PENGARUH SIFAT MACHIAVELLIAN, LINGKUNGAN ETIKA DAN PERSONAL COST TERHADAP INTENSI MELAKUKAN WHISTLEBLOWING
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi.
Oleh: SYAIFA RODIYAH 1111082000043
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M
ii
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. IDENTITAS PRIBADI 1. Nama
: Syaifa Rodiyah
2. Tempat, Tanggal Lahir: Jakarta, 26 Februari 1994 3. Alamat
: Kamp. Sawah rt 06 rw 02. Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
4. Telepon
: 08989911885
5. Email
:
[email protected].
II. PENDIDIKAN 1. SDN Menteng Dalam 01 Pagi
Tahun 1999-2005
2. SMPN 15 Jakarta
Tahun 2006-2009
3. SMAN 35 Jakarta
Tahun 2009-2011
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2011-2015
III. PENGALAMAN BERORGANISASI 1. Anggota Rohis Annabillah SMPN 15 Jakarta
Tahun 2006
2. Anggota PMR SMAN 35 Jakarta
Tahun 2008
3. Anggota Tari Saman SMAN 35 Jakarta
Tahun 2008
4. Staff Divisi Humas Pengurus FLP
Tahun 2015
5. Anggota Komunitas Sanggar Enigami
Tahun 2015
IV. SEMINAR DAN WORKSHOP 1. Sebagai peserta dalam “Think Acct: BEMJ Akuntansi” 10-11 Desember 2011, Cibubur, Jakarta. 2. Sebagai peserta dalam acara “KEISYA: LiSEnSi” 24 September 2011, Aula SC, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Sebagai peserta dalam acara “Company visit to Bank Indonesia: BI dan LiSEnSi”, 2012.
vi
4. Sebagai peserta dalam acara “FIGHTERS: LDK Syahid”, 11-13 Mei 2012, Desa Ciburayut, Bogor. 5. Sebagai peserta dalam acara “Workshop dan Pelatihan Microsoft Excel: LiSEnSi”, 06 Desember 2014, Teater UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Sebagai peserta dalam acara “Safari Ramadhan, Edukasi Produk dan Jasa Keuangan Gerakan Literasi Keuangan”, 10 Juli 2014, Auditorium Harun Nasution, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Sebagai peserta dalam acara “Kompas Saba Kampus: Kompas”, 10 Mei 2014, UI-Depok. 8. Sebagai peserta dalam seminar nasional “Accounting Fair: HMJ Akuntansi”, 10 Maret 2014, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 9. Sebagai peserta dalam seminar “Peluang dan Tantangan Sektor Transportasi
Indonesia
Menghadapi
Komunitas
Ekonomi
ASEAN”, 10 September 2014, FISIP-UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 10. Sebagai peserta dalam “Pelatihan Jurnalistik: Metro TV”, 28-29 April 2015, Balairung, UI-Depok.
V. KEPANITIAAN 1. Divisi Konsumsi “Inagurasi FLP Ciputat angkatan X” 2. Divisi PHD “Open Recruitment FLP angkatan XI” 3. Divisi Humas “Inagurasi FLP angkatan XI” 4. Divisi Konsumsi “FLP Fair” 5. Divisi Kestari “OPAK”, UIN-Syarif Hidayatullah Jakarta.
VI. LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah
: Mat Naseh
2. Ibu
: Ratna Utami
3. Anak ke
: 2 dari 2 bersaudara.
vii
THE INFLUENCE OF MACHIAVELLIANISM, ETHICAL ENVIRONMENT AND PERSONAL COST TO WHISTLEBLOWING INTENTION By: Syaifa Rodiyah
ABSTRACT The purpose of this study to find out the influence of Machiavellianism, ethical environment, and personal cost to whistleblowing intentions. Based on purposive sampling methode, this study used a sample of 97 respondents who work as accountant, internal auditor and staff in the companies that implement a whistleblowing system was located in Jakarta. This study used primary data with quetionary. Data was analyzed multiple regression analysis with SPSS 20 processing. The result indicates that Machiavellianism and ethical environment has an influence on whistleblowing intention. While the effect personal cost do not have an influence on whistleblowing intention. Keywords:
Machiavellianism, Whistleblowing.
Ethical
viii
Environment,
Personal
Cost,
PENGARUH SIFAT MACHIAVELLIAN, LINGKUNGAN ETIKA DAN PERSONAL COST TERHADAP INTENSI MELAKUKAN WHISTLEBLOWING. Oleh: Syaifa Rodiyah
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sifat Machiavellian, lingkungan etika, dan personal cost terhadap intensi melakukan whistleblowing. Berdasarkan metode purposive sampling, penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 97 responden yang berprofesi sebagai akuntan, internal auditor dan staff di perusahaan yang menerapkan whistleblowing system dan berada di wilayah Jakarta. Penelitian ini menggunakan data primer dari kuesioner. Data dianalisis menggunakan analisis regresi berganda yang pengolahannya melalui SPSS 20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat Machiavellian dan lingkungan etika berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing. Sedangkan personal cost tidak berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing. Kata
kunci:
Sifat Machiavellian, Whistleblowing.
Lingkungan
ix
Etika,
Personal
Cost,
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Sifat Machiavellian, Lingkungan Etika dan Personal Cost Terhadap Intensi Melakukan Whistleblowing”. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta orang-orang yang tetap istiqamah mengikuti risalah beliau hingga akhir zaman. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat guna meraih gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih tak terhingga atas jasa yang tak ternilai harganya, penulis ucapkan kepada: 1. Kesayanganku, kebahagiaanku, yang tercinta Bapah Ace dan Mamah Tami sebagai orangtua yang telah memberikan bimbingan, dukungan, ridho serta doa yang tiada hentinya untuk penulis. 2. Abang hero Aip cungkring yang telah memberikan semangat dan doanya dalam proses penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Dr. Arief Mufraini, L.c., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., MM., Ak selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Bapak Dr. Yahya Hamja, MM selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang telah bersedia menyediakan waktunya yang sangat berharga untuk membimbing penulis selama menyusun skripsi. Terima kasih atas segala masukan, motivasi dan nasihat yang telah diberikan selama ini. 6. Ibu Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan berdiskusi. Terimakasih atas semua saran, inspirasi, ilmu dan nasehatnya.
x
xi
DAFTAR ISI Judul .....................................................................................................................
i
Lembar Pengesahan Skripsi...............................................................................
ii
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ........................................................
iii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ....................................................................
iv
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ....................................................
v
Daftar Riwayat Hidup ........................................................................................
vi
Abstract .................................................................................................................
viii
Abstrak .................................................................................................................
ix
Kata Pengantar ...................................................................................................
x
Daftar Isi ..............................................................................................................
xii
Daftar Tabel.........................................................................................................
xv
Daftar Gambar ....................................................................................................
xvi
Daftar Lampiran .................................................................................................
xvii
BAB I
PENDAHULUAN ..............................................................................
1
A. Latar Belakang Penelitian...............................................................
1
B. Rumusan Masalah...........................................................................
12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................................
13
1. Tujuan Penelitian.......................................................................
13
2. Manfaat Penelitian.....................................................................
14
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
15
A. Tinjauan Literatur................................................................
15
BAB II
1. Teori Tindakan Beralasan.................................................
xii
15
BAB III
2. Sifat Machiavellian...................................................................
17
3. Lingkungan Etika......................................................................
22
4. Personal Cost............................................................................
24
5. Intensi Whistleblowing..............................................................
26
6. Teori Umum Audit....................................................................
29
B. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu...................................................
33
C. Kerangka Pemikiran.......................................................................
40
D. Hipotesis........................................................................................
41
METODE PENELITIAN .................................................................
50
A. Ruang Lingkup Penelitian....................................................
50
B. Metode Penentuan Sampel...................................................
50
C. Metode Pengumpulan Data...................................................
52
D. Metode Analisis Data...........................................................
52
1. .Statistik Deskriptif...........................................................
52
2. .Uji Kualitas Data.............................................................
52
3. .Uji Asumsi Klasik............................................................
53
4. .Uji Koefisien Determinasi (R2).........................................
56
5. .Uji Hipotesis....................................................................
57
E. Definisi Operasional dan Pengukuran....................................
58
1. .Sifat Machiavellian...........................................................
59
2. .Lingkungan Etika.............................................................
59
3. .Personal Cost...................................................................
60
4. Intensi Whistleblowing......................................................
61
xiii
BAB IV
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...................................................
65
A. Gambaran Umum Objek Penelitian.......................................
65
1. .Tempat dan Waktu Penelitian...........................................
65
2. .Karakteristik Profil Responden..........................................
66
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian..............................................
68
1. .Hasil Uji Statistik Deskriptif.............................................
68
2. .Hasil Uji Kualitas Data.....................................................
70
3. .Hasil Uji Asumsi Klasik...................................................
73
a. Hasil Uji Multikolonieritas...........................................
73
b. Hasil Uji Normalitas.....................................................
74
c. Hasil Uji Heterokedastisitas..........................................
75
4. .Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2).................................
77
5. .Hasil Uji Hipotesis............................................................
79
a. Hasil Uji Statistik t.......................................................
79
b. Hasil Uji Statistik F......................................................
83
KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................
87
A. Kesimpulan.........................................................................
87
B. Saran...................................................................................
88
Daftar Pustaka .....................................................................................................
90
Lampiran .............................................................................................................
94
xiv
DAFTAR TABEL
No.
Keterangan
Halaman
2.1
Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu .........................................................
34
3.1
Operasional Variabel Penelitian ...........................................................
63
4.1
Data Sampel Penelitian ........................................................................
66
4.2
Data Distribusi Sampel Penelitian .......................................................
66
4.3
Hasil Uji Deskripsi Responden ............................................................
67
4.4
Hasil Uji Statistik Deskriptif ................................................................
69
4.5
Hasil Uji Reliabilitas ............................................................................
70
4.6
Hasil Uji Validitas Sifat Machiavellian ...............................................
71
4.7
Hasil Uji Validitas Lingkungan Etika ..................................................
71
4.8
Hasil Uji Validitas Personal Cost ........................................................
72
4.9
Hasil Uji Validitas Intensi Whistleblowing ..........................................
72
4.10
Hasil Uji Multikolonieritas ..................................................................
73
4.11
Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov................................... ......
75
4.12
Hasil Uji Heteroskedastisitas Uji Park............ ....................................
76
4.13
Hasil Uji Koefisien Determinasi............................................. .............
77
4.14
Hasil Uji Statistik t...................................................................... .........
79
4.15
Hasil Uji Statistik F................................................................. .............
84
xv
DAFTAR GAMBAR
No.
Keterangan
Halaman
2.1
Kerangka Dasar Penelitian ...................................................................... 40
4.1
Hasil Uji Normalitas Grafik P-Plot ......................................................... 74
4.2
Hasil Uji Heteroskedastisitas Grafik Scatterplot .................................... 76
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Keterangan
Halaman
1
Surat Penelitian Skripsi ...................................................................... .. 95
2
Kuesioner dan Jawaban Responden ..................................................... 108
3
Hasil Pengujian Instrumen Penelitian .................................................. 128
xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Kasus-kasus kecurangan dan pelanggaran organisasional masih menjadi perbincangan yang hangat di atas muka bumi. Hari-hari masyarakat dan kolom-kolom pemberitaan di media massa seringkali bertopikkan
kecurangan.
Bahkan
sepulang
beraktivitas
melihat
pemberitaan di media elektronik pun tidak terlepas dari kasus kecurangan. Kecurangan (korupsi) menjadi bayang-bayang dalam setiap langkah kehidupan. Telebih di Indoneisa, kecurangan (korupsi) seolah menjadi tradisi. Apalagi di dunia politisi, di awal cerita berteriak berantas korupsi tapi di akhir cerita bagi-bagi komisi. Berjanji siap di hukum mati dan potong jari jika korupsi. Kini janji tinggalah janji, omong kosong belaka, tidak lagi seperti hutang yang harus dilunasi. Etika dan kejujuran menjadi primadona yang sulit dicari. Petinggi perusahaan sekelas Enron dan Worldcom bahkan harus berakhir di penjara karena kasus kecurangan (pelanggaran etis). Mantan Chief Financial Officer Enron Andrew Fastow divonis enam tahun penjara di tahanan Houston, Texas. Sementara mantan pendiri dan Chief Executive Officer WorldCom Bernard Ebbers juga harus meringkuk selama dua puluh lima tahun di penjara Oakdale, Louisiana, Amerika Serikat.
1
Ebbers
dinyatakan bersalah karena telah
berperan dalam
manipulasi US$ 11 miliar di perusahaan telekomunikasi WorldCom. Sementara Fastow dinilai bersalah dalam skandal manipulasi keuangan Enron tahun 2001 lalu, yang telah menyebabkan perusahaan perdagangan energi itu menghadapi kebangkrutan terbesar dalam sejarah Amerika Serikat (Qomariyah, 2006: 1). Fenomena pelanggaran etika atas skandal akuntansi dalam perusahaan ini telah memicu Sherron Watkins dan Cynthia Cooper menjadi seorang whistleblower dan mengungkapkan skandal korporasi tersebut kepada publik (Lacayo dan Ripley, 2002 dalam Hwang et. al., 2008: 504) Watkins dalam suratnya mengeluhkan praktik akuntansi agresif yang dilakukan oleh Enron akan “meledak” dan hal itu benar terjadi, akhirnya Enron kolaps. Ketika akhirnya jaringan penipuan ini terungkap, saham Enron langsung anjlok dari US$ 90 lebih, jadi kurang dari 70 sen. Kasus ini juga menyeret firma akunting lima besar di dunia saat itu, yaitu Arthur Anderson. Auditor Enron tersebut hancur setelah David Duncan, auditor utama Enron memerintahkan penghancuran ribuan dokumen terkait (Pranata, 2012: 5). Banyaknya skandal akuntansi yang terjadi membuat profesionalitas akuntansi dipertanyakan. Citra profesi akuntansi dan perilaku etis akuntan terjun bebas menuju sumur terdalam. Pun profesi auditor, karena dua kasus penipuan yang telah dipaparkan di atas menyeret nama auditor terkenal dan KAP ternama.
2
Instansi pemerintahan Indonesia juga tak luput dari praktik kecurangan keuangan. Diawali oleh pernyataan Susno Duadji di media massa mengenai adanya praktik mafia hukum yang menyeret Gayus Tambunan kepada publik. Gayus Tambunan adalah pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang terlibat dalam kasus pencucian uang dan korupsi puluhan miliar rupiah. Kasus ini melibatkan Andi Kosasih, seorang pengusaha asal Batam. Antara Gayus dan Andi terjalin perjanjian bisnis. Andi menggunakan jasa pihak kedua untuk melakukan pengadaan tanah. Ia membayarkan enam kali lebih banyak dari biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan tanah tersebut. Susno Duadji menyerahkan berkas perkara pada 7 Oktober 2009. Dalam berkas Gayus dijerat dengan tiga pasal yakni pasal korupsi, pencucian uang, dan penggelapan (Anggadha, 2010: 1). Kasus Gayus Tambunan memang tidak sefenomenal Enron dan Worldcom namun kasus ini cukup menambah daftar keburukan citra profesi akuntan dan auditor. Namun di sisi lain ada seorang auditor yang perlahan mengangkat citra profesi akuntan dan auditor. Teringat kalimat yang dilontarkan oleh John McLennan, seorang pengungkap fakta (whistleblower) mantan auditor efisiensi internal, Westpac Banking Corporation, kepada Penyelidikan Perbankan Parlemen Australia (19901991) dalam Quentin Dempster, Elsam (2006: 1) “Bank dan para pegawainya mencuri uang dari nasabah mereka. Mengambil komisi-komisi secara rahasia dan mengubah kesepakatan adalah tindakan mencuri. Dan mereka berusaha menutupinya dengan berusaha untuk mengakhiri dengan paksa publikasi dari surat-surat itu. Saya tidak bisa memikirkan kasus yang lebih buruk dari bobroknya moral korporasi”
3
Menurut penelitian Nuryanto dan Dewi (2001) dalam Putri dan Laksito (2013: 1) tinjauan etika atas pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan moral. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antara pemahaman nilai-nilai etika dengan pengambilan keputusan. Semakin auditor memahami kode etik maka keputusan yang diambil akan semakin mendekati kewajaran, adil dan bermoral. Pun dalam memutuskan untuk menjadi pelapor kejadian yang tidak etis. Maraknya skandal akuntansi yang terjadi baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang telah dipaparkan di atas, membuktikan adanya pelanggaran etis akuntan. Pelanggaran ini membuat informasi yang disampaikan oleh auditor menjadi tidak terpercaya. Hal ini dapat mengakibatkan kerugian bagi para pengguna laporan keuangan. Kerugian tersebut dikarenakan para pengguna laporan keuangan mendasarkan keputusannya dari informasi yang disajikan oleh profesi akuntansi, sehingga informasi yang salah dapat berujung pada keputusan yang salah pula. Salah satu cara mencegah pelanggaran akuntansi sehingga dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat adalah dengan melakukan whistleblowing. Whistleblowing adalah pelaporan yang dilakukan oleh anggota organisasi (aktif maupun non-aktif) mengenai pelanggaran, tindakan ilegal atau tidak bermoral kepada pihak di dalam maupun di luar organisasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Near dan Miceli (1985) dalam Hwang et. al., (2008: 505) whistleblowing adalah
4
pengungkapan yang dilakukan oleh anggota organisasi (mantan karyawan atau karyawan) secara ilegal, praktek-praktek tidak bermoral atau tidak sah di bawah kendali pemberi kerja mereka, kepada orang atau pihak lain yang mampu mempengaruhi tindakan mereka. Menjadi seorang whistleblower bukanlah perkara yang mudah. Seorang whistleblower kerap kali mengalami suatu dilema. Di satu sisi dia akan dianggap sebagai pengkhianat perusahaan karena telah mengungkap “rahasia” perusahaan. Di satu sisi lainnya whistleblower akan dianggap sebagai pahlawan heroik yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral, hingga ketika seseorang melakukan tindakan yang tidak etis dia akan “meniup pluit”, sekalipun orang tersebut adalah teman maupun atasannya di perusahaan tempatnya bekerja. Belum lagi dampak yang diakibatkan jika whistleblower memutuskan untuk “meniup pluitnya”. Dampak tersebut dapat menjadikan whistleblower sebagai orang yang dipuji dunia atau justru sebaliknya, menjadi penghuni jeruji besi karena kurangnya bukti atau lain hal. Itulah salah satu alasan yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti keputusan individu dalam melaksanakan intensi whistleblowing. Sejak awal 1990-an banyak negara di dunia telah membuat peraturan perundang-undangan yang melindungi whistleblower, diatur dalam
undang-undang
korporasi,
undang-undang
ketenagakerjaan,
undang-undang konsumen dan keuangan. Negara-negara ini antara lain Amerika Serikat, Australia, Kanada, Perancis, India, Jepang, Selandia Baru, dan Inggris (Semendawai dkk. 2011: 41).
5
Di Amerika Serikat kita mengenal istilah SOA (Sarbanes OxleyAct) sebagai perwujudan dari “kemarahan” rakyat Amerika. Mereka adalah pemilik “surat-surat berharga” Enron, WorldCom, Tyco dan emiten semacamnya di pasar modal Amerika Serikat, surat-surat berharga itu kemudian menjadi tidak berharga lagi, khususnya di tahun 2000-2001 ketika para CEO dan sekutunya melakukan fraud. Banyak di antara pemilik surat-surat berharga ini adalah para investor kecil. Mereka menulis surat
kepada
wakil-wakil
mereka
di
Congress
Representatives. Surat dikabulkan dan terbitlah
and
House
of
Sarbanes-Oxley Act
(SOA) yang diundangkan Juli 2002 (Tuanakotta, 2011: 254). Di Indonesia, Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) membuat peraturan berjudul Pedoman Sistem Pelaporan dan Pelanggaran (SPP) atau Whistleblowing System (Septianti, 2013: 1065). Keberadaan peraturan ini tidak seketika membuat masyarakat di Indonesia gemar melakukan whistleblowing. Hal tersebut dikarenakan posisi saksi di Indonesia sangat rawan terhadap tindak pembalasan seperti pengucilan dan pengancaman atau bisa berubah menjadi terdakwa. Menurut Ajzen (1991) dalam Daivitri (2013: 9) perilaku seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sangat dipengaruhi oleh niat. Sehingga niat tersebut dapat digunakan sebagai prediktor kemauan seseorang dalam berperilaku. Niat berperilaku merupakan indikasi kesiapan seseorang untuk melakukan perilaku, sehingga niat berperilaku merupakan anteseden langsung dari perilaku itu sendiri.
6
Begitupun dengan niat melakukan whistleblowing. Seseorang yang melakukan whistleblowing dikenal dengan istilah whistleblower, yang mana bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti pengungkap fakta. Sesungguhnya para whistleblower telah mengetahui resiko yang mungkin akan diterimanya jika ia melaporkan suatu tindak kecurangan atau tidak terpuji lainnya. Namun mereka tetap memilih untuk melakukan hal itu, walaupun akan mengancam karir atau kehidupan pribadi mereka. Jadi tidak berlebihan jika penghargaan dan perlindungan hukum diberikan pada mereka yang mempunyai keberanian mengungkapkan kebenaran di atas segalanya. Motif seseorang membuat laporan atau sebagai whistleblower bukan merupakan hal yang penting untuk dipersyaratkan. Motif seseorang sebagai whistleblower dapat bermacam-macam, mulai dari motif itikad baik menyelamatkan lembaga atau perusahaan, persaingan pribadi atau bahkan persoalan pribadi. Namun yang terpenting adalah seseorang tersebut melaporkan untuk mengungkap kejahatan atau pelanggaran yang terjadi di perusahannya bukan motifnya. Dengan mengungkap dugaan pelanggaran atau tindak pidana, diharapkan pelanggaran yang lebih besar dapat terungkap dan praktik-praktik menyimpang di perusahaan dapat ditangani dan diperbaiki (Semendawai dkk. 2011: 25). Whistleblowing
merupakan
sebuah
proses
kompleks
yang
melibatkan karakterisktik individual dan faktor-faktor situasional lainnya. Karakteristik individual tersebut diantaranya adalah pertimbangan etis,
7
locus
of
control
dan
komitmen
organisasi.
