PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG BETON ASPAL PADA CAMPURAN YANG MEMPERGUNAKAN HIGH STIFFNESS MODULUS ASPHALT Tri Basuki, ST., MT. Universitas Katolik Parahyangan Jl. Ciumbuleuit 94 Bandung - 40141 Telp: 022-2033691 E-mail:
[email protected]
Wimpy Santosa, Ph.D Universitas Katolik Parahyangan Jl. Ciumbuleuit 94 Bandung - 40141 Telp: 022-2033691 E-mail:
[email protected]
Santoso Urip Gunawan, Ir., MT. Universitas Katolik Parahyangan Jl. Ciumbuleuit 94 Bandung - 40141 Telp: 022-2033691
Abstrak HSMA (High Stiffness Modulus Asphalt) adalah suatu jenis aspal hasil produksi pabrik yang telah mengalami proses tertentu, sehingga memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan aspal biasa. HSMA produksi Mobil Australia diperuntukkan untuk membuat lapisan perkerasan yang mampu melayani lalu lintas berat. Penelitian ini mempelajari pengaruh pemakaian HSMA terhadap kekuatan tarik tidak langsung beton aspal. Pengaruh pemakaian HSMA terhadap kekuatan tarik tidak langsung dipelajari dengan membuat campuran yang menggunakan HSMA dan campuran yang menggunakan aspal penetrasi 60. Kekuatan tarik tidak langsung campuran dengan HSMA dan campuran yang menggunakan aspal penetrasi 60 diuji pada temperatur pengujian antara 30?C sampai dengan 70?C dengan interval 10?C. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa temperatur berpengaruh terhadap kekuatan tarik tidak langsung beton aspal. Kekuatan tarik tidak langsung berkurang dengan meningkatnya temperatur. Kekuatan tarik tidak langsung campuran yang menggunakan HSMA lebih besar daripada kekuatan tarik tidak langsung campuran yang menggunakan aspal penetrasi 60. Kata-kata kunci: high stiffness modulus asphalt, temperatur, kuat tarik tidak langsung, penetrasi, campuran, beton aspal.
1 1.1
PENDAHULUAN Latar Belakang Dua pengaruh utama lingkungan terhadap kinerja (performance) perkerasan dan desain struktur perkerasan adalah temperatur dan curah hujan. Kondisi temperatur sangat mempengaruhi penampilan perkerasan yang mempergunakan lapisan beraspal. Pengaruh temperatur tersebut meliputi : 1. 2. 3.
rangkak tegangan akibat temperatur pemadatan dan pengembangan (contraction and expantion)
Aspal adalah material yang bersifat viscous sehingga sifat-sifatnya sangat bergantung pada temperatur. Besaran-besaran material beraspal mempunyai rentang yang luas akibat adanya variasi temperatur. Keretakan pada perkerasan terjadi akibat temperatur rendah yang menurunkan kekuatan tarik material perkerasan. Beban yang bekerja pada perkerasan akan menyebabkan terjadinya regangan, tegangan, dan deformasi. Regangan, tegangan, dan deformasi juga dipengaruhi stabilitas material dan temperatur. Kekuatan tarik perkerasan dapat digunakan sebagai parameter yang menyatakan kekuatan perkerasan. Suatu perkerasan diharapkan memiliki kuat tarik yang besar sehingga dapat memberikan pelayanan terbesar akibat beban yang bekerja.
