PENGARUH VARIASI VOLUME RUMEN SAPI DAN URINE SAPI SEBAGAI BIOAKTIVATOR PEMBUATAN KOMPOS DARI SAMPAH RUMAH TANGGA (Skripsi)
Oleh ANGGINO SAPUTRA
JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
ABSTRACT
THE EFFECT OF COW'S RUMEN VOLUME VARIATION AND COW'S URINE AS A BIOACTIVATOR IN COMPOSTING OF THE HOUSEHOLD WASTE
By ANGGINO SAPUTRA
Cow's rumen is a part of the ruminant's stomach which contains cattle feed such as grasses and complementary feed (concentrat). The purpose of this research is to get the optimum composisition of cow rumen and cow urine to degrade household waste. The optimum composition of cow rumen and urine was determned using optical density (OD) method. The compost was analyzed for COrganik by Walkey Black method, and N-Total by Kjedhal method. The result of showed the optimum composition of cow’s rumen variations analysis and cow’s urine was achieved on bio-activator 1 and 2 with its absorbance are 0,3761 dan 0,3099 (OD600). The best result of C/N ratio was achieved on the second composter using variation of bio-activator 2 with C/N ratio is 13.26 %.
Key Word : Cows Rumen, Optical Density, C/N Ratio.
ABSTRAK PENGARUH VARIASI VOLUME RUMEN SAPI DAN URINE SAPI SEBAGAI BIOAKTIVATOR PEMBUATAN KOMPOS DARI SAMPAH RUMAH TANGGA
Oleh ANGGINO SAPUTRA
Rumen sapi merupakan salah satu bagian lambung ternak ruminansia yang berisi bahan pakan ternak seperti rumput dan pakan penguat (konsentrat). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui variasi rumen sapi dan urine sapi yang optimum dalam mendegradasi sampah rumah tangga. Komposisi optimum dari volume rumen sapi dan urine sapi diuji dengan metode optical density (OD), pada kompos yang diperoleh dilakukan analisis C-Organik menggunakan metode Walkey Black dan metode Kjedhal untuk analisis N–Total. Hasil analisa menunjukkan variasi komposisi optimum rumen sapi dan urine sapi dicapai pada bioaktivator 1 dan 2 dengan absorbansi sebesar 0,3761 dan 0,3099 (OD600). Hasil ratio C/N terbaik terdapat pada komposter ke-2 dengan menggunakan variasi bioaktivator 2 dan ratio C/N sebesar 13,26 %.
Kata Kunci : Rumen Sapi, Optical Density, Ratio C/N
PENGARUH VARIASI VOLUME RUMEN SAPI DAN URINE SAPI SEBAGAI BIOAKTIVATOR PEMBUATAN KOMPOS DARI SAMPAH RUMAH TANGGA
Oleh
ANGGINO SAPUTRA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS Pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 09 November 1992, merupakan anak ke empat dari empat bersaudara, lahir dari pasangan Bapak (Alm) Amrizal Dan Ibu Medi Etni. Penulis telah menyelesaikan pendidikan di SDN 2 Kemiling Permai pada tahun 2005, sekolah menengah pertama di SMPN 28 Bandar Lampung pada tahun 2008 dan sekolah Menengah Atas di SMA Persada Bandar Lampung pada tahun 2011, pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Lampung , S1 jurusan kimia melalui jalur beasiswa PMPAP.
Selama menjadi mahasiswa, penulis terdaftar sebagai kader muda Himaki (KAMI) dan generasi muda (GARUDA ) BEM FMIPA pada tahun 2011 - 2012. Penulis menjadi anggota aktif bidang kepemimpinan dan pengembangan organisasi (KPO) HIMAKI pada tahun 2012 - 2013. Penulis mengemban amanah menjadi kepala dinas hubungan luar dan pengabdian masyarakat (HLPM) BEM FMIPA dan menjadi ketua UKM Shorinji Kempo Universitas Lampung pada tahun 2013 -2014 . Penulis juga mengikuti komunitas yaitu Jalan Inovasi Sosial (JANIS) indonesia hingga sekarang. Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten Praktikum Kimia Analitik dan asisten Praktikum Kimia Dasar dan Sains Dasar.
MOTTO
“ Usaha, kerja keras dan doa adalah salah satu pintu
kesuksesan” (Anggino Saputra )
“Tidak ada yang tidak mungkin didunia ini ketika kita mau berusaha” (Anggino Saputra )
“Orang yang berbahagia bukanlah orang yang hebat dalam segala hal, tapi orang yang bisa menemukan hal sederhana dalam hidupnya dan mengucapkan syukur” (Warren Buffet )
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, ku persembahkan karya sederhana ini sebagai wujud bakti dan tanggung jawab ku kepada : Mamaku tersayang (Ibu Medi Etni ) & Papaku (Bapak (Alm) Amrizal) Yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan, kerja keras serta motivasi dan selalu mendoakan keberhasilanku. Kakak – kakakku tersayang Opitriyani, Zandra Liza Dan Apriyanto Putra Yang telah memberikan doa, dukungan, semangat dan kasih sayang..
Rasa hormat saya kepada Ibu Dr.Rinawati, M.Si dan bapak ibu dosen jurusan kimia Atas semua dedikasinya selama penulis menempuh pendidikan dikampus
Sahabat – sahabatku yang selalu memberikan semangat dan doa untukku serta Almamaterku tercinta Universitas Lampung
SANWACANA
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehinga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul ”Pengaruh Variasi Volume Rumen Sapi dan Urine Sapi Sebagai Bioaktivator Pembuatan Kompos Dari Sampah Rumah Tangga”. Sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
Dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari kesulitan dan rintangan. Namun, dengan kehendak Allah SWT maka skripsi ini terselesaikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Ibu Dr. Rinawati M.Si selaku pembimbing utama yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan, gagasan, bantuan, dukungan, semangat, kritik dan saran kepada penulis dalam proses perencanaan dan pelaksanaan penelitian serta dalam penulisan skripsi ini.
2.
Ibu Dra. Aspita Laila, M.Si selaku pembimbing kedua dan pembimbing Akademik yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis
sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik, serta kesediaannya untuk memberikan bimbingan, bantuan, nasehat dan informasi yang bermanfaat kepada penulis selama perkuliahan. 3.
Bapak Dr.Eng. Suripto Dwi Yuwono selaku ketua jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung dan sekaligus sebagai pembahas yang telah memberikan semangat, kritik, saran dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.
4.
Prof. warsito, D.E.A., Ph.D., selaku dekan FMIPA Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5.
Seluruh dosen FMIPA Unila yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna kepada penulis selama kuliah.
6.
Laboran jurusan kimia, mba Liza, mba Iin, Uni Gusniar, mba Wiwit, dan mas Udin serta staf administrasi jurusan kimia pak Gani dan mba Nora terimakasih atas seluruh bantuan yang diberikan kepada penulis.
7.
Mama, Uda dan Uni tercinta yang telah memberikan kasih sayang, do’a, dukungan, semangat dan motivasi serta menantikan keberhasilanku.
8.
Paman Hj. Yulhendri dan Bibi Hi. Eli warnida yang telah memberikan kasih sayang, do’a, dukungan, dan semangat serta motivasi kepada penulis.
9.
Rinawati’s Research Group Ayu Fitriani, Lewi Puji Lestari M.N , Mba Iin dan Mas Udin. Terimakasih atas kerjasama, motivasi dan dukungannya.
10. Teman-teman seperjuangan angkatan 2011, terimakasih atas kebersamaannya dalam menuntut ilmu menggapai impian juga canda-tawa-bahagia yang selalu
kita hadirkan, anorgroup’s: Yunia S.Si, Rio Woo S.Si, Rina S.Si, Irkham, dan Nico
S.Si.
Biokimgroup’s:
Ana,
April,
Uswah,
Windi,
dan
Jeje,.
