1
PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN, UKURAN PERUSAHAAN, DAN UMUR PERUSAHAAN TERHADAP KINERJA INTELLECTUAL CAPITAL (Studi pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2009) Gelisha Dian Kharisma Putri Pembimbing: Wahyu Meiranto, S.E., M.Si., Akt. Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang
ABSTRACT The purpose of this research was to investigate the influence of ownership structure, firm size, and firm age on the firm performance with intellectual capital performance as dependen variable. The Value Added Intellectual Capital (VAIC™) method was used to measure of intellectual capital performance. Independen variables were used in the research are ownership structure, firm size and firm age. Ownership structure that represented by manajerial ownership, institutional ownership, foreign ownership and goverment ownership. The samples of this study taken from banking companies listed in Indonesian Stock Exchange, with observation period of 2005 until 2009. The samples are collected by purposive sampling method and resulted 56 observation become the samples. Data analysis using multiple regression. The result show that manajerial and institutional ownership does not affect intellectual capital performance, while foreign ownership and firm size affect positively and significant on the intellectual capital performance. Goverment ownership has negative but not significant effect and firm age negatively and significantly affect on the intellectual capital performance. Keyword: Ownership Structure, firm size, firm age, intellectual capital, VAIC™
2
PENDAHULUAN Pada perkembangan perekonomian yang pesat, telah terjadi berbagai kemajuan baik pada bidang teknologi informasi, perkembangan inovasi, maupun persaingan bisnis yang ketat. Hal ini berdampak pada perubahan dari cara pengelolaan bisnis dan penentuan strategi bersaing agar perusahaan-perusahaan tersebut tetap bertahan. Para pelaku bisnis mulai menyadari harus cepat merubah strategi bisnisnya yang pada awalnya berdasarkan labor based business (bisnis berbasis tenaga kerja) ke arah knowledge based business (bisnis berbasis pengetahuan) dengan karateristik ilmu pengetahuan (Sawarjuono dan Kadir, 2003 dalam Sawitri dan Yusuf, 2009). Begitu penting kedudukan pengetahuan dalam masyarakat yang telah disuarakan juga oleh Alferd Marshall bahwa pengetahuan adalah mesin produksi yang paling powerful (Bontis, 2005). Perekonomian yang bercirikan pengetahuan memiliki empat karateristik kunci, yaitu 1) riset dan pendidikan, 2) relasi ke pertumbuhan, 3) pembelajaran dan kapabilitas, serta 4) pentingnya perubahan, dominasi struktur yang (lebih) datar, dan modal sosial (Chandra, 2008). Bank Dunia juga telah memulai program yang disebut sebagai knowledge for development untuk mendorong perkembangan negara-negara ke arah knowledge based economy. Dengan seiringnya perubahan ekonomi negara-negara tersebut, yang memiliki karateristik berbasis ilmu pengetahuan dengan penerapan knowledge management menjadi lebih penting dalam kegiatan value creation (penciptaan nilai) perusahaan dibandingkan faktor produksi lain (Saleh et al., 2008). Dalam sistem manajemen yang berbasis pengetahuan ini, maka modal kovensional seperti sumber daya alam, sumber daya keuangan, dan aktiva fisik lainnya menjadi kurang penting dibandingkan dengan modal yang berbasis pada pengetahuan dan teknologi (Sawarjuono dan Kadir, 2003 dalam Sawitri dan Yusuf, 2009). Melalui penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi secara efisien dan ekonomis dapat memicu pertumbuhan organisasi berbasis knowledge yang dapat memberikan keunggulan kompetitif perusahaan serta menjadi senjata untuk memenangkan persaingan bisnis.
3
Untuk memenangkan persaingan bisnis tersebut perusahaan harus dengan cepat mengubah pola industri dari productivity based industries yang bermoto made and move menjadi knowledge based industries yang bermoto knowledge and servies (Drucker, 2004 dalam Astuti, 2005). Knowledge based industries ditandai dengan adanya pola investasi yang tinggi pada research and development, teknologi informasi, pelatihan karyawan, dan perekrutan pelanggan. Sehingga pola industri baik pada bidang produksi maupun jasa, aset pengetahuan menjadi sesuatu yang penting. Dalam knowledge based industries yang terjadi berupa
proses
pentransformasian,
pengkapitalisasian,
dan
pentransferan
pengetahuan sebagai sarana untuk memperoleh penghasilan. Maka kemakmuran suatu perusahaan akan bergantung pada suatu penciptaan transformasi dan kapitalisasi dari pengetahuan itu sendiri. Oleh sebab itu, sekarang banyak perusahaan semakin menyadari pentingnya knowledge asset sebagai bentuk intangible asset. Menurut Standfield (1999) dalam Widyaningdyah (2008) terdapat dampak yang sangat nyata mengenai intangible asset, bahkan dari hasil studinya
ia mengambil kesimpulan bahwa eksekutif mulai kehilangan
kepercayaan atas data historis laporan keuangan dan mulai menggunakan informasi tambahan untuk keperluan pengambilan keputusan strategis. Dengan kata lain, akuntansi tradisional yang sudah 500 tahun digunakan sebagai dasar pembuatan laporan keuangan saat ini gagal dalam mengadaptasi perubahaan ekonomi, terutama dalam kebutuhan pelaporan knowledge asset (Edvinsson dan Malone, 1997; Stone dan Warsono, 2003 dalam Widyaningdyah, 2008). Bagi perusahaan yang sebagian besar asetnya dalam bentuk intangible asset, tidak adanya informasi ini akan menyesatkan, karena dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. Oleh karena itu, laporan keuangan harus dapat mencerminkan adanya aktiva tidak berwujud dan besarnya nilai diakui. Adanya perbedaan yang besar antara nilai pasar dan nilai yang dilaporkan akan membuat laporan keuangan menjadi tidak berguna untuk pengambilan keputusan serta menunjukkan adanya missing value atau hidden value (nilai yang tersembunyi). Namun demikian, bukanlah hal yang mudah untuk mengganti praktik yang sudah ratusan tahun berlangsung, di lain pihak ada tuntutan untuk mengubah asumsi-