Sedangkan
faktor
situasionalnya terdiri dari keseriusan pelanggaran dan status pelanggar (Ahmad, 2011: 5). Adapun
karakteristik
individual
lain
yang
dinilai
dapat
mempengaruhi intensi seseorang untuk melakukan whistleblowing, yakni sifat Machiavellian. Seseorang yang memiliki sifat Machiavellian yang tinggi cenderung membuat keputusan berdasarkan kepentingan dirinya sendiri. Individu dengan sifat Machiavellian lebih rasional dan nonemosional. Lebih jauh lagi, ia bersedia berbohong demi mencapai keinginan dirinya. Dalton dan Radtke (2012: 162) dalam penelitiannya menemukan adanya
pengaruh
antara
sifat
Machiavellian
dengan
intensi
whistleblowing. Seseorang yang memiliki sifat Machiavellian yang tinggi, keinginanya dalam melakukan intensi whistleblowing rendah. Lebih jauh lagi Dalton dan Radke (2012: 162) menemukan bahwa organisasi dengan lingkungan etis yang baik berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing. Organisasi dengan lingkungan etika yang baik dapat diciptakan dengan mengadakan pelatihan etika bagi karyawannya. Pelatihan etika memberikan pengaruh yang lebih besar pada individu yang memiliki sifat Machiavellian yang rendah daripada individu yang memiliki sifat Machiavellian yang tinggi (Bloodgood, 2010 dalam Dalton dan Radtke, 2012: 157).
8
Penelitian lain menemukan bahwa perusahaan dengan lingkungan etis yang baik dapat mempengaruhi keputusan etis auditor dan pekerja professional pajak (Sweeney, 2010: 545). Lingkungan etika auditor meliputi standar perilaku bagi seorang profesional yang ditujukan untuk tujuan praktis dan idealistik (Putri dan Laksito, 2013: 3). Lingkungan etika disini juga berarti komitmen etis organisasi yang terkait erat dengan persepsi instansi terhadap nilai-nilai moral. Secara keseluruhan, semua penelitian tentang etika menunjukkan bahwa karakter etika organisasi memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan etis (Dickerson, 2009 dalam Muttaqin, 2014: 43). Pun dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk melakukan whistleblowing. Variabel lain yang dinilai mempengaruhi intensi seseorang untuk melakukan whistleblowing adalah personal cost. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Dalton dan Radtke (2012: 156) yang menjadikan personal cost sebagai variabel pemoderasi antara variabel sifat Machiavellian dengan intensi whistleblowing. Penelitian ini menjadikan variabel personal cost sebagai variabel independen, karena diyakini variabel tersebut berpengaruh langsung terhadap intensi whistleblowing. Personal cost merupakan salah satu alasan utama yang menyebabkan responden tidak ingin melaporkan dugaan pelanggaran karena mereka meyakini bahwa laporan mereka tidak akan ditindak lanjuti, mereka akan mengalami retaliasi, atau manajemen tidak akan
9
melindungi mereka dari ancaman retaliasi, khususnya dalam jenis pelanggaran yang melibatkan para manajer (Brown, 2008: 672). Dalam penelitian yang dilakukan (Septianti, 2013: 1067) personal cost termasuk ke dalam faktor individu yang dinilai mempengaruhi niat seseorang untuk melakukan whistleblowing. Namun hasil penelitian yang didapat
adalah tidak
mendukung hipotesa.
Personal
cost
tidak
mempengaruhi niat seseorang untuk melakukan whistleblowing. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Carson et. al., (2008: 361) serta Kaplan dan Whitecotton (2001: 45). Dengan pertimbangan inilah, variabel personal cost diuji kembali. Berdasarkan uraian di atas peneliti termotivasi untuk meneliti mengenai intensi whistleblowing dengan judul “Pengaruh Sifat Machiavellian, Lingkungan Etika dan Personal Cost Terhadap Intensi Melakukan Whistleblowing”. Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh Dalton dan Rdtke (2012: 153) yang berjudul The Joint Effects of Machiavellianism and Ethical Environment on Whistleblowing menunjukkan bahwa sifat Machiavellian dan lingkungan
etika
memiliki
pengaruh
dengan
intensi
melakukan
whistleblowing. Selain membandingkan antara lingkungan etika yang lemah dan lingkungan etika yang kuat akan pengaruhnya dengan intensi melakukan whistleblowing, Dalton dan Radtke (2012: 153) juga menggunakan variabel lingkungan etika sebagai variabel moderasi antara sifat Machiavellian dengan intensi melakukan whistleblowing.
10
Selain itu peneliti juga menambahkan satu variabel personal cost yang merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Septianti (2013: 1063) serta penelitian yang dilakukan oleh Bagustianto dan Nurkoholis (2015: 1). Kedua penelitian tersebut menemukan bahwa personal cost tidak berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing. Maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya di antaranya: 1. Penelitian ini menjadikan variabel lingkungan etika sebagai variabel independen, berbeda dengan penelitian Dalton dan Radtke (2012: 153) yang menjadikan variabel lingkungan etika sebagai variabel yang memoderasi variabel sifat Machiavellian dan intensi melakukan whistleblowing, serta tidak membandingkan variabel lingkungan etika yang kuat dengan lingkungan etika yang lemah. 2. Penelitian ini menjadikan variabel personal cost sebagai variabel independen yang merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Septianti (2013: 1063) serta penelitian yang dilakukan oleh Bagustianto dan Nurkholis (2015: 1), berbeda dengan penelitian Dalton dan Radtke (2012: 153) yang menjadikan variabel personal cost sebagai variabel yang memoderasi variabel sifat Machiavellian dengan intensi melakukan whistleblowing. 3. Penelitian ini menggunakan responden yang memiliki profesi dengan latar belakang akuntansi dan bekerja pada perusahaan yang memiliki whistleblowing system, berbeda dengan penelitian yang dilakukan
11
Dalton dan Radtke (2012: 159) yang menjadikan mahasiswa dan mahasiswi pasca sarjana dan telah memiliki pengalaman kerja. Berbicara mengenai responden, auditor sebagai profesi yang memberikan jasa pemeriksaan memang memiliki peluang besar untuk menjadi whistleblower. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi profesi lain untuk melakukan whistleblowing. Penelitian yang dilakukan oleh Septianti (2013: 1088) menjadikan karyawan PPATK sebagai responden dan
menyarankan
untuk
menambah
kementerian
sebagai
objek
penelitiannya atau mengganti objek penelitiannya dengan perusahaanperusahaan yang telah menerapkan whistleblowing system. Penulis memilih saran yang kedua dengan alasan untuk menambah variansi khasanah penelitian mengenai intensi whistleblowing. Berdasarkan hal tersebut, peneliti merumuskan beberapa profesi yang akan menjadi responden dalam penelitian ini, yaitu karyawan (akuntan) termasuk internal auditor dan jajaran profesi keuangan lainnya seperti akuntan biaya dan akuntan pajak di beberapa perusahaan di Indonesia yang telah menerapkan whistleblowing system.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, masalah yang akan diteliti selanjutnya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
12
1. Apakah sifat Machiavellian berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing? 2. Apakah lingkungan etika berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing? 3. Apakah personal cost berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing? 4. Apakah sifat Machiavellian, lingkungan etika dan personal cost berpengaruh
secara
simultan
terhadap
intensi
melakukan
whistleblowing?
C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Menganalisis pengaruh sifat Machiavellian terhadap intensi melakukan whistleblowing. b. Menganalisis
pengaruh
lingkungan
etika
terhadap
intensi
melakukan whistleblowing. c. Menganalisis pengaruh personal cost terhadap intensi melakukan whistleblowing. d. Menganalisis pengaruh sifat Machiavellian, lingkungan etika dan personal cost secara simultan terhadap intensi melakukan whistleblowing.
13
2. Manfaat Penelitian a. Kontribusi Teorotis Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk memperluas pengetahuan di bidang manajemen sumber daya manusia dalam pengembangan literatur, khususnya mengenai teori perkembangan moral dan whistleblowing. Secara khusus penelitian ini juga bermanfaat bagi: a.1 Mahasiswa Jurusan Akuntansi Sebagai tambahan sumber literasi guna mengetahui makna whistleblowing dan beberapa faktor yang mempengaruhinya. a.3 Peneliti selanjutnya Sebagai bahan perbandingan dan pertimbangan tambahan dalam menentukan dan menyelesaikan masalah terkait. b. Kontribusi Praktisi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan menjadi bahan pertimbangan bagi praktisi baik akuntan, auditor maupun manajer dalam mengembangkan pengetahuan terkait dengan whistleblowing serta sebagai pendorong intensi akuntan
untuk
menjadi
whistleblower
guna
mengaktifkan
whistleblowing system di perusahaan terkait.
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur 1. Teori Tindakan Beralasan Sering kita memikirkan dan menilai serta menduga-duga latar belakang seseorang dalam melakukan suatu tindakan. Mengapa seseorang melakukan ini, melakukan itu, memprediksikan apa yang akan dilakukan dan menganalisis apa yang membuat perilaku seseorang berubah. Dalam melakukan sesuatu dan mengambil keputusan untuk bertindak, seseorang pasti diiringi alasan di baliknya. Hal ini dijelaskan dalam sebuah teori yang bernama Teori Tindakan Beralasasn (Theory of Reasoned Action). Teori tindakan beralasan menjelaskan bahwa minat merupakan sebuah fungsi dari dua penentu dasar yang berhubungan dengan faktor pribadi dan pengaruh sosial (Jogiyanto, 2007 dalam Merdikawati, 2012: 24). Miller (2005) dalam Merdikawati (2012: 24) mendefinisikan tiga komponen yang terdapat dalam teori ini. Sikap terhadap perilaku adalah total dari sejumlah keyakinan seseorang terhadap sebuah perilaku tertentu yang dinilai dari evaluasi seseorang terhadap keyakinan tersebut (individual reasoning). Ajzen dan Fishbein (1980) dalam Aryani (2010: 13) menggemukakan Teori Tindakan Beralasan didasarkan pada asumsi-asumsi:
15
a. Bahwa manusia umumnya melakukan sesuatu dengan cara-cara yang masuk akal. b. Bahwa manusia mempertimbangkan semua informasi yang ada. c. Bahwa secara eksplisit maupun implisit manusia memperhitungkan implikasi tindakan mereka. Ajzen dan Fishbein juga menambahkan komponen lain dalam teori ini, yaitu norma subjektif. Norma subyektif didefinisikan sebagai sebuah kombinasi dari ekspektasi seseorang maupun kelompok tertentu yang dianggap penting oleh individu dengan niat untuk memenuhi ekspektasi tersebut. Kombinasi dari sikap terhadap perilaku dan norma subyektif inilah yang membentuk minat individu terhadap perilaku. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Anwar (1995) dalam Aryani (2010: 15) bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan, dan dampaknya terbatas hanya pada tiga hal. Pertama, perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. Kedua, perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tapi juga oleh norma-norma subjektif yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat. Ketiga, sikap terhadap suatu perilaku bersama norma-norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat berperilaku tertentu. Dengan begitu tampak bahwa intensi untuk berperilaku merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku
16
dan presepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang bersangkutan yang disebut dengan norma subjektif. Hal ini pun muncul berdasarkan pertimbangan seseorang atas apa yang dinilainya baik dan benar, dalam hal ini whistleblowing. 2. Sifat Machiavellian Dan dalam tindakan manusia, khususnya raja-raja yang tidak terbatas, tujuan menghalalkan segala cara” (Machiavelli, The Princes dalam Schmandt, 2009: 247) Sifat Machiavellian pertama kali diperkenalkan oleh Niccolo Machiavelli
pada
Machiavellianisme
abad
ke-16.
Karakteristik
(Machiavellianism-Mach)
berasal
kepribadian dari
nama
Niccolo Machiavelli, penulis pada abad ke enam belas yang menulis tentang cara mendapatkan dan menggunakan kekuasaan. Individu dengan sifat Machiavellian
yang tinggi cenderung pragmatis,
mempertahankan jarak emosional, dan yakin bahwa hasil lebih penting daripada proses. “jika hal ini berguna, manfaatkanlah” adalah semboyan yang konsisten dengan perspektif tinggi Mach. Sejumlah penelitian mengenai kepribadian Mach telah dilakukan. Individu dengan karakteristik Mach yang tinggi melakukan lebih banyak manipulasi, lebih banyak memperoleh kemenangan, tidak mudah terbujuk, dan lebih banyak membujuk dibandingkan individu dengan tingkat Mach yang rendah. Namun tingginya sikap Mach ini dapat diredam oleh faktor-faktor situasional. Telah ditemukan bahwa
17
individu Mach yang tinggi berkembang baik ketika (1) berinteraksi secara langsung dengan individu lain, bukan secara tidak langsung; (2) ketika situasi mempunyai sedikit peraturan, yang memungkinkan kebebasan improvisasi; dan (3) bila keterlibatan emosional dengan detail-detail yang tidak relevan dengan keberhasilan mengganggu individu Mach yang rendah (Robbins dan Judge, 2008: 139). Christie dan Geis (1970) dalam Purnamasari dan Chrismastuti, (2006: 3) mendeskripsikan kepribadian Machiavellian sebagai suatu kepribadian
antisosial,
yang
tidak
memperhatikan
moralitas
konvensional dan mempunyai komitmen ideologis yang rendah. Secara umum individu yang memiliki sifat Machiavellian yang tinggi lebih cenderung mengabaikan norma-norma etika ketika dihadapkan dengan masalah-masalah moral (Dalton dan Radtke, 2012: 153). Lebih jauh lagi Vitell (1991) dan Granitz (2003) dalam Dalton dan Radtke (2012: 155) mendeskripsikan kepribadian Machiavellian sebagai pribadi yang menerima perilaku tidak etis seperti praktek pencurian dan kecurangan, selanjutnya Dahling (2009) dan Gunnthorsdottir (2002) dalam Dalton dan Radtke (2012: 155) menyatakan pribadi Machiavellian akan melakukan tindakan dengan memperhitungkan keuntungan ekonomi yang didapat sebagai landasan dalam bertindak. Bagi sang Machiavellian, tujuan menghalalkan cara, tak peduli kesusahan manusia apa yang mungkin disebabkannya. Etika ini berjaya di kalangan para penggemar Machiavelli dalam aktivitas intens istana-
18
istana kerajaan selama berabad-abad (dan tentu saja, ini terus berlanjut dalam banyak lingkaran politik dan bisnis dewasa ini). Asumsi Machiavelli adalah bahwa kepentingan diri merupakan kekuatan penggerak satu-satunya dalam kodrat manusia, altruisme (paham yang lebih memperhatikan dan mengutamakan kepentingan orang lain) sama sekali tidak ada dalam gambaran itu. Sudah pasti, seorang Machiavellian politis sebenarnya mungkin tidak memiliki tujuan yang jahat atau egoistik, ia bisa jadi memiliki suatu alasan bertindak yang meyakinkan, bahkan yang ia yakini. Setiap penguasa totaliter, misalnya, membenarkan tiraninya sendiri sebagai hal yang diperlukan untuk melindungi negara dari musuh berbahaya, meskipun alasan itu hanya dibuat-buat. Istilah “Machiavellian” (atau singkatan “Mach”) digunakan oleh para psikolog untuk diterapkan pada orang-orang yang wawasannya tentang kehidupan mencerminkan sikap sinis dan apa pun yang terjadi. Tes pertama untuk tipe Mach sesungguhnya didasarkan pada pernyataan-pernyataan dari buku-buku Machiavelli, seperti “Perbedaan terbesar antara kebanyakan kriminal dan orang lain adalah bahwa para kriminal itu cukup bodoh untuk bisa tertangkap, “ dan “kebanyakan orang jauh lebih mudah lupa akan kematian orangtua mereka daripada kehilangan harta bendanya”. Inventaris psikologis tidak membuat penilaian moral, dan dalam konteks yang merentang dari penjualan ke politik, bakat-bakat tipe
19
Mach termasuk daya tarik yang dangkal, kelicikan dan kepercayaan diri bisa jadi merupakan aset yang baik. Di pihak lain, tipe Mach cenderung secara sinis kalkulatif dan arogan, amat ingin bertindak dalam cara yang merusak kepercayaan serta kerja sama. Meskipun barangkali amat berkepala dingin dalam interaksi sosial, mereka tetap tidak tertarik membangun hubungan emosi dengan orangorang. Ia melihat orang dalam segala bidang kehidupan seperti bagianbagian yang bisa ditukar satu sama lain, tak berdaya satu dari yang lain. Orang-orang tipe
Mach
umumnya
memiliki
empati
visi-
terowongan: mereka bisa memusatkan diri pada emosi seseorang terutama ketika mereka ingin menggunakan orang itu untuk tujuantujuan mereka sendiri. Jika tidak, orang-orang tipe Mach ini umumnya kurang baik dalam penyelarasan empatik dibandingkan tipe-tipe lain. Sikap dingin orang tipe Mach kelihatannya disebabkan oleh defisit utama dalam memproses emosi, baik dalam diri mereka sendiri maupun dalam diri orang lain. Mereka melihat dunia ini dalam kerangka rasional dan probabilistik yang tidak hanya hampa dari emosi namun juga kosong dari arti etis yang mengalir dari kepedulian manusia. Inilah sebab mengapa mereka mudah jatuh ke dalam perbuatan yang licik. Seperti pembunuh berantai, sebagian diri mereka telah mati. Orang-orang tipe Mach kelihatan sama bingungnya ketika menyangkut emosi mereka sendiri, pada saat merasa tidak nyaman, mereka sedang merasa “sedih, lelah, lapar atau sakit”. Orang-orang tipe Mach kelihatan
20
mengalami dunia batin mereka yang secara emosi kering sebagai dunia yang sarat dengan kebutuhan-kebutuhan dasar yang mendesak untuk seks, uang atau kekuasaan. Keadaan sulit orang tipe Mach berujung pada bagaimana memenuhi dorongan-dorongan itu dengan sumberdaya antar pribadi yang tidak memiliki radar emosi dengan cakupan krusial. Meskipun begitu, kemampuan selektif mereka untuk merasakan apa yang mungkin dipikirkan seseorang bisa cukup tajam, dan mereka kelihatan bersandar pada kecerdikan ini untuk membuka jalan mereka di dunia. Orang-orang tipe Mach dengan cepat dan tajam mempelajari dunia antar pribadi yang bisa mereka masuki hanya pada permukaan, pengetahuan sosial mereka yang licik mencatat nuansa dan menemukan cara bagaimana orang mungkin berkreasi terhadap situasi tertentu. Kemampuan ini memungkinkan mereka memiliki kelihaian sosial mereka yang legendaris. Sebagaimana telah kita lihat, sejumlah definisi keahlian sosial dewasa ini, yang didasarkan terutama pada pengetahuan sosial yang baik seperti itu, akan memberi orang nilai tinggi pada orang-orang tipe Mach. Namun, sementara kepala mereka tahu apa yang harus dilakukan, hati mereka tetap tidak tahu. Sejumlah orang melihat perpaduan kekuatan dan kelemahan ini sebagai ketidakmampuan yang diatasi orang-orang tipe Mach melalui kelicikan demi diri sendiri (Goleman, 2007: 167).
21
Abdullah (1970: 189) dalam bukunya yang berjudul “Pemikiran Islam di Malaysia: Sejarah dan Aliran”, mengungkapkan bahwa prinsip Machiavellian yaitu “menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan” (the end justifies the means). Sebenarnya, prinsip Machiavellian yang menghalalkan segala cara hanya berlaku pada masyarakat yang menghidupkan
suap-menyuap.