Organikgroup’s: Juned S.Si, Rio Feb, Mirfat S.Si, Miftah S.Si, Wagiran S.Si, Arik, Ridho S.Si, Lili S.Si, dan Andri S.Si. Fisikgroup’s: Lusi S.Si, Vevi S.Si, Yudha, Tata S.Si, Yusry, Umee S.Si, Eva S.Si, Ramos S.Si, Ivan S.Si. Analitikgroup’s: Nira S.Si, Cimoy S.Si, Ari, Mega S.SI, MardianS.Si dan Daniar S.Si, Mila, Fany S.Si, 11. Teman-teman Komunitas JANIS Rizky Kurnia Wijaya, A.H Adnan, Aditya, Ahmed, Aima, Ajeng, Alan, Amelia, Andez, Anggi, Ericha, Dyla, Popo, Ardika, Aria, fiqi, algi, Arif, Bella, Bherliana, Brajannoto, Chairunnisa, Cinda, Dea, Debby, Dedi, Diah, Dony R.P, Dwi Siska, Edo, Elisya, Enda, Fajar Adi, Fajri, Fangky, Fikrikholid, Gilang, Gita, Inggit, Intan, Jovita, Karin, Kevin Addict, Sivam, Jerry, Aden, Merry, Okta, Panji, Reinaldy, Rizkia, Sheilla, Shinta, Shoffan, Sikho, Uni, Varanetta. Terima kasih sudah menjadi bagian dari perjalanan hidup penulis. 12. Teman teman KKN yang selalu mendoakanku yaitu yogi yose clinton, Trida Hema Zevita, Hutami Eka Pratiwi dan Rohana Fitri Silvia. Terima kasih untuk doa dan dukungannya. 13. Almamater tercinta, Universitas Lampung. Akhir kata, Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan berguna sebagai mana mestinya, amin. Bandar Lampung, Juni 2016 Penulis,
Anggino Saputra
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
iv
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................... B. Tujuan Penelitian ....................................................................... C. Manfaat Penelitian .....................................................................
1 5 6
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sampah ...................................................................................... a.Sampah Organik........................................................................ b.Sampah Anorganik .................................................................... c.Sampah B3 ............................................................................... B. Kompos ..................................................................................... 1. Definisi Kompos ..................................................................... 2. Proses Pengomposan ............................................................... 3. Teori Dasar Pembuatan Kompos .............................................. 4. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pengomposan ..................... 5. Standar Baku Mutu Kompos ..................................................... C. Rumen Sapi................................................................................. D. Urine Sapi .................................................................................. E. Fase Pertumbuhan Bakteri ............................................................ F. Penetuan C-Organik dengan Metode Walkey Black......................... G. Penentuan Nitrogen Total dengan Metode Kjedhal .......................... 1. Tahap Destruksi ....................................................................... 2. Tahap Destilasi ........................................................................ 3. Tahap Titrasi............................................................................
7 8 8 8 9 9 10 12 13 16 16 18 19 20 21 22 23 24
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... B. Alat dan Bahan ........................................................................... C. Prosedur Penelitian ..................................................................... 1. Pembuatan Bioaktivator Dari Variasi Rumen Sapi ...................... 2. Pembuatan Bioaktivator Dari Variasi Urine Sapi......................... 3. Kurva Pertumbuhan Sel............................................................ 4. Pembuatan Pupuk Kompos .......................................................
25 25 26 26 27 29 29
ii
5. Penentuan Kadar Air ................................................................ 6. Penentuan Kandungan C-Organik Pada Pupuk Kompos............... 7. Penentuan Kandungan Nitrogen Total Pada Pupuk Kompos ........ D. Diagram Alir Penelitian ................................................................
30 30 31 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pembuatan Bioaktivator Variasi Rumen Sapi .................................. 2. Pembuatan Bioaktivator Variasi Urine Sapi .................................... 3. Pembuatan Pupuk Kompos ........................................................... a. Kualitas fisik.......................................................................... 1.Perubahan Warna................................................................. 2.Perubahan Tekstur ............................................................... 3.Perubahan Bau .................................................................... 4.Hubungan Waktu dengan pH ...................................................... 5.Hubungan Waktu dengan Temperatur .................................... b. Kualias Kimia ........................................................................ 1.Hubungan Waktu dengan Kadar Air ...................................... 2.Hubungan Waktu dengan N-Total ......................................... 3.Hubungan Waktu dengan Kadar Karbon ................................ 4.Hubungan Waktu dengan Kadar Ratio C/N.............................
33 37 41 42 43 43 44 46 48 50 50 52 54 56
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan .................................................................................... B. Saran .........................................................................................
59 60
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
61
LAMPIRAN .........................................................................................
65
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Organisme Yang Terlibat Dalam Proses Pengomposan ....................
12
2.
Standar Baku Mutu Tiap Parameter ...............................................
16
3.
Variasi Pembuatan Bioaktivator Rumen Sapi ..................................
35
4.
Data Standar Pertumbuhan Sel Bakteri Variasi Rumen Sapi .............
37
5.
Variasi Pembuatan Bioaktivator Urine Sapi ....................................
38
6.
Data Standar Pertumbuhan Sel Bakteri Variasi Urine Sapi ...............
38
7.
Variasi Bioaktivator pada Komposter.............................................
41
8.
Pengukuran Parameter Fisik Warna, Tekstur, dan Bau dari Kompos..
42
9.
Kondisi pH Kompos pada Pupuk Kompos ......................................
47
10. Kondisi Temperatur pada Pupuk Kompos.......................................
49
11. Kondisi Kadar Air Kompos pada Pupuk Kompos ............................
51
12. Penentuan Kadar N-Total (%N) pada Pupuk Kompos ......................
53
13. Penentuan Kadar Karbon (%C) pada Pupuk Kompos.......................
55
14. Penentuan Ratio C/N pada Pupuk Kompos .....................................
57
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Perubahan Suhu dan Jumlah Mikroba Selama Pengomposan .............
11
2.
Saluran Pencernaan Sapi ......................................................................
17
3.
Grafik Fase Bakteri ..............................................................................
20
4.
Diagram Alir Penelitian .......................................................................
32
5.
Rumen Sapi ..........................................................................................
33
6.
Bioaktivator 40 g,50 g, 60 g dan Blanko..............................................
34
7.
Kurva standar Pertumbuhan Sel Bakteri Variasi Rumen Sapi .............
35
8.
Kurva Standar Pertumbuhan Sel Bakteri Variasi Urine Sapi...............
38
9.
Pembuatan Variasi Bioaktivator 1, Bioaktivator 2, dan EM4..............
41
10. Grafik Hubungan Waktu dengan pH....................................................
46
11. Grafik Hubungan Waktu dengan Temperatur ......................................
49
12. Grafik Hubungan Waktu dengan Kadar air..........................................
51
13. Grafik Hubungan Waktu dengan Kadar N-Total .................................
53
14. Grafik Hubungan Waktu dengan Kadar Karbon..................................
55
15. Grafik Hubungan Waktu dengan Ratio C/N ........................................
56
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kota Bandar Lampung merupakan ibu kota Provinsi Lampung, dengan jumlah penduduk mencapai 942.039 jiwa pada tahun 2013, 960.695 jiwa pada tahun 2014 dan 979.287 jiwa pada tahun 2015 (BPS,2015). Peningkatan jumlah penduduk tersebut, diikuti dengan semakin tingginya aktivitas dan daya beli masyarakat sehingga menyebabkan semakin bertambahnya jumlah sampah sebagai sisa aktivitas. Menurut Hamni (2010), rata-rata peningkatan jumlah sampah setiap tahun mencapai 1,52% dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlah sampah mencapai 2.363 m3/hari.
Sistem persampahan yang ada di Kota Bandar Lampung saat ini masih menggunakan sistem pengelolaan sampah di kota-kota lain, dimana proses pengelolaannya dimulai dari asal limbah menuju tempat pembuangan sementara kemudian berakhir ditempat pembuangan akhir dengan menggunakan sitem open dumping (membuang langsung ke Tempat Pemrosesan Akhir) jumlah ini diluar kemampuan tempat penampungan akhir (TPA) bakung.