1
Simposium ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001
Kinerja perkerasan sangat ditentukan oleh material penyusunnya dan dalam perencanaannya disesuaikan dengan keadaan lingkungan serta kondisi tertentu. Material penyusun perkerasan tidak dapat memberikan jawaban atas semua kondisi khusus yang dibutuhkan. Untuk mendapatkan kinerja perkerasan yang memenuhi kebutuhan terdapat berbagai macam material yang diproduksi dengan spesifikasi tertentu. Material tersebut dapat berupa bahan tambahan (additive) yang ditambahkan ke dalam campuran perkerasan maupun aspal yang diproduksi dengan sifat-sifat yang khusus. High Stiffness Modulus Asphalt (HSMA) adalah bahan pengikat berupa aspal yang telah mengalami proses tertentu sehingga mampu memberikan ketahanan akibat rutting dan menahan kelelahan (fatigue). HSMA ini umumnya dipergunakan sebagai bahan pengikat pengganti aspal untuk lapis permukaan perkerasan yang memiliki kekuatan lebih baik sehingga lebih awet. Ketahanan terhadap temperatur tinggi menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan bahan pengikat untuk lapisan perkerasan. 1.2
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah meneliti pengaruh pemakaian HSMA pada berbagai temperatur terhadap kekuatan tarik beton aspal. Hubungan antara pemakaian HSMA pada berbagai temperatur terhadap kuat tarik beton aspal ini diharapkan dapat digunakan sebagai suatu parameter yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain campuran perkerasan. Pengaruh pemakaian HSMA pada berbagai temperatur terhadap kekuatan tarik beton aspal dipelajari dengan melakukan pengujian kekuatan tarik tidak langsung pada berbagai temperatur. Dari studi ini diharapkan dapat dihasilkan suatu hubungan kepekaan temperatur bahan pengikat (HSMA) dengan kekuatan tarik tidak langsung beton aspal. 1.3
Pembatasan Masalah Permasalahan yang menyangkut pembatasan sebagai berikut:
bahan
pengujian
dalam
penelitian
memiliki
1. Agregat kasar dan halus yang digunakan memenuhi spesifikasi gradasi V Bina Marga. 2. Aspal yang dipergunakan adalah aspal minyak yang memenuhi spesifikasi penetrasi 60. 3. High Stiffness Modulus Asphalt (HSMA). 4. Temperatur pengujian ditetapkan antara 30 - 70 oC dengan interval 10 oC. 5. Uji Kuat Tarik Tidak Langsung dilakukan sesuai dengan prosedur ASTM D 4123-82. 1.4
Metode Penelitian Kegiatan penelitian ini mengikuti metoda penelitian (1)studi pustaka sebagai tinjauan atas teori mengenai karakteristik beton aspal dan prosedur pengujian; (2) pengujian laboratorium untuk menguji kekuatan tarik tidak langsung dilakukan terhadap benda-benda uji dengan temperatur antara 30-70oC; dan (3) analisis data untuk memperoleh hubungan antara perubahan temperatur dengan kuat tarik tidak langsung. 2
HIGH STIFFNESS MODULUS ASPHALT HSMA (High Stiffness Modulus Asphalt) adala h suatu jenis aspal hasil produksi pabrik yang telah mengalami proses tertentu, sehingga memiliki kelebihan bila dibandingkan aspal biasa. HSMA produksi Mobil Australia diperuntukkan untuk membuat lapisan perkerasan yang mampu melayani lalu lintas berat. Aspal ini khususnya dipergunakan pada jalan bebas hambatan (freeway), pelapisan ulang, dan pada bagian pertemuan jalan (Mobil Australia, 1994). 2
Simposium ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001
HSMA memiliki spesifikasi yang berbeda dengan aspal keras biasa yang umum digunakan di Indonesia. Spesifikasi khusus HSMA ini dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik HSMA (Mobil Australia, 1994) Karakteristik Pengujian AASHTO T -49 Penetrasi (100 gr, 25?C, 5 detik). Titik Lembek AASHTO T -53 (Ring and Ball ) Titik Nyala AASHTO T -48 (Cleveland Open Cup) AS 2341 - 10*) Viskositas (60 ?C) Kenaikan setelah RTFOT Kelarutan dalam CCl4 AASHTO T -44 Indeks Penetrasi Berat Jenis AASHTO T -228 *) AS = Australian Standards