Pada
masyarakat
yang
moralis,
Machaivelli menyarankan agar kekuasaan diperoleh melalui persetujuan rakyat. Malangnya, saran yang kedua tidak populer. 3. Lingkungan Etika Seperti halnya dengan banyak istilah yang menyangkut konteks ilmiah, istilah “etika” pun berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput; kandang; kebiasaan; adat; akhlak; watak; perasaan; sikap; cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah: adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah menjadi latar belakang bagi terbentuknya instilah “etika” yang oleh filsuf Yunani besar Aristoteles (384-322 SM) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, jika kita membatasi diri pada asal-usul kata ini, maka “etika” berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Lebih dalam lagi etika di definisikan dengan tiga arti. Pertama, kata “etika” bisa dipakai dalam arti: nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Kedua, “etika” berarti
22
juga: kumpulan asas atau nilai moral. Ketiga, “etika” mempunyai arti sebagai ilmu tentang yang baik atau buruk (Bertens, 2007: 4). Etika merupakan konsep fundamental bagi semua bidang akuntansi, pemasaran, keuangan, pemerintahan dan lain sebagainya. Perilaku dan tindakan etis seseorang akan memberikan dampak pada orang lain dan lingkungannya termasuk lingkungan tempat ia bekerja begitu juga sebaliknya, lingkungan yang telah terbentuk di suatu organisasi dapat mempengaruhi anggota organisasinya. Perilaku dan tindakan etis pun menjadi bagian kritis dari faktor penentu keberlangsungan perusahaan atau yang lebih kita kenal dengan istilah GCG (Good Corporate Governance). Kesadaran akan pentingnya hal ini justru muncul ketika berbagai kasus kontra etis terjadi baik pada profesi akuntan dan maupun bisnis secara umum. Akuntansi dan profesi auditor lekat hubungannya dengan dunia bisnis. Sebagai kegiatan sosial bisnis bisa disoroti sekurang-kurangnya dari tiga sudut pandang yang berbeda tetapi tidak selalu mungkin dipisahkan dengan: sudut pandang ekonomi, hukum, dan etika (Bertens, 2000: 13). Menurut penelitian Nuryanto dan Dewi (2001) dalam Putri dan Laksito (2013: 1), tinjauan etika atas pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan moral. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antara pemahaman nilai-nilai etika dengan pengambilan keputusan. Semakin auditor memahami kode etik maka keputusan yang diambil akan semakin mendekati kewajaran, adil dan bermoral. Pun
23
dalam hubungannya dengan keputusan seseorang untuk melaksanakan intensi whistleblowing. Etika yang dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam kasus whistleblowing adalah etika utilitarianisme. Termasuk di dalamnya mempertimbangkan sejauh mana dan berapa besar atau kecilnya kerugian atau keuntungan yang akan dialami perusahaan jika karyawan (akuntan) membocorkan atau mendiamkan kecurangan tersebut (Keraf, 1998: 177). Terdapat
dua
pandangan
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi tindakan etis yang dibuat oleh seorang individu. Pertama,
pandangan
yang
berpendapat
bahwa
tindakan
atau
pengambilan keputusan tidak etis lebih dipengaruhi oleh karakter moral individu. Kedua, tindakan tidak etis lebih dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya sistem reward dan punishment perusahaan, iklim etis organisasi dan sosialisasi kode etik profesi oleh organisasi dimana individu tersebut bekerja (Trevino dan Youngblood, 1990 dalam Purnamasari dan Chrismastuti, 2006: 2). 4. Personal Cost Dalam Akuntansi Sumber Daya Manusia Personal cost accounting adalah biaya yang berhubungan dengan fungsi proses manajemen personalia dalam pencarian dan pengembangan sumberdaya manusia (Naukoko, 2014: 45). Sedangkan menurut Schutlz et al., (1993) dalam Bagustianto dan Nurkholis (2015: 6) personal cost of reporting adalah pandangan pegawai terhadap risiko pembalasan atau balas dendam atau
24
sanksi dari anggota organisasi, yang dapat mengurangi minat pegawai untuk melaporkan wrongdoing. Anggota organisasi yang dimaksud dapat saja berasal dari manajemen, atasan, atau rekan kerja. Beberapa pembalasan dapat terjadi dalam bentuk tidak berwujud (intagible), misalnya penilaian kinerja yang tidak seimbang, hambatan kenaikan gaji, pemutusan kontrak kerja, atau dipindahkan ke posisi yang tidak diinginkan (Curtis, 2006). Personal cost merupakan salah satu alasan utama yang menyebabkan seseorang tidak ingin melaporkan dugaan pelanggaran karena mereka meyakini bahwa laporan mereka tidak akan ditindak lanjuti, mereka akan mengalami retaliasi, atau manajemen tidak akan melindungi mereka dari ancaman retaliasi, khususnya dalam jenis pelanggaran yang melibatkan para manajer (Brown, 2008 dalam Septianti,
2013:
1067).
Graham
dalam
Zhuang
(2003:
21)
mengemukakan bahwa personal cost yang paling dipertimbangkan adalah pembalasan dari orang-orang dalam organisasi yang menentang tindakan pelaporan. Personal cost berkurang ketika bantuan dalam persiapan dan presentasi argumen kritis tersedia dan diberikan perlindungan pembalasan. Sifat dan besarnya retaliasi atau sanksi yang dikenakan oleh manajemen terhadap whistleblower merupakan faktor penentu yang paling signifikan bagi keputusan whistleblower dalam mengkomunikasikan pelanggaran organisasional.
25
Personal cost bukan hanya dampak tindakan balas dendam dari pelaku kecurangan, melainkan juga keputusan menjadi pelapor dianggap sebagai tindakan tidak etis, misalnya melaporkan kecurangan atasan dianggap sebagai tindakan yang tidak etis karena menentang atasan (Sabang, 2013 dalam Bagustianto dan Nurkholis, 2015: 6). Pengaruh persepsi keseriusan pelanggaran, personal cost reporting, tanggung jawab untuk melapor, dan komitmen profesi terhadap niat pelaporan pelanggaran oleh para auditor menyatakan bahwa pria dan wanita berbeda dalam mempertimbangkan penurunan personal cost (Kaplan dan Whitecotton, 2001: 57). 5. Intensi Whistleblowing Salah satu cara mencegah pelanggaran akuntansi sehingga dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat adalah dengan melakukan whistleblowing. Menurut Sweeney (2010) serta berdasarkan Report to The Nation yang diterbitkan oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) setiap dua tahun sekali (terakhir tahun 2012) yang senantiasa menempatkan
tips
dalam peringkat
teratas
sumber
pengungkapan kecurangan dalam Bagustianto dan Nurkholis (2015: 2) mengungkapkan bahwa pengaduan dari whistleblower terbukti lebih efektif dalam mengungkap fraud dibandingkan metode lainnya seperti audit
internal,
pengendalian
internal
maupun
audit
eksternal.
Whistleblowing adalah pelaporan yang dilakukan oleh anggota organisasi (aktif maupun non-aktif) mengenai pelanggaran, tindakan
26
ilegal atau tidak bermoral kepada pihak di dalam maupun di luar organisasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Near dan Miceli (1985) dalam Daivitri (2013: 3), whistleblowing adalah pengungkapan yang dilakukan oleh anggota organisasi (mantan karyawan atau karyawan) secara ilegal, praktek-praktek tidak bermoral atau tidak sah dibawah kendali pemberi kerja mereka, kepada orang atau pihak lain yang mampu mempengaruhi tindakan mereka. Seseorang yang melakukan whistleblowing dikenal dengan istilah whistleblower yang memiliki makna bermacam-macam. Kadang ia diartikan
sebagai
„saksi
pelapor‟,
„pemukul
kentongan‟,
atau
„pengungkap fakta‟. Untuk disebut sebagai whistleblower, seseorang setidaknya harus memenuhi dua kriteria. Kriteria pertama, whistleblower menyampaikan atau mengungkap laporan kepada otoritas yang berwenang atau kepada media massa atau publik. Dengan mengungkapkan kepada otoritas yang berwenang atau media massa yang diharapkan dugaan suatu kejahatan dapat diungkap dan terbongkar. Kriteria kedua, seorang whistleblower merupakan orang „dalam‟, yaitu orang yang mengungkap dugaan pelanggaran dan kejahatan yang terjadi di tempatnya bekerja atau ia berada. Karena skandal kejahatan selalu terorganisir, maka seorang whistleblower kadang merupakan bagian dari pelaku kejahatan atau kelompok mafia itu sendiri. Dia terlibat dalam skandal lalu mengungkapkan kejahatan yang terjadi.
27
Selanjutnya whistleblower juga dibagi menjadi dua kategori, yaitu whistleblower di sektor swasta dan whistleblower di sektor atau instansi Pemerintahan. Dilihat dari tempat seseorang bekerja, pada umumnya, seorang whistleblower dapat berasal dari perusahaan swasta atau instansi Pemerintah. Oleh karena itu, seorang whistleblower dapat muncul dari perusahaan-perusahaan swasta maupun dari lembagalembaga publik dan pemerintahan (Semendawai dkk. 2011: 1). Untuk melaksanakan tanggung jawab moral sebagai pekerja, whistleblower sepatutnya dapat memenuhi beberapa syarat moral. Menurut Bowie. N (1982) dalam Hussin (2004: 77) whistleblower boleh diterima dari segi moral jika dapat memenuhi beberapa kriteria berikut: (1) melaporkan perilaku tidak etis dengan motif yang bermoral, (2) sekumpulan whistleblower perlu membahasnya dengan semua pihak terkait
sebelum
dilaporkan
kepada
umum,
(3)
penting
bagi
whistleblower untuk memiliki bukti pendorong untuk mendukung persoalan yang dilaporkan, (4) seorang whistleblower hanya menilai setelah analisis terperinci dibuat atas kasus-kasus, berdasarkan kepada seberapa serius dan lamanya kasus tersebut, (5) whistleblower harus memastikan bahwa ia mempunyai peluang untuk berjaya. Dalam Theory of Planned Behavior (TPB), yang merupakan pengembangan dari Teori Tindakan Beralasan, perilaku whistleblowing yang ditampilkan seseorang timbul karena adanya minat (intention) untuk berperilaku, sedangkan minat berperilaku ditentukan oleh 3
28
faktor penentu: (1) sikap, yaitu keyakinan seseorang tentang benar tidaknya melaporkan tindak kecurangan dan konsekuensinya, (2) norma subyektif, yaitu tingkat dukungan dan perhatian orang-orang sekitar jika melaporkan tindak kecurangan, dan (3) kontrol perilaku yang dipersepsikan, yaitu tingkat kendala yang akan dihadapi jika seseorang melaporkan tindak kecurangan dan pentingnya mempertimbangkan kendala tersebut (Mutmainah, 2007: 3). 6. Teori Umum Audit a. Pengertian Audit Mengulas suatu topik pembahasan, terlebih dahulu harus bisa mendefinisikan topik tersebut, agar tidak rancu. Setiap variabel yang dijadikan judul dalam penelitian ini telah didefinisikan sebelumnya. Adapun teori umum audit yang berhubungan dengan pembahsan topik terkait. Sebelum memahami peran auditor dan akuntan sebagai whistleblower, ada baiknya kita mengingat kembali apakah yang dimaksud dengan auditing. Berikut disajikan beberapa pendapat ahli dalam mendefinisikan audit: a.1 Boynton (2003: 5) mendefinisikan audit sebagai proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai
asersi-asersi kegiatan
dan peristiwa
ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara
29
asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihakpihak yang berkepentingan. a.2 Arens dan Loebbecke (1997: 1) mendefinsikan auditing sebagai proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seseorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Auditing seharusnya dilakukan oleh seorang yang independen dan kompeten. a.3 Sukrisno Agoes (2012: 4) mendefinisikan auditing sebagai suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajiban laporan keuangan tersebut. Berdasarkan
beberapa
definisi
diatas,
maka
dapat
disimpulkan bahwa auditing meliputi beberapa ciri penting yakni proses yang sistematis, memperoleh dan mengevaluasi bukti dan asersi secara objektif, derajat kesesuaian, kriteria yang telah
30
ditetapkan,
penyampaian
hasil,
dan
pihak-pihak
yang
berkepentingan. b. Profesi audit Para profesional yang ditugaskan untuk melakukan audit atas kegiatan dan peristiwa ekonomi bagi perorangan dan entitas resmi, pada umumnya diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu: b.1 Auditor Independen Biasanya merupakan seseorang bergelar CPA yang bertindak sebagai praktisi perorangan ataupun anggota kantor akuntan publik yang memberikan jasa auditing profesional kepada klien. b.2 Auditor Internal Auditor internal adalah pegawai dari organisasi yang diaudit. Auditor jenis ini melibatkan diri dalam suatu kegiatan penilaian independen, yang dinamakan audit internal, dalam lingkungan organisasi sebagai suatu bentuk jasa bagi organisasi. Tujuannya adalah
untuk
membantu
manajemen
organisasi
dalam
memberikan pertanggungjawaban yang efektif (Boynton, 2003: 8). b.3 Auditor Pemerintah Auditor Pemerintah adalah auditor yang berasal dari lembaga pemeriksa pemerintah. Di Indonesia lembaga yang bertanggung jawab secara fungsional atas pengawasan terhadap kekayaan
31
atau keuangan Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga pada tingkat tertinggi, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Inspektorat Jenderal (Itjen) yang ada pada departemendepartemen pemerintah. Fungsi auditor pemerintah adalah melakukan audit atas keuangan negara pada instansi-instansi atau perusahaanperusahaan yang sahamnya dimiliki pemerintah. Aktivitas yang dilakukan oleh auditor pemerintah adalah: -
Audit Keuangan (Financial Audits) a. Audit Laporan Keuangan b. Audit atas hal-hal yang berkaitan dengan keuangan
-
Audit Kinerja (Performance Audits) a. Audit ekonomi dan efisiensi operasi organisasi b. Audit atas program pemerintah dan BUMN (Efektivitas) (Rahayu dan Suhayati, 2010: 1).
c.
Perbedaan Audit Dengan Akuntansi Auditing mempunyai sifat analitis, karena akuntan publik memulai
pemeriksaannya
dari
angka-angka
dalam
laporan
keuangan, lalu dicocokkan dengan neraca saldo, buku besar, buku harian (special journals), bukti-bukti pembukuan (documents) dan sub buku besar.
32
Sedangkan accounting mempunyai sifat konstruktif, karena disusun mulai dari bukti-bukti pembukuan, buku harian, buku besar dan sub buku besar, neraca saldo sampai menjadi laporan keuangan. Akuntansi (accounting) dilakukan oleh pengawas perusahaan (bagian akuntansi) dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Keuangan atau ETAP (Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik) atau IFRS sedangkan auditing dilakukan oleh akuntan publik (khususnya financial audit) dengan berpedoman pada Standar Profesional Akuntan Publik, Kode Etik Profesi Akuntan Publik dan Standar Pendalian Mutu (Sukrisno, 2012: 8). B. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu Adapun hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 2.1.
33
Tabel 2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu No
Peneliti (Tahun)
Judul Penelitian
Metode Penenelitian Persamaan
Perbedaan
Hasil Penelitian
1.
Rizki Faktor-Faktor yang Bagustianto dan Mempengaruhi Nurkholis Minat Pegawai Negeri Sipil (PNS) (2015). untuk Melakukan Tindakan WhistleBlowing (Studi Pada PNS BPK RI).
Terdapat variabel intensi whistleblowing dan personal cost; data yang dianalisis merupakan data primer dengan instrumen berupa kuesioner.
Terdapat variabel komitmen organisasi dan tingkat keseriusan kecurangan; Tidak terdapat variabel sifat Machiavellian dan lingkungan etika; Responden merupakan pegawai BPK-RI.
Sikap terhadap whistleblowing berpengaruh positif terhadap minat PNS melakukan tindakan whistleblowing; komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap minat PNS melakukan tindakan whistleblowing; Personal cost tidak berpengaruh terhadap minat PNS melakukan tindakan whistle-blowing.
2.
Pritta Amina Pengaruh Putri dan Herry Lingkungan Etika, Pengalaman Auditor Laksito (2013). dan Tekanan Ketaatan Terhadap Kualitas Audit Judgment.
Variabel Lingkungan Etika; Pengukuran variabel menggunakan kuesioner dan skala likert; Menggunakan metode purposive judgment sampling dan analisis regresi
Tidak terdapat variabel intensi whistleblowing, sifat Machiavellian dan Personal cost; Responden merupakan auditor eksternal di Semarang.
Lingkungan etika dan pengalaman memiliki hubungan positif dengan audit judgment. Sedangkan variabel tekanan ketaatan memiliki hubungan negatif dengan audit jugment.
Bersambung ke halaman selanjutnya 34
Tabel 2.1 (Lanjutan) Metode Penenelitian No
Peneliti (Tahun)
Judul Penelitian
Persamaan
Perbedaan
Hasil Penelitian
berganda. 3.
Aai Niyaratih Daivitri (2013)
Pengaruh Pertimbangan Etis dan Komponen Perilaku Terencana Pada Niat Whistleblowing Internal Dengan Locus of Control Sebagai Variabel Pemoderasi.
Variabel Intensi melakukan Whistleblowing; instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner.
Variabel pertimbangan etis, norma subyektif, sikap dan persepsi kontrol dan locus of control sebagai variabel pemoderasi; penelitian dilakukan di PPATK; Metode analisis yang digunakan adalah regresi hirarkikal.
Sikap dan norma subyektif berpengaruh positif dan signifikan pada niat whistleblowing internal sedangkan pertimbangan etis dan persepsi kontrol berpengaruh negatif dan signifikan pada niat whistleblowing internal. Selain itu, locus of control hanya memoderasi pengaruh norma subyektif pada niat whistleblowing internal.
4.
Windy Septianti (2013).
Pengaruh Faktor Organisasional, Individual, Situasional, dan Demografis Terhadap Niat Melakukan Whistleblowing
Variabel Intensi whistleblowing; Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi berganda.
Responden merupakan karyawan di PPATK; Tidak terdapat variabel sifat Machiavellian dan Lingkungan Etika.
Status manajerial , locus of control, komitmen organisasional, personal cost dan status pelanggar tidak berpengaruh signifikan terhadap niat melakukan whistleblowing internal; keseriusan pelanggaran dan
Bersambung ke halaman selanjutnya 35
Tabel 2.1 (Lanjutan) Metode Penenelitian No
Peneliti (Tahun)
Judul Penelitian
Hasil Penelitian Persamaan
Perbedaan suku bangsa berpengaruh signifikan terhadap niat melakukan whistleblowing internal.
Internal.
5.
Derek Dalton dan Robin R. Radtke (2012).
The Joint Effects of Machiavellianism and Ethical Environment on Whistle-Blowing.
Variabel Sifat Machiavellian, Lingkungan Etika dan Intensi Whistleblowing.
Objek penelitian adalah mahasiswa/i S2 yang telah memiliki pengalaman kerja; personal cost dijadikan variabel pemoderasi antara sifat Machiavellian dengan whistleblowing.
Sifat Machiavellian berhubungan negatif dengan intensi whistleblowing; lingkungan etika yang baik lebih berpengaruh pada individu yamg memiliki sifat Machiavellian yang rendah daripada individu yang memiliki sifat Machiavellian yang tinggi.
6.
Breda Sweeney, Don Arnold dan Bernard Pierce (2009).
The Impact of Perceived Ethical Culture of the Firm and Demographic Variables on Auditor’s Ethical Evaluation and Intention to Act Decisions.
Variabel Lingkungan Etika; Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner.
Tidak ada variabel sifat Machiavellian, Intensi whistleblowing dan personal cost; Responden merupakan Manajer auditor berpengalaman di Irlandia dan Amerika Serikat.
Perusahaan dengan lingkungan etis yang baik dapat mempengaruhi keputusan etis auditor; di Amerika Serikat niat untuk terlibat dalam perilaku tidak etis lebih tinggi daripada di Irlandia.
Bersambung ke halaman selanjutnya 36
Tabel 2.1 (Lanjutan) Metode Penelitian No
Peneliti (Tahun)
7.
Dennis Hwang, Blair Staley, Ying Te Chen dan Jyh-Shan Lan (2008).
8.
Robin Wakefield (2008).
Judul Penelitian
Perbedaan
Hasil Penelitian
Confucian Culture Variabel Intensi and Whistle- whistleblowing dan Blowing By Lingkungan Etika. Professional Accountants: An Exploratory Study
Konsentrasi penenlitian pada budaya masyarakat Cina; Melakukan pendekatan survey untuk mengumpulkan data; Tidak adanya variabel personal cost dan sifat Machiavellian.
Moralitas adalah faktor yang paling penting dalam mendorong Intensi whistleblowing.
L. Accounting and Variabel Sifat Machiavellian; Machiavellianism. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner.
Tidak terdapat variabel intensi whistleblowing, lingkungan etis dan personal cost.
Temuan menunjukkan bahwa perilaku Machiavellian tidak diperlukan untuk mencapai sukses dalam profesi akuntansi, dan penyebarluasan standarstandar etika harus mempertahankan tingkat integritas yang tinggi dalam profesi ditandai dengan idealisme.
Persamaan
.
Bersambung ke halaman selanjutnya 37
Tabel 2.1 (Lanjutan) No
Peneliti (Tahun)
Judul Penelitian
9.
St. Vena Purnamasari dan Agnes Advensia Chrisnastuti (2006)
10.
Steven E. An Examination of Kaplan dan Auditors’ Reporting Stacey M. Intentions When Whitecotton Another Auditor is Offered Client (2001) Employed.
Metode Penelitian Persamaan Perbedaan
Hasil Penelitian
Dampak Terdapat variabel sifat Terdapat variabel Pemberian hukuman pada Reinforcement perilaku etis atau perilaku etis tidak akan Machiavellian. Contingency perkembangan moral meningkatkan pengaruh Terhadap Hubungan dan reinforcement negatif sifat Machiavellian Sifat Machiavellian contigency; Tidak terhadap perilaku etis; dan Perkembangan terdapat variabel Pemberian penghargaan pada lingkungan etis; perilaku etis tidak akan Moral responden merupakan meningkatkan pengaruh mahasiswa akuntansi positif perkembangan moral perilaku etis; Unika Soegijapranata. terhadap Pemberian hukuman pada perilaku etis akan menurunkan pengaruh positif perkembangan moral terhadap perilaku etis. Terdapat variabel personal cost yang dihubungkan dengan Auditors reporting intention; Data yang dianalisis merupakan data primer denga instrumen berupa
Terdapat variabel penerimaan tingkat keseriusan perilaku Tidak etis, personal responsibility, dan komitmen profesional; tidak terdapat variabel sifat Machiavellian
Personal cost dan personal responsibility berpengaruh signifikan terhadap intensi Pelaporan auditor; Tingkat keseriusan pelaku pelanggaran tidak berpengaruh signifikan terhadap intensi pelaporan
Bersambung ke halaman selanjutnya 38
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No
Peneliti (Tahun)
Judul Penelitian
Metode Penelitian Persamaan kuesioner.
Hasil Penelitian Perbedaan dan lingkungan etika.; suditor; Komitmen Responden merupakan profesional berpengaruh signifikan terhadap intensi auditor senior. pelaporan auditor
39
C. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam gambar 2.1.