Berdasarkan standar buangan sampah SNI jumlah sampah perkapita 3,25/liter/orang/perhari, produksi sampah yang diproduksi kota Bandar Lampung
2
lebih kurang 1.180 ton/hari. Jumlah sampah terangkut oleh dinas kebersihan dan pertanaman kota Bandar Lampung sekitar 834 m3/hari (560 ton/hari) dengan menggunakan 18 armada truk, dibuang ke TPA bakung. Sampah yang tidak terangkut ke TPA akan di bakar, dibuang dipinggir jalan dan dibuang ke sungai. Jika tidak dikelola dengan baik akan memberikan dampak negatif baik langsung atau tidak langsung bagi masyarakat dan lingkungan kota Bandar Lampung (Hamni dkk,2010).
Pada umumnya sampah kota dibagi menjadi dua yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah organik merupakan sampah yang terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam, atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lainnya. Sedangkan sampah anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbaharui seperti mineral dan minyak bumi atau dari proses industri. Berdasarkan sifatnya tersebut maka sampah rumah tangga termasuk ke dalam sampah organik yang dapat diperbaharui misalnya dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk kompos.
Menurut Murbandono (2000), kompos merupakan hasil fermentasi atau dekomposisi dari bahan-bahan organik seperti tanaman, hewan, atau limbah organik lainnya. Kompos sebagai pupuk organik mempunyai fungsi untuk memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, dan meningkatkan daya ikat tanah terhadap unsur hara. Kompos juga mengandung zat hara yang lengkap yang dibutuhkan oleh tanaman.
3
Dalam pembuatan kompos dilakukan proses pengomposan yaitu dimana bahan organik akan mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikrobamikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Dalam proses pengomposan, kompos dapat dibuat dengan dua cara, yaitu dengan bantuan oksigen (aerobik) dan tanpa bantuan oksigen (anaerobik).
Pembuatan kompos dengan aerobik dilakukan di tempat terbuka, karena mikroorganisme yang berperan dalam proses tersebut membutuhkan oksigen. Sedangkan untuk pembuatan kompos secara anaerobik dilakukan di tempat tertutup karena mikroba yang berperan tidak membutuhkan oksigen. Umumnya pembuatan kompos dengan proses anerobik tidak diinginkan selama proses pengomposan karena akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Menghasilkan senyawa-senyawa seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S (Yuwono, 2005). Kondisi optimum bagi aktivitas mikroba perlu diperhatikan selama proses pengomposan, misalnya aerasi,kelembaban, media tumbuh dan sumber makanan bagi mikroba (Yuwono, 2005). Proses pengomposan dengan menggunakan aktivator sudah banyak beredar di pasaran diantaranya EM4 (Effective Microorganisms), MOL, orgadec dan stardec. Pada dasarnya aktivator ini adalah mikroorganisme yang berada dalam cairan bahan penumbuh, apabila cairan yang berisi mikroorganisme dilarutkan dalam air dan dicampurkan ke dalam bahan yang akan dikomposkan maka dengan cepat mikroorganisme ini berkembang. Sebenarnya aktivator ini dapat dibuat
4
sendiri yaitu dengan mengembangbiakkan mikroorganisme yang berasal dari perut (kolon, usus) hewan ruminansia, misalnya sapi atau kerbau (Isnaini, 2006). Menurut Mindelwill (2006), perut ternak ruminansia dibagi menjadi empat bagian yaitu retikulum (perut jala), rumen (perut beludru), omasum (perut bulu) dan abomasum (perut sejati). Dalam studi fisiologi ternak ruminansia, rumen dan retikulum sering dipandang sebagai organ tunggal dengan sebutan retikulorumen. Omasum disebut sebagai perut buku karena tersusun dari lipatan sebanyak sekitar 100 lembar. Cairan rumen merupakan limbah yang diperoleh dari rumah potong yang dapat mencemari lingkungan apabila tidak ditangani dengan baik (Sophian, 2012).
Teknik pengomposan dipengaruhi oleh kandungan C/N rasio, dimana C/N merupakan perbandingan karbon dan nitrogen yang terkandung dalam suatu bahan organik. Angka C/N rasio yang semakin besar menunjukkan bahwa bahan organik belum terdekomposisi sempurna. Angka C/N rasio yang semakin rendah menunjukkan bahwa bahan organik sudah terdekomposisi dan hampir menjadi humus sehingga besarnya nilai C/N rasio tergantung dari jenis sampah.
Jumlah karbon dan nitrogen yang terdapat pada bahan organik dinyatakan dalam terminologi rasio karbon/nitrogen (C/N). Apabila C/N rasio sangat tinggi, nitrogen akan dikonsumsi sangat cepat oleh bakteri metan sampai batas persyaratan protein dan tak lama bereaksi ke arah kiri pada kandungan karbon pada bahan. Sebagai akibatnya, produksi metan akan menjadi rendah. Sebaliknya apabila C/N rasio sangat rendah, nitrogen akan bebas dan akan terakumulasi dalam bentuk amoniak (NH 4).
5
Oleh karena itu untuk meningkatkan kandungan C/N perlu ditambahkan sumber protein seperti urine sapi (Djuarnani et al, 2009).
Analisis yang digunakan dalam penentuan karbon dan nitrogen adalah dengan menggunakan alat titrasi untuk analisis C- Organik dengan metode walkey black dan analisis kadar nitrogen total dilakukan dengan metode Kjedahl. Dari uraian diatas penulis tertarik melakukan penelitian dengan variasi rumen sapi dan urine sapi sebagai bioaktivator pembuatan kompos dari sampah rumah tangga dan juga untuk mengetahui kondisi optimum serta kandungan nitrogen total dan carbon organik dari masing-masing komposter.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui variasi rumen sapi dan urine sapi yang terbaik sebagai bioaktivator. 2. Mengetahui kandungan nitrogen total dan karbon organik dari kompos yang dihasilkan dengan menggunakan bioaktivator rumen sapi dan urine sapi. 3. Mengetahui kondisi optimum dari masing-masing komposter.
6
C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan sampah organik sebagai bahan baku kompos dengan bioaktivator yang berasal dari rumen sapi dan urine sapi. 2. Diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan limbah RPH yaitu rumen sapi dan urine sapi sebagai bioaktivator. 3. Diharapkan masyarakat dapat mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA (tempat pembuangan akhir) dan beralih dengan membuat kompos dari sampah organik dirumah sendiri.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sampah
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.
Limbah atau sampah menurut Kristianto (2002) adalah buangan yang kehadirannya pada suatu waktu dan tempat tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.
Sampah sayur-sayuran merupakan bahan buangan yang biasanya dibuang secara Open Dumping tanpa pengelolaan lebih lanjut sehingga akan meninggalkan gangguan lingkungan dan bau tidak sedap. Limbah sayuran mempunyai kandungan gizi rendah, yaitu protein kasar sebesar 1-15% dan serat kasar 5-38% (Afifudin, 2011).
8
Berdasarkan jenis dan asalnya sampah (padat) dapat di bedakan menjadi:
a. Sampah Organik
Sampah organik merupakan sampah yang berasal dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam, atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lainnya. Sampah ini dapat dengan mudah diurai dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar sampah organik, seperti sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah dan daun.
b. Sampah Anorganik
Sampah anorganik merupakan sampah yang berasal dari sumber daya alam tak terbaharui seperti mineral dan minyak bumi atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya: botol kaca, botol plastik, tas plastik dan kaleng (Nisandi, 2007).
c. Sampah B3 ( Bahan Berbahaya dan Beracun )
Sampah B3 merupakan jenis sampah yang dikategorikan beracun dan berbahaya bagi manusia. Umumnya, sampah ini mengandung merkuri seperti kaleng bekas cat semprot atau minyak wangi (Powendro dan Nurhidayat, 2007).
9
B. Kompos
1. Definisi Kompos
Kompos merupakan hasil penguraian parsial atau tidak lengkap dari campuran bahan - bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003).
