PENGARUH SUDUT POTONG TERHADAP GETARAN PAHAT DAN KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT MILD STEEL ST 42
SKRIPSI
Oleh Saddam Husein NIM 111910101017
PROGRAM STUDI STRATA SATU TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS JEMBER 2015
PENGARUH SUDUT POTONG TERHADAP GETARAN PAHAT DAN KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT MILD STEEL ST 42
SKRIPSI Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Teknik Mesin (S1) dan mencapai gelar Sarjana Teknik
Oleh Saddam Husein NIM 111910101017
PROGRAM STUDI STRATA SATU TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS JEMBER 2015
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk: 1. Ayah “Jatim” dan ibu “Juma’ani” tersayang orang pertama yang dicintai oleh penulis, terimakasih atas semua doa yang selalu dipanjatkan serta tak hentihentinya memberikan semangat baik moral dan materil. Serta untuk seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan semangat. 2. Semua dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Jember yang tiada lelah membimbing dan mengarahkan, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan barokah dikemudian hari. Bapak Ir. Dwi Djumhariyanto, M.T. selaku Dosen Pembimbing Utama, Bapak M. Fahrur Rozy S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing Anggota yang selalu memberikan saran dan arahan yang sangat membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Bapak Ir. Ahmad Syuhri, M.T. selaku Dosen Penguji Utama dan Bapak Dr. Agus Triono, S.T., M.T. selaku Dosen Penguji anggota yang banyak sekali saran yang sangat membantu dan memberi arahan menuju ke arah yang benar dalam penyelesaian skripsi ini; 3. Saudara Teknik Mesin 2011 yang tidak bisa saya sebutkan satu – satu yang selalu memberi dukungan motivasi dan semangat selama perkuliahan hingga saat ini dan semoga akan selalu menjadi “DULUR SAK LAWASE”. Salam Solidarity Forever, yang belum kelar garap skripsinya semoga cepet nyusul. 4. Serta semua civitas akademik baik dilingkungan UNEJ maupun seluruh instansi pendidikan, perusahaan dan lembaga terkait. 5. Penghuni kosan “Moersid 17” dari belahan provinsi yang sudah setia bersama – sama mulai dari: Probolinggo (Yunus, Rian dan lukman) Trenggalek (Rizal sepaket sama adeknya Hadi) Tanggerang (Bangkit) Kediri (Imron) Bondowoso (Eko dan Rasel) Lampung (Fiyan) Banyuwangi (Angger dan Dika) Madura (Depri), semoga kita semua menjadi orang yang sukses dan berguna bagi lingkungan dan pemilik kosan yang baik hati dan lingkungan sekitar kosan yang ramah tamah.
6. Yang terakhir untuk nama “Erdiana Sofia” terimakasih sudah selalu setia menemani mulai dari tahap awal sampai tahap akhir penulis membuat skripsi, serta atas dukungan semangatnya secara langsung yang tak henti hentinya .
MOTTO
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. ( terjemahan Q.S Surah An- Nahl/16 Ayat 78 )*)
“Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap”. (terjemahan Q.S. Surah Al-Insyirah/94 Ayat 7-8)*)
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” . (terjemahan Q.S. Surah Ar-Ra’d/13 Ayat 11 )*)
"Dan bahawa seorang manusia tidak akan memperolehi selain apa yang diusahakan oleh dirinya. Dan bahwa usahanya itu kelak akan diperlihatkan. Kemudian akan diberi balasan padanya dengan balasan yang paling sempurna" ( terjemahan Q.S. Surah An Najm/53 Ayat 39-41 )*)
Departemen Agama Republik Indonesia. 2010. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: CV Penerbit Diponegooro *)
iii
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Saddam Husein NIM : 111910101017 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “PENGARUH VARIASI
SUDUT
POTONG
TERHADAP
GETARAN
PAHAT
DAN
KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT MILD STEEL ST 42” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan pada institusi mana pun, dan bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jember,
2015
Yang menyatakan,
(Saddam Husein) NIM 111910101017
iv
SKRIPSI
PENGARUH VARIASI SUDUT POTONG TERHADAP GETARAN PAHAT DAN KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT MILD STEEL ST 42
Oleh Saddam Husein NIM 111910101017
Pembimbing: Dosen Pembimbing Utama
: Ir. Dwi Djumhariyanto, M.T.
Dosen Pembimbing Anggota
: M. Fahrur Rozy H., S.T., M.T.
v
PENGESAHAN Skripsi berjudul “Pengaruh Variasi Sudut Potong Terhadap Getaran Pahat Dan Kekasaran Permukaan Pada Proses Bubut Mild Steel ST 42”telah diuji dan disahkan pada: hari, tanggal : Senin, 7 Desember 2015 tempat : Fakultas Teknik Universitas Jember
Menyetujui, Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
Ir. Dwi Djumhariyanto, M.T. NIP 19600812 199802 1 001
M. Fahrur Rozy H,. S.T., M.T. NIP 19800307 201212 1 003
Penguji I,
Penguji II,
Ir. Ahmad Syuhri, M.T. NIP 19670123 199702 1 001
Dr. Agus Triono, S.T., M.T. NIP 19700807 200212 1 001
Mengesahkan Dekan Fakultas Teknik Universitas Jember,
Ir. Widyono Hadi, M.T. NIP. 19610414 198902 1 001
vi
RINGKASAN
Pengaruh Variasi Sudut Potong Terhadap Getaran Pahat Dan Kekasaran Permukaan pada Proses Bubut Mild Steel ST 42; Saddam Husein, 111910101017; 2015; Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Jember.
Getaran merupakan fenomena yang terjadi dalam proses permesinan tidak terkecuali pada mesin bubut, dalam proses permesinan pada mesin bubut terjadi gerak relatif antara pahat dan benda kerja yang menghasilkan perubahan gaya sehingga amplitudo getaran terus membesar dengan cepat. Geometri pahat yang akan divariasikan yaitu sudut potong utama dengan variasi sudut sebesar 65º, 75º dan 85º. Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Pemesinan Jurusan Teknik Mesin Universitas Jember. Hasil getaran pahat diambil dengan menggunakan alat Vibration Meter menunjukkan bahwa nilai getaran terendah terdapat pada sudut potong utama 65° dengan nilai getaran 1.6554 Hz, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada sudut potong utama 85° dengan nilai getaran 3.6440 Hz. Kekasaran permukaan adalah hal yang sangat penting dalam proses pembubutan. Dari kekasaran permukaan ini dapat dilakukan evaluasi apakah benda kerja dapat diterima atau tidak. Kekasaran permukaan benda kerja dapat diakibatkan oleh faktor parameter pemotongan dan geometri pahat potong. Geometri pahat yang akan divariasikan yaitu sudut potong utama dengan variasi sudut sebesar 65º, 75º dan 85º. Untuk pengujian kekasaran permukaan akan dilaksanakan di Laboratorium Desain dan Uji Bahan Jurusan Teknik Mesin Universitas Jember. Hasil kekasaran permukaan yang diambil dengan menggunakan alat Roughness Tester menunjukkan bahwa nilai kekasaran terendah terdapat pada sudut potong utama 65° dengan nilai kekasaran permukaan 2.4568 µm, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada sudut potong utama 85° dengan nilai kekasaran permukaan 3.2776 µm.
SUMMARY
Effect of Variation Angle Cut Against Vibration Sculpture And Surface Roughness On Lathe Process Mild Steel ST 42; Saddam Hussein, 111910101017; 2015; Department of Mechanical Engineering, Faculty of Engineering, University of Jember. Vibration is a phenomenon that occurs in the process is no exception machining on a lathe, in the process of machining on a lathe occurs relative motion between the cutting tool and the workpiece to produce a change in style so that the amplitude of vibration continues to grow rapidly. Chisel geometry to be varied is the main cut angle variation of the angle of 65º, 75º and 85º. This study will be conducted at the Laboratory Machining Department of Mechanical Engineering University of Jember. Chisel vibration results taken by using the tool Vibration Meter shows that the lowest vibration values contained in the main cutting angle of 65° with a value of 1.6554 Hz vibration, while the highest value contained in the main cutting angle of 85° with a value of 3.6440 Hz vibration. Surface roughness is very important in the process of turning. Of the surface roughness can be evaluated whether the workpiece is acceptable or not. Workpiece surface roughness can be caused by factors chisel cutting parameters and cutting geometry. Chisel geometry to be varied is the main cut angle variation of the angle of 65º, 75º and 85º. For surface roughness testing will be conducted at the Laboratory Design and Testing Materials Department of Mechanical Engineering University of Jember. Results of surface roughness that is taken by using the tool Roughness Tester shows that the lowest roughness values contained in the main cutting angle of 65° with a surface roughness value of 2.4568 μm, while the highest value contained in the main cutting angle of 85° with a surface roughness value of 3.2776 lm.
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh Variasi Sudut Potong Terhadap Getaran Pahat dan Kekasaran Permukaan Pada Proses Bubut Mild Steel ST 42 ”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai sumber inspirasi dan panutan umat manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini.Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Jember. Penulis sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu karena tidak lain tidak lepas dari bantuan berbagai pihak selama penyusunan skripsi ini kepada: 1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia yang tidak pernah henti dapat penulis rasakan setiap detik dalam hidup ini. 2. Ayah dan Ibu yang senantiasa mendoakan dan member semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini denga baik. 3. Bapak Ir. Dwi Djumhariyanto M.T. selaku Dosen Pembimbing Utama, Bapak M. Fahrur Rozy H, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing Anggota yang telah meluangkan waktu, masukan, dan ide dalam penulisan skripsi ini. 4. Bapak Ir. Ahmad Syuhri, M.T. selaku Dosen Penguji Utama dan Bapak Dr. Agus Triono, S.T., M.T. selaku Dosen Penguji Anggota yang banyak sekali saran yang sangat membantu dan arahan menuju ke arah yang benar dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Bapak Dosen Universitas Jember khususnya Jurusan Teknik Mesin yang telah membimbing selama penulis menjadi mahasiswa. 6. Saudara-saudarakuku Teknik Mesin 11 universitas jember yang telah mengajarkan arti kebersamaan, kekompakan dan kesetiaan kalian semua adalah “Dulur Sak Lawase” saudara seperjuangan yang selalu maju bersama tanpa saling menyingkirkan.