Min. 30
Maks. 45
Satuan 0,1 mm
48
60
?C
230
-
?C
530 99 -0,4 1,00
3 650 +0,6 1,05
% Pa.s. %
Aspal ini memberikan ketahanan yang tinggi terhadap lelah dan tapak (rutting) pada campuran perkerasan. Reologi kelelehan HSMA memperlihatkan ketahanan elastisitas dan kekakuan pada temperatur tinggi. Pada temperatur rendah, karakteristiknya seperti yang dimiliki oleh aspal penetrasi 85/100, tetapi pada temperatur tinggi sifatnya seperti bahan pengikat polimer ringan (Mobil Australia, 1994). Campuran perkerasan yang mempergunakan HSMA memiliki kekakuan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa campuran memiliki stabilitas yang tinggi dan tahan terhadap deformasi dan geser, sehingga cocok untuk digunakan di daerah putaran jalan dan pada jalan yang dimaksudkan untuk kecepatan tinggi. Perkerasan yang mempergunakan HSMA mempunyai rangkak yang rendah, sehingga tahan terhadap rutting. Penggunaan HSMA ini tidak memerlukan cara yang khusus. HSMA dapat digunakan dengan prosedur yang sama dengan prosedur yang diperlukan oleh bahan pengikat aspal yang lain. Temperatur campuran, temperatur penghamparan, dan temperatur kompaksi sekitar 5?C lebih tinggi daripada temperatur standar untuk campuran yang menggunakan aspal penetrasi 60. 3
UJI KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG Pada suatu perkerasan dapat timbul tegangan yang terjadi pada permukaan perkerasan akibat perubahan temperatur. Perubahan temperatur tersebut terjadi akibat perubahan panas di siang hari menjadi dingin pada malam hari (Dickinson, 1984). Tegangan tarik dapat meningkat jika bahan pengikat (binder) mengalami pengerasan akibat temperatur yang rendah. Jika keadaan ini berlanjut, maka permukaan perkerasan menjadi lebih kaku dan retak dapat mudah terjadi. Uji kuat tarik tidak langsung (Indirect Tensile Test) dilakukan dengan membebani benda uji berbentuk silinder dengan beban tunggal atau beban berulang yang bekerja paralel sepanjang tegak lurus bidang diameter benda uji (Roberts, et.al., 1991). Konfigurasi pembebanan ini menghasilkan tegangan tarik yang relatif seragam pada arah tegak lurus beban dan sepanjang bidang vertikal diameter, dengan batas puncaknya adalah terjadinya runtuh pada benda uji sepanjang bidang vertikal diameter.
3
Simposium ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001
Beban yang diberikan pada uji kuat tarik tidak langsung ini berupa beban strip (Strip Loading) dari bahan baja selebar 12,7 mm (0,5 in) dengan laju 51 mm/menit (2 in / menit). Pembebanan dilakukan dengan mempergunakan alat penekan Marshall. Tegangan tarik, St, dapat dihitung dengan rumus berikut (Yoder, 1975) : 2 Pmax St ? ? td dengan : St = tegangan tarik ( kg cm2 ) P max = beban maksimum pada saat runtuh (kg) t = tebal benda uji (cm) d = diameter benda uji (cm) Gambar 1 menjelaskan gambar dari alat penekan untuk uji kuat tarik tidak langsung beton aspal. P
Loading Strip
Specimen
D a
P P t D a
Rubber Membrans (Optional)
= applied load = thickness of specimen = diameter of specimen = width of the loading strip = 0,5 in. (13 mm) for 4 in. (102 mm) diameter specimen = 0,75 in. (19 mm) for 6 in. (152 mm) diameter specimen
Gambar 1 Uji Kuat Tarik Tidak Langsung (ASTM, 1986) 4
PENGUJIAN LABORATORIUM Pengujian laboratorium meliputi pengujian terhadap karakteristik agregat, aspal, penentuan kadar aspal optimum, pembuatan benda uji, dan uji kuat tarik tidak langsung beton aspal. 4.1
