasan global diperkirakan sekitar 15 persennya merupakan hasil kontribusi dari gas metana. Upaya mewujudkan ketahanan energi tidak dapat dilepaskan dari isu-isu lingkungan baik lokal maupun global. Persoalan lingkungan pada tingkat lokal dari adanya peternakan adalah timbulnya pencemaran udara yang muncul dari kotoran ternak. Di beberapa tempat, ada sebagian masyarakat yang membuang kotoran ternak ke sungai sehingga menimbulkan pencemaran air. Persoalan lingkungan pada tingkat global yang sedang hangat dibicarakan dewasa ini adalah pemanasan global dan perubahan iklim sebagai pengaruh dari akumulasi gas rumah kaca. Pengembangan biogas yang berbahan baku kotoran ternak merupakan salah satu alternatif penyediaan energi di tingkat lokal, namun memiliki kontribusi terhadap pengurangan persoalan lingkungan yang bersifat lokal maupun global. Pada tingkat lokal, pengembangan biogas dapat mengurangi terjadinya pencemaran udara dan pencemaran air sungai. Pada tingkat global, pengembangan biogas memberikan kontribusi dalam mengurangi efek rumah kaca yang dilakukan melalui tiga cara sebagai berikut. a. Biogas menjadi energi yang mensubstitusi atau menggantikan bahan bakar fosil dimana penggunaan bahan bakar fosil dapat menyumbang gas-gas rumah kaca dalam jumlah yang besar. b. Metana yang dihasilkan secara alami oleh kotoran ternak yang menumpuk merupakan gas penyumbang terbesar pada efek rumah kaca, bahkan lebih besar dibandingkan karbondioksida. Penggunaan biogas dapat mengkonversi metana menjadi karbondioksida yang lebih rendah efeknya terhadap pemanasan global. Karbondioksida yang dihasilkan pun tidak sebesar karbondioksida yang dihasilkan dari bahan bakar fosil. Dengan demikian, penggunaan biogas dapat mengurangi jumlah metana di udara. c. Dengan lestarinya hutan, maka karbondioksida yang ada di udara akan diserap oleh hutan menghasilkan oksigen. Pemanfaatan limbah peternakan, khususnya kotoran ternak menjadi biogas mendukung konsep zero waste sehingga sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dapat dicapai. Konsep zero waste dapat diwujudkan dengan mengintegrasikan peternakan, pertanian, dan energi sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 10 berikut.
14
Ternak
Urin Tenak
Pupuk Organik Cair
Pakan Ternak
Kotoran Ternak
Biogas
Residu
Pupuk Organik Padat
Pupuk Organik Cair
Pertanian Limbah Pertanian Gambar 11. Konsep Zero Waste dengan Mengintegrasikan Peternakan, Pertanian, dan Energi
Edukasi Masyarakat Mengenalkan atau mensosialisasikan hal yang baru kepada masyarakat bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Anggota masyarakat memiliki karakteristik yang beragam sehingga sikap setiap anggota masyarakat terhadap hal-hal yang baru akan beragam pula. Begitu pula untuk memasyarakatkan pengembangan biogas akan membutuhkan proses karena dibutuhkan pendekatan kepada masyarakat dalam bentuk edukasi mengenai manfaat energi alternatif terbarukan yang ramah lingkungan. Selama ini masyarakat telah dimanjakan dengan penyediaan energi yang murah, meskipun di balik itu pemerintah mengalami krisis keuangan untuk dapat mengalokasikan subsidi yang begitu besar nilainya untuk dapat menyediakan energi dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat. Masyarakat saat ini memang sedang diupayakan untuk mengkonversi penggunaan minyak tanah ke LPG untuk keperluan memasak. Dengan pencabutan subsidi terhadap minyak tanah, maka minyak tanah menjadi barang mewah yang akan sulit dijangkau oleh masyarakat kecil dan mendorong masyarakat untuk menggunakan LPG yang memiliki harga yang lebih murah. Pemanjaan terhadap masyarakat hendaknya untuk segera diakhiri dan harus mulai dilakukan upaya penyadaran kepada masyarakat. Penyadaran bahwa terdapat potensi-potensi lokal yang ada di sekitar masyarakat yang dapat dikembangkan menjadi sumber energi. Belum banyak masyarakat yang tahu bahwa dari kotoran ternak dapat dihasilkan energi yang dapat menggantikan peranan energi konvensional yang selama ini mereka
15
pergunakan. Untuk mensukseskan pengembangan biogas, memang diperlukan inisiasi dari pemerintah ataupun lembaga-lembaga non pemerintah yang peduli akan pengembangan energi alternatif terbarukan yang ramah lingkungan. Upaya pengembangan biogas yang telah dilakukan oleh pemerintah, lembaga-lembaga non pemerintah, masyarakat, dan pihak-pihak lainnya selama ini perlu untuk dilanjutkan dan ditingkatkan. Kebijakan-kebijakan energi yang dikeluarkan pemerintah sedapat mungkin juga mendukung pengembangan energi terbarukan dan perlu dihindari kebijakan-kebijakan yang kontraproduktif, misalnya meningkatkan subsidi terhadap harga bahan bakar fosil. Jika kebijakan subsidi tersebut ditingkatkan dan membuat harga bahan bakar fosil lebih rendah dibandingkan harga energi terbarukan, maka dapat dipastikan pengembangan energi terbarukan akan terhenti karena tidak ada insentif bagi masyarakat untuk mengembangkannya. Penyediaan energi bagi masyarakat tidak semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah. Terdapat energi-energi yang pengembangannya memang harus dilakukan oleh pemerintah, namun terdapat pula energi-energi yang pengembangannya dapat dilakukan oleh masyarakat. Untuk itu, masyarakat perlu dilibatkan secara aktif dalam mengemban tugas ini meskipun harus melalui serangkaian proses yang panjang untuk membangun kesadaran dan kemauan untuk terlibat di dalamnya.