7. Kepada Erdiana Sofia yang telah menemani selama 2 tahun lebih terimakasih yang sebesar – besarnya atas semua dukungan dan semangatnya untuk penulis hingga sampai selesai. 8. Pasukan “Moersid 17” Rian, Yunus, Bangkit, Fian, Imron, Eko, Angger, Depri, Rachel, Rizal, Lukman, Amir, Orit, Dika, Chandra dan Halim terimakasih atas semua dukungan dan semangatnya. 9. Saudara KKN 41 yang selalu memberikan semangat untuk kemajuan penulis. Terima kasih kepada Alex, Fajri, Niko, Bangun, Arkom, Indana, Icha, Laila dan Drefke kalian semua adalah saudara. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa manusia tidak luput dari salah dan lupa sehingga penulis sangat menerima adanya kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga hasil dari penelitian pada skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.
Jember,
2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
PERSEMBAHAN ..........................................................................................
ii
MOTTO ..........................................................................................................
iii
PERNYATAAN ..............................................................................................
iv
PEMBIMBING ..............................................................................................
v
PENGESAHAN ..............................................................................................
vi
RINGKASAN .................................................................................................
vii
PRAKATA ......................................................................................................
x
DAFTAR ISI...................................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvii BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................
3
1.3 Batasan Masalah ............................................................................
3
1.4 Tujuan ..............................................................................................
4
1.5 Manfaat ............................................................................................
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................
6
2.1 Proses Pemesinan ............................................................................
6
2.2 Mesin Bubut ....................................................................................
8
2.2.1 Parameter Proses Bubut .........................................................
9
2.2.2 Bagian Utama Mesin Bubut Konvensional ...........................
11
2.3 Pahat Potong ....................................................................................
15
2.3.1 Geometri Pahat ...........................................................................
16
xii
2.3.2 Bidang Refrensi Alat Potong ......................................................
17
2.3.3 Sudut-Sudut Pemotong ...............................................................
18
2.3.4 Sudut yang diukur berdasarkan bidang penampang alat Potong ........................................................................................
19
2.3.5 Jenis Sudut dan Pengaruhnya terhadap Prosedur Pemotongan ...............................................................................
19
2.4 Materi Pahat ....................................................................................
22
2.4.1 Pahat HSS (High Speed Steel) .................................................
23
2.5 Baja Karbon ....................................................................................
24
2.6 Getaran ............................................................................................
26
2.6.1 Getaran dalam Konteks Umum ................................................
26
2.6.2 Getaran dalam Konteks Khusus ................................................
27
2.7 Kekasaan Permukaan.....................................................................
28
2.7.1 Parameter Kekasaran Permukaan.............................................
28
2.7.2 Tingkat Kekasaran Mesin Bubut..............................................
31
2.8 Penelitian Sebelumnya.....................................................................
31
2.9 Hipotesa.............................................................................................
32
BAB 3. METODE PENELITIAN .................................................................
33
3.1 Metode Penelitian.............................................................................
33
3.2 Tempat dan Waktu ..........................................................................
33
3.3 Alat dan Bahan.................................................................................
33
3.3.1
Alat ........................................................................................
33
3.3.2
Bahan ....................................................................................
34
3.4 Variabel Pengukuran .......................................................................
34
3.4.1 Variabel Bebas ........................................................................
34
3.4.2 Variabel Terikat ......................................................................
35
3.5 Pelaksanaan Penelitian ...................................................................
35
3.5.1
Prosedur Proses Bubut ..........................................................
xiii
35
3.5.2
Pengujian Getaran .................................................................
36
3.5.3
Pengujian Kekasaran .............................................................
37
3.5.4
Pengambilan Data .................................................................
38
3.6 Metode Pengolahan Data ...............................................................
39
3.6.1
Penyajian Data Rancangan Acak Lengkap ...........................
40
3.6.2
Metode Sidik Ragam.............................................................
41
3.6.3
Uji Hipotesis .........................................................................
43
3.7 Flowchart Penelitian .......................................................................
44
3.8 Rencana Jadwal Penelitian ............................................................
45
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................
46
4.1 Hasil Pengujian Getaran ................................................................
46
4.1.1
Analisis Statistik Getaran .....................................................
46
4.2 Hasil Pengujian Kekasaran ............................................................
48
4.2.1
Analisis Statistik Kekasaran ................................................
48
Pembahasan ....................................................................................
49
4.3.1
Pembahasan Getaran ............................................................
49
4.3.2
Pembahasan Kekasaran ........................................................
51
BAB 5. PENUTUP .........................................................................................
54
5.1 Kesimpulan ........................................................................................
54
5.2 Saran ..................................................................................................
54
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
55
LAMPIRAN ...................................................................................................
57
4.3
xiv
DAFTAR GAMBAR
HALAMAN 2.1 Proses Bubut ...........................................................................................
8
2.2 Parameter Proses Bubut ...........................................................................
9
2.3 Mesin Bubut (Lathe)...............................................................................
12
2.4 Eretan (Carriage) ...................................................................................
13
2.5 Cekam (Chuck) .......................................................................................
13
2.6 Kepala Lepas ..........................................................................................
14
2.7 Kepala Tetap ...........................................................................................
14
2.8 Rumah Pahat ...........................................................................................
14
2.9 Kran Pendingin .......................................................................................
15
2.10 Geometri Pahat Bubut Sesuai dengan DIN 66581 .................................
16
2.11 Sistem Refrensi Orthogonal ...................................................................
17
2.12 Sudut Potong Utama (χ) dan Sudut Potong (ε).......................................
18
2.13 Sudut Inklinasi Sisi Potong Pahat (λ) .....................................................
19
2.14 Sudut Bebas (α), Sudut Potong (β), dan Sudut Rake (γ) ........................
19
2.15 Sudut Bebas Samping Pahat dan Pemegangnya .....................................
20
2.16 Sudut Bebas Efektif (αx) ........................................................................
20
2.17 Sudut Pahat dan Posisi Pahat yang Berbeda...........................................
21
2.18 Sudut Potong Utama ...............................................................................
21
2.19 Frekuensi, Amplitudo dan Akselerasi ....................................................
26
2.20 Aplikasi Getaran Bebas Pada Piston ......................................................
27
2.21 Aplikasi Getaran Paksa Pada Benda Kerja yang Diberi Tekanan ..........
28
2.22 Profil Permukaan ....................................................................................
28
3.1 Pahat HSS ...............................................................................................
34
3.2 Benda Kerja ..............................................................................................
34
3.3 Variasi Sudut Potong Utama Pada Pahat HSS .............................................
35
xv
3.4 Benda Kerja Sebelum Proses Bubut............................................................
36
3.5 Benda Kerja Setelah Proses Bubut..............................................................
36
3.6 Vibration Meters .............................................................................................
37
3.7 TR220 Portable Roughness Tester ...................................................................
37
3.8 Empat Titik Pengujian Kekasaran .....................................................................
38
3.9 Flowchart Penelitian..........................................................................................
44
4.1 Grafik Hubungan Antara Sudut Potong Utama Terhadap Getaran ........
50
4.2 Grafik Hubungan Antara Sudut Potong Utama Terhadap Kekasaran ....
52
xvi
DAFTAR TABEL
HALAMAN 2.1
Klasifikasi Proses Pemesinan Menurut Gerakan Relatif Pahat/Perkakas Potong Terhadap Benda Kerja ......................................
7
2.2
Kecepatan Potong untuk Pahat HSS ...........................................................
11
2.3
Kecepatan Pemakanan untuk Pahat HSS................................................
11
2.4
Jenis Pahat HSS ......................................................................................
23
2.5
Tabel Baja DIN .......................................................................................
24
2.6
Angka kekasaran Menurut ISO atau DIN 4763: 1981 ...........................
29
2.7
Tingkat Kekasaran Rata-Rata Permukaan Menurut Proses Pengerjaannya .........................................................................................
30
2.8
Tingkat Kekasaran Permukaan Menurut ISO 1302 ...............................
31
3.1
Pengukuran Kekasaran ..............................................................................
38
3.2
Data Sampel untuk desain Rancangan Acak Lengkap satu faktor.........
40
3.3
Data Hasil Perhitungan Pengujian Getaran ............................................
41
3.4
Data Hasil Kekasaran .............................................................................
41
3.5
Tabel Ansira atau Anova........................................................................
42
3.6
Rencana Jadwal Penelitian Tahun 2015 ................................................
45
4.1
Hasil Pengujian Getaran ........................................................................
46
4.2
Uji Statistik ANOVA Nilai Getaran ......................................................
47
4.3
Hasil Pengujian Kekasaran ....................................................................
48
4.4
Uji Statistik ANOVA Nilai Kekasaran ..................................................
49
xvii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Industri manufaktur tidak lepas dari adanya proses permesinan, khususnya proses pembubutan.
Proses pembubutan merupakan proses pemotongan yang
menggunakan mesin perkakas untuk memproduksi bentuk silindris dan juga dapat digunakan untuk membuat ulir, pengeboran dan meratakan benda putar dengan cara memotong benda kerja yang berputar pada spindle menggunakan alat potong (pahat) yang memiliki tingkat kekerasan di atas benda kerja yang dibentuk. Mesin bubut adalah suatu mesin perkakas yang mempunyai gerakan utama berputar yang berfungsi untuk mengubah bentuk dan ukuran benda kerja dengan cara menyayat benda kerja tersebut dengan suatu pahat penyayat, posisi benda searah sumbu mesin bubut untuk melakukan penyayatan atau pemakanan. (Hadimi 2008). Proses pemesinan pada mesin bubut adalah terjadinya gerak relatif antara pahat dan benda kerja akan menghasilkan variasi chip yang berakibatkan pada perubahan
gaya,
sehingga
amplitudo
getaran terus membesar dengan cepat.
