TESIS
PENGATURAN HAK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI BAGI TERPIDANA (Terkait Dikabulkannya Upaya Hukum Peninjauan Kembali Jaksa/Penuntut Umum)
OLEH :
Ida Bagus Djagra 1090561066
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
TESIS
PENGATURAN HAK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI BAGI TERPIDANA (Terkait Dikabulkannya Upaya Hukum Peninjauan Kembali Jaksa/Penuntut Umum)
OLEH :
Ida Bagus Djagra
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
JURNAL
JUDGE MADE LAW
OLEH :
Ida Bagus Djagra
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
2015 ABSTRAK
Sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), upaya hukum Peninjauan Kembali adalah merupakan upaya hukum luar biasa disamping upaya hukum kasasi demi kepentingan hukum. Dalam perkembangan sejarah yang panjang, upaya hukum Peninjauan Kembali mengalami perkembangan pasang surut, dalam arti, beberapa kali pernah dinyatakan tidak berlaku, akan tetapi kemudian kembali diberlakukan lagi. Seperti diberlakukannya kembali upaya hukum Peninjauan Kembali ini dalam KUHAP, adalah didahului dengan terbitnya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1980, yang dipandang penuh kontroversi karena Mahkamah Agung dalam menerbitkan Surat Edaran itu dipandang telah melampaui kewenangannya, karena kewenangan dalam pengaturan upaya hukum Peninjauan Kembali itu sesungguhnya menjadi porsi lembaga legislator bersama pemerintah untuk mengaturnya. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1980 terbit lebih termotivasi, karena terjadinya kasus Karta dan Sengkon yang saat itu dipandang sangat menghebohkan dunia peradilan. Kemudian ketika pembahasan KUHAP itu sendiri di legislator, nampaknya permasalahan upaya hukum Peninjauan Kembali itu kurang mendapat pembahasan yang mendalam karena ketika itu legislator lebih terinspirasi dari kasus Karta dan Sengkon, ada jalan keluarnya secara hukum. Karena itulah dalam perkembangan praktiknya, upaya hukum Peninjauan Kembali menjadi kontroversi, karena terdapat norma kabur dalam upaya hukum Peninjauan Kembali. Oleh karena itulah Mahkamah Agung telah secara berulangulang mengabulkan upaya hukum Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Jaksa/Penuntut Umum, padahal sesuai norma Pasal 263 ayat 1 KUHAP, Jaksa/Penuntut Umum bukanlah pihak yang ditentukan dapat mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali. Terhadap kontroversi ini, kalangan praktisi maupun kalangan akademisi telah terjadi pendapat yang saling berbeda, ada yang sependapat dengan perkembangan praktik tersebut dan tidak sedikit banyak yang menentangnya. Adapun argumentasi pada dasarnya yang dijadikan Mahkamah Agung dalam mengabulkan upaya hukum Peninjauan Kembali Jaksa/Penuntut Umum adalah pertimbangan rasa keadilan dan asas keseimbangan kepentingan pihak-pihak dalam satu perkara pidana, dengan mengacu pada asas persamaan dimuka hukum dan keadilan bagi semua pihak dalam perkara pidana. Terlepas dari kontroversi tersebut diatas, dalam tulisan (tesis) ini Penulis ingin mengedepankan dan mempermasalahkan keberadaan dari Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2009 yang pada pokoknya menyatakan “permohonan Peninjauan Kembali perkara yang sama perdata maupun pidana yang diajukan lebih dari satu kali bertentangan dengan undang-undang. Kalau dicermati secara seksama, sesungguhnya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2009 tersebut terbit dalam kerangka norma yang terdapat dalam