Uji Agregat dan Aspal Dalam membuat suatu campuran perkerasan, material yang dipergunakan harus diperiksa apakah memenuhi persyaratan atau tidak. Hal lain yang perlu untuk diketahui adalah besaran dari material tersebut, yaitu berat jenis dan penyerapan air. Agregat yang dipergunakan dalam penelitian ini diuji untuk mengetahui besaran tersebut. Data besaran (properties) dari material tersebut akan dipergunakan untuk melakukan perhitungan campuran perkerasan. Pengujian terhadap agregat mengikuti prosedur standar AASHTO (AASHTO, 1982). Aspal yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 macam, yaitu (1) aspal keras penetrasi 60 dan (2) Aspal HSMA produksi MOBIL Australia. Prosedur pengujian yang 4
Simposium ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001
dilakukan untuk kedua jenis aspal tersebut mengikuti prosedur standar AASHTO (AASHTO, 1982). Untuk menentukan kadar aspal optimum campuran dilakukan Uji Marshall. Kadar aspal optimum ditentukan berdasarkan rongga udara dalam campuran, kepadatan, stabilitas, rongga udara dalam agregat (VMA), dan kelelehan. Prosedur pengujian Marshall mengikuti prosedur AASHTO T245-82 (ASTM D1559-76). Kadar aspal optimum dihitung dari rata-rata kadar aspal yang berhubungan dengan kepadatan maksimum, stabilitas maksimum, dan median limit rongga udara (The Asphalt Institute, 1979). Setelah kadar aspal optimum tersebut didapat, kualitas campuran diperiksa terhadap persyaratan yang ditetapkan oleh Bina Marga. Campuran yang mempergunakan HSMA memiliki persyaratan campuran yang khusus. Persyaratan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Persyaratan Campuran yang Mempergunakan HSMA (Dept. P.U., 1995) Sifat Campuran Jumlah tumbukan Stabilitas Kelelehan Rongga dalam campuran Rongga terisi asp al Rongga dalam agregat Indeks Stabilitas yang tersisa Ketebalan Lapis beraspal Modulus Resilien Kelas Rangkak (Creep Class) AS 2891-12-1
Karakteristik 2 x 75 1200 2,0 - 5,0 3,5 - 5,0 70 - 80 14 > 80 >8 > 4000
Satuan kg mm % % % % ?m
>5
4.2
Uji Kuat Tarik Tidak Langsung Benda uji yang dipergunakan untuk uji kuat tarik tidak langsung dipersiapkan dengan prosedur yang sama dengan prosedur yang digunakan untuk pembuatan benda uji Marshall. Kadar aspal benda uji adalah kadar aspal optimum yang didapat dari percobaan Marshall. Benda uji yang telah dipersiapkan dimasukkan ke dalam waterbath selama 30 menit untuk tiap temperatur pengujian. Dalam penelitian ini, temperatur pengujian ditetapkan antara 30 - 70?C dengan interval 10?C. Untuk setiap temperatur digunakan 4 benda uji. Prosedur kerja penelitian ini secara keseluruhan disajikan pada Gambar 2. 5
HASIL UJI LABORATORIUM Hasil uji laboratorium meliputi hasil uji agregat, aspal, kadar aspal optimum, dan kuat tarik tidak langsung beton aspal pada berbagai temperatur. 5.1
Hasil Uji Agregat dan Aspal Hasil pengujian agregat disajikan pada Tabel 3. Hasil pengujian aspal penetrasi 60 dan HSMA disajikan pada Tabel 4. 5.2
Hasil Uji Marshall Untuk mendapatkan kadar aspal optimum campuran perkerasan yang mempergunakan aspal penetrasi 60 dan HSMA, dibuat 3 benda uji untuk masing-masing kadar aspal. 5
Simposium ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001
Perhitungan kadar aspal optimum mengikuti prosedur Asphalt Institute dan mempergunakan spesifikasi campuran lapisan beton aspal yang dikeluarkan oleh Bina Marga, yaitu dengan memplot kadar aspal dengan median rongga udara, stabilitas maksimum, dan kepadatan maksimum. Kadar aspal optimum untuk campuran menggunakan aspal penetrasi 60 adalah 6,3 % dan kadar aspal optimum untuk campuran menggunakan HSMA adalah 6,4 %. Karakteristik Aspal Pen. 60