Amplitudo yang membesar akan menimbulkan suara yang melengking yang berasal dari pahat yang memotong benda kerja. (Nur I. 2011). Getaran yang terjadi pada mesin – mesin biasanya menimbulkan efek yang yang tidak di hendaki: seperti ketidaknyamanan, ketidak tepatan dalam pengukuran atau rusaknya struktur mesin. Getaran yang terjadi karena adanya eksitasi baik yang berasal dari dalam maupun luar sistem akan tetapi efek getaran yang di timbulkannya sangat tergantung dari frekuensi eksitansi tersebut dan elemen – elemen dari sistem getaran itu sendiri. Untuk meredam getaran yang terjadi dapat dilakukan dengan cara memasang sistem peredam dinamik pada sistem yang bergetar atau memasang sistem tersebut pada tumpuan yang baik sesuai dengan frekuensi eksitasiya. Dalam proses pembubutan, kekasaran permukaan merupakan salah satu sifat yang penting dari permukaan suatu benda karena menentukan dapat tidaknya elemen – elemen mesin yang berfungsi dengan baik. Hal ini menjadi kendala di industri 1
2
khususnya di manufaktur karena harus mampu menghasilkan produk dengan kualitas kekasaran permukaan yang baik. Dalam kondisi seperti ini, sangat di butuhkan pemilihan parameter permesinan yang tepat. Beberapa parameter pemesinan yang mempengaruhi kualitas kekasaran permukaan adalah sudut potong utama dan gerak pemakanan benda kerja atau feeding. Oleh karena itu, kekasaran permukaan menjadi tolak ukur keakuratan dan kualitas permukaan suatu produk indutri manufaktur. Karakteristik kekasaran permukaan suatu benda kerja dapat diakibatkan oleh faktor kondisi pemotongan dan geometri dari pahat potong. Salah satu faktor yang mempengaruhi kekasaran permukaan adalah kecepatan pemakanan (feeding) dan kecepatan putar dari spindle. Semakin cepat kecepatan pemakanan maka semakin besar pula tingkat kekasaran dari benda kerja dan semakin cepat kecepatan putar dari spindle maka akan semakin rendah tingkat kekasarannya (A. Zubaidi dkk, 2012). Kekasaran permukaan juga dipengaruhi oleh kedalaman potong (depth of cut) proses bubut. Semakin besar kedalaman potong maka kekasaran permukaan akan semakin besar dan semakin kecil kedalaman potong maka kekasaran permukaan benda kerja akan semakin rendah. Untuk mendapatkan kekasaran permukaan yang baik dapat dilakukan kombinasi dari parameter-parameter tersebut. Amelia S, dkk (2008) melakukan penelitian tentang studi pengaruh kedalaman pemakanan terhadap getaran dengan menggunakan mesin bubut Chien Yeh Cy 800 Gf. Penelitian ini menyimpulkan
bahwa kedalaman potong berpengaruh pada
besarnya amplitudo getaran yang terjadi. Neno T Y (2012) melakukan penelitian tentang getaran pahat pada proses bubut akibat variasi panjang pahat (tool overhang), gerak makan dan kecepatan potong menyimpulkan bahwa panjang pahat, kecepatan potong dan gerak makan berpengaruh terhadap terjadinya getaran pahat. Susarno A (2012) melakukan penelitian tentang studi pengaruh sudut potong pahat HSS pada proses bubut dengan tipe pemotongan orthogonal terhadap kekasaran permukaan menyimpulkan bahwa variasi sudut potong, putaran mesin dan feeding
3
berpengaruh
signifikan
terhadap
tingkat
kekasaran
permukaan
hasil
proses
pembubutan. Ida B P I, dkk (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh jenis pahat bubut terhadap kekasaran permukaan hasil bubutan pada bahan stainless steel menyimpulkan bahwa jenis pahat untuk pembubutan sangat mempengaruhi hasil bubut (kekasaran permukaan), hal ini terlihat dari hasil kekasaran permukaan yang berbeda untuk setiap janis pahat yang digunakan (HSS, carbide dan PCD). Hasil kekasaran permukaan terbaik (Ra = 1.16 µm) diperoleh dengan menggunakan pahat carbide. Penggunaan pahat HSS disarankan hanya untuk putaran spindle rendah dan tidak disarankan untuk menggunakan pahat PCD untuk pembubutan stainless steel. Dalam penelitian ini, akan dilakukan penelitian tentang pengaruh sudut potong terhadap getaran pahat dan kekasaran permukaan pada proses bubut Mild Steel ST 42
1.2 Rumusan Masalah Adapun permasalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh sudut potong utama terhadap getaran pahat dan kekasaran permukaan mild steel ST 42 pada proses pembubutan.
1.3 Batasan Masalah
Dalam pembahasan mengenai getaran pahat dan kekasaran permukaan benda kerja banyak faktor yang dapat mempengaruhi getaran pahat dan kekasaran benda kerja, oleh karena itu dibuat batasan masalah. Batasan masalah ini dibuat agar pembahasan pada penilitian ini tidak meluas (diluar topik penelitian) dan agar tidak terjadi pembahasan yang tidak searah, sehingga pembahasan dapat tetap fokus pada masalah yang dibahas. Maka pembahasan dari penelitian skripsi ini ditetapkan bahasan dan asumsi sebagai berikut: 1. Dalam penelitian ini benda kerja yang dipakai adalah mild steel ST 42.
4
2. Proses yang dilakukan dalam penelitian ini adalah proses pembubutan permukaan benda kerja, tidak pada proses penguliran, pengeboran, tirus dan bubut lainnya. 3. Berdasarkan batasan nomer dua maka pahat bubut yang digunakan adalah pahat bubut rata kiri jenis HSS (High Speed Steel). 4. Variasi sudut potong utama adalah 65°, 75° dan 85°. 5. Dimensi pahat 110,6 x 12,7 x 12,7 mm. 6. Kedalaman potong benda kerja 1 mm. 7. Pengujian hasil pembubutan permukaan benda kerja adalah pengujian kekasaran permukaan dengan menggunakan alat roughness tester. 8. Pengujian hasil getaran pahat terhadap benda kerja adalah pengujian getaran pahat menggunakan alat vibration meter. 9. Penelitian ini tidak membahas tentang perbedaan cairan pendingin pada saat proses pembubutan permukaan. 10. Penelitian ini tidak membahas variasi panjang pahat (Tool Overhang). 11. Penelitian ini tidak menganalisa pahat yang terjadi akibat proses pembubutan.
1.4 Tujuan Dari latar belakang diatas, dapat ditarik kesimpulan untuk mengetahui tujuan dari penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sudut potong utama terhadap getaran pahat dan kekasaran permukaan mild steel ST 42, sehingga didapatkan getaran dan kekasaran yang tepat untuk mendapatkan getaran pahat yang rendah dan kekasaran permukaan yang rendah.
1.5 Manfaat Berdasarkan tujuan penelitian diatas, dapat diambil manfaat dari penelitian tesebut yaitu: 1. Dapat mengetahui variasi sudut pahat terhadap getaran pahat yang tepat sehingga dapat menghasilkan kekasaran yang rendah.
5
2. Dapat mengetahui variasi sudut terhadap getaran dan kekasaran
dengan mata
pahat HSS. 3. Dapat dijadikan refrensi untuk bengkel – bengkel bubut sehingga dapat membantu dalam proses pembubutan. 4. Diharapkan dapat memberi kontribusi pada pendidikan berupa informasi dari hasil penelitian yang dapat dijadikan bahan rujukan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Pemesinan Proses pemotongan logam merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengubah bentuk dari logam (komponen mesin) dengan cara memotong. Proses pemotongan dengan menggunakan pahat potong yang dipasang pada mesin perkakas dalam istilah teknik sering disebut dengan nama proses pemesinan. Proses pemesinan (machining) adalah proses pembentukan geram (chip) akibat perkakas (tools) yang dipasangkan pada mesin perkakas (machine tools), bergerak relative terhadap benda kerja (work piece) yang dicekam pada daerah kerja mesin perkakas (Rochim, 1993). Komponen mesin yang terbuat dari logam mempunyai bentuk yang beraneka ragam. Umumnya mereka dibuat dengan proses pemesinan dari bahan yang berasal dari proses sebelumnya yaitu proses penuangan (casting) dan atau proses pengolahan bentuk (metal forming).
Karena bentuknya yang
beraneka ragam tersebut maka proses pemesinan yang dilakukannya pun bermacam-macam sesuai dengan bidang yang dihasilkan yaitu silindrik atau rata. Klasifikasi proses pemesinan dibagi menjadi tiga yaitu menurut jenis gerakan relatif pahat atau perkakas potong terhadap benda kerja, jenis mesin perkakas yang digunakan, dan pembentukan permukaan (Rochim, 1993). Pahat yang bergerak relatif terhadap benda kerja akan menghasilkan geram dan sementara itu permukaan benda kerja secara bertahap akan terbentuk menjadi komponen yang dikehendaki. Pahat tersebut dipasang pada suatu jenis mesin perkakas dan dapat merupakan salah satu dari berbagai jenis pahat atau perkakas potong disesuaikan dengan cara pemotongan dan bentuk akhir dari produk. Gerak relatif pahat terhadap benda kerja dapat dipisahkan menjadi dua macam komponen gerakan yaitu gerak potong (cutting movement) dan gerak makan (feeding movement). Menurut jenis kombinasi dari gerak potong dan gerak makan maka proses pemesinan dikelompokkan menjadi tujuh macam proses yang berlainan seperti pada Tabel 2.1 di bawah ini.
6
7
Tabel 2.1 Klasifikasi proses pemesinan menurut gerakan relatif pahat/perkakas potong terhadap benda kerja (sumber: Rochim, 1993)
Selain ditinjau dari segi gerakan dan segi mesin yang digunakan proses pemesinan dapat diklasifikasikan berdasarkan proses terbentuknya permukaan (surface generation). Dalam hal ini proses tersebut dikelompokkan dalam dua garis besar proses yaitu: a. Pembentukan permukaan silindrik atau konis, dan b. Pembentukan permukaan rata atau lurus dengan atau tanpa putaran benda kerja. Berdasarkan gambar teknik, dimana dinyatakan spesifikasi geometrik suatu produk komponen mesin, proses bubut dipilih sebagai suatu proses atau urutan proses yang digunakan untuk membuatnya. Bagi suatu tingkatan proses, ukuran obyektif ditentukan dan pahat harus membuang sebagian material benda kerja sampai ukuran obyektif tersebut dicapai. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara menentukan penampang geram (sebelum terpotong). Lima elemen dasar proses pemesinan yaitu:
8
a. Kecepatan potong (cutting speed) ; v (m/min) b. Kecepatan makan (feeding speed) ; vf (mm/min) c. Kedalaman potong (depth of cut) ; a (mm) d. Waktu pemotongan (cutting time) ; tc (min), dan e. Kecepatan penghasilan geram (rate of metal removal) ; Z (cm3/min). Elemen proses pemesinan tersebut (v, vf, a, tc, dan Z) dihitung berdasarkan dimensi benda kerja dan / atau pahat serta besaran dari mesin perkakas. Untuk proses bubut terdapat dua sudut pahat yang penting yaitu sudut potong utama (principal cutting edge angle) dan sudut geram (rake angle). Kedua sudut tersebut berpengaruh pada gaya pemotongan. Dalam penelitian kali ini hanya akan dibahas tentang proses pemesinan menggunakan mesin bubut.