KUHAP (Pasal 268 ayat 3 KUHAP), namun demikian ketika Pasal 268 ayat 3 KUHAP dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sesuai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013, Tanggal 6 Maret 2014, kemudian Mahkamah Agung menyatakan : “permohonan Peninjauan Kembali perkara yang sama pernah maupun pidana yang diajukan lebih dari satu kali bertentangan dengan undang-undang. Karena sesungguhnya Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut terbit dalam kerangka norma yang terdapat dalam KUHAP (Pasal 268 ayat 3 KUHAP), namun demikian ketika Pasal 268 ayat 3 KUHAP dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi No.34/PUUXI/2013 Tanggal 6 Maret 2014, kemudian Mahkamah Agung pada Tanggal 31 Desember 2014, kembali mempertegas sikapnya dengan mengeluarkan Surat Edaran No.7 Tahun 2009 yang pada pokok menyatakan : “untuk memberi kepastian hukum, Peninjauan Kembali dalam perkara pidana dibatasi hanya satu kali.” Ketika upaya hukum Peninjauan Kembali Jaksa/Penuntut Umum dikabulkan oleh Mahkamah Agung, secara faktual sesungguhnya terpidana atau ahli warisnya belum pernah menggunakan hak nya untuk mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali yang diberikan oleh undang-undang pada Tanggal 31 Desember 2014, kembali mempertegas sikapnya dengan mengeluarkan Serat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2014 yang pada pokoknya menyatakan “untuk memberikan kepastian hukum bahwa Peninjauan Kembali dalam perkara pidana dibatasi hanya satu kali Kalau dicermati ketika upaya hukum Peninjauan Kembali Jaksa/Penuntut Umum dikabulkan oleh Mahkamah Agung, secara faktual sesungguhnya terpidana atau ahli warisnya belum pernah menggunakan haknya untuk mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali yang diberikan oleh undangundang. Karena itulah terkait dikabulkannya upaya hukum Peninjauan Kembali Jaksa/Penuntut Umum, ternyata kemudian terpidana atau ahli warisnya memiliki alat bukti baru (novum) yang potensial melumpuhkan putusan Mahkamah Agung sebelumnya, semestinya atas dasar alasan yang sama ketika Mahkamah Agung mengabulkan upaya hukum Peninjauan Kembali Jaksa/Penuntut Umum, yaitu atas dasar pertimbangan rasa keadilan dan asas keseimbangan kepentingan pihak dalam perkara pidana yang mengacu pada asas persamaan dimuka hukum, dapat dijadikan alasan juga untuk mengabulkan upaya hukum Peninjauan Kembali dari terpidana atau ahli warisnya, terkait dikabulkannya upaya hukum Peninjauan Kembali Jaksa/Penuntut Umum. Oleh karena itu Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2009 redaksinya perlu di amandemen, sehingga berbunyi : “Permohonan Peninjauan Kembali perkara yang sama dalam perkara pidana, yang dimohonkan oleh pihak yang sama, diajukan lebih dari satu kali bertentangan dengan undang-undang. Hal ini sejalan dengan amanah yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, yaitu menciptakan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dimuka hukum (Pasal 28 D ayat 1 Undang-Undang dasar 1945)
Kata kunci : Kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama dimuka hukum.