Pengaruh Sifat Machiavellian, Lingkungan Etika, dan Personal Cost terhadap Intensi Whistleblowing.
Fenomena dan Kasus dalam Lingkup Intensi whistleblowing.
Basis Teori : Teori Tindak Beralasan dan intensi Whistleblowing.
Sifat Machiavellian
Lingkungan Etika
Personal Cost
Intensi Whistleblowing
Metode Analisis: Regresi Berganda
Hasil Pengujian dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Gambar 2.1 Kerangka Dasar Penelitian.
40
D. Hipotesis Hubungan dan keterkaitan antara variabel dependen dan independen dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1.
Sifat
Machiavellian
terhadap
Intensi
Melakukan
Whistleblowing Sejumlah penelitian mengenai kaitan kepribadian Mach yang tinggi dan rendah terhadap perilaku tertentu telah dilakukan. Individu dengan karakteristik Mach yang tinggi melakukan lebih banyak manipulasi, lebih banyak memperoleh kemenangan, tidak mudah terbujuk, dan lebih banyak membujuk dibandingkan individu dengan tingkat Mach yang rendah. Namun tingginya sikap Mach ini dapat diredam oleh faktor-faktor situasional. Telah ditemukan bahwa individu Mach yang tinggi berkembang baik ketika (1) berinteraksi secara langsung dengan individu lain, bukan secara tidak langsung; (2) ketika situasi mempunyai sedikit peraturan, yang memungkinkan kebebasan improvisasi; dan (3) bila keterlibatan emosional dengan detail-detail yang tidak relevan dengan keberhasilan mengganggu individu Mach yang rendah (Robbins dan Judge, 2008: 139). Penelitian
Machiavellianisme
erat
kaitannya
dengan
perilaku. Seseorang yang memiliki sifat Machiavellian yang tinggi perilakunya cenderung tidak etis. Pun dalam memutuskan untuk melakukan intensi whistleblowing. Hasil penelitian yang dilakukan
41
oleh Purnamasari dan Chrismastuti (2006: 16) menghubungkan sifat Machiavellian dengan perkembangan moral atau perilaku etis. Diantara hubungan tersebut adalah pemberian penghargaan pada perilaku etis tidak mempengaruhi antara sifat Machiavellian terhadap perilaku. Hasil ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Dalton dan Radtke (2012: 162) yakni seseorang yang memiliki sifat Machiavellian yang tinggi perilakunya akan semakin tidak etis. Kedua penelitian tersebut dilakukan pada mahasiswa akuntansi, yang secara tidak langsung mengindikasikan bahwa terdapat sifat Machiavellian dalam diri calon akuntan.
Padahal menurut
Wakefield (2008: 117) perilaku Machiavellian tidak diperlukan untuk
mencapai
sukses
dalam
profesi
akuntansi,
dan
penyebarluasan standar-standar etika harus mempertahankan tingkat integritas yang tinggi dalam profesi ditandai dengan idealisme. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti sifat Machiavellian pada diri seorang akuntan bukan calon akuntan dan hubungannya dengan intensi melakukan whistleblowing. Maka hipotesis pertama yang dirumuskan adalah: H1 :
Sifat
Machiavellian
berpengaruh
terhadap
intensi
melakukan whistleblowing.
42
2.
Lingkungan Etika terhadap Intensi Melakukan Whistleblowing Menurut penelitian Nuryanto dan Dewi (2001) dalam Putri dan Laksito (2013: 1) tinjauan etika atas pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan moral. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antara pemahaman nilai-nilai etika dengan pengambilan keputusan. Semakin auditor memahami kode etik maka keputusan yang diambil akan semakin mendekati kewajaran, adil dan bermoral. Pun dalam hubungannya dengan keputusan seseorang untuk melaksanakan intensi whistleblowing. Etika yang dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam kasus whistleblowing adalah etika utilitarianisme. Termasuk di dalamnya mempertimbangkan sejauh mana dan berapa besar atau kecilnya kerugian atau keuntungan yang akan dialami perusahaan jika karyawan (akuntan) membocorkan atau mendiamkan kecurangan tersebut (Keraf, 1998: 177). Penelitian yang dilakukan oleh Dalton dan Rdtke (2012: 157) memfokuskan pada lingkungan etika organisasi. Beliau mengatakan bahwa ada enam faktor yang mempengaruhi lingkungan etika organisasi yakni nilai-nilai misi perusahaan, nilainilai kepemimpinan dan manajemen, kelompok sebaya, prosedur atau aturan dan kode etik, etika pelatihan serta penghargaan dan sanksi. Responden yang digunakan adalah mahasiswa-mahasiswi pasca sarjana yang telah memiliki pengalaman kerja sehingga
43
memiliki pengetahuan lebih mengenai lingkungan organisasi yang baik dan tidak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara
lingkungan
berpengaruh
etika
signifikan.
dan
sifat
Machiavellian
Lingkungan
etika
adalah
yang
baik
mengindikasikan dampak yang baik terhadap pribadi yang memiliki sifat Machiavellian yang tinggi. Singkatnya terdapat hubungan antara sifat Machiavellian dan intensi whistleblowing yang dimoderasi oleh lingkungan etika. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti lingkungan etika pada karyawan (akuntan) di perusahaan yang memiliki whistleblowing system dengan pertimbangan pengetahuan lingkungan etika yang dimiliki karyawan
yang
sedang
bekerja
lebih
tinggi
daripada
mahasiswa/mahasiswi pasca sarjana yang memiliki pengalaman pekerjaan. Selain itu terdapatnya perbedaan budaya, kebiasaan atau peraturan serta kebijakan di luar dan dalam negeri Indonesia. Oleh karena itu peneliti memutuskan untuk meneliti kembali varibel lingkungan etika, dengan hipotesis: H2 :
Lingkungan
etika
berpengaruh
terhadap
intensi
melakukan whistleblowing. 3.
Personal Cost terhadap Intensi Melakukan Whistleblowing Personal cost merupakan salah satu alasan utama yang menyebabkan
seseorang
tidak
ingin
melaporkan
dugaan
pelanggaran karena mereka meyakini bahwa laporan mereka tidak
44
akan ditindak lanjuti, mereka akan mengalami retaliasi, atau manajemen tidak akan melindungi mereka dari ancaman retaliasi, khususnya dalam jenis pelanggaran yang melibatkan para manajer (Septianti, 2013: 1067). Graham dalam Zhuang (2003: 21) mengemukakan bahwa personal cost yang paling dipertimbangkan adalah pembalasan dari orang-orang dalam organisasi yang menentang tindakan pelaporan. Personal cost berkurang ketika bantuan dalam persiapan dan presentasi argumen kritis tersedia dan diberikan perlindungan pembalasan. Sifat dan besarnya retaliasi atau
sanksi
yang
dikenakan
oleh
manajemen
terhadap
whistleblower merupakan faktor penentu yang paling signifikan bagi
keputusan
whistleblower
dalam
mengkomunikasikan
pelanggaran organisasional. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dalton dan Radtke (2012: 156) personal cost memoderasi variabel sifat Machiavellian dengan intensi whistleblowing. Sedangkan Septianti (2013: 1067) menjadikan personal cost termasuk ke dalam faktor individu yang dinilai
mempengaruhi
niat
seseorang
untuk
melakukan
whistleblowing. Namun hasil penelitian yang didapat adalah tidak mendukung hipotesa. Personal cost tidak mempengaruhi niat seseorang untuk melakukan whistleblowing. Hal ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Carson et. al., (2008: 361)
serta
Kaplan
dan
Whitecotton
(2001:
45).
Ada
45
ketidakkonsistenan hasil dari beberapa penelitian di atas. Dengan pertimbangan inilah, peneliti menguji kembali variabel personal cost dengan hipotesa: H3 :
Personal cost berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing.
4.
Sifat Machiavellian, Lingkungan Etika dan Personal Cost terhadap Intensi Melakukan Whistleblowing. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi sikap individu dalam
memutuskan
melakukan
intensi
whistleblowing.
Machiavellian sebagai salah satu sifat yang tidak diperlukan untuk mencapai sukses dalam profesi akuntansi (Wakefield, 2008: 117), pun merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap seseorang dalam memutuskan melakukan intensi whistleblowing. Penelitian yang dilakukan oleh Dalton dan Radtke (2012: 162) menyatakan ada pengaruh antara sifat Machiavellian yang dimiliki seorang individu terhadap intensi whistleblowing. Selain
itu,
sifat
Machiavellian
juga
mempengaruhi
perkembangan moral dan perilaku etis yang ada pada diri seseorang. Dimana moralitas adalah faktor yang paling penting dalam mendorong intensi whistleblowing (Hwang et. al., 2008: 510). Penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari dan Chrismastuti (2006:
1083)
meghubungkan
sifat
Machiavellian
terhadap
perkembangan moral yang berkaitan dengan perilaku etis individu
46
dengan menggunakan teori reinforcement sebagai pemoderasi. Hasilnya, pemberian hukuman pada perilaku etis tidak akan meningkatkan pengaruh sifat Machiavellian terhadap perilaku etis, pemberian
penghargaan
pada
perilaku
etis
tidak
akan
meningkatkan pengaruh sifat Machiavellian terhadap perilaku etis, pemberian
penghargaan
pada
perilaku
etis
tidak
akan
meningkatkan pengaruh perkembangan moral terhadap perilaku etis, permberian hukuman pada perilaku etis akan menurunkan pengaruh perkembangan moral terhadap perilaku etis. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan antara perkembangan moral yang menentukan derajat tinggi rendahnya sifat Machiavellian seorang individu yang akan memepengaruhi perilakunya dalam memutuskan melakukan intensi whistleblowing. Perkembangan moral dan sifat Machiavellian juga dipengaruhi oleh lingkungan etika. Perilaku dan tindakan etis seseorang akan memberikan dampak pada orang lain dan lingkungannya termasuk lingkungan tempat ia bekerja begitu juga sebaliknya, lingkungan yang telah terbentuk di suatu organisasi dapat mempengaruhi anggota organisasinya. Enam faktor lingkungan etika organisasi yang dapat mempengaruhi anggota organisasinya diantaranya, nilai-nilai misi organisasi, nilai-nilai kepemimpinan dan manajemen, kelompok sebaya, prosedur atau aturan dan kode etik, etika pelatihan, serta
47
penghargaan dan sanksi (Dalton dan Radtke, 2012: 157). Menurut penelitian Nuryanto dan Dewi (2001) dalam Putri dan Laksito (2013: 1), tinjauan etika atas pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan moral. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antara pemahaman nilai-nilai etika dengan pengambilan keputusan. Semakin auditor memahami kode etik maka keputusan yang diambil akan semakin mendekati kewajaran, adil dan bermoral. Pun dalam
hubungannya
dengan
keputusan
seseorang
untuk
melaksanakan intensi whistleblowing. Menjadi whistleblower bukanlah perkara yang mudah. Pada penelitian Daivitri (2013: 8) dinyatakan bahwa akan terjadinya dilema etika ketika individu dihadapkan oleh persoalan etika. Jika individu tidak mempunyai pertimbangan etis maka ia akan mengabaikan persoalan tersebut dan cenderung menyetujui ketidaketisan. Individu yang mempunyai pertimbangan etis ia akan lebih mengkritisi sebuah kejadian dan akan mengambil keputusan bertindak berdasarkan keyakinan individu melalui penalaran moralnya. Namun, tidak berhenti sampai di situ, ada faktor personal cost yang mempengaruhi keputusan individu dalam melakukan intensi whistleblowing. Menurut Septianti (2013: 1072) individu yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, memiliki posisi yang kuat, dan memiliki kewenangan untuk
48
mengganti pegawai dalam organisasi cenderung memiliki persepsi bahwa personal cost yang akan ditimbulkan dari perilaku whistleblowing akan relatif rendah, sehingga individu tersebut akan terlibat dalam perilaku whistleblowing. Niat pegawai untuk melaporkan pelanggaran adalah lebih kuat ketika personal cost pelaporan dipersepsi lebih rendah atau tanggung jawab pribadi untuk melaporkan pelanggaran dipersepsi lebih tinggi. Dalton dan Radtke (2012: 156) pun menjadikan personal cost sebagai variabel yang memoderasi antara sifat Machiavellian terhadap intensi whistleblowing. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa adanya keterkaitan antara sifat Machiavellian, lingkungan etika
dan
personal
cost
dalam
mempengaruhi
intensi
whistleblowing. Oleh karena itu, peneliti merumuskan hipotesis, berupa: H4 :
Sifat Machiavellian, lingkungan etika, dan personal cost secara simultan memiliki pengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing.
49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini memfokuskan untuk menguji kembali pengaruh sifat Machiavellian, lingkungan etika dan personal cost terhadap intensi melakukan whistleblowing guna memperoleh bukti empiris antara varibelvariabel tersebut. Responden dalam penelitian ini adalah pegawai yang terkait dengan akuntansi yaitu akuntan biaya, akuntan pajak dan internal auditor di perusahaan-perusahaan yang memiliki sistem whistleblowing dan berada di wilayah DKI Jakarta. B. Metode Penentuan Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dengan berdasarkan pertimbangan (judgement) yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (judgement sampling) melibatkan pemilihan subjek yang berada di tempat yang paling menguntungkan atau dalam posisi terbaik untuk memberikan informasi yang diperlukan (Sekaran, 2006: 136). Peneliti memilih metode ini dikarenakan responden yang dibutuhkan dalam penelitian ini dibatasi atau tidak umum. Responden yang digunakan diantaranya harus memenuhi kriteria sebagai: 1.
Aakuntan yang bekerja di perusahaan yang memiliki whistleblowing system.
50
2. Memiliki pendidikan minimal D3, sehingga diharapkan memiliki pengetahuan yang memadai serta memiliki persepsi dan pertimbangan yang komprehensif terhadap minat whistleblowing. C. Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data bersumber langsung dari responden yaitu akuntan yang bekerja di perusahaan yang memiliki whistleblowing system dengan instrumen penelitian berupa kuesioner. Adapun perusahaan-perusahaan tersebut di antaranya: 1. PT. Pertamina Persero, dengan keputusan Direksi Pertamina No. 15/C00000/2012-So tentang whistleblowing system yang saya peroleh dari http://www.pertamina.com/media/374416/TKO_WBS_Ind.pdf. 2. PT. PLN, SK Board of Directors No: 02.001.K/010/PLNE/III/2012 dan SK No: 02.003.K/010/PLNE/III/2012 tentang whistleblowing system yang saya peroleh dari http://www.pln.co.id/?p=7250. 3. PT. Jasa Marga (Persero) Tbk dengan SK No. 09/KPTS/2013 tentang whistleblowing
system
yang
saya
peroleh
dari
http://www.jasamarga.com/gcg/Whistle%20Blowing%20System.pdf. 4. PT. Asuransi Jasa Indonesia dengan SK No. SKB. 007/SKB/I/2013 tentang
whistleblowing
system
yang
saya
peroleh
dari
http://jasindo.co.id/assets/media/file/file-kebijakan-tata-kelola-perusahaan-10.pdf.
51
5. PT. Sewatama dengan SK No.SK-10/SEWATAMA-BOC/X/2014 tentang
whistleblowing
system
yang
saya
peroleh
dari
http://sewatama.com/wp-content/uploads/2014/12/Penunjukan-KetuaWBS.pdf. 6. PT. Pegadaian di http://wbs.pegadaian.co.id/. D. Metode Analisis Data Metode analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan statistik deskriptif, uji kualitas data, uji asumsi klasik, dan uji hipotesis. 1.
Statistik Deskriptif Statistik deskriptif memberikan memberikan gambaran atau deskripsi suatu adat yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali, 2013:19).
2.
Uji Kualitas Data Pengujian kualitas data terdapat dua macam pengujian, yaitu sebagai berikut: a. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan tersebut konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.
52
Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini adalah dengan cara one shot atau pengukuran sekali saja, di sini pengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. Untuk mengukur reliabilitas digunakan uji statistik Cronbach Alfa (α). Suatu kostruk atau variabel dikatan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alfa > 0.70 (Nunnaly, 1960 dalam Ghozali, 2013: 46). b. Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh
kuesioner
tersebut.
Pengujian
validitas
ini
diukur
menggunakan Pearson Corelation dengan nilai signifikan di bawah 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa masing-masing indikator pertanyaan pada kuesioner valid ketika nilai signifikansinya di bawah 0,05 (Ghozali, 2013: 52). 3.
Uji Asumsi Klasik Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data primer ini, maka peneliti melakukan uji multikolonieritas, uji normalitas, dan uji heterokedastisitas.
53
a. Uji Multikolonieritas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol (Ghozali, 2013: 105). Pada penelitian ini, untuk mendeteksi ada tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi melihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan nilai tolerance. Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jika nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10, maka dalam model regresi tersebut terdapat multikolonieritas yang tidak dapat ditoleransi dan variabel tersebut harus dikeluarkan dari model regresi agar hasil yang diperoleh tidak bias (Ghozali, 2013:106).
54
b. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi mormal. Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual memiliki distribusi normal atau mendekati nol (Ghozali, 2013: 160). Untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Analisis grafik menggunakan grafik histogram dan probability plot. Namun analisis grafik dapat menyesatkan jika tidak hati-hati secara visual terlihat normal padahal secara statistik bisa sebaliknya. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini selain menggunakan analisis grafik juga dilengkapi dengan uji statistik menggunakan non-parametik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Dalam uji K-S dilihat dari angka probabilitas signifikansi data residual. Jika angka probabilitas kurang dari 0,05 maka variabel ini tidak berdistribusi secara normal (Ghozali, 2013:161). c. Uji Heterokedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari residual satu pengamatan
ke
pengamatan
lain
tetap,
maka
disebut
homoskedisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model
55
regresi yang baik adalah homoskeditisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2013: 139). Untuk mendeteksi adanya heterokedastisitas dapat dilihat jika ada pola tertentu pada grafik scatterplot, seperti titik yang membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang melebar kemudian menyempit). Sebaliknya, jika titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas. (Ghozali, 2013:141). Analisis dengan grafik plots memiliki kelemahan yang cukup signifikan. Oleh sebab itu diperlukan uji statistik yang lebih dapat menjamin keakuratan hasil. Penelitian ini menggunakan uji Park untuk menambah keakuratan hasil (Ghozali, 2013: 143) Uji Park dilakukan dengan cara meregresikan nilai residual dengan msing-masing variabel independen. Apabila nilai sig. > 0,05 maka tidak ada gejala heteroskedastisitas. 4.
Uji Koefisien Determinan (R2) Koefisien determinan (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinan adalah antara nol sampai satu. Apabila hanya terdapat satu variabel independen maka R2 yang dipakai. Tetapi apabila terdapat dua atau lebih variabel independen maka yang dipakai adalah adjusted R2. Setiap tambahan variabel independen, R2 akan meningkat tidak peduli variabel tersebut berpengaruh signifikan atau tidak terhadap
56
variabel dependen. Sedangkan nilai adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali, 2013: 97). 5.