2.2 Mesin Bubut Mesin perkakas yang paling banyak digunakan adalah mesin bubut (lathe machine) dengan gerak utama berputar, dan gerak pengumpanan yang diberikan pahat potong. Dalam proses ini pahat potong dipasag pada dudukan pahat dengan memposisikan ujungnya harus sama tinggi dengan pusat benda kerja (center). Dalam proses bubut, benda kerja silindris dihasilkan dari kombinasi gerak pahat dan benda kerja. Benda kerja berputar dan pahat potong didorong kedalam benda permukaan kerja dengan bergerak melintang oleh pergeseran carriage pada dudukan mesin. Proses ini diulang sampai didapatkan diameter yang diinginkan (Rochim, 1993). Gambar dari proses bubut dapat dilihat pada gambar
Gambar 2.1 Proses bubut (sumber: ASM Handbook, Vol.16, 1995)
9
2.2.1 Parameter Proses Bubut Proses pemesinan merupakan proses pemotongan logam, dalam proses pemesinan khususnya mesin bubut terdapat beberapa parameter pemotongan benda kerja yang dapat dihitung menggunakan rumus. Parameter pemotongan tersebut dapat dicari dengan memperhatikan kondisi pemotongan pada gambar 2.2. Kondisi pemotongan dalam proses pemesinan mesin bubut ditentukan sebagai berikut. a. Benda kerja; do = diameter mula; mm, dm = diameter akhir; mm, lt = panjang permesinan; mm, b. pahat; χr = sudut potong utama; 0, γo = sudut geram; 0, c. mesin bubut; a = kedalaman potong; mm, f = gerak makan; mm/rev, n = putaran poros utama (benda kerja); rev/min.
Gambar 2.2 Parameter proses bubut (Rochim, 1993)
Gambar 2.2 diperlihatkan sudut potong utama (χr, principal cutting edge angle) yaitu merupakan sudut antara mata potong mayor (proyeksinya pada bidang referensi) dengan kecepatan makan vf besarnya sudut tersebut ditentukan oleh geometri pahat dan cara pemasangan pahat pada mesin perkakas (orientasi
10
pemasangannya). Untuk harga a dan f yang tetap maka sudut ini menentukan besarnya lebar pemotongan (b, width of cut) dan tebal geram sebelum terpotong (h, undeformed chip thickness) sebagai berikut: a. Lebar pemotongan: b = a / sin χr; mm.........................................................................
(2.1)
b. Tebal geram sebelum terpotong: h = f sin χr; mm............................................................................
(2.2)
Dengan demikian, penampang geram sebelum terpotong dapat dituliskan sebagai berikut. A = f . a = b . h; mm2 ....................................................................
(2.3)
Elemen dasar dapat dihitung dengan rumus-rumus berikut: a. Kecepatan potong : v=
𝜋𝑑𝑛 1000
m/min ...........................................................................
(2.4)
Dimana: d = diameter rata-rata yaitu: (do + dm) / 2 = d; mm ..................................................................
(2.5)
b. Kecepatan makan: vf = f . n; m/min ............................................................................
(2.6)
c. Kedalaman potong: a = ( do – dm) / 2; mm .................................................................
(2.7)
d. Waktu pemotongan: tc = lt / vf; min..............................................................................
(2.8)
e. Kecepatan penghasilan geram : Z = A. V dimana, penampang geram sebelum terpotong A = f . a; mm2 , maka: Z = f . a . v; cm3/min ....................................................................
(2.9)
11
Kecepatan potong dan kecepatan pemakanan berbeda-beda untuk tiap jenis material pahat dan jenis material yang mengalami proses bubut. Tabel kecepatan potong dan kecepatan pemakanan untuk pahat HSS dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.2 Kecepatan Potong (Cuting Speed) untuk Pahat HSS
Rough Cut Materials
Finish Cut
Threading
ft/min
m/min
ft/min
m/min
ft/min
m/min
Machine steel
90
27
100
30
35
11
Tool steel
70
21
90
27
30
9
Cast iron
60
18
80
24
25
8
Bronze
90
27
100
30
25
8
Aluminium
200
61
300
93
60
18
Sumber: Technology of Machine Tools, Krar, Oswald Tabel 2.3 Kecepatan Pemakanan (Feeding) untuk Pahat HSS
Rough Cut Materials
Finish Cut
in/rev
mm/rev
in/rev
mm/rev
Machine steel
0.010-0.020
0,25-0,50
0.003-0.010
0,07-0,25
Tool steel
0.010-0.020
0,25-0,50
0.003-0.010
0,07-0,25
Cast iron
0.015-0.025
0,40-0,60
0.005-0.012
0,13-0,30
Bronze
0.015-0.025
0,40-0,60
0.003-0.010
0,07-0,25
Aluminium
0.015-0.030
0,40-0,75
0.005-0.010
0,13-0,25
Sumber: Technology of Machine Tools, Krar, Oswald
2.2.2 Bagian Utama Mesin Bubut Konvensional Bagian-bagian utama dari setiap mesin bubut umumnya sama walaupun memiliki perbedaan merk dan pabrik pembuatnya, hanya saja hal yang biasanya
12
menjadi pembeda adalah tuas (handle) pengatur kecepatan potong, tuas pengatur kecepatan pemakanan, tuas pengatur kecepatan putar spindle, tombol turn on dan turn off, tabel penunjuk proses pembubutan dan rangkaian roda gigi pengganti kecepatan. Dalam hal pengoperasiannya setiap mesin bubut juga tidak jauh berbeda.
Berikut ini akan diuraikan bagian-bagian dari mesin bubut sesuai
dengan gambar 2.3.
Gambar 2.3 Mesin Bubut (Lathe) (Rochim, 2007:12)
1. Motor penggerak Motor penggerak merupakan sumber penggerak utama dari mesin bubut. Motor ini berfungsi untuk menggerakkan spindle yang nantinya akan memutar benda kerja. Motor penggerak yang biasa digunakan adalah motor penggerak arus searah (DC) dengan kecepatan putar yang variabel. 2. Eretan Eretan atau carriage adalah bagian yang digunakan untuk menggerakkan pahat sehingga pahat melakukan gerakan pemakanan terhadap benda kerja. Terdapat tiga buah eretan pada tiap mesin bubut konvensional yaitu, eretan memanjang (longitudinal carriage) berfungsi untuk menggerakkan eretan searah dengan meja mesin (bed mesin), eretan melintang (cross carriage) berfungsi untuk eretan melintang terhadap meja mesin atau tegak lurus dengan sumbu benda kerja dan eretan atas (top carriage) berfungsi untuk mengatur pergerakan eretan sesuai dengan sudut yang diinginkan.
13
Eretan Atas
Eretan Melintang
Eretan Bawah
Gambar 2.4 Eretan (carriage)
3. Cekam (chuck) Cekam adalah alat yang digunakan untuk memgang benda kerja saat proses pembubutan. Terdapat beberapa jenis cekam yang ada pada mesin bubut yaitu cekam dengan rahang tiga terpusat dan cekam dengan rahang tiga dan empat yang bergerak sendiri-sendiri. Cekam rahang tiga berfungsi untuk memegang benda kerja yang berbentuk silindris dan rahang pada cekam jenis ini bergerak secara bersamaan ketika dikunci atau ketika akan melepaskan benda kerja. Cekam dengan rahang tiga dan empat yang bergerak secara sendiri-sendiri biasa digunakan untuk memegang benda-benda yang tidak silindris. Rahang pada cekam jenis ini bergerak sendiri-sendiri saat mengunci benda kerja atau melepaskan benda kerja.
Gambar 2.5 Cekam (chuck) 4. Kepala lepas Kepala lepas pada mesin bubut memiliki banyak fungsi. Fungsi utama dari kepala lepas adalah untuk memasang center yaitu alat yang digunakan untuk mengecek ketinggian dari mata pahat terhadap pusat dari benda kerja. Kepala
14
lepas juga digunakan untuk menahan benda kerja yang memiliki dimensi yang panjang dan berfungsi dalam proses pengeboran. Kepala lepas ini berfungsi untuk memasang mata bor.
Gambar 2.6 Kepala Lepas 5. Kepala tetap Kepala tetap berfungsi sebagai tempat dari transmisi penggerak mesin bubut. pada kepala lepas ini juga terdapat tuas-tuas pengatur kecepatan potong, kecepatan
pemakanan
dan
kecepatan
spindle.
Tabel-tabel untuk
proses
pembubutan juga terdapat pada kepala tetap.
Gambar 2.7 Kepala Tetap 6. Rumah pahat (tool post) Rumah pahat berfungsi sebagai tempat pemasangan pahat bubut. Gambar 2.8 adalah rumah pahat yang biasa digunakan pada mesin bubut konvensional. Rumah pahat jenis ini dapat memegang pahat sebanyak empat buah sekaligus.
Gambar 2.8 Rumah pahat (tool post)
15
7. Kran pendingin Kran pendingin berfungsi untuk menyalurkan cairan pendingin (coolant) saat
proses
pembubutan.
Pemberian cairan pendingin ini berfungsi untuk
mendinginkan benda kerja dan pahat potong pada saat proses pembubutan sehingga pahat tidak mudah aus. Gambar 2.9 di bawah ini menunjukkan gambar dari kran pendingin.
Gambar 2.9 Kran pendingin
2.3 Pahat Potong Perkakas atau pahat potong yang digunakan pada mesin perkakas untuk proses
pemesinan
merupakan
komponen
yang
utama.
Menurut
bentuk
keseluruhan, pahat potong dapat dikenali dengan nama yang dikaitkan dengan proses pemesinan seperti, pahat bubut (turning tools), pahat gurdi (drilling tools), pahat pelubang (pelebar dan penghalus lubang, boring tools), pahat ulir (threading tools), pahat freis (milling cutter), pahat sekrap (shaping tools) dan pahat gergaji (saw) (Rochim, 2007). Dalam penelitian kali ini dikhususkan untuk meneliti pahat bubut. Fungsi utama dari pahat bubut adalah mengurangi dimensi dari benda kerja. Pahat bubut berperan sangat penting dalam proses pemesinan terutama dalam proses bubut, oleh karena dimensi dan geometri dari pahat bubut harus diperhatikan agar benda kerja yang dihasilkan sesuai dengan ketentuan yang ada yaitu dari dimensi dan kekasaran benda kerja.