4
asumsi yang mendasari akuntansi tradisional. Tetapi, dalam jangka panjang perbedaan antara market value dan book value mungkin akan lebih baik dijelaskan oleh perubahan sumber daya penciptaan nilai tambah sebagai perpindahan ekonomi dari tangible assets menjadi intangible assets melalui pendekatan intellectual capital. Pedekatan kinerja intellectual capital digunakan sebagai alat ukur efisiensi aktivitas penciptaan nilai perusahaan yang tidak digambarkan dalam laporan keuangan (Saleh et al., 2008). Intellectual capital seringkali menjadi faktor penentu utama perolehan laba suatu perusahaan dan dianggap sebagai suatu kekuatan dalam mencapai kesuksesan dalam dunia bisnis. Oleh karena itu, penting untuk menilai kinerja intellectual capital dari suatu perusahaan dan juga meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja intellectual capital karena dalam jangka panjang hal ini akan memberikan kontribusi pada keunggulan kompetitif perusahaan (Saleh et al., 2008). Salah satu faktor yang mempengaruhi variasi kinerja intellectual capital yang dilihat dari tata kelola perusahaan berupa struktur kepemilikan. Menurut Saleh, et al., (2008) pengaruh struktur kepemilikan terhadap kinerja intellectual capital bersifat tidak langsung yaitu melalui perwakilan dewan direksi. Struktur kepemilikan mencerminkan pihak-pihak yang mempunyai kekuasaan untuk menentukan kebijakan sebagai pedoman dewan direksi dalam menjalankan perusahaan. Kebijakan tersebut salah satunya berupa keputusan pengelolaan intellectual capital yang dimiliki oleh perusahaan. Sehingga, pada akhirnya pengelolaan tersebut juga akan menghasilkan kinerja intellectual capital yang berbeda pula (Saleh et al., 2008) dan akan berpengaruh terhadap tujuan akhir perusahaan yaitu profit motive yang tercermin dengan adanya kinerja yang bagus. Maka
bagaimanapun
pengujian
terhadap
hubungan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kinerja intellectual capital, terutama struktur kepemilikan tidak lengkap tanpa memperhatikan faktor kinerja intellectual capital sebagai pendukung hubungan tersebut. Faktor lain yang yang mempengaruhi variasi kinerja intellectual capital selain struktur kepemilikan dalam penelitian ini dengan menambahkan faktor lain
5
berupa umur perusahaan dan ukuran perusahaan merujuk pada penelitian Sonnier dan Carson (2009). Purnomosidhi (2006) menyatakan ukuran perusahaan digunakan sebagai variabel independen dengan asumsi bahwa perusahaan yang lebih besar melakukan aktivitas yang lebih banyak dan biasanya memiliki banyak unit usaha dan memiliki potensi penciptaan nilai jangka panjang. Perusahaan besar lebih sering diawasi oleh kelompok stakeholder yang berkepentingan dengan bagaimana manajemen mengelola modal intelektual yang dimiliki. Faktor umur perusahaan digunakan dalam penelitian ini karena dengan mengetahui umur perusahaan, maka akan diketahui pula sejauh mana perusahaan dapat survive dan mengetahui keinginan perusahaan untuk selalu tetap menjaga reputasi perusahaan di mata publik. Semakin panjang umur perusahaan akan memberikan kinerja modal intelektual yang lebih banyak pula. Penelitian tentang kinerja intellectual capital dilakukan oleh beberapa peneliti yang berusaha mengukur kinerja intellectual capital di perusahaan perbankan di Indonesia, India, Malaysia, dan Jepang, yaitu Kuryanto dan Syafruddin (2008) Ulum (2008), Kamath (2007), Goh (2005), dan Mavridish (2004). Hasilnya secara umum bahwa kemampuan penciptaan nilai (VAIC™) baik bank lokal maupun bank asing sebagian besar berhubungan dengan efisiensi human capital (HC) dibandingkan dengan efisiensi structural capital (SC) dan efisiensi capital employed (CE). Dengan berbagai penelitian yang telah dilakukan maka peneliti berusaha mengkombinasikan dan memodifikasi penelitian Saleh et al., (2008) dan Sonnier dan Carson (2009) dalam suatu lingkungan perusahaan perbankan di Indonesia. Sektor perbankan ini memiliki kelebihan daripada sektor lain yang merupakan salah satu sektor layanan jasa yang menggunakan human capital (HC) dan customer capital (CC) yang sangat besar untuk mampu bertahan (Kamath, 2007 dalam Kusuma, 2010). Oleh karena itu, dengan kelebihan yang terdapat pada sektor perbankan tersebut peneliti akan meneliti sektor perbankan di Indonesia dengan menggunakan dengan Value Added Intellectual Capital Coefficient (VAIC™) yang dikembangkan oleh Pulic (1998, 2000). Adapun variabel-variabel yang diuji dalam penelitian ini adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan
6
institusional, kepemilikan asing, kepemilikan pemerintah, ukuran perusahaan dan umur perusahaan terhadap kinerja intellectual capital. Sehingga dalam penelitian ini akan dibahas enam permasalahan yang telah dijelaskan di atas, yaitu sebagai berikut: 1. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kinerja intellectual capital? 2. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja intellectual capital? 3. Apakah
kepemilikan
asing
berpengaruh
positif
terhadap
kinerja
intellectual capital? 4. Apakah kepemilikan pemerintah berpengaruh negatif terhadap kinerja intellectual capital? 5. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja intellectual capital? 6. Apakah umur perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja intellectual capital?
TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Resources-Based Theory RBT menyatakan dengan menganalisis dan mengintrepretasikan sumber daya perusahaan dapat untuk memahami mengenai bagaimana suatu perusahaan akan mencapai keunggulan kompetitifnya, yang meyakini bahwa perusahaan akan mencapai keunggulan apabila memiliki sumber daya yang unggul. RBT dipelopori oleh Penrose (1959) dalam Astuti (2005), mengemukakan bahwa sumber daya perusahaan bersifat heterogen, tidak homogen, dan jasa produkstif yang berasal dari sumber daya perusahaan yang memberikan karakter unik bagi tiap-tiap perusahaan. Dalam RBT, sumber daya dapat secara umum didefinisikan untuk memasukkan aset, proses organisasi, atribut perusahaan, informasi, atau pengetahuan yang dikendalikan oleh perusahaan yang dapat digunakan untuk memahami dan menerapkan strategi mereka (Daft, 1983; Barney, 1991; Mata et al., 1995).
7
Melalui penjelasan tersebut menurut resources-based theory, intellectual capital memenuhi kriteria-kriteria sebagai sumber daya unik yang mampu menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga dapat menciptakan value added bagi perusahaan. Perusahaan menyadari bahwa penting untuk mengelola intellectual capital yang dimiliki. Apabila perusahaan dapat memaksimalkan sumber daya yang dimiliki, maka perusahaan tersebut akan memiliki suatu value added yang dapat memberikan suatu karateristik tersendiri. Oleh karena itu dengan adanya karateristik yang dimiliki, perusahaan mampu mencapai keunggulan kompetitif yang nantinya hanya dimiliki oleh perusahaan itu sendiri. Dan perusahaan pastinya akan mendapatkan nilai tambah yang berupa peningkatan kinerja perusahaan. Intellectual Capital Intellectual capital pada umumnya didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai pasar perusahaan dan nilai buku dari aset perusahaan tersebut atau dari financial capitalnya. Hal ini berdasarkan observasi bahwa sejak akhir 1980-an, nilai pasar dari bisnis kebanyakan dan secara khusus adalah bisnis yang berdasarkan pengetahuan keuangan telah menjadi lebih besar dari nilai yang dilaporkan dalam laporan keuangan berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh akuntan (Roslender dan Fincham, 2004; dalam Ulum dkk, 2009). Intellectual capital dianggap sebagai jumlah dari apa yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi (human capital, structural capital, customer capital) yang berkaitan dengan pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan nilai lebih (tambah) bagi perusahaan berupa keunggulan bersaing organisasi (Sawarjuwono dan Kadir, 2003). Model Pulic VAICTM merupakan metode yang dikembangkan oleh Pulic (1998), didesain untuk menyajikan informasi mengenai value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan.
Model
ini
dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk
menciptakan value added (VA). VA adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
8
penciptaan nilai (value creation) (Pulic, 1998). Selain itu VAIC™ juga merupakan alat manajemen pengendalian yang memungkinkan organisasi untuk memonitor dan mengukur kinerja intellectual capital dari suatu perusahaan (Kammath, 2007 dalam Saleh, et al,. 2008). Komponen utama dari VAICTM yang dikembangkan Pulic (1998) tersebut dapat dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA – Value Added Capital Employed), human capital (VAHU – Value Added Human Capital), dan structural capital (STVA – Structural Capital Value Added). VAICTM juga dikenal sebagai Value Creation Efficiency Analysis, dimana merupakan sebuah indikator yang dapat digunakan dalam menghitung efisiensi nilai yang dihasilkan dari perusahaan yang didapat dengan menggabungkan CEE (Capital Employed Efficiency), HCE (Human Capital Efficiency), dan SCE (Structure Capital Efficiency) (Pulic, 1998). Kerangka Pemikiran Pada bagian ini peneliti menggambarkan kerangka pemikiran pengaruh struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, dan umur perusahaan terhadap kinerja intellectual capital adalah sebagai berikut: Variabel Independen (+)
Kepemilikan Manajerial (X1)
Kepemilikan Institusional (X2)
(+)
Variabel Dependen (+)
Kinerja Intellectual Capital
Kepemilikan Asing (X3) (-)
(VAICTM)
Kepemilikan Pemerintah (X4) (+)
Ukuran Perusahaan (X5) (+)
Umur Perusahaan (X6)
9
Pengembangan Hipotesis 1. Kepemilikan Manajerial Semakin besar proposi kepemilikan saham manajerial pada perusahaan, maka manajer cenderung berusaha lebih giat karena manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan kesejahteraan para pemegang saham, namun disisi lain manajer juga mempunyai kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka. Manajer juga akan termotivasi untuk menciptakan kinerja perusahaan secara optimal dan berusaha untuk mengurangi konflik kepentingan (konflik keagenan) dan menurunkan kecenderungan manajer untuk melakukan tindakan oportunistik (Listyani, 2003). Dalam kepemilikan manajerial, manajer akan cenderung terlibat dalam aktivitas penciptaan nilai yang dapat meningkatkan keunggulan kompetitif jangka panjang bagi perusahaan Saleh et al., (2008). Salah satu cara yang dapat ditempuh manajer untuk menciptakan nilai bagi perusahaan yaitu dengan meningkatkan investasi dalam intellectual capital. Jadi dengan adanya keterlibatan dan dukungan dari manajer maka intellectual capital yang dimiliki oleh perusahaan akan dikelola dan dimanfaatkan secara efisien sehingga kinerja intellectual capital perusahaan akan meningkat. Maka hipotesis yang akan diuji pertama dalam penelitian ini adalah: H1: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kinerja IC
2. Kepemilikan Institusional Menurut Faizal (2004) peningkatan kepemilikan institusional (lebih dari 5%) akan menyebabkan usaha pengawasan yang lebih besar sehingga dapat mengurangi perilaku oportunistik dari manajer sehingga manajer akan bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Investor institusional akan lebih memilih dan mendukung kebijakan yang dapat meningkatkan insentif jangka panjang bagi perusahaan, salah satu di antaranya adalah kebijakan pengelolaan intellectual capital. Intellectual capital dikelola dan dimanfaatkan secara optimal diyakini dapat menghasilkan keunggulan kompetitif jangka panjang yang berkelanjutan. Dengan adanya dukungan penuh dan pengawasan yang optimal
10