Pemupukan menggunakan kompos mengakibatkan tanah yang strukturnya ringan (berpasir atau remah) menjadi lebih baik, daya ikat air menjadi lebih tinggi. Sementara itu, tanah yang berat (tanah liat) menjadi lebih optimal dalam mengikat air. Kompos juga mengandung zat hara yang lengkap yang dibutuhkan oleh tanaman Menurut Lingga dan Marsono (2001), kandungan utama yang terdapat dalam kompos adalah nitrogen, kalium, fosfor, kalsium, karbon dan magnesium yang mampu memperbaiki kesuburan tanah walaupun kadarnya rendah.
Kompos merupakan semua bahan organik yang telah mengalami degradasi atau pengomposan sehingga berubah bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya, berwarna kehitam-hitaman, dan tidak berbau (Indriani, 2004). Bahan organik tersebut dapat berasal dari bahan pertanian (limbah tanaman dan limbah ternak), limbah padat industri dan limbah rumah tangga.
10
2.
Proses Pengomposan
Proses pengomposan dapat dibuat dengan dua cara, yaitu dengan bantuan oksigen (aerobik) dan tanpa bantuan oksigen (anaerobik). Pembuatan kompos aerobik dilakukan di tempat terbuka karena mikroorganisme yang berperan dalam proses tersebut membutuhkan oksigen. Untuk pembuatan kompos secara anaerobik dilakukan di tempat tertutup karena mikroba yang berperan tidak membutuhkan oksigen. Umumnya pembuatan kompos dilakukan secara aerobik. Proses dekomposisi secara anaerobik tidak diinginkan selama proses pengomposan karena akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawasenyawa yang berbau tidak sedap, seperti : asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S (Yuwono, 2005). Proses pengomposan anaerobik berjalan tanpa adanya oksigen. Biasanya, prosesnya dilakukan dalam wadah tertutup sehingga tidak ada udara yang masuk (hampa udara). Proses pengomposan ini melibatkan mikroorganisme anaerob untuk membantu mendekomposisi bahan yang dikomposkan. Bahan baku yang dikomposkan secara anaerob biasanya berupa bahan organik yang berkadar air tinggi (sundari dkk, 2012).
Pengomposan anaerobik akan menghasilkan gas metan (CH4), karbondioksida (CO2), dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat. Gas metan bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif (biogas). Sisanya berupa lumpur yang mengandung
11
bagian padatan dan cairan. Bagian padatan ini yang disebut kompos. Namun, kadar airnya masih tinggi sehingga sebelum digunakan harus di kering anginkan (Esther, 2009).
Gambaran umum mengenai proses pengomposan dan perubahan suhu yang terjadi selama pengomposan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Perubahan suhu dan jumlah mikroba selama pengomposan (Isroi, 2008). Organisme yang berperan dalam proses pengomposan terdapat pada Tabel 1, Tabel 1. Organisme yang terlibat dalam proses pengomposan (Isroi, 2008). Kelompok Mikroorganisme Microflora
Mikrofauna Makroflora
Organisme
Jumlah g/kompos
Bakteri Aktinomycetes Kapang Protozoa Jamur tingkat tinggi Cacing tanah, rayap, semut, kutu
10 8 – 10 9 10 5 – 10 8 104 - 10 6 104 - 10 5
12
3. Teori Dasar Pembuatan Kompos
Dilihat dari proses pembuatannya terdapat dua macam cara membuat kompos, yaitu melalui proses aerobik (dengan udara) dan anaerobik (tanpa udara). Kedua metode ini menghasilkan kompos yang sama baiknya hanya saja bentuk fisiknya agak sedikit berbeda. Proses pembuatan kompos secara aerob sebaiknya dilakukan di tempat terbuka dengan sirkulasi udara yang baik. Karakter dan jenis bahan baku yang cocok untuk pengomposan aerobik adalah material organik yang mempunyai perbandingan unsur karbon (C) dan nitrogen (N) kecil (dibawah 30:1), kadar air 4050%, dan pH sekitar 6-8. Apabila kekurangan bahan yang megandung karbon, bisa ditambahkan arang sekam padi ke dalam adonan pupuk. Cara membuat kompos secara aerobik memakan waktu 40-50 hari. Perlu dilakukan pengontrolan dengan seksama antara suhu dan kelembaban kompos saat proses pengomposan berlangsung dan tumpukan kompos harus dibalik untuk menyetabilkan suhu dan kelembabannya.
Proses pembuatan kompos dengan metode anaerobik biasanya memerlukan bioaktivator sebagai starter untuk mempercepat proses pengomposannya. Bioaktivator terdiri dari mikroorganisme pilihan yang bisa menguraikan bahan organik dengan cepat, seperti efektif mikroorganime (EM4). Terdapat juga jenis bioaktivator di pasaran dari berbagai merek seperti superbio dan probio. Bahan baku yang digunakan sebaiknya material organik yang mempunyai perbandingan C dan N tinggi ( > 30:1). Waktu yang diperlukan untuk membuat kompos dengan metode anaerobik bisa 10-80 hari, tergantung pada efektifitas decomposer dan bahan baku
13
yang digunakan. Suhu optimal selama proses pengomposan berkisar 35-45 ° C dengan tingkat kelembaban 30-40%.
4.
Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Kompos
Pembentukan kompos dipengaruhi beberapa faktor antara lain:
a. Perbandingan Karbon - Nitrogen (C/N) Bahan Baku Pupuk Organik
Nitrogen merupakan suatu zat yang dibutuhkan bakteri penghancur untuk tumbuh dan berkembang biak, nitrogen yang jumlahnya sedikit tidak akan menghasilkan panas sehingga pembusukan yang terjadi didalam kompos akan terhambat (Murbandono, 2000). Rasio C/N adalah perbandingan kadar karbon (C) dan kadar Nitrogen dalam satu bahan. mahluk hidup terbuat dari sejumlah besar bahan karbon serta nitrogen dalam jumlah kecil. Unsur karbon dan bahan organik (dalam bentuk karbohidrat ) dan nitrogen (dalam bentuk protein ,asam nitrat, amoniak dan lain –lain), merupakan makanan pokok bagi bakteri anerobik. Unsur karbon (C) digunakan untuk energi dan unsur nitrogen (N) untuk membangun struktur sel dan bakteri. Bakteri memakan habis unsur C 30 kali lebih cepat dari memakan unsur N, pembuatan kompos yang optimal membutuhkan rasio C/N sebesar 25/1 sampai 35/1 (Yuwono, 2006).
b. Ukuran Bahan
Semakin kecil ukuran bahan, proses pengomposan akan lebih cepat dan lebih baik karena mikroorganisme lebih mudah beraktivitas pada bahan yang lembut dari pada bahan dengan ukuran yang lebih besar. Ukuran bahan yang dianjurkan pada
14
pengomposan aerobik antara 1-7,5 cm. Sedangkan pada pengomposan anaerobik, sangat dianjurkan untuk menghancurkan bahan selumat-lumatnya sehingga menyerupai bubur atau lumpur. Hal ini mempercepat proses penguraian oleh bakteri dan mempermudah pencampuran bahan menjadi kompos (Yuwono, 2006).
c. Komposisi Bahan
Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat. Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambahkan dengan kotoran hewan.
d. Jumlah Mikroorganisme
Dengan semakin banyaknya jumlah maka proses pengomposan diharapkan akan semakin cepat.
e. Kelembaban
Mikroorganisme dapat bekerja pada kelembaban sekitar 40 -60°C. Bila suhu terlalu tinggi mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Kelembaban yang lebih rendah atau lebih tinggi akan menyebabkan mikroorganisme tidak berkembang atau mati.
15
f. Suhu
Suhu merupakan factor yang sangat berperan dalam proses pengomposan karena suhu berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Suhu optimum bagi pengomposan adalah 40 – 60 °C. Bila suhu terlalu tinggi maka mikroorganisme akan mati. Bila suhu relative rendah mikroorganisme belum dapat bekerja atau dalam keadaan dorman.
g.
Keasaman (pH)
Keasaman atau pH dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Kisaran pH yang baik sekitar 6,5 -7,5 (netral). Oleh karena itu, dalam proses pengomposan sering diberi tambahan kapur atau abu dapur untuk menaikkan pH (Indriani, 2000).
Derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam organik. Pada proses selanjutnya, mikroorganisme dari jenis lain akan mengkonversi asam organik yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi dan mendekati normal (Djuarnani dkk, 2005).
Kondisi asam pada proses pengomposan biasanya diatasi dengan pemberian kapur. Namun dengan pemantauan suhu bahan kompos secara tepat waktu dan benar sudah dapat mempertahankan kondisi pH tetap pada titik netral tanpa pemberian kapur (Yuwono, 2006).
16
5.
Standar Baku Mutu Kompos
Standar baku mutu SNI 19-7030-2004 untuk tiap parameter yang akan diuji dapat dilihat pada Tabel 2, sebagai berikut :
Tabel 2. Standar baku mutu tiap parameter
No Pengujian Satuan 0 1 Suhu C 2 pH 3 Warna 4 Bau 5 Kadar Air % 6 Rasio C/N % 7 Karbon ( C ) % 8 Nitrogen (N) % 9 Kalium (K2O) % 10 Phosfer (P2O5 ) % Sumber : SNI 19-7030-2004
Syarat Menurut SNI-19-7030-2004 Min Maks ± 30 6,8 7,49 Kehitaman Tanah 50 10 20 9,80 32 0,40 0,20 0,10 -
C. Rumen Sapi
Dalam mencerna makanan sapi memiliki 4 Lambung, yaitu Rumen, Reticulum, Omasum, Abomasum. Setelah sapi makan maka makanan akan menuju rumen lalu akan dimuntahkan kembali ke retikulum. Setelah di retikulum maka makanan akan menuju omasum, abomasum, lalu usus. Rumen sapi mengandung berbagai mikroorganisme seperti bakteri, fungi maupun protozoa. Mikroorganisme tersebut mengeluarkan berbagai enzim yang berguna pada proses pencernaan pakan pada ruminansia (Suseno, 2009).
17
Gambar 2 . Saluran Pencernaan Sapi (Suseno, 2009). Cairan rumen sapi kaya akan berbagai enzim seperti enzim selulase, amilase, protease, xilanase dan lain-lain (Ayuningtyas, 2008). Enzim yang diisolasi dari rumen sapi memiliki kelebihan dibandingkan enzim komersial, diantaranya, lebih stabil pada suhu tinggi, aktivitas spesifik yang lebih tinggi, pH optimum lebih tinggi dan biaya produksi yang lebih rendah (Heim, 2011).
Menurut Budiansyah, dkk (2010), menyatakan bahwa aktivitas enzim selulase dari cairan rumen sapi lokal lebih tinggi dibandingkan aktivitas enzim selulase dari cairan rumen sapi impor. Cairan rumen sapi berasal dari limbah rumah potong hewan dan jika tidak ditangani dengan baik limbah ini berpotensi mencemari lingkungan.
Selama ini isi rumen hanya dibuang dan hanya sebagian kecil saja yang memanfaatkannya sebagai kompos. Saat ini jumlah sapi yang dipotong setiap tahun tidak kurang dari 1,75 juta ekor, dimana sekitar 1,5 juta ekor berasal dari sapi lokal,
18
dan sisanya adalah sapi impor. Dengan jumlah cairan rumen mencapai 31 liter/ekor, maka potensi cairan rumen sapi mencapai 54,25 juta liter/tahun (Berutu, 2007). Menimbang potensi cairan rumen sapi yang besar, serta berbagai kelebihan enzim selulase dibandingkan enzim komersial, maka produksi enzim selulase dari cairan rumen sapi sangat layak untuk dikembangkan.
D. Urine Sapi
Urine sapi merupakan kotoran ternak yang berbentuk cair, selama ini urine sapi dibuang karena dianggap kotor juga bau dan ternyata urine memiliki manfaat menjadi pupuk cair bagi tanaman. Urine sapi cocok untuk tanaman sayur sayuran karena dapat meningkatkan hasil produksi salah satunya adalah tanaman sawi. Kandungan makro antara kotoran hewan (kuda, kambing, sapi, babi dan ayam) yang berbentuk padat dan cair memiliki perbedaan. Kotoran padat kandungan nitrogen dan kaliumnya lebih kecil dibandingkan dengan jumlah persentase di dalam kotoran cair (Hadisuwito, 2007).
Urine sapi mengandung unsur hara N,P,K dan bahan organik, yang berperan memperbaiki unsur tanah. Urine sapi dapat digunakan langsung sebagai pupuk baik sebagai pupuk dasar maupun pupuk susulan (Sutanto, 2002). Pemakaian 10 % - 15 % pupuk pabrik ditambah kotoran sapi dan urine sapi akan menghasilkan pupuk yang berimbang bagi tanaman sehingga akan diperoleh tanaman yang subur (Rudy, 2003).
19
Pupuk kandang cair (urine sapi) selain dapat bekerja cepat juga mengandung hormon tertentu yang nyata dapat merangsang perkembangan tanaman. Dalam pupuk kandang cair kandungan N dan K cukup besar, sedangkan dalam pupuk kandang padat cukup kandungan P nya, sehingga hasil campuran antara keduanya didalam kandang merupakan pupuk yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Aisyah dkk, 2011).
E. Fase Pertumbuhan Bakteri
Pengukuran pertumbuhan bakteri dilakukan dengan menggunakan prinsip turbidimetri yang berdasarkan kekeruhan larutan. Apabila seberkas cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu larutan, maka semakin pekat larutan tersebut akan semakin banyak menyerap cahaya, sehingga semakin sedikit cahaya yang diteruskan. Prinsip turbidimetri pada panjang gelombang 600 nm digunakan untuk mengukur biomassa sel bakteri hidup maupun mati. Pemilihan metode didasarkan pada mekanisme bioremediasi uranium yang melibatkan sel bakteri hidup dan yang mati; karena sel bakteri yang mati juga berperan dalam mekanisme biosorpsi dengan memnfaatkan gugus-gugus fungsional pada permukaan dinding sel bakteri.
Stasioner Log (eksponensial)
Lag
Kematian
20
Gambar 3. Grafik Fase Pertumbuhan Bakteri Adapun penentuan kurva pertumbuhan bakteri dimaksudkan untuk melakukan identifikasi fase pertumbuhannya. Pola pertumbuhan bakteri secara batch culture terdiri dari empat fase, yaitu fase lambat (lag phase), fase logaritmik (exponential phase), fase statis (stationary phase) dan fase kematian (death phase). Analisis kurva pertumbuhan bakteri dititik beratkan pada lama waktu pencapaian fase stasioner dalam jam. Fase stasioner dicapai setelah bakteri mengalami fase lag dan log sehingga dalam rentang waktu pencapaian fase stasioner berlangsung fase lag dan log (Yazid dkk,2010).
F. Penentuan C- Organik dengan Metode Walkey Black
Material organik merupakan kandungan yang berasal dari sisa tumbuhan, hewan, dan organisme tanah, baik yang telah maupun sedang mengalami dekomposisi. Material organik yang tidak terdekomposisi akan menjadi humus berwarna coklat sampai hitam dan bersifat koloidal. Pengukuran kandungan bahan organik tanah berdasarkan jumlah organik yang mudah teroksidasi dan mereduksi Cr2O72- yang diberikan secara berlebihan. Terjadinya reaksi ini karena adanya panas yang dihasilkan oleh reaksi H2SO4 pekat dan K2Cr2O7. Keadaan ini menyebabkan Cr6+ direduksi oleh C- organik menjadi warna hijau dari Cr3+ (Suin, 2002)
Metode walkey dan Black merupakan metode untuk penetapan C-Organik yang paling sederhana dengan teknik oksidasi bahan organik oleh dikromat. Dalam prosedurnya Kalium
21
Dikromat (K2Cr2O7) dan Asam Sulfat (H2SO4) ditambahkan kedalam bahan organik, dimana larutan tersebut harus didinginkan terlebih dahulu sebelum ditambahkan dengan air. Penambahan Asam Pospat (H3PO4) kedalam larutan tersebut berguna untuk mengurangi interferensi dari Fe3+ yang mungkin sering terjadi. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut : 2Cr2O72- + 3 C + 16 H+
4Cr3+ + 3CO2 + 8H2O
Prosedur ini sangat luas digunakan, sederhana,cepat dan tidak memerlukan peralatan yang mahal, akan tetapi prosedur ini hasil oksidasi tidak dapat mencapai hasil yang optimal, yang mana prosedur tersebut hanya mampu mengoksidasi bahan organik antara 60%-75% (Zimerman, 1997).