16
2.3.1 Geometri Pahat Dalam bidang pemesinan, geometri alat potong biasanya didefinisikan sesuai dengan standar DIN 6580 dan 6581. Gambar pahat bubut yang sesuai dengan standar DIN 6581 dapat dilihat pada gambar 2.10.
Gambar 2.10 Geometri pahat bubut sesuai dengan DIN 6581 (sumber: Sutopo, 2007)
1. Permukaan Flank (flank faces) Permukaan Flank dalah area pada sisi potong yang sejajar dengan permukaan potong (cut surfaces). Jika permukaan flank ini diberi chamfer, selanjutnya disebut bagian ini disebut flank face chamfer. 2. Permukaan Rake (rake faces) Permukaan Rake adalah permukaan di mana tatal (chip) bergerak dan menggesek bidang tersebut. Jika permukaan atau bidang rake juga diberi chamfer kemudian disebut rake face chamfer. 3. Sisi potong a. Sisi potong utama (major cutting edges) Didefinisikan sebagai sisi pemotong, ketika dilihat dari area bidang kerja pada arah gerak makan yang sesuai. b. Sisi potong minor Didefinisikan sebagai sisi pemotong tetapi jika dipandang dari area bidang kerja bukanlah berbentuk titik pada arah yang sesuai dengan gerak makan.
17
4. Pojok alat potong (corners) a. Pojok sisi potong Didefinisikan sebagai titik bertemunya sisi potong mayor dan sisi potong minor. b. Radius pahat (corner radius) Adalah bentuk radius pada ujung alat potong (pojok). Radius pahat diukur dalam bidang referensi pahat (tool reference plane) (Sutopo, 2007).
2.3.2 Bidang Referensi Alat Potong Bidang referensi berfungsi untuk menganalisis geometri pahat dimana sudut-sudut pahat dapat ditentukan harganya (Rochim, 2007). Bidang referensi ini diasumsikan dengan menggunakan sistem refrensi orthogonal (tegak lurus). Sistem referensi terdiri dari tiga bidang yaitu, bidang referensi pahat (tool reference plane), bidang referensi sisi potong (cutting edge plane), bidang pengukuran sudut pemotong (wedge measuring plane) (Sutopo, 2007). Gambar 2.11 di bawah ini menunjukkan gambar dari sistem refrensi orthogonal.
Gambar 2.11 Sistem refrensi orthogonal (sumber: Sutopo, 2007)
1. Tool reference plane Tool reference plane didefinisikan sebagai bidang yang melalui sisi potong, normal terhadap arah gerak utama (primary motion) dan paralel atau sejajar terhadap bidang yang dijepit.
18
2. Cutting edge plane Cutting edge plane adalah suatu bidang pada sisi potong utama, normal ke bidang referensi pahat. 3. Wedge measuring plane Wedge measuring plane dideskripsikan sebagai bidang yang tegak lurus kearah sisi potong dan normal ke bidang referensi pahat. 4. Bidang kerja Bidang kerja adalah bidang maya (virtual), yang mengandung arah gerak utama dan arah pemakanan.
2.3.3
Sudut-Sudut Pemotong
1. Sudut-sudut yang diukur pada bidang referensi pahat. a. Sudut potong utama (χ), berdasarkan sudut antara sumbu benda kerja dan bidang sisi potong. b. Sudut baji (ε) didefinisikan sebagai sudut situasional antara sisi potong utama dan sisi potong bantu. Gambar 2.12 di bawah ini menunjukkan sudut potong utama dan sudut potong.
Gambar 2.12 Sudut potong utama (χ) dan sudut potong (ε) (sumber: Sutopo, 2007)
2. Sudut yang diukur berdasarkan bidang sisi potong (sudut inklinasi) Dideskripsikan sebagai sudut antara bidang referensi pahat dan sisi potong utama. Sudut inklinasi sisi potong adalah negatif jika sisi potong naik ke arah atas, Hal ini menentukan titik pertama alat potong yang menyayat benda kerja. Gambar 2.13 Di bawah ini menunjukkan gambar dari sudut inklinasi.
19
Gambar 2.13 Sudut inklinasi sisi potong pahat (λ) (sumber: Sutopo, 2007)
2.3.4 Sudut yang diukur berdasarkan bidang penampang alat potong (wedge measuring plane) 1. Sudut bebas samping (tool orthogonal clearance) = α 2. Sudut potong (β), didefinisikan sebagai sudut antara bidang flank dan permukaan rake. 3. Sudut Rake (γ), didefinisikan sebagai sudut antara permukaan rake dengan bidang referensi pahat.
Gambar 2.14 Sudut bebas (α), sudut potong (β), dan Sudut rake (γ) (sumber: Sutopo, 2007)
2.3.5
Jenis Sudut dan Pengaruhnya terhadap Prosedur Pemotongan
1. Sudut bebas samping (tool orthogonal clearance) = α Ukuran normal sudut bebas samping berkisar antara 6 s.d 10 derajat. Ukuran sudut bebas yang besar digunakan untuk memotong benda kerja yang lunak (soft) hingga ulet (tough). Sudut bebas yang besar menyebabkan: a. Terbentuknya Build up edge (BUE) di bibir sisi potong. b. Memperlemah sudut potong. c. Mempertinggi terciptanya keausan tepi (flank wear)
20
2. Sudut bebas kecil Digunakan untuk pemotongan material dengan tegangan tarik yang lebih tinggi. Sudut bebas yang kecil menyebabkan: a. Memperkuat area bidang potong (wedge). b. Meningkatkan daya tahan permukaan tool terhadap panas yang timbul akibat pemotongan. c. Memberikan kontribusi pada peredaman getaran yang timbul. 3. Sudut bebas untuk pahat yang dipatri keras atau insert Jika pahat karbida sisipan diperlukan untuk digerinda ulang, maka gunakan tangkai pahat yang lebih lunak kekerasannya dan berikan tambahan sudut kebebasan sekitar 2 derajat.
Gambar 2.15 Sudut bebas samping pahat dan pemegangnya (sumber: Sutopo, 2007)
4. Posisi pahat relatif terhadap sumbu benda kerja Sudut bebas relatif (αx) tergantung pada posisi relative pahat terhadap sumbu benda kerja. Gambar di bawah ini menunjukkan sudut bebas efektif.
Gambar 2.16 Sudut bebas efektif (αx) (sumber: Sutopo, 2007)
Jika ada kasus di mana posisi ujung pahat berada di bawah sumbu benda kerja, maka ukuran sudut bebas samping akan membesar (gambar 2.17), sehingga: a. Posisi di bawah sumbu benda kerja; αx = α + ψ.
21
b. Posisi tepat setinggi sumbu benda kerja; αx = α. c. Posisi di atas sumbu benda kerja; αx = α – ψ.
Gambar 2.17 Sudut pahat dan posisi pahat yang berbeda (sumber: Sutopo, 2007)
1. Sudut potong (β) Sudut potong yang besar dipergunakan untuk pengerjaan material yang memiliki kekerasan tinggi dan bahan-bahan yang getas (brittle). Sudut potong yang kecil cocok untuk material yang lunak (soft). 2. Sudut Potong Utama (x) Sudut potong utama menentukan lokasi dari sisi potong utama relatif terhadap benda kerja (Gambar 2.18). Jika kedalaman pemotongan (ap), lebar pemotongan dari sisi potong utama tergantung pada sudut potong utama. Sudut potong utama yang lebih kecil (b), menyebabkan lebar pemotongan yang lebih besar pada sisi potong utama. Namun sudut potong utama mempengaruhi gaya pemotongan selama proses pemesinan. Sudut potong utama yang besar (a) memperbesar gaya pemotongan akibat gerak makan (feed force) dan menurunkan gaya-gaya lain (passive force).
Gambar 2.18 Sudut potong utama (sumber: Sutopo, 2007)
22
2.4 Materi Pahat Proses pembentukan geram dengan cara pemesinan berlangsung dengan cara mempertemukan dua jenis material, yaitu benda kerja dengan pahat. Untuk menjamin kelangsungan proses ini maka jelas di perlukan material pahat yang lebih unggul dari pada material benda kerja. Keunggulan tersebut dapat di capai karena pahat dibuat dengan memperhatikan berbagai aspek – aspek berikut ini.
Kekerasan yang cukup tinggi melebihi kekasaran benda kerja tidak saja pada temperatur ruang melainkan pada temperatur tinggi pada saat proses pembentukan geram berlangsung.
Keuletan yang cukup besar untuk menahan beban kejut yang terjadi sewaktu pemesinan dengan interupsi maupun sewaktu memotong benda kerja yang mengandung bagian yang keras.
Ketahan beban kejut termal diperlukan bila terjadi perubahan temperatur yang cukup besar secara berkala.
Sifat adhesi yang rendah, untuk mengurangi afinitas benda kerja terhadap pahat, mengurangi laju keausan, serta penurunan gaya pemotongan.
Daya larut elemen atau komponen material yang rendah, dibutuhkan demi untuk memperkecil laju keausan akibat mekanisme. Secara berurutan material pahat di bawah ini adalah dari paling lemah
keuletan sampai paling keras tapi getar, yaitu: 1.
Baja karbon
2.
High Speed Steel (HSS)
3.
Paduan cor non ferro.
4.
Karbida
5.
Keramik
6.
Cubic Baron Nitrides
2.4.1
Pahat HSS (High Speed Steel) Sebagian besar pahat potong yang terbuat dari baja termasuk dalam
kategori baja kecepatan tinggi atau HSS (High Speed Steel). Dua kelompok utama
23
dari kategori ini adalah molibden (M1, M2 dan seterusnya, biasanya denga 0.8%C, 4%Cr, 5-8%Mo, 0,6%W dan 1-2%V) dan jenis tungsten (seperti Tl, dengan 0,7C-4Cr-18W-1V) (A. Schey John, 2000). Pengaruh dari unsur-unsur tersebut yaitu: 1. Tungsten atau Wolfram (W), mempertinggi hot hardness dengan membentuk (Fe4 W2 C) yang menyebabkan kenaikan temperatur untuk proses hardening dan hot hardness. 2. Chromium (Cr), meningkatkan hardenability dan hot hardness. 3. Vanadium
(V),
menurunkan
sensitivitas
terhadap
overheating
dan
menghaluskan butir. 4. Molybdenum (Mo), mempunyai efek yang sama seperti W tetapi lebih sensitif terhadap overheating dan lebih liat. 5. Cobalt (Co), untuk menaikkan hot hardness dan tahan keausan. Table 2.4 Jenis Pahat HSS (sumber: Setyawan, F.B, 2011)
Jenis HSS
Standart AISI
1. HSS Konvensional a. Molibdenum HSS
M1. M2, M7, M10
b. Tungsten HSS
T1, T2
2. HSS Spesial a. Cobal added HSS
M33, M36, T4, T5, T6
b. High Vanadium HSS
M3-1, M3-2, M4, T15
c. High Hardness Co HSS
M41, M42, M43, M44, M45, M46
d. Cast HSS e. Powdered HSS f.