Uji Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan model regresi berganda. Model regresi berganda umumnya digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen dengan skala pengukuran interval atau rasio dalam persamaan linier. Variabel independen terdiri dari sifat Machiavellian, lingkungan etika, dan personal cost. Sedangkan variabel dependennya adalah whistleblowing. Persamaan regresi berganda dirumuskan sebagai berikut: Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3X3 + e Di mana: Y
=
Whistleblowing
a
=
Konstanta
b
=
Koefisien Regresi
X1
=
Sifat Machiavellian
X2
=
Lingkungan Etika
X3
=
Personal Cost
e
=
Error
Pengujian hipotesis ini melalui beberapa pengujian, yaitu: 1) Uji Signifikan Simultan (Uji Statistik F)
57
Uji Statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2013: 98). Dalam membandingkan probabilitas (pada tabel anova tertulis Sig) dengan taraf nyata kurang dari 0,05. Jika probabilitas > 0,05 maka model ditolak. Jika probabilitas < 0,05 maka model diterima. 2) Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas
menerangkan
dan
variasi
independen variabel
secara
dependen.
individu Apakah
dalam variabel
independen berpengaruh secara nyata atau tidak (Ghozali, 2013: 98). Pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan melihat probabilitasnya, yaitu: Jika probabilitas > 0,05 maka model ditolak. Jika probabilitas < 0,05 maka model diterima. E. Definisi Operasional dan Pengukuran Pada bagian ini akan diuraikan masing-masing variabel yang digunakan berikut dengan operasional dan cara pegukurannya. 1. Sifat Machiavellian (X1) Christie
dan
Geis
(1970)
dalam
Purnamasari
dan
Chrismastuti (2006: 3) mendeskripsikan kepribadian Machiavellian sebagai suatu kepribadian antisosial, yang tidak memperhatikan
58
moralitas konvensional dan mempunyai komitmen ideologis yang rendah. Lebih jauh lagi Vitell (1991) dan Granitz (2003) dalam Dalton dan Radtke (2012: 155) mendeskripsikan kepribadian Machiavellian sebagai pribadi yang menerima perilaku tidak etis seperti praktek pencurian dan kecurangan, selanjutnya Dahling (2009) dan Gunnthorsdottir (2002) dalam Dalton dan Radtke (2012: 155) menyatakan pribadi Machiavellian akan melakukan tindakan dengan memperhitungkan keuntungan ekonomi yang didapat sebagai landasan dalam bertindak. Variabel ini diukur dengan mengadopsi instrumen yang digunakan Dalton dan Radtke (2012: 169) yakni dengan menggunakan skala likert 5 poin dari sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), kurang setuju (3), setuju (4), dan sangat setuju (5). Pada penyataan 4,7 dan 9 adalah pernyataan positif. Pada pernyataan positif skornya dibalik. Misalkan responden mengisi sangat tidak setuju maka nilai bobotnya yaitu 5. 2. Lingkungan Etika (X2) Akuntansi dan profesi auditor lekat hubungannya dengan dunia bisnis. Sebagai kegiatan sosial bisnis bisa disoroti sekurangkurangnya dari tiga sudut pandang yang berbeda tetapi tidak selalu mungkin dipisahkan dengan: sudut pandang ekonomi, hukum, dan etika (Bertens, 2000: 13). Menurut penelitian Nuryanto dan Dewi (2001) dalam Putri dan Laksito (2013: 1), tinjauan etika atas
59
pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan moral. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antara pemahaman nilainilai etika dengan pengambilan keputusan. Semakin auditor memahami kode etik maka keputusan yang diambil akan semakin mendekati kewajaran, adil dan bermoral. Pun dalam hubungannya dengan
keputusan
seseorang
untuk
melaksanakan
intensi
whistleblowing. Variabel ini diukur dengan mengadopsi instrumen yang digunakan Dalton dan Radtke (2012: 169) yakni dengan menggunakan skala likert 5 poin dari sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), kurang setuju (3), setuju (4), dan sangat sangat setuju (5). 3. Personal Cost (X3) Menurut Shutlz et al., (1993) dalam Bagustianto dan Nurkholis (2015: 6) personal cost of reporting adalah pandangan pegawai terhadap risiko pembalasan, balas dendam atau sanksi dari anggota organisasi, yang dapat mengurangi minat pegawai untuk melaporkan wrongdoing. Personal cost merupakan salah satu alasan utama yang menyebabkan seseorang tidak ingin melaporkan dugaan pelanggaran karena mereka meyakini bahwa laporan mereka tidak akan ditindak lanjuti, mereka akan mengalami retaliasi, atau manajemen tidak akan melindungi mereka dari
60
ancaman retaliasi, khususnya dalam jenis pelanggaran yang melibatkan para manajer (Septianti, 2013: 1067). Variabel ini diukur dengan mengadopsi instrumen yang dikembangkan oleh Septianti (2013: 1093), yakni menggunakan tiga kasus akuntansi yang terkait untuk mengukur personal cost dalam intensi melakukan whistleblowing. Variabel ini diukur dengan menggunakan 5 poin skala likert. Tiap skenario menilai tingkat personal cost responden dengan dampak penundaan kenaikan pangkat. Skala 1 mempresentasikan “sangat rendah” dan skala 5 mempresentasikan “sangat tinggi”. 4. Intensi Whistleblowing (Y) Whistleblowing adalah pelaporan yang dilakukan oleh anggota organisasi (aktif maupun non-aktif) mengenai pelanggaran, tindakan ilegal atau tidak bermoral kepada pihak di dalam maupun di luar organisasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Near dan Miceli (1985) dalam Daivitri (2013: 3), whistleblowing adalah pengungkapan yang dilakukan oleh anggota organisasi (mantan karyawan atau karyawan) secara ilegal, praktekpraktek tidak bermoral atau tidak sah di bawah kendali pemberi kerja mereka, kepada orang atau pihak lain yang mampu mempengaruhi tindakan mereka. Seseorang yang melakukan whistleblowing dikenal dengan istilah whistleblower yang mmemiliki makna bermacam-macam.
61
Kadang ia diartikan sebagai „saksi pelapor‟, „pemukul kentongan‟, atau „pengungkap fakta‟ (Semendawai, 2011: 1). Variabel ini diukur dengan mengadopsi instrumen yang dikembangkan
oleh
Septianti
(2013:
1093-1094)
dengan
menggunakan tiga skenario kasus akuntansi serta instrumen yang dikembangkan oleh Bagustianto dan Nurkholis (2015: 11). Variabel ini diukur menggunakan skala likert 5 poin. Skala 1 mempresentasikan “sangat rendah” dan skala 5 mempresentasikan “sangat tinggi”. Untuk lebih jelasnya, peneliti menggambarkan sub variabel dan indikatornya dalam kuesioner pada tabel 3.1.
62
Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian Variabel
Indikator Kemampuan individu mengendalikan seseorang
Sifat Machiavellian (X1) (Dalton dan Radtke, 2012).
1
Tingkat Kepercayaan
2
Usaha penyelesaian masalah
3,4
Kesempatan negatif
5
Motif melakukan tindakan
6,7
Kecintaan terhadap harta
8
Moralitas
9
Nilai-nilai kehormatan, keadilan dan kejujuran.
Lingkungan Etika (X2) (Dalton dan Radtke, 2012).
No. Butir Skala Pertanyaan Pengukuran
1
Kode etik sebagai kontrol.
2,6
Kebijakan perusahaan
3
Pelatihan perilaku etis
4
Penghargaan terhadap perilaku etis Sistem evaluasi kinerja
Likert
Likert
5
7
Bersambung ke halaman selanjutnya 63
Tabel 3.1 (Lanjutan)
Personal Cost (X3) (Septianti, 2013)
Kasus mengenai penyalahgunaan aset.
1.a
Kasus mengenai korupsi.
2.a
Kasus mengenai fraud.
3.a
Kasus mengenai penyalahgunaan aset.
1.b
Kasus mengenai korupsi
2.b
Kasus mengenai fraud
3.b
Niat/minat melakukan tindakan Intensi whistleblowing melakukan whistleblowing Keinginan untuk (Y) (Septianti, mencoba 2013; melakukan tindakan Bagustianto whistleblowing dan Nurkholis, 2015) Rencana untuk melakukan tindakan whistleblowing. Usaha keras untuk melakukan internal whistleblowing. Usaha keras untuk melakukan eksternal whistleblowing.
Likert
1
2
Likert
3
4
5
64
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Tempat dan Waktu Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah akuntan atau seseorang yang memiliki latar belakang sebagai akuntan meliputi akuntan biaya, akuntan pajak, dan internal auditor beserta staff yang bekerja pada perusahaan yang memiliki whistleblowing system. Penyebaran serta pengambilan kuesioner dilaksanakan mulai tanggal 23 Februari hingga 5 Mei 2015. Peneliti mengambil sampel sebanyak 6 perusahaan yang memiliki whistleblowing system dan berada di wilayah Jakarta. Kuesioner yang disebarkan sebanyak 129 buah dan jumlah kuesioner yang kembali adalah sebanyak 105 buah atau 81,40%. Kuesioner yang tidak kembali sebanyak 24 buah atau 18,60%. Hal ini dikarenakan responden belum sempat mengisi sampai waktu pengambilan dan beberapa terbawa responden yang sedang dinas di luar kota atau cuti. Kuesioner yang dapat diolah berjumlah 97 buah atau 75,20 %, sedangkan kuesioner yang tidak dapat diolah karena tidak memenuhi kriteria sebagai sampel dan tidak diisi secara lengkap oleh responden sebanyak 8 buah atau 6,20 %. Gambaran mengenai data sampel disajikan pada Tabel 4.1.
65
Tabel 4.1 Data Sampel Penelitian No Keterangan 1 Jumlah kuesioner yang disebar. 2 Jumlah kuesioner yang tidak kembali. Jumlah kuesioner yang tidak dapat 3 diolah. 4 Jumlah kuesioner yang dapat diolah. Sumber: Data primer yang diolah, 2015
Jumlah Presentase 129 100% 24 18,60% 8
6,20%
97
75,20%
Data distribusi penyebaran kuesioner penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 4.2. Tabel 4.2 Data Distribusi Sampel Penelitian No
Nama Perusahaan
1 PT. Pertamina Persero 2 PT. Asuransi Jansindo Persero 3 PT. Jasa Marga Persero Tbk. 4 PT. PLN Persero 5 PT. Pegadaian Persero 6 PT. Sewatama Sumber: Data primer yang diolah, 2015
Kuesioner dikirim 30 30 20 10 20 6
Kuesioner dikembalikan 26 27 19 10 17 6
2. Karakteristik Profil Responden Responden dalam penelitian ini adalah pegawai yang bekerja di perusahaan yang memiliki whistleblowing system sebagai akuntan atau yang memiliki latar belakang berkaitan dengan akuntan. Berikut tabel 4.3 menjelaskan deskripsi mengenai identitas responden penelitian yang terdiri dari umur, posisi, jenis kelamin, jenjang pendidikan dan masa kerja responden.
66
Tabel 4.3 Hasil Uji Deskripsi Responden Deskripsi Responden Frequency
6,2 56,7 37,1 28,9
Valid Percent 6,2 56,7 37,1 28,9
Cumulatif Percent 6,2 62,9 100,0 28,9
8,2
8,2
37,1
3,1
3,1
40,2
27,8
27,8
68,0
12,4
12,4
80,4
19,6 49,5 50,5 6,2 72,2 20,6 1,0 26,8 34,0 15,5 23,7
19,6 49,5 50,5 6,2 72,2 20,6 1,0 26,8 34,0 15,5 23,7
100,0 49,5 100,0 6,2 78,4 99,0 100,0 26,8 60,8 76,3 100,0
Percent
<25 6 25-35 55 Umur >35 36 Akuntan 28 Akuntan 8 Biaya Akuntan 3 Pajak Posisi Budget 27 Staff Internal 12 Auditor Staff 19 Pria 48 Jenis Kelamin Wanita 49 D3 6 S1 70 Jenjang Pendidik S2 20 -an S3 1 <5 th 26 5-10 th 33 Masa Kerja 11-15 th 15 >15 th 23 Sumber: Data primer yang diolah, 2015
Pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden yang bekerja pada perusahaan yang memiliki sistem whistleblowing sebesar 6,2% atau sebanyak 6 orang berusia kurang dari 25 tahun. 56,7% atau sebanyak 55 orang berusia 25-35 tahun. Sisanya sebesar 37,1% atau sebanyak 36 orang masing-masing berusia lebih dari 35 tahun. Pada posisi terakhir diperoleh informasi bahwa sebanyak 28 orang atau sebesar 28,9% menduduki posisi sebagai akuntan, 8 orang atau 8,2% responden menduduki jabatan sebagai akuntan biaya. Sebanyak 3 orang atau
67
sebesar 3,1% menduduki jabatan sebagai akuntan pajak, 27 orang atau 27,8% sebagai budget staff dan sisanya 12 orang atau 12,4% sebagai internal auditor. Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sekitar 48 orang atau 49,5% responden didominasi oleh jenis kelamin laki-laki, dan sisanya sebesar 49 orang atau 50,5% responden berjenis kelamin perempuan. Pada pendidikan Diploma III (DIII) dengan jumlah responden sebanyak 6 atau 6,2%. Strata Satu (S1) dengan jumlah responden 70 atau 72,2%. Strata Dua (S2) dengan jumlah responden sebanyak 20 orang atau 20,6%. Sisanya sebesar 1% atau sebanyak 1 orang berpendidikan terakhir Strata Tiga (S3). Selanjutnya diketahui bahwa sebanyak 26,8% atau 26 responden memiliki masa kerja kurang dari 5 tahun, 34% atau 33 responden memiliki pengalaman 5-10 tahun, 15,5% atau 15 responden memiliki masa kerja 11-15 tahun dan sisanya 23,7% atau 23 responden masa kerja lebih dari 15 tahun. B. Hasil Uji Instrumen Penelitian 1. Hasil Uji Statistik Deskriptif Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sifat Machiavellian,
lingkungan
etika,
personal
cost
dan
intensi
whistleblowing akan diuji secara statistik deskriptif seperti yang terlihat pada Tabel 4.4.
68
Tabel 4.4 Hasil Uji Statistik Deskriptif
Sifat Machaivellian Lingkungan Etika Personal Cost Intensi Whistleblowing Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean
Std. Deviation
97 9
28
17,06
3,968
97 9
35
27,95
5,201
97 3
15
11,38
2,608
97 23
40
33,29
5,206
97
Sumber: Data primer yang diolah, 2015 Berdasarkan Tabel 4.4 diperoleh informasi bahwa pada variabel sifat Machiavellian, total jawaban minumum responden sebesar 9 dan maksimum sebesar 28, dengan rata-rata total jawaban 17,06 dan standar deviasi sebesar 3,968. Variabel lingkungan etika dengan total jawaban minimum responden sebesar 9 dan maksimum sebesar 35, dengan rata-rata total jawaban 27,95 dan standar deviasi 5,201. Variabel personal cost dengan total jawaban minimum responden 3 dan maksimum sebesar 15, dengan rata-rata total jawaban 11,38 dan standar deviasi 2,608. Variabel intensi whistleblowing dengan total jawaban minimum responden 23 dan maksimum sebesar 40, dengan rata-rata total jawaban 33,29 dan standar deviasi 5,206. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa untuk variabel sifat Machiavellian rata-rata responden menjawab tidak setuju. Sementara untuk variabel lingkungan etika, personal cost dan intensi whistleblowing rata-rata jawaban responden adalah setuju.
69
2. Hasil Uji Kualitas Data a. Hasil Uji Reliabilitas Uji reliabilitas digunakan sebagai alat pengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Untuk mengukur reliabilitas digunakan uji statistik Cronbach Alfa. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Croanbach’s Alfa > 0,70. Tabel 4.5 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Croanbach’s Alpha Sifat Machiavellian 0,740 Lingkungan Etika 0,947 Personal Cost 0,904 Intensi Whistleblowing 0,899 Sumber: Data primer yang diolah 2015
Keterangan Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Tabel 4.5 menunjukkan nilai Croanbach’s Alpha atas variabel sifat Machiavellian sebesar 0,740, lingkungan etika sebesar 0,947, personal cost sebesar 0,904 dan intensi whistleblowing sebesar 0,899. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pernyataan dalam kuesioner ini reliabel karena nilai Croanbach’s Alpha lebih besar dari 0,7. b. Hasil Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu pertanyaan pada kuesioner dikatakn valid jika tingkat signifikansinya di bawah 0,05. Tabel berikut menunjukkan hasil uji validitas dari empat variabel yang digunakan dalam penelitian ini,
70
yaitu sifat Machiavellian (SM), lingkungan etika (LE), personal cost (PC), dan intensi whistleblowing (IW) dengan 97 sampel responden. Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas Sifat Machiavellian No. Butir Pearson Sig (2-Tailed) Pertanyaan Correlation 1 (SM1) 0,691** 0,000 2 (SM2) 0,504** 0,000 3 (SM3) 0,428** 0,000 4 (SM4) 0,655** 0,000 5 (SM5) 0,475** 0,000 6 (SM6) 0,313** 0,002 7 (SM7) 0,576** 0,000 8 (SM8) 0,500** 0,000 9 (SM9) 0,632** 0,000 Sumber: Data primer yang diolah, 2015
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Tabel 4.6 menunjukkan variabel sifat Machiavellian mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas Lingkungan Etika No. Butir Pearson Pertanyaan Correlation 1 (LE1) 0,862** 2 (LE2) 0,855** 3 (LE3) 0,840** 4 (LE4) 0,914** 5 (LE5) 0,886** 6 (LE6) 0,918** 7 (LE7) 0,822** Sumber: Data primer yang diolah, 2015
Sig (2Tailed) 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
71
Tabel 4.7 menunjukkan variabel lingkungan etika mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Tabel 4.8 Hasil Uji Validitas Personal Cost No. Butir Perason Sig (2Pertanyaan Correlation Tailed) 1 (PC1) 0,930** 0,000 2 (PC2) 0,939** 0,000 3 (PC3) 0,879** 0,000 Sumber: Data primer yang diolah, 2015
Keterangan Valid Valid Valid
Tabel 4.8 menunjukkan variabel personal cost mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Tabel 4.9 Hasil Uji Validitas Intensi Whistleblowing No. Butir Pearson Sig (2-Tailed) Keterangan Pertanyaan Correlation 1 (IW1) 0,841** 0,000 Valid 2 (IW2) 0,802** 0,000 Valid 3 (IW3) 0,852** 0,000 Valid 4 (IW4) 0,779** 0,000 Valid 5 (IW5) 0,663** 0,000 Valid 6 (IW6) 0,639** 0,000 Valid 7 (IW7) 0,722** 0,000 Valid 8 (IW8) 0,728** 0,000 Valid Sumber: Data primer yang diolah, 2015 Tabel
4.9
menunjukkan
variabel
intensi
whistleblowing
mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05.
72
3. Hasil Uji Asumsi Klasik a. Hasil Uji Multikolonieritas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah adanya korelasi antar variabel bebas (independen) dalam model regresi. Untuk mendeteksi adanya masalah multikolonieritas dalam penelitian ini dengan menggunakan nilai tolerence dan Variance Inflation Factor (VIF). Regresi yang terbebas dari problem multikolonieritas apabila nilai VIF < 10 dan nilai tolerance > 0,10 maka data tersebut tidak ada multikolonieritas. Berikut ini disajikan hasil uji multikolonieritas dengan menggunakan nilai tolerance dan VIF, yaitu: Tabel 4.10 Hasil Uji Multikolonieritas Coefficientsa Unstandardize Standardized d Coefficients Coefficients Model B
Std. Error
Collinearity Statistics t
Sig.
Beta
(Constant) 34,645 4,639
Tolerance
VIF
7,468 ,000
1 TOTAL SM -,503
,122
-,384
-4,142 ,000 ,946 1,057
,241
,095
,241
2,545 ,013 ,906 1,104
TOTAL LE
,043 ,184 ,022 a. Dependent Variable: TOTAL IW Sumber: Data primer yang diolah, 2015 TOTAL PC
,235 ,815 ,952 1,050
Berdasarkan Tabel 4.10 di atas terlihat bahwa nilai tolerance mendekati angka 1 atau lebih dari 0,10 dan nilai VIF di sekitar
73
angka 1 atau kurang dari 10 untuk setiap variabel, yang ditunjukkan dengan nilai tolerance untuk sifat Machiavellian 0,946, lingkungan etika sebesar 0,906, dan personal cost sebesar 0,952. Dengan nilai VIF masing-masing adalah 1,057, 1,104, dan 1,050. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model persamaan regresi tidak terdapat multikolonieritas dan dapat digunakan dalam penelitian ini. b. Hasil Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah model regresi, variabel dependen dan variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan menggunakan analisis grafik (probability plot) dan uji statistik (K-S). Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot
Sumber: Data primer yang diolah, 2015
74
Gambar 4.1 memperlihatkan penyebaran data yang berada di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, ini menunjukkan bahwa model regresi telah memenuhi asumsi normal. Hasil uji normalitas berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) disajikan pada Tabel 4.11 berikut ini:
N
Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Kolmogorov-Smirnov Unstandardized Residual 97
Normal Parametersa,,b
Mean
Std. Deviation Most Extreme Differences Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal.
,0000000 4,52390976 ,070 ,070 -,057 ,691 ,726
b. Calculated from data. Sumber: Data primer yang diolah, 2015 Menurut Tabel 4.11 di atas, hasil uji (K-S) menunjukkan bahwa data terdistribusi normal. Hal ini terlihat dari nilai probabilitas sebesar 0,726. Sehingga model penelitian ini memenuhi uji asumsi klasik normalitas. c. Hasil Uji Heteroskedastisitas Pengujian heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap. Dalam
75
penelitian ini uji heteroskedastisitas menggunakan analisis grafik scatterplot dan uji statistik menggunakan uji Park. Gambar 4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Grafik Scatterplot
Sumber: Data primer yang diolah, 2015. Gambar 4.2, menunjukkan titik-titik menyebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu serta tersebar di atas dan di bawah angka 0 (nol) pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas sehingga model regresi layak digunakan. Berikut hasil uji heterokedastisitas menggunakan uji Park. Tabel 4.12 Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Uji Park Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model t B Std. Error Beta 1 (Constant) 2,747 5,374 ,511 lnx1 1,299 ,881 ,152 1,476 lnx2 -1,684 1,078 -,164 -1,563 lnx3 ,294 ,723 ,042 ,407
Sig. ,610 ,143 ,121 ,685
a. Dependent Variable: Lnei2 76
Tabel 4.12 menunjukkan bahwa nilai signifikansi setiap variabel lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas dan model regresi layak digunakan. 4. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Dalam penelitian ini menggunakan variabel independen yaitu sifat Machiavellian, lingkungan etika, dan personal cost. Sedangkan variabel dependennya yaitu intensi whistleblowing. Adapun hasil uji koefisien Adjusted R Square disajikan dalam Tabel 4.13 di bawah ini: Tabel 4.13 Hasil Uji Koefisien Determinasi Model Summary Std. Error of the Model R R Square Adjusted R Square Estimate a 1 ,495 ,245 ,221 4,596 Predictors: (Constant), TOTAL PC, TOTAL SM, TOTAL LE Dependent Variabel: TOTAL IW Sumber: Data primer yang diolah, 2015 Pada Tabel 4.13 memperlihatkan Adjusted R Square sebesar 0,221. Hal ini berarti sebesar 22,1% variabel intensi whistleblowing dapat dijelaskan oleh variabel sifat Machiavellian, lingkungan etika dan personal cost. Sedangkan sisanya yaitu sebesar (100% - 22,1% = 77,9%) dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian. Variabel-variabel lain yang mempengaruhi intensi whistleblowing
77
menurut Septianti (2013: 1087) adalah keseriusan pelanggaran dan suku bangsa. Keseriusan pelanggaran merupakan suatu faktor yang mempengaruhi presepsi para pegawai, bahwa semua jenis pelanggaran yang terjadi merupakan jenis pelanggaran yang relatif serius dan dapat menimbulkan dampak kerugian yang cukup besar, sehingga niat keinginan untuk melaporkan juga cukup besar. Suku bangsa yang dianggap memiliki keinginan yang lebih tinggi untuk melakukan whistleblowing adalah suku bangsa Jawa dibandingkan dengan suku bangsa non-Jawa. Sedangkan menurut Daivitri (2013: 102) yang mempengaruhi intensi
seseorang
untuk
melakukan
whistleblowing
adalah
pertimbangan etis, sikap individu, norma subyektif, dan persepsi kontrol perilaku. Pertimbangan etis dan persepsi kontrol memiliki hubungan yang berlawanan dengan intensi melakukan whistleblowing. Individu yang memiliki pertimbangan etis tinggi cenderung akan bertindak etis sehingga intensi melakukan whistleblowing tinggi. Persepsi kontrol perilaku memuat keyakinan yang berkaitan dengan rasa mampu atau rasa tidak mampu dalam mengelola perilaku. Beberapa individu merasakan bahwa akan terasa sulit untuk melaporkan masalah, sehingga mengarah kepada niat whistleblowing. Sedangkan sikap dan norma subyektif berpengaruh pada intensi melakukan whistleblowing. Individu yang memiliki sikap positif cenderung melakukan whistleblowing. Norma subyektif atau norma
78
sosial dipahami sebagai tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Jika melaporkan suatu kejahatan semakin disukai dan diterima orang lain, maka seseorang akan semakin mungkin untuk menyelesaikan suatu laporan kejahatan. Selain itu moralitas juga merupakan salah satu faktor penting dalam mendorong intensi whistleblowing (Hwang et. al., 2008: 510). 5. Hasil Uji Hipotesis Pengujian dalam penelitian ini menggunakan model analisis regresi berganda, yaitu: a. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Uji statistik t digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Tabel 4.14 berikut ini menyajikan hasil uji statistik t dalam penelitian ini, yaitu Tabel 4.14 Hasil Uji Statistik t Coefficientsa Model
Unstandardized Coefficients B
Standardized Coefficients
Std. Error
(Constant) 34,645 4,639 TOTAL SM -,503 ,122 1 TOTAL LE ,241 ,095 TOTAL PC ,043 ,184 a. Dependent Variable: TOTAL IW Sumber: Data primer yang diolah, 2015
t
Sig.