Agregat
Agregat Kasar
Agregat Halus
Karakteristik HSMA
Filler
Gradasi dan Karakteristik
Kadar Aspal
Kadar Aspal
Persentase Berat Fraksi dalam Campuran
Pembuatan Campuran
Pembuatan Campuran
Penumbukan 2x75
Penumbukan 2x75
Uji Marshall
Uji Marshall
Kadar Aspal Optimum
Kadar Aspal Optimum
Pencampuran
Pencampuran
Penumbukan 2x75
Penumbukan 2x75
Uji Kuat Tarik Tidak Langsung
Uji Kuat Tarik Tidak Langsung
Analisis Data
Kesimpulan dan Saran
Gambar 2 Prosedur Kerja Penelitian Kualitas campuran dengan kadar aspal optimum selanjutnya diperiksa terhadap spesifikasi yang ada. Karakteristik campuran yang menggunakan aspal penetrasi 60 memenuhi spesifikasi Bina Marga. Kualitas campuran yang menggunakan HSMA ternyata tidak memenuhi persyaratan Bina Marga, tetapi memenuhi persyaratan campuran yang menggunakan HSMA. Campuran yang menggunakan HSMA tersebut memenuhi persyaratan rongga udara dalam campuran. Kelelehan yang dihasilkan campuran tersebut ternyata lebih besar dari 4% sehingga tidak memenuhi persyaratan Bina Marga untuk campuran beton aspal biasa. Campuran yang menggunakan HSMA menghasilkan stabilitas dan kelelehan yang lebih besar bila dibandingkan dengan campuran yang menggunakan aspal penetrasi 60. Hasil uji Marshall untuk campuran yang menggunakan aspal penetrasi 60 dan campuran yang menggunakan HSMA disajikan pada Tabel 5. 6
Simposium ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001
Tabel 3 Hasil Pengujian Agregat Gradasi V No. Agregat 3/4” 3/8” No. 4 No. 8 No. 30 No. 50 No.100 No.200 filler Tot al Ratarata
% Lolos Saringan 80-100 60-80 48-65 35-50 19-30 13-23 7-15 1-8
% Tertahan Saringan 20-0 20-20 12-15 13-15 16-20 6-7 6-8 6-7 1-8
% Ratarata tertahan 10 20 13,5 14 18 6,5 7 6,5 4,5 100
Berat tiap fraksi (gr) 110 220 148,5 154 198 71,5 77 71,5 49,5 1100
Gsb
Gap
Gse
Absorpsi
2,5980 2,5264 2,1704 2,4402 2,5832 2,4965 2,1450 2,1966 2,3127
2,7544 2,7264 2,2819 2,6299 2,7078 2,5943 2,2693 2,3480
2,6762 2,6264 2,2261 2,5350 2,6455 2,5454 2,2071 2,2723
2,1852 2,9039 2,2514 2,9566 1,7812 1,5105 2,5536 2,9357
2,3854
2,5390
2,4668
2,3847
Tabel 4 Hasil Pengujian Aspal Penetrasi 60 dan HSMA No. 1 2 3 4 5 6
Jenis Pemeriksaan Penetrasi (25 oC, 5 detik, 100 gr ) Penetrasi (15 oC, 5 detik, 100 gr) Titik Lembek (Ring and Ball) Titik Nyala (clev. open cup) Titik Bakar Berat Jenis (25 oC)
Aspal Penetrasi 60 Persyaratan Hasil Min. Maks. Uji 60
79
72
HSMA Persyaratan Min. Maks. 30
45
29 48 200
58 -
1
-
48,5 336 350 1,029
48 230
60 -
1,00
1,05
Hasil Uji
Satuan
40
0,1 mm
16
0,1 mm
53,5 329 340 1,008
?C ?C ?C
Tabel 5 Hasil Uji Marshall Campuran yang Menggunakan Aspal Penetrasi 60 dan HSMA Kadar Aspal (%) 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0
Kepadatan Rongga VMA Stabilitas (gr/ml) Udara (%) (%) (kN) Campuran yang Menggunakan Aspal Penetrasi 60 2,1509 7,4530 15,2759 1,0777 2,1586 6,5082 15,4220 9,7677 2,1984 4,1572 14,3179 11,9235 2,2108 2,9842 14,2913 11,5343 2,1962 2,9977 15,3117 10,1330 Campuran yang Menggunakan HSMA 2,1067 9,7713 16,5822 7,3022 2,1698 7,0672 14,0822 16,0061 2,1603 6,8370 14,9064 12,3280 2,1782 5,4232 14,6535 12,2544 2,2101 3,3868 13,8623 12,4116 2,2034 3,6767 14,1208 10,4171
Kelelehan (mm) 4,4633 3,7433 3,5583 4,7300 4,4383 3,8200 4,1500 4,8800 4,2700 4,5667 6,0200
5.3 Hasil Uji Kuat Tarik Tidak Langsung Hasil pengujian kuat tarik tidak langsung campuran yang menggunakan aspal penetrasi 60 dan HSMA disajikan pada Tabel 6. Hubungan antara kuat tarik tidak langsung dengan temperatur diperlihatkan dalam Gambar 3.