Coated HSS
24
2.5 Baja Karbon Baja (Steel) adalah suatu produk besi yang mengandung kadar karbon berkisar 1.7%. Produk ini secara teknik dinyatakan sebagai baja karbon (Carboon Steel). Baja mempenyuai kandungan unsur lain tersebut berasal dari pengotoran bijih besi (misalnya belereng dan phospor) yang biasanya kadarnya ditekan serendah mungkin. Sebagian lagi undur yang di gunakan pada proses pembubutan besi/baja (misalnya silikon dan mangan). Unsur besi (Fe) dalam baja rentan terhadap kelembaban dan keasaman. Ketika unsur Fe + bersenyawa dengan udara, maka struktur bahan berubah dan timbul kearah berwarna hitam kekuningan pada permukaan bahan. Baja karbon adalah paduan dari sistem Fe dan C, biasanya tercampur juga unsur – unsur bawaan seperti silikon 0,20% - 0,70%. Mn 0,50% - 1,00% P < 0,60% dan S < 0,06%. Berikut baja menurut DIN. Tabel 2.5 Tabel baja DIN (Sumber: kuswanto dalam Neno T Y 2012) DIN
σb kg/mm2
σc kg/mm2
C%
St 34
34 – 42
19
0,12
St 37
37 – 45
21
0,16
St 42
42 – 50
23
0,25
St 50
50 – 60
27
0,36
St 60
60 – 70
32
0,45
St 70
70 – 85
36
0,58
Baja karbon menurut komposisi kimianya dibedakan menjadi sebagai berikut:
Baja karbon rendah 0,05 – 0,29% C (low carbon steel). Bentuk pelat tipis dan tebal. Sifatnya mudah ditempa dan mudah di mesin. Biasanya di
25
gunakan untuk besi mobil, bus dan lain – lain. Seperti benda kerja yang pembuatannya harus diregang.
Baja karbon menengah 0,3 – 0,59% C (medium carbon steel). Kekuatan lebih tinggi dari pada baja karbon rendah. Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas, dipotong, penggunaan untuk konstruksi bangunan, bahan pada komponen mesin, golok, dan pisau.
Baja karbon tinggi 0,60 – 1,50% (High Carboon Steel). Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas, dipotong. Penggunaanya seperti pada baja kawat, kabel dan angkat, kikir, pahat dan gergaji. Baja yang kadar karbonnya sangat rendah 0% disebut ferit, baja yang
mengandung ± 2% disebut sementit dan yang mengandung 0,8% disebut perlit. Ferit hampir serupa besi murni atau hanya sedikit mengandung karbon. Karbon memberi sifat kuat dan keras. Ferit sifatnya lemah tapi plastis, hanya terbentuk pada temperatur rendah dan sifatnya magnetik. Sementit adalah besi karbon yang dikenal sebagai besi karbida dengan rumus Fe3 C, mengandung karbon 1,6 – 20%, bersifat kuat dan keras serta bersifat kuat dan keras serta bersifat magnetik, perlit adalah baja yang merupakan campuran antara ferit dan sementit (α + Fe3 C). Keras dan bersifat magnetik. Semakin banyak unsur karbon, maka struktur martensit yang berbentuk juga akan semakin banyak. Karena martensit terbentuk dan fase austenit yang didinginkan seacara cepat. Hal ini disebabkan karena atom karbon tidak sempat berdifusi keluar dan terjebak dalam struktur kristal dan membentuk struktur tetragonal yang ruang kosong antar atomnya kecil, sehingga kekasaranya meningkat. (Surdia dalam Neno T Y, 2012).
2.6 Getaran 2.6.1 Getaran dalam Konteks Umum Dalam konteks yang paling sederhana, getaran dapat di anggap sebagai gerakan
berulang
dari
objek
disekitar
suatu
posisi
kesetimbang,
posisi
kesetimbangan adalah dari suatu objek dimana jumlah gaya yang dikenakan pada objek tesebut adalah sama dengan nol. Tipe getaran ini disebut whole body
26
motion, yang berarti bahwa semua bagian dari objek tersebut bergerak bersamaan pada arah yang bersamaan disemua titik pada waktunya. Apabila mengamati suatu objek yang bergetar di dalam gerak lambat, dapat di lihat pergerakan dengan arah yang berbeda. Seberapa jauh dan seberapa cepat objek tersebut bergerak dalam menentukan karakteristik getarannya. Istilah lama menjelaskan pergerakan seperti ini frekuensi, amplitudo dan akselerasi pada Gambar 2.19.
Gambar 2.19 Frekuensi, Amplitudo dan Akselerasi a.
Frekuensi Adalah suatu objek bergetar bergerak mundur dan maju dari posisi normalnya satu siklus getaran yang lengkap terjadi ketika objek tersebut berpisah dari nilai x posisi ekstrim ke posisi ekstrim lainnya, dan kembali lagi ke posisi awal. Banyaknya siklus yang dapat dilalui objek yang bergetar dalam satu detik, disebut frekuensi. Satuan frekuensi adalah hertz (Hz). Satu hertz atau sama dengan satu siklus per detik.
b.
Amplitudo Amplitudo adalah satu objek yang bergetar bergerak ke suatu gerak maksimum
pada tiap dari keadaan diam. Amplitudo adalah jarak
dari posisi diam ke posisi ekstrim dimana sisi dan diukur dalam meter (m). Intensitasnya getaran tergantung pada amplitudo. c.
Akselerasi Suatu ukuran seberapa cepat kecepatan berubah terhadap waktu dan oleh karena itu, akselerasi dinyatakan dalam satuan meter per detik atau per detik kuadrat (m/s2 ). Besar akselerasi berubah dari nol ke
27
maksimum selama masing – masing
siklus getaran dan meningkat seperti
pergerakan objek yang bergetar lebih lanjut dari posisinya. 2.6.2
Getaran dalam Konteks Khusus Dalam konteks ini, getaran dibedakan atas 2 jenis yaitu getaran bebas dan
getran paksa. a. Getaran Bebas Getaran bebas (Gambar 2.20 ) terjadi bila sistem berosilasi karena bekerjanya gaya yang ada dalam sistem itu sendiri (inherent) dan tidak ada gaya luar yang bekerja. Sistem yang bergetar pada satu atau lebih frekuensi naturalnya, yang merupakan sifat sistem dinamika yang dibentuk oleh distribusi massa dan kekakuanya.
Gambar 2.20 Aplikasi getaran bebas pada piston (Vicktor Wowk, 1991) b. Getaran Paksa Getaran yang terjadi karena rangsangan disebut getaran paksa (Gambar 2.21 ). Jika rangsangan tersebut berosilasi, maka sistem dipaksa untuk bergetar pada frekuensi natural sistem, maka akan didapat keadaan resonansi, dan osilasi besar yang berbahaya mungk in terjadi.
Gambar 2.21 Aplikasi getaran paksa pada benda kerja yang di beri tekanan
28
2.7 Kekasaran Permukaan Kekasaran permukaan merupakan ketidak penyimpangan karakteristik
teraturan konfigurasi dan
permukaan berupa guratan yang nantinya akan
terlihat pada profil permukaan. Adapun penyebabnya beberapa macam faktor, diantaranya yaitu; mekanisme parameter pemotongan, geometri dan dimensi pahat, cacat pada material benda kerja dan kerusakan pada aliran geram. Kualitas suatu produk yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kekasaran permukaan benda kerja. Kekasaran permukaan dapat dinyatakan dengan menganggap jarak antara puncak tertinggi dan lembah terdalam sebagai ukuran dari kekasaran permukaan. Dapat juga dinyatakan dengan jarak rata-rata dari profil ke garis tengah. 2.7.1 Parameter Kekasaran Permukaan Untuk mereproduksi profil suatu permukaan, maka sensor alat ukur harus digerakkan mengikuti lintasan yang berupa garis lurus dengan jarak yang telah ditentukan. Sesaat setelah jarum bergerak dan sesaat sebelumnya, alat ukur melakukan perhitungan berdasarkan data yang dideteksi oleh jarum peraba.
Gambar 2.22 Profil permukaan (Sumber: Rochim, 2007 )
Berdasarkan
Gambar
2.22
dapat
didefinisikan
beberapa parameter
permukaan yang berhubungan dengan dimensi pada arah tegak dan arah melintang. Untuk arah tegak dikenal beberapa parameter: 1. Kekasaran total Rt (μm ) adalah jarak antara profil referensi dengan profil alas. 2. Kekasaran perataan Rp (μm ) adalah jarak rata-rata profil referensi dengan profil terukur.