G. Penentuan Nitrogen Total dengan Metode Kjedahl
Metode kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif kedalam larutan penyerapan dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisis yang pendek. Prinsip cara analisis metode kjedahl adalah sebagai berikut: mula - mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator.
22
Cara kjedahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara yaitu cara makro dan semimaktro. Cara makro kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 g, sedangkan semimakro dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurag dari 300 mg dari bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah besar. Analisis protein metode kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.
1. Tahan Destruksi
Pada tahap ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsur. Elemen karbon, hidrogen peroksida menjadi CO, CO 2 dan H 2O. Sedangkan nitrogen (N) akan berubah menjadi (NH4)2 SO 4. Dianjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang disebutkan tadi dapat diberikan selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikan titik didih juga mudah mengadakan perubahan valensi tinggi ke valensi lebih rendah atau sebaliknya.
Reaksinya yaitu: R-CH-COOH + H2SO4 → CO 2 + H 2 O + (NH4 ) 2 SO 4 + SO2NH 2
23
2. Tahap Destilasi
Pada tahap destilasi ammonium sulfat dipecah menjadi amonia (NH 3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar selama dititrasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam seng (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam klorida atau asam borat 4% dalam jumlah yang berlebihan. Agar kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih maka diberi indikator misalnya metilen blue dan pp. Reaksi yang terjadi pada tahap ini : (NH4 )2SO4 + 2NaOH → Na2SO4 + 2NH4OH 2 NH4OH → 2 NH3 + 2H2O 4 NH3 + 2H3BO3 → 2(NH 4 )2BO3 + H2
3. Tahap Titrasi
24
Apabila penampung destilat digunakan asam klorida maka sisa asam klorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator pp. Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyak asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N dengan indikator brom cresol green dan metil merah. Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda. Setelah diperoleh % N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada presentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan (Fatmawaty, 2009).
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2015 - April 2016 di Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia FMIPA, Analisis Nitrogen Total (%N) di UPT Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi (LT-SIT) Universitas Lampung. Analisis Optical Density menggunakan Spektrofotometer UV-Vis dilakukan di Laboratorium Instrumentasi FMIPA Universitas Lampung dan Analisis Karbon Organik (%C) di Laboratorium Ilmu Tanah Universitas Lampung
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah Botol Plastik, Timbangan, Corong, Pengaduk, Kjedhal Destruction Set, Thermometer, Spektrofotometri UV-Vis , Komposter Buatan, Neraca Analitik, Buret, Labu Destilasi, Hot Plate, Oven, AlatAlat Gelas Dan Ember.
Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah Rumen Sapi, Air, Gula Merah, Terasi, Urine Sapi, Dedak, Nanas, Sampah Sayuran, K2Cr2O7 1N, FeSO4 0,5 N, NaOH 50 % (w/w), HCl 0,1 N, H3BO4 4% (w/v), H2SO4 pekat, larutan Phenantrolin, Indikator Metil Merah dan Aquades.
26
C. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Bioaktivator dari Variasi Rumen Sapi a. Pembuatan Bioaktivator dari Rumen Sapi (Variasi 1)
Menurut Sudarsono (2015), proses pembuatan bioaktivator dari rumen sapi dibuat dengan cara memasukkan 50 g dedak ke dalam suatu wadah yang berisi 250 mL air dan dimasak hingga mendidih. Setelah dedak larut ditambahkan 100 mL air tebu, 50 g nanas yang telah dihancurkan dan diblender, 1,65 g terasi, dan 1 g ragi. Setelah larutan dingin, ditambahkan 40 g rumen sapi dan 50 mL urine sapi diaduk hingga rata kemudian ditutup rapat selama dua hari, pada hari ketiga diaduk kembali dan hari ketujuh campuran tersebut sudah dapat digunakan sebagai aktivator secara langsung.
b. Pembuatan Bioaktivator dari Rumen Sapi (Variasi 2)
Proses pembuatan bioaktivator dari rumen sapi , mula - mula dibuat dengan cara memasukkan 50 gr dedak ke dalam suatu wadah yang berisi 250 mL air dan dimasak hingga mendidih. Setelah dedak larut ditambahkan 100 g air tebu, 50 g nanas yang telah dihancurkan dan diblender, 1,65 g terasi, dan 1 g ragi. Setelah larutan dingin, ditambahkan 50 g rumen sapi dan 50 mL urine sapi diaduk hingga rata kemudian ditutup rapat selama dua hari, pada hari ketiga diaduk kembali dan hari ketujuh campuran tersebut sudah dapat digunakan sebagai aktivator secara langsung.
27
c. Pembuatan Bioaktivator dari Rumen Sapi (Variasi 3)
Proses pembuatan bioaktivator dari rumen sapi dibuat dengan cara memasukkan 50 gr dedak ke dalam suatu wadah yang berisi 250 mL air dan dimasak hingga mendidih. Setelah dedak larut ditambahkan 100 mL air tebu, 50 g nanas yang telah dihancurkan dan diblender, 1,65 g terasi, dan 1 g ragi. Setelah larutan dingin ditambahkan 60 g rumen sapi dan 50 mL urine sapi diaduk hingga rata kemudian ditutup rapat selama dua hari, pada hari ketiga diaduk kembali dan hari ketujuh campuran tersebut sudah dapat digunakan sebagai aktivator secara langsung.
d. Pembuatan Bioaktivator Blanko (Variasi 4)
Pembuatan bioaktivator dari rumen sapi dibuat dengan cara memasukkan 50 gr dedak ke dalam suatu wadah yang berisi 250 mL air dan dimasak hingga mendidih. Setelah dedak larut ditambahkan 100 mL air tebu, 50 g nanas yang telah dihancurkan dan diblender, 1,65 g terasi, 1 g ragi dan ditambahkan 50 mL urine sapi. Setelah itu diaduk hingga rata kemudian ditutup rapat selama dua hari, pada hari ketiga diaduk kembali dan hari ketujuh campuran tersebut sudah dapat digunakan sebagai aktivator secara langsung
2. Pembuatan Bioaktivator Variasi Urine Sapi
a. Pembuatan Bioaktivator Urine Sapi (Variasi 1)
Pembuatan bioaktivator dari urine sapi dibuat dengan menggunakan rumen sapi yang optimum yaitu dengan cara memasukkan 50 g dedak ke dalam suatu wadah yang
28
berisi 250 mL air dan dimasak hingga mendidih. Setelah dedak larut ditambahkan 100 mL air tebu, 50 g nanas yang telah dihancurkan dan diblender, 1,65 g terasi, dan 1 g ragi. Setelah larutan dingin, ditambahkan rumen sapi yang optimum dan 40 mL urine sapi diaduk hingga rata kemudian ditutup rapat selama dua hari, pada hari ketiga diaduk kembali dan pada hari ketujuh campuran tersebut sudah dapat digunakan sebagai aktivator secara langsung.
b. Pembuatan Bioaktivator Urine Sapi (Variasi 2)
Proses pembuatan bioaktivator dari urine sapi, mula - mula dibuat dengan cara memasukkan 50 g dedak ke dalam suatu wadah yang berisi 250 mL air dan dimasak hingga mendidih. Setelah dedak larut ditambahkan 100 mL air tebu, 50 g nanas yang telah dihancurkan dan diblender, 1,65 g terasi, dan 1 g ragi. Setelah larutan dingin, ditambahkan rumen sapi yang optimum dan 50 mL urine sapi diaduk hingga rata kemudian ditutup rapat selama dua hari, pada hari ketiga diaduk kembali dan pada hari ketujuh campuran tersebut sudah dapat digunakan sebagai aktivator secara langsung.