7
Simposium ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001
Tabel 6 Hasil Uji Kuat Tarik Tidak Langsung Campuran dengan Aspal Penetrasi 60 dan HSMA No. Temp Sampel (?C)
t (cm)
Aspal Penetrasi 60 d P maks (cm) (kg)
St ( kg cm
Temp ) (?C) 2
t (cm)
HSMA d P maks (cm) (kg)
St ( kg 2 ) cm
1 2 3 4 Rata-Rata
30 30 30 30
6,21 6,21 6,19 6,28
10,23 10,20 10,23 10,20
459,7350 433,1778 424,2963 450,8875
4,6095 4,3513 4,2656 4,4788 4,4263
30 30 30 30
6,29 6,38 6,28 6,34
10,26 10,19 10,25 10,19
552,5774 589,4562 574,2801 526,4652
5,4539 5,7691 5,6827 5,1878 5,5234
1 2 3 4 Rata-Rata
40 40 40 40
6,19 6,20 6,30 6,19
10,20 10,18 10,19 10,25
256,8196 274,8420 308,6340 337,9205
2,5909 2,7707 3,0622 3,3906 2,9536
40 40 40 40
6,19 6,25 6,23 6,19
10,25 10,25 10,23 10,18
443,3505 452,1217 430,1700 476,2211
4,4485 4,4954 4,2969 4,8086 4,5123
1 2 3 4
50 50 50 50
6,23 6,29 6,24 6,16
10,25 10,15 10,18 10,21
186,9827 103,6290 117,1458 110,3874
1,8631 1,0339 1,1734 1,1180
50 50 50 50
6,26 6,23 6,26 6,25
10,27 10,25 10,25 10,19
268,0836 234,2915 304,1284 321,9176
2,6561 2,3345 3,0191 3,2179
Rata-Rata 1 2 3 4
1,2971 60 60 60 60
6,20 6,21 6,22 6,28
10,27 10,25 10,28 10,27
81,1009 63,0785 87,8593 94,6177
Rata-Rata 1 2 3 4
2,8069
0,8109 0,6312 0,8752 0,9339
60 60 60 60
6,36 6,20 6,35 6,18
10,22 10,30 10,23 10,20
186,9827 159,9490 146,4322 216,2691
0,8128 70 70 70 70
6,15 6,28 6,19 6,23
10,26 10,21 10,30 10,23
110,3874 105,8818 101,3761 101,3761
Rata-Rata
1,8314 1,5945 1,4358 2,1853 1,7618
1,1143 1,0507 1,0128 1,0132
70 70 70 70
6,23 6,26 6,17 6,34
10,18 10,26 10,28 10,19
182,4771 214,0163 225,2803 168,9602
1,0478
1,8327 2,1202 2,2624 1,6641 1,9698
6
Aspal Pen. 60
2
St (kg / cm )
5 -0.03x
HSMA
y = 13.46e 2 R = 0.8981
4 3
Expon. (HSMA)
-0.0417x
2
y = 13.736e 2 R = 0.8398
1
Expon. (Aspal Pen. 60)
0 20
30
40 50 60 0 Temperatur ( C)
70
80
Gambar 3 Hubungan Temperatur dengan Kuat Tarik Tidak Langsung
8
Simposium ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001
6. ANALISIS Setelah didapat hasil uji kekuatan tarik tidak langsung, dilakukan analisis untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata terhadap kekuatan tarik tidak langsung kedua jenis campuran. Untuk mengetahuinya dilakukan analisis varian dua arah (twoway ANOVA). Tingkat keterandalan ? (Level of Significance) yang dipergunakan dalam analisis ini adalah 0,05. Tabel 10 Perhitungan Twoway ANOVA Sumber Faktor A (Aspal) Faktor B (Temperatur) Residual (Error) Total
SS 3,64405 20,15177 0,18762 23,98345
d.f 1 4 4 9
MS 3,64405 5,03794 0,04691
F 77,68860 107,40531
FKRITIS 7,71 6,39
Dari hasil perhitungan diketahui bahwa nilai F lebih besar daripada nilai F kritis pada tingkat keterandalan 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kekuatan tarik tidak langsung yang nyata (significance) antara kedua macam campuran yang menggunakan aspal yang berbeda pada temperatur yang berbeda-beda. Untuk mengetahui hubungan kekuatan tarik tidak langsung dengan temperatur,data yang ada diplot, seperti terlihat pada Gambar 10. Persamaan eksponensial yang didapat adalah y = 13,736 e -0,0417 x untuk campuran yang menggunakan aspal penetrasi 60 dengan R 2 = 0,8398 . Persamaan eksponensial untuk campuran yang menggunakan HSMA adalah y = 13,46 e -0,03 x dengan R 2 = 0,8981. Pada persamaan tersebut variabel y menyatakan kg 2 kekuatan tarik tidak langsung ( cm ), x menyatakan temperatur (?C), dan R 2 adalah coefficient of determination. Untuk mengetahui perbedaan kekuatan tarik tidak langsung kedua jenis campuran dilakukan analisis selisih rata-rata kedua campuran. Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 11. Dari hasil analisis perbedaan rata-rata kekuatan tarik tidak langsung kedua jenis aspal tersebut diketahui bahwa campuran yang menggunakan HSMA memberikan kekuatan tarik tidak langsung yang lebih besar daripada campuran yang menggunakan aspal penetrasi 60, yaitu dengan selisih rata-rata 79,74%. Tabel 11 Hasil Perhitungan Selisih Rata-rata Kuat Tarik Tidak Langsung Temperatur (?C)