Penutup Pengembangan biogas merupakan salah satu bentuk solusi alternatif terhadap terjadinya krisis energi fosil di tingkat daerah maupun nasional. Apabila pengembangan biogas di berbagai daerah di Indonesia digalakkan, khususnya daerah-daerah yang kaya akan sumber daya peternakan, maka biogas ini akan menjadi energi alternatif yang terjangkau bagi masyarakat di tengah melambungnya harga minyak tanah dan LPG yang semakin tinggi. Pengembangan biogas juga dapat menjadi solusi pengelolaan kotoran peternakan yang dapat dimanfaatkan secara produktif dan dapat mengatasi persoalan-persoalan lingkungan. Biogas memiliki beberapa keunggulan dibandingkan bahan bakar fosil sehingga layak untuk dipertimbangkan sebagai pilihan energi terbarukan bagi masyarakat. Sifatnya yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan merupakan keunggulan yang dimiliki biogas dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Pengembangan biogas dapat memberikan sejumlah manfaat ganda, tidak hanya bagi masyarakat, tetapi juga bagi pemerintah dan lingkungan. Adapun manfaat pengembangan biogas sebagai berikut. a. Menyediakan energi alternatif bagi masyarakat yang dapat dibuat secara mandiri oleh masyarakat. 16
b. Menghemat pengeluaran masyarakat karena biogas dapat menggantikan peranan minyak tanah, LPG, dan kayu bakar untuk memasak. c. Meningkatkan pendapatan masyarakat dengan dihasilkannya pupuk organik yang berkualitas atau dapat menghemat biaya pembelian pupuk bagi yang memerlukannya. d. Mengurangi penggunaan bahan bakar fosil sehingga membantu menurunkan emisi gas rumah kaca dan memperlambat laju pemanasan global. e. Mengurangi penggunaan kayu bakar sehingga kelestarian hutan terjaga. f. Memperingan beban keuangan negara karena subsidi LPG dan pupuk kimia dapat berkurang. g. Menciptakan peluang-peluang usaha lain yang dapat bersinergi dengan pengembangan biogas sehingga dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat, seperti usaha pembuatan peralatan biogas, usaha pembuatan pupuk organik, peternakan cacing untuk bahan baku obat, dan usaha-usaha lainnya.
17
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Aneka Manfaat Biogas dari Kotoran Hewan. http://www.menlh.go.id/home/ index. php?option=com_content&view=article&id=4579%3Aaneka-manfaat-biogas-darikotoran-hewan&catid=43%3Aberita&Itemid=73&lang=en. Anonim. 2010. Peternakan merupakan Penghasil Metana Terbesar. http://bataviase.co.id/ node/271382. Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian. 2006. Program Bio Energi Pedesaan : Biogas Skala Rumah Tangga. Jakarta. Kurniawan, T. Konsep Ideal Pengembangan Biogas di Kawasan Argo Banten. http://riekonaicha.co.cc/2010/03/konsep-ideal-pengembangan-biogas-di-kawasanagro-banten/. Rahayu, S., Dyah Purwaningsih, dan Pujianto. 2009. Pemanfaatan Kotoran Ternak Sapi sebagai Sumber Energi Alternatif Ramah Lingkungan Beserta Aspek Sosio Kulturalnya. Inotek Volume 13 Nomor 2. FISE Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. http://journal.uny.ac.id/index.php/inotek/article/viewFile/38/13. Susilaningsih, I., Pristiawan Erik, dan Viddy Oktaviyanto. 2007. Pemanfaatan Limbah Kotoran Sapi sebagai Pengganti Bahan Bakar Rumah Tangga yang Lebih Memberikan Keuntungan Ekonomis. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang. http://student-research.umm.ac.id/index.php/pkmi/article/viewFile/8/9_umm_student_ research.pdf. Suyitno, M. Nizam, dan Dharmanto. 2010. Teknologi Biogas : Pembuatan, Operasional, dan Pemanfaatan. Graha Ilmu. Yogyakarta. Tan, C. Gas Metana, Penyebab Terbesar Pemanasan Global. http://www.alpensteel.com/ article/108-230-pemanasan-global/1591--gas-metana-penyebab-terbesar-pemanasanglobal.html. Wahyuni, Sri. 2008. Biogas. Penebar Swadaya. Jakarta. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=24¬ab=12. http://ditjennak.go.id/bank%5CTabel_10_3.pdf.
18