ABSTRACT
According the Code of Criminal Procedure (Criminal Procedure Code), legal efforts Reconsideration is an extraordinary legal remedy in addition cassation in the interest of law. In the long historical development, legal efforts Reconsideration evolved tide, in a sense, several times been declared invalid, but later re-enacted again. Such as reintroduction efforts Reconsideration this law in the Criminal Code, is preceded by the publication of Supreme Court Circular No. 1 of 1980, which is deemed controversial because the Supreme Court to issue a Circular Letter was seen to have exceeded its authority, because authority in the regulation of the legal remedies Reconsideration actually be serving legislator with the government agencies to set it. Supreme Court Circular No. 1 of 1980 rose more motivated, because the case Karta and Sengkon who was considered very scandalous world of justice. Then, when the discussion of the Criminal Code itself in the legislator, the problem seems Reconsideration remedies that lack in-depth discussion because when the legislator is inspired by Karta and Sengkon case, there is a way out legally. Therefore, in practice development, legal efforts Reconsideration been controversial, because there are vague norm in legal efforts Reconsideration. Hence, the Supreme Court has repeatedly granted legal effort Reconsideration filed by the Attorney / Public Prosecutor, but as per the norm of Article 263 paragraph 1 of the Criminal Code, the Attorney / Public Prosecutor is not specified parties may file legal action Reconsideration. Against this controversy, among practitioners and academics have happened opinions differ, some agree with the development of the practice and not least many who oppose it. The argument is essentially that used in the Supreme Court granted the judicial review remedy Attorney / Public Prosecutor is consideration of fairness and the principle of balance of interests of the parties in a criminal case, with reference to the principle of equality before the law and justice for all parties in a criminal case. Regardless of the controversy mentioned above, in writing (thesis) The author would like to put forward and disputed the existence of a Supreme Court Circular No. 10 of 2009 which essentially states' request for a judicial review similar cases filed civil and criminal more than one conflict with the law -undang. If observed carefully, the real Supreme Court Circular No. 10 of 2009 are published within the framework of the norms contained in the Code of Criminal Procedure (Article 268 paragraph 3 of the Criminal Procedure Code), however,
when Article 268 paragraph 3 of the Criminal Code declared not have binding legal force corresponding decision of the Constitutional Court Number 34 / PUUXI / 2013, dated March 6, 2014, then the Supreme Court stated: "The application for judicial review similar cases and criminal ever filed more than one conflict with the law. Because the real Supreme Court Circular is published within the framework of the norms contained in the Code of Criminal Procedure (Article 268 paragraph 3 of the Criminal Procedure Code), however, when Article 268 paragraph 3 of the Criminal Code declared no binding legal effect, in accordance Constitutional Court decision No.34 / PUU-XI / 2013 On March 6, 2014, then the Supreme Court on December 31, 2014, re-affirm his attitude by issuing Circular No.7 of 2009 on the subject states: "to provide legal certainty, judicial review in criminal cases is limited to one time." When remedies Reconsideration Attorney / Public Prosecutor was granted by the Supreme Court, in fact actually convict or his heirs have never used his right to file a judicial review remedy provided by law on December 31, 2014, reaffirm his attitude by issuing Fiber Supreme Court Circular No. 7 of 2014 which essentially states "to provide legal certainty that judicial review in criminal cases is limited to one time. If observed when remedies Reconsideration Attorney / Public Prosecutor was granted by the Supreme Court, in fact actually convict or their heirs have not used their right to file a judicial review remedies provided by law. That's why the granting of the relevant legal effort Reconsideration Attorney / Public Prosecutor, was later convicted person or his heirs have new evidences (novum) potentially crippling previous Supreme Court ruling, should be on the basis of the same reason when the Supreme Court granted the judicial review remedy Attorney / Public Prosecutor, namely on the basis of the principle of fairness and balance the interests of the parties in a criminal case which refers to the principle of equality before the law, it can also be used as a reason to grant legal remedy Reconsideration of the convict or his heirs, related to the granting of legal efforts Reconsideration Attorney / Prosecutor General. Therefore the Supreme Court Circular No. 10 of 2009 wording needs to be amended, so that it reads: "Request Reconsideration same case in a criminal case, filed by the same party, was filed more than one conflict with the law. This is in line with the mandate set out in the Act of 1945, which creates legal certainty and equal treatment before the law (Article 28 D Paragraph 1 of the Act of 1945)
Keywords: fair legal certainty and equal treatment before the law.