dari pemegang saham institusional maka efisiensi pengelolaan dan pemanfaatan intellectual capital akan semakin meningkat sehingga akan menghasilkan kinerja intellectual capital yang lebih tinggi. Maka hipotesis kedua yang akan diuji dalam penelitian ini adalah : H2: Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja IC
3. Kepemilikan Asing Kepemilikan asing dapat dilihat sebagai salah satu mekanisme yang efektif dapat melengkapi struktur kepemilikan saat ini agar untuk mengawasi manajemen dari kegiatan maksimasi nilai karena perannya mirip dengan investor institusional. Kepemilikan asing dapat dilihat sebagai salah satu mekanisme yang melengkapi struktur pemerintahan saat ini untuk mengawasi manajemen dari aktivitas maximaxing. Sehingga, investor asing akan lebih memilih dan mendukung kebijakan yang meningkatkan insentif jangka panjang bagi perusahaan, salah satunya kebijakan pengelolaan intellectual capital. Intellectual capital yang dikelola dan dimanfaatkan secara optimal diyakini akan menghasilkan keuntungan kompetitif jangka panjang yang berkelanjutan. Maka hipotesis ketiga yang akan diuji dalam penelitian ini adalah: H3: Kepemilikan asing berpengaruh positif terhadap kinerja IC 4. Kepemilikan Pemerintah Hasil penelitian Lin dan Zhang (2009) yang menunjukkan bahwa bank-bank komersial milik negara kurang efisien dibandingkan dengan bank lain serta mengindikasikan
bahwa
bank
umum
milik
pemerintah
lebih
rendah
profitabilitasnya dibandingkan bank-bank lain. Kecenderungan yang terjadi jika fokus pengendalian pada pemerintah ialah mereka menggunakan kekayaan perusahaan untuk tujuan politik, kegiatan ini diperkirakan akan mengurangi investasi perusahaan terhadap intellectual capital, serta mengurangi fokus mereka untuk menciptakan nilai tambah bagi perusahaan. Oleh karena itu, diperkirakan bahwa kepemilikan pemerintah yang tinggi, maka semakin besar pula
11
kemungkinan akan mempengaruhi kinerja intellectual capital negatif. Maka hipotesis keempat yang akan diuji dalam penelitian ini adalah: H4: Kepemilikan pemerintah berpengaruh negatif terhadap kinerja IC
5. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan mencerminan besar kecilnya perusahaan yang tampak dalam nilai total aset perusahaan pada neraca akhir tahun (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Semakin besar total aset maka semakin besar pula ukuran suatu perusahaan. Purnomosidhi (2005)
menyatakan ukuran perusahaan
digunakan sebagai variabel independen dengan asumsi bahwa perusahaan yang lebih besar melakukan aktivitas yang lebih banyak dan biasanya memiliki banyak unit usaha dan memiliki potensi penciptaan nilai tambah jangka panjang. Maka perusahaan besar dengan jumlah aset yang besar memiliki dana lebih banyak untuk diinvestasikan dalam intellectual capital. Dengan demikian, pengelolaan intellectual capital menjadi semakin optimal dan akan menghasilkan kinerja intellectual capital yang lebih tinggi. Maka hipotesis keempat yang akan diuji dalam penelitian ini adalah: H5: Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja IC
6. Umur Perusahaan Umur perusahaan digunakan untuk mengukur pengaruh lamanya perusahaan beroperasi terhadap kinerja perusahaa sehingga dapat mengetahui pula sejauh mana perusahaan dapat survive. Semakin panjang umur perusahaan akan memberikan kinerja modal intelektual yang lebih banyak pula. Dalam penelitian ini umur perusahaan dihitung dari lamanya perusahaan tersebut go public. Untuk perusahaan yang sudah lama go public mereka akan cenderung untuk selalu menjaga kinerja perusahaan agar dapat meningkatkan reputasi perusahaan di mata publik karena perusahaan lebih transparan, sehingga publik dapat mengetahui secara langsung perkembangan kinerja dari perusahaan tersebut. Dan semakin tua umur perusahaan, maka memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam
12
pengelolaan dan pemeliharaan intellectual capital akan menjadi lebih optimal dan dengan sendirinya dapat meningkatkan kinerja intellectual capital tersebut. Sehingga selain kinerja yang meningkat nilai reputasi perusahaan pun akan semakin tinggi pula. Maka hipotesis keempat yang akan diuji dalam penelitian ini adalah: H6: Umur perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja IC
METODOLOGI PENELITIAN Dalam penelitian ini menggunakan metode pengujian regresi linier berganda. Persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: VAIC™ = β0 + β1Manajerial + β2Institusional + β3Asing + β4Pemerintah + β5LnTA + β6Age + e Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah struktur kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kepemilikan asing, kepemilikan pemerintah, ukuran perusahaan, dan umur perusahaan. 1. Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial merupakan proposi kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajer eksekutif. Pengukuran ini mengacu pada Saleh et al., (2008). Manajer eksekutif ini memiliki kekuatan untuk mengendalikan seluruh keputusan di dalam perusahaan yang mencerminkan keputusan bisnis. Manajer eksekutif ini meliputi manajer, direksi, dan dewan komisaris. 2. Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional merupakan proposi kepemilikan saham oleh institusi dalam hal ini institusi pendiri perusahaan, bukan institusi pemegang saham publik, yang diukur dengan porsentase jumlah saham yang dimiliki oleh investor institusi dan blockholders. Yang dimaksud dengan blockholders adalah kepemilikan individu atas nama perorangan yang kepemilikan sahamnya di atas 5% tetapi tidak termasuk dalam kepemilikan manajerial 3. Kepemilikan Asing
13
Kepemilikan
asing
merupakan kepemilikan saham oleh
manajemen
perusahaan yang diukur dengan prosentase jumlah saham yang dimiliki investor asing (Saleh et al., 2008). Pengukuran ini mengacu pada Saleh et al., (2008). 4. Kepemilikan Pemerintah Kepemilikan pemerintah diukur dengan prosentase kepemilikan oleh lembaga pemerintah, dan lembaga pemerintah terkait. Pengukuran ini mengacu Saleh et al., (2008). 5. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan cerminan besar kecilnya perusahaan yang tampak dalam nilai total aset perusahaan yang terdapat pada neraca akhir tahun (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Dalam penelitian ini, ukuran perusahaan dihitung berdasarkan nilai natural log (ln) dari total asset perusahaan pada akhir tahun. Firm size = Ln total asset 6. Umur Perusahaan Variabel umur perusahaan juga dapat diartikan seberapa lama perusahaan tersebut ada. Pengukuran firm age mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Satoto (2007) menggunakan rumus sebagai berikut: Firm age = Tahun laporan keuangan terakhir (penelitian) – Tahun perusahaan pertama kali go public Variabel Dependen Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kinerja Intellectual Capital yang merupakan penciptaan nilai yang diperoleh atas pengelolaan intellectual capital. Kinerja Intellectual Capital diukur dengan menggunakan metode Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) yang dikembangkan oleh Pulic (1998, 2000) dalam Saleh et al., (2008). Formulasi dan tahapan perhitungan nilai VAICTM adalah sebagai berikut : 1. Value Added (VA) Tahap pertama dengan menghitung Value Added (VA). VA dihitung dengan menggunakan cara yaitu sebagai berikut : VAi = Pi + Ii + Ci + Di + DIVi + Mi + Ti