29
3. Kekasaran rata-rata aritmatik Ra (μm ) adalah harga rata-rata aritmatik dari harga absolut jarak antara profil terukur dengan profil tengah. 4. Kekasaran rata-rata kuadratik Rg (μm ) adalah akar dari jarak kuadrad rata-rata antara profil terukur dengan profil tengah. 5. Kekasaran total rata-rata Rz (μm ), merupakan jarak antara profil alas ke profil terukur pada lima puncak tertinggi dikurangi jarak rata-rata profil alas ke profil terukur pada lima lembah terendah. Harga kekasaran rata-rata (Ra) maksimal yang diijinkan ditulis diatas simbol segitiga. Satuan yang digunakan harus sesuai dengan satuan panjang yang digunakan dalam gambar teknik (metrik atau inchi). Jika angka kekasaran Ra minimum diperlukan, dapat dituliskan dibawah angka kekasaran maksimum. Angka kekasaran dapat di klarifikasikan menjadi 12 angka kelas kekasaran seperti yang terlihat pada tabel 2.6 dibawah ini. Tabel 2.6 Angka kekasaran menurut ISO atau DIN 4763: 1981
Kekasaran Ra (𝝁m) 50 25 12,5 6,3 3,2 1,6 0,8 0,4 0,2 0,1 0,05 0,025
Kelas kekasaran N12 N11 N10 N9 N8 N7 N6 N5 N4 N3 N2 N1
Panjang Sampel (μm) 8 2,5 0,8
0,25
0,08
(Sumber: Bimbing 2005, standar kekasaran permukaan bidang pada yoke flange
menurut
ISO
R.1302
dan
DIN
4768
dengan
memperhatikan
nilai
ketidakpastiannya ) Angka kekasaran (ISO number) dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kesalahan atas satuan harga kekasaran. Jadi spesifikasi kekasaran dapat langsung dituliskan nilainya atau dengan menuliskan angka kekasaran ISO. Panjang sampel
30
pengukuran disesuaikan dengan angka kekasaran yang dimiliki oleh suatu permukaan. Apabila panjang sampel tidak dicantumkan didalam penulisan simbol berarti panjang sampel 0,8 mm (bila diperkirakan proses permesinannya halus sampai sedang) dan 2,5 mm (bila diperkirakan proses pemesinannya kasar). (Rochim, 2007: 55-63). Toleransi harga kekasaran rata-rata, Ra dari suatu permukaan tergantung pada proses pengerjaannya. Hasil penyelesaian permukaan dengan menggunakan mesin gerinda sudah tentu lebih halus dari pada dengan menggunakan mesin bubut. Tabel 2.7 berikut ini memberikan contoh harga kelas kekasaran rata-rata menurut proses pengerjaannya. Tabel 2.7 Tingkat kekasaran rata-rata permukaan menurut proses pengerjaannya
(Sumber: Dasar-Dasar Metrologi Industri Bab VII – Pengukuran Kekasaran
Permukaan: 230) 2.7.2 Tingkat Kekasaran Mesin Bubut Menurut standar ISO 1302 tentang Roughness Number telah ditetapkan nilai tingkat kekasaran (N1-N12) permukaan untuk
berbagai tipe proses
pemesinan termasuk proses bubut. Dalam tabel 2.7 dapat dilihat bahwa tingkat kekasaran permukaan yang dapat dicapai oleh mesin bubut adalah N11 sampai dengan N6.
31
Tabel 2.8 Tingkat kekasaran permukaan menurut ISO 1302 (sumber: Hasrin, 2013)
2.8 Penelitian Sebelumnya Berbagai penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan tingkat kekasaran permukaan khususnya dalam proses bubut. Beberapa faktor yang mempengaruhi kekasaran permukaan pada proses pengerjaan logam dengan menggunakan mesin bubut antara lain, kecepatan potong, ketebalan pemakanan, kondisi mesin, bahan benda kerja, bentuk ujung pahat mata potong, pendinginan dan operator (A. Zubaidi, dkk, 2012). Amelia S, dkk. (2008) melakukan penelitian tentang studi pengaruh kedalaman pemakanan terhadap getaran dengan menggunakan mesin bubut chien yeh cy 800 gf. Penelitian ini bertujuan pengaruh getaran dari arah sumbu x gaya radial, y dan z. Dari hasil penelitian ini di dapatkan kedalaman pemotongan berpengaruh pada besarnya amplitudo getaran yang terjadi. Pada kedalaman pemotongan 0,5 mm, getaran yang di timbulkan paling kecil dan dapat disimpulkan getaran akan semakin besar jika gaya tangensial yang dibutuhkan untuk pemotongan semakin besar. Hammada
A,
dkk.
(2013) melakukan penelitian tentang pengaruh
parameter pemotongan milling terhadap getaran dan tingkat kekasaran permukaan (Surface Roughness).
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui parameter
pemotongan milling terhadap getaran dan tingkat kekasaran pada material ST 42
32
dan ST 60. Dari hasil yang diperoleh tingkat kekasaran permukaan terkecil terjadi pada material ST 42 sebesar 1.4 mm dengan amplitudo 1.0 mm terjadi pada putaran spindel 240 rpm pada kedalaman potong 0.2 mm dengan gerak ingsut 12 mm/menit sedangkan kekasaran maksimum terjadi pada material ST 60 yaitu sebesar 11.0 mm pada putaran spindel 180 rpm, kedalaman potong 1.0 mm, dengan gerak insut 38 mm/menit menghasilkan amplitudo getaran sebesar 17.0 mm. Neno T Y (2012) melakukan penelitian tentang getaran pahat pada proses bubut akibat variasi panjang pahat (tool overhang), gerak makan dan kecepatan potong. Penelitian ini bertujuan untuk mencari seberapa besar pengaruh parameter potong seperti panjang pahat (tool overhang), gerak makan dan kecepatan potong yang dapat di gunakan untuk mengestimasi getaran pada pahat dan pengaruh parameter potong baja ST 42 pada proses bubut. Dari hasil yang di peroleh parameter potong bubut terhadap getaran pada pahat dapat diketahui nilai getaran paling rendah dan nilai getaran tinggi. Nilai getaran paling rendah terjadi pada parameter panjang tool overhang 16 mm, kecepatan potong 20 m/min, makan (f) 0,1 mm/langkah dengan nilai getaran sebesar 1,62 m/s2 , potong 35 m/min, gerakan makan (f) 0,3 mm/langkah dengan nilai getaran sebesar 5,06 m/s 2 .
2.9 Hipotesa Hipotesa dari penelitian ini dengan melihat dari pembahasan tersebut yaitu semakin kecil sudut potong utama yang digunakan maka semakin rendah nilai getaran yang terjadi pada pahat, seiring dengan nilai kekasaran pada bahan juga semakin rendah.
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental, yaitu metode yang digunakan untuk menguji dengan menambahkan beberapa perlakuan variasi, sehingga nanti akan di dapatkan nilai kekasaran permukaan benda kerja setiap penambahan variabel yang diujikan.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lab Pemesinan Jurusan Teknik Mesin Universitas Jember, sedangkan penelitian uji kekasaran permukaan benda kerja akan dilaksanakan di Laboratorium Desain dan Uji Bahan Jurusan Teknik Mesin Universitas Jember. Waktu penelitian berlangsung selama kurang lebih 1 bulan yaitu dimulai dari bulan juni 2015.
3.3 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Mesin Bubut (Turning) konvensional dengan spesifikasi sebagai berikut: Merk
Aciera Machine Tool
Spindle RPM
1800 rpm
Jenis Motor
Three Phase Electric Motor
Daya Motor
3 kW
2. Pahat Pahat yang digunakan adalah pahat HSS (High Speed Steel) dengan dimensi 110,6 x 12,7 x 12,7 mm.
33
34
Gambar 3.1 Pahat HSS
3. Mesin gerinda. 4. Gergaji. 5. Kamera. 6. Alat ukur kekasaran permukaan benda kerja (Surface Roughnes Tester). 7. Alat ukur Getaran (Vibration Meter). 8. Jangka sorong dengan ketelitian 0,05mm. 9. Bevel protector dengan ketelitian 1º.
3.3.2 Bahan 1. Material atau benda kerja yang digunakan adalah ST 42 silinder pejal dengan diameter (Ø) = 25,4 mm panjang 100 mm.
Gambar 3.2 Benda Kerja
2. Cairan pendingin yang digunakan yaitu cairan komersil (Dromus)
3.4 Variabel Pengukuran Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat. 3.4.1 Variabel Bebas Variabel bebas adalah variabel yang faktornya diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi sudut potong utama yaitu sebesar 65°, 75° dan 85°.
35
3.4.2 Variabel Terikat Variabel terikat yaitu variabel yang nilainya terikat ditentukan oleh peneliti. Variabel yang akan digunakan adalah Getaran pahat dan kekasaran permukaan benda kerja hasil proses bubut permukaan. 3.5 Pelaksanaan Penelitian 3.5.1 Prosedur Proses Bubut a. Menyiapkan benda kerja yang akan diproses bubut. b. Memotong benda kerja sesuai ukuran. c. Menyiapkan alat-alat yang diperlukan untuk melakukan proses bubut. d. Menyiapkan pahat yang akan digunakan yaitu, pahat HSS (High Speed Steel). e. Membuat variasi sudut pada mata pahat dengan mesin gerinda.
Gambar 3.3 Variasi sudut potong utama pada pahat HSS
f. Memasang pahat pada tool post. g. Memasang benda kerja pada chuck, kemudian dikencangkan. h. Melakukan seting mesin berupa: 1. Putaran Spindel : Dengan putaran potong (v) yang digunakan adalah 27m/min maka: Putaran spindel (n) = =
= 378, 79
Sehingga putaran spindel yang digunakan adalah 400 rpm. 2. Kecepatan Pemakanan
: 0,25 mm/rev (sesuai tabel 2.3)
i. Menghidupkan mesin dan melakukan proses bubut dengan variabel yang telah ditentukan hingga selesai. j. Kedalaman potong 1 mm.
36
k. Debit konstan = 0,001 L/S l. Membubut dengan dimensi sebagai berikut:
Gambar 3.4 Benda kerja sebelum proses bubut
Gambar 3.5 Benda kerja setelah proses bubut
m. Setelah proses pemesinan selesai, mesin bubut dimatikan dan dibersihkan.
3.5.2 Pengujian Getaran Alat yang digunakan untuk menghasilkan getaran pada pahat. Alat yang digunakan adalah Vibration Meter. Alat ini dapat diartikan sebagai sebuah perangkat atau alat yang digunakan untuk mengukur gerakan bolak – balik dari komponen mekanik dari suatu mesin sebagai reaksi dari gaya dalam (gaya yang dihasilkan oleh mesin tersebut) maupun gaya luar (gaya yang yang berasal dari luar atau sekitar mesin). Dari beberapa tester di bawah ini perangkat analisis Vibration Tester atau Vibration Pen ini terbagi dalam tipe yaitu: 1. Sensor Getaran. Secara konseptual, sensor getaran berfungsi untuk mengubah besar signal getaran fisik menjadi sinyal getaran analog dalam besaran listrik dan pada umumnya berbentuk tegangan listrik. 2. Dinamic Signal Analizer (DSA). Merupakan getaran mesin dalam kombinasi kompleks dari sinyal dari berbagai sumber getaran mesin didalam mesin.
37
Adapun yang menjadi dasar dalam pengukuran di lihat dari parameternya dalam melakukan pengukuran vibration testing di ataranya, displacement, velocity dan acceleration. Dibawah ini Gambar 3.6 vibration meter.