7,468 -4,142 2,545 ,235
,000 ,000 ,013 ,815
Beta
-,384 ,241 ,022
79
Berdasarkan Tabel 4.14 dapat dilihat bahwa terdapat 2 variabel independen
yaitu
sifat
Machiavellian
dan
lingkungan
etika
berpengaruh terhadap variabel dependen intensi whistleblowing. Sedangkan 1 variabel independen lainnya yaitu personal cost tidak berpengaruh terhadap variabel dependen intensi whistleblowing. Adapun penjelasannya sebagai berikut: H1: Sifat Machiavellian berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing. Hasil pengujian variabel sifat Machiavellian mempunyai signifikansi 0,000 atau lebih kecil dari 0,05. Hal ini memberikan arti bahwa
H1
diterima,
Machiavellian
sehingga
berpengaruh
dapat
dikatakan
terhadap
intensi
bahwa
sifat
melakukan
whistleblowing. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh (Dalton dan Radtke, 2012: 162) mengungkapkan bahwa seseorang yang memiliki sifat Machiavellian yang tinggi, keinginanya dalam melakukan intensi whistleblowing rendah, berlaku kebalikannya seseorang yang memiliki sifat Machiavellian yang rendah. Keinginannya dalam melakukan intensi whistleblowing tinggi. Selain itu hal ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Abdullah (1970:189) dalam bukunya yang berjudul Pemikiran Islam di Malaysia: Sejarah dan Aliran, mengungkapkan bahwa prinsip Machiavellian yaitu “menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan”
(the
end
justifies
the
means).
Sebenarnya,
prinsip
80
Machiavellian yang menghalalkan segala cara hanya berlaku pada masyarakat yang menghidupkan suap-menyuap. Seperti kita ketahui bersama praktik suap-menyuap (korupsi) di Indonesia seolah sudah menjadi
tradisi.
Jadi logis
adanya jika
sifat
Machiavellian
mempengaruhi intensi melakukan whistleblowing di Indonesia. H2: Lingkungan etika berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing Pada Tabel 4.14 memperlihatkan hasil pengujian variabel lingkungan etika mempunyai signifikansi 0,013 atau lebih kecil dari 0,05. Hal ini memberikan arti bahwa H2 diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa lingkungan etika berpengaruh terhadap intensi whistleblowing. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dalton dan Radtke (2012: 162) bahwa lingkungan etika yang baik lebih berpengaruh pada individu yang memiliki sifat Machiavellian yang rendah daripada individu yang memiliki sifat Machiavellian yang tinggi. Organisasi dengan lingkungan etika yang baik dapat diciptakan dengan mengadakan pelatihan etika bagi karyawannya. Pelatihan etika memberikan pengaruh yang lebih besar pada individu yang memiliki sifat Machiavellian yang rendah daripada individu yang memiliki sifat Machiavellian yang tinggi (Bloodgood, 2010 dalam Dalton dan Radtke, 2012: 157).
81
Penelitian lain menemukan bahwa perusahaan dengan lingkungan etis yang baik dapat mempengaruhi keputusan etis auditor dan pekerja professional pajak (Sweeney, 2010: 545). Lingkungan etika auditor meliputi standar perilaku bagi seorang profesional yang ditujukan untuk tujuan praktis dan idealistik (Putri dan Laksito, 2013: 3). Lingkungan etika disini juga berarti komitmen etis organisasi yang terkait erat dengan persepsi instansi terhadap nilai-nilai moral. Secara keseluruhan, semua penelitian tentang etika menunjukkan bahwa karakter etika organisasi memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan etis (Dickerson 2009 dalam Muttaqin, 2014: 43). Pun dalam
mempengaruhi
keputusan
seseorang
untuk
melakukan
whistleblowing. H3: Personal cost berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing. Berdasarkan Tabel 4.14 variabel personal cost memiliki tingkat signifikansi 0,815 atau lebih besar dari nilai 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa personal cost tidak berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Septianti (2013: 1087) dan Rizki Bagustianto dan Nurkholis (2015: 15). Namun tidak berhasil mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kaplan dan Whitecotton (2001) dalam Septianti (2013: 1087) yang menemukan bahwa personal cost berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing. Septianti beranggapan
82
bahwa
personal
cost
tidak
mempengaruhi
intensi
melaukan
whistleblowing disebabkan oleh persepsi para whistleblower potensial bahwa dampak kerugian fisik, ekonomik dan psikologis berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis (Collins, 1989 dalam Septianti, 2012: 1084). Faktor lain yang dapat menyebabkan tidak berpengaruhnya personal cost terhadap intensi melakukan whistleblowing adalah retaliasi. Personal cost merupakan salah satu alasan utama yang menyebabkan responden tidak ingin melaporkan dugaan pelanggaran karena mereka meyakini bahwa laporan mereka tidak akan ditindak lanjuti, mereka akan mengalami retaliasi, atau manajemen tidak akan melindungi mereka dari ancaman retaliasi, khususnya dalam jenis pelanggaran yang melibatkan para manajer (Brown, 2008: 1066). Hal ini didukung oleh Sabang (2013) dalam Bagustianto dan Nurkholis (2015: 6) bahwa personal cost bukan hanya dampak tindakan balas dendam dari pelaku kecurangan, melainkan juga keputusan menjadi pelapor dianggap sebagai tindakan tidak etis, misalnya melaporkan kecurangan atasan dianggap sebagai tindakan yang tidak etis karena menentang atasan. b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Hasil uji statistik F dapat dilihat pada Tabel 4.15. H4 diterima jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05.
83
Tabel 4.15 Hasil Uji Statistik F ANOVAa Mean Sumber: Data primerSum yangofdiolah, 2015 Model df F Squares Square H Regression 637,205 3 212,402 10,054 1 Residual 1964,713 93 21,126 H Total 2601,918 96 4 Dependent Variable: TOTAL IW a. b. Predictors: (Constant), TOTAL PC, Total SM, TOTAL LE :
Sig. ,000b
H4: Sifat Machiavellian, lingkungan etika, dan personal cost berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing. Pada Tabel 4.15 nilai F diperoleh dengan tingkat signifikansi 0,000 atau lebih kecil dari 0,05 maka H4 diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa sifat Machiavellian, lingkungan etika, dan personal cost berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Dalton dan Radtke, (2012: 162) bahwa sifat Machiavellian memiliki pengaruh dengan intensi melakukan whistleblowing. Lingkungan etika yang baik
lebih
berpengaruh
pada
individu
yang
memiliki
sifat
Machiavellian yang rendah daripada individu yang memiliki sifat Machiavellian yang tinggi. Enam faktor lingkungan etika organisasi yang dapat mempengaruhi anggota organisasinya diantaranya, nilai-nilai misi organisasi, nilai-nilai kepemimpinan dan manajemen, kelompok sebaya, prosedur atau aturan dan kode etik, etika pelatihan, serta
84
penghargaan dan sanksi (Dalton dan Radtke, 2012: 157). Perusahaan dengan lingkungan etis yang baik dapat mempengaruhi keputusan etis auditor (Sweeney et. al., 2009: 545). Selain lingkungan etika, faktor lain yang mendorong intensi whistleblowing adalah moralitas (Hwang et. al., 2008: 510). Hasil Penelitian Nuryanto dan Dewi (2001) dalam Putri dan Laksito (2013: 1) tinjauan etika atas pengambilan keputusan berdasarkan moral. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antara pemahaman nilai-nilai etika dengan pengambilan keputusan. Pun dalam hubungannya dengan keputusan seseorang untuk melakukan intensi whistleblowing. Etika yang dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam kasus whistleblowing adalah etika utilitarianisme. Termasuk di dalamnya mempertimbangkan sejauh mana dan berapa besar atau kecilnya kerugian atau keuntungan yang akan dialami perusahaan jika karyawan (akuntan) membocorkan atau mendiamkan kecurangan tersebut (Keraf, 1998: 177). Keuntunngan
tersebut
dapat
berupa
reward
dari
perusahaan. Hak-hak whistleblower yang juga seorang saksi (pelapor) telah diatur dalam UU No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang salah satu haknya meliputi mendapatkan balas jasa atau reward dari negara atas kesaksian yang telah diungkap karena kesaksian mampu membongkar suatu kejahatan yang besar (Semendawai dkk, 2011:10). Sedangkan
85
kerugiannya
dapat
berupa retaliasi,
manajemen tidak akan
melindungi mereka dari ancaman retaliasi, khususnya dalam jenis pelanggaran yang melibatkan para manajer (Brown, 2008: 672). Retaliasi merupakan salah satu bentuk dari personal cost. Graham dalam Zhuang (2003) dalam Septianti (2012: 1072) menggemukakan bahwa personal cost yang paling dipertimbangkan adalah retaliasi dari orang-orang dalam organisasi yang menentang tindakan pelaporan. Maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan di antara sifat Machiavellian, lingkungan etika dan personal cost terhadap intensi whistleblowing yang secara simultan mempengaruhi intensi melakukan whistleblowing, sesuai dengan hasil dari penelitian ini.
86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini meneliti tentang sifat Machiavellian, lingkungan etika dan personal cost terhadap intensi whistleblowing. Analisis dilakukan menggunakan metode analisis regresi berganda dengan program Statistical Package for Social Science (SPSS) Ver. 20. Populasi dalam penelitian adalah pegawai yang bekerja pada perusahaan yang memiliki whistleblowing system khususnya akuntan, internal auditor, akuntan biaya, akuntan pajak, budgeting dan staff. Perusahaan dikonsentrasikan pada wilayah DKI Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan, maka dapat disimpulkan menjadi beberapa poin di bawah ini: 1. Sifat
Machiavellian
berpengaruh
terhadap
intensi
melakukan
whistleblowing. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Dalton dan Radtke (2012). 2. Lingkungan
etika
berpengaruh
terhadap
intensi
melakukan
whistleblowing. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Dalton dan Radtke (2012). 3. Personal
cost tidak berpengaruh terhadap intensi melakukan
whistleblowing. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Septianti (2013).
87
4. Sifat Machiavellian, lingkungan etika dan personal cost berpengaruh
terhadap intensi melakukan whistleblowing.
B. Saran
Penelitian
mengenai
whistleblowing
di
masa
mendatang
diharapkan mampu memberikan hasil penelitian yang lebih berkualitas, dengan mempertimbangkan saran di bawah ini: 1. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menambahkan variabel yang mempengaruhi intensi melakukan whistleblowing seperti variabel suku bangsa, karena suatu hal yang baru dalam penelitian tentang whistleblowing di Indonesia (Septianti, 2013). 2. Jika tujuan peneliti untuk mendapatkan hasil yang lebih khusus, disarankan hanya memilih satu perusahaan yang merapkan sistem whistleblowing saja dengan mempertimbangkan penerapan sistem whistleblowing pada perusahaan terkait dan tentu saja dengan izin perusahaan. 3. Jika tujuan penelitian untuk mendapatkan hasil yang lebih general, disarankan untuk menambah jumlah perusahaan yang menerapkan sistem whistleblowing dan memperluas daerah penelitian. 4. Untuk mendapatkan kualitas data dan hasil yang lebih baik disarankan instrumen penelitian tidak hanya berupa kuesioner, namun juga wawancara atau survey, karena sistem whistleblowing pada setiap
88
perusahaan dapat berbeda penerapannya. Pun untuk mendapatkan data yang lebih nyata.
89
Daftar Pustaka
Abdullah, Abdul Rahman Haji, “Pemikiran Islam di Malaysia: Sejarah dan Aliran”. Malaysia: Gema Insani Press, 1997. Agoes, Sukrisno, “Auditing, Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan Publik”. Jakarta: Salemba Empat, 2012. Ahmad, Syahrul Ahmar, “Internal Auditors and Internal Whistleblowing Intention: A Study of Organitational, Individual, Situasional, and Demographic Factors”. Western Australia: School of Accounting, Finance and Economics Faculty of Business and Law Edith Cowan University, Doctor Program (S3), 2011. Anggadha, Arry dan Fadila Fikriani Armadita. “Kronologi Kasus Pajak Gayus Versi Kejaksaan”. Diakses pada 1 Juni 2014 jam 23:04. http://nasional.news.viva.co.id/news/read/138233kronologi_kasus_pajak_ gayus_versi_kejaksaan, 2010. Anonim. http://www.pertamina.com/media/374416/TKO_WBS_Ind.pdf. Diakses pada 29 Juni 2015 jam 22:06. Anonim. http://www.pln.co.id/?p=7250. Diakses pada 29 Juni 2015 jam 22:11. Anonim. http://www.jasamarga.com/gcg/Whistle%20Blowing%20System.pdf. Diakses pada 29 Juni 2015 jam 22:14. Anonim. http://jasindo.co.id/assets/media/file/file-kebijakan-tata-kelolaperusahaan-10.pdf. Diakses pada 29 Juni 2015 jam 22:20. Anonim. http://sewatama.com/wp-content/uploads/2014/12/Penunjukan-KetuaWBS.pdf. Diakses pada 29 Juni 2015 jam 22:33. Anonim. http://wbs.pegadaian.co.id/. Diakses pada 29 Juni 2015 jam 22:55. Arens, Alvin A. Dan James K. Loebbecke. “Auditing Suatu Pendekatan Terpadu”, Edisi Indonesia, hlm. 1. Jakarta: Salemba Empat, 1997. Aryani, Alvita Tyas Dwi. “Pengaruh Nilai Personal terhadap Sikap Akuntabilitas Sosial dan Lingkungan, (Studi pada Mahasiswa Magister Akuntansi dan Magister Undip)”. Semarang: Program Magister (S2) Universitas Diponegoro, 2010. Bagustianto, Rizki dan Nurkholis. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk Melakukan Tindakan Whistle-blowing (Studi pada PNS BPK RI)”. Malang: e-journal Universitas Brawijaya, 2015.
90
Bertens, K. “Etika”, Seri Filsafat Atmajaya: 15, hlm. 4-6. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007. Bertens, K. “Pengantar Etika Bisnis”, hlm.13. Jakarta: Kanisius, 2000. Boynton, W dan Johnson, RN., kell. “Modern Auditing”, Jilid 1, Jakarta: Erlangga, 2006. Brown, A. J. “Whistleblowing in the Australian Public Sector: Enchancing the Theory and Practice of Internal Witness Management in Public Sector Organisations”. Australia: ANU Press. Carson, Thomas. L, Marry Ellen Verdu, Richard E. Wokutch. “Whistle-Blowing for Profit: An Ethical Analysis of the Federal False Claims Act”. Journal of Business Ethics 77: 361-376. 2008. Cressy, Robert. “Machiavellian Denigration and the Shifting Base of Organisational Power”. London: CASS Business School, 2007. Curtis, Mary B. “Are Audit-related Ethical Decisions Dependent upon Mood?”. Journal of Business Ethics. Vol.68; 191-209, 2006. Daivitri, Aai Niyaratih. “Pengaruh Pertimbangan Etis dan Komponen Perilaku Terencana pada Niat Whistleblowing Internal dengan Locus of Control sebagai Variabel Pemoderasi”. Yogyakarta: Program Magister (S2), Universitas Gadjah Mada, 2013. Dalton, Derek dan Robin R. Radtke. “The Joint Effects of Machiavellianism and Ethical Environment on Whistle-Blowing”. Spriager Science + Bussiness Media Dordrecht, 2012. Dempster, Quentin. “Para Pengungkap Fakta”. Sydney: ABC Books for the Australian Broadcasting Corporation, 2011. Goleman, Daniel. “Social Intelligence. Ilmu Baru tentang Hubungan Antar Manusia”. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007. Gozali, Imam, “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21”, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2013 Hussin, Wan Sabri Wan. “Etika dan Amalan Perniagaan”. Kuala Lumpur: Sanon Printing Corporation SDN BHD, 2004. Hwang, Dennis dkk. “Confucian Culture and Whistle-blowing by Professional Accountants: an exploratory study”. Managerial Auditing Journal, Vol. 23 No. 5, pp. 504-526, Emerald Group Publishing Limited. 2008.
91
Kaplan, Steven. E dan Stacey M. Whitecotton. “An Examination of Auditors’ Reporting Intentions When another Auditor is Offered Client Employment”. Auditing: A Journal of Practice & Theory Vol. 20, No 1: 45-63. 2001. Keraf, Dr. A. Sonny. “Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya”. Jakarta: Kanisius, 1998. Merdikawati, Risti. “Hubungan Komitmen Profesi dan Sosialisasi Antisipatif Mahasiswa Akuntansi dengan Niat Whistleblowing (Studi Empiris pada Mahasiswa Strata 1 Jurusan Akuntansi di Tiga Universitas Teratas di Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta)”. Semarang: Program Sarjana (S1) Universitas Diponegoro, 2012. Mutmainah, Siti. “Minat Perilaku Pengungkapan Tindak Pelanggaran (Whistleblowing)”. Semarang: Politeknik Negeri Semarang (Jurnal), 2007. Muttaqin, Alif Zain. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sensitivitas Etika Auditor Pemerintah”. Semarang: Universitas Diponegoro, 2014. Naukoko, Princilvanno Andreas. “Akuntansi Sumber Daya Manusia”. Manado: ejournal, Vol.9 No.3, Universitas Sam Ratulangi, 2014. Pranata, Metta. “Delapan Kasus Penipuan Saham Terbesar Sepanjang Sejarah”. Diakses pada: 07 Desember 2014 20.35 WIB. http://m.detik.com/finance/read/2012/06/11/073614/1937612/6/5/ Purnamasari, St Vena dan Agnes Advensia Chrismastuti, “Dampak Reinforcement Contigency Terhadap Hubungan Sifat Machiavellian dan Perkembangan Moral”. Padang: Simposium Nasional Akuntansi 9, 2006. Putri, Pritta Amina dan Herry Laksito. “Pengaruh Lingkungan Etika, Pengalaman Auditor dan Tekanan Ketaatan Terhadap Kualitas Audit Judgment”. Diponegoro Journal Accounting, Volume 2, halaman 1-11, 2013. Qomariyah, Nurul. “Petinggi Enron dan Worldcom Berakhir di Penjara”. Diakses pada: 07 Desember 2014 17.10 WIB. finance.detik.com/read/2006/09/27/095404/683491/4/petinggi-enron-danworldcom-berakhir-di-penjara. Rahayu, Siti Kurnia dan Ely Suhayati. “Auditing, Konsep Dasar dan Pedoman Pemeriksaan Akuntansi Publik”. Edisi pertama, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010. Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. “Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)” Buku 1, edisi 12. Jakarta: Salemba Empat, 2008.
92
Schmandt, Henry J. “Filsafat Politik”. Cetakan III. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Sekaran, Uma. “Metodologi Penelitian untuk Bisnis”. Buku 2, edisi 4. Jakarta: Salemba Empat, 2006. Semendawai, Abdul Haris dkk. “Memahami Whistleblower”. Jakarta: Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), 2011. Septianti, Windy. “Pengaruh Faktor Organisasional, Individual, Situasional, dan Demografis Terhadap Niat Melakukan Whistleblowing Internal”. Manado: Simposium Nasional Akuntansi, 2013. Supriyatno, Agus. “Auditor Bank Global Kena Sanksi”. Diakses pada: 1 Juni 2014 jam 22:53. http://www.tempo.co/read/news/2008/03/31/056120109/Auditor-BankGlobalSweeney, Breda, Don Arnold dan Bernard Pierce. “The Impact of Perceived Ethical Culture of the Firm and Demographic Variables on Auditors’ Ethical Evaluation and Intention to Act Decisions”. Journal of Business Ethics, Spriager, 2010. Tuanakotta, Theodorus M. “Berpikir Kritis dalam Auditing”. Jakarta: Salemba Empat, 2011. Wakefield, Robin. L. “Accounting and Machiavellianism”. Behavioral research in accounting, Volume 20, Number 1, pp. 115-129, 2008. Zhuang, Jinyun, “Whistleblowing & Peer Reporting: A Cross-Cultural Comparison of Canadians and Chinese”, Tesis Magister Sains. Canada: University of Lethbridge, 2003.