c. Pembuatan Bioaktivator Urine Sapi (Variasi 3)
Proses pembuatan bioaktivator dari urine sapi dibuat dengan cara memasukkan 50 g dedak ke dalam suatu wadah yang berisi 250 mL air dan dimasak hingga mendidih. Setelah dedak larut ditambahkan 100 mL air tebu, 50 g nanas yang telah dihancurkan dan diblender, 1,65 g terasi, dan 1 g ragi. Setelah larutan dingin, ditambahkan rumen sapi yang optimum dan 60 mL urine sapi diaduk hingga rata kemudian ditutup rapat
29
selama dua hari, pada hari ketiga diaduk kembali dan pada hari ketujuh campuran tersebut sudah dapat digunakan sebapgai aktivator secara langsung.
d. Pembuatan Bioaktivator Blanko (Variasi 4)
Pembuatan bioaktivator blanko dibuat tanpa urine sapi dengan cara memasukkan 50 g dedak ke dalam suatu wadah yang berisi 250 mL air dan dimasak hingga mendidih. Setelah dedak larut ditambahkan 100 g air tebu, 50 g nanas yang telah dihancurkan dan diblender, 1,65 g terasi, 1 g ragi dan ditambahkan rumen sapi yang optimum. Setelah itu diaduk hingga rata kemudian ditutup rapat selama dua hari, pada hari ketiga diaduk kembali dan pada hari ketujuh campuran tersebut sudah dapat digunakan sebagai aktivator secara langsung.
3. Kurva Pertumbuhan Sel
Penentuan pertumbuhan sel digunakan untuk mengetahui pertumbuhan dari sel bakteri dengan cara mengencerkan sampel kultur. Sebanyak 0,1mL kultur dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 3,9 mL akuades kemudian diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 600 nm.
4. Pembuatan Pupuk Kompos
Sebanyak 20 kg sampah sayuran dipotong-potong kecil kemudian dimasukkan kedalam 4 komposter yang telah ditambahkan bioaktivator. Komposter pertama berisi sebanyak 5 mL Bioaktivator variasi A, kedua berisi 5 mL bioaktivator variasi
30
B, komposter ketiga berisi 5 ml bioaktivator EM4 dan komposter ke empat tanpa menggunakan bioaktivator. Kemudian sampah yang telah ditambahkan bioaktivator diaduk rata dan didiamkan selama 10 -14 hari hingga menjadi kompos setelah itu dikeringkan, diukur parameter fisik ,kimia dan dianalisis C-Organik dan N-total.
5. Penentuan Kadar Air
Pertama-tama cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C dalam oven selama 1 jam setelah itu cawan didingankan dalam desikator selama 30 menit setelah dingin cawan ditimbang dan kemudian sampel dalam cawan ditimbang sebanyak 45 g dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C sampai tercapai berat konstan selama 8 jam. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.
6. Penentuan Kandungan C-Organik pada Pupuk Kompos
Sebanyak 0,5 g sampel ditimbang dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer. Ditambahkan sebanyak 10 mL larutan K2Cr2O7 0,1 N sambil mengoyangkan Erlenmeyer perlahan-lahan agar pencampuran berlangsung sempurna, ditambahkan 10 mL H2SO4 pekat dan digoyangkan hingga tercampur merata. Setelah itu dikocok diamkan selama 30 menit. Kemudian ditambahkan 100 mL aquades dan 2,5 mL larutan NaF 4% dan 5 tetes indikator difenil amin. Selanjutnya dititrasi dengan larutan FeSO4 0,5 N hingga timbul warna cokelat kehijauan hingga menjadi biru keruh. Lalu dititrasi setetes demi tetes lalu goyangkan hingga warna berubah menjadi hijau terang. Setelah itu lakukan prosedur yang sama pada blanko.
31
7. Penentuan Kandungan Nitrogen Total pada Pupuk Kompos
Sebanyak 1 g (w) sampel ditimbang dengan ketelitian 0,0001 g, kemudian di masukkan kedalam tabung digestion. Ditambahkan 7,8 g katalis selenium reagen mixture ,15 mL H2SO4 pekat dengan menggunakan pipet volumetrik jika sampel berbusa ditambahkan 3 ml H2O2 secara perlahan-lahan. Setelah itu dilakukan pemanasan pada heating power 75 % selama 30 menit, kemudian dilanjutkan pemanasan pada heating power 60 % selama 120 menit. Sampel yang sudah terdestruksi sempurna akan berwarna hijau kebiruan. Kemudian didinginkan sampai ± 30 menit dalam lemari asam selanjutnya sampel hasil destruksi ditambahkan dengan larutan sebanyak 40 mL larutan NaOH 50%, setelah itu didestilasi dengan menggunakan 20 mL asam borat 4% dan ditambahkan 2 tetes indikator sebagai penampung. Dititrasi dengan menggunakan larutan HCl 0,1 N sebagai titran, kemudian dicatat volume larutan yang digunakan. Dihitung kadar total N dan lakukan prosedur yang sama pada blanko reagen.
32
D. Diagram Alir Penelitian
Secara keseluruhan ,penelitian ini terangkum dalam diagram alir penelitian sebagai berikut: Rumen Sapi
Pembuatan Bioaktivator Variasi Rumen Sapi
Kurva Pertumbuhan Sel
Variasi 1 Rumen Sapi 40 g
Variasi 2 Rumen Sapi 50 g
Variasi 3 Rumen Sapi 60 g
Variasi 4 Blanko (Tanpa Rumen Sapi)
Pembuatan Bioaktivator Variasi Urine Sapi dari Rumen Sapi Optimum
Variasi 1
Variasi 2
Variasi 3
Urine Sapi 40 mL
Urine Sapi 50 mL
Urine Sapi 60 mL
Variasi 2 Blanko (Tanpa Urine)
Pembuatan Kompos
Penentuan Kadar Air
Penentuan C -Organik
Penentuan N- Total
Gambar 4. Diagram Alir Penelitian
Penentuan Rasio C/N
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Bedasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh simpulan sebagai berikut :
1. Nilai absorbansi tertinggi pada variasi rumen dan urine sapi terdapat pada bioaktivator ke-1 dan ke-2 dengan volume variasi urine sapi 40 mL dan 50 mL nilai absorbansinya sebesar 0,3761 dan 0,3099 pada panjang gelombang 600 nm. 2. Selama proses pengomposan kadar rata-rata N-total tertinggi terdapat pada komposter ke-4 yaitu sebesar 3,31% dengan menggunakan bioaktivator EM4 . 3. Selama proses pengomposan kadar C-Organik tertinggi terdapat pada komposter ke-3 yaitu sebesar 37,17 % pada hari ke-13 tanpa menggunakan bioaktivator. 4. Variasi bioaktivator yang terbaik terdapat pada komposter 2 dengan ratio C/N sebesar 13,26 dan terjadi pada hari ke-13 dengan menggunakan bioaktivator 2 yang berisi variasi urine sapi sebesar 50 mL.
60
B. SARAN
Dari pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan saran untuk penelitian selanjutnya, yaitu:
1. Dalam proses pengomposan perlu dilakukan penambahan sekam atau abu gosok untuk menurunkan kadar air pada kompos. 2. Komposisi material awal perlu dibuat variasi sehingga Ratio C/N terpenuhi pada standar pembuatan kompos.