14
Keterangan : VAi= Value Added perusahaan tahun i; Pi= Laba ditahan perusahaan tahun i; Ii= Beban bunga perusahaan tahun i; Ci= Beban Gaji dan Upah perusahaan tahun i; Di= Depresiasi perusahaan tahun i; DIVi= Deviden perusahaan tahun i; Mi= Hak minoritas perusahaan tahun i; Ti= Pajak perusahaan tahun i 2. Value Added Capital Coefficient (VACA) Tahap kedua dengan menghitung Value Added Capital Coefficient (VACA). VACAi = Keterangan: CAi
= Capital Employed perusahaan tahun i = Total Asset – Intangible Asset
3. Value Added Human Capital (VAHU) Tahap ketiga dengan menghitung Value Added Human Capital (VAHU). VAHUi = Keterangan : HCi
= Human Capital perusahaan tahun i (Total salaries dan wages untuk pegawai)
4. Structural Capital Value Added (STVA) Tahap keempat dengan menghitung Structural Capital Value Added (STVA). STVAi = Keterangan : SCi
= Structural capital perusahaan tahun i (VAi – HCi)
5. Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) Tahap kelima dengan menghitung Value Added Intellectual Coefficient TM
(VAIC ). VAICTM = VACAi + VAHUi + STVAi Populasi dan Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan perbankan yang telah go public dan listed di Bursa Efek Indonesia (BEI). Periode pengamatan
15
dalam penelitian ini adalah tahun 2007-2009. Pemilihan tahun ini didasarkan pada adanya keterbatasan sumber data berupa laporan tahunan 2010 sehingga tidak dimungkinkan untuk memperpanjang periode penelitian hingga tahun 2010. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari semua subkelompok dalam sektor industri perbankan. Metode penentuan sampel dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling. Adapun kriteria-kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan tidak melakukan merger atau akusisi selama 3 tahun berturut-turut yaitu 2007, 2008, dan 2009. 2. Tidak delisting (keluar) dari Bursa Efek Indonesia selama 3 tahun berturutturut yaitu 2007, 2008, dan 2009. 3. Perusahaan perbankan telah go public per tahun 2007.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Koefisien Determinasi Dari tabel diketahui bahwa nilai adjusted R square = 0,437. Hal ini berarti bahwa 43,7% variasi kinerja intellectual capital dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen, sedangkan sisanya sebesar 56,3% (100%-43,7%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model. Uji F Dari uji ANOVA atau uji F pada tabel diperoleh nilai F sebesar 8,114 dengan probabilitas 0,000. Karena nilai probabilitas < 5% dan nilai F > 4, maka hal tersebut menunjukkan bahwa secara simultan variabel independen tersebut signifikan berpengaruh terhadap kinerja intellectual capital (VAIC™). Dari hasil tersebut sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi fit untuk diolah lebih lanjut. Uji T Pembahasan ini mengenai pengaruh variabel independen secara individual terhadap variabel dependen sekaligus pembuktian atas hipotesis yang telah diajukan yaitu H1 sampai H6. Penjelasan mengenai semua hipotesis dan persamaan matematisnya dijelaskan di bawah ini yaitu sebagai berikut:
16
Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
-4.249
6.965
Manajerial
5.818
12.755
Institusional
.150
Asing
Standardized Coefficients Beta
T
Sig.
-.610
.545
.052
.456
.650
3.282
.014
.046
.964
6.798
2.866
.658
2.372
.022
Pemerintah
-7.081
4.135
-.282
-1.712
.093
LnTA
.936
.349
.453
2.684
.010
Age
-.541
.092
-.919
-5.912
.000
a. Dependent Variable: VAIC
Sumber : data sekunder yang telah diolah, 2011 Dari analisis regresi pada tabel di atas maka dapat disusun persamaan sebagai berikut: VAIC™ = -4,249 + 5,818 Manajerial + 0,150 Institusional + 6,798 Asing – 7,081 Pemerintah + 0,936 LnTA – 0,541 Age Berikut iniadalah analisis uji statistik t untuk masing-masing model regresi:
1. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kinerja Intellectual Capital Tingkat kepemilikan manajerial memiliki koefisien regresi dengan arah positif sebesar 5,818. Tingkat signifikansi kepemilikan manajerial sebesar 0,650 lebih besar dari α = 0,05. Maka dapat dikatakan bahwa tingkat kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap kinerja intellectual capital (VAIC™). Dengan kata lain melalui hasil statistik tersebut kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kinerja intellectual capital, sehingga H1 dalam penelitian ini ditolak. Hal ini disebabkan karena hubungan positif kepemilikan manajerial dapat terjadi jika kepemilikannya mencapai di atas 25%. Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini, kepemilikan manajerial tertinggi tidak mencapai 25% hanya sebesar 21,70%. Serta jumlah kepemilikan manajerial untuk perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada tahun 20072009 relatif sedikit dibandingkan dengan kepemilikan institusional. Proposi kepemilikan saham yang relatif kecil juga akan mengakibatkan manajer belum merasa ikut memiliki perusahaan karena pemegang saham mayoritas lebih besar cenderung mendominasi perusahaan. Manajer lebih banyak
17
dikendalikan pemilik mayoritas sehingga manajer hanya sebagai kepanjangan tangan dari pemilik mayoritas (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Maka mengakibatkan manajer tidak memiliki kekuatan untuk melakukan pengelolan intellectual capital. Secara teoritis ketika kepemilikan manjerial rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya oportunistik manajemen akan meningkat. Yang mana manajer akan lebih termotivasi untuk memaksimalkan pendapatan dan bonus mereka dibandingkan investasi berupa pengelolaan intellectual capital. Dengan demikian, kepemilikan manajerial belum mampu menjadi mekanisme untuk meningkatkan kinerja intellectual capital.
2. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kinerja Intellectual Capital Tingkat kepemilikan institusional memiliki koefisien regresi dengan arah positif sebesar 0,150. Tingkat signifikansi kepemilikan institusional sebesar 0,964 lebih besar dari α = 0,05. Maka dapat dikatakan bahwa tingkat kepemilikan institusional mempunyai pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap kinerja intellectual capital (VAIC™). Dengan kata lain melalui hasil statistik tersebut kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap kinerja intellectual capital, sehingga H2 dalam penelitian ini ditolak. Proposi kepemilikan institusional pada perusahaan perbankan di Indonesia yang cukup tinggi dengan nilai tertinggi sebesar 90,90% memungkinkan terjadinya masalah keagenan antara pemilik mayoritas (lebih dari 50%) dengan pemilik minoritas. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh (Claesens et al., 2002; Lemmon dan Lins, 2003; Vllalinga dan Amit, 2006, Morck et al., 1998 dalam Saleh et al., 2008) yang menyatakan bahwa dengan kepemilikan institusional yang tinggi, maka peran institusional lebih besar cenderung mendominasi perusahaan dan semakin kuat kontrol pihak eksternal. Sehingga kepemilikan institusional dalam hal ini kepemilikan pribadi yang semakin tinggi akan memungkinkan pengambilan manfaat dini atas perusahaan dengan mengorbankan para pemegang saham minoritas. Hal ini diperkirakan akan mengurangi investasi jangka panjang perusahaan dalam pengelolaan intellectual capital, mengurangi fokus mereka
18
untuk menciptakan nilai bagi perusahaan dan kemudian dapat mengurangi tingkat kinerja intellectual capital perusahaan yang sifatnya jangka panjang.
3. Pengaruh Kepemilikan Asing terhadap Kinerja Intellectual Capital Tingkat kepemilikan asing memiliki koefisien regresi dengan arah positif sebesar 6,798. Tingkat signifikansi kepemilikan asing sebesar 0,022 lebih kecil dari α = 0,05. Maka dapat dikatakan bahwa tingkat kepemilikan asing mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja intellectual capital (VAIC™). Dengan kata lain melalui hasil statistik tersebut kepemilikan asing berpengaruh terhadap kinerja intellectual capital, sehingga H3 dalam penelitian ini diterima. Kepemilikan asing selalu diperkirakan akan berdampak positif terhadap kinerja perusahaan khususnya pada sektor industri perbankan, dikarenakan teknologi yang dimiliki bank asing menciptakan keuntungan yang dapat dibandingkan dengan bank lokal (Bonin et al., 2005; Sabi, 1996 dalam Saleh et al., 2008). Prasetianto (2005) dalam Swandari (2008) juga menyatakan bahwa bankbank domestik memang memerluhkan transfer pengetahuan, keahlian, teknologi, dan manajemen dari bank asing. Kepemilikan asing dalam perusahaan juga merupakan pihak yang dianggap concern terhadap peningkatan good corporate governance. Jika investor asing diasumsikan dapat berperan dalam mengawasi manajemen maka diharapkan kinerja perusahaan dapat meningkat. Dengan demikian, kepemilikan asing mampu menjadi mekanisme untuk meningkatkan kinerja intellectual capital.
4. Pengaruh Kepemilikan Pemerintah terhadap Kinerja Intellectual Capital Tingkat kepemilikan pemerintah memiliki koefisien regresi dengan arah negatif sebesar -7,081. Tingkat signifikansi kepemilikan pemerintah sebesar 0,093 lebih besar dari α = 0,05. Maka dapat dikatakan bahwa tingkat kepemilikan pemerintah secara signifikan mempunyai pengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap kinerja intellectual capital (VAIC™). Dengan kata lain melalui hasil statistik tersebut kepemilikan pemerintah tidak berpengaruh terhadap kinerja intellectual capital, sehingga H4 dalam penelitian ini ditolak. Dalam hasil statistik
19
penelitian ini terbukti bahwa variabel kepemilikan pemerintah berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja intellectual capital (VAIC™). Meskipun tidak signifikan namun arah hubungan antara variabel kepemilikan pemerintah dengan kinerja intellectual capital negatif. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Lin dan Zhang (2009) yang menunjukkan bahwa bank-bank komersial milik negara kurang efisien dibandingkan dengan bank lain serta mengindikasikan bahwa bank umum milik pemerintah lebih rendah profitabilitasnya dibandingkan bank-bank lain. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hadad, dkk (2003) dalam hasil penelitian mereka
memperlihatkan
bahwa
kepemilikan
pemerintah
memperlambat
perkembangan yang terjadi di sektor keuangan. Kecenderungan yang terjadi jika fokus pengendalian pada perusahaan kepemilikan pemerintah ialah mereka menggunakan kekayaan perusahaan untuk tujuan politik, kegiatan ini diperkirakan akan mengurangi investasi perusahaan terhadap intellectual capital, serta mengurangi fokus mereka untuk menciptakan nilai tambah bagi perusahaan.
5. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kinerja Intellectual Capital Tingkat ukuran perusahaan memiliki koefisien regresi dengan arah positif sebesar 0,936. Tingkat signifikansi ukuran perusahaan sebesar 0,10 lebih kecil dari α = 0,05. Maka dapat dikatakan bahwa tingkat ukuran perusahaan mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja intellectual capital (VAIC™). Dengan kata lain melalui hasil statistik tersebut ukuran perusahaan berpengaruh terhadap kinerja intellectual capital, sehingga H5 dalam penelitian ini diterima. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Purnomosidhi (2005) menyatakan bahwa perusahaan yang lebih besar melakukan aktivitas yang lebih banyak dan biasanya memiliki banyak unit usaha dan memiliki potensi penciptaan nilai jangka panjang. Sehingga perusahaan besar dengan jumlah aset yang besar memiliki dana lebih banyak untuk diinvestasikan dalam intellectual capital. Ketersediaan dana dalam jumlah yang besar akan membuat pengelolaan dan pemeliharaan
intellectual
capital
menjadi
semakin
optimal
dan
akan
20
menghasilkan kinerja intellectual capital yang lebih tinggi. Ukuran perusahaan dijadikan patokan bahwa perusahaan tersebut mempunyai kinerja yang bagus. Perusahaan besar cenderung memilih untuk meningkatkan kinerja modal intelektualnya dalam meningkatkan nilai perusahaan.
6. Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Kinerja Intellectual Capital Tingkat umur perusahaan memiliki koefisien regresi dengan arah positif sebesar -0,541. Tingkat signifikansi umur perusahaan sebesar 0,000 lebih kecil dari α = 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat umur perusahaan mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap kinerja intellectual capital (VAIC™). Dengan kata lain melalui hasil tersebut kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kinerja intellectual capital, sehingga H6 dalam penelitian ini ditolak. Hasil ini sejalan dengan hasil dalam penelitian ini yang dilakukan oleh Bukh et al,. (2005) dan White et al,. (2007) dalam Ulum, dkk (2009) yang tidak menemukan adanya hubungan age dengan pengungkapan intellectual capital. Semakin lama umur perusahaan maka kinerja modal intelektualnya semakin rendah. Perusahaan yang telah lama berdiri tidak akan menyajikan laporan keuangan secara detail yang mungkin bagi investor tertentu akan membingungkan dalam mengambil keputusan investasi. Semakin tua umur perusahaan akan merasa bahwa telah memiliki banyak pengalaman dalam pengelolaan dan pemeliharaan intellectual capital, maka perusahaan menganggap bahwa tidak perlu menjaga reputasi melalui peningkatan kinerja intellectual capital di mata publik selaku investor. Sebab mereka telah memiliki reputasi yang baik selama ini di publik dari banyaknya pengalaman mereka lalui selama ini.
KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN Penelitian ini menguji pengaruh struktur kepemilikan yang terdiri dari kepemilikan manajerial, institusional, asing dan pemerintah serta ukuran perusahaan, dan umur perusahaan terhadap kinerja intellectual capital pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada tahun 2007-2009. Berdasarkan
21
hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpukan bahwa kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap kinerja intellectual capital, sedangkan kepemilikan asing dan ukuran perusahaan berpengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja intellectual capital. Dan untuk kepemilikan pemerintah berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan serta umur perusahaan berpengaruh negatif tetapi signifikan terhadap kinerja intellectual capital yang mana hubungan tidak konsisten dengan hipotesis yang dikembangkan. Penelitian ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang sekaligus dapat menjadi panduan bagi pengembangan penelitian yang akan datang yaitu (1) Adanya perbedaan metode perhitungan nilai value added (VA) dan capital employed (CA) di antara beberapa peneliti menyebabkan hasil pengukuran kinerja intellectual capital dalam penelitian ini tidak dapat dibandingkan dengan penelitian lain yang menggunakan perhitungan yang berbeda. (2) Kekurangan dari metode VAIC™ ini adalah penggunaan biaya karyawan sebagai elemen pencipta nilai membuat nilai intellectual capital menjadi lebih rendah jika dibandingkan dengan metode lain seperti pendekatan berbasis pasar. Oleh karena itu penelitian selanjutnya mungkin dapat mempertimbangkan untuk menggunakan alat ukur intellectual capital selain VAIC™ guna meminimalisir bias yang disebabkan pembayaran gaji yang tidak stabil dan beragam.
22
REFERENSI Astuti, Pertiwi Dwi. 2005. “Hubungan Intellectual Capital dan Business Perfomance.” Tesis MAKSI (Tidak Dipublikasikan), Universitas Diponegoro. Semarang. Astuti, Pertiwi Dwi dan Arifin Sabeni. 2005. Hubungan Intellectual Capital dan Business Perfomance dengan Diamond Spesification: Sebuah Perspektif Akuntansi. SNA VIII, h. 694-707. Belkaoui, A. R. 2003. “Intellectual capital and Firm Performance of Multinational Firms, A Study of Resource-Based and Stakeholder Views”. Journal of Intellectual Capital. Vol.4, No.2, hlm 215-236. Bontis, N., Keow, W. C. C., Jacobsen, K., dan Roos, G. 2005. “Intellectual Capital and Business Performance In Malaysian Industries”. Journal of Intellectual Capital. Vol.1, No. 1, h. 85-100. Chandra, Ricky Mustika. 2010. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Pengungkapan Intellectual Capital. Skripsi (Tidak Dipulikasikan). Fakultas Ekonomi UNDIP. Semarang. Chen, M.C, Cheng S. J, dan Hwang Y. 2005. “An Empirical Investigation of The Relationship Between Intellectual Capital and Firm’s Value and Financial Performance,” dalam Journal of Intellectual Capital. vol.6, no.2. hlm 159176. Faizal. 2004. “Analisis Agency Costs, Struktur Kepemilikan, dan Mekanisme Corporte Governance,” dalam SNA VII. Hlm 197-208. Denpasar-Bali. Firer, S. dan S. M. Williams. 2003. “Intellectual Capital and Traditional Measures of Corporate Performance,” dalam Journal of Intellectual Capital. Vol. 4, No. 3. hlm 348-360. Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit UNDIP. Goh, P.C. 2005. “Intellectual Capital Performance of Commercial Banks in Malaysia.” Vol.6, No.3. hlm 385-396. Hadad, Muliaman D, Agus Sugiarto, dkk. 2003. “Kajian Mengenai Struktur Kepemilikan Bank di Indonesia” dalam BSSK-DPNP-BI. Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.19. Salemba Empat: Jakarta.