93
LAMPIRAN
94
LAMPIRAN 1: Surat Penelitian Skripsi
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
LAMPIRAN 2: Kuesioner dan Jawaban Responden
108
KUESIONER PENGARUH SIFAT MACHIAVELLIAN, LINGKUNGAN ETIKA, DAN PERSONAL COST TERHADAP INTENSI MELAKUKAN WHISTLEBLOWING
Peneliti: Syaifa Rodiyah
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M
109
110
IDENTITAS RESPONDEN
Nama Perusahaan
: ....................................................
Umur Responden
: ( ) <25
Posisi
: ( ) Direktur Keuangan
( )25-35
( ) >35 ( ) Akuntan
( ) Akuntan Biaya
( ) Akuntan Pajak
( ) Budget Staff
( ) Internal Auditor
( ) Lainnya........................ (Sebutkan) Jenis Kelamin
: ( ) Pria ( ) Wanita
Jenjang Pendidikan
: ( ) D3 ( ) S1 ( ) S2 ( ) S3
Masa Kerja
: ( ) < 5 th ( ) 5-10 th
( ) 11-15 th ( ) > 15 th
PETUNJUK UMUM PENGISIAN KUESIONER Di bawah ini adalah pernyataan yang mewakili pendapat umum terkait sifat Machiavellian, lingkungan etika, dan personal cost yang mempengaruhi intensi melakukan whistleblowing. Dimohon untuk membaca setiap pernyataan secara hatihati dan menjawab dengan lengkap semua pernyataan. Tidak ada pernyataan yang benar atau salah. Bapak/Ibu mungkin saja setuju atau tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Kami ingin mengetahui seberapa jauh Bapak/Ibu setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan tersebut, dengan memberi tanda X pada pilihan yang tersedia sebagai berikut: 1 = Sangat Tidak Setuju (STS)
4 = Setuju (S)
2 = Tidak Setuju (TS)
5 = Sangat Setuju (SS)
3 = Kurang Setuju (KS) Selayang Pandang
Whistle-Blowing adalah tindakan dari seorang pegawai (mantan pegawai) suatu organisasi, untuk mengungkap apa yang ia percaya sebagai perilaku ilegal, kecurangan, atau tidak etis kepada manajemen/manajemen puncak (internal whistleblowing) atau kepada otoritas/pihak berwenang di luar organisasi maupun kepada publik (external whistle-blowing)
111
DAFTAR PERNYATAAN SIFAT MACHIAVELLIAN
No 1.
2. 3. 4. 5. 6.
7. 8. 9.
Pernyataan Cara terbaik untuk mengendalikan seseorang adalah dengan mengabulkan apa yang dia inginkan. Anda tidak akan pernah benar-benar percaya kepada siapa pun. Sulit untuk maju tanpa menyikut orang lain. Kejujuran adalah kebijaksanaan yang terbaik dalam semua kasus. Semua orang memiliki sisi negatif yang akan muncul jika diberi kesempatan. Anda tidak akan memberitahu siapapun alasan anda melakukan sesuatu kecuali itu menguntungkan bagi anda. Tidak ada alasan untuk berbohong kepada orang lain. Seseorang lebih mudah melupakan kehilangan ayahnya daripada kehilangan hartanya. Kebanyakan orang-orang yang maju di dunia adalah orang-orang yang bersih moralnya.
STS
TS
KS
S
SS
STS
TS
KS
S
SS
LINGKUNGAN ETIKA
No 1.
2.
3.
4. 5. 6. 7.
Pernyataan Lingkungan perusahaan tempat anda bekerja menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kehormatan dan kejujuran. Lingkungan perusahaan tempat anda bekerja mendukung dan menjadikan kode etik sebagai kontrol perilaku karyawan. Kebijakan di lingkungan perusahaan tempat anda bekerja mendorong karyawan untuk melaporkan masalah korporasi. Pelatihan untuk mengembangkan perilaku etis karyawan dilakukan secara berkala. Perusahaan secara konsisten menghargai perilaku etis. Tingkat kepatuhan terhadap kode etik perusahaan atau profesi tinggi. Sistem evaluasi kinerja di perusahaan tempat anda bekerja berjalan dengan baik.
112
Kasus 1: Penyalahgunaan Aset Wanda adalah staf keuangan pada sebuah kementrian atau lembaga di Indonesia. Salah satu bagian dalam pekerjaan rutin Wanda ialah mereviu akun biaya perjalanan dinas. Saat Raffi meminta penggantian atas biaya penginapan perjalanan dinas atas suatu projek pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Wanda mendengar kabar mengenai reputasi Raffi sebagai Direktur Sumber Daya Manusia yang boros. Dugaan Wanda berubah menjadi sebuah kehawatiran ketika dia menemukan permintaan penggantian biaya hotel sebesar Rp 4.410.000,00 atas nama keluarga Raffi tanpa pembenaran yang jelas. Dia mengetahui bahwa biaya hotel atas nama keluarga Raffi ini tidak termasuk dalam kebijakan penggantian atas biaya penginapan perjalanan dinas. Untuk meminta penjelasan atas permasalahan ini, Wanda pergi menemui Raffi untuk berdiskusi. Raffi marah besar dan merespon pertanyaan Wanda, “Saya yang bertanggung jawab akan kesuksesan perojek ini. Selain itu, saya adalah Direktur Sumber Daya Manusia di kantor ini”. Rafi juga mengatakan bahwa dia tidak ingin membicarakan permasalahan ini lebih lanjut dan meminta Wanda untuk tidak mengurusi permasalahan ini lagi atau Raffi mengancam akan menunda kenaikan pangkat Wanda. PERSONAL COST a. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat personal cost (penundaan kenaikan pangkat) jika Wanda melaporkan kasus tersebut? 3 4 5 Sangat tinggi Sangat rendah 1 2 WHISTLEBLOWING b. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kemungkinan Anda akan melaporkan kasus tersebut kepada pihak internal dalam kantor Anda? Sangat rendah 1 2 3 4 5 Sangat tinggi. Kasus 2: Korupsi Aryo adalah seorang staf senior unti layanan pengadaan barang/jasa pada suatu kementerian/lembaga di Indonesia. Kantor Aryo sedang melakukan suatu projek pengadaan infrastruktur teknologi informasi yang bernilai Rp. 5.000.000.000,00. Projek tersebut ternyata banyak diminati dan diikuti oleh berbagai perusahaan teknologi informasi di Indonesia. Selama proses pengadaan berlangsung, secara tidak sengaja, Aryo melihat pertemuan rahasia di salah satu hotel mewah antara kepala unit layanan pengadaan dengan Direktur salah satu perusahaan yang sedang mengikuti proses pengadaan tersebut. Aryo mengetahui ternyata dalam pertemuan rahsia tersebut, Direktur salah satu perusahaan yang sedang mengikuti proses pengadaan tersebut memberikan cek senilai Rp 100.000.000,00 kepada kepala unit layanan pengadaan dengan tujuan agar perusahaannya dapat memenangkan projek pengadaan. Cek tersebut ternyata diterima oleh kepala unit layanan pengadaan. Untuk meminta penjelasan atas permasalahan ini, Aryo pergi menemui kepala unit layanan pengadaan
113
untuk berdiskusi. Kepala unit layanan pengadaan mengatakan bahwa dia tidak ingin membicarakan masalah ini lebih lanjut dan meminta Aryo untuk tidak mengurusi permasalahan ini lagi atau dia mengancam akan mengeluarkan Aryo dari tim unit layanan pengadaan barang/jasa dan tidak akan pernah dilibatkan lagi dalam tim unit layanan pengadaan barang/jasa berikutnya.
a.
b.
PERSONAL COST Menurut Anda, bagaimanakah tingkat personal cost (penundaan kenaikan pangkat) jika Aryo melaporkan kasus tersebut? 3 4 5 Sangat tinggi. Sangat rendah 1 2 WHISTLEBLOWING Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kemungkinan Anda akan melaporkan kasus tersebut kepada pihak internal dalam kantor Anda? Sangat rendah 1 2 3 4 5 Sangat tinggi. Kasus 3: Fraud Farhat adalah seorang staf senior auditor internal pada suatu kementerian/lembaga di Indonesia. Ketika sedang melakukan audit terhadap laporan keuangan, Frhat menemukan bukti bahwa terdapat beberapa transaksi pembelian barang/jasa yang telah dipotong pajak, tetapi bendahara tidak menyetorkan pajak tersebut ke kas negara. Setelah Farhat melakukan perhitungan, ternyata jumlah pajak yang tidak disetorkan ke kas negara dan menyebabkan penundaan penerimaan negara adalah sebesar Rp95.948.500,00. Farhat menduga uang pajak tersebut masuk ke rekening pribadi milik bendahara. Untuk meminta penjelasan atas permasalahan ini, Farhat pergi menemui bendahara untuk berdiskusi. Bendahara mengatakan bahwa dia tidak ingin membicarakan permasalahan ini lagi atau dia mengancam akan melaporkan kepada atasan Farhat bahwa sebenarnya dia mengetahui bahwa dulu, ketika Farhat menjadi staf unit layanan pengadaan, Farhat pernah menerima travel cheque senilai Rp50.000.000,00 dari salah satu rekanan. Farhat menyadari bahwa jika atasannya sampai mengetahui perbuatannya dulu, kemungkinan dirinya akan terancam dipecat dan dimasukkan ke dalam penjara.
c.
d.
PERSONAL COST Menurut Anda, bagaimanakah tingkat personal cost (penundaan kenaikan pangkat) jika Farhat melaporkan kasus tersebut? Sangat rendah 1 2 3 4 5 Sangat tinggi WHISTLEBLOWING Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kemungkinan Anda akan melaporkan kasus tersebut kepada pihak internal dalam kantor Anda? Sangat rendah 1 2 3 4 5 Sangat tinggi
114
INTENSI WHISTLEBLOWING
No 1.
2.
3.
4.
5.
Pernyataan Jika saya mengetahui adanya fraud atau korupsi yang terjadi di Perusahaan, saya akan berminat untuk melakukan tindakan whistleblowing . Saya akan mencoba melakukan tindakan whistle-blowing jika saya mengetahui adanya fraud atau korupsi yang terjadi di Perusahaan. Saya berencana melakukan tindakan whistleblowing untuk mengungkap fraud atau korupsi yang terjadi di Perusahaan apabila saya mengetahuinya. Jika saya mengetahui adanya fraud atau korupsi yang terjadi di Perusahaan, saya akan berusaha keras melakukan tindakan whistleblowing melalui saluran internal Perusahaan (internal whistle-blowing). Jika internal whistle-blowing tidak memungkinkan, saya akan berusaha keras untuk melakukan tindakan whistle-blowing melalui saluran eksternal Perusahaan.
STS
TS
KS
S
SS
115
JAWABAN RESPONDEN MENGENAI IDENTITAS Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Umur 3 3 2 1 3 3 2 2 2 2 2 2 3 2 3 3 3 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Posisi 2 2 2 2 2 3 3 5 5 5 2 7 2 7 7 5 5 7 2 2 5 5 5 5 5 2 5 5 3 5 5 5 3 3 5 3 5 5 5
Jenis Kelamin 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 1 1 2 2 2 1 1
Jenjang Pendidikan 2 1 1 1 2 1 2 2 2 2 3 2 2 2 1 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2
Masa Kerja 3 4 1 1 4 1 2 2 2 2 2 1 3 1 3 4 4 1 1 3 2 2 2 2 1 2 1 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 1
Bersambung ke halaman selanjutnya 116
JAWABAN RESPONDEN MENGENAI IDENTITAS (LANJUTAN)
Responden 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78
Umur 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 3 3 3 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 1 2 2 3 3 3 3 2 2 3 3 2
Posisi 2 2 7 7 4 5 5 7 2 7 7 6 6 6 5 6 3 2 2 2 3 6 6 6 5 5 4 4 5 7 5 2 2 6 6 6 6 6 5
Jenis Kelamin 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1
Jenjang Pendidikan 2 2 3 2 4 3 3 2 2 3 3 3 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 2
Masa Kerja 1 2 2 3 2 1 4 1 3 2 2 3 4 4 2 3 2 4 2 4 4 4 4 4 2 4 1 1 1 2 3 3 4 4 3 3 4 4 1
Bersambung ke halaman selanjutnya 117
JAWABAN RESPONDEN MENGENAI IDENTITAS (LANJUTAN) Responden 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97
Resp. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Umur 1 1 2 1 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 2 2 3 2 2
Posisi 2 7 2 7 2 7 2 7 7 7 2 2 7 7 2 2 7 2 2
Jenis Kelamin 2 1 1 1 1 2 2 2 1 1 2 2 1 2 1 1 2 1 2
Jenjang Pendidikan 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2
Masa Kerja 1 1 1 1 1 4 2 2 2 4 4 3 3 4 1 3 4 2 2
JAWABAN RESPPONDEN SIFAT MACHIAVELLIAN SM1 SM2 SM3 SM4 SM5 SM6 SM7 SM8 SM9 Total SM 2 3 1 2 2 2 2 2 2 18 1 1 1 1 2 3 2 1 2 14 1 3 1 1 3 2 2 1 3 17 3 2 2 2 2 2 2 3 3 21 1 2 2 2 2 2 2 2 2 17 2 1 2 1 2 2 2 2 2 16 1 1 1 1 1 2 1 1 1 10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 2 1 1 1 1 1 1 1 10 3 3 3 2 2 2 2 2 2 21 2 5 2 2 2 2 2 2 2 21 3 1 3 2 2 2 2 3 3 21 2 5 2 2 2 2 2 2 2 21 3 3 2 2 2 2 2 1 3 20 2 2 3 2 1 2 2 3 3 20
Bersambung ke halaman selanjutnya 118
JAWABAN RESPONDEN SIFAT MACHIAVELLIAN (LANJUTAN) Resp. 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
SM1 SM2 SM3 2 2 2 2 1 4 3 2 2 2 3 1 3 2 3 2 1 4 1 1 1 2 3 2 1 2 1 3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 1 1 1 1 1 3 1 3 2 2 1 2 2 3 4 3 1 1 1 1 1 1 3 2 2 1 3 1 1 2 1 3 3 3 2 5 2 3 1 3 2 5 2 4 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 1 4 3 2 2 2 3 1 2 1 1 3 2 1 2 2 3 3 2 2
SM4 2 2 2 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 2 5 1 2 2 1 1 2 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2
SM5 2 2 2 2 4 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 3 2 2 2 1 2 2 4 1 2 2 2 2 4 2 1 2 2 2 2 2 5 4 2 2
SM6 2 1 2 2 2 1 1 2 1 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 4 1 2 2 2 2 3 2 3 2 2 1 2 2 3 2 2 2
SM7 2 1 2 2 1 1 1 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 5 2 3
SM8 2 2 1 1 1 2 1 2 1 2 3 2 1 2 1 1 3 2 5 2 2 2 1 1 2 2 3 2 1 4 3 2 2 2 1 1 2 1 3 3
SM9 2 2 2 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 2 2 3 3 2 2 2 1 1 2 1 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3
Total SM 18 17 18 17 18 18 9 9 10 21 17 17 16 18 14 17 21 17 28 13 14 18 19 10 21 21 21 21 20 18 14 15 18 17 18 17 19 22 21 22
Bersambung ke halaman selanjutnya 119
JAWABAN RESPONDEN SIFAT MACHIAVELLIAN (LANJUTAN) Resp. 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 81 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96
SM1 SM2 SM3 2 5 2 3 3 2 2 2 3 2 1 4 3 2 2 2 3 1 2 3 3 3 3 1 1 1 1 2 2 3 1 1 1 2 2 3 1 1 2 2 3 1 1 1 1 1 3 1 3 2 2 1 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 1 3 3 2 2 2 3 1 2 2 2 3 1 3 1 3 3 2 2 1 2 2 2 5 2 3 3 3 2 5 2 3 1 3 2 2 3 2 2 2 2 1 2 1 1 1 2 1 4 3 2 2 2 3 1 2 3 1
SM4 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2
SM5 2 2 1 2 2 2 2 4 1 1 1 1 1 2 2 3 2 2 2 1 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2
SM6 2 2 2 1 2 2 2 3 2 2 1 2 1 2 3 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2
SM7 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2
SM8 2 1 3 2 1 1 3 1 1 3 1 1 2 2 1 1 3 2 2 1 1 1 3 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 1 2 1 1 2
SM9 2 3 3 2 2 2 1 2 1 3 1 1 1 2 2 3 3 2 2 1 1 3 3 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 1 2 2 2 2
Total SM 21 20 20 17 18 17 20 20 10 9 9 14 11 18 14 17 21 17 16 10 9 20 20 17 16 21 21 17 21 21 21 20 20 18 16 10 17 18 17 18
Bersambung ke halaman selanjutnya 120
Resp. 97
Resp. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
SM1 SM2 SM3 1 1 1
SM4 1
SM5 2
SM6 3
SM7 2
SM8 1
SM9 2
JAWABAN RESPONDEN LINGKUNGAN ETIKA JAWABAN RESPONDEN LINGKUNGAN ETIKA LE1 LE2 LE3 LE4 LE5 LE6 LE7 5 5 4 3 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 3 3 3 3 4 4 2 5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 3 2 2 3 2 2 3 2 3 4 4 4 2 3 3 2 2 3 2 2 3 2 3 5 5 4 4 4 4 5 5 4 3 4 4 4 4 5 5 4 4 5 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 4 4 4 2 1 2 1 3 2 3 4 5 4 4 4 4 5
Total SM 14
Total LE 29 35 22 29 27 30 28 35 31 28 28 22 17 22 17 31 28 30 28 27 28 33 35 35 28 35 28 35 28 35 35 35 30 14 30
Bersambung ke halaman selanjutnya 121
JAWABAN RESPONDEN LINGKUNGAN ETIKA (LANJUTAN) Resp. 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
LE1 5 4 4 5 5 4 4 5 2 4 4 5 2 5 4 3 4 4 4 3 4 2 4 4 4 4 2 4 5 4 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4
LE2 5 4 5 5 4 4 4 5 2 4 4 4 4 5 4 4 4 4 2 4 4 3 4 4 4 4 2 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 5 4 5
LE3 5 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 2 4 4 3 4 4 4 2 3 4 2 4 4 4 4 1 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3 5
LE4 5 4 4 5 4 4 4 5 4 3 4 5 2 5 3 3 4 5 4 4 4 2 4 2 4 5 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4
LE5 5 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 3 4 3 4 5 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4
LE6 5 4 5 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 2 4 4 4 4 4 2 4 3 4 4 1 4 5 3 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4
LE7 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 2 5 4 5 3 3 3 3 4 3 4 2 4 4 1 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4
Total LE 35 28 30 34 29 28 28 35 24 27 28 28 22 34 26 25 27 29 23 25 28 17 28 22 28 30 9 26 30 27 30 29 28 28 28 28 35 33 27 30
Bersambung ke halaman selanjutnya 122
JAWABAN RESPONDEN LINGKUNGAN ETIKA (LANJUTAN) Resp. 76 77 78 79 80 81 81 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97
LE1 4 5 4 4 4 4 2 5 4 4 2 5 5 5 5 3 4 4 4 4 2 4
LE2 4 5 5 4 4 4 3 5 5 4 3 5 4 5 5 3 4 5 4 4 3 4
LE3 4 5 4 4 4 4 2 5 4 4 2 4 3 4 5 3 4 5 4 4 2 3
LE4 4 5 5 4 4 2 2 5 5 4 2 4 4 4 5 3 3 4 4 2 2 4
LE5 4 5 4 4 4 3 3 5 4 4 3 4 4 5 5 4 4 4 4 3 3 4
LE6 4 5 5 4 4 3 2 5 5 4 2 4 4 4 5 4 4 4 4 3 2 4
LE7 4 5 4 4 4 2 3 5 4 4 3 5 4 3 5 2 4 4 4 2 3 4
Total LE 28 35 31 28 28 22 17 35 31 28 17 31 28 30 35 22 27 30 28 22 17 27
JAWABAN RESPONDEN PERSONAL COST (LANJUTAN) Resp. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
PC 1 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5
PC 2 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 5 4
PC 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4
TOTAL PC 12 13 11 11 12 12 12 12 12 12 12 14 13
Bersambung ke halaman selanjutnya 123
JAWABAN RESPONDEN PERSONAL COST (LANJUTAN) Resp. 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