DAFTAR ISI Halaman Judul ...................................................................................................... i Lembar Pengesahan .............................................................................................. iii Surat Pernyataan Bebas Plagiat ............................................................................ iv Ucapan Terima Kasih............................................................................................ v Abstrak
........................................................................................................... viii
Abstract
........................................................................................................... ix
Ringkasan ............................................................................................................. x Daftar Isi ........................................................................................................... xii BAB I
Pendahuluan 1.1
Latar Belakang Masalah........................................................ 1
1.2
Rumusan Masalah ................................................................ 16
1.3
Ruang Lingkup Masalah……………………………….…...17
1.4
Tujuan Penelitian .................................................................. 18 1.4.1. Tujuan Umum ............................................................. 18 1.4.2. Tujuan Khusus ............................................................ 18
1.5
Manfaat Penelitian ................................................................ 18 1.5.1. Manfaat Teoritis .......................................................... 18 1.5.2. Manfaat Praktis ........................................................... 19
1.6
Originalitas Penelitian ........................................................... 19
1.7
Landasan Teoritis dan Kerangka Berpikir ............................ 21 1.7.1. Landasan Teoritis ........................................................ 21 1.7.1.1. Teori Keadilan dari John Rawls ..................... 27 1.7.1.2. Teori Responsif oleh Nonet-Selznick ............ 38 1.7.1.3. Teori Perlindungan Hukum ............................ 45 1.7.1.4. Teori Ajaran Prioritas Baku ........................... 50 1.7.1.5 Teori Hukum Progresif .................................. 52 1.7.1.6 Teori Hukum Ekologis Oleh Carlos Cossio... 56 1.7.2. Kerangka Berfikir atau Kerangka Teoritis (Teoritis Framework) ............................................. 67
1.8
Metode Penelitian ................................................................. 68 1.8.1. Jenis Penelitian ........................................................... 69 1.8.2. Sumber Bahan Hukum dan Bahan Hukum ................. 69 1.8.3. Metode Pengumpulan Bahan Hukum ......................... 70 1.8.4. Pengolahan dan Analisa Bahan Hukum ...................... 71
BAB II
Pengaturan tentang Upaya Hukum Peninjauan Kembali dalam Peradilan di Indonesia....................................................................... 72 2.1
Cita Hukum Keadilan ............................................................... 72
2.2
Sistem Peradilan Pidana dan Hukum Acara Pidana ................. 80
2.3 Sejarah Hukum Perkembangan Upaya Hukum Peninjauan Kembali
Sebagai
Upaya Hukum Luar Biasa Di
Indonesia ................................................................................... 96
BAB III
Pengajuan
Upaya
Hukum
Peninjauan
Kembali
Oleh
Jaksa/Penuntut Umum...................................................................... 110 3.1 Upaya Hukum Luar Biasa ......................................................... 110 3.2 Perkembangan Upaya Hukum Peninjauan Kembali yang Diajukan Jaksa/Penuntut Umum ................................................. 119 BAB IV
Hak Mengajukan Upaya Hukum Peninjauan Kembali Dimasa Mendatang .......................................................................................... 154 4.1
Upaya Hukum Peninjauan Kembali di Indonesia……..……..154 4.1.1. Upaya Hukum Peninjauan Kembali Menurut KUHAP ...................................................................... 154 4.1.2. Penanganan Tata Cara Upaya Hukum Peninjauan Kembali ...................................................................... 161
4.2
Pengaturan Hak Mengajukan Upaya Hukum Peninjauan Kembali Bagi Terpidana (Terkait Dikabulkannya Upaya Hukum Peninjauan Kembali Jaksa/Penuntut Umum) .............. 164 4.2.1. Pihak-Pihak Yang Berhak Mengajukan Upaya Hukum Peninjauan Kembali ................................. 164 4.2.2. Putusan Dalam Upaya Hukum Peninjauan Kembali.172 4.2.3. Pengaturan Hak Mengajukan Upaya Hukum Peninjauan Kembali Bagi Terpidana (Terkait Dikabulkannya
Upaya
Hukum
Peninjauan
Kembali Jaksa/Penuntut Umum)............................ 174
BAB V
Penutup 5.1
Kesimpulan ............................................................................. 195
5.2
Saran ....................................................................................... 196
Daftar Pustaka