23
Indrayani, Devi. 2009.”Analisis Hubungan Struktur Kepemilikan dengan Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan Persero dan Perusahaan Perbankan Umum Swasta Nasional Go Public Periode 2007-2008”. Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi. Universitas Gunadarma. Kamath, G. B. “The Intellectual Capital Performance of Indian Banking Sector,” dalam Journal of Intellectual capital, Vol.8, No. 1. pp. 96-123. Kuncoro, Mudrajad. 2004.”Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis dan Ekonomi.”Yogyakarta: AMP YKPN. Kuryanto, B., dan M. Syafrudin.2008.”Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Perusahaan”. Proceeding SNA XI. Pontianak. Kusuma, Christina Titis Yuliandari. 2010.”Kinerja Intellectual Capital pada Sektor Perbankan di Indonesia”. Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Fakultas Ekonomi UNDIP. Semarang. Lin, X. and Zhang, Y. (2009). Bank ownership reform and bank performance in China. Journal of Banking and Finance 33(1): 20-29. Listyani, T. T. 2003. “Kepemilikan Manajerial Hutang, dan Pengaruhnya Terhadap Kepemilikan Saham Institusional (Studi pada perusahaan manufaktur di BEJ),” dalam Jurnal Maksi, Vol.3. hlm 98-113. Madhani, Pankaj M. “Resource Based View (RBV) of Competitive Advantage: An Overview.” http://ssrn.com/abstract=1578704. Diakses November 2010. Maviridis, D. G. 2004. “The Intellectual Capital Performance of The Japanese Banking Sector,” dalam Journal of Intellectual capital, Vol. 5, No. 1. pp. 92-115. Public, A. 1998.”Measuring the Performance of Intellectual Potential in Knowldege Economy”. Paper Presented at the 2nd McMaster World Congress on Measuring and Managing Intellectual Capital by the Austrian Team for Intellectual Potential. Purnomosidhi, Bambang. 2006. “Praktik Pengungkapan Modal Intelektual pada Perusahaan Publik di BEJ,” dalam Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.9, No.1. hlm 1-20. Rahmayani, Diah. 2010. Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Intellectual Capital Sebagai Variabel Intervening. Skripsi (Tidak Dipulikasikan). Fakultas Ekonomi UNDIP. Semarang.
24
Saleh, N.M., Rahman, M.R.C.A., dan Hassan, M.S. 2008. “Ownership Structure and Intellectual Capital performance in Malaysia Companies Listed on MESDAQ.” http://ssrn.com/abstract=1153908 Satoto, Shinta Heru. 2009. ”Strategi Diversifikasi Tehadap Kinerja Perusahaan.” dalam Jurnal Keuangan dan Perbankan. Vol.13, No.2. hlm 280-287. Sawarjuwono, Tjiptohadi dan Agustine Prihatin Kadir. 2003. “Intellectual Capital: Perlakuan, Pengukuran, dan Pelaporan (Sebuah Library Research),” dalam Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol.5, No.1. hlm 35-57. Surabaya: Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Univesitas Airlangga. Sawitri, Peni dan Yusuf. 2009. “Modal Intelektual dan Market Performance Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar di BEI,” dalam Jurnal Proceeding PESAT. Vol.3. hlm 49-55. Sekaran, Uma.2003.”Research Methods for Business,4th”. NewYork: John Wiley & Sons Inc. Stewart, T.A. 1997. Intellectual Capital: The new Wealth of Organizations. New York: Doubleday Dell Publishing Group, Inc. Sujoko dan Soebiantoro, U. 2007. “Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor Interen, dan Faktor Eksteren Terhadap Nilai Perusahaan” dalam Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol.9, No. 1, hlm 41-48. Sukartha, I Made. 2007. “Pengaruh Manajemen Laba, dan Kepemilikan Manajerial Pada Kesejahteraan Pemegang Saham Perusahaan Target Akusisi”dalam Fakultas Ekonomi. Universitas Udayana. Sonnier, Blaise M. and Kerry, D. C. Paula, P. C. 2009. “An Examination of The Impact of Firm Size and Age on Managerial Disclosure of Intellectual Capital by High-Tech Companies”. Free Library. Swandari, Fifi. 2008. ”Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Tingkat Resiko dan Implikasinya Terhadap Kesulitan Keuangan Bank Umum di Indonesia” dalam Jurnal Ekobis. Vol 9, No.1, hlm 15-23. Tan, H. P., Plowman, D., dan Hancock, P. 2007. 2007. “Intellectual Capital and Financial returns of Comapanies“ dalam Journal of Intellectual Capital. Vol. 8, No. 1. pp. 76-95. Ulum, I, Imam Ghozali, dan Anis Chariri . 2008. “Intellectual Capital dan Kinerja Keuangan Perusahaan: Suatu Analisis dengan Pendekatan PLS” dalam SNA XI. Vol. 1. hlm 1-32.
25
Ulum, Ihyaul. 2009. Intellectual Capital: Konsep dan Kajian Empiris. Yogyakarta: Graha Ilmu. Wahyudi, Untung, dan Hartini P.R. 2006. “Impilikasi Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan: Dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening” dalam SNA IX Padang. Wardhani, R. 2006. ”Mekanisme Corporate Governance dalam Perusahaan yang Mengalami Permasalahan Keuangan (Financial Distress Firms)” dalam SNA IX. hlm 1-26. Widyaningdyah, Agnes Utari. 2008. “Sebuah Tinjauan Akuntansi atas Pengukuran dan Pelaporan Knowledge,” dalam The 2nd National Conference UKWMS. Widyaningrum, Ambar. 2004. “Modal Intelektual,” dalam Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. Vol.1.pp. 16-25.