Campuran dengan Aspal Penetrasi 60 (A)
Campuran dengan HSMA (B)
? = B– A
30 40 50 60 70
4,4263 2,9536 1,2971 0,8128 1,0478
5,5234 4,5123 2,8069 1,7618 1,9698
1,0971 1,5587 1,5098 0,9490 0,9220
Rata-rata Selisih
? (%) ?
B? A
100%
A 24,79 52,77 116,40 116,76 87,99 79,74
9
Simposium ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001
7
KESIMPULAN Dari penelitian yang dilakukan ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Temperatur berpengaruh terhadap kekuatan tarik tidak langsung beton aspal. Kekuatan tarik tidak langsung berkurang dengan meningkatnya temperatur. 2. Selisih kekuatan tarik tidak langsung campuran yang menggunakan HSMA adalah ratarata lebih besar 79,74% daripada kekuatan tarik tidak langsung campuran yang menggunakan aspal penetrasi 60. 8
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada PT. Sapta Sarana Aspalindo yang telah menyediakan aspal untuk kepentingan penelitian ini.
9 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
DAFTAR PUSTAKA American Society for Testing and Materials, 1986, “Road and Paving Materials, Traveled Surface Characteristics”, Annual Book of ASTM Standards, Philadelphia, PA. American Association of State Highway and Transportation Officials, 1982, “Standard Specification for Transportation Materials and Methods of Sampling and Testing”, Washington D.C. American Association of State Highway and Transportation Officials, 1986, “AASHTO Guide for Design of Pavement Structures”, Washington D.C. Austroads, 1992, “Pavement Design : A Guide to the Structural Design of Road Pavements”, Sydney. Departemen Pekerjaan Umum, 1987, “Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (Laston) Untuk Jalan Raya”, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta. Dickinson, E.J., 1984, “Bituminous Roads in Australia”, Australian Road Research Board, Melbourne. Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, 1995, “Heavy Loaded Road Improvement Project, Specification for High Stiffness Modulus Asphalt”, Directorate Bina Program Jalan, Jakarta. Krebs, R.D., and R.D. Walker, 1971, “Highway Materials”, McGraw-Hill Book Company, New York, N.Y. Mason, R.D., Douglas A.L., and William G. M., 1994, “Statistics an Introduction”, 4th ed., Saunders College Publishing, Harcourt Brace&Company, Orlando. Mobil Australia, 1994, “HSMA Product Description”, Spotswood. National Cooperative Highway Research Program, 1991, “Asphalt – Aggregate Mixture Analysis System”, Report No. 338, Transportation Research Board, National Research Council, Washington D.C.. Roberts, F.L., P.S. Kandhal, E.R. Brown, D.Y. Lee, and T.W. Kennedy, 1991, “Hot Mix Asphalt Materials, Mixture Design and Construction”, 1st ed., NAPA Education Foundation, Lanham, Maryland. The Asphalt Institute, 1979, “Mix Design Methods for Asphalt Concrete and Other Hot Mix Types”, Manual Series No. 2 (MS-2), College Park, Maryland. Wonnacott, T.H., and R.J. Wonnacott, 1990, “Introductory Statistics”, 5th ed., John Wiley & Sons, Inc., Toronto. Yoder, E.J., and M.W. Witczak, 1975, “Principles of Pavement Design”, 2nd ed., John Wiley & Sons, Inc., New York, N.Y.
10