Gambar 3.6 Vibration Meters
3.5.3 Pengujian Kekasaran Alat yang digunakan untuk mengukur kekasaran permukaan benda kerja hasil proses pemesinan. Alat yang digunakan adalah TR220 Portable Roughness Tester. Alat ini memiliki sistem desain modular pengukur permukaan yang portabel. Alat ini terdiri dari komponen-komponen berupa traverse unit, Pick up yang dilengkapi dengan transducer dan dilengkapi dengan thermal printer. Traverse unit merupakan sistem utama dari alat Roughness Tester. Komponen ini berfungsi sebagai unit pengolah data. Pick up ialah suatu komponen penjelajah yang dilengkapi dengan transducer dengan jenis induktansi variabel, dengan pemegang (holder) yang akan dihubungkan dengan traverse unit. Pengolahan hasil pengukuran dengan menggunakan mikroprosesor yang hasilnya ditampilkan pada sebuah LCD dalam bentuk nilai numerik dari kekasaran. Dibawah ini adalah Gambar 3.7 TR220 Portable Roughness Tester.
Gambar 3.7 TR220 Portable Roughness Tester
38
Langkah pengujian kekasarannya adalah dengan cara benda kerja hasil proses pembubutan dikunci pada tempat penyangga atau ragum. Posisikan benda kerja dengan arah horizontal mengikuti pergerakan stylus. Posisikan stylus sampai menyentuh permukaan benda kerja yang akan diukur kekasarannya dan memposisikan pick holder sejajar dengan permukaan benda kerja.
Gambar 3.8 Empat Titik Pengujian Kekasaran
3.5.4 Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan dengan melakukan percobaan variasi kombinasi sudut pada mata pahat. Tujuan utama dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh variasi kombinasi sudut pahat terhadap kekasaran permukaan setelah proses bubut. Dari data yang diperoleh tiap percobaan akan disajikan dalam Tabel 3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1 Pengukuran Kekasaran Kekasaran No
Variasi sudut potong utama
1 2 3
65°
4 5 1 2 3 4
75°
μ1
μ2
μ3
μ4
39
5 1 2 85°
3 4 5
3.6 Metode Pengolahan Data Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan pendekatan kuantitatif. Rancangan percobaan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) metode Sidik Ragam ulangan yang sama dimana peletakan perlakuan diacak pada seluruh materi percobaan, hal ini berarti seluruh unit percobaan mempunyai peluang yang sama besar untuk menerima perlakuan. Materi percobaan dan faktor lingkungan relatif homogen sehingga keragaman galat kecil perlakuan yang merupakan sumber keragaman yang kita ciptakan adalah satu – satunya sumber keragaman yang masuk dalam percobaan atau hanya ada satu faktor pengaruh yang diteliti. Bentuk umum Rancangan Acak Lengkap (RAL) model Linier Aditif dari data hasil percobaan Y dapat dinyatakan dengan model matematis sebagai ij
berikut: Y =μ+τ +ε ij
i
ij
Di mana : Y
= pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
μ
= nilai rerata harapan ( mean )
τ
= pengaruh faktor perlakuan ke-i
ij
i
ε
ij
= pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke- j
40
Model matematik tersebut memperlihatkan bahwa data Y merupakan nilai ij
– nilai rataan (μ) yang bervariasi sebagai akibat adanya pengaruh perlakuan ( τ ) i
dan galat (ε ) akibat adanya ulangan. ij
Asumsi untuk model acak ialah : τ t ttd ~ N (0 , σ 2t )
Model Acak merupakan model dimana perlakuan-perlakuan yang dicobakan merupakan sampel acak dari populasi perlakuan dan kesimpulan yang diperoleh berlaku secara umum untuk seluruh populasi perlakuan.
3.6.1 Penyajian Data Rancangan Acak Lengkap Penelitian yang akan dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi fraksi volume terhadap rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 5 kali ulangan (n) untuk menyajikan data sampel dapat kita buat tabel Rancangan Acak Lengkap satu faktor yang terlihat pada tabel 3.2 dibawah ini. Tabel 3.2 Data sampel untuk desain Rancangan Acak Lengkap satu faktor Perlakuan (p) 1
Ulangan 2
j….
N
Jumlah ( TA )
0
Y 1.0
Y 2.0
Y j.0
Y n.0
TA 0
1
Y 1.1
Y 2.1
Y j.1
Y n.1
TA 1
2
Y 1.2
Y 2.2
Y j.2
Y n.2
TA 2
…
…
…
…
…
….
…
…
…
…
…
….
i
Y 1.i
Y 2.i
Y j.i
Y n.i
TA i
p
Y 1.p
Y 2.p
Y j.p
Y n.p
TA p
Jumlah (TY)
Y
p.n
Rataan perlakuan ( y¯A)
( y¯ pn)
41
Y ji = Hasil observasi pada ulangan ke- j dan pada perlakuan ke- i Y
p.n
= total umum
Penyajian data hasil perhitungan Tabel 3.3 Data hasil perhitungan pengujian Getaran Pahat Variasi sudut potong utama
Getaran Pahat
Jumlah
Ulangan 1
2
3
4
Rataan perlakuan
5
65° 75 ° 85° Jumlah
Tabel 3.4 Data hasil perhitungan pengujian Kekasaran Permukaan Variasi sudut potong utama
Kekasaran Permukaan
Jumlah
Ulangan 1
2
3
4
Rataan perlakuan
5
65 ° 75 ° 85° Jumlah
3.6.2 Metode Sidik Ragam Pada Rancangan acak lengkap ada dua sumber keragaman yaitu sumber keragaman perlakuan dan sumber keragaman galat. Besar nilai kedua komponen sumber keragaman inilah yang menentukan perbedaan antar perlakuan. Dalam penelitian ini menggunakan Metode Sidik Ragam ulangan sama yaitu bila jumlah perlakuan sama (p) dan setiap perlakuan diulang (n) kali level maka, dapat dibuat tabel hasil pengamatan dengan pola Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap
42
(RAL) yang disajikan dalam tabel 3.5 yaitu tabel Ansira atau Anova sebagai berikut. Tabel 3.5 Tabel Ansira atau Anova Sumber keragaman (SK) Perlakuan (p) Galat
Derajat bebas (DB) DB = p – 1 1
DB = p (n-1)
Jumlah kwadrat (JK) JKP JKG= JKT - JKP
Kwadrat tengah (KT)
F hitung
JKP / DB
(KTP)/(KTG)
JKG / DB
2
F tabel 5%
1
F (DB , 1
DB ) 2
2
(p.n – 1)
Total
Dimana : 2
∑Y
p
2
2
2
2
2
: Jumlah hasil perlakuan = (TA0 +TA1 +TA2 +…+Tai +Tap )
∑Y
: Total umum
Y
: Hasil observasi pada perlakuan yang ke- i dan ulangan ke- j
p.n
ij
(i = 1, 2, 3,…,p dan j = I, 2, 3,…,n) Y
: Total hasil perlakuan ke- i = ∑Y
KTP
: Kuadrat Tengah Perlakuan = JKP / DB
KTG
: Kuadrat Tengah Galat = JKG / DB
F hitung
: Hasil perhitungan uji F
F tabel
: Nilai uji F pada tabel
i
ij 1
2
Perhitungan Anova Rancangan Acak Lengkap (RAL) : FK (JKNT)
: Faktor Koreksi (Jumlah Kuadrat Nilai Tengah) = (∑Y
JKT
: Jumlah Kuadrat Tengah = (∑Y ) – FK
JKP
: Jumlah Kuadrat Perlakuan = (∑Y
JKG
: Jumlah Kuadrat Galat = JKT - JKP
2
ij
2 p
)/ n - FK)
2 p.n
/ p.n)
43
3.6.3 Uji Hipotesis Hipotesis adalah suatu pernyataan yang masih lemah kebenarannya dan perlu dibuktikan atau dugaan yang sifatnya masih sementara. Pengujian hipotesis akan menghasilkan keputusan menerima atau menolak hipotesis. Penolakan suatu hipotesis bukan berarti disimpulkan bahwa hipotesis salah, dimana bukti yang tidak konsisten dengan hipotesis. Penerimaan hipotesis sebagai akibat tidak cukupnya bukti untuk menolak dan tidak berimplikasi bahwa hipotesis itu pasti benar. Pada penelitian ini ditetapkan nilai taraf signifikansi α sebesar 5% atau 0,05 dengan artian ada kemungkinan satu diantara seratus keputusan penolakan hipotesis nol adalah keputusan yang keliru Model acak untuk membuktikan Hipotesis H τ = 0 dan H τ > 0 maka : 0 i
1
i
Var (Yij) = Var ( μ + τ + ε ) i
= Var ( τ + ε i
ij
ij
), μ konstan
= Var ( τ ) + Var (ε ), τ dan ε saling bebas i ij i ij = σ 2t + σ 2 H0 : σ 2t = 0 ( Keragaman perlakuan (sudut potong) tidak berpengaruh terhadap respons yang diamati (getaran pahat dan kekasaran permukaan) ) H1 : σ
2
t
> 0 (Keragaman perlakuan (sudut potong) berpengaruh terhadap respons yang diamati (getaran pahat dan kekasaran permukaan)) Uji F dilakukan untuk membandingkan besaran pengaruh perlakuan
(KTP) atau pengaruh kontrol lokal (pengelompokan) dengan efek kondisi (galat) (KTG). Kriteria keputusan : Ho ditolak jika Fhit > Fα. Kriteria Pengambilan Keputusan : 1. Jika F hitung < F tabel 5%, maka hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan getaran pahat tidak berpengaruh terhadap getaran pahat dan kekasaran permukaan atau dengan kata lain Terima H dan Tolak H 0
1
2. Jika F hitung > F tabel 5%, maka hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan sudut potong berpengaruh terhadap getaran pahat dan kekasaran permukaan atau dengan kata lain Tolak H dan Terima H1. 0
44
3.7 Flowchart Penelitian Proses dalam penelitian ini dapat digambarkan pada flow chart sebagai berikut:
Mulai
Studi Literatur
Penyusunan Proposal
Persiapan setting putaran spindle pada mesin bubut, menggunakan putaran 400 rpm
Memvariasikan sudut potong 65, 75 dan 85. Dengan 5 kali pengulangan
Pengolahan data dan pemodelan statistik
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
Selesai Gambar 3.9 Flowchart penelitian
45
3.8 Rencana Jadwal Penelitian Adapun rencana jadwal penelitian dapat dilihat pada table 3.6 di bawah ini: Tabel 3.6 Rencana Jadwal Penelitian Tahun 2015 No
Bulan ke
Kegiatan Juni
1
Studi Pustaka
2
Pembuatan Proposal
3
Persiapan Seminar
4
Pengujian
5
Analisa
6
Laporan
Juli
Agustus
September
Oktober