PC 1 4 5 1 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 3 5 1 1 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 4 4 4
PC 2 5 4 1 3 3 3 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 3 5 3 1 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 3 4 4
PC 3 5 4 3 3 1 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 1 1 4 4 4 4 5 5 3 4 4 5 4 5 4 4 4
TOTAL PC 14 13 5 9 7 9 12 12 12 13 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 15 10 15 5 3 12 12 12 12 13 15 13 12 12 15 12 13 11 12 12
Bersambung ke halaman selanjutnya 124
JAWABAN RESPONDEN PERSONAL COST (LANJUTAN) Resp. 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 81 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93
PC 1 2 2 4 5 3 4 5 4 4 4 4 5 5 2 4 3 1 3 1 1 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 5 1 3
PC 2 3 3 3 4 3 5 5 4 4 4 4 5 4 2 4 4 1 3 1 1 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3 4 4 4 4 5 4 4 4 1 3
PC 3 4 3 3 4 3 5 5 5 4 4 4 5 4 2 4 4 4 2 1 1 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 3 3
TOTAL PC 9 8 10 13 9 14 15 13 12 12 12 15 13 6 12 11 6 8 3 3 12 12 12 12 12 12 12 14 13 11 12 12 12 12 14 13 12 13 5 9
Bersambung ke halaman selanjutnya 125
JAWABAN RESPONDEN PERSONAL COST (LANJUTAN) Resp. 94 95 96 97
PC 1 3 4 4 5
PC 2 3 4 4 4
PC 3 1 4 4 4
TOTAL PC 7 12 12 13
JAWABAN RESPONDEN INTENSI WHISTLEBLOWING Resp. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
IW 1 4 5 3 3 5 4 5 5 5 5 3 1 1 1 1 5 4 4 4 4 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5
IW 2 IW 3 IW 4 IW 5 IW 6 IW 7 IW 8 5 5 4 4 4 5 5 5 5 4 3 1 1 1 3 5 4 5 4 4 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5
4 5 4 4 4 4 5 5 5 5 3 1 3 1 4 3 4 2 4 4 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5
4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 4 5 5
4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 4 5 5
4 3 4 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 4 5 5 4 5 5 4 5 4
4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 4 5 5 5 5 5 4 5 4
4 4 3 3 4 4 5 5 5 5 4 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 4 5 4
TOTAL IW 33 34 30 30 33 34 40 40 40 39 29 23 24 23 27 29 32 25 32 32 35 35 37 40 39 40 40 35 40 37
Bersambung ke halaman selanjutnya 126
JAWABAN RESPONDEN INTENSI WHISTLEBLOWING (LANJUTAN) Resp. 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69
IW 1 5 5 5 4 4 5 5 3 2 5 5 5 5 5 3 4 5 5 5 4 3 4 5 4 4 3 1 3 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5
IW 2 IW 3 IW 4 IW 5 IW 6 IW 7 IW 8 5 5 5 4 4 5 5 4 2 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 4 4 4 5 3 4 4 3 3 4 4 5 5 3 3 5 4 4 4 5
5 5 5 4 4 5 5 4 2 5 5 5 5 5 3 5 5 5 5 4 3 4 5 3 3 4 4 3 4 5 5 5 3 4 5 4 4 3 4
4 5 5 5 4 5 4 4 4 5 5 5 5 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 5
5 5 5 4 4 5 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 5
5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 5 5 4 3 4 4 5 5 5
5 5 5 4 3 4 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 5
5 5 5 4 4 4 4 4 4 5 5 5 3 5 3 2 3 4 4 4 3 4 4 3 3 3 3 3 4 4 5 5 3 3 4 4 5 5 4
TOTAL IW 39 39 40 33 31 37 35 31 26 39 40 40 38 37 29 32 36 35 35 32 27 32 35 29 30 29 27 24 32 33 39 40 29 29 34 32 37 36 38
Bersambung ke halaman selanjutnya 127
JAWABAN RESPONDEN INTENSI WHISTLEBLOWING (LANJUTAN) Resp. 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 81 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97
IW 1 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5 3 1 1 3 5 4 5 3 1 1 1 5 4 4 5 3 1 5
IW 2 IW 3 IW 4 IW 5 IW 6 IW 7 IW 8 5 4 5 4 4 5 5 5 5 4 3 1 1 4 4 5 4 3 1 1 1 5 4 5 5 4 3 5
5 4 5 4 4 4 5 5 5 5 3 1 3 4 4 4 5 3 1 3 1 3 4 4 5 4 4 5
5 4 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5
5 4 5 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 1 4 4 4 4 4 5
5 4 5 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 5
5 4 5 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5
5 3 5 3 4 4 5 5 5 5 4 4 3 3 4 4 5 4 4 3 4 3 4 4 4 3 3 5
TOTAL IW 40 31 40 33 33 34 40 40 40 39 29 23 24 30 33 34 39 29 23 24 23 29 32 33 34 30 27 40
128
LAMPIRAN 3: Hasil Pengujian Instrumen Penelitian
129
HASIL UJI VALIDITAS Hasil Uji Validitas Variabel Sifat Machiavellian
SM1 Pearson Correlation SM1
SM3
SM4
SM5
SM6
SM7
1
Sig. (2-tailed) N
SM2
SM2
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
97 *
Correlations SM4
SM3
,239
*
,453
**
,429
**
SM5
SM6
,351
SM7
**
,123
SM8
,373
**
SM9
,282
**
Total SM
,409
**
,691**
,019
,000
,000
,000
,230
,000
,005
,000
,000
97
97
97
97
97
97
97
97
97
-,008 ,939 97 1
**
*
,149 ,147 97 -,247* ,015 97 -,100 ,329 97 ,469** ,000 97 1
**
,035 ,730 97 ,488** ,000 97 ,598** ,000 97 -,132 ,197 97 ,037 ,718 97 ,188
,137 ,180 97 ,240* ,018 97 ,389** ,000 97 ,268** ,008 97 ,233* ,022 97 ,585**
,504** ,000 97 ,428** ,000 97 ,655** ,000 97 ,475** ,000 97 ,313** ,002 97 ,576**
,065
,000
,000
97
97
97
,239 ,019 97 ,453** ,000 97 ,429** ,000 97 ,351** ,000 97 ,123 ,230 97 ,373**
1 97 -,008 ,939 97 ,378** ,000 97 ,210* ,039 97 ,149 ,147 97 ,319**
97 ,436** ,000 97 -,085 ,406 97 -,247* ,015 97 -,117
,000
,001
97
97
,378 ,000 97 ,436** ,000 97 1
,210 ,039 97 -,085 ,406 97 -,024 ,812 97 1
97 -,024 ,812 97 -,100 ,329 97 ,271**
97 ,469** ,000 97 ,475**
,254
,007
,000
,000
97
97
97
97
97 ,407**
,319 ,001 97 -,117 ,254 97 ,271** ,007 97 ,475** ,000 97 ,407** ,000 97 1
97
Bersambung ke halaman selanjutnya 128
Hasil Uji Validitas Variabel Sifat Machiavellian (Lanjutan) SM1
SM8
SM9
Total SM
SM2 **
SM5
SM6
SM7
SM8
SM9
Total SM
,035 ,730 97
,488 ,000 97
**
,598 ,000 97
-,132 ,197 97
,037 ,718 97
,188 ,065 97
,409 ,000 97 ,691**
,137 ,180 97 ,504**
*
,240 ,018 97 ,428**
**
,389 ,000 97 ,655**
**
,268 ,008 97 ,475**
*
,233 ,022 97 ,313**
**
,585 ,000 97 ,576**
,390** ,000 97 ,500**
97 ,632**
,000
,000
,000
,000
,000
,002
,000
,000
,000
97
97
97
97
97
97
97
97
97
,282 ,005 97
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
**
N
SM4 **
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Sig. (2-tailed)
SM3
1 97
**
,390 ,000 97
,500** ,000 97
1
,632** ,000 97 1 97
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
129
Hasil Uji Validitas Variabel Lingkungan Etika Correlations LE 1 Pearson Correlation LE 1
LE 2
LE 3
LE 4
LE 5
LE 6
LE 7
TOTAL LE
LE 2 1
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
LE 3
,773
**
LE 4
,670
**
LE 5
,731
**
LE 6
,688
**
LE 7
,767
**
TOTAL LE
,621
**
,862**
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,000
97 1
97 ,768** ,000 97 1
97 ,680** ,000 97 ,653** ,000 97 1
97 ,664** ,000 97 ,716** ,000 97 ,839** ,000 97 1
97 ,727** ,000 97 ,731** ,000 97 ,871** ,000 97 ,829** ,000 97 1
97 ,624** ,000 97 ,599** ,000 97 ,771** ,000 97 ,707** ,000 97 ,667** ,000 97 1
97 ,855** ,000 97 ,840** ,000 97 ,914** ,000 97 ,886** ,000 97 ,918** ,000 97 ,822** ,000 97 1
97 ,773** ,000 97 ,670** ,000 97 ,731** ,000 97 ,688** ,000 97 ,767** ,000 97 ,621** ,000 97 ,862**
97 ,768** ,000 97 ,680** ,000 97 ,664** ,000 97 ,727** ,000 97 ,624** ,000 97 ,855**
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,000
97
97
97
97
97
97
97
97 ,653** ,000 97 ,716** ,000 97 ,731** ,000 97 ,599** ,000 97 ,840**
97 ,839** ,000 97 ,871** ,000 97 ,771** ,000 97 ,914**
97 ,829** ,000 97 ,707** ,000 97 ,886**
97 ,667** ,000 97 ,918**
97 ,822**
97
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
130
Hasil Uji Validitas Personal Cost Correlations PC 1 Pearson Correlation PC 1
PC 2
PC 3
TOTAL PC
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
,851
,000 97 1
1 97
,876** ,000 97
,757** ,000 97
TOTAL PC
,693
**
,930**
,000 97 ,733** ,000 97 1
,000 97 ,939** ,000 97 ,879** ,000 97 1
97 ,851** ,000 97 ,693** ,000 97 ,930**
97 ,733** ,000 97 ,939**
,000
,000
,000
97
97
97
Hasul Uji Validitas Variabel Intesi Whistleblowing Correlations IW 2 IW 3 IW 4 IW 5 IW 6
IW 1 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
PC 3 **
1
N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
IW 1
PC 2
,503** ,000 97
,296** ,003 97
,284** ,005 97
97 ,879**
IW 7 ,386** ,000 97
97
IW 8 ,483** ,000 97
TOTAL IW ,841** ,000 97
131
Hasil Uji Validitas Variabel Intensi Whistleblowing (Lanjutan) IW1 IW2 IW3 IW4 IW5 IW6 IW 2
IW 3
IW 4
IW 5
IW 6
IW 7
IW 8
TOTAL IW
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
**
1
**
IW8 **
,000
,000
,000
,000
,000
,000
97
97
97
97
97
97
97
97
97 ,834** ,000 97 ,585** ,000 97 ,639**
,291 ,004 97 ,489** ,000 97 ,712** ,000 97 ,619** ,000 97 ,834** ,000 97 1
Total IW **
,000
97 ,551** ,000 97 ,619** ,000 97 ,646** ,000 97 ,663**
,210 ,039 97 ,392** ,000 97 ,617** ,000 97 ,551** ,000 97 1
IW7
,000
97 ,689** ,000 97 ,617** ,000 97 ,712** ,000 97 ,660** ,000 97 ,779**
,245 ,016 97 ,476** ,000 97 ,689** ,000 97 1
*
97 ,809** ,000 97 ,468** ,000 97 ,245* ,016 97 ,210* ,039 97 ,291** ,004 97 ,377** ,000 97 ,802**
97 ,497** ,000 97 ,476** ,000 97 ,392** ,000 97 ,489** ,000 97 ,403** ,000 97 ,852**
,468 ,000 97 ,497** ,000 97 1
*
,876 ,000 97 ,757** ,000 97 ,503** ,000 97 ,296** ,003 97 ,284** ,005 97 ,386** ,000 97 ,483** ,000 97 ,841**
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
,809 ,000 97 1
**
97 ,597** ,000 97 ,722**
,377 ,000 97 ,403** ,000 97 ,660** ,000 97 ,646** ,000 97 ,585** ,000 97 ,597** ,000 97 1 97 ,728**
,802** ,000 97 ,852** ,000 97 ,779** ,000 97 ,663** ,000 97 ,639** ,000 97 ,722** ,000 97 ,728** ,000 97 1 97
132
HASIL UJI RELIABILITAS Hasil Uji Reliabilitas Variabel Sifat Machiavellian Case Processing Summary N % Valid 97 100,0 a Cases Excluded 0 ,0 Total 97 100,0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items
N of Items
,711
,740
9
Item Statistics SM1 SM2 SM3 SM4 SM5 SM6 SM7 SM8 SM9
Mean
Std. Deviation
N
1,98 2,15 1,92 1,66 1,94 1,97 1,80 1,86 2,00
,790 1,121 ,898 ,593 ,747 ,529 ,552 ,829 ,677
97 97 97 97 97 97 97 97 97
133
SM1 SM2 SM3 SM4 SM5
SM1 1,000 ,239 ,453 ,429 ,351
SM2 ,239 1,000 -,008 ,378 ,210
Inter-Item Correlation Matrix SM3 SM4 SM5 SM6 ,453 ,429 ,351 ,123 -,008 ,378 ,210 ,149 1,000 ,436 -,085 -,247 ,436 1,000 -,024 -,100 -,085 -,024 1,000 ,469
SM6
,123
,149
-,247
-,100
,469
1,000
,407
,037
,233
SM7
,373
,319
-,117
,271
,475
,407
1,000
,188
,585
SM8
,282
,035
,488
,598
-,132
,037
,188
1,000
,390
SM9
,409
,137
,240
,389
,268
,233
,585
,390
1,000
SM1 SM2 SM3 SM4 SM5 SM6 SM7 SM8 SM9
Scale Mean if Item Deleted 15,30 15,12 15,36 15,62 15,34 15,31 15,47 15,42 15,28
SM7 ,373 ,319 -,117 ,271 ,475
SM8 ,282 ,035 ,488 ,598 -,132
SM9 ,409 ,137 ,240 ,389 ,268
Item-Total Statistics Scale Corrected Squared Variance if Item-Total Multiple Item Deleted Correlation Correlation 10,753 ,601 ,466 11,130 ,282 ,284 12,046 ,264 ,523 11,780 ,580 ,576 12,435 ,285 ,432 13,424 ,204 ,368 12,169 ,525 ,577 11,580 ,395 ,534 11,474 ,559 ,475
Mean 17,28
Scale Statistics Variance Std. Deviation 14,495 3,807
Cronbach's Alpha if Item Deleted ,643 ,725 ,714 ,660 ,704 ,713 ,671 ,685 ,658
N of Items 9
134
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Lingkungan Etika Case Processing Summary N % Valid 97 100,0 a Cases Excluded 0 ,0 Total 97 100,0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items ,944
,947
LE 1 LE 2 LE 3 LE 4 LE 5 LE 6 LE 7
LE 1 LE 2 LE 3 LE 4 LE 5 LE 6 LE 7
LE 1 1,000 ,773 ,670 ,731 ,688 ,767 ,621
N of Items
Item Statistics Mean Std. Deviation 4,08 ,886 4,16 ,786 3,89 ,877 3,88 1,013 4,06 ,659 3,99 ,860 3,89 ,888
7
N 97 97 97 97 97 97 97
Inter-Item Correlation Matrix LE 2 LE 3 LE 4 LE 5 ,773 ,670 ,731 ,688 1,000 ,768 ,680 ,664 ,768 1,000 ,653 ,716 ,680 ,653 1,000 ,839 ,664 ,716 ,839 1,000 ,727 ,731 ,871 ,829 ,624 ,599 ,771 ,707
LE 6 ,767 ,727 ,731 ,871 ,829 1,000 ,667
LE 7 ,621 ,624 ,599 ,771 ,707 ,667 1,000
135
LE 1 LE 2 LE 3 LE 4 LE 5 LE 6 LE 7
Scale Mean if Item Deleted 23,87 23,78 24,06 24,07 23,89 23,96 24,06
Item-Total Statistics Scale Corrected Squared Variance if Item-Total Multiple Item Deleted Correlation Correlation 19,888 ,807 ,694 20,671 ,806 ,720 20,163 ,777 ,683 18,443 ,871 ,846 21,414 ,853 ,772 19,582 ,884 ,834 20,246 ,752 ,632
Mean 27,95
Scale Statistics Variance Std. Deviation 27,049 5,201
Cronbach's Alpha if Item Deleted ,936 ,936 ,939 ,931 ,935 ,929 ,941
N of Items 7
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Personal Cost
Case Processing Summary N % Valid 97 100,0 a Cases Excluded 0 ,0 Total 97 100,0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items ,904
,904
N of Items
3
136
PC 1 PC 2 PC 3
Item Statistics Mean Std. Deviation 3,79 ,999 3,76 ,922 3,82 ,924
N 97 97 97
Inter-Item Correlation Matrix PC 1 PC 2 PC 3 PC 1 1,000 ,851 ,693 PC 2 ,851 1,000 ,733 PC 3 ,693 ,733 1,000
Scale Mean if Item Deleted PC 1 PC 2 PC 3
Item-Total Statistics Scale Corrected Squared Variance if Item-Total Multiple Item Deleted Correlation Correlation
7,59 7,62 7,56
2,953 3,134 3,416
Mean 11,38
,829 ,863 ,741
Scale Statistics Variance Std. Deviation 6,801 2,608
,735 ,764 ,555
Cronbach's Alpha if Item Deleted ,846 ,818 ,918
N of Items 3
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Intensi Whistleblowing
Case Processing Summary N % Valid 97 100,0 a Cases Excluded 0 ,0 Total 97 100,0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
137
Reliability Statistics Cronbach's Cronbach's Alpha Alpha Based on Standardized Items ,877 ,899
IW 1 IW 2 IW 3 IW 4 IW 5 IW 6 IW 7 IW 8
IW 1 IW 2 IW 3 IW 4 IW 5 IW 6 IW 7 IW 8
IW 1 1,000 ,876 ,757 ,503 ,296 ,284 ,386 ,483
IW 2 ,876 1,000 ,809 ,468 ,245 ,210 ,291 ,377
Item Statistics Mean Std. Deviation 3,98 1,291 4,11 1,172 4,08 1,067 4,38 ,509 4,26 ,696 4,19 ,635 4,26 ,617 4,03 ,770
N of Items
8
N 97 97 97 97 97 97 97 97
Inter-Item Correlation Matrix IW 3 IW 4 IW 5 IW 6 ,757 ,503 ,296 ,284 ,809 ,468 ,245 ,210 1,000 ,497 ,476 ,392 ,497 1,000 ,689 ,617 ,476 ,689 1,000 ,551 ,392 ,617 ,551 1,000 ,489 ,712 ,619 ,834 ,403 ,660 ,646 ,585
IW 7 ,386 ,291 ,489 ,712 ,619 ,834 1,000 ,597
IW 8 ,483 ,377 ,403 ,660 ,646 ,585 ,597 1,000
138
IW 1 IW 2 IW 3 IW 4 IW 5 IW 6 IW 7 IW 8
Scale Mean if Item Deleted 29,31 29,18 29,21 28,91 29,03 29,10 29,03 29,26
Item-Total Statistics Scale Corrected Squared Variance if Item-Total Multiple Item Deleted Correlation Correlation 17,466 ,739 ,806 18,688 ,695 ,855 18,770 ,778 ,790 23,231 ,736 ,704 22,780 ,577 ,662 23,281 ,558 ,717 22,843 ,658 ,782 21,860 ,646 ,609
Mean 33,29
Model
1
Scale Statistics Variance Std. Deviation 27,103 5,206
Cronbach's Alpha if Item Deleted ,857 ,859 ,846 ,863 ,869 ,871 ,864 ,862
N of Items 8
HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS Coefficient Correlationsa TOTAL PC TOTAL SM TOTAL PC 1,000 ,072 Correlations TOTAL SM ,072 1,000 TOTAL LE ,218 ,231 TOTAL PC ,034 ,002 Covariances
TOTAL SM TOTAL LE a. Dependent Variable: TOTAL IW
,002 ,004
,015 ,003
TOTAL LE ,218 ,231 1,000 ,004 ,003 ,009
139
Model
Unstandardized Coefficients B 34,645
Coefficientsa Standardized Coefficients
Std. Error 4,639
(Constant) TOTAL -,503 ,122 SM 1 TOTAL ,241 ,095 LE TOTAL ,043 ,184 PC a. Dependent Variable: TOTAL IW
t
Sig.
Beta
Collinearity Statistics Tolerance
VIF
7,468
,000
-,384
-4,142
,000
,946
1,057
,241
2,545
,013
,906
1,104
,022
,235
,815
,952
1,050
HASIL UJI NORMALITAS MENGGUNAKAN GRAFIK P-LOT
140
HASIL UJI NORMALITAS MENGGUNAKAN UJI (K-S) One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parameters
97 a,,b
Mean
Std. Deviation Most Extreme Absolute Differences Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
,0000000 4,52390976 ,070 ,070 -,057 ,691 ,726
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS MENGGUNAKAN SCATTERPLOT
141
HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS MENGGUNAKAN UJI PARK Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model B Std. Error (Constant) 2,747 5,374 lnx1 1,299 ,881 1 lnx2 -1,684 1,078 lnx3 ,294 ,723 a. Dependent Variable: Lnei2
Standardized Coefficients Beta ,152 -,164 ,042
t
Sig.
,511 1,476 -1,563 ,407
,610 ,143 ,121 ,685
HASIL UJI KOEFISIEN DETERMINASI PADA REGRESI BERGANDA
Mode l
R
1
,495a
Model Summaryb R Square Adjusted R Square ,245
,221
Std. Error of the Estimate 4,596
a. Predictors: (Constant), TOTAL PC, Total SM, TOTAL LE b. Dependent Variable: TOTAL IW
HASIL UJI STATISTIK t PADA REGRESI BERGANDA Coefficientsa Model Unstandardized Standardiz t Sig. Collinearity Coefficients ed Statistics Coefficient s B Std. Error Beta Tolerance VIF (Constan 34,645 4,639 7,468 ,000 t) TOTAL -,503 ,122 -,384 -4,142 ,000 ,946 1,057 SM 1 TOTAL ,241 ,095 ,241 2,545 ,013 ,906 1,104 LE TOTAL ,043 ,184 ,022 ,235 ,815 ,952 1,050 PC a. Dependent Variable: TOTAL IW
142
HASIL UJI STATISTIK F PADA REGRESI BERGANDA ANOVAa Model Sum of df Mean F Sig. Squares Square Regression 637,205 3 212,402 10,054 ,000b 1 Residual 1964,713 93 21,126 Total 2601,918 96 a. Dependent Variable: TOTAL IW b. Predictors: (Constant), TOTAL PC, TOTAL SM, TOTAL LE
143