DAFTAR PUSTAKA
Afifudin. 2011. Pengaruh Berbagai Aktivator Terhadap C/N Rasio Kompos Kotora. Penerbit CV. Bogor. Aisyah S.,N.sunarlim, dan B.solfan. 2011. Pengaruh Urine Sapi Terfermentasi Dengan Dosis Dan Interfal Pemberian Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brasika Juncea L.) Jurnal Agroteknologi. Vol. 2 No 1. Ali Hanafiah, Kemas. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Rajagrafindo Persada. Jakarta. Anif, S dan Harismah, K. 2004. Efektivitas Pemanfaatan Limbah Tomat sebagai Pengganti EM4 pada Proses Pengomposan Sampah Organik. Laporan Dosen Muda, DP3M Dirjen Dikti. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UMS, Surakarta. Ayuningtyas, A. 2008. Eksplorasi Enzim Selulase dari Isolat Bakteri Asal Rumen Sapi. Skripsi pada Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Berutu, K.M.. 2007. Dampak Lama Transportasi Terhadap Penyusutan Bobot Badan, pH Daging Pasca Potong dan Analisis Biaya Transportasi Sapi Potong Peranakan Ongole dan Shorthorn. Skripsi pada Departemen Peternakan Fakultas Pertanian USU. BPS. 2015. Statistik Penduduk Kota Bandar Lampung dalam angka 2015. Badan Pusat Statistik. Lampung. Budiansyah, A., Resmi, K., Wiryawan, K.G., Soehartono, M.T., Widyastuti, Y., Ramli, N. 2010. Isolasi dan karakterisasi Enzim Karbohidrase Cairan Rumen Sapi Asal Rumah Potong Hewan. Media Peternakan, 33 (1): 36-43 Budihardjo. M. 2006 ,”Studi Potensi Pengomposan Sampah Kota sebagai Salah Satu Alternatif Pengelolaan Sampah Di TPA dengan Menggunakan Aktivator EM4”, Universitas Diponegoro, Semarang.
62
Crawford,J.H. 2003. Kompos. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor. Djuarnani, Nan dkk. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Jakarta Agromedia Pustaka. Djuarnani, N., Kristiani, dan B.S Setiawan. 2009. Cara Cepat Membuat Kompos. Agromedia Pustaka. Jakarta. Esther ,T.L. 2009. Studi Tentang Kandungan Nitrogen , Karbon (C) Organik Dan C/N Dan Kompos Tumbuhan Kembang Bulan (Tithoni Diversifolia). Skripsi. Universitas Sumatra Utara. Medan. Fatmawaty, 2009. Metode Kejedhal. http//www.Turbovista.Com/Kuantitatif EAnalysis.Php.Htm, Diakses Tanggal 15 November 2015. Hadisuwito,S. 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. Agro Media. Jakarta Hamni,A. Harmen Gandidi.I.M. 2010. Studi System Pengelolaan Sampah Terpadu Dalam Upaya Penanggulangan Kerentanan Terhadap Dampak Perubahan Iklim,Laporan Penelitian, Universitas Lampung. Heim, S., 2011. Technology Offer New Cellulase From Cow Rumen, Foundation for Promotion of Life Science Indriani, Y.H., 2000. Membuat Kompos secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta. Indriani, Y.H., 2004. Membuat Kompos secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta. Irlbeck,N.A. 2000. Basic Of Alpaca Nutrition. Alpaca Owners and Breeder Association Annual Conference Procedings. June 4. Louisville. Isnaini,M. 2006. Pertanian Organik Kreasi Wacana. Yogyakarta. Hlm 247-248. Isroi, 2008. Kompos. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor. http://id.wikipedia.org/wiki/kompos. Diakses tanggal 20 November 2015. Kristianto, P. 2002. Ekologi Industri. Penerbit Andi. Yogyakarta. Lingga, P dan Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. Lopulisa, Christian. 2004. Tanah-Tanah Utama Dunia. Lembaga Penerbitan. Universitas Hasanudin. Makassar.
63
Marsono,dan paulus, S. 2001. Pupuk: Jenis Dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta. Mindelwill, I. 2006. Mikroba dalam rumen sapi. www.google.go.id. (21 November 2015) Murbandono, L. 2000. Membuat Kompos. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. Murtalaningsih. 2001. Studi Pengaruh Penambahan Bakteri Dan Cacing Tanah Terhadap Laju Reduksi dan Kualitas Kompos. Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS. Surabaya. Nisandi. 2007. Pengolahan dan Pemanfaatan Sampah Organik Menjadi Briket Arang dan Asap Cair. Seminar Nasional Teknologi. Yogyakarta. Nurdin Muhammad Suin. 2002. Metode Ekologi. Universitas Andalas. Padang. Nyimas Yangoritha. 2013. Optimasi Aktivator dalam Pembuatan Kompos Organik dari Limbah Kakao. Staf Pengajar Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Medan. Sumatera Utara. Pandenbesie, E.S dan Rayuanti,D. 2012. Pengaruh Penambahan Sekam Pada Proses Pengomposan Sampah Domestik. Jurusan Teknik Lingkungan ITS. Surabaya. Paulin. B. and P. O'malley. 2008. Compost Production and Use in Horticulture. Department of Agriculture and Food. Government of Western Australia.28p. Pelczar, M. 2005. Dasar-dasar mikrobiologi. UI. Jakarta Purwoko,T. 2007. Fisiologi Mikroba. PT Bumi Aksara. Jakarta. Purwendro.s., dan Nurhidayat. 2006. Mengolah Sampah Untuk Pupuk Dan Pestisida Organik Seri Agritekno. Penebar Swadaya.Jakarta. Roihana, N. 2006. Pengaruh Kompos Dengan Stimulator EM 4 (Effective Microorganisms 4) Trhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis (Zea Mays Var. Saccharata). Jurusan Biologi FMIPA UNDIP. Semarang. Rudy,c. 2003. Taruminingkeng.http://tumontou./6-sem2-023/kel 4-Seml -023.htm. Sukumaran, R.K., Singhania, R.R.,Pandey, A. 2005. Microbial CellulasesProduction, Application and Challenges. Journal of Scientific and Industrial Research, vol 64 : 832-844 Sofian. 2007. Sukses Membuat Kompos Dari Sampah. PT.Agromedia ,Jakarta.
64
Sriharti, dan Salim.T. 2008. Pemanfaatan Limbah Pisang untuk Pembuatan Pupuk Kompos Menggunakan Kompos Rotary Drum. Prosising Seminar Nasional Bidang Teknik Kimia Dan Tekstil. Yogyakarta. Suseno, D. 2009. Aktivitas Antibeakteri Propolis Trigona spp. pada Dua Konsentrasi Berbeda Terhadap Cairan Rumen Sapi. Program Studi Biokimia Fakultas Matematika dan IPA IPB, Bogor. Sundari, E., Sari,E. dan Rinaldo, R.N. 2012. Pembuatan Pupuk Organik Cair Menggunakan Bioaktivator Biosca Dan EM4. Fakultas Teknologi Industri Universitas Bung Hatta. Palembang. Susanto R. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif Dan Berkelanjutan.Kanisius. Yogyakarta. Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik:Pemasyarakatan Dan Penerapannya. Karisius. Yogyakarta Suwahyono, Untung. 2014. Cara Cepat Buat Kompos dari Limbah. Penebar Swadaya. Jakarta Timur Winda,L. 2009. Penyisihan senyawa organik pada biowaste fase padat menggunakan reaktor batch anaer. Tugas akhir rogram studi teknik lingkungan. ITB. Bandung. Yanqoritha. N. 2013. Optimasi Aktivator dalam Pembuatan Kompos Organik dari Limbah Kakao. Staf Pengajar Fakultas Teknik Industri ITM. Sumatera Utara. Yazid,dkk. 2010. Pengaruh Stimulan Asam Asetat Terhadap Efisiensi Pengikatan Uranium Dalam Bioremidiasi Lingkungan Menggunakan Bacillus Sp.Dan Pseudomonas Sp. Pusat Teknologi Akselerator Dan Proses Bahan. Batan. Yogyakarta. Yuwono, D. 2005. Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. Yuwono, D. 2006. Kompos Dengan Cara Aerob Maupun Anaerob Untuk Menghasilkan Kompos Yang Berkualitas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Zimmerman ,C.F.,J.Bashe. 1997. Determination of Carbon and Nitrogen in Sediment and Particular of Estuarine/Coastal Water Using Element Analysis. U.S. Enviromental Protection Agency, Cincinnati,Ohio.